repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari...

65

Transcript of repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari...

Page 1: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
Page 2: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
Page 3: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
Page 4: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
Page 5: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur Alhamdulillah selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT,

yang melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Dialah

sebaik-baik pencipta hukum, hakim Maha adil, Maha bijak dan Maha segalanya,

sehingga penyusun mampu menyelesaikan sebagian tugas dalam syarat menempuh

jenjang Sarjana S-1 Syari’ah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah

kepada junjungan kita, pemimpin orang-orang yang bertaqwa, dan penempuh jalan

kebenaran, Rasulullah Muhammad SAW; para sahabatnya dan para pengikutnya

yang senantiasa istiqomah dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.

Keberhasilan penulisan skripsi yang berjudul ”Menjual Harta Benda

Wakaf Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif” ini tidak terlepas

dari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Syamsuar, M.Ag, selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Teungku Dirundeng Meulaboh.

2. Kepada bapak Amrizal Hamsa, MA dan ibu Ida Rahma, MH selaku

pembimbing utama dan kedua, yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya

dalam membimbing serta memberi pengarahan sejak dari awal sampai dengan

selesai.

3. Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah, dan juga kepada bapak dan ibu dosen

yang telah membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat.

Page 6: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

4. Kepala perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Teungku Dirundeng

Meulaboh serta staf yang telah melayani penulis dan memberi bahan-bahan

bacaan lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka menyelesaikan skripsi ini

5. Ayahanda dan ibunda yang telah membesarkan dan mendidik sampai penulis

dapat mengikuti perguruan tinggi dengan ridha dan do'anyalah maka penulis

menyelesaikan semua kegiatan dengan baik.

Akhirnya hanya kepada Allah penulis memohon, dan penulis menyadari

bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat

dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kita, sehingga kita menjadi umat

yang berilmu dan dimuliakan oleh Allah SWT. Amin.

Page 7: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iDAFTAR ISI....................................................................................................... iiiABSTRAK ......................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUANA.Latar Belakang Masalah................................................................ 1B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4C. Tujuan Pembahasan ...................................................................... 5D.Manfaat Pembahasan .................................................................... 5E. Penjelasan Istilah .......................................................................... 5F. Metode Penelitian ......................................................................... 8

BAB II: WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIFA. Pengertian Wakaf .......................................................................... 12B. Rukun dan Syarat Wakaf............................................................... 16C. Macam-Macam Harta Waqaf dan Pemanfaatan Harta Wakaf

Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ................................... 25D. Mekanisme Pelaksanaan Wakaf Menurut Hukum Islam dan

Hukum Positif................................................................................ 29

BAB III : MENJUAL HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAMDAN HUKUM POSITIFA. Menjual Harta Wakaf Menurut Hukum Islam .............................. 33B. Menjual Harta Wakaf Hukum Positif .......................................... 39C. Persamaan dan Perbedaan Wakaf Menurut Hukum dan Hukum

Positif ......................................................................................... 45D. Pembahasan Hasil Penelitian......................................................... 49

BAB IV: PENUTUPA. Kesimpulan.................................................................................... 53B. Saran ......................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 55LAMPIRAN-LAMPIRANDAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 8: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

ABSTRAK

Wakaf harus dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf oleh wakif, namun seringtidak sedikit harta wakaf tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan tujuan wakafseperti semula sehingga supaya harta wakaf tersebut harus dialih fungsikan ataudijual. Penulis ingin melihat hukum menjeual harta wakaf baik menurut hukum Islamatau hukum positif kemuadian dicatat dalam karya ilmiah yang berjudul MenjualHarta Benda Wakaf Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif.Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk pandangan hukum Islam dan hukum positifterhadap menjual harta wakaf dan persamaan dan perbedaan kedua pandanganhukum tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi iniadalah deskriptif, analisis dan komparatif. Berdasarkah hasil pembahasan dapatdisimpulkan bahwa dalam Islam para ulama berbeda pendapat mengenai menjualharta wakaf yaitu Hanafi membolehkan menjual harta wakaf yang tidak terpakai lagikecualai mesjid, imam Maliki dan Hambali membolehkan menjual harta wakaf yangtidak terpakai lagi baik mesjid atau bukan untuk perbaikan sedangkan menuruthukum positif harta wakaf dilarang untuk dijual, hal ini secara tegas diatur dalamDalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 40 kecuali hartawakaf tersebut dapat mengganggu pembangunan sarana dan prasarana umum yanglebih dibutuhkan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuanBadan Wakaf Indonesia. Persamaan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positifadalah wakaf sama-sama bertujuan untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umatdan yang membedakan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakafmenurut hukum Islam hanya pada harta benda saja baik harta bergerak ataupun hartayang tidak bergerak sedangkan dalam hukum positif harta wakaf dikembangkan danmembolehkan wakaf uang dan harta bergerak.

Page 9: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

BAB I

PENDAHULUAN

G. Latar Belakang Masalah

Waqaf adalah menahan harta yang telah di berikan kepada seseorang untuk di

kelola, tapi untuk melaksanakan waqaf harta tersebut harus memenuhui rukun dan

syarat yang harus diperhatikan. Karena rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan

hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari

segi hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf

disebutkan bahwa “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan

dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya

atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.1

Tujuan pokok dari setiap perwaqafan adalah untuk berjihad di jalan Allah yang

hasilnya akan di nikmati oleh ummat dan pahalanya akan tetap mengalir kepada

orang yang memberikan harta waqafmya.2 sedangkan dalam Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2004 Tentang Wakaf disebutkan bahwa “Wakaf bertujuan memanfaatkan

harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”.3

Salah satu ibadah yang ketentuannya belum dijelaskan secara tegas oleh Al-

Qur’an. Sehingga para ulama’ harus mengeluarkan hukum (istinbath) dari nash yang

ada, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Asumsi para ulama tentang dasar hukum______________

1Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,Pasal 1 ayat 1.

2Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: PilarMedia, 2005), h. 1.

3Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,Pasal 1 ayat 1. Pasal 4.

Page 10: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

pelaksanaan wakaf sampai dengan sekarang adalah surat Ali Imran ayat 92 yang

berbunyi:

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum

kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang

kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. Ali

Imran: 92)

Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini memerintahkan umat manusia untuk

berbuat baik kepada orang lain dengan harta yang dimilikinya, baik berupa zakat,

sedekah, wakaf, hibah ataupun hadiah”.4 Wakaf merupakan aset yang sangat bernilai

dalam pembangunan. Di samping merupakan usaha pembentukan watak dan

kepribadian seorang muslim untuk rela melepaskan sebagian hartanya untuk

kepentingan orang lain, juga merupakan investasi pembangunan yang bernilai tinggi,

tanpa memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang

mewakafkan.5

Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda wakaf tersebut

sesuai dengan kehendak pewakif, namun apabila suatu ketika wakaf itu sudah tidak

ada manfaatnya atau kurang memberi manfaat banyak demi kepentingan umum,

maka harus dilakukan perubahan pada harta wakaf tersebut, seperti merubah bentuk,

memindahkan ke tempat lain, menukar dengan benda lain atau bahkan menjualnya

______________

4M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet, IV,(Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 412

5Satria Effendi, et al., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, AnalisisYurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 410.

Page 11: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

demi menjaga fungsi dan atau mendatangkan mashlahat yang lebih besar sesuai

dengan tujuan wakaf.

Permasalahan tentang penjualan harta wakaf ini terdapat perbedaan pendapat

di kalangan para ulama madzhab. Sebagian ulama melarang penjualan harta wakaf,

baik, dan ada juga yang memperbolehkannya dengan beberapa dasar dan

pertimbangan. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan pendapat ulama terhadap

menjual harta wakaf dapat penulis uraikan secara singkat sebagai berikut:

Imam Hambali mengatakan bahwa boleh menjual harta benda wakaf karenaadanya alasan-alasan yang menyebabkan hal itu, baik berupa masjid maupunbarang-barang non masjid, sepanjang sebab-sebab untuk itu ada. Imam Syafi’imengatakan bahwa menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisiapapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus sekalipun sepertiwakaf bagi keturunan sendiri, walaupun terdapat seribu satu macam alasanuntuk itu. Imam Maliki mengatakan bahwa wakaf boleh dijual dalam tigakeadaan, Pertama manakala pewakaf mensyaratkan agar barang yangdiwakafkan itu dijual, sehingga persyaratan yang dia tetapkan harus diikuti.Kedua, apabila barang yang diwakafkan tersebut termasuk barang yangbergerak, harga penjualannya bisa digunakan untuk barang yang sejenis atauyang sepadan dengan itu. Ketiga, barang yang tidak bergerak boleh dijualuntuk keperluan perluasan mesjid, jalan dan kuburan sedangkan untukkeperluan selain itu tidak boleh dijual bahkan hingga barang tersebut rusak dantidak berfungsi sekalipun. Sedangkan Imam Hanafi mengatakan bahwa bolehmengganti semua bentuk barang wakaf baik yang umum maupun yang khusus,kecuali mesjid.6

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa para ulama khususnya imam

mazhab (Hambali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi) berbeda pendapat mengenai menjual

harta wakaf. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan tentang

menjual harta wakaf pada pasal 40 yang berbunyi “Harta benda wakaf yang sudah

______________

6Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2013), h. 670

Page 12: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar

dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin melihat lebih jauh mengenai

pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap penyewaan harta wakaf dan

penulis bukukan dalam karya ilmiah yang berjudul ”Menjual Harta Benda Wakaf

Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”.

H. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam pembahasan

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pandangan hukum Islam terhadap menjual harta benda wakaf?

2. Bagaimana pandangan hukum positif terhadap menjual harta benda wakaf?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan hukum Islam dan hukum

positif terhadap menjual harta benda wakaf?

I. Tujuan Pembahasan

Tujuan merupakan harapan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan

dalam pembahasan skripsi ini untuk:

1. Untuk mengetahui Pandangan hukum Islam terhadap menjual harta benda

wakaf.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum positif terhadap menjual harta benda

wakaf.

3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pandangan hukum Islam dan

hukum positif terhadap menjual harta benda wakaf.

Page 13: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

J. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari pembahasan ini adalah sebagai

berikut:

1. Pembahasan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penulis

mengenai harta benda wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif,

khususnya mengenai jual beli harta benda wakaf.

2. Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa selanjutnya

dalam menyusun karya ilmiah dengan topik pembahasan yang sama.

K. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalah pahaman dalam memahami isi

skripsi ini maka dirasa perlu untuk menjelaskan kata-kata istilah yang terdapat dalam

judul skripsi ini, yaitu:

1. Menjual

Jual dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-bai’ yang artinya men jual

mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain 7, walaupun lafal al-

bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni

kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus

juga berarti beli.8 Dengan demikian jual dapat dipahami bahwa memindahkan

hakt terhadap suatu barang dengan cara menukarkan dengan barang yang lain.

Adapun yang dimaksud dengan jual dalam pembahasan skripsi ini adalah

menjual harta wakaf oleh pengurus harta wakaf kepada pihak ke tiga baik dengan

______________

7Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta:RajaGrafindo, 2003), h. 87.

8Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 111.

Page 14: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

cara tukar guling ataupun membeli kebutuhan lain dengan hasil penjualan harta

wakaf tersebut.

2. Harta Benda Wakaf

Harta benda adalah ”segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan

dimanfaatkan serta mempunyai nilai”.9 sedangkan wakaf berasal dari kata waqafa

artinya berhenti, atau diam ditempat atau tetap berdiri atau penahanan. Menurut

istilah meskipun terdapat perbedaan penafsiran, disepakati bahwa makna wakaf

adalah menahan dzatnya benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya

dan menyedekahkan manfaatnya.10

Adapun yang dimaksud dengan harta benda wakaf dalam pembahasan

skripsi ini adalah segala bentuk harta yang dapat diambil, disimpan, diambil

manfaatnya serta mempunyai nilai yang telah diwakafkan kepada pihak lain untu

dipergunakan sebagaimana ketentuan hukum wakaf dalam Islam.

3. Hukum Islam

Hukum Islam adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap

mengikat, yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah. Sedangkan pengertian

lain adalah undang-undang, peraturan yang mengatur hidup manusia yang

bersumber dari al-Qur’an.11 Yang dimaksud dengan Hukum Islam (Syariat )

menurut para ahli ilmu ushul (fiqh), adalah firman Allah yang ditujukan kepada

______________

9Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum, (bandung:Pustaka Setia, 2001), h. 22

10Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negarakita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 5.

11Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.270.

Page 15: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

orang muslim yang mukallaf, cakap dan bertanggung jawab, merupakan perintah,

larangan, dan kebebasan memilih (mubah)”.12

Adapun yang penulis maksudkan dengan hukum Islam dalam

pembahasan skripsi ini adalah pandangan atau ketetapan syariat Islam tentang

menjual harta benda wakaf.

4. Hukum Positif

Dalam Kamus Bahasa Indonesia “hukum berarti peraturan yang dibuat dan

disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis; peraturan, undang-undang

yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu”.13 Sedangkan positif berarti

“benar tentu, pasti”.14 Hukum positif berarti hukum yang dibuat dan sudah pasti

ketentuannya baik secara secara tertulis maupun tidak tertulis.

Adapun yang penulis maksud hukum positif dalam skripsi ini adalah suatu

peraturan yang sudah pasti ketentuannya, baik berupa peraturan maupun undang-

undang yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai wakaf.

L. Metode Penelitian

Winarno Surahman menyebutkan metode merupakan “cara mencari

kebenaran yang dipandang ilmiah adalah melalui metode penyelidikan”.15 Sedangkan

Sutrisno Hadi menyebutkan bahwa metode merupakan “suatu riset khususnya dalam

ilmu pengetahuan empirik pada umumnya bertujuan untuk menemukan,

______________

12Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), h. 1-513Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap…, h.21314Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap…, h.38015Winarno Surahman, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Tehnik, Cet. I,

(Bandung: Tarsito, 2002), h. 26.

Page 16: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan”.16 Dalam hal ini

penggunaan metode penyelidikan di maksud untuk menemukan data yang valid,

akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk

mengungkap masalah yang diteliti. Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah,

penulis menggunakan beberapa langkah penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library

Reseach) menggunakan pendekatan deskriptif (menggambarkan, melukiskan

keadaan subjek/objek penelitian).17 Karena ruang lingkup penelitian ini adalah

pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari

penelitian hukum kepustakaan yakni dengan “cara meneliti bahan pustaka”

atau yang dinamakan penelitian hukum normatif.18

2. Data Yang Diperlukan

Karena dalam penelitian ini merupakan Library Research, maka penulis

menggunakan sumber data yang meliputi:

a. Bahan Hukum Primer meliputi hukum Islam yaitu Nash Al-Qur’an,

Hadis dan ijtihat para ulama yang erat kaitannya dengan masalah yang

diteliti. Sedangkan hukum positif dalam hal ini, Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2004 Tantang wakaf dan peraturan pemerintah yang berkaitan

dengan wakaf,

______________

16Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Cet. ke-1, (Yogyakarta : Andi offset, 2000), h. 3.17Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005), h. 63.18Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali,

2008), h. 14.

Page 17: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

b. Bahan Hukum Sekunder meliputi buku-buku, disertasi, tesis, makalah,

jurnal yang ada kaitannya dengan masalah yang hendak dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier meliputi Kamus Ilmiah populer, Ensiklopedi, dan

lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan bahan, maka penulis telah mempergunakan

Metode Penelitian Kepustakaan (library research) yakni suatu metode yang

digunakan dengan cara mempelajari literatur, perundang-undangan dan bahan-

bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi pembahasan yang

digunakan untuk mendukung pembahasan ini. Disamping itu dipergunakan

sumber data dari data internet.

4. Teknik Analisa Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan teknik analisa data,

sebagai berikut:

a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam

rangka representasi obyektif tentang realitas yang terdapat di dalam masalah

yang di teliti.19 Atau dapat juga diartikan sebagai metode yang digunakan

untuk mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok

permasalahan, melacak dan mensistematisir sedemikian rupa. Selanjutnya

dengan keyakinan tertentu diambillah kesimpulan umum dari bahan-bahan

______________

19Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, 2005), h. 63.

Page 18: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

tentang obyek permasalahannya.20 Dalam pembahasan penelitian ini,

metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan ketentuan dalam

hukum hukum Islam dan hukum positif mengenai menjual harta wakaf.

b. Metode Analisis.

Metode analisis ini digunakan untuk menelaah mengenai menjual

harta benda wakaf menurut hukum positif dan hukum Islam yang telah

dijelaskan dengan metode deskriptif. Cara yang digunakan adalah analisis

isi (content analisis), yaitu menganalisis konsep dari pemikiran berbagai

tulisan yang berkaitan dengan menjual harta benda wakaf menurut hukum

Islam dan hukum positif.

c. Metode Komparatif.

Metode komparatif ini menggunakan logika perbandingan. Komparasi

yang dibuat adalah komparasi fakta-fakta replikatif.21 Melalui komparasi

tersebut antara hukum positif dengan hukum Islam tentang menjual harta

benda wakaf sebagai fokus kajian penelitian ini dibandingkan, selanjutnya

disusun kategorisasi teoritis22 yaitu perbedaan dan persamaan kedua hukum

tersebut terhadap menjual harta benda wakaf. Pembandingan ini selanjutnya

digunakan untuk menemukan aktualitas, melacak relevansi, kesejajaran dan

bahkan menemukan kemungkinan hukum Islam untuk diterapkan pada

masa sekarang dan yang akan datang. Tata pikir yang digunakan adalah tata

______________

20Sutrisno Hadi, Metodologi Research. I, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 2007), h. 3.21Fakta-fakta replikatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-data yang

menggambarkan tantang menjual harta benda wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif.22Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009), h.

113.

Page 19: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

pikir relevansi yang menunjuk pada keterhubungan yang bersifat fungsional

tertentu dengan dimensi yang dipertanyakan.23

5. Pedoman Penulisan

Adapun pedoman dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku

Panduan Menulis Skripsi Bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Tahun 2017.

______________

23Noeng Muhadjir, Metodologi..., h. 99.

Page 20: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

BAB II

WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Wakaf

Wakaf berasal dari kata waqafa artinya berhenti, atau diam ditempat atau

tetap berdiri atau penahanan.24 Menurut istilah meskipun terdapat perbedaan

penafsiran, disepakati bahwa makna wakaf adalah menahan dzatnya benda dan

memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya dan menyedekahkan manfaatnya.

Adapun perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam mendefinisikan wakaf

diakibatkan cara penafsiran dalam memandang hakikat wakaf. Perbedaan pendangan

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Menurut Abu Hanifah “Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut

hukum, tetap miliki si wakaf dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk

kebajikan”. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si

wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si

wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang

timbul dari wakaf hany alah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab

Hanafiyah mendefinisikah “wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu

benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya

kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.25

______________

24Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negarakita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 5.

25Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2013), h. 670-672

Page 21: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang

diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif

melakukantindakanyangdapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada

yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh

menarik hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang

dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan

seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf

untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik

harta menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi mem-bolehkan

pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara

wajar sedang benda itu tetap milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa

tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.26

Menurut madzhab Syafi’iyah, Hanbaliyah dan sebagian Hanafiyah. Madzhab

ini berpendapat bahwa wakaf adalah mendayagunakan harta untuk diambil

manfaatnya dengan mempertahankan dzatnya benda tersebut dan memutus hak wakif

untuk mendayagunakan harta tersebut. Wakif tidak boleh melakukan apa saja

terhadap harta yang diwakafkan. Berubahnya status kepemilikan dari milik

seseorang, kemudian diwakafkan menjadi milik Allah. Jika wakif wafat, harta yang

diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli waris.Wakif menyalurkan manfaat

harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (orang yang diberi wakaf) sebagai

sedekah yang mengikat, di mana wakif tidak dapat melarang menyalurkan

sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka qadhi berhak

______________

26Abdurrahman, Masalah perwakafan…, h. 32

Page 22: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih. Karena itu madzhab ini

mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang

ber-status sebagai milik Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada

suatu kebajikan (sosial).27

Dinamika sosial, desakan publik dan perubahan paradigma berpikir yang

semakin meluas memandang wakaf ”memaksa” lahirnya Undang-Undang Nomor 41

tentang wakaf sebagai payung hukum yang lebih kuat berskala nasional. UU tersebut

mendefiniskan bahwa: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan

dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya

atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.28

Menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI ): Perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagaian dari benda miliknya

dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Dasar hukum dari kewajiban melakukan wakaf di dalam hukum Islam

disebut sebagai dalil diantaranya adalah firman Allah dalam Al-qur’an surah Ali-

Imran ayat 92 yang berbunyi:

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum

kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang

______________

27Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi. Hukum Wakaf, Terj. Ahrul Sani Faturrahman,(Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004), h. 38-60.

28Pasal 1, Undang-Undang Nomor 41 Tentang Wakaf

Page 23: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali-

Imran: 92)

Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 yang

berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagiandari hasil usahamu yang baik-baik dan dari sebagian dari apa yang kamikeluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yangburuk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya pada hal kamu sendiritidak mau memgambilnya melainkan dengan memicingkan mataterhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi MahaTerpuji”.

Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang

berbunyi:

Artinya: …dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dantakwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat beratsiksa-Nya (Al-Maidah: 2)

Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77 yang

berbunyi:

Page 24: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlahRabmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan(Al-Hajj: 77)Selain firman Allah di atas juga terdapat hadits Rasulullah saw tentang

wakaf, yaitu yang berbunyi:

اذا مات ابن أدم انـقطع :صلى اهللا عليه وسلم قالأن النيب : قال عنه عن ايب هريـرة رضي اهللا. عمله اال من ثالث صدقة جارية او علم يـنتـفع به او ولد صاحل يدعوا له

Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a. sesunggunya Rasulullah Saw berkata: jikaseseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amal daridirinya kecuali tiga, yaitu sadakah jariyah, ilmu yang bermanfaat dananak saleh yang mendoakan kepadanya (kepada orang tuanya)”.29

B. Rukun dan Syarat Wakaf

1. Rukun Wakaf

Dalam bahasa Arab, kata rukun memiliki makna yang sangat luas.

Secara etimologi rukun biasa diterjemahkan dengan sisi yang terkuat,

karenanya, kata rukn al-syai‟ kemudian diartikan sebagai sisi dari sesuatu

yang menjadi tempat bertumpu.30 Adapun dalam terminologi fikih, rukun

adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, di mana ia

merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri atau dengan kata lain, rukun

adalah penyempurna sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.31

______________

29Muslim, Shahih Muslim, Juz 8, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, tt), h. 40530Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Terj. Ahrul Sani Fathurrahman.

(Jakarta: Dompet Duafa, 2000), h. 63.31 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf…, h. 88

Page 25: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf,

perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam

memandang subtansi wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun wakaf

hanyalah sebatas sighat (lafal) yang menunjukkan makna atau subtansi wakaf,

karena itu, Ibn Najm pernah mengatakan bahwa rukun wakaf adalah lafal-lafal

yang menunjukkan terjadinya wakaf. Berbeda dengan Hanafiyah, pengikut

Malikiyah, Syafi‟iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang rukun wakaf

terdiri dari: waqif, mauqufalaih, harta yang diwakafkan dan lafal atau

ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.32

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya.

Rukun wakaf ada 4 (empat), yaitu: Wakif (orang yang mewakafkan harta),

Mauquf Bih (Harta yang akan diwakafkan) Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi

wakaf/ peruntukan wakaf), Shighat (Pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu

kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).33

Dari rukun-rukun di atas masing-masing mempunyai syarat atau

kriteria, diantaranya:

a. Syarat Waqif (orang yang berwakaf)

Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkanmemiliki kecakapan hukum

atau Kamalulahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya

.kecakapan bertindak disini meliputi empat (4) kriteria, yaitu:

1) Merdeka.

______________

32 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf…, h. 88-8933 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 21

Page 26: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Wakaf dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah,

karena wakaf adalah pengguguran hak milik itu kepada orang lain.

Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa

yang dimiliki adalah kepunyaan orang tuanya. Namun demikian, Abu

Zahra mengatakan hartanya bila ada izin dari tuanya, karena ia sebagai

wakil darinya. Oleh karena itu, ia boleh mewakafkan, walaupun hanya

sebagai tabbaru.34

2) Berakal sehat.

Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia

tidak berakal, tidak mumayiz, dan tidak cakap melakukan akad serta

tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),

berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak

sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk menggugurkan

hak miliknya.35

3) Dewasa (baligh)

Wakaf dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh),

hukumnya tidak sah karena dipandang tidak cakap melakukan akad dan

tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya. 4) Tidak berada di

bawah pengampuan (boros atau lalai) Orang yang berada di bawah

pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru‟)

maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.Tetapi berdasarkan

______________

34 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf…, h. 2235 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf…, h. 22-23

Page 27: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

istihsan, wakaf orang yang berada di bawah pengampuan terhadap

dirinya sendiri selama hidupnya hukumnya sah. Tujuan dari pengampuan

ialah untuk menjaga harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk

sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi

beban orang lain.

b. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)

Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, pertama, tentang syarat sahnya

harta yang diwakafkan, kedua tentang kadar benda yang diwakafkan. Harta

yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Harta yang diwakafkan harus mutaqawwam

Pengertian harta yang mutaqawwam (al-mal al-mutaqawwam)

menurut Madzhab Hanafi ialah segala sesuatu yang dapat disimpan dan

halal digunakan dalam keadaan normal (bukan dalam keadaan darurat).

2) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan.

Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin,

sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah

mewakafkan yang tidak jelas seperti satu dari dua rumah.

3) Milik wakif

Hendaklah harta yang diwakafkan milik penuh dan meningkat

bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu tidak sah mewakafkan

sesuatu yang bukan milik wakif. Karena wakaf mengandung

kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan. Keduanya hanya

dapat terwujud pada benda yang dimiliki.

Page 28: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Ahmad Rofiq, dalam bukunya Hukum Perdata Islam di Indonesia,

menjelaskan bahwa syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus

dipenuhi adalah:

1) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali

pakai. Hal ini karena watak wakaf yang lebih mementingkan penggunaan

manfaat benda tersebut.

2) Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum (al-

masya‟).

3) Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya. Selain itu benda

wakaf merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan,

sitaan, dan sengketa.

4) Benda wakaf itu dapat dimiliki atau di pindahkan kepemilikannya.

5) Benda wakaf tidak dapat diperjualkan, dihibahkan, atau diwariskan.36

2. Syarat Wakaf

Syarat-syarat benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam harus

merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan

sengketa (pasal 217 ayat 3). Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,

menyebutkan:

a) Harta benda wakaf terdiri dari:

(1) Benda tidak bergerak dan

(2) benda bergerak.

______________

36Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997), h. 404

Page 29: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

b) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

(1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.

(2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana

yang dimaksud pada huruf a.

(3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.

(4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan–undangan yang berlaku.

(5) Benda yang tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan

peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

c) Benda bergerak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah

harta yang benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

(1) Uang

(2) Logam mulia

(3) Surat berharga

(4) Kendaraan

(5) Hak atas kekayaan intelektual

(6) Hak sewa

(7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Mauquf ‘alaih (Tujuan atau peruntukan wakaf).

Wakif menentukan tujuan dalam mewakafkan harta benda

miliknya.Apakah hartanya itu diwakafkan untuk menolong keluarganya

sendiri, untuk fakir miskin, sabilillah, ibnu sabil, dan lain-lain atau

Page 30: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

diwakafkannya untuk kepentingan umum.Yang utama adalah bahwa wakaf

itu diperuntukkan pada kepentingan umum.37

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Peraturan tentang

peruntukan harta benda wakaf ini diatur dalam Pasal 22 sebagai berikut

“Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya

diperuntukkan bagi sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan

pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,

yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan

kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syari‟ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.38

Selanjutnya pada pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

disebutkan bahwa 1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana

dimaksud dalam pasal 22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar

wakaf. 2) Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf.

Nadhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan

sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.39

Syarat dari tujuan wakaf adalah adalah untuk kebaikan, mencari

keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.Kegunaannya bisa untuk

sarana ibadah murni seperti masjid, mushola atau berbentuk sarana sosial

keagamaan lainnya, seperti pesantren, rumah sakit, atau lembaga pendidikan

______________

37 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 41038Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,

(Jakarta: t.tp, 2004), Pasal 2239Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 23

Page 31: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

yang lebih besar manfaatnya.Oleh karena itu wakaf tidak dapat digunakan

untuk kepentingan maksiat atau untuk tujuan maksiat.40

d. Sighat atau ikrar wakaf.

Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku fiqih

ialah tentang sighat wakaf, sebelum menjelaskan syarat-syaratnya, perlu

diuraikan lebih dahulu pengertian dan status dari sighat.

1) Pengertian sighat.

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang

yang berakad atau menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang

diinginkannya. Namun sighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif

tanpa memerlukan qobuldari mauquh ‘alaih. Begitu juga dengan qobul

tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidakmenjadi syarat untuk

berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali pada

wakaf yang tidak tertentu.

2) Status sighat.

Status sighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf.

Wakaf tidak sah tanpa sighat, setiap sighat mengandung ijab, dan qabul.

Pasal 17-21 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 mengatur tentang

sighat sebagai berikut:

Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

wakaf dinyatakan bahwa 1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada

Nadhir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 orang saksi. 2) Ikrar

______________

40Ahmad Rofiq, Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 411

Page 32: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

wakaf sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dinyatakan secara lisan/

tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.41

Selanjutnya pada pasal 18 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf disebutkan bahwa “Dalam hal Wakif tidak dapat

menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam

pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum,

wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh

2 orang saksi.42

Selanjutnya dalam undang-undang nomor 41 dipertegas pada

pasal 19 yang menyatakan bahwa “Untuk dapat melaksanakan ikrar

wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan atau bukti

kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.43

Menurut Pasal 20 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf ikrar wakaf harus didepan saksi yang memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut: yaitu dewasa, beragama Islam, berakal sehat dan

tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.44 Lebih jelas lagi

ditegaskan mengenai ikrar wakaf dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor

41 Tahun 2004 tentang wakaf yang berbunyi:

1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.

2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

sedikit memuat: a) Nama dan identitas wakif, b) Nama dan

______________

41Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1742Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1843Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1944Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 20

Page 33: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

identitas Nadhir, c) Data dan keterangan harta benda wakaf, d)

Peruntukan harta benda wakaf dan e) Jangka waktu wakaf.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.45

Sighat atau pernyataan wakaf harus dinyatakan dengan tegas baik

secara lisan maupun tulisan, menggunakan kata “aku mewakafkan” atau “aku

menahan” atau kalimat semakna lainnya. Dengan pernyataan wakaf itu, maka

gugurlah hak kepemilikan wakif, benda itu menjadi milik mutlak Allah yang

dimanfaatkan untukkepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf. Oleh

karena itu, benda yang telah diikrarkan untuk wakaf, tidak bisa dihibahkan,

diperjualbelikan, maupun diwariskan.

Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat sepihak untuk itu

diperlukan adanya penerimaan dari orang yang menikmati manfaat wakaf

tersebut.Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi, guna

menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan

peraturan perundang-undangan yang secara organik mengatur perwakafan.46

C. Macam-Macam Harta Waqaf dan Pemanfaatan Harta Wakaf Menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Macam-Macam Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Mengenai benda wakaf, di Indonesia terjadi perluasan makna. Pada

mulanya terbatas pada tanah yang termasuk kategori harta tak bergerak. Dalam______________

45 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 2146 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 408

Page 34: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 membolehkan wakaf dengan harta

bergerak maupun harta tak bergerak. Kategori yang dijelaskan dalam undang-

undang tersebut antara lain: (1) Benda Tidak bergerak, meliputi (a) hak atas

tanah, (b) bangunan/bagian bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, (c)

tanaman/benda lain yang berkaitan dengan tanah, (d) hak milik atas satuan

rumah susun, (e) benda tidak bergerak sesuai syariah dan UU; (2) Benda

bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan hak atas

kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak sesuai syariah dan UU,

termasuk mushaf, buku, kitab. Menurut Abdul Ghafur wakaf terbagi dua,

yaitu:

a. Wakaf Ahli atau wakaf Dzurri, disebut demikian karena wakaf ini ditujukan

kepada orang-orang tertentu, baik seorang atau lebih atau baik keluarga si

wakif sendiri atau bukan.

b. Wakaf Khairi, adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama

atau kemasyarakatan, seperti wakaf yang diserahkan untuk kepentingan

pembangunan masjid, sekolahan, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak

yatim, dan lain-lain.47

2. Pemanfaatan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum yang berasal dari hukum

Islam. Wakaf dilakukan oleh umat Islam dalam rangka melaksanakan ibadah

untuk Allah. Pelaksanaan wakaf harus memenuhi rukun dan syaratnya wakaf.

______________

47Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: PilarMedia, 2005), h. 1.

Page 35: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Rukun wakaf ada empat yaitu adanya wakif, harta yang akan diwakafkan,

tempat dimana benda akan diwakafkan dan akad. Benda wakaf berdasarkan

hukum Islam meliputi semua harta yang dimiliki oleh wakif.

Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai dari adanya wakaf yang

telah ada pada masyarakat hukum adat. Pemerintah melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 telah mengatur tentang perwakafan yang

dibatasi hanya tanah hak milik saja serta harus melalui prosedur dengan akta

ikrar wakaf yang nantinya sertipikat hak milik diubah menjadi sertipikat wakaf.

Pengaturan wakaf dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977

ternyata masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kemudian

keluarlah Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI, dimana obyek wakaf

meliputi benda bergerak atau tidak bergerak. Sayangnya kedudukan Inpres No.

1 Tahun 1991 dipertanyakan kedudukannya apabila ditinjau dari TAP MPR-RI

No. III/MPR/2000. Oleh karena itu perlu segera dibentuk peraturan yang

mengatur tentang wakaf dalam undang-undang, supaya dapat tercapai

kepastian hukumnya.

Pemikiran kearah pengaturan wakaf dalam bentuk undang-undang ada

empat diantaranya:

1. Wakif tidak hanya dibatasi pada orang yang mempunyai tanah hak milik,tetapi apapun bentuk harta milik wakif baik benda bergerak atau tidak dapatdiwakafkan.

2. Nadzir seharusnya mendapat imbalan untuk pengurusan benda wakafsebesar x % untuk mendorongnya bekerja secara professionalmengoptimalkan hasil wakaf.

3. Obyek wakaf meliputi semua harta milik wakif baik yang sudah ada atauyang akan ada asalkan sudah pasti.

Page 36: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

4. Prosedur wakaf apabila menyangkut hak milik atas tanah dapat tetapmelalui prosedur PP No. 28 Tahun 1977 tetapi untuk yang lainnya dapatpelaksanaan akad wakaf dilakukan dihadapan notaris.48

Wakaf yang telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia dalam

perkembangannya banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan itu

disebabkan oleh penyelewengan harta wakaf oleh nadzir atau keturunan nadzir

dengan mendaku kepemilikan harta wakaf. Selain itu penyimpangan juga dapat

terjadi dalam bentuk penyimpangan kegunaan atau fungsi wakaf.

Oleh karena itu pemerintah membuat suatu peraturan tentang wakaf

yang bertujuan untuk mengamankan harta wakaf serta mendorong masyarakat

Indonesia untuk melakukan wakaf sebagai perwujudan dari melaksanakan

ibadah karena Allah.

Langkah konkrit itu adalah dengan disahkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Sayangnya Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ini hanya membatasi obyek wakaf hanya

pada tanah hak milik saja, tidak mencakup harta lainnya yang dimiliki oleh

wakif. Adapun prosedur yang dilakukan tidak cukup akad wakaf dilakukan

secara lisan saja. Untuk menjamin kepastian hukum Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1977 mengharuskan wakaf dilakukan secara lisan dan tertulis

dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf untuk selanjutnya dibuat akta ikrar

wakaf. Dengan mendasarkan akta ikrar wakaf maka tanah hak milik diajukan

perubahannya ke Badan Pertanahan Nasional setelah memenuhi syarat

administrasinya untuk diubah menjadi sertipikat wakaf.

______________

48Asri Wijayanti, Kedudukan Wakaf Berdasarkan Hukum Islam dan Perkembangannya diIndonesia, (Surabaya: Amanah, 2003), h. 24

Page 37: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

D. Mekanisme Pelaksanaan Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Penempatan wakaf sangat diperlukan dalam bentuk undang-undang

dibandingkan dalam bentuk peraturan pemerintah, karena lebih terjamin kepastian

hukum dan perlindungan hukumnya. Pemikiran ke arah perkembangan wakaf

menjadi suatu undang-undang, perlu adanya perbaikan dalam hal siapa saja yang

dapat sebagai wakif, bagaimana kriteria wakif yang baik dan apa saja hak- hak dan

kewajibannya, apa saja yang dapat sebagai obyek wakaf dan bagamaina prosedurnya.

Pemikiran mengenai yang dapat menjadi wakif adalah perlu adanya perluasan siapa

saja yang dapat menjadi wakif. Selama ini berdasarkan PP No. 28 Tahun 1977 wakif

hanya dibatasi pada orang , orang-orang, atau badan hukum yang memiliki tanah hak

milik. Obyek wakaf hanya dibatasi pada benda tetap yang berupa tanah hak milik

saja.

Untuk memberikan dorongan bagai umat Islam untuk mewujudkan

pelaksanaan ibadah kepada ALLAH melalui wakaf maka tidak perlulah seseorang itu

menunggu mempunyai tanah hak milik. Cukup apabila seseorang itu memiliki harta

baik benda tetap atau benda tidak tetap, asalkan benda itu merupakan harta milik

wakif secara keseluruhan dan adanya niat wakif untuk mewakafkan hartanya itu

secara kekal atau terus menerus.

Berkaitan dengan hal itu tidaklah tepat pengertian wakaf untuk harta yang

penyerahannya untuk jangka waktu tertentu. Sebab syarat adanya wakaf adalah

seseorang itu menyerahkan hartanya untuk kepentingan ALLAH semata dan bersifat

kekal atau untuk selama-lamanya. Apabila harta itu diperluas tidak hanya tanah hak

milik saja itu benar asalkan tetap harta itu merupakan milik wakif secara

Page 38: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

keseluruhan. Apabila tentang lamanya atau waktu wakaf yang dibatasi sekehendak

wakif maka hal itu bukanlah memenuhi unsur wakaf dan hanya dapat disebut sebagai

sedekah.

Pemikiran kedua mengenai perbaikan wakaf dalam suatu undang-undang

adalah mengenai harta wakaf. Hukum Islam tidak membatasi obyek hukum wakaf

hanya pada tanah hak milik saja. Keberadaan PP No. 28 tahun 1977 memang hanya

dibatasi pada tanah hak milik saja. Hal ini untuk memudahkan pemantauan dan

menyelamatkan harta wakaf benda tetap untuk publik. Hal itu tidak berarti wakaf

hanya dapat dilaksanakan untuk benda yang berupa tanah hak milik saja, karena

Inpres No 1 Tahun 1991 membuka perluasan obyek wakaf meliputi benda bergerak

atau tidak bergerak milik wakaf. Sayangnya keberadaan obyek wakaf berdasarkan

Inpres No. 1 Tahun 1991 ini secara formalitas bukan merupakan salah satu bentuk

peraturan perundang-undangan berdasarkan ketentuan TAP MPR-RI NO.

III/MPR/2000 dan hanya berfungsi sebagai kitab hukum saja.

Secara yuridis tentang benda apa saja yang dapat diwakafkan ke dalam

undnag-undang wakaf nantinya. Sebagai bahan pertimbangan obyek wakaf perlu

penekanan pada substansi benda wakaf atau unsur pokok benda wakaf yaitu harus

berhenti atau penahanan pokoknya. Perdebatan tentang unsur kekal dari benda

wakaf tampak antara madzab Syafi’I dan Hanafi dengan madzab Maliki.49

Imam Syafi'i misalnya, sangat menekankan wakaf pada fixed asset (harta

tetap) sehingga menjadikannya sebagai syarat sah wakaf. Mengingat di Indonesia

______________

49Sayyid Sabiq, Ringkasan Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Al-kausar, 2013), h. 47

Page 39: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

secara fikih kebanyakan adalah pengikut mazhab Syafi'i, maka bentuk wakaf yang

lazim kita dapatkan berupa tanah, masjid, madrasah, dan aset tetap lainnya.

Imam Maliki mengartikan ''keabadian'' lebih pada nature barang yangdiwakafkan, baik itu aset tetap maupun aset bergerak. Untuk aset tetap, sepertitanah, unsur keabadian terpenuhi karena memang tanah dapat dipakai selamatidak ada longsor atau bencana alam yang menghilangkan fisik tanah tersebut,demikian juga halnya dengan masjid atau madrasah. Selain itu Imam Malikimemperluas lahan wakaf mencakup barang-barang bergerak lainnya, sepertiwakaf susu sapi atau wakaf buah tanaman tertentu. Yang menjadi substansiadalah sapi dan pohon, sementara yang diambil manfaatnya adalah susu danbuah. Ia membuka luas kesempatan untuk memberikan wakaf dalam jenis asetapa pun, termasuk aset yang paling likuid yaitu uang tunai (cash waqf).50

Dari uraian di atas dapat dipikirkan adanya perluasan mengenai obyek

hukum wakaf. Dapat berupa uang yang dimiliki oleh wakif berapapun jumlahnya

yang dikelola dan dikumpulkan oleh suatu badan baik badan bentukan pemerintah

atau badan sosial yang nantinya dapat dibelikan sebuah lahan misalnya dibelikan

tanah hak milik yang nantinya dapat diubah menjadi tanah wakaf.51 Diantara tanah

wakaf itu ada yang pembeliannya melalui pengumpulan uang dari sumbangan

masyarakat untuk lahan pekuburan, dimana yang memberikan sumbangan mendapat

imbalan berupa hak berkubur di atas tanah itu untuk dirinya sendiri atau

keluarganya.52

Bentuk benda yang dapat diwakafkan dapat pula berupa suatu benda yang

pasti akan ada dikemudian hari misalnya keuntungan menjalankan usaha milik

sesorang. Hal ini sebenarnya sudah pernah dilakukan pada masa lalu yaitu sudah

dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari

______________

50Muhammad Syafi’I Antonio, Cash Waqaf dan Anggaran pendidikan umat,www.alislam.or.id. Diakses tanggal 18 Agustus 2017

51Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan praktek, (Jakarta:Rajawali Pers, 2002), h 91.

52Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah…, h. 97

Page 40: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

bahwa Imam az Zuhri salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al

hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana

dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan

menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan

keuntungannya sebagai wakaf.53

______________

53Muhammad Syafi’I Antonio, Cash waqf dan Anggaran…tanggal 18 Agustus 2017

Page 41: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

BAB III

MENJUAL HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAMDAN HUKUM POSITIF

A. Menjual Harta Wakaf Menurut Hukum Islam

Ketentuan tentang kemungkinan pengalih fungsian harta wakaf ini dapat

dilihat dalam pasal 225 Kompilasi Hukum Islam. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa

pada dasarnya terhadap harta yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan

atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Sedangkan dalam

ayat (2) ditegaskan, penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya

dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran

dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan: a) Karena tidak

sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif, b) Karena kepentingan

umum. Dasar hukum penjualan aset wakaf adalah hadist Abdullah bin Umar di

bawah ini :

هما أن عمر بن اخلطاب أصاب أرضا خبيبـر فأتى النيب عن ابن عمر رضي الله عنـصلى الله عليه وسلم يستأمره فيها فـقال يا رسول الله إين أصبت أرضا خبيبـر مل أصب ماال قط أنـفس عندي منه فما تأمر به قال إن شئت حبست أصلها

يف الفقراء ويف القرىب ويف الرقاب ويف سبيل الله وابن السبيل والضيف ال جناح ها ر متمول على من وليـها أن يأكل منـ بالمعروف ويطعم غيـ

Artinya: Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Umar bin Khathab radliallahu'anhu mendapat bagian lahan di Khaibar lalu dia menemui Nabishallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta pendapat Beliau tentang tanahlahan tersebut seraya berkata: “ Wahai Rasulullah, aku mendapatkan

Page 42: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

lahan di Khaibar dimana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebihbernilai selain itu. Maka apa yang Tuan perintahkan tentang tanahtersebut? Maka Beliau berkata: “ Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara)pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah dengan (hasil buah) nya.”Ibnu Umar radliallahu 'anhu berkata: Maka Umar menshadaqahkannya (hasilnya ), dan wakaf tersebut tidak boleh dijual, tidak dihibahkan dan jugatidak diwariskan, namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir,kerabat, untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untukmenjamu tamu. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untukmemakan darinya dengan cara yang ma'ruf dan untuk memberi makanorang lain bukan bermaksud menimbunnya.” (HR Bukhori)

Berdasarkan hadist di atas, para ulama berpendapat bahwa aset wakaf tidak

boleh dijual atau ditarik kembali oleh pemiliknya, bahkan sebagian kalangan

menyatakan bahwa hal ini merupakan kesepakatan ulama. Berkata Imam Qurthubi

“Pendapat yang membolehkan penarikan kembali barang yang sudah diwakafkan

adalah pendapat yang menyelesihi kesepakatan ulama, maka tidak boleh diikuti.

Hanya saja dalam rinciannya ternyata para ulama berbeda pendapat:

Pendapat Pertama : Boleh menjual wakaf dan atau menariknya kembali.

Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hanifah. Tetapi murid-muridnya mengingkari

hal ini, berkata Abu Yusuf : “Seandainya hadist di atas sampai kepada Abu Hanifah,

niscaya dia akan mengikutinya dan akan menarik pendapatnya yang membolehkan

penjualan aset wakaf.54 Pendapat Kedua: Tidak boleh menjual wakaf sama sekali,

walaupun diganti dengan yang lebih baik atau lebih banyak manfaatnya, selama aset

wakaf tersebut tidak terputus manfaatnya. Ini adalah pendapat Imam Malik dan

Syafi’I, dan riwayat dari Imam Ahmad.55

______________

54As-Shan’ani, Subulus Salam, Jil. III, Terj. Abu Bakar Muhammad, (Surabaya: Al-Ikhlas,1995), h. 148

55 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, Ab, dkk, (Jakarta:Lentera, 2013), h. 661

Page 43: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Pendapat para fuqaha sedemikian banyak dan saling bertentangan dalam

masalah ini banyak terjadi ikhtilaf dalam permasalahan wakaf. Diantara mereka ada

yang melarang penjualan wakaf sama sekali, ada pula yang membolehkan dalam

beberapa kasus, dan ada lagi yang pasif dan tidak memberikan hukum. Pendapat

sedemikian banyak sehingga setiap faqih menentang pendapatnya sendiri dalam satu

buku, umpamanya dia mengeluarkan pendapat dalam jual beli berbeda dalam

pendapatnya dalam masalah penjualan wakaf. Ada pula yang menentang

pendapatnya dalam satu kalimat, dan mengatakan sesuatu diujungnya lalu

mengatakan sesuatu yang bertentangan dengannya dibagian akhir.56

Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun penggantian sesuatu yang dinazarkan dan

diwakafkan dengan yang lebih baik darinya, sebagaimana terkait penggantian hewan

kurban, dan ini terbagi dua macam: pertama penggantian itu diperlukan misalnya

akan hilang fungsinya seperti kuda yang diwakafkan untuk perang, jika tidak dapat

dimanfaatkan dalam peperangan maka kuda itu boleh dijual dan hasil penjualany

digunakan untuk membeli penggantinya, yang kedua, penggantian lantaran

kemaslahatan yang lebih dipentingkan. Misalnya masjid jika masjid lain dibangun

untuk menggantikannya lantaran lebih dapat memenuhi kemaslahatan penduduk

setempat dari pada masjid yang pertama dan masjid yang pertama dijual.

Pengalokasian ini dan semacamnya dibolehkan menurut Ahmad dan ulama‟ lainnya.

Ahmad berhujah bahwa Umar bin Khatabra, memindahkan Masjid Kufah yang lama

ke tempat lain, dan tempat yang lama digunakan sebagai pasar bagi pedagang kurma,

ini merupakan penggantian terhadap area masjid. Adapun terkait penggantian

______________

56Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab …, h. 664.

Page 44: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

bangunannya dengan bangunan lain, maka Umar ra, dan Ustmanra, membangun

Masjid Rasulullah saw, berbeda dengan bangunan semula dan menambahkannya.57

Para Imam dalam menyikapi hukum penjualan benda wakaf, mereka

berbeda pendapat, antara lain:

1. Pendapat menurut Imam Hanafi

Madzhab Hanafi, sebagaimana dinukil oleh Abu Zuhran dalam al-

Waqfu, mereka membolehkan penggantian semua wakaf, baik khusus maupun

umum, selain masjid. Dan bahwa mereka menyebutkan tiga kali kondisi untuk

itu, pertama, jika pewakaf mensyaratkannya dalam akad. Kedua, jika wakaf

tidak lagi dapat dimanfaatkan, ketiga, jika penggantian akan mendatangkan

manfaat lebih besar dan hasil yang lebih banyak, sementara tidak ada syarat

dari pewakaf yang melarang penjualan.58

Perbedaan tersebut berlaku pula pada lantai masjid, tikar, dan lampu-

lampunya jika sudah tidak dibutuhkan. Menurut Abu Yusuf dalam saturiwayat,

barang-barang itu dipindahkan ke masjid lain. Menurut Muhammad

dikembalikan kepada pemiliknya jika sudah keluar dari kemanfaatan, yang

dimaksudkan oleh orang yang wakaf secara umum.59

Landasan kebijakan ulama‟ Hanafiyah adalah kemaslahatan dan

manfaat yang abadi, yang menyertai praktik penjualan selama penjualan itu

untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan barang wakaf, maka syarat

______________

57Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 5, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta: CakrawalaPublishing, 2009), h. 543.

58 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 66659Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk.

(Jakarta: Pustaka Publishing, 2011), h. 324.

Page 45: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

kekekalan wakaf terpenuhi dan tidak melanggar syari‟a. Jadi yang dimaksud

kekekalan disini bukanlah mengenai bentuk barangnya saja, tapi dari segi

manfaatnya yang terus berkelanjutan.

2. Pendapat Imam Malik

Para ulama dalam mazhab Maliki berbeda pendapat mengenai menjual

harta wakaf, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Jawad

Mughniyah yang menjelaskan bahwa:

Ulama Malikiyyah sendiri terdapat perbedaan pendapat tentang menjualatau menukar harta wakaf. mayoritas ulama Malikiyah tentang penjualanharta wakaf dari segi apapun, sebagian lagi membolehkan penjualanpenggantian harta wakaf yang tidak bermanfaat lagi dengan harta wakafyang jauh lebih baik, namun dengan tiga syarat, pertama, jika pewakafmensyaratkan penjualan ketika mewakafkan, maka syarat ini harus diikuti.Kedua, jika barang wakaf berupa barang yang dapat dipindah dan ia sudahtidak lagi mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan wakaf, maka olehdijual dan harganya disalurkan untuk sesuatu yang sama dengan wakaftersebut. Ketiga, tanah wakaf boleh dijual untuk perluasan masjid yangharus dilakukan, juga jalan atau pekuburan. Selain yang demikian ini, wakaftidak boleh dijual meskipun tanah telah rusak dan tidak mendatangkanmanfaat.60

3. Pendapat Imam Syafi‟i.

Mazhab Syafi‟i mereka melarang penjualan dan penggantian secara

mutlak, meskipun wakaf khusus, seperti wakaf kepada anak turunan, walaupun

terdapat seribu satu sebab yang menuntut untuk itu. Mereka hanya

membolehkan para penerima wakaf untuk menggunakan wakaf khusus hingga

habis jika terdapat tuntutan untuk itu, seperti pohon kering yang tidak lagi

mendatangkan buah, maka penerima wakaf boleh menebang pohon tersebut

______________

60 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 661.

Page 46: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

dan menjadikannya sebagai bahan bakar untuk diri mereka sendiri, dan mereka

tidak boleh menjualnya dan tidak boleh menggantinya.61

Syafi’iyyah mengatakan, jika masjid roboh, rusak, shalat disitu terputus danpengambilannya ke kondisi semula sulit, atau tidak bisa digunakan samasekali karena negeri itu porak poranda misalnya, masjid tidak menjadi miliksiapapun, dan tidak boleh dikelola sama sekali dengan bentuk jual beli, atausebagainya sebab, kepemilikan yang telah hilang karena menjadi hak Allah,maka kepemilikan itu tidak bisa kembali menjadi milik seseorang karenaadanya kerusakan. Sebagaimana jika seseorang memerdekakan budakkemudian ia sakit menahun, budak itu tidak lagi menjadi mantan tuanya.Pengelolaan hasil wakaf tersebut adalah dengan mewakafkannya padamasjid terdekat tidak bisa diharapkanpengembalian masjid dalam fungsinyasemula, kalau tidak bisa disimpan.62

4. Pendapat Imam Hambali.

Jika wakaf roboh dan manfaatnya hilang, seperti rumah yang roboh

atau tanah rusak dan kembali mati (tidak bisa digarap) dan tidak mungkin

diperbaiki, atau masjid sudah ditinggalkan oleh penduduk desa dan menjadi

tempat yang tidak digunakan untuk shalat atau sudah sempit menampung

warga dan tidak mungkin diperluas, atau semuanya sudah tercerai berai dan

tidak mungkin diperbaiki tidak pula sebagian dari barang wakaf tersebut

kecuali dengan menjual sebagian maka yang sebagian dari barang wakaf

tersebut kecuali menjual sebagian maka yang sebagian itu oleh dijual untuk

perbaikan bagian yang lain. Jika tidak mungkin mengambil manfaat sedikit pun

dari barang wakaf maka wakaf itu dijual.63 Jika wakaf dijual maka apa pun

yang dibelikan dengan harga penjualannya dan bisa dikembalikan kepada

penerima wakaf hukumnya boleh, baik itu dari jenis barang wakaf atau jenis

______________

61 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 660.62 Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu…, h. 327.63 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 661.

Page 47: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

lain. Sebab maksudnya adalah manfaat bukan jenis, namun manfaat barang

wakaf diberikan untuk kemaslahatan yang menjadi prioritas, sebab tidak boleh

mengubah penerima wakaf sementara ada kemungkinan untuk menjaganya.

Sebagaimana tidak boleh mengubah wakaf dengan dijual sementara ada

kemungkinan untuk memanfaatkanya.64

B. Menjual Harta Wakaf Hukum Positif

Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga mengatur

tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah dianggap tidak atau

kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri. Secara prinsip, harta benda

wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:

a. dijadikan jaminan;b. disita;c. dihibahkan;d. dijual;e. diwariskan;f. ditukar; ataug. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.65

Ketentuan di atas dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah

diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata

ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan tidak bertentangan dengan syariah. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari

Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.66

______________

64 Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam…, h. 32765Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,

(Jakarta: t.tp, 2004), Pasal 4066Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 41

Page 48: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan

pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar

sekurangkurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Dengan demikian,

perubahan dan atau pengalihan benda wakaf pada prinsipnya bisa dilakukan selama

memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasan-alasan sebagaimana

yang telah ditentukan oleh Undang-undang yang berlaku. Ketatnya prosedur

perubahan dan atau pengalihan benda wakaf itu bertujuan untuk meminimalisir

penyimpangan peruntukan dan menjaga keutuhan harta wakaf agar tidak terjadi

tindakantindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu sendiri, sehingga wakaf

tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat banyak.

Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan bahwa

penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai

mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat

diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta

benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan

Nazhir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dengan demikian, jelaslah masalah-masalah lainnya yang secara nyata

menyangkut Hukum Perdata, sedangkan yang terkait dengan perbuatan hukum

pidana diselesaikan melalui hukum acara dalam Pengadilan Negeri. Selain masalah

penyelesaian sengketa, Undang-undang Wakaf juga mengatur ketentuan pidana

umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaannya sebagai

berikut:

Page 49: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

a. bagi yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,

mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin

di pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

b. bagi yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa

izin di pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

c. bagi yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil

pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang

ditentukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta

rupiah). 67

Ketentuan pidana merupakan suatu suatu keharusan dalam sebuah peraturan

perundangan yang mengatur tentang suatu persoalan di negara kita. Dalam sebuah

undang-undang harus mencantumkan ketentuan khusus mengenai sanksi pidana

sebagai penguat dan jaminan agar supaya peraturan dimaksud dilaksanakan

sebagaimana mestinya.

Untuk memaksimalkan peran Peradilan Agama, nampaknya perlu

difungsikan sebagai Peradilan Syari'ah bagi setiap warga negara pemeluk agama

Islam dalam kaca mata pemahaman yang komprehensif. Dalam kedudukannya di

atas, Peradilan Agama harus diberdayakan sebagai payung hukum bagi umat Islam

______________

67 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 67

Page 50: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

dalam penyelesaian semua kasus-kasus perdata dan pidana yang berkaitan dengan

hukum muamalat. Peran dan fungsi serta wewenang Peradilan Agama dari waktu ke

waktu harus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan hukum dan kemasyarakatan.

Apalagi status Pradilan Agama saat ini telah digabungkan satu atap dengan

Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Dengan adanya ketentuan tersebut, maka pelaksanaan perwakafan

(khususnya tanah) sudah ditentukan secara pasti, dimana penyimpangan terhadap

ketentuan itu sudah dapat dituntut sebagai tindak pidana. Berbeda dengan ketentuan

pidana dalam berbagai peraturan pidana lainnya yang selalu membedakan antara

kejahatan dengan pelanggaran, maka tindak pidana mengenai perwakafan tanah

milik tidak ditentukan apakah termasuk kejahatan atau pelanggaran.

Selain pengawasan yang bersifat umum berupa paying hukum yang

memberikan ancaman terhadap pihak yang melakukan penyelewengan dan atau

sengketa berkaitan dengan pengelolaan harta wakaf, upaya pengawasan benda wakaf

dapat langsung dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat. Sebagaimana yang

termuat dalam Bab VII Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang

menyebutkanbahwa Menteri (agama) melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf dengan

mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia BWI dengan tetap memperhatikan saran

dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.

Dalam melaksanaan tugas pembinaan, Menteri dan BWI dapat melakukan

kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak

lain yang dipandang perlu. Sedangkan dalam menjalankan pengawasan, Menteri

Page 51: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

dapat menggunakan akuntan publik. Peran pemerintah yang memiliki akses birokrasi

yang sangat luas dan otoritas dalam penegakan hokum merupakan aspek penting

dalam melindungi eksistensi dan pengembangan wakaf secara umum. Demikian juga

masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan langsung terhadap pemanfaatan

harta-harta wakaf dapat mengawasi secara langsung terhadap jalannya pengelolaan

wakaf. Pola pengawasan yang bisa dilakukan oleh masyarakat bukan bersifat

interventif (campur tangan manajemen), namun memantau, baik langsung maupun

tidak langsung terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu sendiri.

Sehingga peran lembaga Nazhir lebih terbuka dalam memberikan laporan terhadap

kondisi dan perkembangan harta wakaf yang ada. Untuk itu, agar pengelolaan wakaf

dapat lebih bias dipertanggungjawabkan oleh lembaga Nazhir yang ada kepada

pemerintah dan masyarakat umum, diperlukan upaya perwujudan sebuah kondisi

sebagai berikut :

1. gerakan untuk mempelopori transparansi dalam semua aspek kelembagaan

Nazhir, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Adanya transparansi

kelembagaan Nazhir ini merupakan jihad yang bersifat sistemik untuk

menutup tindakan ketidakjujuran, korupsi, manipulasi dan lain sebagainya.

Transparansi adalah aspek penting yang tak terpisahkan dalam rangkaian

menegakkan amanah perwakafan yang diajarkan oleh nilai-nilai Islam.

Sehingga lembaga wakaf dalam Islam bisa dijadikan tolok ukur keterbukaan

Page 52: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

dalam mengemban tanggung jawab moral para Nazhir menuju tatanan hidup

bermasyarakat yang berkeadaban dan berkeadilan semesta.68

2. Lembaga Nazhir harus mempelopori sistem public accountability. yaitu

mendorong terjadinya iklim akuntabilitas publik dalam pengelolaan harta

wakaf. Pertanggungjawaban umum merupakan wujud dari pelaksanaan sifat

amanah (kepercayaan) dan shidiq(kejujuran). Karena kepercayaan dan

kejujuran memang harus dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Sehingga dengan demikian, wakaf dapat dijadikan wahana

yang sangat menjanjikan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat yang

kredibel (sangat dipercaya) dengan tetap menjunjung tinggi nilai

profesionalisme kerja yang beretos kerja baik. 69

3. Lembaga Nazhir mempelopori gerakan yang aspiratif. Orang-orang yang

terlibat dalam kelembagaan Nazhir harus mendorong terjadinya sistem sosial

yang melibatkan partisipasi banyak kalangan. Hal ini dilakukan untuk

menghindari terjadinya pola pengambilan keputusan secara sepihak oleh

kalangan elit kepemimpinan di dalam lembaga keNazhiran. Sehingga upaya

tersebut dapat mengurangi, bahkan menutup potensi-potensi yang

berkembang, yang bisa jadi mungkin jauh lebih baik atau sempurna. Kaedah

prinsip dalam gerakan yang aspiratif merupakan cermin dari sifat adil dalam

diri atau lingkungannya.70

______________

68 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006),h. 85

69Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 8670Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86

Page 53: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Dengan demikian, kalau lembaga Nazhir mau, mampu dan konsisten

(istiqamah) memperjuangkan dan mempelopori ketiga aspek upaya pengawasan

tersebut, niscaya masyarakat akan merasakan pentingnya lembaga wakaf dalam

kehidupan masyarakat. Sehingga, kalau selama ini lembaga Nazhir terkenal dengan

ketidakprofesionalan dan ketidakamanahan terhadap harta-harta wakaf yang

dipercayakan kepadanya akan terkubur dengan sendirinya. Dan pada saatnya nanti,

wakaf menjadi jawaban yang paling konkrit terhadap problem-problem sosial demi

menciptakan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

C. Persamaan dan Perbedaan Wakaf Menurut Hukum dan Hukum Positif

Pada jaman kejayaan Islam, wakaf sudah pernah mencapai kejayaan

walaupun pengelolaannya masih sangat sederhana. Pada abad ke-8 dan ke-9

Hijriyyah dipandang sebagai jaman keemasan perkembangan wakaf. Pada saat itu

wakaf meliputi berbagai benda, yakni masjid, mushalla, sekolah, tanah pertanian,

rumah, toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan dan perniagaan,

bazaar, pasar, tempat pemandian, tempat pemangkas rambut, gedung beras, pabrik

sabun, pabrik penetasan telur dan lain-lain. Dari data di atas jelas bahwa masjid,

mushalla, sekolah hanyalah sebagian dari benda yang diwakafkan. Sudah menjadi

kebiasaan pada waktu itu bahwa sultan (penguasa) pada saat itu selalu berusaha

untuk mengekalkan dan mendorong orang untuk mengembangkan wakaf terus

menerus.71

______________

71 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86

Page 54: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Kebiasaan berwakaf tersebut diteruskan sampai sekarang di berbagai negara

sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga sepanjang sejarah Islam, wakaf telah

berperan sangat penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi dan

kebudayaan masyarakat Islam melalui wakaf telah menfasilitasi sarjana dan

mahasiswa dengan sarana dan prasarana yang memadai dan mereka bias melakukan

berbagai kegiatan riset dan menyelesaikan studi mereka. Cukup banyak program-

program yang didanai dari hasil wakaf seperti penulisan buku, penerjemahan dan

kegiatan-kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Wakaf

tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menyediakan

berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagai contoh

misalnya bidang kesehatan masyarakat dan fasilitas pendidikan dengan

pembangunan rumah sakit, sekolah medis, dan pembangunan industry obat-obatan

serta kimia. Dilihat dari segi bentuknya, wakaf tampak tidak terbatas pada benda

tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak. Di beberapa Negara seperti Mesir,

Yordania, Saudi Arabia, Turki, wakaf selain berupa sarana dan pra-sarana ibadah dan

pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, uang, saham, real estate

dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif. Dengan demikian hasilnya

benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.72

Jika dana itu diserahkan kepada pengelola professional dan oleh pengelola

wakaf tersebut diinvestasikan di sector yang produktif. Mereka menjamin jumlahnya

tidak akan berkurang, tapi bertambah, bahkan tetap bergulir. Misalnya saja dana itu

dititipkan di bank Syariah yang katakanlah setiap tahun diberikan bagi hasil sebesar

______________

72 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86-87

Page 55: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

sembilan persen, maka pada akhir tahun sudah ada dana segar 270 miliar. Akan

banyak yang bisa dilakukan dari dana sebanyak itu.73

Sebagai suatu konsep baru Islam yang bersifat universal, wakaf tunai

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari system ekonomi Islam yang integral

dengan aspek pemberdayaan. Wacana wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul,

bahkan dalam kajian fikih klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide revitalisasi

fikih muamalah dan perspektif Maqashid Syar'iyyah (tujuan-tujuan Syariah) yang

dalam pandangan Umar Chapra bermuara pada almashlahah al-mursalah

(kemaslahatan universal) termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui

keadilandistribusi pendapatan dan kekayaan.74

Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan secara lebih luas, wakaf tunai

harus mendapat perhatian lebih untuk membiayai berbagai proyek sosial melalui

pemberdayaan wakaf benda tak bergerak yang selama ini menjadi beban. Atau bisa

juga melalui penyaluran kepada lembaga-lembaga pemberdayaan ekonomi. Sebagai

salah satu upaya penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif ke sektor riil

dimobilisir, yang salah satunya adalah dengan memberikan kredit mikro melalui

mekanisme kontrak investasi kolektif (KIK) semacam reksadana Syari'ah yang

dihimpun melalui Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada masyarakat menengah dan

kecil agar memiliki peluang usaha dan sedikit demi sedikit bangkit dari kemiskinan

dan keterpurukan akibat krisis berkepanjangan. Pemberian skim kredit mikro ini

______________

73 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 9374 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 93

Page 56: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

cukup mendidik ibarat memberi kail bukan hanya ikan kepada rakyat dan diharapkan

dapat menciptakan kemandirian.

Porsi bagi hasil untuk fund manager setelah dikurang biaya operasional dapat

disalurkan untuk kebutuhan konsumtif dalam menunjang kesejahteraan kaum fuqara

melalui wasiat wakif (pemegang SWT) ataupun tanpa wasiatnya. Dalam

perkembangan kekinian di Indonesia, wacana wakaf tunai telah menjelma nyata

dalam implementasi produk-produk funding lembaga keuangan Syariah dan

Lembaga Amil Zakat seperti Wakaf Tunai Dompet Dhuafa Republika dan Waqtumu

(Wakaf Tunai Muamalat) yang diluncurkan Baitul Muamalat dari Bank Muamalat

Indonesia.

Dalam rangka mobilisasi dana masyarakat dan optimalisasi potensi finansial

umat untuk kemaslahatan perekonomian, gagasan Wakaf Tunai akan dapat

melengkapi UU No. 12 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang

No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, dimana zakat dimasukkan sebagai

factor pengurang pajak. Disamping itu juga dapat mendukung lembaga-lembaga

pengelola zakat dengan diberlakukannya UU Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999.

Departemen sebagai otoritas keagamaan dan saat ini juga otoritas administratif wakaf

secara pro-aktif telah memintakan fatwa kepada DSN mengenai status hukum wakaf

tunai guna penyempurnaan PP No. 28 Tahun 1977 menjadi UU Wakaf agar lebih

akomodatif dan ekstensif.

Melihat dari wacana wakaf di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan fikih Wakah yang titerbitkan oleh

kementerian agama Republik Indonesia pada tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa

Page 57: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

persamaan wakaf menurut hokum Islam dan hokum positif di Indonesia adalah sama-

sama bertujuan untuk memberdayakan ekonomi umat, menyediakan sarana dan

prasarana ibadah dan tempat pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Namun yang membedakan wacana wakaf menurut hukum positif Indonesia

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

dan fikih Wakah yang titerbitkan oleh kementerian agama Republik Indonesia pada

tahun 2006 adalah tentang wacana menginvestasikan dana wakaf supaya

berkembang, walaupun hal ini bertujuan baik namun praktek ini belum pernah

dilakukan pada masa Rasulullah dan masa para sahabat.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam rangka pembinaan wakaf agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya,

hal-hal yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas dan

kewenangan, khususnya pemerintah, lembaga kenadziran, lembaga swadaya

masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan wakaf dan pihak terkait

lainnya adalah:

1. Mengimplementasikan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Kehadiran ini sangat penting bagi perlindungan tanah-tanah wakaf dan harta

wakaf lainnya yang selama ini terdata oleh Departemen Agama dan sebagai

regulasi pemberdayaan potensi wakaf secara lebih optimal, baik berupa benda

bergerak maupun tidak bergerak. Dengan undang-undang khusus wakaf ini

diharapkan perlindungan, pemanfaatan dan pemberdayaan harta wakaf secara

maksimal tidak mengalami hambatan yang sangat serius.

Page 58: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

2. Membenahi kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang duduk dalam

lembaga-lembaga kenadziran. Karena lembaga kenadziran memiliki peran

sentral dalam pengelolaan harta wakaf secara umum. Untuk itu eksistensi dan

kualitas SDM nya harus betul-betul diperhatikan. Secara garis umum,

kemampuan SDM Nadzir dalam pengelolaan wakaf dapat terarah dan terbina

secara optimal. Dan yang paling penting selain profesional adalah dapat

dipercaya (amanah). Tentu saja pemaknaan amanah disini tidak berhenti pada

aspek moral saja, namun nilainilai profesionalisme juga akan menentukan

apakah lembaga tersebut pada akhirnya bisa dipercaya atau tidak.

3. Mengamankan seluruh kekayaan wakaf, baik pada tingkat pusat maupun

daerah. Upaya pengamanan ini agar harta yang berstatus wakaf tidak

diganggu gugat oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

4. Mengadakan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pengelolaan harta

wakaf. Dukungan ini diperlukan agar harta-harta wakaf, khususnya tanah

wakaf produktif strategis yang ada menjadi aman karena dirasakan adanya

upaya pihak-pihak tertentu, termasuk oknum nadzir yang ingin menukar

dengan tanah-tanah yang tidak strategis. Dukungan pengawasan yang bersifat

internal sudah menjadi keharusan, bersamaan dengan kepedulian masyarakat

sekitar terhadap keutuhan tanah-tanah wakaf. Disamping pengawasan yang

bersifat umum tersebut, juga diperlukan pengawasan pengelolaan agar para

pelaksana kenadziran yang mengurusi langsung terhadap tanah-tanah wakaf

tersebut dapat menjalankan perannya secara baik dan benar, sehingga

menghasilkan keuntungan yang memadai. Aspek pengawasan pengelolaan

Page 59: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

internal ini meliputi penaksir nilai, manajemen organisasi, manajemen

keuangan, manajemen pendistribusian hasil-hasil pengelolaan dan

manajemen pelaporan kepada pihak atau lembaga yang lebih tinggi.

1. Men-stimulasi atau mendorong secara lebih luas kepada masyarakat agar

lebih peduli terhadap pentingnya harta wakaf di tengah kehidupan sosial

kemasyarakatan. Melalui upaya sosialisasi wakaf secara optimal diharapkan

masyarakat semakin bergairah dalam mewakafkan sebagian harta untuk

kepentingan masyarakat banyak. Sosialisasi ini memang harus dilakukan

secara berkesinambungan, kontinyu dan menarik, sehingga setiap orang yang

memiliki kemampuan berwakaf lebih merasa memiliki tanggung jawab akan

pentingnya pelaksanaan ibadah wakaf.

Kelima hal tersebut merupakan konsekuensi logis yang harus dilakukan oleh

pemerintah, lembaga nadzir, lembaga swadaya masyarakat dan pihak terkait lainnya

sebagai upaya pembinaan yang bersifat menyeluruh dan konkrit agar wakaf tetap

memiliki peran yang signifikan di tengah kebutuhan perbaikan dalam kehidupan

social masyarakat banyak.

Disamping itu walaupun dikalangan ulama berbeda pendapat mengenai

boleh atau tidaknya menjual harta benda wakaf, penulis berpendapat bahwa jika

harta benda wakaf tersebut tidak bisa digunakan lagi sebagaimana tujuan utama dari

wakaf tersebut maka boleh dijual kemudian hasil penjualannya dibelikan harta benda

lain yang setimpal atau sama. Sebagai contoh sebidang tanah yang diwakafkan oleh

seseorang untuk membangun mesjid, namun karena seiring perjalanan waktu perlu

pemindahan mesjid karena suatu lain hal, demikian tanah wakaf pada mesjid pertama

Page 60: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

boleh dijual kemudian dibelikan lahan lain dengan hasil penjualan tanah wakaf

tersebut untuk membangun mesjid yang baru. Atau lebih tepatnya praktek seperti ini

disebut dengan tukar guling.

Page 61: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Menjual harta wakaf dalam Islam, para ulama berbeda pendapat, mazhab

Hanafi membolehkan menjual harta wakaf yang tidak terpakai lagi kecuali

mesjid, mazhab Maliki membolehkan penjualan penggantian harta wakaf yang

tidak bermanfaat lagi dengan harta wakaf yang jauh lebih baik, mazhab Syafi’i

melarang penjualan dan penggantian secara mutlak baik mesjid ataupun wakaf

bukan mesjid dan mazhab Hambali berpendapat oleh dijual harta wakaf untuk

perbaikan atau pembelian yang lebih baik.

2. Menurut hukum positif harta wakaf dilarang untuk dijual, hal ini secara tegas

diatur dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 40

kecuali harta wakaf tersebut dapat mengganggu pembangunan sarana dan

prasarana umum yang lebih dibutuhkan setelah memperoleh izin tertulis dari

Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

3. Persamaan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakaf sama-

sama bertujuan untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat dan yang

membedakan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakaf

menurut hukum Islam hanya pada harta benda saja baik harta bergerak ataupun

harta yang tidak bergerak sedangkan dalam hukum positif harta wakaf

dikembangkan sehingga membolehkan wakaf uang .

Page 62: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

B. Saran

1. Diharapkan kepada umat Islam yang mempunyai amanat untuk mengelola

harta wakaf, supaya benar-benar menjaga amanah yang tersebut dengan sebaik-

baiknya dengan cara menggunakan harta wakaf sesuai dengan tujuan wakaf

dari pewakif.

2. Diharapkan bagi pemegang amanat terhadap harta wakaf supaya tidak menjual

harta wakaf kecuali dalam keadaan yang bersifat penting karena harta wakaf

tersebut tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, dan hasil penjualan harta wakaf

tersebut harus membeli lain yang sesuai dengan tujuan wakah yang

diamanatkan oleh pewakif.

3. Jika terpaksa harus menjual harta wakaf maka lakukan berdasarkan hasil

musyawarah dan jika pewakif masih hidup maka mintalah pendapatnya tentang

tujuan menjual harta wakaf tersebut.

Page 63: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghafur, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta:Pilar Media, 2005

Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta:RajaGrafindo, 2003

Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf dinegara kita, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000

Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka, 2007

Al-Kabisi. Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, Terj. Ahrul SaniFaturrahman, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004.

Antonio, Muhammad Syafi’I, Cash waqf dan Anggaran pendidikan umat,www.alislam.or.id.

al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan praktek, Jakarta:Rajawali Pers, 2002

As-Shan’ani, Subulus Salam, Jil. III, Terj. Abu Bakar Muhammad, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995

az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Pustaka Publishing, 2011

Effendi, Satria, et al., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, AnalisisYurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, Jakarta: Prenada Media, 2004

Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, Cet. ke-1, Yogyakarta : Andi offset, 2000.

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000

Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,2006

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, Ab, dkk,Jakarta: Lentera, 2013

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009

Muslim, Shahih Muslim, Juz 8, Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, tt

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, Jakarta: Penerbit Lentera, 2013

Page 64: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 2005

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentangWakaf,

Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001

Rofiq, Ahmad, HukumPerdata Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah jilid 5, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet,IV, Jakarta: Lentera Hati, 2006

Surahman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Tehnik, Cet. I,Bandung: Tarsito, 2002

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali,2008

Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum, bandung:Pustaka Setia, 2001

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 65: repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

BIODATA PENULIS

1. Nama Lengkap Khairani

2. Tempat/Tgl. Lahir Suak Ie Beuso, 01 Maret 1995

3. Jenis Kelamin Perempuan

4. Agama Islam

5. Kebangsaan Indonesia

6. Status Perkawinan Belum Kawin

7. Pekerjaan Mahasiswi

8. Alamat Gampong Cot Seulamat, KecamatanSamatiga Kabupaten Aceh Barat

9. No.Telp/HP 0821 6676 1281

10. SD/MIN MIN Alue Raya, Lulus Th. 2007

11. SMP/MTsN MTsN Blang Bale, Lulus Th. 2010

12. SMA/MAN MAN Suak Timah, Lulus Th. 2013

13. Masuk ke Sekolah TinggiAgama Islam

Tahun : 2013

14. Jurusan/Prodi Hukum Ekonomi Syariah

15. Nomor Induk Mahasiswa 152013010

16. Nama Ayah Saifuddin Ali

17. Nama Ibu Sulaibah

18. Pekerjaan Orang Tua Tani

19. Alamat Orang Tua Gampong Cot Seulamat, KecamatanSamatiga Kabupaten Aceh Barat

Meulaboh, 30 November 2017Penulis

KH A IR A NINIM. 152013010