repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari...
Transcript of repository.staindirundeng.ac.idrepository.staindirundeng.ac.id/58/1/KHAIRANI 152013010.pdfdari...
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur Alhamdulillah selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT,
yang melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Dialah
sebaik-baik pencipta hukum, hakim Maha adil, Maha bijak dan Maha segalanya,
sehingga penyusun mampu menyelesaikan sebagian tugas dalam syarat menempuh
jenjang Sarjana S-1 Syari’ah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada junjungan kita, pemimpin orang-orang yang bertaqwa, dan penempuh jalan
kebenaran, Rasulullah Muhammad SAW; para sahabatnya dan para pengikutnya
yang senantiasa istiqomah dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
Keberhasilan penulisan skripsi yang berjudul ”Menjual Harta Benda
Wakaf Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif” ini tidak terlepas
dari bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Syamsuar, M.Ag, selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Teungku Dirundeng Meulaboh.
2. Kepada bapak Amrizal Hamsa, MA dan ibu Ida Rahma, MH selaku
pembimbing utama dan kedua, yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya
dalam membimbing serta memberi pengarahan sejak dari awal sampai dengan
selesai.
3. Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah, dan juga kepada bapak dan ibu dosen
yang telah membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat.
4. Kepala perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Teungku Dirundeng
Meulaboh serta staf yang telah melayani penulis dan memberi bahan-bahan
bacaan lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka menyelesaikan skripsi ini
5. Ayahanda dan ibunda yang telah membesarkan dan mendidik sampai penulis
dapat mengikuti perguruan tinggi dengan ridha dan do'anyalah maka penulis
menyelesaikan semua kegiatan dengan baik.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis memohon, dan penulis menyadari
bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat
dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kita, sehingga kita menjadi umat
yang berilmu dan dimuliakan oleh Allah SWT. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iDAFTAR ISI....................................................................................................... iiiABSTRAK ......................................................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUANA.Latar Belakang Masalah................................................................ 1B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4C. Tujuan Pembahasan ...................................................................... 5D.Manfaat Pembahasan .................................................................... 5E. Penjelasan Istilah .......................................................................... 5F. Metode Penelitian ......................................................................... 8
BAB II: WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIFA. Pengertian Wakaf .......................................................................... 12B. Rukun dan Syarat Wakaf............................................................... 16C. Macam-Macam Harta Waqaf dan Pemanfaatan Harta Wakaf
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ................................... 25D. Mekanisme Pelaksanaan Wakaf Menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif................................................................................ 29
BAB III : MENJUAL HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAMDAN HUKUM POSITIFA. Menjual Harta Wakaf Menurut Hukum Islam .............................. 33B. Menjual Harta Wakaf Hukum Positif .......................................... 39C. Persamaan dan Perbedaan Wakaf Menurut Hukum dan Hukum
Positif ......................................................................................... 45D. Pembahasan Hasil Penelitian......................................................... 49
BAB IV: PENUTUPA. Kesimpulan.................................................................................... 53B. Saran ......................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 55LAMPIRAN-LAMPIRANDAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
Wakaf harus dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf oleh wakif, namun seringtidak sedikit harta wakaf tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan tujuan wakafseperti semula sehingga supaya harta wakaf tersebut harus dialih fungsikan ataudijual. Penulis ingin melihat hukum menjeual harta wakaf baik menurut hukum Islamatau hukum positif kemuadian dicatat dalam karya ilmiah yang berjudul MenjualHarta Benda Wakaf Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif.Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk pandangan hukum Islam dan hukum positifterhadap menjual harta wakaf dan persamaan dan perbedaan kedua pandanganhukum tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi iniadalah deskriptif, analisis dan komparatif. Berdasarkah hasil pembahasan dapatdisimpulkan bahwa dalam Islam para ulama berbeda pendapat mengenai menjualharta wakaf yaitu Hanafi membolehkan menjual harta wakaf yang tidak terpakai lagikecualai mesjid, imam Maliki dan Hambali membolehkan menjual harta wakaf yangtidak terpakai lagi baik mesjid atau bukan untuk perbaikan sedangkan menuruthukum positif harta wakaf dilarang untuk dijual, hal ini secara tegas diatur dalamDalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 40 kecuali hartawakaf tersebut dapat mengganggu pembangunan sarana dan prasarana umum yanglebih dibutuhkan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuanBadan Wakaf Indonesia. Persamaan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positifadalah wakaf sama-sama bertujuan untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umatdan yang membedakan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakafmenurut hukum Islam hanya pada harta benda saja baik harta bergerak ataupun hartayang tidak bergerak sedangkan dalam hukum positif harta wakaf dikembangkan danmembolehkan wakaf uang dan harta bergerak.
BAB I
PENDAHULUAN
G. Latar Belakang Masalah
Waqaf adalah menahan harta yang telah di berikan kepada seseorang untuk di
kelola, tapi untuk melaksanakan waqaf harta tersebut harus memenuhui rukun dan
syarat yang harus diperhatikan. Karena rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan
hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari
segi hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf
disebutkan bahwa “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.1
Tujuan pokok dari setiap perwaqafan adalah untuk berjihad di jalan Allah yang
hasilnya akan di nikmati oleh ummat dan pahalanya akan tetap mengalir kepada
orang yang memberikan harta waqafmya.2 sedangkan dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 Tentang Wakaf disebutkan bahwa “Wakaf bertujuan memanfaatkan
harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”.3
Salah satu ibadah yang ketentuannya belum dijelaskan secara tegas oleh Al-
Qur’an. Sehingga para ulama’ harus mengeluarkan hukum (istinbath) dari nash yang
ada, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Asumsi para ulama tentang dasar hukum______________
1Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,Pasal 1 ayat 1.
2Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: PilarMedia, 2005), h. 1.
3Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,Pasal 1 ayat 1. Pasal 4.
pelaksanaan wakaf sampai dengan sekarang adalah surat Ali Imran ayat 92 yang
berbunyi:
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. Ali
Imran: 92)
Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini memerintahkan umat manusia untuk
berbuat baik kepada orang lain dengan harta yang dimilikinya, baik berupa zakat,
sedekah, wakaf, hibah ataupun hadiah”.4 Wakaf merupakan aset yang sangat bernilai
dalam pembangunan. Di samping merupakan usaha pembentukan watak dan
kepribadian seorang muslim untuk rela melepaskan sebagian hartanya untuk
kepentingan orang lain, juga merupakan investasi pembangunan yang bernilai tinggi,
tanpa memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang
mewakafkan.5
Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda wakaf tersebut
sesuai dengan kehendak pewakif, namun apabila suatu ketika wakaf itu sudah tidak
ada manfaatnya atau kurang memberi manfaat banyak demi kepentingan umum,
maka harus dilakukan perubahan pada harta wakaf tersebut, seperti merubah bentuk,
memindahkan ke tempat lain, menukar dengan benda lain atau bahkan menjualnya
______________
4M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet, IV,(Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 412
5Satria Effendi, et al., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, AnalisisYurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 410.
demi menjaga fungsi dan atau mendatangkan mashlahat yang lebih besar sesuai
dengan tujuan wakaf.
Permasalahan tentang penjualan harta wakaf ini terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para ulama madzhab. Sebagian ulama melarang penjualan harta wakaf,
baik, dan ada juga yang memperbolehkannya dengan beberapa dasar dan
pertimbangan. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan pendapat ulama terhadap
menjual harta wakaf dapat penulis uraikan secara singkat sebagai berikut:
Imam Hambali mengatakan bahwa boleh menjual harta benda wakaf karenaadanya alasan-alasan yang menyebabkan hal itu, baik berupa masjid maupunbarang-barang non masjid, sepanjang sebab-sebab untuk itu ada. Imam Syafi’imengatakan bahwa menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisiapapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus sekalipun sepertiwakaf bagi keturunan sendiri, walaupun terdapat seribu satu macam alasanuntuk itu. Imam Maliki mengatakan bahwa wakaf boleh dijual dalam tigakeadaan, Pertama manakala pewakaf mensyaratkan agar barang yangdiwakafkan itu dijual, sehingga persyaratan yang dia tetapkan harus diikuti.Kedua, apabila barang yang diwakafkan tersebut termasuk barang yangbergerak, harga penjualannya bisa digunakan untuk barang yang sejenis atauyang sepadan dengan itu. Ketiga, barang yang tidak bergerak boleh dijualuntuk keperluan perluasan mesjid, jalan dan kuburan sedangkan untukkeperluan selain itu tidak boleh dijual bahkan hingga barang tersebut rusak dantidak berfungsi sekalipun. Sedangkan Imam Hanafi mengatakan bahwa bolehmengganti semua bentuk barang wakaf baik yang umum maupun yang khusus,kecuali mesjid.6
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa para ulama khususnya imam
mazhab (Hambali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi) berbeda pendapat mengenai menjual
harta wakaf. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan tentang
menjual harta wakaf pada pasal 40 yang berbunyi “Harta benda wakaf yang sudah
______________
6Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2013), h. 670
diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar
dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin melihat lebih jauh mengenai
pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap penyewaan harta wakaf dan
penulis bukukan dalam karya ilmiah yang berjudul ”Menjual Harta Benda Wakaf
Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”.
H. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam pembahasan
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pandangan hukum Islam terhadap menjual harta benda wakaf?
2. Bagaimana pandangan hukum positif terhadap menjual harta benda wakaf?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan hukum Islam dan hukum
positif terhadap menjual harta benda wakaf?
I. Tujuan Pembahasan
Tujuan merupakan harapan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan
dalam pembahasan skripsi ini untuk:
1. Untuk mengetahui Pandangan hukum Islam terhadap menjual harta benda
wakaf.
2. Untuk mengetahui pandangan hukum positif terhadap menjual harta benda
wakaf.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pandangan hukum Islam dan
hukum positif terhadap menjual harta benda wakaf.
J. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari pembahasan ini adalah sebagai
berikut:
1. Pembahasan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penulis
mengenai harta benda wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif,
khususnya mengenai jual beli harta benda wakaf.
2. Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa selanjutnya
dalam menyusun karya ilmiah dengan topik pembahasan yang sama.
K. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalah pahaman dalam memahami isi
skripsi ini maka dirasa perlu untuk menjelaskan kata-kata istilah yang terdapat dalam
judul skripsi ini, yaitu:
1. Menjual
Jual dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-bai’ yang artinya men jual
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain 7, walaupun lafal al-
bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni
kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus
juga berarti beli.8 Dengan demikian jual dapat dipahami bahwa memindahkan
hakt terhadap suatu barang dengan cara menukarkan dengan barang yang lain.
Adapun yang dimaksud dengan jual dalam pembahasan skripsi ini adalah
menjual harta wakaf oleh pengurus harta wakaf kepada pihak ke tiga baik dengan
______________
7Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta:RajaGrafindo, 2003), h. 87.
8Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 111.
cara tukar guling ataupun membeli kebutuhan lain dengan hasil penjualan harta
wakaf tersebut.
2. Harta Benda Wakaf
Harta benda adalah ”segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan
dimanfaatkan serta mempunyai nilai”.9 sedangkan wakaf berasal dari kata waqafa
artinya berhenti, atau diam ditempat atau tetap berdiri atau penahanan. Menurut
istilah meskipun terdapat perbedaan penafsiran, disepakati bahwa makna wakaf
adalah menahan dzatnya benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya
dan menyedekahkan manfaatnya.10
Adapun yang dimaksud dengan harta benda wakaf dalam pembahasan
skripsi ini adalah segala bentuk harta yang dapat diambil, disimpan, diambil
manfaatnya serta mempunyai nilai yang telah diwakafkan kepada pihak lain untu
dipergunakan sebagaimana ketentuan hukum wakaf dalam Islam.
3. Hukum Islam
Hukum Islam adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah. Sedangkan pengertian
lain adalah undang-undang, peraturan yang mengatur hidup manusia yang
bersumber dari al-Qur’an.11 Yang dimaksud dengan Hukum Islam (Syariat )
menurut para ahli ilmu ushul (fiqh), adalah firman Allah yang ditujukan kepada
______________
9Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum, (bandung:Pustaka Setia, 2001), h. 22
10Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negarakita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 5.
11Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.270.
orang muslim yang mukallaf, cakap dan bertanggung jawab, merupakan perintah,
larangan, dan kebebasan memilih (mubah)”.12
Adapun yang penulis maksudkan dengan hukum Islam dalam
pembahasan skripsi ini adalah pandangan atau ketetapan syariat Islam tentang
menjual harta benda wakaf.
4. Hukum Positif
Dalam Kamus Bahasa Indonesia “hukum berarti peraturan yang dibuat dan
disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis; peraturan, undang-undang
yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu”.13 Sedangkan positif berarti
“benar tentu, pasti”.14 Hukum positif berarti hukum yang dibuat dan sudah pasti
ketentuannya baik secara secara tertulis maupun tidak tertulis.
Adapun yang penulis maksud hukum positif dalam skripsi ini adalah suatu
peraturan yang sudah pasti ketentuannya, baik berupa peraturan maupun undang-
undang yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai wakaf.
L. Metode Penelitian
Winarno Surahman menyebutkan metode merupakan “cara mencari
kebenaran yang dipandang ilmiah adalah melalui metode penyelidikan”.15 Sedangkan
Sutrisno Hadi menyebutkan bahwa metode merupakan “suatu riset khususnya dalam
ilmu pengetahuan empirik pada umumnya bertujuan untuk menemukan,
______________
12Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), h. 1-513Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap…, h.21314Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap…, h.38015Winarno Surahman, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Tehnik, Cet. I,
(Bandung: Tarsito, 2002), h. 26.
mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan”.16 Dalam hal ini
penggunaan metode penyelidikan di maksud untuk menemukan data yang valid,
akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk
mengungkap masalah yang diteliti. Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah,
penulis menggunakan beberapa langkah penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library
Reseach) menggunakan pendekatan deskriptif (menggambarkan, melukiskan
keadaan subjek/objek penelitian).17 Karena ruang lingkup penelitian ini adalah
pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian hukum kepustakaan yakni dengan “cara meneliti bahan pustaka”
atau yang dinamakan penelitian hukum normatif.18
2. Data Yang Diperlukan
Karena dalam penelitian ini merupakan Library Research, maka penulis
menggunakan sumber data yang meliputi:
a. Bahan Hukum Primer meliputi hukum Islam yaitu Nash Al-Qur’an,
Hadis dan ijtihat para ulama yang erat kaitannya dengan masalah yang
diteliti. Sedangkan hukum positif dalam hal ini, Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 Tantang wakaf dan peraturan pemerintah yang berkaitan
dengan wakaf,
______________
16Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Cet. ke-1, (Yogyakarta : Andi offset, 2000), h. 3.17Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005), h. 63.18Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali,
2008), h. 14.
b. Bahan Hukum Sekunder meliputi buku-buku, disertasi, tesis, makalah,
jurnal yang ada kaitannya dengan masalah yang hendak dibahas.
c. Bahan Hukum Tersier meliputi Kamus Ilmiah populer, Ensiklopedi, dan
lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan bahan, maka penulis telah mempergunakan
Metode Penelitian Kepustakaan (library research) yakni suatu metode yang
digunakan dengan cara mempelajari literatur, perundang-undangan dan bahan-
bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi pembahasan yang
digunakan untuk mendukung pembahasan ini. Disamping itu dipergunakan
sumber data dari data internet.
4. Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan teknik analisa data,
sebagai berikut:
a. Metode Deskriptif
Metode deskriptif merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam
rangka representasi obyektif tentang realitas yang terdapat di dalam masalah
yang di teliti.19 Atau dapat juga diartikan sebagai metode yang digunakan
untuk mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok
permasalahan, melacak dan mensistematisir sedemikian rupa. Selanjutnya
dengan keyakinan tertentu diambillah kesimpulan umum dari bahan-bahan
______________
19Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, 2005), h. 63.
tentang obyek permasalahannya.20 Dalam pembahasan penelitian ini,
metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan ketentuan dalam
hukum hukum Islam dan hukum positif mengenai menjual harta wakaf.
b. Metode Analisis.
Metode analisis ini digunakan untuk menelaah mengenai menjual
harta benda wakaf menurut hukum positif dan hukum Islam yang telah
dijelaskan dengan metode deskriptif. Cara yang digunakan adalah analisis
isi (content analisis), yaitu menganalisis konsep dari pemikiran berbagai
tulisan yang berkaitan dengan menjual harta benda wakaf menurut hukum
Islam dan hukum positif.
c. Metode Komparatif.
Metode komparatif ini menggunakan logika perbandingan. Komparasi
yang dibuat adalah komparasi fakta-fakta replikatif.21 Melalui komparasi
tersebut antara hukum positif dengan hukum Islam tentang menjual harta
benda wakaf sebagai fokus kajian penelitian ini dibandingkan, selanjutnya
disusun kategorisasi teoritis22 yaitu perbedaan dan persamaan kedua hukum
tersebut terhadap menjual harta benda wakaf. Pembandingan ini selanjutnya
digunakan untuk menemukan aktualitas, melacak relevansi, kesejajaran dan
bahkan menemukan kemungkinan hukum Islam untuk diterapkan pada
masa sekarang dan yang akan datang. Tata pikir yang digunakan adalah tata
______________
20Sutrisno Hadi, Metodologi Research. I, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 2007), h. 3.21Fakta-fakta replikatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-data yang
menggambarkan tantang menjual harta benda wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif.22Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009), h.
113.
pikir relevansi yang menunjuk pada keterhubungan yang bersifat fungsional
tertentu dengan dimensi yang dipertanyakan.23
5. Pedoman Penulisan
Adapun pedoman dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku
Panduan Menulis Skripsi Bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Tahun 2017.
______________
23Noeng Muhadjir, Metodologi..., h. 99.
BAB II
WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari kata waqafa artinya berhenti, atau diam ditempat atau
tetap berdiri atau penahanan.24 Menurut istilah meskipun terdapat perbedaan
penafsiran, disepakati bahwa makna wakaf adalah menahan dzatnya benda dan
memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya dan menyedekahkan manfaatnya.
Adapun perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam mendefinisikan wakaf
diakibatkan cara penafsiran dalam memandang hakikat wakaf. Perbedaan pendangan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Menurut Abu Hanifah “Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut
hukum, tetap miliki si wakaf dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan”. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si
wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si
wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang
timbul dari wakaf hany alah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab
Hanafiyah mendefinisikah “wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.25
______________
24Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negarakita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 5.
25Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2013), h. 670-672
Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukantindakanyangdapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada
yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh
menarik hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang
dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan
seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf
untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik
harta menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi mem-bolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara
wajar sedang benda itu tetap milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa
tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.26
Menurut madzhab Syafi’iyah, Hanbaliyah dan sebagian Hanafiyah. Madzhab
ini berpendapat bahwa wakaf adalah mendayagunakan harta untuk diambil
manfaatnya dengan mempertahankan dzatnya benda tersebut dan memutus hak wakif
untuk mendayagunakan harta tersebut. Wakif tidak boleh melakukan apa saja
terhadap harta yang diwakafkan. Berubahnya status kepemilikan dari milik
seseorang, kemudian diwakafkan menjadi milik Allah. Jika wakif wafat, harta yang
diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli waris.Wakif menyalurkan manfaat
harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (orang yang diberi wakaf) sebagai
sedekah yang mengikat, di mana wakif tidak dapat melarang menyalurkan
sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka qadhi berhak
______________
26Abdurrahman, Masalah perwakafan…, h. 32
memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih. Karena itu madzhab ini
mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang
ber-status sebagai milik Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada
suatu kebajikan (sosial).27
Dinamika sosial, desakan publik dan perubahan paradigma berpikir yang
semakin meluas memandang wakaf ”memaksa” lahirnya Undang-Undang Nomor 41
tentang wakaf sebagai payung hukum yang lebih kuat berskala nasional. UU tersebut
mendefiniskan bahwa: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.28
Menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI ): Perbuatan hukum seseorang atau
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagaian dari benda miliknya
dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar hukum dari kewajiban melakukan wakaf di dalam hukum Islam
disebut sebagai dalil diantaranya adalah firman Allah dalam Al-qur’an surah Ali-
Imran ayat 92 yang berbunyi:
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang
______________
27Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi. Hukum Wakaf, Terj. Ahrul Sani Faturrahman,(Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004), h. 38-60.
28Pasal 1, Undang-Undang Nomor 41 Tentang Wakaf
kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali-
Imran: 92)
Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 yang
berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagiandari hasil usahamu yang baik-baik dan dari sebagian dari apa yang kamikeluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yangburuk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya pada hal kamu sendiritidak mau memgambilnya melainkan dengan memicingkan mataterhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi MahaTerpuji”.
Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang
berbunyi:
…
Artinya: …dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dantakwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat beratsiksa-Nya (Al-Maidah: 2)
Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77 yang
berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlahRabmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan(Al-Hajj: 77)Selain firman Allah di atas juga terdapat hadits Rasulullah saw tentang
wakaf, yaitu yang berbunyi:
اذا مات ابن أدم انـقطع :صلى اهللا عليه وسلم قالأن النيب : قال عنه عن ايب هريـرة رضي اهللا. عمله اال من ثالث صدقة جارية او علم يـنتـفع به او ولد صاحل يدعوا له
Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a. sesunggunya Rasulullah Saw berkata: jikaseseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amal daridirinya kecuali tiga, yaitu sadakah jariyah, ilmu yang bermanfaat dananak saleh yang mendoakan kepadanya (kepada orang tuanya)”.29
B. Rukun dan Syarat Wakaf
1. Rukun Wakaf
Dalam bahasa Arab, kata rukun memiliki makna yang sangat luas.
Secara etimologi rukun biasa diterjemahkan dengan sisi yang terkuat,
karenanya, kata rukn al-syai‟ kemudian diartikan sebagai sisi dari sesuatu
yang menjadi tempat bertumpu.30 Adapun dalam terminologi fikih, rukun
adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, di mana ia
merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri atau dengan kata lain, rukun
adalah penyempurna sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.31
______________
29Muslim, Shahih Muslim, Juz 8, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, tt), h. 40530Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Terj. Ahrul Sani Fathurrahman.
(Jakarta: Dompet Duafa, 2000), h. 63.31 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf…, h. 88
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf,
perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam
memandang subtansi wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun wakaf
hanyalah sebatas sighat (lafal) yang menunjukkan makna atau subtansi wakaf,
karena itu, Ibn Najm pernah mengatakan bahwa rukun wakaf adalah lafal-lafal
yang menunjukkan terjadinya wakaf. Berbeda dengan Hanafiyah, pengikut
Malikiyah, Syafi‟iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang rukun wakaf
terdiri dari: waqif, mauqufalaih, harta yang diwakafkan dan lafal atau
ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.32
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya.
Rukun wakaf ada 4 (empat), yaitu: Wakif (orang yang mewakafkan harta),
Mauquf Bih (Harta yang akan diwakafkan) Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi
wakaf/ peruntukan wakaf), Shighat (Pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu
kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).33
Dari rukun-rukun di atas masing-masing mempunyai syarat atau
kriteria, diantaranya:
a. Syarat Waqif (orang yang berwakaf)
Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkanmemiliki kecakapan hukum
atau Kamalulahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya
.kecakapan bertindak disini meliputi empat (4) kriteria, yaitu:
1) Merdeka.
______________
32 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf…, h. 88-8933 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 21
Wakaf dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah,
karena wakaf adalah pengguguran hak milik itu kepada orang lain.
Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa
yang dimiliki adalah kepunyaan orang tuanya. Namun demikian, Abu
Zahra mengatakan hartanya bila ada izin dari tuanya, karena ia sebagai
wakil darinya. Oleh karena itu, ia boleh mewakafkan, walaupun hanya
sebagai tabbaru.34
2) Berakal sehat.
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia
tidak berakal, tidak mumayiz, dan tidak cakap melakukan akad serta
tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),
berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak
sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk menggugurkan
hak miliknya.35
3) Dewasa (baligh)
Wakaf dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh),
hukumnya tidak sah karena dipandang tidak cakap melakukan akad dan
tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya. 4) Tidak berada di
bawah pengampuan (boros atau lalai) Orang yang berada di bawah
pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru‟)
maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.Tetapi berdasarkan
______________
34 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf…, h. 2235 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf…, h. 22-23
istihsan, wakaf orang yang berada di bawah pengampuan terhadap
dirinya sendiri selama hidupnya hukumnya sah. Tujuan dari pengampuan
ialah untuk menjaga harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk
sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi
beban orang lain.
b. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)
Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, pertama, tentang syarat sahnya
harta yang diwakafkan, kedua tentang kadar benda yang diwakafkan. Harta
yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Harta yang diwakafkan harus mutaqawwam
Pengertian harta yang mutaqawwam (al-mal al-mutaqawwam)
menurut Madzhab Hanafi ialah segala sesuatu yang dapat disimpan dan
halal digunakan dalam keadaan normal (bukan dalam keadaan darurat).
2) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan.
Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin,
sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah
mewakafkan yang tidak jelas seperti satu dari dua rumah.
3) Milik wakif
Hendaklah harta yang diwakafkan milik penuh dan meningkat
bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu tidak sah mewakafkan
sesuatu yang bukan milik wakif. Karena wakaf mengandung
kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan. Keduanya hanya
dapat terwujud pada benda yang dimiliki.
Ahmad Rofiq, dalam bukunya Hukum Perdata Islam di Indonesia,
menjelaskan bahwa syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus
dipenuhi adalah:
1) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali
pakai. Hal ini karena watak wakaf yang lebih mementingkan penggunaan
manfaat benda tersebut.
2) Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum (al-
masya‟).
3) Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya. Selain itu benda
wakaf merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan,
sitaan, dan sengketa.
4) Benda wakaf itu dapat dimiliki atau di pindahkan kepemilikannya.
5) Benda wakaf tidak dapat diperjualkan, dihibahkan, atau diwariskan.36
2. Syarat Wakaf
Syarat-syarat benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam harus
merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan
sengketa (pasal 217 ayat 3). Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,
menyebutkan:
a) Harta benda wakaf terdiri dari:
(1) Benda tidak bergerak dan
(2) benda bergerak.
______________
36Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997), h. 404
b) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
(1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
(2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana
yang dimaksud pada huruf a.
(3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
(4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan–undangan yang berlaku.
(5) Benda yang tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
c) Benda bergerak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
harta yang benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
(1) Uang
(2) Logam mulia
(3) Surat berharga
(4) Kendaraan
(5) Hak atas kekayaan intelektual
(6) Hak sewa
(7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Mauquf ‘alaih (Tujuan atau peruntukan wakaf).
Wakif menentukan tujuan dalam mewakafkan harta benda
miliknya.Apakah hartanya itu diwakafkan untuk menolong keluarganya
sendiri, untuk fakir miskin, sabilillah, ibnu sabil, dan lain-lain atau
diwakafkannya untuk kepentingan umum.Yang utama adalah bahwa wakaf
itu diperuntukkan pada kepentingan umum.37
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Peraturan tentang
peruntukan harta benda wakaf ini diatur dalam Pasal 22 sebagai berikut
“Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya
diperuntukkan bagi sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan
pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,
yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan
kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syari‟ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.38
Selanjutnya pada pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
disebutkan bahwa 1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar
wakaf. 2) Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf.
Nadhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan
sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.39
Syarat dari tujuan wakaf adalah adalah untuk kebaikan, mencari
keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.Kegunaannya bisa untuk
sarana ibadah murni seperti masjid, mushola atau berbentuk sarana sosial
keagamaan lainnya, seperti pesantren, rumah sakit, atau lembaga pendidikan
______________
37 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 41038Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
(Jakarta: t.tp, 2004), Pasal 2239Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 23
yang lebih besar manfaatnya.Oleh karena itu wakaf tidak dapat digunakan
untuk kepentingan maksiat atau untuk tujuan maksiat.40
d. Sighat atau ikrar wakaf.
Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku fiqih
ialah tentang sighat wakaf, sebelum menjelaskan syarat-syaratnya, perlu
diuraikan lebih dahulu pengertian dan status dari sighat.
1) Pengertian sighat.
Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang
yang berakad atau menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang
diinginkannya. Namun sighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif
tanpa memerlukan qobuldari mauquh ‘alaih. Begitu juga dengan qobul
tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidakmenjadi syarat untuk
berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali pada
wakaf yang tidak tertentu.
2) Status sighat.
Status sighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf.
Wakaf tidak sah tanpa sighat, setiap sighat mengandung ijab, dan qabul.
Pasal 17-21 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 mengatur tentang
sighat sebagai berikut:
Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf dinyatakan bahwa 1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada
Nadhir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 orang saksi. 2) Ikrar
______________
40Ahmad Rofiq, Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 411
wakaf sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dinyatakan secara lisan/
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.41
Selanjutnya pada pasal 18 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf disebutkan bahwa “Dalam hal Wakif tidak dapat
menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam
pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum,
wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh
2 orang saksi.42
Selanjutnya dalam undang-undang nomor 41 dipertegas pada
pasal 19 yang menyatakan bahwa “Untuk dapat melaksanakan ikrar
wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan atau bukti
kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.43
Menurut Pasal 20 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf ikrar wakaf harus didepan saksi yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut: yaitu dewasa, beragama Islam, berakal sehat dan
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.44 Lebih jelas lagi
ditegaskan mengenai ikrar wakaf dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang wakaf yang berbunyi:
1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat: a) Nama dan identitas wakif, b) Nama dan
______________
41Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1742Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1843Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 1944Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 20
identitas Nadhir, c) Data dan keterangan harta benda wakaf, d)
Peruntukan harta benda wakaf dan e) Jangka waktu wakaf.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.45
Sighat atau pernyataan wakaf harus dinyatakan dengan tegas baik
secara lisan maupun tulisan, menggunakan kata “aku mewakafkan” atau “aku
menahan” atau kalimat semakna lainnya. Dengan pernyataan wakaf itu, maka
gugurlah hak kepemilikan wakif, benda itu menjadi milik mutlak Allah yang
dimanfaatkan untukkepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf. Oleh
karena itu, benda yang telah diikrarkan untuk wakaf, tidak bisa dihibahkan,
diperjualbelikan, maupun diwariskan.
Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat sepihak untuk itu
diperlukan adanya penerimaan dari orang yang menikmati manfaat wakaf
tersebut.Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi, guna
menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang secara organik mengatur perwakafan.46
C. Macam-Macam Harta Waqaf dan Pemanfaatan Harta Wakaf Menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Macam-Macam Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Mengenai benda wakaf, di Indonesia terjadi perluasan makna. Pada
mulanya terbatas pada tanah yang termasuk kategori harta tak bergerak. Dalam______________
45 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 2146 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata…, h. 408
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 membolehkan wakaf dengan harta
bergerak maupun harta tak bergerak. Kategori yang dijelaskan dalam undang-
undang tersebut antara lain: (1) Benda Tidak bergerak, meliputi (a) hak atas
tanah, (b) bangunan/bagian bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, (c)
tanaman/benda lain yang berkaitan dengan tanah, (d) hak milik atas satuan
rumah susun, (e) benda tidak bergerak sesuai syariah dan UU; (2) Benda
bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan hak atas
kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak sesuai syariah dan UU,
termasuk mushaf, buku, kitab. Menurut Abdul Ghafur wakaf terbagi dua,
yaitu:
a. Wakaf Ahli atau wakaf Dzurri, disebut demikian karena wakaf ini ditujukan
kepada orang-orang tertentu, baik seorang atau lebih atau baik keluarga si
wakif sendiri atau bukan.
b. Wakaf Khairi, adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
atau kemasyarakatan, seperti wakaf yang diserahkan untuk kepentingan
pembangunan masjid, sekolahan, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak
yatim, dan lain-lain.47
2. Pemanfaatan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum yang berasal dari hukum
Islam. Wakaf dilakukan oleh umat Islam dalam rangka melaksanakan ibadah
untuk Allah. Pelaksanaan wakaf harus memenuhi rukun dan syaratnya wakaf.
______________
47Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: PilarMedia, 2005), h. 1.
Rukun wakaf ada empat yaitu adanya wakif, harta yang akan diwakafkan,
tempat dimana benda akan diwakafkan dan akad. Benda wakaf berdasarkan
hukum Islam meliputi semua harta yang dimiliki oleh wakif.
Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai dari adanya wakaf yang
telah ada pada masyarakat hukum adat. Pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 telah mengatur tentang perwakafan yang
dibatasi hanya tanah hak milik saja serta harus melalui prosedur dengan akta
ikrar wakaf yang nantinya sertipikat hak milik diubah menjadi sertipikat wakaf.
Pengaturan wakaf dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
ternyata masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kemudian
keluarlah Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI, dimana obyek wakaf
meliputi benda bergerak atau tidak bergerak. Sayangnya kedudukan Inpres No.
1 Tahun 1991 dipertanyakan kedudukannya apabila ditinjau dari TAP MPR-RI
No. III/MPR/2000. Oleh karena itu perlu segera dibentuk peraturan yang
mengatur tentang wakaf dalam undang-undang, supaya dapat tercapai
kepastian hukumnya.
Pemikiran kearah pengaturan wakaf dalam bentuk undang-undang ada
empat diantaranya:
1. Wakif tidak hanya dibatasi pada orang yang mempunyai tanah hak milik,tetapi apapun bentuk harta milik wakif baik benda bergerak atau tidak dapatdiwakafkan.
2. Nadzir seharusnya mendapat imbalan untuk pengurusan benda wakafsebesar x % untuk mendorongnya bekerja secara professionalmengoptimalkan hasil wakaf.
3. Obyek wakaf meliputi semua harta milik wakif baik yang sudah ada atauyang akan ada asalkan sudah pasti.
4. Prosedur wakaf apabila menyangkut hak milik atas tanah dapat tetapmelalui prosedur PP No. 28 Tahun 1977 tetapi untuk yang lainnya dapatpelaksanaan akad wakaf dilakukan dihadapan notaris.48
Wakaf yang telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia dalam
perkembangannya banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan itu
disebabkan oleh penyelewengan harta wakaf oleh nadzir atau keturunan nadzir
dengan mendaku kepemilikan harta wakaf. Selain itu penyimpangan juga dapat
terjadi dalam bentuk penyimpangan kegunaan atau fungsi wakaf.
Oleh karena itu pemerintah membuat suatu peraturan tentang wakaf
yang bertujuan untuk mengamankan harta wakaf serta mendorong masyarakat
Indonesia untuk melakukan wakaf sebagai perwujudan dari melaksanakan
ibadah karena Allah.
Langkah konkrit itu adalah dengan disahkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Sayangnya Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ini hanya membatasi obyek wakaf hanya
pada tanah hak milik saja, tidak mencakup harta lainnya yang dimiliki oleh
wakif. Adapun prosedur yang dilakukan tidak cukup akad wakaf dilakukan
secara lisan saja. Untuk menjamin kepastian hukum Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 mengharuskan wakaf dilakukan secara lisan dan tertulis
dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf untuk selanjutnya dibuat akta ikrar
wakaf. Dengan mendasarkan akta ikrar wakaf maka tanah hak milik diajukan
perubahannya ke Badan Pertanahan Nasional setelah memenuhi syarat
administrasinya untuk diubah menjadi sertipikat wakaf.
______________
48Asri Wijayanti, Kedudukan Wakaf Berdasarkan Hukum Islam dan Perkembangannya diIndonesia, (Surabaya: Amanah, 2003), h. 24
D. Mekanisme Pelaksanaan Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Penempatan wakaf sangat diperlukan dalam bentuk undang-undang
dibandingkan dalam bentuk peraturan pemerintah, karena lebih terjamin kepastian
hukum dan perlindungan hukumnya. Pemikiran ke arah perkembangan wakaf
menjadi suatu undang-undang, perlu adanya perbaikan dalam hal siapa saja yang
dapat sebagai wakif, bagaimana kriteria wakif yang baik dan apa saja hak- hak dan
kewajibannya, apa saja yang dapat sebagai obyek wakaf dan bagamaina prosedurnya.
Pemikiran mengenai yang dapat menjadi wakif adalah perlu adanya perluasan siapa
saja yang dapat menjadi wakif. Selama ini berdasarkan PP No. 28 Tahun 1977 wakif
hanya dibatasi pada orang , orang-orang, atau badan hukum yang memiliki tanah hak
milik. Obyek wakaf hanya dibatasi pada benda tetap yang berupa tanah hak milik
saja.
Untuk memberikan dorongan bagai umat Islam untuk mewujudkan
pelaksanaan ibadah kepada ALLAH melalui wakaf maka tidak perlulah seseorang itu
menunggu mempunyai tanah hak milik. Cukup apabila seseorang itu memiliki harta
baik benda tetap atau benda tidak tetap, asalkan benda itu merupakan harta milik
wakif secara keseluruhan dan adanya niat wakif untuk mewakafkan hartanya itu
secara kekal atau terus menerus.
Berkaitan dengan hal itu tidaklah tepat pengertian wakaf untuk harta yang
penyerahannya untuk jangka waktu tertentu. Sebab syarat adanya wakaf adalah
seseorang itu menyerahkan hartanya untuk kepentingan ALLAH semata dan bersifat
kekal atau untuk selama-lamanya. Apabila harta itu diperluas tidak hanya tanah hak
milik saja itu benar asalkan tetap harta itu merupakan milik wakif secara
keseluruhan. Apabila tentang lamanya atau waktu wakaf yang dibatasi sekehendak
wakif maka hal itu bukanlah memenuhi unsur wakaf dan hanya dapat disebut sebagai
sedekah.
Pemikiran kedua mengenai perbaikan wakaf dalam suatu undang-undang
adalah mengenai harta wakaf. Hukum Islam tidak membatasi obyek hukum wakaf
hanya pada tanah hak milik saja. Keberadaan PP No. 28 tahun 1977 memang hanya
dibatasi pada tanah hak milik saja. Hal ini untuk memudahkan pemantauan dan
menyelamatkan harta wakaf benda tetap untuk publik. Hal itu tidak berarti wakaf
hanya dapat dilaksanakan untuk benda yang berupa tanah hak milik saja, karena
Inpres No 1 Tahun 1991 membuka perluasan obyek wakaf meliputi benda bergerak
atau tidak bergerak milik wakaf. Sayangnya keberadaan obyek wakaf berdasarkan
Inpres No. 1 Tahun 1991 ini secara formalitas bukan merupakan salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan berdasarkan ketentuan TAP MPR-RI NO.
III/MPR/2000 dan hanya berfungsi sebagai kitab hukum saja.
Secara yuridis tentang benda apa saja yang dapat diwakafkan ke dalam
undnag-undang wakaf nantinya. Sebagai bahan pertimbangan obyek wakaf perlu
penekanan pada substansi benda wakaf atau unsur pokok benda wakaf yaitu harus
berhenti atau penahanan pokoknya. Perdebatan tentang unsur kekal dari benda
wakaf tampak antara madzab Syafi’I dan Hanafi dengan madzab Maliki.49
Imam Syafi'i misalnya, sangat menekankan wakaf pada fixed asset (harta
tetap) sehingga menjadikannya sebagai syarat sah wakaf. Mengingat di Indonesia
______________
49Sayyid Sabiq, Ringkasan Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Al-kausar, 2013), h. 47
secara fikih kebanyakan adalah pengikut mazhab Syafi'i, maka bentuk wakaf yang
lazim kita dapatkan berupa tanah, masjid, madrasah, dan aset tetap lainnya.
Imam Maliki mengartikan ''keabadian'' lebih pada nature barang yangdiwakafkan, baik itu aset tetap maupun aset bergerak. Untuk aset tetap, sepertitanah, unsur keabadian terpenuhi karena memang tanah dapat dipakai selamatidak ada longsor atau bencana alam yang menghilangkan fisik tanah tersebut,demikian juga halnya dengan masjid atau madrasah. Selain itu Imam Malikimemperluas lahan wakaf mencakup barang-barang bergerak lainnya, sepertiwakaf susu sapi atau wakaf buah tanaman tertentu. Yang menjadi substansiadalah sapi dan pohon, sementara yang diambil manfaatnya adalah susu danbuah. Ia membuka luas kesempatan untuk memberikan wakaf dalam jenis asetapa pun, termasuk aset yang paling likuid yaitu uang tunai (cash waqf).50
Dari uraian di atas dapat dipikirkan adanya perluasan mengenai obyek
hukum wakaf. Dapat berupa uang yang dimiliki oleh wakif berapapun jumlahnya
yang dikelola dan dikumpulkan oleh suatu badan baik badan bentukan pemerintah
atau badan sosial yang nantinya dapat dibelikan sebuah lahan misalnya dibelikan
tanah hak milik yang nantinya dapat diubah menjadi tanah wakaf.51 Diantara tanah
wakaf itu ada yang pembeliannya melalui pengumpulan uang dari sumbangan
masyarakat untuk lahan pekuburan, dimana yang memberikan sumbangan mendapat
imbalan berupa hak berkubur di atas tanah itu untuk dirinya sendiri atau
keluarganya.52
Bentuk benda yang dapat diwakafkan dapat pula berupa suatu benda yang
pasti akan ada dikemudian hari misalnya keuntungan menjalankan usaha milik
sesorang. Hal ini sebenarnya sudah pernah dilakukan pada masa lalu yaitu sudah
dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari
______________
50Muhammad Syafi’I Antonio, Cash Waqaf dan Anggaran pendidikan umat,www.alislam.or.id. Diakses tanggal 18 Agustus 2017
51Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan praktek, (Jakarta:Rajawali Pers, 2002), h 91.
52Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah…, h. 97
bahwa Imam az Zuhri salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al
hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana
dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan
menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan
keuntungannya sebagai wakaf.53
______________
53Muhammad Syafi’I Antonio, Cash waqf dan Anggaran…tanggal 18 Agustus 2017
BAB III
MENJUAL HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAMDAN HUKUM POSITIF
A. Menjual Harta Wakaf Menurut Hukum Islam
Ketentuan tentang kemungkinan pengalih fungsian harta wakaf ini dapat
dilihat dalam pasal 225 Kompilasi Hukum Islam. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa
pada dasarnya terhadap harta yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan
atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Sedangkan dalam
ayat (2) ditegaskan, penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran
dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan: a) Karena tidak
sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif, b) Karena kepentingan
umum. Dasar hukum penjualan aset wakaf adalah hadist Abdullah bin Umar di
bawah ini :
هما أن عمر بن اخلطاب أصاب أرضا خبيبـر فأتى النيب عن ابن عمر رضي الله عنـصلى الله عليه وسلم يستأمره فيها فـقال يا رسول الله إين أصبت أرضا خبيبـر مل أصب ماال قط أنـفس عندي منه فما تأمر به قال إن شئت حبست أصلها
يف الفقراء ويف القرىب ويف الرقاب ويف سبيل الله وابن السبيل والضيف ال جناح ها ر متمول على من وليـها أن يأكل منـ بالمعروف ويطعم غيـ
Artinya: Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Umar bin Khathab radliallahu'anhu mendapat bagian lahan di Khaibar lalu dia menemui Nabishallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta pendapat Beliau tentang tanahlahan tersebut seraya berkata: “ Wahai Rasulullah, aku mendapatkan
lahan di Khaibar dimana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebihbernilai selain itu. Maka apa yang Tuan perintahkan tentang tanahtersebut? Maka Beliau berkata: “ Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara)pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah dengan (hasil buah) nya.”Ibnu Umar radliallahu 'anhu berkata: Maka Umar menshadaqahkannya (hasilnya ), dan wakaf tersebut tidak boleh dijual, tidak dihibahkan dan jugatidak diwariskan, namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir,kerabat, untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untukmenjamu tamu. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untukmemakan darinya dengan cara yang ma'ruf dan untuk memberi makanorang lain bukan bermaksud menimbunnya.” (HR Bukhori)
Berdasarkan hadist di atas, para ulama berpendapat bahwa aset wakaf tidak
boleh dijual atau ditarik kembali oleh pemiliknya, bahkan sebagian kalangan
menyatakan bahwa hal ini merupakan kesepakatan ulama. Berkata Imam Qurthubi
“Pendapat yang membolehkan penarikan kembali barang yang sudah diwakafkan
adalah pendapat yang menyelesihi kesepakatan ulama, maka tidak boleh diikuti.
Hanya saja dalam rinciannya ternyata para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama : Boleh menjual wakaf dan atau menariknya kembali.
Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hanifah. Tetapi murid-muridnya mengingkari
hal ini, berkata Abu Yusuf : “Seandainya hadist di atas sampai kepada Abu Hanifah,
niscaya dia akan mengikutinya dan akan menarik pendapatnya yang membolehkan
penjualan aset wakaf.54 Pendapat Kedua: Tidak boleh menjual wakaf sama sekali,
walaupun diganti dengan yang lebih baik atau lebih banyak manfaatnya, selama aset
wakaf tersebut tidak terputus manfaatnya. Ini adalah pendapat Imam Malik dan
Syafi’I, dan riwayat dari Imam Ahmad.55
______________
54As-Shan’ani, Subulus Salam, Jil. III, Terj. Abu Bakar Muhammad, (Surabaya: Al-Ikhlas,1995), h. 148
55 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, Ab, dkk, (Jakarta:Lentera, 2013), h. 661
Pendapat para fuqaha sedemikian banyak dan saling bertentangan dalam
masalah ini banyak terjadi ikhtilaf dalam permasalahan wakaf. Diantara mereka ada
yang melarang penjualan wakaf sama sekali, ada pula yang membolehkan dalam
beberapa kasus, dan ada lagi yang pasif dan tidak memberikan hukum. Pendapat
sedemikian banyak sehingga setiap faqih menentang pendapatnya sendiri dalam satu
buku, umpamanya dia mengeluarkan pendapat dalam jual beli berbeda dalam
pendapatnya dalam masalah penjualan wakaf. Ada pula yang menentang
pendapatnya dalam satu kalimat, dan mengatakan sesuatu diujungnya lalu
mengatakan sesuatu yang bertentangan dengannya dibagian akhir.56
Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun penggantian sesuatu yang dinazarkan dan
diwakafkan dengan yang lebih baik darinya, sebagaimana terkait penggantian hewan
kurban, dan ini terbagi dua macam: pertama penggantian itu diperlukan misalnya
akan hilang fungsinya seperti kuda yang diwakafkan untuk perang, jika tidak dapat
dimanfaatkan dalam peperangan maka kuda itu boleh dijual dan hasil penjualany
digunakan untuk membeli penggantinya, yang kedua, penggantian lantaran
kemaslahatan yang lebih dipentingkan. Misalnya masjid jika masjid lain dibangun
untuk menggantikannya lantaran lebih dapat memenuhi kemaslahatan penduduk
setempat dari pada masjid yang pertama dan masjid yang pertama dijual.
Pengalokasian ini dan semacamnya dibolehkan menurut Ahmad dan ulama‟ lainnya.
Ahmad berhujah bahwa Umar bin Khatabra, memindahkan Masjid Kufah yang lama
ke tempat lain, dan tempat yang lama digunakan sebagai pasar bagi pedagang kurma,
ini merupakan penggantian terhadap area masjid. Adapun terkait penggantian
______________
56Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab …, h. 664.
bangunannya dengan bangunan lain, maka Umar ra, dan Ustmanra, membangun
Masjid Rasulullah saw, berbeda dengan bangunan semula dan menambahkannya.57
Para Imam dalam menyikapi hukum penjualan benda wakaf, mereka
berbeda pendapat, antara lain:
1. Pendapat menurut Imam Hanafi
Madzhab Hanafi, sebagaimana dinukil oleh Abu Zuhran dalam al-
Waqfu, mereka membolehkan penggantian semua wakaf, baik khusus maupun
umum, selain masjid. Dan bahwa mereka menyebutkan tiga kali kondisi untuk
itu, pertama, jika pewakaf mensyaratkannya dalam akad. Kedua, jika wakaf
tidak lagi dapat dimanfaatkan, ketiga, jika penggantian akan mendatangkan
manfaat lebih besar dan hasil yang lebih banyak, sementara tidak ada syarat
dari pewakaf yang melarang penjualan.58
Perbedaan tersebut berlaku pula pada lantai masjid, tikar, dan lampu-
lampunya jika sudah tidak dibutuhkan. Menurut Abu Yusuf dalam saturiwayat,
barang-barang itu dipindahkan ke masjid lain. Menurut Muhammad
dikembalikan kepada pemiliknya jika sudah keluar dari kemanfaatan, yang
dimaksudkan oleh orang yang wakaf secara umum.59
Landasan kebijakan ulama‟ Hanafiyah adalah kemaslahatan dan
manfaat yang abadi, yang menyertai praktik penjualan selama penjualan itu
untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan barang wakaf, maka syarat
______________
57Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 5, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta: CakrawalaPublishing, 2009), h. 543.
58 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 66659Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk.
(Jakarta: Pustaka Publishing, 2011), h. 324.
kekekalan wakaf terpenuhi dan tidak melanggar syari‟a. Jadi yang dimaksud
kekekalan disini bukanlah mengenai bentuk barangnya saja, tapi dari segi
manfaatnya yang terus berkelanjutan.
2. Pendapat Imam Malik
Para ulama dalam mazhab Maliki berbeda pendapat mengenai menjual
harta wakaf, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Jawad
Mughniyah yang menjelaskan bahwa:
Ulama Malikiyyah sendiri terdapat perbedaan pendapat tentang menjualatau menukar harta wakaf. mayoritas ulama Malikiyah tentang penjualanharta wakaf dari segi apapun, sebagian lagi membolehkan penjualanpenggantian harta wakaf yang tidak bermanfaat lagi dengan harta wakafyang jauh lebih baik, namun dengan tiga syarat, pertama, jika pewakafmensyaratkan penjualan ketika mewakafkan, maka syarat ini harus diikuti.Kedua, jika barang wakaf berupa barang yang dapat dipindah dan ia sudahtidak lagi mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan wakaf, maka olehdijual dan harganya disalurkan untuk sesuatu yang sama dengan wakaftersebut. Ketiga, tanah wakaf boleh dijual untuk perluasan masjid yangharus dilakukan, juga jalan atau pekuburan. Selain yang demikian ini, wakaftidak boleh dijual meskipun tanah telah rusak dan tidak mendatangkanmanfaat.60
3. Pendapat Imam Syafi‟i.
Mazhab Syafi‟i mereka melarang penjualan dan penggantian secara
mutlak, meskipun wakaf khusus, seperti wakaf kepada anak turunan, walaupun
terdapat seribu satu sebab yang menuntut untuk itu. Mereka hanya
membolehkan para penerima wakaf untuk menggunakan wakaf khusus hingga
habis jika terdapat tuntutan untuk itu, seperti pohon kering yang tidak lagi
mendatangkan buah, maka penerima wakaf boleh menebang pohon tersebut
______________
60 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 661.
dan menjadikannya sebagai bahan bakar untuk diri mereka sendiri, dan mereka
tidak boleh menjualnya dan tidak boleh menggantinya.61
Syafi’iyyah mengatakan, jika masjid roboh, rusak, shalat disitu terputus danpengambilannya ke kondisi semula sulit, atau tidak bisa digunakan samasekali karena negeri itu porak poranda misalnya, masjid tidak menjadi miliksiapapun, dan tidak boleh dikelola sama sekali dengan bentuk jual beli, atausebagainya sebab, kepemilikan yang telah hilang karena menjadi hak Allah,maka kepemilikan itu tidak bisa kembali menjadi milik seseorang karenaadanya kerusakan. Sebagaimana jika seseorang memerdekakan budakkemudian ia sakit menahun, budak itu tidak lagi menjadi mantan tuanya.Pengelolaan hasil wakaf tersebut adalah dengan mewakafkannya padamasjid terdekat tidak bisa diharapkanpengembalian masjid dalam fungsinyasemula, kalau tidak bisa disimpan.62
4. Pendapat Imam Hambali.
Jika wakaf roboh dan manfaatnya hilang, seperti rumah yang roboh
atau tanah rusak dan kembali mati (tidak bisa digarap) dan tidak mungkin
diperbaiki, atau masjid sudah ditinggalkan oleh penduduk desa dan menjadi
tempat yang tidak digunakan untuk shalat atau sudah sempit menampung
warga dan tidak mungkin diperluas, atau semuanya sudah tercerai berai dan
tidak mungkin diperbaiki tidak pula sebagian dari barang wakaf tersebut
kecuali dengan menjual sebagian maka yang sebagian dari barang wakaf
tersebut kecuali menjual sebagian maka yang sebagian itu oleh dijual untuk
perbaikan bagian yang lain. Jika tidak mungkin mengambil manfaat sedikit pun
dari barang wakaf maka wakaf itu dijual.63 Jika wakaf dijual maka apa pun
yang dibelikan dengan harga penjualannya dan bisa dikembalikan kepada
penerima wakaf hukumnya boleh, baik itu dari jenis barang wakaf atau jenis
______________
61 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 660.62 Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu…, h. 327.63 Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab…, h. 661.
lain. Sebab maksudnya adalah manfaat bukan jenis, namun manfaat barang
wakaf diberikan untuk kemaslahatan yang menjadi prioritas, sebab tidak boleh
mengubah penerima wakaf sementara ada kemungkinan untuk menjaganya.
Sebagaimana tidak boleh mengubah wakaf dengan dijual sementara ada
kemungkinan untuk memanfaatkanya.64
B. Menjual Harta Wakaf Hukum Positif
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga mengatur
tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah dianggap tidak atau
kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri. Secara prinsip, harta benda
wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
a. dijadikan jaminan;b. disita;c. dihibahkan;d. dijual;e. diwariskan;f. ditukar; ataug. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.65
Ketentuan di atas dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata
ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan syariah. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari
Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.66
______________
64 Wahbahaz-Zuhaili, Fiqih Islam…, h. 32765Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
(Jakarta: t.tp, 2004), Pasal 4066Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 41
Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan
pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar
sekurangkurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Dengan demikian,
perubahan dan atau pengalihan benda wakaf pada prinsipnya bisa dilakukan selama
memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasan-alasan sebagaimana
yang telah ditentukan oleh Undang-undang yang berlaku. Ketatnya prosedur
perubahan dan atau pengalihan benda wakaf itu bertujuan untuk meminimalisir
penyimpangan peruntukan dan menjaga keutuhan harta wakaf agar tidak terjadi
tindakantindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu sendiri, sehingga wakaf
tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat banyak.
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan bahwa
penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat
diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta
benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan
Nazhir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dengan demikian, jelaslah masalah-masalah lainnya yang secara nyata
menyangkut Hukum Perdata, sedangkan yang terkait dengan perbuatan hukum
pidana diselesaikan melalui hukum acara dalam Pengadilan Negeri. Selain masalah
penyelesaian sengketa, Undang-undang Wakaf juga mengatur ketentuan pidana
umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaannya sebagai
berikut:
a. bagi yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin
di pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. bagi yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa
izin di pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
c. bagi yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang
ditentukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah). 67
Ketentuan pidana merupakan suatu suatu keharusan dalam sebuah peraturan
perundangan yang mengatur tentang suatu persoalan di negara kita. Dalam sebuah
undang-undang harus mencantumkan ketentuan khusus mengenai sanksi pidana
sebagai penguat dan jaminan agar supaya peraturan dimaksud dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Untuk memaksimalkan peran Peradilan Agama, nampaknya perlu
difungsikan sebagai Peradilan Syari'ah bagi setiap warga negara pemeluk agama
Islam dalam kaca mata pemahaman yang komprehensif. Dalam kedudukannya di
atas, Peradilan Agama harus diberdayakan sebagai payung hukum bagi umat Islam
______________
67 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41…, Pasal 67
dalam penyelesaian semua kasus-kasus perdata dan pidana yang berkaitan dengan
hukum muamalat. Peran dan fungsi serta wewenang Peradilan Agama dari waktu ke
waktu harus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan hukum dan kemasyarakatan.
Apalagi status Pradilan Agama saat ini telah digabungkan satu atap dengan
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dengan adanya ketentuan tersebut, maka pelaksanaan perwakafan
(khususnya tanah) sudah ditentukan secara pasti, dimana penyimpangan terhadap
ketentuan itu sudah dapat dituntut sebagai tindak pidana. Berbeda dengan ketentuan
pidana dalam berbagai peraturan pidana lainnya yang selalu membedakan antara
kejahatan dengan pelanggaran, maka tindak pidana mengenai perwakafan tanah
milik tidak ditentukan apakah termasuk kejahatan atau pelanggaran.
Selain pengawasan yang bersifat umum berupa paying hukum yang
memberikan ancaman terhadap pihak yang melakukan penyelewengan dan atau
sengketa berkaitan dengan pengelolaan harta wakaf, upaya pengawasan benda wakaf
dapat langsung dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat. Sebagaimana yang
termuat dalam Bab VII Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang
menyebutkanbahwa Menteri (agama) melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf dengan
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia BWI dengan tetap memperhatikan saran
dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
Dalam melaksanaan tugas pembinaan, Menteri dan BWI dapat melakukan
kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak
lain yang dipandang perlu. Sedangkan dalam menjalankan pengawasan, Menteri
dapat menggunakan akuntan publik. Peran pemerintah yang memiliki akses birokrasi
yang sangat luas dan otoritas dalam penegakan hokum merupakan aspek penting
dalam melindungi eksistensi dan pengembangan wakaf secara umum. Demikian juga
masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan langsung terhadap pemanfaatan
harta-harta wakaf dapat mengawasi secara langsung terhadap jalannya pengelolaan
wakaf. Pola pengawasan yang bisa dilakukan oleh masyarakat bukan bersifat
interventif (campur tangan manajemen), namun memantau, baik langsung maupun
tidak langsung terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu sendiri.
Sehingga peran lembaga Nazhir lebih terbuka dalam memberikan laporan terhadap
kondisi dan perkembangan harta wakaf yang ada. Untuk itu, agar pengelolaan wakaf
dapat lebih bias dipertanggungjawabkan oleh lembaga Nazhir yang ada kepada
pemerintah dan masyarakat umum, diperlukan upaya perwujudan sebuah kondisi
sebagai berikut :
1. gerakan untuk mempelopori transparansi dalam semua aspek kelembagaan
Nazhir, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Adanya transparansi
kelembagaan Nazhir ini merupakan jihad yang bersifat sistemik untuk
menutup tindakan ketidakjujuran, korupsi, manipulasi dan lain sebagainya.
Transparansi adalah aspek penting yang tak terpisahkan dalam rangkaian
menegakkan amanah perwakafan yang diajarkan oleh nilai-nilai Islam.
Sehingga lembaga wakaf dalam Islam bisa dijadikan tolok ukur keterbukaan
dalam mengemban tanggung jawab moral para Nazhir menuju tatanan hidup
bermasyarakat yang berkeadaban dan berkeadilan semesta.68
2. Lembaga Nazhir harus mempelopori sistem public accountability. yaitu
mendorong terjadinya iklim akuntabilitas publik dalam pengelolaan harta
wakaf. Pertanggungjawaban umum merupakan wujud dari pelaksanaan sifat
amanah (kepercayaan) dan shidiq(kejujuran). Karena kepercayaan dan
kejujuran memang harus dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Sehingga dengan demikian, wakaf dapat dijadikan wahana
yang sangat menjanjikan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat yang
kredibel (sangat dipercaya) dengan tetap menjunjung tinggi nilai
profesionalisme kerja yang beretos kerja baik. 69
3. Lembaga Nazhir mempelopori gerakan yang aspiratif. Orang-orang yang
terlibat dalam kelembagaan Nazhir harus mendorong terjadinya sistem sosial
yang melibatkan partisipasi banyak kalangan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya pola pengambilan keputusan secara sepihak oleh
kalangan elit kepemimpinan di dalam lembaga keNazhiran. Sehingga upaya
tersebut dapat mengurangi, bahkan menutup potensi-potensi yang
berkembang, yang bisa jadi mungkin jauh lebih baik atau sempurna. Kaedah
prinsip dalam gerakan yang aspiratif merupakan cermin dari sifat adil dalam
diri atau lingkungannya.70
______________
68 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006),h. 85
69Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 8670Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86
Dengan demikian, kalau lembaga Nazhir mau, mampu dan konsisten
(istiqamah) memperjuangkan dan mempelopori ketiga aspek upaya pengawasan
tersebut, niscaya masyarakat akan merasakan pentingnya lembaga wakaf dalam
kehidupan masyarakat. Sehingga, kalau selama ini lembaga Nazhir terkenal dengan
ketidakprofesionalan dan ketidakamanahan terhadap harta-harta wakaf yang
dipercayakan kepadanya akan terkubur dengan sendirinya. Dan pada saatnya nanti,
wakaf menjadi jawaban yang paling konkrit terhadap problem-problem sosial demi
menciptakan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
C. Persamaan dan Perbedaan Wakaf Menurut Hukum dan Hukum Positif
Pada jaman kejayaan Islam, wakaf sudah pernah mencapai kejayaan
walaupun pengelolaannya masih sangat sederhana. Pada abad ke-8 dan ke-9
Hijriyyah dipandang sebagai jaman keemasan perkembangan wakaf. Pada saat itu
wakaf meliputi berbagai benda, yakni masjid, mushalla, sekolah, tanah pertanian,
rumah, toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan dan perniagaan,
bazaar, pasar, tempat pemandian, tempat pemangkas rambut, gedung beras, pabrik
sabun, pabrik penetasan telur dan lain-lain. Dari data di atas jelas bahwa masjid,
mushalla, sekolah hanyalah sebagian dari benda yang diwakafkan. Sudah menjadi
kebiasaan pada waktu itu bahwa sultan (penguasa) pada saat itu selalu berusaha
untuk mengekalkan dan mendorong orang untuk mengembangkan wakaf terus
menerus.71
______________
71 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86
Kebiasaan berwakaf tersebut diteruskan sampai sekarang di berbagai negara
sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga sepanjang sejarah Islam, wakaf telah
berperan sangat penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi dan
kebudayaan masyarakat Islam melalui wakaf telah menfasilitasi sarjana dan
mahasiswa dengan sarana dan prasarana yang memadai dan mereka bias melakukan
berbagai kegiatan riset dan menyelesaikan studi mereka. Cukup banyak program-
program yang didanai dari hasil wakaf seperti penulisan buku, penerjemahan dan
kegiatan-kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Wakaf
tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menyediakan
berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagai contoh
misalnya bidang kesehatan masyarakat dan fasilitas pendidikan dengan
pembangunan rumah sakit, sekolah medis, dan pembangunan industry obat-obatan
serta kimia. Dilihat dari segi bentuknya, wakaf tampak tidak terbatas pada benda
tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak. Di beberapa Negara seperti Mesir,
Yordania, Saudi Arabia, Turki, wakaf selain berupa sarana dan pra-sarana ibadah dan
pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, uang, saham, real estate
dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif. Dengan demikian hasilnya
benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.72
Jika dana itu diserahkan kepada pengelola professional dan oleh pengelola
wakaf tersebut diinvestasikan di sector yang produktif. Mereka menjamin jumlahnya
tidak akan berkurang, tapi bertambah, bahkan tetap bergulir. Misalnya saja dana itu
dititipkan di bank Syariah yang katakanlah setiap tahun diberikan bagi hasil sebesar
______________
72 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 86-87
sembilan persen, maka pada akhir tahun sudah ada dana segar 270 miliar. Akan
banyak yang bisa dilakukan dari dana sebanyak itu.73
Sebagai suatu konsep baru Islam yang bersifat universal, wakaf tunai
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari system ekonomi Islam yang integral
dengan aspek pemberdayaan. Wacana wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul,
bahkan dalam kajian fikih klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide revitalisasi
fikih muamalah dan perspektif Maqashid Syar'iyyah (tujuan-tujuan Syariah) yang
dalam pandangan Umar Chapra bermuara pada almashlahah al-mursalah
(kemaslahatan universal) termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui
keadilandistribusi pendapatan dan kekayaan.74
Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan secara lebih luas, wakaf tunai
harus mendapat perhatian lebih untuk membiayai berbagai proyek sosial melalui
pemberdayaan wakaf benda tak bergerak yang selama ini menjadi beban. Atau bisa
juga melalui penyaluran kepada lembaga-lembaga pemberdayaan ekonomi. Sebagai
salah satu upaya penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif ke sektor riil
dimobilisir, yang salah satunya adalah dengan memberikan kredit mikro melalui
mekanisme kontrak investasi kolektif (KIK) semacam reksadana Syari'ah yang
dihimpun melalui Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada masyarakat menengah dan
kecil agar memiliki peluang usaha dan sedikit demi sedikit bangkit dari kemiskinan
dan keterpurukan akibat krisis berkepanjangan. Pemberian skim kredit mikro ini
______________
73 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 9374 Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf…, h. 93
cukup mendidik ibarat memberi kail bukan hanya ikan kepada rakyat dan diharapkan
dapat menciptakan kemandirian.
Porsi bagi hasil untuk fund manager setelah dikurang biaya operasional dapat
disalurkan untuk kebutuhan konsumtif dalam menunjang kesejahteraan kaum fuqara
melalui wasiat wakif (pemegang SWT) ataupun tanpa wasiatnya. Dalam
perkembangan kekinian di Indonesia, wacana wakaf tunai telah menjelma nyata
dalam implementasi produk-produk funding lembaga keuangan Syariah dan
Lembaga Amil Zakat seperti Wakaf Tunai Dompet Dhuafa Republika dan Waqtumu
(Wakaf Tunai Muamalat) yang diluncurkan Baitul Muamalat dari Bank Muamalat
Indonesia.
Dalam rangka mobilisasi dana masyarakat dan optimalisasi potensi finansial
umat untuk kemaslahatan perekonomian, gagasan Wakaf Tunai akan dapat
melengkapi UU No. 12 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang
No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, dimana zakat dimasukkan sebagai
factor pengurang pajak. Disamping itu juga dapat mendukung lembaga-lembaga
pengelola zakat dengan diberlakukannya UU Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999.
Departemen sebagai otoritas keagamaan dan saat ini juga otoritas administratif wakaf
secara pro-aktif telah memintakan fatwa kepada DSN mengenai status hukum wakaf
tunai guna penyempurnaan PP No. 28 Tahun 1977 menjadi UU Wakaf agar lebih
akomodatif dan ekstensif.
Melihat dari wacana wakaf di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan fikih Wakah yang titerbitkan oleh
kementerian agama Republik Indonesia pada tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa
persamaan wakaf menurut hokum Islam dan hokum positif di Indonesia adalah sama-
sama bertujuan untuk memberdayakan ekonomi umat, menyediakan sarana dan
prasarana ibadah dan tempat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Namun yang membedakan wacana wakaf menurut hukum positif Indonesia
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
dan fikih Wakah yang titerbitkan oleh kementerian agama Republik Indonesia pada
tahun 2006 adalah tentang wacana menginvestasikan dana wakaf supaya
berkembang, walaupun hal ini bertujuan baik namun praktek ini belum pernah
dilakukan pada masa Rasulullah dan masa para sahabat.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam rangka pembinaan wakaf agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya,
hal-hal yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas dan
kewenangan, khususnya pemerintah, lembaga kenadziran, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan wakaf dan pihak terkait
lainnya adalah:
1. Mengimplementasikan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Kehadiran ini sangat penting bagi perlindungan tanah-tanah wakaf dan harta
wakaf lainnya yang selama ini terdata oleh Departemen Agama dan sebagai
regulasi pemberdayaan potensi wakaf secara lebih optimal, baik berupa benda
bergerak maupun tidak bergerak. Dengan undang-undang khusus wakaf ini
diharapkan perlindungan, pemanfaatan dan pemberdayaan harta wakaf secara
maksimal tidak mengalami hambatan yang sangat serius.
2. Membenahi kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang duduk dalam
lembaga-lembaga kenadziran. Karena lembaga kenadziran memiliki peran
sentral dalam pengelolaan harta wakaf secara umum. Untuk itu eksistensi dan
kualitas SDM nya harus betul-betul diperhatikan. Secara garis umum,
kemampuan SDM Nadzir dalam pengelolaan wakaf dapat terarah dan terbina
secara optimal. Dan yang paling penting selain profesional adalah dapat
dipercaya (amanah). Tentu saja pemaknaan amanah disini tidak berhenti pada
aspek moral saja, namun nilainilai profesionalisme juga akan menentukan
apakah lembaga tersebut pada akhirnya bisa dipercaya atau tidak.
3. Mengamankan seluruh kekayaan wakaf, baik pada tingkat pusat maupun
daerah. Upaya pengamanan ini agar harta yang berstatus wakaf tidak
diganggu gugat oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
4. Mengadakan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pengelolaan harta
wakaf. Dukungan ini diperlukan agar harta-harta wakaf, khususnya tanah
wakaf produktif strategis yang ada menjadi aman karena dirasakan adanya
upaya pihak-pihak tertentu, termasuk oknum nadzir yang ingin menukar
dengan tanah-tanah yang tidak strategis. Dukungan pengawasan yang bersifat
internal sudah menjadi keharusan, bersamaan dengan kepedulian masyarakat
sekitar terhadap keutuhan tanah-tanah wakaf. Disamping pengawasan yang
bersifat umum tersebut, juga diperlukan pengawasan pengelolaan agar para
pelaksana kenadziran yang mengurusi langsung terhadap tanah-tanah wakaf
tersebut dapat menjalankan perannya secara baik dan benar, sehingga
menghasilkan keuntungan yang memadai. Aspek pengawasan pengelolaan
internal ini meliputi penaksir nilai, manajemen organisasi, manajemen
keuangan, manajemen pendistribusian hasil-hasil pengelolaan dan
manajemen pelaporan kepada pihak atau lembaga yang lebih tinggi.
1. Men-stimulasi atau mendorong secara lebih luas kepada masyarakat agar
lebih peduli terhadap pentingnya harta wakaf di tengah kehidupan sosial
kemasyarakatan. Melalui upaya sosialisasi wakaf secara optimal diharapkan
masyarakat semakin bergairah dalam mewakafkan sebagian harta untuk
kepentingan masyarakat banyak. Sosialisasi ini memang harus dilakukan
secara berkesinambungan, kontinyu dan menarik, sehingga setiap orang yang
memiliki kemampuan berwakaf lebih merasa memiliki tanggung jawab akan
pentingnya pelaksanaan ibadah wakaf.
Kelima hal tersebut merupakan konsekuensi logis yang harus dilakukan oleh
pemerintah, lembaga nadzir, lembaga swadaya masyarakat dan pihak terkait lainnya
sebagai upaya pembinaan yang bersifat menyeluruh dan konkrit agar wakaf tetap
memiliki peran yang signifikan di tengah kebutuhan perbaikan dalam kehidupan
social masyarakat banyak.
Disamping itu walaupun dikalangan ulama berbeda pendapat mengenai
boleh atau tidaknya menjual harta benda wakaf, penulis berpendapat bahwa jika
harta benda wakaf tersebut tidak bisa digunakan lagi sebagaimana tujuan utama dari
wakaf tersebut maka boleh dijual kemudian hasil penjualannya dibelikan harta benda
lain yang setimpal atau sama. Sebagai contoh sebidang tanah yang diwakafkan oleh
seseorang untuk membangun mesjid, namun karena seiring perjalanan waktu perlu
pemindahan mesjid karena suatu lain hal, demikian tanah wakaf pada mesjid pertama
boleh dijual kemudian dibelikan lahan lain dengan hasil penjualan tanah wakaf
tersebut untuk membangun mesjid yang baru. Atau lebih tepatnya praktek seperti ini
disebut dengan tukar guling.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menjual harta wakaf dalam Islam, para ulama berbeda pendapat, mazhab
Hanafi membolehkan menjual harta wakaf yang tidak terpakai lagi kecuali
mesjid, mazhab Maliki membolehkan penjualan penggantian harta wakaf yang
tidak bermanfaat lagi dengan harta wakaf yang jauh lebih baik, mazhab Syafi’i
melarang penjualan dan penggantian secara mutlak baik mesjid ataupun wakaf
bukan mesjid dan mazhab Hambali berpendapat oleh dijual harta wakaf untuk
perbaikan atau pembelian yang lebih baik.
2. Menurut hukum positif harta wakaf dilarang untuk dijual, hal ini secara tegas
diatur dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 40
kecuali harta wakaf tersebut dapat mengganggu pembangunan sarana dan
prasarana umum yang lebih dibutuhkan setelah memperoleh izin tertulis dari
Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
3. Persamaan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakaf sama-
sama bertujuan untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat dan yang
membedakan wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif adalah wakaf
menurut hukum Islam hanya pada harta benda saja baik harta bergerak ataupun
harta yang tidak bergerak sedangkan dalam hukum positif harta wakaf
dikembangkan sehingga membolehkan wakaf uang .
B. Saran
1. Diharapkan kepada umat Islam yang mempunyai amanat untuk mengelola
harta wakaf, supaya benar-benar menjaga amanah yang tersebut dengan sebaik-
baiknya dengan cara menggunakan harta wakaf sesuai dengan tujuan wakaf
dari pewakif.
2. Diharapkan bagi pemegang amanat terhadap harta wakaf supaya tidak menjual
harta wakaf kecuali dalam keadaan yang bersifat penting karena harta wakaf
tersebut tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, dan hasil penjualan harta wakaf
tersebut harus membeli lain yang sesuai dengan tujuan wakah yang
diamanatkan oleh pewakif.
3. Jika terpaksa harus menjual harta wakaf maka lakukan berdasarkan hasil
musyawarah dan jika pewakif masih hidup maka mintalah pendapatnya tentang
tujuan menjual harta wakaf tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghafur, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta:Pilar Media, 2005
Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta:RajaGrafindo, 2003
Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf dinegara kita, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000
Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka, 2007
Al-Kabisi. Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, Terj. Ahrul SaniFaturrahman, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004.
Antonio, Muhammad Syafi’I, Cash waqf dan Anggaran pendidikan umat,www.alislam.or.id.
al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan praktek, Jakarta:Rajawali Pers, 2002
As-Shan’ani, Subulus Salam, Jil. III, Terj. Abu Bakar Muhammad, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995
az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Pustaka Publishing, 2011
Effendi, Satria, et al., Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, AnalisisYurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, Jakarta: Prenada Media, 2004
Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, Cet. ke-1, Yogyakarta : Andi offset, 2000.
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000
Kementerian Agama RI, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,2006
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, Ab, dkk,Jakarta: Lentera, 2013
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009
Muslim, Shahih Muslim, Juz 8, Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, tt
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur, AB, dkk, Cet.XXVIII, Jakarta: Penerbit Lentera, 2013
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 2005
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentangWakaf,
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001
Rofiq, Ahmad, HukumPerdata Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah jilid 5, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet,IV, Jakarta: Lentera Hati, 2006
Surahman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Tehnik, Cet. I,Bandung: Tarsito, 2002
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali,2008
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum, bandung:Pustaka Setia, 2001
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
BIODATA PENULIS
1. Nama Lengkap Khairani
2. Tempat/Tgl. Lahir Suak Ie Beuso, 01 Maret 1995
3. Jenis Kelamin Perempuan
4. Agama Islam
5. Kebangsaan Indonesia
6. Status Perkawinan Belum Kawin
7. Pekerjaan Mahasiswi
8. Alamat Gampong Cot Seulamat, KecamatanSamatiga Kabupaten Aceh Barat
9. No.Telp/HP 0821 6676 1281
10. SD/MIN MIN Alue Raya, Lulus Th. 2007
11. SMP/MTsN MTsN Blang Bale, Lulus Th. 2010
12. SMA/MAN MAN Suak Timah, Lulus Th. 2013
13. Masuk ke Sekolah TinggiAgama Islam
Tahun : 2013
14. Jurusan/Prodi Hukum Ekonomi Syariah
15. Nomor Induk Mahasiswa 152013010
16. Nama Ayah Saifuddin Ali
17. Nama Ibu Sulaibah
18. Pekerjaan Orang Tua Tani
19. Alamat Orang Tua Gampong Cot Seulamat, KecamatanSamatiga Kabupaten Aceh Barat
Meulaboh, 30 November 2017Penulis
KH A IR A NINIM. 152013010