137873686-DISARTRIA

50
DISARTRIA A. Definisi dan Pengertian 1. “Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan bicara ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara.” (Rheni Dharma Perwira, 2000. 5.) 2. “Dyshartria is a disorder of articulation due to impairment of the central nervous system which directly control the muscles of articulations.” (Lee Edward Travis, 1971. 11.) Artinya : Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan. 3. “Ataxia Dysartria associated with damage to the cerebellar system.” (L.Nicolosi, 1989, 68) Artinya : “Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan ada system cerebellum.” 4. “Dysarthria refers to a disturbance in the execution of motor patterns for speech due to paralysis, weakness, or discoordination of the speech musculature”. (Curtis E. Weiss, 1987, 86) Artinya : “Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola – pola motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot otot wicara”. 5. Disartria spastik adalah program artikulasi yang parah tidak akan mampu memberikan pengaturan pengaturan secara tepat dari pergerakan bersamaan antara lidah, bibir, dan rahang. (Ki Pranindyo, 1985, 282) B. Penyebab Disartia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident (CVA) ) (stroke) Karena trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat.

Transcript of 137873686-DISARTRIA

Page 1: 137873686-DISARTRIA

DISARTRIA

A. Definisi dan Pengertian

1. “Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular,

gangguan bicara ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya

mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk

berbicara.” (Rheni Dharma Perwira, 2000. 5.)

2. “Dyshartria is a disorder of articulation due to impairment of the central nervous

system which directly control the muscles of articulations.” (Lee Edward Travis,

1971. 11.)

Artinya : Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem

saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam

proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.

3. “Ataxia Dysartria associated with damage to the cerebellar system.” (L.Nicolosi,

1989, 68)

Artinya : “Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan ada system cerebellum.”

4. “Dysarthria refers to a disturbance in the execution of motor patterns for speech due

to paralysis, weakness, or discoordination of the speech musculature”. (Curtis E.

Weiss, 1987, 86)

Artinya : “Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola – pola motorik wicara

yang mengarah kepada kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam

mengorganisasikan otot – otot wicara”.

5. Disartria spastik adalah program artikulasi yang parah tidak akan mampu memberikan

pengaturan – pengaturan secara tepat dari pergerakan bersamaan antara lidah, bibir,

dan rahang. (Ki Pranindyo, 1985, 282)

B. Penyebab

Disartia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident (CVA) ) (stroke)

Karena trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat.

Page 2: 137873686-DISARTRIA

2. Gangguan Biokimia

Pembuatan neurotransmitor tidak cukup atau neutransmitor terlalu cepat dihanyutkan

sehingga penyampaian rangsangan terganggu. Penyakit Myasthenia gravis misalnya

diakibatkan diakibatkan kurangnya asetikolin sehingga otot-otot cepat capai. Penyakit

Parkinson disebabkan kekurangan produksi dopamine.

3. Trauma

Karena jatuh, pukulan atau luka sebagian dari sistem saraf rusak.

4. Neoplasma (tumor)

Sebuah tumor ini membuat tekanan pada sebagian sistem saraf.

5. Keracunan

Keracunan dapat disebabkan racun, alkohol (penyakit Korsakow) atau obat.

6. Radang

Radang di otak (ensefalitis), di saraf (neuritis) atau di otot (miositis).

7. Infeksi virus atau infeksi prion

Sistem saraf diserang virus (misalnya poliomyelitis) atau prion (penyakit Creutzfeldt-

Jacob)

8. Degenerasi progresif

Semakin banyak bagian sistem saraf terkena. Penyebabkan bisa keturunan, seerti

misalnya „distrofia otot keturunan‟, penyakit Huntington atau penyakit Wilson. Pada

penyakit Wilson terdapat kekurangan putih telur pengikat tembaga, yang

mengakibatkan tembaga terendap di striatum dan di hati. Pada penyakit Multiple

Sclerose, oleh karena reaksi oto-imun, terjadi peningkatan demielinisasi (pemecahan

lapis pelindung mielin akson).

9. Kelainan Kongenital

Sejak kelahiran sedah terdapat kerusakan di sistem saraf sentral, yang menyebabkan

bicara tidak berkembang dengan baik.

Page 3: 137873686-DISARTRIA

(Reni Dharma Perwira-Prins, 2000. 13.)

C. Karakteristik

1. (Curtis E. Weiss, 1989; 238)

a. Articulation imprecision

b. Slurred speech

c. Phonemic Distortions

d. Shortened Vowel Duration

e. Prolongation of phonemes

f. Slow rate

g. Rapid or jerky rate

h. Inappropriate silent intervals

i. Intermittent unintelligibility

j. Articulatory conspicuousness

k. Inappropriate phrasing

l. Less articulate speech in context than in single words

m. Impaired articulator strength and control

n. Mono pitch, uncontrolled pitch and loudness, inappropriate loudness

o. Hoarseness, harshness, breathiness, and hypernasality

p. Hearing loss

q. Vegetative problems

Artinya :

a. Ketidaktepatan artikulasi

Page 4: 137873686-DISARTRIA

b. Kekacauan wicara

c. Kekacauan fonem

d. Durasi vokal yang pendek

e. Perpanjangan pada fonem

f. Rata-rata bicara yang lambat

g. Cepat atau tersentak-tersentak

h. Ketidaktepatan penjedahan

i. Tidak dapat dipahami

j. Artikulasi buruk/tidak jelas

k. Susunan kata tidak tepat

l. Artikulasi lebih sedikit pada konteks bicara dibandingkan pada satu kata

m. Alat artikulasi yang kurang kuat dan kurang terkontrol

n. Satu nada, nada dan kenyaringan sering tidak terkontrol dan tidak jelas

o. Suara parau, kasar/keras, breathiness, dan hipernasalitas

p. Kehilangan pendengaran

q. Masalah pertumbuhan

2. (Reni Dharmaperwira-Prins, 2000, 18)

Disartria bulber

a) Ciri gangguan

1) Kelemahan

2) Hipotoni

3) Atrofia

Page 5: 137873686-DISARTRIA

4) Kedutan-kedutan (fasikulasi)

b) Ciri kelainan bicara

1) Hipernasal

2) Pembentukan konsonan tidak tepat

3) Seringkali pengeluaran “angin liar”

4) Monotoni

5) Penipuan-penipuan nasal

6) Pengambilan nafas berbunyi (inspiratoire stridor)

7) Suara serak

8) Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan

9) Kurang dinamis

Disartria Miogen

a) Ciri gangguan

1) Kelemahan (lemas)

2) Hipotoni

3) Atrofia

b) Ciri kelainan bicara

1) Bicara yang lemas tanpa tenaga

2) Pembentukan konsonan yang tidak tepat

3) Hipernasalitas

4) Suara parau dan lemah

5) Saat-saat tanpa suara

Page 6: 137873686-DISARTRIA

6) Nada bicara pelan

7) Pengheambusan nafas lemah

Disartria spastis

a) Ciri gangguan

1) Gerakan spastis

2) Gerakan lemah

3) Gerakan terbatas

4) Gerakan pelan

5) Muka tanpa ekspresi

6) Liuran

7) Gerakan bibir pelan dan terbatas

8) Refleks menyedot positif patologis (jika mengeluskan sudip dari ujung

mulut ketengah-tengah)

9) Velum bergerak pelan dan sedikit, tetapi bisa bereaksi refleks

10) Kesulitan menelan

11) Tersedak parah

12) Pengaruh inhibisi korteks terganggu, yang mengakibatkan : kelebihan

tersenyum (overflow) senyum jadi tertawa lebar

13) Menangis tersendiri/tertawa “tersendiri”. Yang dimaksud dengan

tersendiri adalah gejala motoris saja dan tidak diakibatkan emosi.

b) Ciri gangguan bicara

1) Konsonan tidak tepat

2) Monotoni

Page 7: 137873686-DISARTRIA

3) Kurang tekanan

4) Suara serak

5) Kurang dinamis

6) Ketinggian suara terlalu rendah

7) Nada bicara terlalu pelan

8) Hipernasalitas

9) Fonasi yang terperas

10) Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam pernapasan

11) Huruf hidup tidak benar

12) Patah suara

13) Terus menerus „angin liar‟

14) Tekanan yang berlebihan dan rata (juga pada bagian yang tidak

bertekanan).

Disartria ataksis

a) Ciri gangguan

1) Gerakan tidak tepat

2) Gerakan pelan

3) Hipotoni

4) Tremor-tremor, karena kehilangan kontrol gerakan

b) Ciri kelainan bicara

1) Konsonan tidak tepat

2) Tekanan yang berlebihan dan rata (juga pada bagian yang tidak bertekanan)

Page 8: 137873686-DISARTRIA

3) Artikulasi yang tidak menentu memburuk

4) Suara serak

5) Fonem diperpanjang

6) Istirahat diperpanjang

7) Monotoni

8) Kurang dinamis

9) Nada bicara terlalu pelan

Disartria hipokinetis

a) Ciri gangguan

1) Kekakuan otot

2) Kelangkaan gerakan

3) Muka topeng

4) Permulaan gerakan pelan

5) Tenaga dan pencapaian gerakan terbatas

6) Tremor

b) Ciri kelainan bicara

1) Monotoni

2) Tekanan yang berkurang

3) Kurang dinamis

4) Huruf mati tidak tepat

5) Istirahat pada tempat yang salah

6) Bagian-bagian bicara pendek dan cepat

Page 9: 137873686-DISARTRIA

7) Suara serak

8) Terus menerus “angin liar”

9) Nada bicara rendah

10) Kecepatan bervariasi

Disartria hiperkinetis

a) Ciri gangguan

1) Hiperkinesia cepat : benturan-benturan mioktonik (dari otot-otot palatum,

laring, diafragma), tik/grenyet (sidrom gilles dela tourette), korea (gerakan

yang tidak teratur yang bertambah parah pada gerakan-gerakan sadar dan

jika beremosi), Hemibalisme (gerakan kacau dari kaki, tangan dan otot

muka).

2) Hiperkinesia lambat : atetosis (gerakan-gerakan sembmarang yang pelan

berliuk-liuk), diskinesia (gerakan berulang dan berputar pelan), distoni

(posisi badan, leher, dan kepala sedikit demi sedikit semakin bungkuk).

b) Ciri kelainan bicara

1) Hiperkinesia cepat

o Huruf mati yang tidak tepat

o Istirahat yang diperpanjang

o Kecepatan yang bervariasi

o Monotoni

o Suara yang serak

o Istirahat pada saat yang tidak tepat

o Huruf hidup yang tidak benar

o Fonem-fonem diperpanjang

o Kurang dinamis

Page 10: 137873686-DISARTRIA

o Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan

o Artikulasi yang bergantian memburuk

o Tekanan berlebihah

o Hipernasalitas

o Tekanan berkurang

o Fonasi terperas

2) Hiperkinesia lambat

o Huruf mati yang tidak tepat

o Huruf hidup yang tidak benar

o Suara serak

o Artikulasi yang bergantian memburuk

o Fonasi terperas

o Monotoni

o Kurang dinamis

o Istirahat pada waktu yang tepat

o Kalimat-kalimat yang pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan

o Istirahat diperpanjang

o Fonem-fonem diperpanjang

o Tekanan berkurang

o Bicara yang lambat

3) Tremor : karena tremor terjadi disfonia

3. (Charles Van Riper, 1984, 378)

Page 11: 137873686-DISARTRIA

Karakteristik Disartria Ataktis menurut Charles Van Riper adalah “The Ataxic finds it

very difficults to perfoms any complex activity – walking, writing, speaking – in a

smooth, integrated series of motions”.

Artinya : “Ataksik mendapati sangat kesulitan untuk melakukan aktivitas apa saja

yang komplek – berjalan, menulis, berbicara – secara lancar, mengintegrasikan

rangkaian dari gerakan”.

DAFTAR PUSTAKA

1. Charles Van Riper. Speech Correction An Introduction to Speech Pathology and Audiology.

New Jersy : Prentice – Hall. 1984.

2. Curtis E. Weiss. Clinical Management Of Articulatory and Phonologic Disorders. Baltimore :

Library of Congress Cataloging in Publication Data. 1987.

3. Ki Pranindyo H. A.. Perilaku Komunikasi Normal. Jakarta : Akademi Terapi Wicara. 1985.

4. Lee Edward Travis. Handbook of Speech Pathology and Audiology. New York : Appleton –

Century – Crofts Educational Division Meredith Corporation. 1971.

5. Lucille Nicolosi, Elizabeth Harryman, Janet Kresheck. Terminology of Communication

Disorders. Baltimore : Wiliams & Wilkins. 1989.

6. Reni I.I Dharmaperwira – Prins. Disartria – Apraksia Verbal dan TEDYVA. Jakarta :

Indomedika. 1985.

Page 12: 137873686-DISARTRIA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan

dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada

pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin

ada sebagai gejala yang menyertai.

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma

kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi

lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca,

ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

B. Etiologi

Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata

afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai

keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan

kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.

Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan

berbahasa.

Tabel Algoritma Klasifikasi Afasia Kortika

Kelancaran Pemahaman Mengulang Jenis Afasia

(Komprehensi) (Repetisi)

Page 13: 137873686-DISARTRIA

C. Manifestasi Klinis

Gejala dan Gambaran klinik Afasia

Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini

ditandai oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah

kata yang diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau:

"baaah, baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau

sangat terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi

(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga

terganggu berat.

Page 14: 137873686-DISARTRIA

Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua

daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri

serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir

selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.

Afasia Broca. Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara

yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau

paling banyak mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa

tata-bahasa (tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."

"Periksa...lagi...makan... banyak.."

Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara

spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun

pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami

kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud

ini").

Ciri klinik afasia Broca:

bicara tidak lancar

tampak sulit memulai bicara

kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)

pengulangan (repetisi) buruk

kemampuan menamai buruk

Kesalahan parafasia

Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat

yang sintaktis kompleks)

Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks

Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang

menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya. Lesi yang

mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodmann 45 dan 44)

dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba

paraventrikular tengah). Selain itu, ada pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama

Page 15: 137873686-DISARTRIA

daerah Brodmann 4; ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa

alba yang ekstensif.

Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di area Broca di

korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak akan terjadi afasia.

Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional. seperti frustasi dan

depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya atau merupakan gejala

yang menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dapat dipastikan.

Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik daripada afasia

global. Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi dengan keadaannya.

Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien

afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab

iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg

diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.

Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya

menjawab pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal

saya lalu sana sakit tanding tak berabir".

Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya parafasik.

Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik afasia Wernicke:

Keluaran afasik yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi baik

Prosodi baik

Anomia (tidak dapat menamai)

Parafasia fonemik dan semantik

Komprehensi auditif dan membaca buruk

Repetisi terganggu

Menulis lancar tapi isinya "kosong"

Page 16: 137873686-DISARTRIA

Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada pula yang tidak.

Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa, yaitu

bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita

psikosis.

Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa bagian

posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi

mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal

terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal,

ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi

subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks

temporal.

Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,

walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan

berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan

dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis,

parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.

Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan

manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa

pasien. Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan

mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

Afasia transkortikal. Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik

(terpelihara), namun fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan

dalam memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.

Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk.

Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan

membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca.

Sebaliknya, pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik,

namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan

menamai lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang

menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu

mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan

Page 17: 137873686-DISARTRIA

repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang

didengarnya).

Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal:

Keluaran (output) lancar (fluent)

Pemahaman buruk

Repetisi baik

Ekholalia

Komprehensi auditif dan membaca terganggu

Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai

Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan.

Gambaran klinik afasia motorik transkortikal:

Keluaran tidak lancar (non fluent)

Pemahaman (komprehensi) baik

Repetisi baik

Inisiasi ot/fpunerlambat

Ungkapan-ungkapan singkat

Parafasia semantik

Ekholalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

Tidak lancar (nonfluent)

Komprehensi buruk

Repetisi baik

Ekholalia mencolok

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan

sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal

antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di

Page 18: 137873686-DISARTRIA

perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau

tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan

sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk

kemampuan mengulang yang baik.

Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:

Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yang

dijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest).

Oklusi atau stenosis berat arteri karotis.

Anoksia oleh keracunan karbon monoksida.

Demensia.

Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam

menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini

disebut sebagai afasia anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan

kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai

nama objek.

Gambaran klinik alasia anomik:

Keluaran lancar

Komprehensi baik

Repetisi baik

Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.

Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik,

dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya

sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya

sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan

bergantung kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan

Page 19: 137873686-DISARTRIA

komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada

jenis afasia lain yang lebih berat.

Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di

talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat

menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin

antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.

Beberapa bentuk afasia mayor

Bentuk Afasia Ekspresi Komprehensi

verbal Repetisi Menamai

Komprehensi

membaca Menulis Lesi

Ekspresi

(Broca)

Tak lancar Relatif

terpelihara

Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Frontal Inferior

posterior

Reseptif

(Wermicke)

Lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Temporal Superior

Posterior (Area

Wernicke)

Global Tak lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Fronto temporal

Konduksi Lancar Relatif

terpelihara

Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Fasikulus arkualtus,

girus supramarginal

Nominal Lancar Relatif

terpelihara

Terpelihara Terganggu Bervariasi Bervariasi Girus angular, temporal

superior posterior

Transkortikal

motor

Tak lancar Relatif

terpelihara

Terpelihara Terganggu Bervariasi Terganggu Peri sylvian anterior

Transkortikal

sensorik

Lancar Terganggu Terpelihara Terganggu Terganggu Terganggu PerisylvianPosterior

D. Penatalaksanaan Medis

DASAR-DASAR REHABIL1TASI

Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :

1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah

memungkinkan pada fase akut penyakitnya.

2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan

pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.

3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).

Page 20: 137873686-DISARTRIA

4. Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar

belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.

5. Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-

learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan

tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah

dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).

6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien

afasi yang lain.

7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara

spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Kelancaran

berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini

diperiksa secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang

ringan iiImii pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes knlnncaran,

menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat dlproduksi selama jangka waktu yang

terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu

satu menit, ulnu menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S atau

huruf B dalam satu menit.

Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama

hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia.

Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik,

dengan variasi I 5 - 7.

Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang

normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan

simpang baku 4,5.

Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (±

4,8) pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu

dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia

Page 21: 137873686-DISARTRIA

dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin

merupakan batas normal bawah.

Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga

diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P.

Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan

sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan

yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya

penurunan kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini

pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan

Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan

klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil

yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman

(komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan

menunjuk.

Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya

memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.

Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai

pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami.

Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya:

mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada

pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus

diperhatikan oleh pemeriksa).

Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji,

vulpen, geretan. Suruh pasien menunjukkan salah sntu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian

suruhan dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian vulpen.

Pasion tanpa afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih

objek pada suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk

sampai 1 atau 2 objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah

objek yang hams ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal.

Page 22: 137873686-DISARTRIA

Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan

yang dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah ialah 50%, jumlah

pertanyaan harus banyak, paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :

"Andakah yang bernama Santoso?"

"Apakah AC dalam ruangan ini mati ?"

"Apakah ruangan ini kamar di hotel ?"

"Apakah diluar sedang hujan?"

"Apakah saat ini malam hari?"

Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian

meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang

ada disamping televisi".

Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu

menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar

mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks.

Pemeriksaan repetisi (mengulang)

Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mula-mula

kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat).

Jadi, kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya.

Cara pemeriksaan

Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian

lebih sulit. Contoh:

Map

Bola

Kereta

Rumah Sakit

Sungai Barito

Lapangan Latihan

Kereta api malam

Besok aku pergi dinas

Page 23: 137873686-DISARTRIA

Rumah ini selalu rapi

Sukur anak itu naik kelas

Seandainya si Amat tidak kena influensa

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah

tatabahasa, kelupaan dan penambahan.

Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.

Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun

ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik

daripada berbicara spontan.

Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan

mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah peri-sylvian. Bila

kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.

Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek

repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).

Pemeriksaan menamai dan menemukan kata

Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi herbahasa. Hal ini sedikit-

banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan

untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata

erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia.

Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek,

bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu

tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan

yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih

mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun

lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia

pada objek yang jarang dijumpainya.

Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan suku

kata pemula atau dengan menggunakan kalimat

Page 24: 137873686-DISARTRIA

penuntun. Misalnya: pisau. Kita dapat membantu dengan suku kata pi

Atau dengan kalimat: "kita memotong daging dengan ". Yang penting kita nilai ialah

sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula

pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak

dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk

rumah...kita putar".

Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama

beberapa objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan

memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum

menit, detik), lensa kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang

ada di ruangan: meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu

jari, lutut

Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu.

Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca

mata.

Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau

tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi.

Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.

Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut

dari antara beberapa nama objek.

Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.

Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan.

Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa

bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.

Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada

penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir

semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme

di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks

secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan

tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.

Page 25: 137873686-DISARTRIA

Pemeriksaan sistem bahasa

Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien

berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai (naming).

Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula

diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).

Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat

diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia,

dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada

pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya,

karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).

Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)

Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai

bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mula-

mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal

telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian,

mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau

kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau,

melempar bola, dsb.

Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum

penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri

sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan

kidalnya hampir sama (ambi-dextrous)

Pemeriksaan berbicara - spontan

Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara

spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat

memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak

kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.

Page 26: 137873686-DISARTRIA

Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba

ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda

serta hobi anda.

Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:

1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,

intonasi bicara terganggu). Pada afasia sering ada gangguan ritme dan

irama (disprosodi).

2. Apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata

(parafasia, neologisme), dan perseverasi. Perseverasi sering dijumpai

pada afasia.

Parafasia. Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia

semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu

kata dengan kata yang lain misalnya: "kucing" dengan "anjing". Parafasia fonemik, ialah

mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.

Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau

hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".

Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia

marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.

Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh

gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.

Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas yang dapat

dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa tes sederhana.

Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis

(aleksia dan agrafia)

Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan,

mengulang (repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.

Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau

memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan

menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien

Page 27: 137873686-DISARTRIA

sadar akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang

terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak

mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.

Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan

irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai

sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau

kurang difahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien

tidak begitu sadar akan kekurangannya.

Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia

ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.

Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa. Pasien

sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu

diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.

Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura

sylvii.

Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif

utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar

ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering

merupakan sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga

dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi

yang kecil.

Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik

semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.

Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas

tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan

dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan

rehabilitasi pasien.

Page 28: 137873686-DISARTRIA

F. Asuhan Keperawatan

1. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia)

2. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi

3. Harga diri rendah kronik yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat

kehilangan fungsi bicara

4. Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi

KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL

Data :

Mayor

Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat mengerti orang lain atau

Minor

Napas Pendek

Yang Berhubungan Dengan Iskimea Dari Lobus Temporal Atau Trontal

Kriteria Hasil

Individu akan :

1. Memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk mengekspresikan diri

2. Mengungkapkan penurunan frustsi dengan komunikasi

Intervensi

1. Identifikasi metoda alternatif yang dapat digunakan orang tersebut untuk

mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan dasar.

2. Jangan ubah ucapan, intonasi, atau jenis pesan Anda, karena pada tingkat orang dewasa

3. Anjurkan Keluarga untuk membagi perasaan-perasaan mengenai masalah-masalah dalam

berkomunikasi

4. Untuk individu dengan hambatan bahasa

Page 29: 137873686-DISARTRIA

a. Berkomunikasi tanpa tergesa-gesa, cara yang halus. Sopan dan format

b. Berbicara dengan suara pelan, sedang,. Dengarkan dengan cermat; validasikan pemahaman

mutualisme

c. Gunaikan gerakan tubuh dan gambar-gambar

d. Pertahankan agar pesan tetap sederhana; jangan gunakan istilah medis atau teknis

e. Jika diperlukan interpreter

Klarifikasi bahasa apa yang digunakan di rumah

Upayakan untuk menggunakan jender dan usia yang sama dengan klien

Hindari interpreter dari Negara yang berlawanan, berbeda kebangsaan

Mintalah untuk menerjemahkan dengan kata yang tepat.

KURANG PENGETAHUAN

DATA :

Mayor

Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi

Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat

perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan

Minor

Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis, ansietas, depresi)

mengakibatkan informasi atau kurang informasi

INTERVENSI :

Beri tahu tentang penatapelaksanaan terapi/rehabilitasi

HARGA DIRI RENDAH KRONIK

Mayor

Jangka panjang atau kronik:

Page 30: 137873686-DISARTRIA

Pengungkapan diri yang negative

Ekspresi rasa bersalah/malu

Evaluasi diri karena tidak dapat menangani kejadian

Menjauhi rasionalisasi/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative

mengenai diri

Ragu untuk mencoba hal-hal/situasi baru

Minor

Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya

Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain

Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan)

Tidak asertif/pasif

Keragu-raguan

Mencari jaminan secara berlebihan

Yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat : Kehilangan fungsi tubuh

KRITERIA HASIL

Individu akan :

1. Memodifikasi harapan diri yang berlebihan dan tidak realistis

2. Mengungkapkan penerimaan keterbatasan

3. Mengidentifikasi aspek positif dari diri

Intervensi

1. Bantu individu untuk mengurangi tahapan ansietas yang ada

2. Tingkat perasaan individu terhadap diri

a. Penuh perhatian

b. Menghargai ruang pribadi individu

Page 31: 137873686-DISARTRIA

c. Pastikan interpretasi Anda terhadap apa yang dikatakan ataudialami (“Apakah ini yang anda

maksud?”)

3. Tidak membiarkan individu untuk mengisolasi diri

KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL

DATA :

Mayor

Melaporkan ketidakmampuan untuk menetapkan dan/atau mempertahankan hubungan suportif

yang stabil

Ketidakpuasan dengan jaringan sosial

Minor

Isolasi sosial

Hubungan superficial

Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal

Menghindari orang lain

Kesulitan Interpersonal di tempat kerja

Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah

Perasaan teng\tang tidak dimengerti

Perasaan tentang penolakan

KRITERIA HASIL

Individu akan :

1. Menyatakan masalah dengan sosialisasi

2. Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif

3. Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku pengganti kontstruktif

Intervensi Generik

1. Berikan individu hubungan suportif

Page 32: 137873686-DISARTRIA

2. Bantu untuk mengidentifikasikan bagaimana stress dapat mencetuskan masalah

3. Dukung pertahanan kesehatan

4. Bantu untuk mengidentifikasi alternative tindakan

5. Bantu dalam menganalisa pendekatan yang berfungsi paling baik

6. Bermain peran situasi bermasalah. Diskusikan perasaan-perasaan

Page 33: 137873686-DISARTRIA

2.1 Definisi

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang

hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah

kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher

merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),

laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.

Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu penduduk

Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras

kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan

jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

2.2 Etiologi

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup

banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca

Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena

agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gan HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen

pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca

Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian

menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan , sehingga

lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

1. Virus EB

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen

kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) ,

dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

1. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk

VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer

geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker

lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat

menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila

penyakitnya rekuren atau memburuk.

2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan

EBNA.

Page 34: 137873686-DISARTRIA

3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,

ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti

juga banyak.

4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan

karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut

berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,

kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih

tinggi dari keluarga di area insiden rendah.

2. 2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses

timbulnya kanker nasofaring .

3. 3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan

kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil

yang berefek mutagenik.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :

1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang

berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga

hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan

tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis.

Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.

2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini

disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan

di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana

negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien

dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara.

Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa

penuh di dalam telinga.

4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau

oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os

basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah yang

menyebabkan sefalgia reflektif.

Page 35: 137873686-DISARTRIA

5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior ,

dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial

masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks

petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial

III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot

mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area

temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa

saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.

6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe

kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut

permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada

mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya perama

kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.

7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi

tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis

tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-

ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan

pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati ,

paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin

dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG

2.4 Patofisiologi

Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat

dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang

terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi

dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan

sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1

adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut

mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen

yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi

differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel

kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

Penggolongan Ca Nasofaring :

1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.

1. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah

parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan

margo posterior garis tengah foramen magnum os oksipital ).

Page 36: 137873686-DISARTRIA

2. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis

kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial

kelompok anterior atau posterior.

3. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau

kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.

4. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .

5. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.

6. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .

7. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm

8. M0 : Tak ada metastasis jauh.

9. M1 : Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1. Stadium I : T1N0M0

2. Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0

3. Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0

4. Stadium IVa : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0

5. Stadium IVb :T apapun, N Apapun, M1

2.5 Pemeriksaan Diagnosis

Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.

Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, limfadenopati

leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain

harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.

1. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan

arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.

1. Pemeriksaan saraf kranial

Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu

persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu

diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif

1. Pemeriksaan serologi virus EB

Page 37: 137873686-DISARTRIA

Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA,

EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan

perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap

memilki resiko tinggi kanker nasofaring :

1. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80

2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator

tersebut positif.

3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi

kontinyu atau terus meningkat.

Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop

elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb

dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.

1. Diagnosis pencitraan.

1. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan

luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi,

merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa

tingkat lanjut.

2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat

serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada

CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi,

juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara

fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .

3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan

metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih

dini 4-6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya

tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek

radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik .

maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat

penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang,

pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.

4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar

metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat

kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat

gambar PET-CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi,

membantu penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi

radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan

normal berkurang.

1. Diagnosis histologi

Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer nasofaring

untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis histologi yang

Page 38: 137873686-DISARTRIA

jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik pasti barulah

dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

2.6 Penatalaksanaan

a. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi

mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (

benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran

dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik),

pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.

b. Kemoterapi

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi

konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin

+5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.

DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan

hidrasi 3 hari )

5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.

Ulangi setiap 21 hari atau:

Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.

5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.

c. Terapi Biologis

Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

d. Terapi Herbal TCM

Page 39: 137873686-DISARTRIA

Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,

fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang

tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi

sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini

masih dalam penelitian lebih lanjut.

1. Terapi Rehabiltatif

Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh

karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.

1. Rehabilitas Psikis

Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk

disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.

1. Rehabilitas Fisik

Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan

fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi ,

berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara

bertahap.

1. Pembedahan

Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :

1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.

2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring

1. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.

2. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa

grade I, II, adenokarsinoma.

3. Komplikasi radiasi.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Page 40: 137873686-DISARTRIA

a. Identitas/ biodata klien

1. Nama

2. Tempat tanggal lahir

3. Umur

4. Jenis Kelamin

5. Agama

6. Warga Negara

7. Bahasa yang digunakan

Penanggung Jawab

1. Nama

2. Alamat

10. Hubungan dengan klien

b. Keluhan Utama

Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa

lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

g. Keadaan Lingkungan

3.2 Observasi

3.2.1 Keadaan Umum

1. Suhu

2. Nadi

3. Tekanan Darah

4. RR

5. BB

6. Tinggi badan

3.2.2 Pemeriksaan Persistem

B1 (breathing) : RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat.

Page 41: 137873686-DISARTRIA

B2 (blood) : normal

B3 (brain) : Pusing, nyeri, gangguan sensori

B4 (bladder) : Normal

B5 (bowel) : Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun

B6 (bone) : Normal

3.3 Diagnosa

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).

2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan status

organ sekunder metastase tumor

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan yang kurang.

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan

penyakit.

3.4 Intervensi

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).

Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil :

Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri

Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi,

frekuensi, durasi

1. Informasi memberikan data dasar untuk

mengevaluasi kebutuhan/keefektivan

intervensi

2. Meningkatkan relaksasi dan membantu

Page 42: 137873686-DISARTRIA

1. Berikan tindakan kenyamanan dasar

(reposisi, gosok punggung) dan

aktivitas hiburan.

2. Dorong penggunaan ketrampilan

manajemen nyeri (teknik relaksasi,

visualisasi, bimbingan imajinasi)

musik, sentuhan terapeutik.

3. Evaluasi penghilangan nyeri atau

control

Kolaborasi

1. Berikan analgesik sesuai indikasi

misalnya Morfin, metadon atau

campuran narkotik

memfokuskan kembali perhatian

1. Memungkinkan pasien untuk

berpartisipasi secara aktif dan

meningkatkan rasa kontrol

1. Kontrol nyeri maksimum dengan

pengaruh minimum pada AKS

1. Nyeri adalah komplikasi sering dari

kanker, meskipun respon individual

berbeda. Saat perubahan penyakit atau

pengobatan terjadi, penilaian dosis dan

pemberian akan diperlukan

1. Gangguan sensori persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan status

organ sekunder metastase tumor

Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.

Kriteria Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.

Intervensi Rasional

1. Tentukan ketajaman

pendengaran, apakah satu

atau dua telinga terlibat .

2. Orientasikan pasien terhadap

lingkungan.

3. Observasi tanda-tanda dan

gejala disorientasi.

1. Mengetahui perubahan dari hal-hal

yang merupakan kebiasaan pasien .

2. Lingkungan yang nyaman dapat

membantu meningkatkan proses

penyembuhan.

3. Mengetahui faktor penyebab

Page 43: 137873686-DISARTRIA

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.

2. Pasien mematuhi dietnya.

3. Kadar gula darah dalam batas normal.

4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi dan

kebiasaan makan.

1. Anjurkan pasien untuk

mematuhi diet yang telah

1. Untuk mengetahui tentang

keadaan dan kebutuhan nutrisi

pasien sehingga dapat

diberikan tindakan dan

pengaturan diet yang adekuat.

1. Kepatuhan terhadap diet

dapat mencegah komplikasi

terjadinya

hipoglikemia/hiperglikemia.

gangguan persepsi sensori yang lain

dialami dan dirasakan pasien.

Page 44: 137873686-DISARTRIA

diprogramkan.

1. Timbang berat badan setiap

seminggu sekali.

4. Identifikasi perubahan pola makan.

1. Mengetahui perkembangan

berat badan pasien (berat

badan merupakan salah satu

indikasi untuk menentukan

diet).

1. Mengetahui apakah pasien

telah melaksanakan program

diet yang ditetapkan.

1. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan

pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.

2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan

pasien/keluarga tentang

penyakit DM dan Ca.

Nasofaring

1. Untuk memberikan informasi

pada pasien/keluarga, perawat

perlu mengetahui sejauh mana

informasi atau pengetahuan yang

diketahui pasien/keluarga.

Page 45: 137873686-DISARTRIA

1. Kaji latar belakang pendidikan

pasien.

1. Jelaskan tentang proses

penyakit, diet, perawatan dan

pengobatan pada pasien

dengan bahasa dan kata-kata

yang mudah dimengerti.

1. Jelasakan prosedur yang kan

dilakukan, manfaatnya bagi

pasien dan libatkan pasien

didalamnya.

1. gambar-gambar dalam

memberikan penjelasan (jika

ada / memungkinkan).

1. Agar perawat dapat memberikan

penjelasan dengan menggunakan

kata-kata dan kalimat yang dapat

dimengerti pasien sesuai tingkat

pendidikan pasien.

1. Agar informasi dapat diterima

dengan mudah dan tepat

sehingga tidak menimbulkan

kesalahpahaman.

4. Dengan penjelasdan yang ada dan

ikut secra langsung dalam tindakan yang

dilakukan, pasien akan lebih kooperatif

dan cemasnya berkurang.

1. Gambar-gambar dapat

membantu mengingat penjelasan

yang telah diberikan.

5.Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan

penyakit.

Page 46: 137873686-DISARTRIA

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya

Kriteria Hasil :

1) Menjaga postur yang terbuka

2) Menjaga kontak mata

3) Komunikasi terbuka

4) Menghormati orang lain

5) Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

6) Menerima kritik yang konstruktif

7) Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh

pasien.

Beri kesempatan pada pasien untuk

mengungkapkan rasa cemasnya.

1. Gunakan komunikasi terapeutik.

Beri informasi yang akurat tentang proses

penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta

dalam tindakan keperawatan.

Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,

dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha

memberikan pertolongan yang terbaik dan

1. Untuk menentukan tingkat kecemasan

yang dialami pasien sehingga perawat

bisa memberikan intervensi yang cepat

dan tepat.

1. Dapat meringankan beban pikiran

pasien.

Agar terbina rasa saling percaya antar

perawat-pasien sehingga pasien kooperatif

dalam tindakan keperawatan.

Informasi yang akurat tentang penyakitnya

dan keikutsertaan pasien dalam melakukan

tindakan dapat mengurangi beban pikiran

pasien.

Sikap positif dari timkesehatan akan

membantu menurunkan kecemasan yang

Page 47: 137873686-DISARTRIA

seoptimal mungkin.

1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk

mendampingi pasien secara bergantian.

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan

nyaman.

dirasakan pasien.

1. Pasien akan merasa lebih tenang bila

ada anggota keluarga yang menunggu.

1. Lingkung yang tenang dan nyaman

dapat membantu mengurangi rasa

cemas

1.

ii.

DOWNLOAD : WOC KANKER NASOFARING

Askep Tinnitus

TINNITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa

rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau

berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul.(Putri

Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam Indonesia)

Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun

tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu

sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di

ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga

Page 48: 137873686-DISARTRIA

Mendenging . Indopos Online)

2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa penyebabnya anatara lain:

a) Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa berdenging akan

hilang

b) Infeksi telinga tengah dan telinga dalam

c) Gangguan darah

d) Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf pendengaran

e) Penyakit meniere‟s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput meningkat,

menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus

f) Keracunan obat

g) Penggunaan obat golongan aspirin ,dsb.

3. PATOFISIOLOGI

Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:

- Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh

- Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging

Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena

gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan

inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada

sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.

Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam

rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga,

merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi

terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi

maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh

penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga

kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput.

Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara

berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar.

Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan

timbulnya denging.

Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami

ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang

berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan

nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka

waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan

bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.

4. GEJALA

Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah

lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat

terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus

bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala

rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.

5. DIAGNOSIS

Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga, sehingga untuk memberikan

pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan penyebab, dan biasanya

Page 49: 137873686-DISARTRIA

memanng cukup sulit untuk di ketahui.

Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat terjadinya kebisingan, perlu

pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone audiometry). Pada pemeriksaan nada murni

gamabaran khas berupa takik (notch) pada frekuensi 4kHz. Anamnesis merupakan hal utama dan

terpenting dalam menegakkan diagnosa tinnitus. Hal yang perlu di gali adalah seperti kualitas

dan kauantitas tinnitus, apakah ada gejala lain yangmenyertai, seperti vertigo, gangguan

pendengaran, atau gejala neurologik. Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin di

lakukan, dan juga pemeriksaan penala, audiometri nada murni, audiometri tutur, dan bila perlu

lakkukan ENG.

6. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut:

a. Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering mendengarkan suara bising(misalnya

diskotik, konser musik, walkman, loudspeaker, telpon genggam)

b. Batasi pemakaian walkman, jangan mendengar dengan volume amat maksimal

c. Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising.

d. Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam

e. Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf untuk melakukan perbaikan, seperti ginkogiloba,

vit A dan E

f. Lain-lain

7. PENGOBATAN

Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :1. Elektrofisiologik, yaitu

memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan intensitas suara yang lebih keras

dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinnitus masker.2. Psikologik, yaitu dengan

memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya

tidakmembahayakan dan bisa disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang

harus didengarnya setiap saat.3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan

yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilizer, antidepresan

sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik

neuroma. Namun, sedapat mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan

denging yang diderita benar-benar parah.

(http://www.radarlampung.co.id/edisi_minggu/keluarga/denging,_efek_listrik_tubuh.radar)

Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu memenuhi kebutuhan

istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri,

sehingga perlu di tangani, juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi,

sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut, karena penggunaan obat

penenang juga tidak terlalu baik dan hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a) Aktivitas

- Gangguan keseimbangan tubuh

- Mudah lelah

b) Sirkulasi

- Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)

c) Nutrisi

- Mual

Page 50: 137873686-DISARTRIA

d) Sistem pendengaran

- Adanya suara abnormal(dengung)

e) Pola istirahat

- Gangguan tidur/ Kesulitan tidur

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)

Tujuan/kriteria hasil:

- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat

Intervensi:

- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut

- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya

- Berikan penyuluhan tentang tinnitus

- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan

- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress

b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran

Tujuan /kriteria hasil:

Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi

Intervensi:

- Kaji tingkat kesulitan tidur

- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur

- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut

c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi

Tujuan/kriteria hasil:

Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan

Intervensi:

- Kaji kesulitan mendengar

- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien

- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal

- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia