135837275-syalalalala

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Karies masih menjadi masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan (2007) menyebutkan bahwa prevalensi karies penduduk di Indonesia dengan usia diatas 12 tahun mencapai 46,5%, persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Depkes RI (2007) sebesar 23,9% karies diderita oleh kelompok umur 6   12 tahun , sedangkan angka karies untuk usia produktif 15   54 tahun sebesar 51,76%. Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dan sementum) yang disebabkan oleh aktivitas bakteri akibat dari karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri (Soesilo dkk, 2005). Etiologi dari karies adalah multifaktor, terdapat 4 faktor utama yang berperan yaitu host , mikroorganisme, substrat dan waktu (Soesilo dkk, 2005) (Fejerskov dan Kidd, 2008). Mekanisme terjadinya karies adalah, setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung gula, terutama yang mengandung sukrosa maka glikoprotein (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) yang melekat di gigi akan mulai membentuk plak. Bakteri pada plak akan memfermentasikan karbohidrat yang menyebabkan perubahan pH salivasi plak menjadi asam

Transcript of 135837275-syalalalala

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Karies masih menjadi masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut di

    Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan (2007)

    menyebutkan bahwa prevalensi karies penduduk di Indonesia dengan usia

    diatas 12 tahun mencapai 46,5%, persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan

    dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Depkes RI (2007)

    sebesar 23,9% karies diderita oleh kelompok umur 6 12 tahun , sedangkan

    angka karies untuk usia produktif 15 54 tahun sebesar 51,76%.

    Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dan

    sementum) yang disebabkan oleh aktivitas bakteri akibat dari karbohidrat

    yang dapat difermentasikan oleh bakteri (Soesilo dkk, 2005). Etiologi dari

    karies adalah multifaktor, terdapat 4 faktor utama yang berperan yaitu host,

    mikroorganisme, substrat dan waktu (Soesilo dkk, 2005) (Fejerskov dan Kidd,

    2008). Mekanisme terjadinya karies adalah, setelah mengkonsumsi makanan

    yang mengandung gula, terutama yang mengandung sukrosa maka

    glikoprotein (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) yang melekat di

    gigi akan mulai membentuk plak. Bakteri pada plak akan memfermentasikan

    karbohidrat yang menyebabkan perubahan pH salivasi plak menjadi asam

  • 2

    sehingga menjadi proses demineralisasi. Proses demineralisasi yang berlanjut

    terus-menerus maka akan menyebabkan karies (Fejerskov dan Kidd, 2008).

    Bakteri yang melakukan perlekatan dalam pembentukan plak untuk

    membentuk koloni yaitu S. sanguinis, S. oralis, S. gordom, Lactobacilli dan S.

    mutans. Streptococcus mutans adalah bakteri pemicu pembentukan plak.

    Selain itu Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri yang dominan

    pada plak gigi yang berperan dalam proses karies (Suwandi, 2012).

    Penggunaan obat kumur adalah salah satu cara yang efektif dalam

    menjaga kesehatan gigi (Endarti dkk, 2007). Penghilangan plak terhadap gigi

    maupun terhadap jaringan penyangga dapat dilakukan secara mekanis seperti

    dengan sikat gigi, dental floss, sikat interdental serta obat kumur. Penggunaan

    obat kumur sebagai antiseptik diperlukan untuk membantu menghambat

    pertumbuhan bakteri dan menurunkan konsentrasi bakteri pada plak gigi

    (Suwandi, 2012). Obat kumur tersedia dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk

    kumur dan spray. Komposisi obat kumur terdiri dari antibacterial agent seperti

    Chlorhexidine dan Cetylpyridinium chloride (Manson dan Eley, 2004).

    Larutan garam dapat dipakai sebagai obat kumur karena garam

    mempunyai kandungan chloride yang berfungsi sebagai oksidator yang dapat

    merusak dinding bakteri. Salam (2012) melakukan penelitian menggunakan

    konsentrasi larutan air garam 8%, 9%, 10%, 11% dan 12% dalam

  • 3

    menghambat Streptococcus mutans, menyatakan bahwa konsentrasi minimal

    air garam dalam menghambat Streptococcus mutans sebesar 10% .

    Obat kumur yang mengandung alkohol dapat mengiritasi mukosa dan

    jaringan lunak rongga mulut, sehingga dikembangkan formula obat kumur

    non alkohol yang efektif dengan efek samping minimal (Suwandi, 2012).

    Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa ammonium kuartenari yang

    mempunyai aktivitas spectrum luas sebagai antibacterial. CPC dapat

    menghambat kesatuan bakteri hingga mengganggu pematangan plak,

    menghambat sintesis glukan yang tidak larut oleh glucosytransferase

    Streptococcus mutans (Williams, 2011). Menurut penelitian Schaeffer dkk

    (2011) menyebutkan bahwa CPC dengan konsentrasi 0,075% tanpa alkohol

    sanggup membunuh bakteri Streptococcus mutans lebih dari 99,9%.

    Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui adanya

    perbedaan daya hambat antara larutan air garam konsentrasi 10%, 11% dan

    12% dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium Chloride (CPC)

    0,075% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

  • 4

    B. Rumusan masalah

    Apakah terdapat perbedaan daya hambat larutan air garam 10%, 11% dan

    12% dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium Chloride (CPC)

    0,075% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ?

    C. Tujuan

    1. Tujuan umum

    Mengetahui apakah terdapat perbedaan daya hambat antara larutan air

    garam 10%, 11% dan 12% dengan obat kumur non alkohol

    Cetylpyridinium Chloride (CPC) 0,075% terhadap pertumbuhan bakteri

    Streptococcus mutans.

    2. Tujuan khusus

    a. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat

    diantara sediaan larutan air garam 10% terhadap bakteri Streptococcus

    mutans.

    b. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat

    diantara sediaan larutan air garam 11% terhadap bakteri Streptococcus

    mutans.

    c. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat

    diantara sediaan larutan air garam 12% terhadap bakteri Streptococcus

    mutans.

  • 5

    D. Manfaat

    1. Manfaat teoritis

    Hasil penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan di bidang

    kesehatan gigi dan mulut tentang perbedaan daya hambat antara larutan

    garam dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium chloride (CPC)

    terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

    2. Manfaat praktis

    a. Sebagai pertimbangan memilih obat kumur di pasaran.

    b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pencegahan karies di

    bidang kesehatan gigi dan mulut.

    c. Mampu memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

    di kedokteran gigi mengenai pengaruh air garam terhadap

    Streptococcus mutans.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Obat kumur

    1. Definisi

    Obat kumur adalah suatu cairan atau larutan yang dapat memberi efek

    kesegaran mulut dan nafas serta menghilangkan dan membersihkan

    rongga mulut dari bakteri penyebab kelainan atau penyakit rongga mulut

    (Powers dan Sakaguchi, 2009). Obat kumur dapat berfungsi untuk

    mengontrol plak dengan cara meminimalkan pembentukan plak,

    mengatasi halitosis atau bau mulut dan mengurangi kedalaman poket pada

    penderita gingivitis (Sudiono, 1999 cit. Yuliharsini, 2005). Obat kumur

    efektif ketika digunakan pada pagi atau sore hari setelah pembersihan gigi

    secara mekanis dengan sikat gigi dan pasta gigi (Powers dan Sakaguchi,

    2009). Obat kumur adalah formulasi yang cocok sebagai antimicrobial

    yang mengandung campuran komponen aktif air dan alcohol dengan

    penambhaan surfactant dan penambah rasa (Fejerskov dan Kidd, 2008).

    2. Fungsi obat kumur

    Menurut Fejerskov dan Kidd (2008) obat kumur termasuk agent

    kimiawi yang dapat mengurangi biofilm dengan berbagai tahap pada

    pembentukan biofilm atau pematangan melalui satu atau lebih dari

    mekanisme berikut :

  • 7

    a. Menghambat adhesi dan kolonisasi bakteri

    b. Menghambat pertumbuhan dan metabolism bakteri

    c. Mengganggu pematangan biofilm dalam mikroorganisme

    d. Merubah biokimia dan ekologi biofilm.

    Menurut Combe (1992) obat kumur berfungsi untuk :

    e. Menghilangkan bakteri

    f. Bahan astringent

    g. Bahan deodorantia

    h. Memberi khasiat therapeutic untuk menghilangkan infeksi auat

    mencegah terjadinya karies

    3. Komponen yang terkandung

    Komposisi dalam obat kumur terdiri dari tiga bahan utama. Bahan

    aktif yang dipilih mempunyai keuntungan sebagai anti karies, antimikroba

    dan mengurangi adhesi dari plak. Bahan ini dibentuk berupa larutan dari

    air atau alkohol. Alkohol digunakan untuk melautkan beberapa bahan

    aktif, meningkatkan rasa dan sebagai bahan pengawet untuk memperlama

    penyimpanan (Powers dan Sakaguchi, 2009). Chlorhexidine dan

    quaternary ammonium (Cetylpyridinium Chloride) adalah salah satu

    bahan yang bertindak sebagai antibacterial, sorbitol sebagai humectan

    yang berfungsi untuk mencegah kekeringan , surfactant berfungsi untuk

    menjaga bahan-bahan dalam larutan serta terdapat kandungan air,

  • 8

    pemanis, bahan pewarna, flavorings agents atau bahan pemberi rasa

    (Manson and Eley, 2004).

    4. Perbedaan obat kumur yang mengandung alkohol dengan obat kumur non

    alkohol

    Kandungan obat kumur sangat bervariasi, terdapat obat kumur yang

    mengandung alkohol dan ada obat kumur bebas alkohol. Di dalam

    chlorhexidine terdapat kandungan alkohol (Quiryen dkk, 2005 cit.

    Suwandi, 2012). Selain itu Chlorhexidine gluconate (Peridex, 0.12%)

    adalah sebagai antibacterial untuk mengontrol pathogen rongga mulut,

    sebagai agent anti plak yang paling efektif yang dapat mengurangi plak

    sebanyak 50% sampai 60%. Agent antimicrobial yang paling efektif

    dalam untuk rongga mulut adalah chlorhexidine. Chlorhexidine termasuk

    dalam spectrum luas dalam aktivitas melawan jamur, yeast dan lebih luas

    lagi bakteri gram positive dan bakteri gram negative. Chlorhexidine juga

    dapat mengurangi plak, karies dan gingivitis. Tetapi penggunaan obat

    kumur ini tidak boleh terlalu lama karena adanya efek yang ditimbulkan

    (Marsh dan Martin, 2009). Obat kumur yang mengandung alkohol dapat

    menyebabkan mulut kering dan apabila digunakan secara terus-menerus

    menyebabkan mukosa mulut terkelupas (Pintauli, 2008). Selain itu obat

    kumur yang mengandung alcohol dapat meningkatkan pembentukan

    kalkulus, menyebabkan pewarnaan atau stain pada gigi maupun restorasi

  • 9

    (Cappelli and Mobley, 2008). Menurut Marsh dan Martin (2009) pada

    konsentrasi subletal chlorhexidine dapat berfungsi :

    a. Menghilangkan aktivitas system transport gula sehingga dapat

    menghambat produksi asam streptococcus

    b. Menghambat penyerapan asam amino dan katabolisme dalam

    beberapa streptococcus seperti S. sanguinis.

    c. Menghambat protease utama dalam Porphyromonas gingivalis

    d. Mempengaruhi berbagai fungsi membrane termasuk sintesis ATP dan

    memelihara ion gradient dalam Streptococcus mutans

    Obat kumur non alkohol saat ini juga banyak digunakan karena

    melihat efek minimalnya dibanding dengan obat kumur yang mengandung

    alkohol. Obat kumur non alkohol sama efektifnya dengan obat kumur

    alcohol dalam membasmi bakteri dalam rongga mulut. Hanya saja efek

    yang ditimbulkan tidak sebesar seperti obat kumur yang mengandung

    alkohol yang dapat menyebabkan pewarnaan ekstrinsik pada gigi dan

    lidah, rasa sakit dan iritasi pada mukosa mulut karena mengandung

    alckohol (Camargo dkk, 2010 cit. Suwandi, 2012). Salah satu obat kumur

    non alcohol adalah Cetylpyridinium chloride. Menurut Manson dan Elya

    (2004) salah satu fungsi kandungan obat kumur adalah sebagai

    antibacterial diantaranya quaternary ammonium dimana Cetylpyridinium

    chloride termasuk dalam golongan tersebut.

    5. Manfaat obat kumur non alkohol

  • 10

    Penggunaan obat kumur non alkohol lebih dianjurkan daripada obat

    kumur yang mengandung alkohol. Para pengamat klinis telah meneliti

    khasiat antibakteri dari obat kumur non alkohol, seperti obat kumur yang

    mengandung amine fluoride dibandindingkan dengan klorheksidin. Hasil

    yang didapat bahwa obat kumur yang non alkohol juga sama efektifnya

    dalam mengurangi akumulasi plak dan hasilnya sama baiknya dengan obat

    kumur yang mengandung alkohol (Camargo dkk, 2010 cit. Suwandi,

    2012). Para ahli telah mengembangkan obat kumur non alkohol ini untuk

    mendapatkan obat kumur yang berkhasiat dengan efek yang minimal

    (Suwandi, 2012).

    Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat

    berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler

    serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat

    kumur ini efektif untuk membunuh bakteri. Crest Pro-Health Rinse oleh

    Procter dan Gamble menggunakan obat kumur non alcohol sebagai

    antiplak atau antigingivitis, obat kumur yang digunakan yaitu

    Cetylpyridinium chloride (Harris dkk, 2009).

    B. Garam

    1. Definisi

  • 11

    http://en.wikipedia.org/wiki/File:Halit-Kristalle.jpg

    Terdapat beberapa variasi istilah garam dalam bahasa inggris dan

    bahasa-bahasa yang berhubungan. Halite adalah nama kristalisasi dari

    sodium chloride yang artinya garam, nama ini diberikan oleh E.F Glocker

    pada tahun 1847 (Salt 1, 2010). Selain dikenal dengan halit, garam juga

    dikenal sebagai garam meja .Garam merupakan mineral kristal yang

    terutama terdiri dari natrium klorida (NaCl), suatu senyawa kimia milik

    kelas yang lebih besar dari ion garam Garam adalah kristal padat, putih,

    abu-abu pucat merah muda atau cahaya dalam warna, biasanya diperoleh

    dari deposito air laut atau batu. Garam untuk konsumsi manusia

    diproduksi dalam berbagai bentuk diantaranya garam dimurnikan (seperti

    garam laut), garam halus (garam meja) dan garam beryodium. (Salt 2,

    2010).

  • 12

    2. Fungsi garam

    Halit akan berguna dalam memasak, pengawetan makanan, dan

    produksi bahan kimia. Halit juga berfungsi untuk soda abu, soda kaustik,

    asam klorida, klorin, natrium logam, bahan keramik, metalurgi,

    menyembuhkan dari jangat, air mineral, pembuatan sabun, pelembut air

    rumah, jalan raya de-icing, fotografi, herbisida, pemadam kebakaran,

    reaktor nuklir, obat kumur dan obat-obatan (Salt 1, 2010).

    3. Pengaruh garam

    Klorida dan natrium ion adalah dua komponen utama garam yang

    dibutuhkan oleh semua makhluk hidup yang dikenal dalam jumlah kecil.

    Keduanya berfungsi dalam mengatur kadar air (keseimbangan cairan)

    tubuh. Ion natrium itu sendiri digunakan untuk sinyal listrik dalam sistem

    saraf. Karena pentingnya untuk kelangsungan hidup, garam telah sering

    dianggap sebagai komoditas yang berharga selama sejarah manusia..

    Namun, konsumsi garam telah meningkat selama zaman modern, para

    ilmuwan telah menjadi sadar akan risiko kesehatan yang berhubungan

    dengan asupan garam tinggi, termasuk tekanan darah tinggi pada individu

    yang sensitif. The Amerika Serikat Departemen Kesehatan dan Layanan

    Kemanusiaan merekomendasikan bahwa individu mengkonsumsi tidak

    lebih dari 1500-2300 mg sodium (3750-5750 mg garam) per hari

    tergantung pada usia (Salt 2, 2010).

  • 13

    4. Hubungan larutan air garam dalam menghambat pertumbuhan bakteri

    Streptococcus mutans

    Garam telah digunakan selama lebih dari 3.500 tahun sebagai cagar

    makanan alami dan kemampuannya untuk membunuh bakteri yang masih

    dianjurkan untuk pengobatan alami luka dan infeksi dan telah dikenal

    sangat efektif dalam pengobatan sakit gigi. Garam memiliki daya anti

    bakteri dengan cara menarik air dari bakteri melalui osmosis

    menyebabkan bakteri menyusut dan mati. Osmosis adalah proses dimana

    air dari konsentrasi garam yang lebih rendah perjalanan di seluruh

    membran sel penghalang untuk konsentrasi yang lebih tinggi. Kebanyakan

    sakit gigi timbul dari beberapa jenis infeksi baik dari gigi yang retak atau

    gigi berlubang, bakteri mengambil terus dari partikel makanan yang

    membusuk di mana infeksi masuk. Garam sangat ideal dalam pengobatan

    infeksi serta menangani masalah nyeri yang timbul dari terinfeksi gigi.

    Air asin memiliki daya antibakteri dua kali lipat karena menarik keluar

    infeksi dari jaringan gusi yang terkena (Toothachefixer, 2010).

    Adanya water-insoluble Glucan dari sukrosa dipercaya menjadi faktor

    utama dalam akumulasi streptococcus mutans pada permukaan lunak.

    Bermacam-macam mono-atau divalent cation merangsang formasi water-

    insoluble Glucan oleh extracellular glucosyltransferase dari streptococcus

    mutans 6715 (Mukasa dkk, 1979 cit. Salam, 2012). Streptococcus mutans

    telah dianggap sebagai penyebab utama karies gigi pada manusia. Sintesis

  • 14

    dari water-insoluble glucan (WIG) dari sukrosa oleh glucosyltransferase

    dari streptococcus mutans merupakan tahap yang penting dalam

    perkembangan karies. Garam dapat mempengaruhi aktivitas extracellular

    WIG-GTase oleh strain PS-14 walaupun peranan garam dalam aktivitas

    GTase tidak diketahui secara saksama. Efek garam mungkin dikarenakan

    perturbasi dan peningkatan permeabilitas sel membrane, perubahan

    GTase, stabilisasi enzyme, dan pelepasan batas sel GTase (Takada dan

    Fukushima, 1986 cit. Salam, 2012).

    5. Efek konsentrasi larutan air garam 10%, 11% dan 12% terhadap

    Streptococcus mutans

    Larutan garam dapat dipakai sebagai obat kumur karena garam

    mempunyai kandungan chloride yang berfungsi sebagai oksidator yang

    dapat merusak dinding bakteri. Salam (2012) melakukan penelitian

    menggunakan konsentrasi larutan air garam 8%, 9%, 10%, 11% dan 12%

    dalam menghambat Streptococcus mutans, menyatakan bahwa konsentrasi

    minimal air garam dalam menghambat Streptococcus mutans sebesar

    10%.

    C. Cetylpyridinium chloride

    1. Definisi

  • 15

    Cetylpyridinium chloride termasuk dalam golongan quaternary

    ammonium compounds yang dapat menghambat petumbuhan bakteri serta

    sebagai agen antiplak dan gingivitis (Cortelli dkk, 2008). Cetylpyridinium

    chloride termasuk dalam agen antibacterial dalam obat kumur yang

    termasuk dalam quaternary ammonium salts (Manson dan Eley, 2004).

    Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat

    berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler

    serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat

    kumur ini efektif untuk membunuh bakteri. Crest Pro-Health Rinse oleh

    Procter dan Gamble menggunakan obat kumur non alcohol sebagai

    antiplak atau antigingivitis, obat kumur yang digunakan yaitu

    Cetylpyridinium chloride (Harris dkk, 2009).

    Cetylpyridinium chloride memiliki dua molekul yaitu hidrophilic dan

    hydrophobic, sehingga memungkinkan ion dan hydrophobic interaksi. Hal

    ini diasumsikan bahwa interaksi mikroorganisme terjadi melalui

    pengikatan kation dalam banyak cara sama halnya dengan chlorhexidine

    (Fejerskov dan Kidd, 2008).

    2. Peranan Cetylpyridinium chloride dalam menghambat pertumbuhan

    bakteri Streptococcus mutans

    Cetylpyridinium chloride dapat menghambat kesatuan bakteri hingga

    mengganggu pematangan plak, menghambat sintesis glukan yang tidak

    larut oleh glucosytransferase Streptococcus mutans. Senyawa microbial

  • 16

    cell surface dan integrasi ke dalam membrane cytoplasmic. Hasil dari

    interaksi tersebut adalah adanya gangguan dalam membrane yang tidak

    utuh lagi akibat adanya kebocoran senyawa cytoplasmic, gangguan

    metabolism sel, menghambat pertumbuhan sel dan sel mati (Williams,

    2011). Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat

    berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler

    serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat

    kumur ini efektif untuk membunuh bakteri (Harris dkk, 2009).

    Cetylpyridinium chloride hubungannya dengan antimicrobial hanya dapat

    mengambat bakteri selama 3 jam, dibandingkan dengan Chlorhexidine

    yang mampu menghambat bakteri selama 12 jam (Cortelli dkk,

    3. Efek konsentrasi Cetylpyridinium chloride 0,075% terhadap partumbuhan

    bakteri Streptococcus mutans

    Menurut penelitian Schaeffer dkk (2011) menyebutkan bahwa

    Cetylpyridinium chloride dengan konsentrasi 0,075% tanpa alkohol

    sanggup membunuh bakteri Streptococcus mutans lebih dari 99,9%.

    Cetylpyridinium chloride 0,075% yang non alcohol efektif sebagai

    antibacterial, antiplak dan antigingivitis. Secara in vitro obat kumur

    Cetylpyridinium chloride mampu mengurangi >99,9% bakteri setelah 14

    hari menggunakan obat kumur Cetylpyridinium chloride secara terus-

    menerus (Williams, 2011).

  • 17

    D. Streptococcus mutans

    1. Definisi

    Streptococcus berada di dalam rongga mulut dan menjadi bakteri

    paling banyak dalam rongga mulut dibanding bakteri rongga mulut yang

    lain. Ada perhatian besar dalam Streptococcus mutans karena perannya

    yang menyebabkan karies gigi (Marsh dan Martin, 2009). Bakteri ini

    tumbuh optimal dalam suhu sekitar 18-40 dan pada pH 5,2 7 sesuai

    dengan pH plak (Jawetz dkk, 2008 cit. Wardhani, 2012). Streptococcus

    mutans merupakan pemberian nama dari J.K.Clarke pada tahun 1924 di

    Inggris. Dia menuliskan bahwa bakteri tersebut kelompok dalam

    streptococcus yang dapat menyebabkan karies pada manusia (Harris dkk,

    2009).

    Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif dengan dinding sel

    mengandung Lipoteichhoic acids (LTA). Terdapat dua faktor yang dapat

    mengatakan bahwa bakteri bersifat pathogen yaitu virulensi dan

    jumlahnya atau kwantitasnya. Virulensi adalah kemampuan bakteri dalam

    menyebabkan sakit atau infeksi pada host, termasuk dalam

    kemampuannya menginvasi, menghasilkan toksin dan enzim dan bahan

    yang dapat bertindak sebagai antigen bagi host. Sedangkan kwantitasnya

    atau jumlahnya yang dimaksud adalah jumlah bakteri yang menyebabkan

    infeksi pada host, sehingga dapat dikatakan apabila semakin meningkat

  • 18

    jumlah bakteri maka semakin meningkat factor virulensi bakteri

    (Indrawati, 2007).

    2. Morfologi dan Klasifikasi

    Streptococcus mutans termasuk dalam bakteri gram positif, bersifat

    nonmotil (tidak bergerak) dan bakteri anaerob fakultatif (Nugraha, 2008).

    Streptococcus merupakan kuman berbentuk coccus atau bulat dengan

    susunan yang khas berderet-deret membentuk rantai panjang atau pendek

    (Laboratorium mikrobiologi, 2010). Streptococcus mempunyai cirri khas

    berbentuk kokus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti

    rantai. Rantai tersebut terkadang terliht seperti bentuk batang dan kadang-

    kadang membentuk gambaran diplokokus. Panjang rantai tersebut

    bervariasi tergantung dari factor lingkungan. Streptococcus termasuk

    dalam bakteri gram positif, tetapi dalam biakan lama dan bakteri dalam

    kondisi mati akan terliht seperti gram negative, keadaan ini terjadi ketika

    inkubasi semalaman (Jawetz dkk, 2008).

    http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans_31.pdf

  • 19

    Klasifikasi menurut Nugraha (2008) :

    Kingdom : Monera

    Divisio : Firmicutes

    Class : Bacilli

    Order : Lactobacilalles

    Family : Streptococcaceae

    Genus : Streptococcus

    Species : Streptococcus mutans

    Dalam pembiakkan streptococcus mutans sebagian besar tumbuh di

    medium padat sebagai koloni discoid, biasanya berdiameter 1-2 mm.

    Pertumbuhan streptococcus biasanya kurang subur pada medium padat

    atau kaldu kecuali diperkaya oleh darah atau cairan jaringan (Jawetz dkk,

    2008). Streptococcus mutans dikenal sebagai bakteri penyebab utama

    terjadinya karies. Streptococcus mutans menyebar secara meluas pada

    populasi dengan karies yang tinggi atau sedang, tetapi dapat juga pada

    populasi tidak memiliki atau rendah kejadian karies. Hal itu jelas karena

    adanya faktor virulensi bakteri (Irwandi dkk, 2012).

    3. Patogenesis karies gigi

    Dalam rongga mulut terdapat lebih dari 400 spesies mikrrorganisme.

    Adanya suatu infeksi timbul dari interaksi antara host dan agent.

    Streptococcus mutans sebagai mikroorganisme utama penyebab karies

    gigi. Mikroorganisme tersebut bersifat komensal dan dapat berubah

  • 20

    menjadi opportunistic pathogens bila terjadi perubahan dalam lingkungan

    rongga mulut. Streptococcus mutans merupakan flora normal dalam

    rongga mulut. Flora normal biasanya tidak mengganggu dan tidak

    menyebabkan penyakit, tetapi flora normal selain member manfaat juga

    dapat membahayakan bagi host. Flora normal bermanfaat untuk vitamin

    atau bahan yang diperlukan oleh host, misalnya Streptococcus mutans

    mensintesis mutacin sebagai bahan antibakteri terhadap mikroorganisme

    lain yang ada hubungannya dalam kebutuhan nutrisi. Flora normal dapat

    bersifat antagonis yang dapat melawan mikroorganisme lain dan

    menghasilkan hasil akhir metabolism seperti asam laktat yang akan

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak tahan asam,

    merangsang system imun dengan dapat menyebabkan peningkatan

    produktivitas SIgA pada penderita karies aktif. Karies gigi terjadi karena

    tidak seimbangnya host dengan flora normal. Banyak factor yang

    menyebabkan tidak seimbangnya antara host dengan flora normal antara

    lain : 1) umur yang berpengaruh terhadap system imun 2) diet yang

    berhubungan dengan gizi,pola makan dan jenis makanan (makanan

    dengan kandungan sukrosa tinggi maka rentan karies) 3) prosedur terapi

    seperti corticosteroid dan irradiasi (Indrawati, 2007).

    Lebih dari 300 spesies mikroorganisme terdapat dalam plak, sebagian

    besar tidak secara langsung terlibat dalam terjadinya karies. Secara umum

    terdapat dua bakteri penyebab karies yaitu Streptococcus mutans dan

  • 21

    Lactobacilli. Streptococcus mutans dapat memproduksi extracellular

    glucans dari sukrosa dan dapat memproduksi asam. Streptococcus mutans

    merupakan bakteri pathogen utama yang menyebabkan karies gigi.

    Streptococcus mutans biasanya ditemukan dalam jumlah banyak dalam

    plak (Harris dkk, 2009).

    Streptococcus mutans adalah bakteri yang bersifat kariogenik dan

    asidurik. Bakteri tersebut menyebabkan karies dengan memproduksi

    glukan yang berasal dari sukrosa oleh enzim glicocyl transferase. Setelah

    menghasilkan glukan maka hasilnya adalah polisakarida extra seluler yang

    didapat dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer

    glukosa dengan konsistensi seperti gelatin sehingga membantu bakteri-

    baktcri melekat pada gigi dan melekat satu sama lain hingga terbentuk

    koloni yang lebih besar. Akibatnya plak makin tebal, hal ini merupakan

    langkah awal terjadinya karies gigi. Dikatakan asidurik karena bakteri ini

    tumbuh dengan baik pada suasana asam. Streptococcus mutans pada plak

    gigi mensintesis glukan dari sukrosa, dikatalisis dengan glukotransferase

    melalui glikolisis anaerob. Hasilnya adalah asam laktat ,asam propionat,

    dan asam asetat. Asam-asam ini akan melepas ion-ion Hidrogen dan

    bereaksi dengan kristal apatite, sehingga kristal apatite menjadi tidak

    stabil. Keadaan ini mengakibatkan demineralisasi email, asam menjadi

    berpenetrasi lebih dalam menuju dentin, mengakibatkan demineralisasi

    dentin, sehingga terjadi karies (Mangundjaja dkk, 2000).

  • 22

    KERANGKA TEORI

    Larutan air garam

    Merusak dinding bakteri

    Streptococcus mutans

    Agen antibakteri

    Antibacterial Mempengaruhi aktivitas

    extracellular WIG-GTase

    Kandungan garam : Natrium

    chloride Cetylpyridinium chloride

    Quaternary ammonium

    compounds

    Obat kumur non alkohol

    Bakterisid

    Streptococcus mutans mati Streptococcus mutans mati

    Menghambat pertumbuhan

    sel bakteri Streptococcus

    mutans

    1. Virulensi

    2. Jumlah bakteri

    3. Umur system imun

    4. Jenis makanan

    Gigi karies

    Gigi sehat

    Streptococcus mutans

  • 23

    KERANGKA KONSEP

    HIPOTESIS

    Larutan air garam 10%, 11% dan 12% lebih efektif dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dibandingkan dengan obat kumur non

    alcohol Cetylpyridinium chloride 0,075%. Dan diantara konsentrasi larutan air garam

    10%, 11% dan 12% yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri

    Streptococcus mutans yaitu pada konsentrasi 12%.

    Larutan air garam

    Pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

    Variabel tidak terkendali :

    1. Daya virulensi bakteri

    2. Jumlah bakteri

    Variabel terkendali :

    1. Konsentrasi larutan

    2. Suhu

    3. Lama inkubasi

    4. Jenis media

    5. Banyaknya larutan (ml)

    6. Banyaknya garam (mg)

    Cetylpyridinium chloride

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Capelli, DP. Mobley, CC. (2008). Prevention in Clinical Oral Health Care.

    USA : Elsevier. Page : 272;221.

    2. Combe, EC. (1992). Notes on Dental Materials 6th Edition. Mancheseter :

    University of Manchester. Page : 223-224.

    3. Cortelli, JR. Barbosa, MDS. Westphal, MA. (2008). A Review Of Associated

    Factors And Therapeutic Approach. Brazil : School of Dentistry Federal

    University of Amazonas

    4. Eley, BM. Manson, JD. (2004). Periodontics 5th Edition. UK : Wright. Page :

    209-210;212.

    5. Endarti. Fauzia. Zuliana, E. (2007). Manfaat Berkumur dengan Larutan

    Ekstrak Siwak. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40. Jakarta : FKG

    UI.

    6. Fejerskov, O. Kidd, E. (2008). Dental Caries Second Edition. Oxford :

    Blackwell. Page : 267;269-270;273;4-5.

    7. Firman, S. (2012). Efektivitas Larutan Garam Terhadap Pertumbuhan Bakteri

    Streptococcus Mutans. Makassar : FKG UNHAS

    8. Harris, NO. Godoy, FG. Nathe, CN. (2009). Primary Preventive Dentistry 7th

    Edition. USA : Pearson. Page : 36;151.

  • 25

    9. Indrawati, R. (2007). Pertahanan Alami Pada Streptococcus Mutans. Jurnal

    PDGI Edisi Khusus PIN IKGA II. Surabaya : Bagian Biologi Oral FKG

    UNAIR.

    10. Irwandi, RA. Bachtiar, EW. Yuniastuti, M. (2012). Immunoglobulin-Y

    Effect On Protein Of Streptococcus Mutans Isolated From Caries And

    Caries-Free Subjects. IDJ Volume 1. Jakarta : Department of Oral Biology

    FKG UI.

    11. Jawetz. Melnick. Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.

    Jakarta : EGC. Page : 233-238.

    12. Laboratorium mikrobiologi. (2010). Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium

    Mikrobiologi. Semarang : UNISSULA

    13. Mangundjaja, S. Nisa, RK. Lasaryna, S. Fauziah, E.Mutya. (2000). Pengaruh

    Obat Kumur Khlorheksidin Terhadap Populasi Kuman Streptococcus Mutans

    Di Dalam Air Liur. Jakarta : Bagian Biologi Mulut FKG UI

    14. Marsh, PPD. Martin, MV. (2009). Oral Microbiology 6th Edition. London :

    Elsevier. Page : 20-141.

    15. Pintauli, S. (2008). Masalah Halitosis dan Penatalaksanaannya. Dentika

    Dental Journal Volume 13. Medan : FKG USU

    16. Powers, JM. Sakaguchi, RL. ( 2009). Craigs Restorative Dental Materials

    12th

    Edition. India : Elsevier. Page : 165-167.

    17. Salt. Available from http://www.mii.org/minerals/photosalt.html accesed

    December 17, 2010

  • 26

    18. Salt. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/salt accesed December 17,

    2010

    19. Schaeffer, LM. Szewezyk, G. Nesta, J. Vandeven, M. Thumm, LD,

    Williams, MI. Arvanitidou, E. (2011). In Vitro Antibacterial Efficacy of

    Cetylpyridinium Chloride-Contining Mouthwashes. J Clint Dent;22:179-182.

    USA : Colgate-Palmolive Technology Center.

    20. Soesilo, D. Santoso, RE. Diyatri, I. (2005). Peranan Sorbitol dalam

    Mempertahankan Kestabilan pH Saliva Pada Proses Pencegahan Karies.

    Surabaya : FKG UNAIR

    21. Suwandi, T. (2012). Pengembangan Potensi Antibakteri Kelopak Bunga

    Hibiscus sabdariffa L. (Rosela) Terhadap Streptococcus sanguinis

    Penginduksi Gingivitis Menuju Obat Herbal Terstandar. Disertasi. Jakarta :

    FKG UI

    22. Williams, MI. (2011). The Antibacterial and Antiplaque Effectiveness of

    Mouthwashes Containing Cetylpyridinium Chloride With and Without

    Alcohol in Improving Gingival Health. J Clint Dent;22:179-182. USA :

    Colgate-Palmolive Technology Center.

    23. Yuliharsini, S. (2005). Kegunaan dan Efek Samping Obat Kumur Dalam

    Rongga Mulut. Medan : FKG USU