132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

9
KARAKTER “AREK” MASYARAKAT SURABAYA DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ECO-CULTURAL FRAME WORK Tugas Makalah Mata Kuliah Psikologi Lintas Budaya Dosen: Prof. Suryanto Oleh : Priyanto NIM: 74.121.0.1228 Kelas B Magister Psikologi Pascasarjana Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Surabaya 2013

Transcript of 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

Page 1: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

KARAKTER “AREK” MASYARAKAT SURABAYA

DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ECO-CULTURAL FRAME

WORK

Tugas Makalah Mata Kuliah Psikologi Lintas Budaya

Dosen: Prof. Suryanto

Oleh : Priyanto NIM: 74.121.0.1228

Kelas B

Magister Psikologi Pascasarjana Universitas Tujuh Belas Agustus 1945

Surabaya

2013

Page 2: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf
Page 3: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

KARAKTER “AREK” MASYARAKAT SURABAYA

DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ECO-CULTURAL FRAME WORK

A. Karakter “Arek” Masyarakat Surabaya

Masyarakat Surabaya, sebagaimana kebanyakan warga pesisir

pantai di Indonesia, memiliki karakter yang keras dan kasar. Keras di sini

lebih bermakna sebagai sikap pantang menyerah, ngeyel dan teguh

mempertahankan pendapat serta prinsip sebagai manifestasi harga

dirinya (Arief Junianto, 2012).

Karakter ini sebetulnya adalah bagian dari ciri-ciri dari sub-kultur

Arek dalam kultur budaya Jawa Timur. Sub-kultur ini meliputi wilayah

Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang hingga Malang. Namun

secara umum terlihat lebih menonjol dalam karakter masyarakat

Surabaya. Budayawan Ayu Sutarto ciri khas sub kultur arek ini antara lain:

memiliki semangat juang yang tinggi, rasa solidaritas yang kuat dan

terbuka terhadap perubahan. Dalam aspek bahasa, masyarakat Surabaya

menggunakan bahasa Jawa. Namun tidak seperti bahasa Jawa pada

umumnya (Kulonan/Mataraman), bahasa Jawa yang digunakan

masyarakat Surabaya (Suroboyoan) cenderung lebih egaliter dan tidak

berstara. Sehingga sering dikatakan bahwa dialek Suroboyoan adalah

dialek bahasa Jawa yang paling kasar. Walaupun penggunaan tingkatan

bahasa Jawa yang lebih halus kadang kala juga digunakan.

Alm. Kadaruslan (atau lebih sering disebut Cak Kadar), budayawan

dan sesepuh Surabaya, juga mengatakan bahwa karakter Arek Surabaya

adalah berani, memiliki solidaritas tinggi, kerakyatan, tidak feodalis dan

tidak mudah menyerah. Tidak seperti stereotip orang Jawa yang banyak

berbasa-basi, Arek Surabaya dikenal blak-blakan dan apa adanya.

B. Eco-cultural Frame Work By John W. Berry

Page 4: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

Pendekatan eko-kultural dalam studi psikologi lebih bersifat

sebagai sebuah konsep daripada sebuah teori. Pendekatan ini bermula

dari pemikiran tentang kebiasaan, budaya dan fenomena ekologis yang

saling terkait dalam pembentukan prilaku unik seseorang (Berry, et. al.,

1990).

Dikatakan bahwa lingkungan, termasuk di dalamnya aktivitas

ekonomi, budaya, norma dan kebijakan politik mempengaruhi perilaku

manusia dalam rangka beradaptasi dengan semua hal tadi. Adaptasi

tersebut bisa berupa adaptasi biologis dan adaptasi budaya. Adaptasi ini

kemudian kembali mempengaruhi kondisi ekologis tempat ia tinggal.

Mendorong terjadinya enkulturasi dan transmisi budaya. Juga memicu

akulturasi budaya hingga pewarisan genetik. Dan akhirnya memunculkan

kebiasanan-kebiasan/perilaku dan karakteristik yang khas dalam diri

individu. Pendekatan ini hendak memahami perilaku dan sikap mental

individu dengan lebih komprehensip dari sebelumnya.

Page 5: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

C. Karakter “Arek” Masyarakat Surabaya Ditinjau Dari Sudut Pandang

Eco-Cultural Frame Work

1. Kondisi geografis dan Sepintas Sejarah Berdirinya

Kota Surabaya terletak diantara 7012‟ - 7021‟ Lintang Selatan

dan 112036‟ Bujur Barat dan - 112054‟ Bujur Timur. Batas utara dan

timur kota ini adalah selat Madura. Secara umum wilayah kota

Surabaya berupa pantai, dataran rendah dan sedikit berbukit di

daerah selatan. Daerah tertinggi kota Surabaya mencapai 20-30

meter dpl. Suhu rata-rata kota ini cukup panas, berkisar antara

22,6O – 34,1o celsius.

Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia dan

menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur. Surabaya adalah kota

pelabuhan yang ramai sejak zaman Majapahit. Awal mulanya

adalah perkampungan kecil dipinggir sungai Brantas dan

perkampungan yang dibangun Kertanegara, raja Singosari bagi

prajuritnya. Pada waktu itu perkampungan ini disebut Ujung Galuh.

Menurut Autar Abdillah (2007) pemukiman Surabaya telah

terbentuk sejak abad 4 Masehi. Pada waktu itu Surabaya masih

berupa gugusan pulau-pulau kecil. Dan ketika Majapahit berkuasa,

kawasan ini dijadikan tempat pengasingan dan pelarian para

penjahat.

Dalam kurun waktu 431 tahun, sejak 1037 – 1468, gunung

Kelud diperkirakan meletus lebih dari 20 kali. Lahar dingin mengalir

melalui sungai Brantas hingga ke kawasan Surabaya. Lahar dingin

tersebut menutup bengawan-bengawan diantara gugusan pulau-

pulau kecil Surabaya. Terbentuklah daratan luas yang kita kenal

dengan Surabaya sekarang ini.

Letusan gunung Kelud yang sering terjadi membuat

kehidupan masyarakat pinggir sungai Brantas dan pemukiman

Surabaya menjadi semakin sulit. Kondisi alam ini memaksa mereka

beradaptasi dengan lebih keras dan tangguh. Hal ini ditengarai ikut

Page 6: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

membentuk perilaku „Arek‟ masyarakat Surabaya menjadi pribadi-

pribadi yang tangguh dan keras pendirian.

2. Aktivitas Ekonomi

Kondisi geografis Surabaya, sebagaimana telah diceritakan

di atas, mempengaruhi mata pencaharian masyarakatnya.

Kawasan pantai dan pelabuhan yang cukup ramai, masyarakat

lebih banyak memilih untuk menjadi nelayan dan perdagangan.

Dan seiring perkembangannya, Surabaya tumbuh menjadi

kawasan industri yang strategis dan pesat. Kondisi ini menarik

banyak penduduk daerah lain untuk pindah dan bermukim di

Surabaya.

Aktivitas ekonomi masyarakat dalam bidang perdagangan,

distribusi dan industri ikut berpengaruh dalam pembentukan

kepribadian masyarakatnya. Masyarakat Surabaya cenderung lebih

dinamis. Hal ini memungkinkan masyarakat berinteraksi dengan

lebih banyak anggota masyarakat dengan komunitas yang sangat

beragam. Hal ini memungkinkan masyarakat Surabaya bersikap

lebih terbuka.

Aktivitas ekonomi di bidang perdagangan harus dibangun

dengan fondasi rasa saling percaya yang kuat. Berbicara apa

adanya dan langsung pada tujuan yang diinginkan masing-masing.

Hal ini mempengaruhi sikap masyarakat Surabaya menjadi lebih

blak-blakan, langsung pada pokok permasalahan dan tanpa banyak

berbasa-basi.

3. Demografi

Seperti telah disinggung di atas, kondisi geografis dan

aktifitas ekonomi yang berkembang menarik banyak penduduk

daerah di sekitar Surabaya untuk pindah dan bermukim di

Surabaya. Sehingga masyarakat Surabaya terbentuk dari berbagai

Page 7: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

suku dan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Ada Jawa,

Madura, Bali, Tionghoa, dll. Sehingga mereka mengembangkan

budaya hidup saling menghormati.

Hal ini mungkin yang membetuk sikap masyarakat Surabaya

lebih egaliter tidak feodalis jika dibanding masyarakat subkultur

Jawa yang lain, terutama Jawa bagian selatan dan barat. Sikap

egaliter ini juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa dalam

kehidupan sehari-hari. Bahasa yang paling banyak digunakan

adalah bahasa Jawa dengan dialek/logat Suroboyoan. Yang dinilai

kasar, cenderung tidak mengindahkan strata bahasa jawa aslinya,

bahasa Jawa Kulonan/Mataraman.

4. Setting Sosial, Budaya dan Politik

Sejak zaman kerajaan Singosari, Surabaya merupakan

wilayah yang cukup strategis. Surabaya, atau Ujung Galuh saat itu,

menjadi masuk maritim di kawasan pantai utara Jawa bagian timur.

Namun di sisi lain, Surabaya juga menjadi daerah buangan dan

pelarian para penjahat pada saat itu. Namun sejak pasukan Raden

Wijaya berhasil memukul mundur dan memporak-porandakan

pasukan dinasti Qin di pantai Surabaya, beliau menjadikannya

kawasan yang penting bagi Majapahit. Hingga kemudian menarik

minat para penduduk sekitar dan juga kalangan etnis Tiongkok dan

Arab.

Ketika pengaruh Majapahit semakin melemah, surabaya

telah menjadi basis dakwah penyebaran Islam ke seluruh

Nusantara. Melalui Surabaya, transisi kekuasanan Majapahit ke

kerajaan Islam Demak terjadi. Adalah para Wali Songo, yang

merintis dakwah Islam di seluruh nusantara dan berbasis di

Surabaya, punya andil cukup kuat pada proses transisi tersebut.

Hal ini menjadikan Surabaya setara, bahkan dipersepsi lebih tinggi

dari Demak sebagai pusat kerajaan Islam. Ini terjadi karena

Page 8: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

Walisongo yang berbasis di Surabaya menjadi dewan penasihat

bagi kerajaan Islam tersebut.

Saat kekuasaan kerajaan Islam kemudian berpindah ke

Mataram (Jogja-Solo), mereka hendak menyatukan kembali seluruh

wilayah Jawa. Surabaya dan sekitarnya adalah daerah yang paling

sulit untuk ditaklukan. Hal ini semakin menguatkan sifat keras,

ngeyel, dan ngotot masyarakat Surabaya. Namun sikap ini menjadi

positif dan menjadi poin penting pada masa perlawanan merebut

dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada puncaknya

terjadi pada peristiwa pertempuran 10 November 1945. Rakyat

Surabaya berhasil memukul cukup telak pasukan Inggris yang

dibonceng tentara KNIL Belanda.

Setting eko-kultural di atas berpengaruh pada sikap dan perilaku yang

diturunkan secara melalui pengasuhan keluarga, transmisi dan akulturasi

budaya hingga membentuk perilaku “Arek” pada masyarakat Surabaya

yang bisa kita lihat saat ini. Sikap keras kepala, ngeyel, ngotot tapi

memiliki rasa solidaritas yang kuat dan teguh pendirian. Sikap-sikap

tersebut melahirkan perilaku mBONEK, mBondo Nekat, arek Surabaya.

Yang akhir-akhir ini malah berkonotasi negatif akibat ulah sebagian

suporter klub sepak bola Persebaya yang menamakan dirinya BONEK.

Sumber Bacaan:

1. Abdillah, Autar, Kultur Arek, http://autarabdillah.blogspot.com/2011

/12/kultur-arek.html. dikunjungi pada 30 Nopember 2012.

2. Efendi, Yusuf, Mengenal Kota Surabaya Lebih Dekat, http://www.wi

satamelayu.com/id/opinion/297-Mengenal-Kota-Surabaya-Lebih-

Dekat. dikunjungi pada 30 Nopember 2012.

3. Hurek, Lambertus, Cak Kadar: Karakter Arek Suroboyo, 2006,

http:// hurek.blogspot.com/2006/11/cak-kadar-persebaya-karakter-

arek. html. dikunjungi pada 30 Nopember 2012.

4. Juniarto, Arief, Bonek Biang Pertempuran 10 November, 2002 http:

//bonek-suroboyo.blogspot.com/2012/03/bonek-biang-pertempur-

Page 9: 132015110-Karakter-Arek-Masyarakat-Surabaya.pdf

an-10-november.html#.ULgp_uTcl5c. dikunjungi pada 30 Nopem-

ber 2012.

5. Samantho, Ahmad, Jejak Nasionalisme di Surabaya, 2012, http://ah

madsamantho.wordpress.com/2012/08/01/jejak-nasionalisme-di-

surabaya/. dikunjungi pada 30 Nopember 2012.

6. ----------, Profil Kota Surabaya, http://ciptakarya.pu.go.id/profil/

profil/barat/jatim/surabaya.pdf. dikunjungi pada 30 Nopember 2012.

7. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa_Surabaya. dikunjungi

pada 30 Nopember 2012.