13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

29
LAPORAN LABORATORIUM ANALOG PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI No. Percobaan : XIII DESIGN PENGUAT COMMON EMITOR KELOMPOK : 01 NAMA PRAKTIKAN : ARLITA KUSUMA DEWI NAMA REKAN KERJA : 1. DINDA YANDITA 2. MUH. ARIF R. KELAS / KELOMPOK : TT-3B / KELOMPOK 1 TANGGAL PELAKSANAAN PRAKTIKUM : 25,27 NOVEMBER 2013 & 2 DESEMBER 2013 TANGGAL PENYERAHAN LAPORAN : 8 DESEMBER 2013 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Transcript of 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Page 1: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

LAPORAN LABORATORIUM ANALOG

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI

No. Percobaan : XIII

DESIGN PENGUAT COMMON EMITOR

KELOMPOK : 01

NAMA PRAKTIKAN : ARLITA KUSUMA DEWI

NAMA REKAN KERJA : 1. DINDA YANDITA

2. MUH. ARIF R.

KELAS / KELOMPOK : TT-3B / KELOMPOK 1

TANGGAL PELAKSANAAN PRAKTIKUM : 25,27 NOVEMBER 2013 & 2 DESEMBER 2013

TANGGAL PENYERAHAN LAPORAN : 8 DESEMBER 2013

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

8 DESEMBER 2013

Page 2: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

DAFTAR ISI

DESIGN PENGUAT COMMON EMITORHalaman Judul 1

Daftar Isi 2

1. Tujuan 3

2. Dasar Teori 3

2.1. Penguat Common Emitor 4

2.2. Ciri-ciri Masukan Common Emitor 5

2.3. Ciri-ciri Keluaran Common Emitor 5

2.4. Karakteristik Penguat Common Emitor 5

2.5. Pembalik Fasa 6

2.6. Rangkaian Ekivalen AC dan DC 7

3. Alat dan Komponen yang Digunakan 10

4. Prosedur Percobaan11

4.1. Rangkaian Bias Pembagi Tegangan Penguat Common Emitor 11

4.2. Rangkaian Penguat Common Emitor 11

5. Data Hasil Percobaan 12

6. Analisa 15

6.1. Perhitungan IB, IC, IE, VB, VBE, VCE untuk Tabel 1 15

6.2. Penguatan Tegangan dan Kepatuhan ac Rangkaian Penguat Common Emitor16

6.3. Bentuk Gelombang Vout Pada Berbagai Nilai Vin (ac) 17

6.4. Perhitungan Vout rangkaian penguat common emitor dengan model ac Eber’s Mole

17

6.5. Fasa Vin Terhadap Vout 19

7. Kesimpulan 19

Daftar Pustaka20

Lampiran 21

2

Page 3: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

PERCOBAAN XIII

DESIGN PENGUAT COMMON EMITOR

1.TUJUAN

1. Menentukan titik kerja melalui pemberian tegangan bias sesuai dengan jenis

transistor dan arus output.

2. Mengamati tegangan output dan menghitung penguatan tegangan.

2. DASAR TEORI

Transistor sering digunakan untuk memperkuat sinyal input dalam radio, tel

evisi dan beberapa aplikasi lain. Rangkaian ini di desain untuk menaikkan arus atau

level tegangan. Penguatan daya dihasilkan oleh penguatan arus dan tegangan (P=V

*I). Cara menenukan kaki-kaki pada transistor dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

dengan menggunakan alat ukur dan dengan melihat tanda pada komponen. Cara

yang paling sering digunakan adalah dengan berdasarkan tanda pada komponen.

Untuk lebih mudah dapat dengan menggunakan data sheet dari komponen yang

bersangkutan.

Transistor merupakan komponen dasar untuk system penguat. Untuk

bekerja sebagai penguat , transistor harus berada dalam keadaan aktif. Kondisi aktif

dengan memberikan bias pada transistor.

Ada 3 Macam konfigurasi dari rangkaian penguat transistor yaitu :

Common-Emitter (CE) atau Emitter ditanahkan Common-Base (CB) atau Basis Ditanahkan dan Common-Collector (CC) atau Kolektor ditanahkan.

3

Page 4: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

2.1. Penguat Common Emitor

Sesuai dengan namanya, penguat emitter ditanahkan (common emiter),

memiliki kaki emitor dari transistor bipolar dalam rangkaian penguat dihubungkan

dengan tanah (ground AC). Basis emitor berada dalam keadaan basis maju.

Rangkaian penguat common-emitter adalah yang paling banyak digunakan karena

memiliki sifat menguatkan tegangan puncak amplitudo dari sinyal masukan. Faktor

penguatan dari transistor dilambangkan dengan simbol beta (β).

Pada penguat common emitor , kaki emitor transistor di groundkan, lalu

input di masukkan ke basis dan output diambil pada kaki kolektor. Penguat

Common Emitor juga mempunyai karakter sebagai penguat tegangan.

Gambar 2.1. Penguat Common Emitor

Pada emitor ditanahkan isyarat masuk melalui basis dan emitor

dihubungkan dengan tanah, sedangkan keluaran diambil dari kolektor. Emitor

ditanahkan mempunyai impedansi masukan kali lebih besar daripada basis

ditanahkan, dan impedansi keluaran transistor lebih kecil daripada basis

ditanahkan. Impedansi masukan yang tak terlalu besar dan impedansi keluaran

yang tak terlalu kecil membuat emitor ditanahkan sangat baik digandengkan dalam

beberapa tahap tanpa banyak ketidaksesusian impedansi pada alih tegangan dari

satu tahap ke tahap berikutnya.

4

Page 5: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

2.2. Ciri-ciri Masukan Common Emitor

Perhatikan beberapa hal berikut pada lengkungan ciri statik masukan transistor

dengan hubungsn emitor ditanahkan.

a. Sumbu tegak adalah arus basis iB yang mempunyai nilai dalamA dan sumbu datar

adalah VBE.

b. Pada VCE = 0 arus basis naik dengan cepat dibandingkan dengan nilai VCE yang

lain.

2.3. Ciri-ciri Keluaran Common Emitor

Lengkung ciri statik keluaran transistor jika dihubungkan emitor ditanahkan

adalah seperti berikut.

a. Sumbu tegak adalah arus kolektor iC, sumbu datar adalah beda tegangan antara

kolektor dan emitor VCE dengan parameter arus basis iB.

b. Nisbah , yang mempunyai nilai kira-kira 100, sehingga arus basis mempunyai

nilai kecil. Jika arus kolektor terdapat dalam orde 1 mA, maka arus basis yang

masuk adalah orde puluhan mikro amper.

c. Jika arus iB = 0, maka iC = 0.

d. Jika Lengkungan ciri statik masing-masing arus basis iB mempunyai kemiringan

yang benar, yang berarti impedansi keluaran transistor yang sebanding dengan

kebalikan kemiringan lengkungan ciri mempunyai nilai kecil, makin besar arus

basis iB makin besar kemiringannya.

2.4. Karakteristik Penguat Common Emitor

Penguat Common Emitor mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Sinyal outputnya berbalik fasa 180 derajat terhadap sinyal input.

Sangat mungkin terjadi osilasi karena adanya umpan balik positif, sehingga

sering dipasang umpan balik negatif untuk mencegahnya.

Sering dipakai pada penguat frekuensi rendah (terutama pada sinyal audio).

5

Page 6: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Mempunyai stabilitas penguatan yang rendah karena bergantung pada

kestabilan suhu dan bias transistor.

Jika tegangan keluaran turun oleh pertambahan arus beban , maka VBE

(tegangan basis – emiter) bertambah dan arus beban bertambah besar pula ,

sehingga titik q (kerja) bergeser keatas sepanjang garis beban , dan VEC (tegangan

emiter – colector) berkurang . Akibatnya Vo (tegangan keluaran) bertambah besar

melawan turunnya Vo oleh arus beban sehingga keluaran Vo akan tetap (Sutrisno,

1986 : 172).

Emiter menjadi bagian bersama untuk masukan dan keluaran . Resistansi

keluarannya adalah resistansi didalam penguat yang terlihat oleh beban , resistansi

keluaran, diperoleh dengan membuat Vs = 0 dan RL (hambatan beban) = ∞ .

Dengan menghubungkan pembangkit luar pada ujung keluaran , maka arus

mengalir kedalam penguat (Thomas sri widodo, 2002: 61-62).

2.5. Pembalik Fasa

Selama setengah siklus tegangan masuk yang positif arus basis naik,

mengakibatkan arus kolektor juga naik. Ini menimbulkan penurunan tegangan yang

lebih besar melintas tahanan kolektor. Sehingga, tegangan kolektor turun dan kita

memperoleh setengah siklus negatif yang pertama pada tegangan keluar.

Sebaliknya, pada setengah siklus tegangan masuk yang negatif arus kolektor lebih

sedikit mengalir dan penurunan tegangan melintas tahanan kolektor berkurang.

Dengan demikian, tegangan kolektor tanah naik dan kita memperoleh setengah

siklus positif pada tegangan keluar.

Phase output pada rangkaian penguat common emittor akan terbalik

sebesar 180° terhadap phase inputnya. Dan amplitudo dari output akan lebih besar

daripada amplitudo inputnya (terjadi penguatan). Dimana :

6

Page 7: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

2.6. Rangkaian Ekivalen AC dan DC

Gambar 2.2 b memperlihatkan garis beban ac dan titik Q. tegangan masuk

ac menghasilkan perubahan ac pada arus basis. Hal ini mengakibatkan perubahan

sinusoidal di sekitar titik Q.

Gambar 2.2. (a) Penguat emitter-ditanahkan. (b) Garis Beban ac

Cara yang paling sederhana untuk menganalisa rangkaian ini adalah dengan

membagi penelaahannya menjadi 2 bagian : analisa ac dengan dc, kita dapat

menggunakan dalil superposisi dalam menganalisa penguat-penguat transistor.

Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah penerapan super posisi pada

rangkaian-rangkaian transistor :

1. Kurangilah sumber AC menjadi nol; ini berarti menghubung-singkat

sumber tegangan dan membuka sumber arus. Buka semua kapasitor.

Rangkaian yang tinggal disebut rangkaian ekivalen DC. Dengan rangkaian

ini, kita dapat menghitung semua arus dan tegangan DC yang kita inginkan.

2. Kurangilah sumber DC menjadi nol; ini berarti sama dengan menghubung-

singkat semua tegangan dan membuka sumber arus. Hubung-singkatkan

semua kapasitor penggandeng dan kapasitor pintas. Rangkaian yang tinggal

7

Page 8: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

disebut rangkaian ekivalen AC. Rangkaian ini adalah rangkaian yang

digunakan untuk menghitung arus dan tegangan AC.

Arus keseluruhan disetiap cabang pada rangkaian itu adalah jumlah arus DC

dan arus AC yang mengalir pada cabang tersebut. Tegangan keseluruhan

melintas setiap cabang adalah jumlah tegangan DC dan tegangan AC melintas

tegangan tersebut.

Gambar 2.3. Dalil superposisi. (a) Rangkaian yang sebenarnya. (b) Rangkaian

ekivalen DC. (c) Rangkaian ekivalen AC.

Tegangan sebuah penguat adalah perbandingan tegangan keluar ac dengan

tegangan masuk ac. Persamaannya adalah sebagai berikut :

8

Page 9: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Gambar 2.4. (a) rangkaian ekivalen ac untuk penguat emiter-ditanahkan. (b)

model ac Ebers-Moll yang digunakan untuk transistor.

Hukum ohm mengatakan bahwa arus emitter ac adalah :

Karena arus arus kolektor hampir sama dengan arus emiter, maka

Arus kolektor ac mengalir melalui tahanan kolektor, menghasilkan

tegangan keluaran sebesar

Berarti tegangan dapat juga dicari dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

9

Page 10: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

3. ALAT DAN KOMPONEN YANG DIGUNAKAN

No Alat dan Komponen yang Digunakan Jumlah

1 DC Power Supply 1

2 Resistor 220Ω 1

3 Resistor 2,2 kΩ 1

4 Resistor 200 Ω 1

5 Resistor 10 kΩ 1

6 Resistor 1kΩ 1

7 Resistor 1,5 kΩ 1

8 Transistor BC 107 1

9 Kapasitor 22 µF 3

10 Multimeter 1

11 Function generator 1

12 Osiloskop 1

13 Kabel – kabel penghubung secukupnya

10

Page 11: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

4. PROSEDUR PERCOBAAN

4.1. Rangkaian bias pembagi tegangan penguat common emitor

1. Mencatat karakteristik transistor BC 107 dari datasheet.

Gambar 4.1. Rangkaian bias pembagi tegangan penguat common emitor

2. Transistor BC 107 ini akan digunakan sebagai penguat common emitor

dengan bias pembagi tegangan. Menghitung nilai R1, R2, RC dan RE bila

diinginkan VCC = 10V dan IC(Q) = 1 mA.

3. Menghitung nilai VCE(Q). Apakah VCE(Q) x IC(Q) < PD(max) ?

4. Membuat rangkaian bias pembagi tegangan penguat common emitter seperti

gambar 1, dengan VCC = 10V dan nilai-nilai R1, R2, RC dan RE hasil

perhitungan langkah 2.

5. Mengukur IB, IC, IE, VB, VBE dan VCE.

6. Memasukkan hasilnya pada Tabel 1.

4.2. Rangkaian penguat common emitor

1. Membuat rangkaian seperti Gambar 2 dengan Vin(ac) = 80 mV gelombang

sinusoida, frekuensi 1kHz, RS = 1 kΩ dan RL = 1,5 kΩ. Mengamati dengan

menggunakan osiloskop VB, VE, VBE, VCE dan Vout. Menggambarkan hasil

pengamatan tersebut.

2. Mengulangi langkah 1 dengan nilai Vin(ac) = 0,2 VPP dan 1V pada frekuensi

yang sama.

3. Mencatat hasilnya pada Tabel 2.

11

Page 12: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Gambar 4.2. Rangkaian penguat common emitter

5. DATA HASIL PERCOBAAN

Tabel 1. Rangkaian bias pembagi tegangan penguat common emitor

IB IC IE VB VBE VCE

Ukur 2 µA 0,95 mA 0,9 mA 0,89 V 0,65 V 0,22 V

Hitung 3,3 µA 1 mA 1,0033 mA 0,91 V 0,7 V 0,2 V

Tabel 2. Rangkaian penguat common emitor

Vin (ac)Vout

Ukur Hitung

80 mV 1,08 V 0,89 V

0,2 V 2,1 V 2,22 V

1 V 2,9 V 11,13 V

Maks tidak cacat : 0,12 V 0,19 V 1,33 V

Sempurna : 22 mV 44 mV 0,245 V

Gambar hasil pengamatan untuk Tabel 2. Rangkaian Penguat Common Emitor menggunakan osiloskop :

12

Page 13: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Vin (ac) Gambar Gelombang Vin dan Vout Keterangan

80 mV

Vin = Ain = 80 mV

Vout = Aout = 1,08 V

0,5 ms 1 ms/div

0,2 V

Vin = Ain = 0,2 V

Vout = Aout = 2,1 V

0,5 ms 1 ms/div

1 V

Vin = Ain = 1 V

Vout = Aout = 2,9 V

0,5 ms 1 ms/div

13

Page 14: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Saat input & output maksimal

tidak cacat :

0,12 V

Vin = Ain = 0,12 V

Vout = Aout = 0,19 V

0,5 ms 1 ms/div

Saat input & output

sempurna :

22 mV

Vin = Ain = 22 mV

Vout = Aout = 44 mV

0,5 ms 1 ms/div

6. ANALISA

6.1. Perhitungan IB , IC, IE,VB, VBE, VCE untuk tabel 1.

R2

R1+R2

×Vcc>0,7

Dimisalkan Vcc = 10 V ; R1 = 2,2 k Ω . Maka :

R2

R1+R2

×10 V >0,7

10 R2 > 0,7 R1 + 0,7 R2

14

Page 15: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

9,3 R2 > 0,7 R1

R2 > 0,79,3

R1

R2 > 0,075 R1

R2 > 0,075 2200 Ω

R2 > 203,225 Ω

Jadi, R2 yang dipakai adalah 220 Ω.

RBB = R1 . R2

R1+R2

=2200 Ω .220 Ω2200 Ω .220 Ω

=200 Ω

VBB = IB . RBB + VBE + IB (1+ β).RE

β=IC

I B

I B=I C

β=1 mA

300=3,33 μA

I E=I B+ I C = 3,33 ×10−3mA .1mA=1,00333 mA

RE=Vbb−I B . RB−Vbe

I E

= 0,91 – (0,0033 mA .0,2 k Ω )−0,7

1,0033 mA

= 0,208847 kΩ = 208,84 Ω = 200Ω

VBB = R2

R1+R2

×Vcc

= 220 Ω

2200 Ω+220 Ω×10 V =0,91V

VCC = IC . RCC + VCE + IC ( 1β+1)RE

15

Page 16: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

RC=

Vcc – Vce – I C( 1β+1)

I C

¿10V – 0,2V – I C( 1

300+1)

I C

= 9798,9967 Ω = 10 k Ω

Jadi, nilai IB = 3,33 µA ; IC = 1 mA ; IE = 1,00333 mA ; VB = 0,91 V ; VBE = 0,7 V ; VCE = 0,2 V

Jika nilai perhitungan dengan pengukuran dibandingkan, tidak terdapat

perbedaan nilai yang jauh. Nilai yang dihasilkan hampir sama, walaupun tidak tepat

sama. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan faktor:

Nilai resistor yang digunakan untuk praktek tidak sesuai dengan nilai

resistor yang didapatkan pada saat perhitungan, dikarenakan nilai resistor

yang digunakan adalah nilai resistor yang umum berada di pasaran. Jadi,

digunakan nilai resitor yang mendekati hasil perhitungan.

Kondisi komponen yang kurang bagus dikarenakan komponen sudah sering

digunakan.

Ketelitian dalam pembacaan alat ukur.

6.2. Penguatan tegangan dan kepatuhan ac rangkaian penguat common emitor

Vin = 80 mV

Av = Vout / Vin = 1,08 V / 0,08 V = 13,5 kali

Vin = 0,2 V

Av = Vout / Vin = 2,1 V / 0,2 V = 10,5 kali

Vin = 1 V

Av = Vout / Vin = 2,9 V / 1 V = 2,9 kali

Vin = 0,12 V

Av = Vout / Vin = 0,19 V / 0,12 V = 1,58 kali

Vin = 22 mV

Av = Vout / Vin = 0,044 V / 0,022 V = 2 kali

6.3. Bentuk gelombang Vout pada berbagai nilai Vin (ac)

16

Page 17: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Dari bentuk gelombang yang ditampilkan pada osiloskop dengan Vin = 0,08

V ; 0,2 V dan 1 V menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tegangan input (Vin)

yang diberikan, maka nilai tegangan keluaran dari Vout akan semakin besar pula,

dikarenakan karakter penguat common emitor adalah sebagai penguat tegangan.

Jadi, semakin tinggi nilai input yang dimasukkan menyebabkan penguatannya

semakin besar dan amplitudo yang dihasilkan dari output akan lebih besar daripada

amplitudo inputnya pada saat kondisi tersebut maka terjadi penguatan.

Pada saat diberikan Vin = 80 mV , 0,2 V dan 1V gelombang Vout yang

dihasilkan adalah cacat. Karena gelombang yang dihasilkan bukan berbentuk

gelombang sinus yang sesuai dengan gelombang inputnya. Gelombang mulai

terlihat tidak cacat atau maksimal tidak cacat pada saat diberikan Vin = 0,12 V dan

gelombang sempurna yaitu keluarannya adalah gelombang sinus yang sama dengan

masukannya dihasilkan pada saat Vin = 22 mV.

6.4. Perhitungan Vout rangkaian penguat common emitor dengan model ac Eber’s

Mole

berlaku untuk semua nilai input :

r 'e=V BE

I E

= 0,7 V1,003 ×10−3 A

=697,90 Ω

1. 80 mV

V ¿=I B (r 'e+RE )

0,08 V=I B (697,90 Ω+200 Ω )

I B=8,90 ×10−5 A

V out=−I B RC=−8,90 ×10−5 A × 104 Ω=−0,89 V

2. 0,2 V

V ¿=I B (r 'e+RE )

0,2 V=I B (697,90 Ω+200 Ω)

I B=2,22× 10−4 A

V out=−I B RC=−2,22 ×10−4 A × 104 Ω=−2,22V

17

Page 18: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

3. 1 V

V ¿=I B (r 'e+RE )

1 V=I B (697,90 Ω+200 Ω )

I B=1,11×10−3 A

V out=−I B RC=−1,11×10−3 A × 104 Ω=−11,13V

4. 0,12 V

V ¿=I B (r 'e+RE )

0,12 V=I B (697,90 Ω+200 Ω)

I B=1,33× 10−4 A

V out=−I B RC=−1,33 ×10−4 A ×104 Ω=−1,33 V

5. 22 mV

V ¿=I B (r 'e+RE )

0,022 mV=I B (697,90 Ω+200 Ω )

I B=2,45× 10−5 A

V out=−I B RC=−2,45 ×10−5 A × 104 Ω=−0,245V

Setelah dibandingkan dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan

sebelumnya, dapat terlihat adanya sedikit perbedaan dengan hasil

pengukuran.Hal tersebut dikarenakan adanya ketidaksesuaian nilai resistor yang

dipakai pada rangkaian dengan perhitungan.

6.5. Fasa Vin terhadap Vout

18

Page 19: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Gelombang output yang dihasilkan berbalik fasa 180 derajat terhadap

gelombang inputnya. Dan amplitudo dari output menjadi lebih besar daripada

amplitudo inputnya pada kondisi tersebut menunjukkan terjadinya penguatan.

Pembalikan fasa terjadi karena selama setengah siklus tegangan masuk

yang positif arus basis naik, mengakibatkan arus kolektor juga naik. Hal tersebut

menimbulkan penurunan tegangan yang lebih besar melintas tahanan kolektor.

Sehingga, tegangan kolektor turun dan kita memperoleh setengah siklus negatif

yang pertama pada tegangan keluar. Sebaliknya, pada setengah siklus tegangan

masuk yang negatif arus kolektor lebih sedikit mengalir dan penurunan tegangan

melintas tahanan kolektor berkurang. Dengan demikian, tegangan kolektor tanah

naik dan kita memperoleh setengah siklus positif pada tegangan keluar.

7. KESIMPULAN

1. Penguat common emitor memiliki sifat menguatkan tegangan puncak amplitudo dari sinyal masukan.

2. Semakin tinggi nilai tegangan input (Vin) yang diberikan, maka nilai tegangan keluaran dari Vout akan semakin besar pula. Sehingga menyebabkan penguatannya semakin besar.

3. Sinyal output yang dihasilkan berbalik fasa 180 derajat terhadap sinyal inputnya.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

Indra. Penguat Common Emitor. www.swaraunib.com ( 4 Desember 2013)

Oktariana, Ririn. Fisika. http://fisika-ririn.blogspot.com ( 4 Desember 2013)

Wulansari, Rizqia. Dasar Elektronika. http://rizqiaawulansari.wordpress.com ( 7 Desember 2013)

Penguat Transistor. http://abisabrina.wordpress.com (7 Desember 2013)

LAMPIRAN

20

Page 21: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

21

Page 22: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

22

Page 23: 13 Tt3b Kel01 Arlita Kusuma Dewi

23