129955596-paraplegi.pdf

download 129955596-paraplegi.pdf

of 27

Transcript of 129955596-paraplegi.pdf

  • PARAPLEGIA

    I. Pendahuluan

    Dalam kehidupan sehari-hari, tidak disadari betapa rumitnya mekanisme yang

    mengatur gerakan kedua tungkai yang dinamakan berjalan itu. Secara otomatis

    seseorang berjalan ke tempat yang dituju. Memang, berjalan berlalu secara

    otomatis menurut pola-pola tertentu sesuai minat untuk pergi ke suatu tempat dapat

    menggerakkan kedua tungkai secara serentak untuk berjalan cepat atau perlahan

    sesuai dengan tujuan kepergian itu. Akan tetapi, alangkah terkejutnya bila seseorang

    merasakan bahwa tungkainya tidak bergerak sesuai dengan kehendaknya.

    Perasaan bahwa cara melangkahkan tungkai tidak normal adalah

    pengungkapan ini suatu penyakit yang lama-kelamaan menjurus ke kelumpuhan

    tungkai secara unilateral atau Bilateral. Dokter umum yang seyogyanya bekerja di

    garis depan harus menanggapi keluhan yang bersifat gangguan berjalan dengan

    prihatin, oleh karena pada tahap dini sekali, banyak penyakit medulla spinalis,

    cerebellum, dan cerebrum mengungkapkan dirinya dalam bentuk gangguan

    berjalan. Hal ini dapat terjadi oleh karena ketiga komponen tersebut, (medulla

    spinalis, cerebellum dan cerebrum) merupakan system saraf pusat yang

    mengendalikan seluruh aktivitas eksternal maupun internal tubuh kita. Cedera

    medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang

    sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih

    banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus

    terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena paraplegia atau

    tetraplegia.

    Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh

    luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. Pada luka medulla

    spinalis tulang belakang, biasanya rusak di suatu tempat di sepanjang tulang

    belakang tersebut akan sembuh, tetapi jaringan saraf pada medulla spinalis tidak

    dapat sembuh. Kerusakan saraf inilah yang menyebabkan kehilangan permanent

    pada fungsi dan berakibat pada kondisi yang disebut paraplegia

    1

  • DEFINISI

    Paraplegia adalah kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi bilateral/

    transversal di medulla spinalis di bawah tingkat cervical (pada segmen thoracal,

    lumbal atau sacral pada medulla spinalis). Kelumpuhan yang terjadi tergantung

    level/segmen medulla spinalis yang terlibat. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh

    terputusnya hubungan motomeuron dengan otot atau karena perusakan pada

    ototnya sendiri serta motor end plate yang disebut dengan kelumpuhan Lower

    Motor Neuron (LMN) dan kelumpuhan ini bersifat lemas.

    Jika kelumpuhan bersifat kaku, maka secara anamnesa dapat disimpulkan

    bahwa kerusakan terjadi pada Upper Motor Neuron (UMN).

    KLASIFIKASI

    1. Paraplegia spastika

    Paraplegia spastika merupakan kelumpuhan pada, tungkai dan bagian

    bawah tubuh yang bersifat kaku. Paraplegia ini memperlihatkan tanda:

    kelumpuhan UMN yang disebabkan oleh lesi bilateral/transversal di medulla

    spinalis di bawah tingkat cervical. Adapun tanda kelumpuhan UMN itu

    adalah:

    a.Tanda spastisitas

    b. Tonus otot meninggi atau hipertonia

    Gejala tersebut diatas terjadi karena, hilangnya inhibisi korteks motorik

    tambahan terhadap, inti-inti intrinsik medulla spinalis. Hipertonia

    merupakan ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan

    UMN. Pada paraplegia akan dapat dilihat hipertonia dalam posisi fleksi

    dan ekstensi. Apabila paraplegia disebabkan oleh lesi yang terutama.

    merusak serabut dan penghantar impuls pyramidal saja maka disebut

    paraplegia dalam ekstensi.

    c.Hiperfleksia

    Pada kerusakan diwilayah susunan UMN refleks tendon lebih peka

    daripada keadaan biasa (normal). Keadaan abnormal itu dinamakan

    hiperfleksia, dalam hal im gerak otot bangkit secara berlebihan, kendati

    perangsangan pada tendon sangat lemah. Hiperfleksia merupakan

    keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan

    ekstralpiramidal tidak di sampaikan kepada motor neuron.

    2

  • d. Klonus

    Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot

    reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan

    masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhan disertai oleh klonus

    kaki.

    e.Refleks patologik

    Pada kaki, gerak otot reflek patologik berupa gerakan dorsoekstensi ibu

    jari kaki serta pengembangan jari kaki lainnya, sebagai jawaban atas

    penggoresan terhadap bagian lateral telapak kaki (Refleks Babinski) atau

    kulit sekitar maleolus lateral (Refleks Chaddock) atau kulit yang

    menutupi os tibia, (Refleks Oppenheim) atau atas pijatan pada betis

    (Refleks Gordon) atau atas pijatan pada tendon Achilles (Refleks

    Schaeffer).

    f. Tidak ada atrofi pada otot - otot yang lumpuh

    Dalam hal kerusakan pada serabut-serabut penghantar impuls motorik

    UMN, motor neuron tidak dilibatkan atau dibebaskan. Oleh karena itu

    otot-otot yang lumpuh masih dapat mengecil, tidak musnah melainkan

    menjadi ramping akibat otot tidak aktif digerakkan. Atrofi karena hal

    tersebut dikenal sebagai Difuse Atrophy.

    g. Refleks Automatisme Spinal

    Pada penderita paraplegia akibat lesi transversal di medulla spinalis

    bagian atas, dapat dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua

    tungkai lumpuh apabila penderita terkejut.

    h. Adanya Retensio Urinae dan Gangguan Defekasi dan Miksi

    Sebagian besar paraplegia jenis spastika dilengkapi dengan gangguan

    defekasi dan gangguan miksi. Manifestasi kelumpuhan anggota gerak

    kedua sisi tidak jarang didahului dengan retensio urinae.

    2. Paraplegia Flaccida

    Merupakan kelumpuhan kedua tungkai yang memperlihatkan tanda-

    tanda LMN disebabkan oleh lesi bilateral dibagian perifer susunan

    neuromuskulus, yaitu lower motoneurone,motor and plate dan otot. Berbeda

    dengan paraplegi spastika, kelumpuhan kedua tungkai flaksida tidak

    memperlihatkan batas defisit sensorik pada tubuh yang jelas.

    3

  • Tanda-tandanya sebagai berikut:

    a.Bersifat flaksiditas, yaitu kelemasan.

    Dalam konteks keluhan lesu-letih-lemah yang mendasari gangguan

    gerakan.

    b. Hilangnya reflek tendon (areflesia) dan tidak adanya reflek patologik.

    Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektorik.

    c.Tonus otot menghilang.

    Karena lesi LMN bagian afferen lengkung refleks berikut gamma-loop

    tidak berfungsi lagi.

    d. Atrofi otot cepat terjadi.

    Musnahnya motor neuron berikut dengan aksonnya, berarti pula bahwa

    kesatuan motoriknya runtuh, sehingga atrofi cepat terjadi.

    e.Gangguan miksi tidak selalu mengiringi kelumpuhan.

    II. EtiologiEtiologi paraplegia berdasarkan klasifikasinya dibagi menjadi dua, yaitu

    lesi pada UMN dan lesi pada LMN.

    Lesi pada UMN meliputi:

    a. Kompresif (penekanan) dapat disebabkan oleh: Neoplasma, Abses Epidural,

    Hemorrhagic Epidural, Herniated Disk, kompresif dari fragmen tulang

    vertebra yang fraktur.

    b. Vasculer: Emboli, perdarahan, Arteriovenous, Malformations.

    c. Peradangan (inflamasi): Myelitis Transversa, Multiple Sclerosis.

    d. Infeksi:

    i. Viral : Herpes simpleks type II

    ii. Bacterial : Syphilis, TBC, Listeria etc.

    iii. Parasit : Schistosomiasis, Toxoplasmosis

    e. Perkembangan: Syringomyelia, Scoliosis

    f. Metabolic: Subacute Combined Degeneration

    g. Herediter: Familial Spastic Paraplegia, Scoliosis

    4

  • Lesi pada LMN terbagi menjadi kelumpuhan Neurogenic yang mengenai

    anterior motor neuron dan miogenik yang. mengenai ototnya.

    1. Lesi neurogenik, meliputi:

    a.Motorneuron disease

    b. Polyneuropatia bilateral

    c.Poliomyelitis Anterior Acuta

    2. Lesi miogenik, meliputi:

    a.Distrofia musculorum: herediter

    b. Miopati: bukan herediter dan bukan infeksi

    c.Miositis: infeksi

    III. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medulla spinalis dalam 1

    tahun di Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum menikah. Dari

    jumlah diatas penyebab terbanyak terutama karena kecelakaan mobil, diikuti

    karena jatuh, luka tembak dan cedera olahraga. Penyebab non traumatic yang

    paling sering menyebabkan paraplegia adalah tumor tulang belakang.

    IV. PATOFISIOLOGIMeskipun berjalan merupakan gerakan volunter, namun setelah gerakan

    berjalan dimulai, seluruh fleksi dan ekstensi otot kedua tungkai dalam

    melaksanakan gerakan berjalan terjadi secara otomatis. Gerakan tersebut

    menujukkan kerapian, keserasian dan ketangkasan yang menakjubkan.

    Koordinasi dan sinkronisasi gerakan otot kedua tungkai tersebut diatur secara

    integrative. Bilamana salah satu komponen dari sistem saraf tidak menjalankan

    tugas sebagaimana mestinya, maka akan timbul gangguan gerakan volunter.

    Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan sistem saraf

    disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat

    perdarahan, trombosis atau embolisasi, dapat juga karena perdarahan, degenerasi

    dan penekanan oleh proses pendesakan ruang dan sebagainya.

    Tiap lesi di medulla spinalis yang merusak daerah kortikospinal lateral

    menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di

    bawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (transversal) medulla

    5

  • spinalis pada tingkat thorakal atau tingkat lumbal atas, contohnya T5 akan

    mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot tubuh yang berada di bawah

    T5. Lesi transversal yang merusak segmen T5 itu tidak saja memutuskan jaras

    kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan ascendens dan

    descendens lainnya. Di samping itu, kelompok motorneuron yang berada di

    dalam segmen T5 ikut rusak, ini berarti bahwa pada, tingkat lesi kelumpuhan itu

    bersifat LMN. Jadi pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN dan di bawah

    tingkat lesi terjadi kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN di tingkat lesi

    melanda kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dari muskulator toraks

    dan abdomen. Mengingat peranan, kelompok otot tersebut tidak begitu

    menonjol, maka tidak begitu jelas seperti halnya jika kelumpuhan LMN di

    tingkat lesi itu melanda sebagian muskulator anggota gerak. Di bawah batas

    tersebut, tands-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap,

    namun pada toraks tanda-tanda UMN tidak dapat ungkapkan lesi-lesi di segmen

    lumbal paling bawah dan sacral merusak motorneuron-motorneuron berikut

    dengan terminalia serabut-serabut kortikospinal, sehingga kelumpuhan kedua

    tungkai akibat lesi itu bersifat LMN. Kelumpuhan yang melanda bagian bawah

    tubuh yang terlukis di atas dinamakan paraplegi.

    Lesi pada medulla spinalis (pada segmen tertentu) dapat menyebabkan

    terjadinya paraplegi yang bersifat spastic ataupun flaccid pada area tubuh yang

    diinnervasi oleh segmen medulla spinalis. Pada paraplegia spastic, akan

    memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN, sedangkan pada paraplegia

    flaccid, pada pemeriksaan akan memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan LMN,

    yang disebabkan oleh lesi bilateral di bagian perifer susunan neuromuskulus,

    yaitu lower motorneuron, motor end plate dan otot. Berbeda dengan paraplegia

    spastika, kelumpuhan kedua tungkai, anggota gerak flaccid tidak

    memperlihatkan batas deficit sensorik yang jelas pada tubuh, juga gangguan

    miksi tidak selalu kelumpuhan. Secara berturut-turut lesi di bagian perifer,

    susunan neuromuskulus dapat merusak atau mengganggu fungsi motorneuron,

    radiks ventralis yang ikut menyusun pleksus dan saraf tepi, motor end plate dan

    otot. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apakah kerusakan terletak di

    persarafannya atau di ototnya. Untuk itu dapat dipergunakan table berikut untuk

    membandingkan lesi pada UMN, LMN tipe neurogenik atau LMN tipe

    miogenik.

    6

  • Table 22-1. Signs That Distinguish Patterns of Weakness

    Sign Upper Motor Neuron LMN Neurogenic LMN MyogenicAtrophy

    Fasciculations

    Tone

    Distribution of weakness

    Tendon reflexes

    Babinskis sign

    None

    None

    Spastic

    Pyramidal/regional

    Hyperactive

    Present

    Severe

    Common

    Decreased

    Distal/segmental

    Hypoactive/absent

    Absent

    Mild

    None

    Normal/decreased

    Proximal

    Normal/hypoactive

    Absent

    Sistem saraf pusat terdiri atas otak, (cerebrum dan cerebellum) dan

    medulla spinalis. Otak merupakan pusat dan pikiran dan interpretasi terhadap

    lingkungan eksternal.Sedangkan medulla spinalis merupakan kumpulan saraf-

    saraf yang menghubungkan otak dengan organ tubuh dan sebaliknya.

    Medulla spinalis dilindungi dari bagian dalam menuju luar oleh cairan

    cerebrospinal,selaput otak dan tulang vertebrata.Medulla spinalis tersusun atas

    7

  • segmen-segmen yang sama dengan tulang vertebra,namun karna pertumbuhan

    make segmen medulla spinalis semakin kebawah semakin menjauhi segmen

    tulang vertebra yang sesuai.Dimana segmen-segmen itu adalah:

    1. Segmen cervical terdiri dari C1-C8

    2. Segmen Sacral terdiri dari S1-s5

    3. Segmen thorakal terdiri dari T1-T12

    4. Segmen lumbal terdiri dari L1-L5

    5. Segmen Coccygea terdiri dari Co1-co3

    Segala aktivitas susunan saraf pusat yang dapat dilihat, didengar, direkam

    dan diperiksa berwujud gerak otot. Gerak jalan, gerak otot wajah otot yang

    menentukan sikap tubuh dan gerak otot skeletal apapun merupakan manifestasi

    eksternal susunan saraf pusat Otot-otot skeletal dan neuron yang menyusun

    susunan neuromuskular volunter, yaitu sistem yang mengurus dan sekaligus

    melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomik

    sistem tersebut terdiri atas:

    1. Upper Motor Neuron (UMN)

    Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN dibagi

    dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal.

    a.Susunan Piramidal

    Semua neuron yang menyalurkan impuls motorikk secara langsung ke

    UMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN.

    Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni gyrus precentralis. Oleh

    karena itu, maka gyrus tersebut dinamakan korteks motorik. Korteks

    8

  • motorik ini terdapat pada lapisan ke lima dan masing-masing memiliki

    hubungan dengan gerak otot tertentu yang berada di korteks motorik

    yang menghadap ke fisura longitudinalis cerebri mempunyai koneksi

    menuju otot kaki dan tungkai bawah. Peta itu, dikenal sebagai

    humankulusmotorik (gambar I).

    Dari bagian mesial gyrus precentalis (area 4: corteks motorik) kebagian lateral

    bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah, tungkai atas,

    pinggul, abdomen atau thoraks, bahu, lengan, tangan jari-jari, leher, wajah, bibir,

    otot pita suara, lidah & otot penelan.

    Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron

    yang membentuk inti motorik syaraf kranial & motoneuron di kornu

    anterius medulla spinalis. Akson-akson tersebut menyusun jaras

    kortikobulbar-kortikospinal (gambar2)

    b. Susunan Ekstrapiramidal

    9

  • Berbeda dengan uraian sederhana tentang susunan pyramidal, susunan

    ekstrapyramidal terdiri atas komponen-komponen, yakni: korpus

    striatum, globus pallidus, inti thalamik, nukleus subthalamikus,

    substantia nigra, komotio reticularis batang otak, cerebellum dan korteks

    motorik tambahan, yaitu area 4,6 dan 8. Komponen-komponen tersebut

    dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing

    komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar, yang

    dikenal sebagai sirkuit.

    2. Lower Motor Neuron

    Neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan terakhir

    keseluruhan otot skeletal dinamakan lower motorneuron. Lower

    motorneuron dibedakan menjadi 2 bagian: motorneuron berukuran besar

    dan menjulurkan akson tebal ke serabut otot ekstrafusal dan yang lain.

    motor neuron, berukuran kecil, akhirnya halus dan mensarafi serabut otot

    intrafusal. Dengan perantaraan kedua macam motorneuron itu, impuls otorik

    dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk

    mewujudkan setiap gerakan tangkas. Tiap motorneuron menjulurkan hanya

    satu akson, tapi pada ujungnya setiap akson bercabang-cabang, setiap

    cabang mensarafi seutas serabut otot, dengan demikian setiap akson dapat

    berhubungan dengan sejumlah serabut otot.

    Tugas motorneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot. Otot lumpuh

    ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisis) bergantung pada jumlah

    motorneuron yang rusak. Oleh karena motorneuron dengan sejumlah serabut

    otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan, maka kerusakan

    motorneuron membangkitkan keruntuhan pada serabut otot yang termasuk-

    unit motorinya, lalu otot yang terkena akan atrofi atau mengecil. Di samping

    itu, dapat terlihat juga adanya kegiatan abnormal pada serabut otot sehat

    yang tersisa, yang disebut fasikulasi.

    3. Motor End Plate

    10

  • Akson menghubungkan sel serabut otot melalui sinaps, sebagaimana neuron

    berhubungan dengan neuron lain. Bagian otot yang bersinaps itu dikenal

    sebagai motor end plate. Inilah alat perhubungan antara neuron dan otot.

    V. GEJALASeperti yang kita tahu paraplegi adalah paralisa bagian bawah dari tubuh

    termasuk tungkai yang diakibatkan karena adanya lesi / tekanan akibat tumor

    pada medulla spinalis.

    Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah berbentuk spastic dan flaccid.

    Spastic adalah suatu keadaan dimana terjadi lesi bilateral atau transversal di

    medulla spinalis pada bagian bawah dan pada tingkat cervical. Keadaan spastic

    ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

    Akut

    Ditandai dengan adanya gejala dislokasi atau fraktur pada tulang

    belakang akibat suatu trauma atau karena lesi vaskuler berupa trombosis,

    trombosis pada arteri spinalis, hematomielia, aneurisma aorta disektans

    Sub akut

    Keadaan ini disebabkan karena adanya gangguan imunologi dengan

    gejala myelitis postvaccinalis atau postinfeksiosa dan myelopati

    nekrotikans

    Sub Kronis

    Dengan manifestasi seperti spondilitis TBC, tumor spinal dan abses

    epidural. Sedangkan pada anak anak terdapat gejala cerebral palsy.

    Kronik

    Terjadi gejala ALS ( Amiotropic Lateral Sclerosis ), gangguan miksi,

    defekasi, retensi urine yang mendahului kelumpuhan anggota gerak

    kedua sisi

    Flaccid adalah suatu kelumpuhan yang memiliki manifestasi berupa lesi

    pada Lower Motor Neuron ( LMN ) pada motor end plate.

    VI. DIAGNOSA

    11

  • 1. AnamnesaKebanyakan kasus kelumpuhan dapat dikenal dari anamnesanya saja,

    namun demikian, diagnosa yang mantap harus ditetapkan setelah hasil

    pemeriksaan fisik-diagnosa dan laboratori dianalisa secara tuntas.

    Dengan diketahuinya riwayat penyakit kasus kelumpuhan masing-masing

    maka strategi pengarahan dalam penyusunan anamnesa kasus kelumpuhan dapat

    diatur seluas-luasnya. Relevansi berbagai pertanyaan dibawah ini akan lebih

    dimengerti dan nilainya lebih dihargai.

    Bagaimana mula timbulnya? Langsung lumpuh? ... Sedikit demi

    sedikit dalam beberapa jam, hari, minggu, bulan? Setelah istirahat?

    .. Setelah minum bir, makan obat? .. Langsung setelah membedol

    tanaman? .. Langsung setelah mendorong kendaraan yang mogok

    dijalan? .. Setelah tidur dikursi? .. dst.

    Bagaimana dengan kesadarannya sebelum & setelah menjadi lumpuh?

    Bagaimana dengan kesehatan setelah mengidap kelumpuhan? Sedang

    diobati untuk TBC, tumor ganas, hyperthyroidea, hipertensi, diabetes,

    penyakit jantung, pernah mendapat serangan epilepsi, dst.?

    Adakah anggota keluarga dekat/jauh yang mempunyai kelumpuhan

    seperti ini?

    Sudah berapa kali anda mendapat kelumpuhan seperti ini?

    Bagaimana dengan soal makanan dan obat-obat yang anda makan?

    Apakah anda sehari-hari makan daging, ikan, tempe, tahu & sayur-

    sayuran? .. Apakah anda sedang makan obat TBC? .. obat kencing

    (diuretik)? ... obat antireumatik (kortison)? .. obat asma (kortison)?

    .. dst.

    Esensi dalam penyusunan kasus paraplegia terletak pada penentuan faktor

    etiologinya. Gambaran penyakitnya tidak sukar untuk didiagnosa, maka strategi

    pengarahan dipusatkan pada lajunya perjalanan atau perkembangan penyakit,

    apakah akut, sub-akut, sub kronik ataupun kronik. Adakah infeksi sebelumnya

    telah mendapat trauma tulang belakang dan pernah menderita tuberculosis atau

    pernah dioperasi karena tumor ganas. Jawabannya akan menunjuk pada jenis

    kausa yang harus diselidiki dalam pemeriksaan fisik diagnostic dan pemeriksaan

    radiologi atau khusus. Paraplegia spastika akut yang terjadi secara serentak

    dapat disebabkan oleh dislokasi atau fraktur tulang belakang akibat trauma atau

    12

  • lesi vascular (thrombosis dari arteri spiralis, hematomyelia, aneurisma aorta

    disektans). Yang berkembang agak lambat, tetapi masih dapat dijuluki sub-akut

    ialah paraplegia spastic akibat proses imunologik (myelitis post-vaccinalis atau

    post infeksiosa dan myelopati nekrotikans), sedangkan paraplegia yang

    berkembang secara sub-kronik disebabkan oleh spondifitis TBC, tumor spinal

    dan abses epidural.

    Paraplegi spastic pada anak-anak umumnya merupakan gejala cerebral

    palsy atau manifestasi penyakit herediter yang. menyertai keterbelakangan

    mental. Biasanya anggota gerak kedua sisi selalu disertai deficit sensorik pada

    permukaan yang terletak di bawah lesi. Sebagian besar kasus paraplegia

    kelompok ini dilengkapi dengan gangguan miksi dan defekasi. Bahkan, tidak

    jarang retensi urin mendahului manifestasi kelumpuhan anggota gerak kedua

    sisi.

    Anamnesa paraplegia akibat fraktur atau dislokasi tulang belakang cukup

    jelas karena adanya trauma yang langsung menimbulkan paraplegia. Jika lesi

    vascular yang mendasari paraplegia akut, maka gejala yang timbul akibat

    terjadinya aneurisma disektans dapat diceritakan sewaktu mengeluarkan tenaga

    dengan menahan nafas seperti kalau mengangkat barang berat atau mendorong

    kereta yang mogok di jalan, terasa timbul perasaan nyeri tajam di belakang

    tubuh yang serentak disusul dengan gejala shock dan paraplegia.

    Paraplegia sub-akut yang disebabkan oleh proses imunologi mempunyai

    anamnese yang cukup khas. Setelah 10 hari atau beberapa minggu sembuh dan

    cacat, sakit leher dengan demam, pasien merasa, pegal dan nyeri di tulang

    belakang dan tidak lama kemudian, timbullah paraplegia. Paraplegia akibat

    tumor berkembang secara sub-akut atau kronik tergantung pada jenis tumor.

    Tumor intradural atau intramedular lebih cepat mengakibatkan timbulnya

    paraplegia daripada tumor ekstradural, sebelum pasien tidak dapat berjalan, ia

    dapat mengeluh tentang pegal-pegal atau sakit punggung yang terasa saat

    berbaring. Kemudian, setinggi tumor dada terasa seolah-olah terikat atau

    parestetik. Tidak lama kemudian pasien merasa. terganggu saat berjalan. Dalam

    melakukan gerakan berjalan, kedua tungkai tidak menuruti kehendak diri atau

    kemantapan dalam berjalan hilang karena adanya kelemahan dalam otot-otot

    yang ringan dapat diperberat oleh adanya ataksia. Retensi urin dan gangguan

    defekasi dapat berkembang berikutnya. Waktu tidur malam dapat timbul

    13

  • automatismus spinal yang berarti bahwa tungkai dapat bergerak secara spontan

    untuk sejenak tapi berulang-ulang. Pada pemeriksaan di tempat kelemahan otot-

    otot kedua tungkai dengan tanda-tanda UMN.

    Pada paraplegia akibat spondilitis tuberkulosa, didapat anamnesa yang

    tidak jauh berbeda dengan sindroma, kompresi medulla spinalis akibat tumor.

    Hanya pegal-pegal di punggung sudah dapat diperjelas dengan adanya gibus

    angularis. Perasaan seolah-olah dada terikat yang umum pada tumor spinal,

    mempunyai equivalensia pada spondilitis tuberkulosa dalam bentuk nyeri

    radikular yang timbul pada waktu batuk, bersin atau thoraks bergerak.

    Perjalanan dan perkembangan penyakit kira-kira sama dengan tumor spinal

    2.PEMERIKSAAN

    A. Inspeksi

    a. Kemampuan untuk menggerakkan otot

    b. Gaya berjalan pasien

    c. Atropi

    B. Palpasi

    Sistem Sensorik

    Pada kerusakan UMN defisit sensorik berupa suhu, raba, nyeri,

    tekan mempunyai batas yang jelas.

    Pada kerusakan LMN defisit tersebut diatas tidak berbatas

    jelas.

    Tes modalitas sensorik dapal menggunakan kapas untuk raba,

    jarum untuk nyeri, dan gelas dengan air hangat atau dingin untuk

    suhu, dapat membantu kita untuk mengetahui segmen medulla

    spinalis yang mengalami lesi dengan bantuan susunan sebagai

    berikut

    14

  • System Motorik

    Tonus otot :

    Dapat diperiksa dengan menggunakan tes tungkai bergoyang

    menurut Wartenberg :

    - Hipertonia menunjukkan kerusakan UMN

    - Hipotonia menunjukkan kenwkan LMN

    Klonus otot :

    Pada kerusakan UMN terdapat klonus pada kaki.

    1) Refleks-refleks

    15

  • A. Refleks Fisiologis : refleks yang memang ada

    pada orang sehat.

    a. Refleks Superficial : Refleks ini menghilang pada kerusakan

    UMN

    i. Refleks Kulit Dinding Perut

    Kulit dinding perut digores dengan gagang ujung palu refleks

    atau ujung kunci. Refleks kulit dinding perut menghilang

    pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini yang

    berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding

    perut adalah khas bagi lesi di susunan pyramidal.

    ii. Refleks Kremaster dan Refleks skrotal

    Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau

    ujung kunci terrhadap kulit bagian medial akan dijawab

    dengan elevasi testis Ipsilateral. Refleks kremaster

    menghilang pada lesi di segmen L1-L2, juga pada usia lanjut.

    iii. Refleks Gluteal

    Refleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus

    Ipsilateral bilamana digores atau ditusuk dengan jarum atau

    ujung gagang pada refleks. Refleks gluteal menghilang jika

    terdapat lesi di segmen L4-S1.

    iv. Refleks Anal Eksterna

    Refleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau

    ketukan terhadap kulit atau mukosa daerah perianal.

    b. Refleks Tendon Profunda (Deeptendon Reflexes): pada

    kerusakan UMN terjadi Hyperrefleksia, pada kerusakan LMN

    terjadi Arefleksia.

    i. Refleks otot dinding perut (Bagian atas T8-T9, bagian tengah

    T9-TIO, bagian bawah T11-T12)

    Sikap : Pasien berbaring terlentang dengan kedua

    tangan lurus disamping badan.

    16

  • Stimulasi : Ketukan pada jari atau kayu penekan lidah

    yang ditempatkan pada bagian atas, tangah dan

    bawah dinding perut.

    Respons : Otot dinding perut yang bersangkutan

    mengganjal.

    ii. Refleks tendon lutut (L2-3-4, N. Femoralis)

    Sikap :

    a.Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung

    b. Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan

    diatas lantai

    c.Pasien berbaring terlentang dengan tungkainya

    difleksikan di sendi lutut

    Stimulasi : Ketukan pada tendon patella

    Respons : tungkai bawah berekstensi.

    iii. Refleks biseps femoris

    Sikap : pasien berbaring terlentang dengan tungkai

    sedikit ditekukan ke sendi lutut

    Stimulus : ketukan pada jari di pemeriksa yang di

    tempatkan pada tendon M. biseps femoris

    Respons : Kontraksi M. biseps femoris

    iv. Refleks tendon Achilles (L5, S1-2, N. Tibialis)

    Sikap :

    17

  • a.Tungkai ditekukkan di sendu lutut dan kaki

    didorsofleksikan

    b. Pasien berlutut di atas tempat periksa dengan

    kedua kaki bebas

    B. Refleks Patologis

    Lesi ini hanya muncul pada orang yang mengalami lesi atau

    kerusakan pada UMN. Refleks-refleks ini mempunyai respon yang

    sama pada perangsangan yang berbeda dimana hasil respon tersebut

    disebut Babinski Response atau Ekstensor Plantar Response

    yaitu pada perangsangan tertentu jempol kaki (hallux) mengalami

    dorsoekstensi dan pengembangan jari kaki lainnya.

    Metode perangsangan sebagai berikut:

    1) Refleks Babinski

    Penggoresan pada kulit plantar bagian lateral.

    2) Refleks Chaddock

    Penggoresan terhadap kulit dorsum pedis pada bagian lateralnya

    atau penggoresan terhadap kulit di sekitar maleolus eksterna.

    18

  • 3) Refleks Oppenheim

    Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan ibu jari

    terhadap kulit yang menutupi os tibia atau pengurutan itu

    dilakukan dengan menggunakan sensi interfalangeal jari telunjuk

    dari jari tengah dari tangan yang mengepal.

    4) Refleks Gordon

    Cara membangkitkan response plantar response itu ialah

    dengan memencet betis secara keras.

    5) Refleks Shaeffer

    Cara membangkitkan respons tersebut ialah dengan memencet

    tendon Achilles secara keras.

    19

  • 6) Refleks Gonda

    Respons patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (plantar

    fleksi) maksimal dari jari kaki keempat.

    7) Refleks Bing

    Dibangkitkan dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit

    yang menutupi metatarsal kelima.

    3. Pemeriksaan Penunjang

    1) Laboratorium

    - Darah : tidak spesifik

    - Urine : ada infeksi, leukosit dan eritrosit meningkat, bila sudah

    berlangsung lama

    - Liquor : bila etiologinya infeksi dapat ditemukan sel-sel leukosit

    2) Foto

    - Plain : ditemukan fraktur vertebrae

    VII. PENGOBATANa. Obat

    Jika terjadi kontusio/transeksi/kompresi medulla spinalis maka

    dapat kita terapi dengan

    20

  • i. Metil Prednisolon 30 mg/kg BB bolus intevena selama 15 menit,

    dilanjukan dengan 5,4 mg/kg BB 45 menit setelah bolus selama

    23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.

    ii. Tambahkan profilaksis stress ulkus : Antacid/Antagonis H2

    Sedangkan apabila terdapat Comotio medulla spinalis fraktur atau

    dislokasi tidak stabil harus disingkirkan, jika pemulihan sempurna

    pengobatan tidak diperlukan.

    Antibiotik bila etiologi penyakit sesuai dengan

    jenis bakterinya

    Immunomodulator pada myelitis transversa

    contoh: Kortikosteroid (prednisone), Azathioprine

    Kemoterapi pada keganasan

    b. Fisioterapi

    adalah bentuk pelayanan Kesehatan yang ditujukan kepada individu

    dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

    memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

    menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

    (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.

    Tujuan Fisioterapi adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan secara

    optimal, agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai

    dengan peran dan fungsinya dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini

    ditujukan kepada semua orang yang membutuhkan dengan tidak

    membedakan bangsa, suku kepercayaan, politik, dan status sosoial

    ekonomi.

    Fisioterapi untuk pasien Paraplegia Kelumpuhan adalah istilah umum

    yang digunakan untuk menggambarkan hilangnya gerakan dan / atau

    sensasi karena kerusakan sistem saraf. Mengetahui tingkat yang tepat

    dari cedera sangat membantu dalam memprediksi bagian mana dari

    tubuh akan dipengaruhi oleh kelumpuhan dan hilangnya fungsi.

    Fisioterapi untuk pasien paraplegia yaitu:

    1. Alat : Giger MD. Dimana merupakan suatu terapi dinamis

    koordinasi yang efisien untuk melatih pasien dengan lesi CNS

    21

  • 2. Pemanasan, dengan air hangat atau sinar. Dapat mengurangi

    kekakuan plantar fascia dan mengurangi nyeri tumit dengan

    sangat simple.

    3. Latihan : Sesuai dengan ROM (Range of Motion)

    c. Operasi

    Bila ada fraktur dengan menggunakan operasi tehnik Harrison rods

    stabilization (Instrumen Harrison) yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan

    karat untuk mengoreksi dan stabilisasi derformitas vertebra.

    22

  • Prinsip dasar tehnik Harrison dalam perawatan trauma deformitas spinal

    adalah adanya kemauan dan dukungan dari pasien, mengikuti rehabilitas sejak

    dini & untuk mencegah deformitas yang lebih parah.

    Tindakan operasi diindikasikan pada kasus:

    a. Reduksi terbuka pada dislokasi

    b. Cedera terbuka dengan benda asing atau tulang dengan canalis

    spinalis.

    c. Lesi parsial medulla spinalis dengan Hematmielia yang

    progresif.

    Dapat juga kita lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis,

    tujuannya adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis

    diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau

    hypoxia pada jaringan saraf yang sudah terganggu.

    i. Letakkan pasien pada alas keras dan datar untuk pemindahan

    ii. Beri bantal, guling atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah

    pergeseran

    iii. Tutupi dengan selimut untuk menghindari hawa panas badan

    iv. Bawa pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan

    kasus medulla spinalis

    VIII. KOMPLIKASIBeberapa, komplikasi yang tidak jarang muncul pada penderita paraplegia

    akibat kurangnya perawatan

    Decubitus Ulcer

    23

  • Autonomic Dysreflexia

    Osteoporosis

    Deep Vein Trombosis (DVT)

    24

  • Infeksi Saluran Kemih

    Pneumonia

    Emboli paru

    Heterotopic Ossification

    25

  • Spasticity

    Cardiovaskuler Disease

    Neuropati

    26

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi

    Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. Hal : 20 27, 35, 85

    2. Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. Neurologis Klinis dalam Praktek Umum. Hal 7

    3. Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam

    Neurologi. Hal : 115 131, 434 443.

    4. http://www.gigermd.com

    5. http://www.drmunirel.com

    27