127720742-LP-PEB

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Kejadian pre eklampsia menduduki urutan nomor 2 dengan persentase 24% dari angka kematian ibu di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5, meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ risiko jumlah kematian ibu. Dari survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras (Depkes RI, 2010). Menurut Depkes RI (2010), angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Walaupun sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2004. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDGs), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015. Masalah AKI di Indonesia masih cukup tinggi dari Asia.

description

r4eye

Transcript of 127720742-LP-PEB

Page 1: 127720742-LP-PEB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Kejadian

pre eklampsia menduduki urutan nomor 2 dengan persentase 24% dari angka kematian

ibu di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu

target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5,

meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah

mengurangi sampai ¾ risiko jumlah kematian ibu. Dari survei yang dilakukan AKI

telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk

mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen

dan usaha keras (Depkes RI, 2010).

Menurut Depkes RI (2010), angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini

tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Walaupun

sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000

kelahiran pada tahun 2004. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau

Millenium Development Goal (MDGs), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka

103 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015. Masalah AKI di Indonesia masih cukup

tinggi dari Asia. Berdasarkan persentase penyebab kematian ibu melahirkan,

perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian ibu melahirkan denganj persentase

28%, penyebab kedua adalah hipertensi saat hamil atau pre eklampsia dengan

persentase 24%, penyebab ketiga dikarenakan infeksi saat melahirkan dan lain-lain

yang merupakan penyakit penyerta saat kehamilan maupun persalinan dengan

persentase 11%. Penyebab lain adalah komplikasi masa puerperium dengan persentase

8%. Selain itu, masih ada penyebab lain seperti persalinan lama atau macet dan abortus

dengan persentase 5%, dan penyebab lain karena terjadinya emboli obat sebanyak 3%

(survei SDKI 2007).

Tingginya angka kematian ibu akibat pre eklamsia dan eklamsia menuntut

peranan tenaga kesehatan dalam mencegah komplikasi dari terjadinya pre eklamsia.

Tenaga kesehatan khususnya perawat harus mampu melakukan perawatan yang tepat

terhadap ibu pre eklamsia sehingga kejadian pre eklamsia dapat ditangani dengan cepat

dan tepat. Hal tersebut akan lebih baik apabila pre eklamsia dapat ditangani sampai

Page 2: 127720742-LP-PEB

sebelum ibu akan melakukan proses persalinan sehingga ibu dapat melahirkan dalam

kondisi dan partus normal tanpa adanya komplikasi persalinan. Oleh karena itu,

dilakukan penyusunan laporan pendahuluan tentang post partum dengan pre eklamsia,

supaya mahasiswa memahami tentang bagaimana konsep dasar dan pemberian asuhan

keperawatan terhadap pasien post partum dengan pre eklamsia.

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan

Page 3: 127720742-LP-PEB

BAB II

PEMBAHASAN

Pre Eklamsi Berat (PEB)

2.1 Pengertian

Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan

gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan

edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus

ada yaitu hipertensi).

Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan.

Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi

terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah

normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem

dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermilk, &

Jensen, 2005).

Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

a. Pre eklamsia ringan

Pre eklamsia ringan ditandai dengan:

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring

terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi

sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1

jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.

2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih

dalam seminggu.

3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin

kateter atau midstream (aliran tengah).

b. Pre eklamsia berat

Pre eklamsia berat ditandai dengan:

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .

Page 4: 127720742-LP-PEB

4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan

rasa nyeri pada epigastrium.

5) Terdapat edema paru dan sianosis

6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.

7) Perdarahan pada retina.

8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.

2.2 Etiologi

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap

sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum

yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan

darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi

terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:

a. Primigravida atau primipara mudab (85%).

b. Grand multigravida

c. Sosial ekonomi rendah.

d. Gizi buruk.

e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).

f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.

g. Hipertensi kronik.

h. Diabetes mellitus.

i. Mola hidatidosa.

j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau

polihidramnion (14-20%).

k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan).

l. Hidrofetalis.

m. Penyakit ginjal kronik.

n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, dan

diabetes mellitus.

o. Obesitas.

p. Interval antar kehamilan yang jauh.

Page 5: 127720742-LP-PEB

2.3 Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.

Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat

hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam

proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin.

Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/

agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan

terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan

menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan

konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor

pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus

yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama

angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.

Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.

Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit

menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer

akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya

hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula

suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi

intravaskular akan  menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,

paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan

terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi

serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan

risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan

pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya

pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya

anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya

kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya

edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada

hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas

Page 6: 127720742-LP-PEB

miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa

keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi

peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat

menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan

kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan

penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR

tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan

diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau

anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.

Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein

akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan

terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina.

Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa

keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan

hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga

dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan

diagnosa keperawatan risiko gawat janin.

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis

akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan

ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia

duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat

menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang

meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitas

dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah

yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan

sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah

sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan

mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa

keperawatan kurang pengetahuan.

Page 7: 127720742-LP-PEB

2.4 Manifestasi Klinis

Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat

badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre

eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre

eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-

gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan

petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia

yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu

hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik

medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam

penegakkan diagnosa pre eklamsia.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu

sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah

a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk

wanita hamil adalah 12-14 gr%).

b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).

c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)

2) Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine.

3) Pemeriksaan Fungsi Hati

a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).

b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.

c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.

d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)

e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml)

f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)

4) Tes Kimia Darah

Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7

mg/dL

Page 8: 127720742-LP-PEB

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Ultrasonografi (USG).

Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra

uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan

ketuban sedikit.

2) Kardiotografi

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa

denyut jantung janin lemah.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada

derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia

antara lain:

a. Komplikasi pada Ibu

1) Eklamsia.

2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal

jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.

3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes

and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom

HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah),

meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah.

HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai

dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit

rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan

atas.

4) Solutio plasenta.

5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.

6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.

7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan

untuk sementara.

8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.

9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat

serangan kejang.

Page 9: 127720742-LP-PEB

10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan

darah.

b. Komplikasi pada Janin

1) Hipoksia karena solustio plasenta.

2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan

angka morbiditas dan mortalitas perinatal.

3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan

dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).

4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).

2.7 Penatalaksanaan

a. Pencegahan atau Tindakan preventif

1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-

tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup

supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada

faktor-faktor predisposisi.

3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta

pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi

protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan

b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif

Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah

terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup dan

sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.

1) Penanganan pre eklamsia ringan

Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita

dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2

kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah

dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti

valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis

3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini

tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi

berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan

Page 10: 127720742-LP-PEB

janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan

sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia

kehamilan minggu 37 ke atas.

2) Penanganan pre eklamsia berat

a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.

Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji

kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:

(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular

kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama tidak

ada kontraindikasi.

(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat

diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan

kecuali ada kontraindikasi.

(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta

berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil mengawasi

timbulnya lagi gejala.

(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi

kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.

Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,

maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.

b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.

(1) Penderita dirawat inap

(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.

(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.

(c)Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr digluteus

kanan dan 4 gr digluteus kiri.

(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.

(e)Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif; diuresis 100 cc

dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia

antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.

(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.

(2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya

dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.

Page 11: 127720742-LP-PEB

(3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema paru

dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul IV

lasix.

(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi

partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin

(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.

(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu

dilarang mengedan.

(6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan

yang disebabkan atonia uteri.

(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian

diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.

(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.

c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia

1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat

menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi

seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Tetapi ada juga

aromatehrapy yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary,

fenel, hyssop dan sage.

2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan ketenangan

dan kenyamanan.

3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi

4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan suplemen

mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.

2.8 Pengkajian

a. Data Subjektif

1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun

2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya

edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan

berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai,

muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre

eklamsia berat < 400 ml/24 jam).

3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,

hipertensi kronik, DM.

Page 12: 127720742-LP-PEB

4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta

riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya

5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun

selingan

6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,

oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

b. Data Objektif

1) Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.

b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.

c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika

refleks positif.

d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.

Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg

atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan

biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).

Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan

atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.

2) Pemeriksaan Penunjang

a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali

dengan interval 4-6 jam

b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya

meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),

kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,

uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.

c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.

d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.

e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.

f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

2.8 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru(oedem paru)

Page 13: 127720742-LP-PEB

2. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap

penurunan kardiak output

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d terjadinya vasospasme

arterional,edema serebral, perdarahan

5. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir

6. Nyeri akut

7. Konstipasi

8. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan

Page 14: 127720742-LP-PEB

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: 127720742-LP-PEB
Page 16: 127720742-LP-PEB