1168455294-Bpd
-
Upload
eka-ulfatul-fitriani -
Category
Documents
-
view
218 -
download
1
description
Transcript of 1168455294-Bpd
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 1
BAB I
PENDAHULUAN
Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan
diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode
waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan
kelainan anatomi.1,2
Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya
pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat
menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan
angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 2
BAB II
BRONKOPULMONER DISPLASIA
II.1 Definisi
Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan
diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode
waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan
kelainan anatomi. Sejauh ini belum ditemukan definisi fisiologis yang tepat. Dengan
berkembangnya gejala klinis BPD selama 30 tahun terakhir, maka berkembang pula
definisi BPD. Displasia bronkopulmoner pertama kali di laporkan oleh Northway dkk.
Pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi prematur yang
menderita sindrom distres perapasan setelah bayi lahir, mendapatkan terapi ventilator
dan ketergantungan oksigen. Meskipun penyakit respiratorik akut membaik, tetapi
kebutuhan oksigen meningkat setelah 7-10 hari, bahkan menetap hingga 28 hari
setelah lahir.1.2
Definisi BPD menurut Northway telah dimodifikasi. Bancalari menyatakan
bayi prematur dengan sindrom pernapasan yang tidak berat yang membutuhkan
ventilator jangka pendek, tetapi gejala respiratorik menetap dan membutuhkan
oksigen minimal selama 28 hari setelah lahir, disertai kelainan radiologis. Gambaran
BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal
dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat
sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang
sangat kecil dan imatur (usia gestasi
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 3
mengatakan morbiditas paru yang didapatkan mudah diprediksi dengan melihat
kebutuhan oksigen minimal pada usia 36 minggu pasca konsepsi (postconseptual
age,PCA). Shenna merekomendasikan bahwa ketergantungan oksigen selama 36
minggu PCA, termasuk 28 minggu setelah lahir, digunakan sebagai definisi BPD
karena lebih relevan secara klinis.1,2,3
Beberapa bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), bayi prematur
yang lahir antara 23-28 minggu gestasi dan berat badan lahir 21%
untuk minimal 28 hari
Usia > 28 hari tetapi < 56
hari, atau saat diizinkan
pulang
BPD ringan Bernapas dengan udara Bernapas dengan udara
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 4
ruangan pada usia 36
minggu pasca konsepsi
atau saat diizinkan pulang
ruangan pada usia 56 hari
atau saat diizinkan pulang
BPD sedang Kebutuhan oksigen < 30%
pada usia 36 minggu pasca
konsepsi atau saat
diizinkan pulang
Kebutuhan oksigen < 30%
pada usia 56 hari, atau saat
diizinkan pulang
BPD berat Kebutuhan oksigen 30%
dan/ udara tekanan positif
(PPV atau NCPAP) pada
36 minggu PMA atau saat
diizinkan pulang
Kebutuhan oksigen 30%
dan/ udara tekanan positif
(PPV atau NCPAP) pada
usia 56 hari atau saat
diizinkan pulang
II.2 Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan
langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom
distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen.
Displasia bronkopulmoner terjadi pada 26% bayi hampir aterm yang menderita
penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium,
pneumonia, sepsis dan 50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.3,4
Insidens BPD bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat kurang dari
50% bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen pada 28 hari setelah
bayi lahir yang tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Pada populasi
neonatus dengan BBLSR (
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 5
setelah lahir adalah sekitar 30% hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens
ketergantungan oksigen pada bayi yang sama menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60%
bayi dengan BBLSR membutuhkan ventilator dan surfaktan, dan bergantung pada
oksigen hingga 28 hari, dan 30% dari bayi dengan BBLSR tetap bergantung pada
oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat, insiden BPD bervariasi antara 17-
57%.4
Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan BBLSR mengalami
bentuk ringan dari BPD atipikal. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat
bayi dilahirkan dan berat badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada
bayi bayi prematur dan berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang
bertahan hidup, maka jumlah total anak anak yang menderita BPD juga meningkat,
meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.1
II.3 Etiologi
Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan
terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Pemberian terapi oksigen
konsentrasi tinggi ini sebenarnya bertujuan untuk mengobati sindrom gawat
pernafasan pada bayi baru lahir. Cedera paru-paru ini bisa disebabkan oleh
meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena
keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan
jangka panjang.4,5
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 6
II.4. Faktor resiko
- Prematuritas
- Infeksi saluran pernafasan
- Penyakit jantung bawaan
- Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi
oksigen atau ventilator.4,6
II.5 Patogenesis
Pada awalnya, BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator,
dan toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangan nya, dengan adanya
perubahan gejala klinis dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa sindrom
distres pernapasan, atau pada bayi yang awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya
diketahui bahwa inflamasi merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respons
inflamasi menyertai sindrom distres pernapasan adalah ditemukan nya sel sel
inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi dan sitokin stokin pada bayi yang
menderita BPD. Faktor faktor seperti macrophage protein-1 dan interleukin 8 (IL-8)
yang ditemukan disaluran respiratorik, dan penurunan sitokin counter regulatory
seperti IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel sel inflamasi banyak ditemukan
diruang antar sel maupun rongga udara, selain itu sel epitel paru juga mensintesis
mediator mediatr inflamasi. Produksi radikal bebas oleh karena besi bebas pada
rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF- dan fibrosis.3,7
Barotrauma dan volutrauma akibat repirator dapat merusak jalan napas dan
parenkim paru secara langsung ataupun tidak langsung, intubasi menyebaban
kerusakan permukaan saluran respiratorik lokal, mengganggu aktivitas silier, dan
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 7
sebagai jalan masuk langsung bakteri patogen dan gas eksogen pada saluran
respiratorik. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema intertsisial paru, semakin
merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas toksik
yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, dan menghambat perbaikan
dan perkembangan paru.7,8
Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan
lebih sulit mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas
perkembangan dan morfologi paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan
pembentukan alveoli dan septum. Diketahui juga bahwa alveoli terus berkembang
hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan BPD membaik secara klinis
meskipun patologis dan radiologis biasa nya menetap hingga dewasa.8
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 8
II.6 Gejala klinis
Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko
terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu
menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme
paru, infeksi, atau gagal jantung.5
Northway menggambarkan empat stadium radiologis BPD sebagai berikut:
1. Sindrom distres pernapasan.
2. Diffusely hazy
3. Diffusely bubbly, pola intersisial
4. Hiperaerasi, hiperlusen fokal
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 9
Stadium tersebut sesuai dengan progesivitas patologi, dari sindrom distres
pernapasan akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya
emfisema, fibrosis, atelektaksis, dan penebalan otot polos peribronkial dan
perivaaskular. Akan tetapi, lesi pada pasien BPD tergambarkan lenih baik pada CT-
scan dari pada rontgen. Pada CT-scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal,
beberapa opasitas linier subpleura, dan menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan
gambaran sekuele dari BPD.6,7
Displasia bronkopulmoner sering disertai dengan bronkospasme, episode
sianosis, dan hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi
penurunan komplians paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan
volume paru, tahanan saluran repiratorik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD
dinyatakan dengan perkembangan somatik yang membaik.7
Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat
BPD. Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume
ekspirasi paksa (forced expiratory volume, FEV), aliran ekspirasi biasa, dan
peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-11 tahun.
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 10
Sekitar 50% anak anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperreaktifitas bronkus
meskioun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort menyatakan bahwa
BBLSR yang menderita BPD memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi
terhadap retardasi mental.5,6
II.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan:
- Roentgen dada
- Gas darah arteri
- CT scan thorak
- oksimetri.4
II.8 Tatalaksana
Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki
fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat,
dan memfasilitasi perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat
mengurangi edema paru dan kebutuhan oksigen, tetapi dapat juga menurukan
elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi
memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernapasan dan paparan oksigen.
Akan tetapi, keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi yang serius
seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat
pertumbuhan otak dan somatik, serta menghambat perkembangan neuromotor
(cerebral palsy,CP). Kortikosteroid pascanatal tidak menunjukkan keuntungan jangka
panjang. Hingga saat ini belum diketahui hubungan antara efek steroid sistemik
tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan atau durasi pengobatan. Penggunaan
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 11
steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih sedikit, tetapi efek terapi nya
kurang efektif. Karena efek samping jangka pendek maupun jangka panjang steroid
itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pascanatal hanya pada
keadaan klinis khusus seperti gagal napas berat dengan oksigen maksimal.
Kemungkinan pengobatan yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan
oksigen lebih merusak dari pada oksigen itu sendiri.6,9
Banyak bayi prematur terpapar dengan peningkatan konsentrasi oksigen,
sedangkan enzim antioksidan endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian
recombinant human superoxide dismutase (rhSOD) dapat mengurangi jejas paru baik
pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada suatu studi, rhSOD
diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen dan di
lanjutkan hingga 28 hari atau selama penggunaan ventilator. Dari studi tersebut
didapatkan hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan
intravaskular, dan leukomalasia periventrikular. Akan tetapi, pemberian antioksidan
untuk pencegahan dan terapi masih perlu dievaluasi lebih lanjut.9
Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan
inhibitor, yaitu glukokortikoid dan TGF-. Glukokortikoid mendorong pematangan
struktur parenkim, meningkatkan surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens
air pada paru, menurunkan permeabilitas vaskular. Hasil akhirnya adalah perbaikan
fungsi paru, respons yang lebih baik terhadapt surfaktan, dan peningkatan harapan
hidup. Sebaliknya, TGF- menghambat perkembangan paru.7,8
Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa
pemberian inhalasi beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan
dengan penurunan glukokortikoid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 12
dengan dosis 0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1
mg/kgBB po/iv selama 6-8 jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan
dosis dan cara pemberian glukokortikoid pada pasien BPD.9
Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan
NO sintase dapat di temukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO
dapat meningkatkan aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskular paru, dan
memperbaiki oksigenasi.9
NUTRISI
Nutrisi yang optimal, termasuk energi yang cukup dan vitamin, sangat penting
untuk perkembangan dan perbaikan paru. Malnutrisi dapat menurunkan fungsi
maupun ukuran paru. Anak yang menderita BPD biasanya mengalami gangguan
pertumbuhan karena kebutuhan nutrisi dan kalori meningkat, sementara asupan nutrisi
kurang optimal. Intoleransi makanan, refluks gastroesofagus, kesulitan makan (oral
aversion), restriksi cairan, hipoksemia, dan infeksi berulang menyulitkan pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan berperan pada gagal tumbuh. Terapi di fokuskan pada
pembatasan katabolisme, peningkatan status anabolik, serta pemberian kalori dan
nutrisi tambahan untuk memperbaiki jaringan dan pertumbuhan. Setelah pulang, anak
yang menderita BPD tetap membutuhkan kalori dan nutrisi tambahan. Pemenuhan
nutri tambahan dibutuhkan anak minimal selama satu tahun PSA.9
Nutrisi yang penting untuk mencegah atau mengobati BPD adalah inositol,
asam lemak, karnitin, sistein, serta vitamin A, C, dan E. Hingga saat ini hanya vitamin
A parentral yang diberikan setelah lahir. Vitamin A, C dan E adalah nutrisi
antioksidan yang bisa mencegah peroksidase lipid dan menjaga integritas dinding sel.
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 13
Akan tetapi, vitamin E dalam neonatus preterm tidak dapat mencegah BPD. Neonatus
preterm mungkin kekurangan vitamin A dan banyak penelitian tetntang penambahan
vitamin A dapat mencegah BPD dalam neonatus preterm. Memberikan energi dan
nutrisi yang cukup secepat mungkin sangat penting. Mengawali nutrisi parentral
dengan protein, lemak, karbihidrat, vitamin, dan mineral dalam 24-48 jam setelah
lahir dapat mencegah kehilangan protein, meminimalkan katabolisme, mencegah
defisiensi asam lemak esensial, dan menyediakan vitamin dan mineral.9
Air susu ibu (ASI) membantu memberikan keuntungan imunologis spesifik
pada bayi yang menderita BPD. Di dalam kandungan ASI terdapat inositol yang
merupakan suplemen nutrisi yang penting untuk pertumbuhn dan perkembangan
komponen surfaktan. Selain itu, ASI juga dibutuhkan untuk memperoleh proteinyang
adekuat, kalori, dan mineral pada semua bayi dengan berat badan lahir
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 14
Memaksimalkan nutrisi , memonitor pemasukkan cairan, pemakaian diuretik untuk
perbaikan paru.10
II.10. Komplikasi
- infeksi post natal atau sepsis
- gangguan pendengaran
- retinopathy of prematurity yang berat10
II.11 Prognosis
Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetap terdapat peningkaan
resiko infeksi, hiperreaktifitas saluran respiratorik, disfungsi jantung, dan kelainan
neurologis. Dua puluh empat persen dari bayi dengan BPD klasik akan mempunyai
keluhan respiratorik hingga dewasa. Meskipun BPD ringan berhubungan dengan hasil
yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai reesiko dua kali lebi
besar untuk menderita mengi asma, atau infeksi saluran respiratorik bawah,
dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh
bayi BBLSR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan
pertama setelah lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-
anak. Resiko kejadian akut yang mengancam jjiwa (20%) atau kematian mendadak
(3%) kebih tinggi pada bayi BBLSR dengan BPD. 8
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 15
BAB III
KESIMPULAN
Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan
diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode
waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan
kelainan anatomi.
Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan berat
badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi bayi prematur dan
berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka
jumlah total anak anak yang menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis
derajatnya lebih ringan.
Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan
terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Cedera paru-paru ini bisa
disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik
atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi
tinggi dan jangka panjang.
Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko
terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu
menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme
paru, infeksi, atau gagal jantung.
Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki
fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat,
dan memfasilitasi perkembangan paru.
-
Subiyanto (406107057)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012 16
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenhough A, Premkumar M, Patel D. Ventilatory strategies for the extremely
premature infant. Paediatric Anaesthesia 2008;18(5)371-377.
2. Baraldi E, Fillipone M. Chronic lung disease after premature birth. N Engl J Med
2007;357(19):1946-1955.
3. Ramanathan R. Optimal ventilatory strategies and surfactant to protect the preterm
lungs. Neonatology 2008;93(4):302-308.
4. Walsh MC, Yao Q, Gettner P, Hale E, Collins M, Hensman A, et al. Impact of a
physiologic definition on bronchopulmonary dysplasia rates. Pediatrics
2004;114(5)1305-1311.
5. Tin W, Wiswell TE. Adjunctive therapies in chronic lung disease: examining the
evidence. Semin Fetal Neonatal Med 2008;13(1)44-52.
6. Ambalavanan N, Carlo W. Ventilatory strategies in the prevention and management
of bronchopulmonary dysplasia. Semin Perinatol 2006;30(4):192-199.
7. Kinsella J, Greenough A, Abman SA. Bronchopulmonary dysplasia. Lancet
2006;367(9520):1421-1431.
8. Bhandari A, Panitch HB. Pulmonary outcomes in bronchopulmonary dysplasia.
Semin Perinatol 2006;30(4)219-226.
9. Cerny L, Torda JS, Rehan VK. Prevention and treatment of bronchopulmonary
dysplasia: contemporary status and future outlook. Lung 2008;186(2):75-89.
10. Driscoll, W. Bronchopulmonary Dysplasia. 2007. Available from:
www.emedicine.com. Accessed July 17th,2012.