113194964 Anatomi Dan Fisiologi TB

download 113194964 Anatomi Dan Fisiologi TB

of 24

description

Tuberkulosis ccc

Transcript of 113194964 Anatomi Dan Fisiologi TB

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, berdasarkan

    laporan tahun 2010 Indonesia menduduki tempat ketiga sebagai penyumbang kasus tuberculosis

    enam belas negara di dunia. Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 2009.

    Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan

    penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit

    infeksi. (Jurnal tuberolosis indonesia)

    Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru dimana sekitar 1/3 penderita di

    puskesmas 113 ditemukan pelayanan rumah sakit, klinik pemerintahan swasta, praktek swasta

    dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB

    diperkirakan 175.000 per tahun

    Penyakit TB paru menyerang sebagian besar usia kelompok produktif, kelompok

    ekonomi menengah dan berpendidikan menengah, penyakit TB paru juga lebih banyak

    ditemukan di daerah miskin.Penderita tuberculosis paru BTA positif akan menjadi sumber

    penularan bagi lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya

    infeksi hasil tuberculosis yaitu adanya sumber penularan.Jumlah basil yang cukup banyak dan

    terus menerus memapar calon penderita. Virulensi (keganasan basil serta daya tahan tubuh,

    dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan, misalnya

    perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis, keadaan penyakit yang memudahkan infeksi

    seperti diabetes mellitus dan campak, serta faktor genetik.

    Pada penderita tuberculosis paru bila penanganan di rumah sakit kurang baik, maka

    penderita tuberculosis paru akan mengalami komplikasi perdarahan dari saluran pernafasan

    bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

    jalan nafas, penyebaran infeksi ke organ lain misalnya otak, tulang, persendian, ginjal dan

    sebagainya

  • 2

    Bab II

    Pembahasan

    A. Definisi

    Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.

    Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A

    Price, hal.753, 1995).

    Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium

    tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arif Mansjoer, 1999).

    Tuberculosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium

    tuberculosis (Smeltzer, Brunner & Suddarth, 2001).

    Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkin

    paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,

    tulang, dan nodus limfe. Agens infeksi utama Mycobacterium tuberculosis, adalah batang

    aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar

    ultraviolet. Penularan biasanya melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke

    individu lainnya, dan membentuk kolonial di bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk

    ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau

    kadang-kadang melalui lesi kulit.

    B. Etiologi

    Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycrobakterium

    tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-

    4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah

    yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

    fisik. (Silvia A Price, 1995).

    Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan

    bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari

    sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat

    lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang

    tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari

  • 3

    pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

    tuberkulosis.

    Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil

    mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)

    sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah

    bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis

    primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis

    paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil

    mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang

    disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena

    terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil

    tersebut.

    C. Manifestasi Klinik

    Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukan demam tingkat

    rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk

    menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah

    pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. (Arif Mansjoer, 1999).

    Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak

    biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Hasil TB

    dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.

    Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala

    sistemik:

    1. Gejala respiratorik, meliputi:

    Batuk

    Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

    dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan

    bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

  • 4

    Batuk darah

    Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis

    atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat

    banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya

    batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

    Sesak napas

    Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada

    hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

    Nyeri dada

    Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

    apabila sistem persarafan di pleura terkena.

    2. Gejala sistemik, meliputi:

    Demam

    Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam

    hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang

    serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

    Gejala sistemik lain

    Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta

    malaise.

    Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi

    penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga

    timbul menyerupai gejala pneumonia.

    3. Gejala klinis Haemoptoe:

    Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan

    ciri-ciri sebagai berikut :

    Batuk darah

    a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

    b. Darah berbuih bercampur udara

  • 5

    c. Darah segar berwarna merah muda

    d. Darah bersifat alkalis

    e. Anemia kadang-kadang terjadi

    f. Benzidin test negatif

    Muntah darah

    a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

    b. Darah bercampur sisa makanan

    c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

    d. Darah bersifat asam

    e. Anemia seriang terjadi

    f. Benzidin test positif

    Epistaksis

    a. Darah menetes dari hidung

    b. Batuk pelan kadang keluar

    c. Darah berwarna merah segar

    d. Darah bersifat alkalis

    e. Anemia jarang terjadi

    D. Patofisiologi

    Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

    ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

    mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme

    imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

    menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,

    makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi

    dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya

    akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di

    jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

    Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

    regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran

    ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

    (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau

  • 6

    tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus

    primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.

    Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,kelenjar limfe regional

    yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

    Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

    kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan

    pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya

    kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung

    dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.

    Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 -10

    yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu

    minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga

    jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami

    perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB

    primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya

    hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap

    uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks

    primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk.

    Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system

    imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

    kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman

    TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

    Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru

    biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi

    setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga

    akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya

    tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup

    dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

    Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi

    dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di

    paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi

  • 7

    nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus

    sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

    Kelenjar limfehilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat

    awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus

    dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat

    menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan

    dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB

    endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit

    pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang

    sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

    Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat

    terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

    kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran

    hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya

    penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

    Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran

    hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB

    menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan

    gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ

    yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya

    otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi

    tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas

    seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

    Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh

    imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung

    berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.

    Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun

    kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami

    reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-

    lain.

  • 8

    Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran

    hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada

    bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju

    ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB

    secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan

    setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi

    kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis

    diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam

    mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

    Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

    spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan

    mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata

    yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik,

    lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan

    granuloma.

    Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted

    hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan

    menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan

    masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat

    dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi

    secara berulang.

    Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),

    biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,

    yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%

    penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi

    3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul

    akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9

    bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia

    terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman

    di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi

    pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

  • 9

    Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB

    tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam

    1tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah

    infeksi primer.

  • 10

    E. Pathway

    tubercolosis

    Airbone / inhalasi droplet

    Saluran pernafasan

    Saluran pernafasan atas

    Bakteri yang besar bertahan di

    bronkus

    Peradangan bronkus

    Penumpukan sekret

    Efektif Tidak efektif

    Sekret keluar saat

    batuk

    Batuk terus

    menerus

    Terhisap orang

    sehat

    Resiko

    penyebaran

    infeksi

    Sekret sulit

    dikeluarkan

    Obstruksi

    Sesak nafas

    Gangguan pola

    nafas tidak

    efektif

    Saluran pernafasan bawah

    Paru-paru

    Alveolus

    Terjadi perdarahan Alveolus

    mengalami

    konsolidasi dan

    eksudasi

    Gangguan

    pertukaran gas

    Penyebaran bakteri secara

    limfa hematogen

    Keletihan Anoreksia

    malaese mual

    muntah

    Demam

    Peningkatan

    suhu tubuh Perubahan

    nutrisi kurang

    dari kebutuhan

    Intoleransi

    aktivitas

    Bersihan jalan nafas

    tidak efektif

  • 11

    F. Penatalaksanaan Medis

    Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis)

    selama priode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),

    rifampin (RIF), strepomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid ((PZA). Kapreomisin,

    kanamisin, etionamid, natrium pra-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat

    baris kedua.

    M. tuberkulosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di

    seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950,

    insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat

    harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:

    Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens antituberkulosis garis depan

    pada individu.

    Resisten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens

    antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.

    Resisten banyak obat dalah resisten terhadap dua agens, sebut saja INH dan RIF.

    Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa

    adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH

    dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini, setiap agens

    dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three in one yang terdiri atas INH, RIF

    dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan

    kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya, etambutol dan streptomisin mungkin

    disertakan pada terapi awal sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,

    bagaimanapun tetap dianjurkan selama 12 bulan. Individu akan dipertimbangkan noninfeksinya

    selama menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinyu.

    Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang

    diketahui berisiko terhadap penyakit segnifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien

    yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilatik ini mencakup penggunaan dosis harian

    INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin

  • 12

    (vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin dipantau tiap bulan.

    Hasil pemeriksaan kultur sputum dipantau tehadap hasil tahan asam (BTA) untuk mengevaluasi

    efektivitas pengobatan dan kepatuhan pasien terrhadap terapi.

    1. Pencegahan Primer

    Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun

    hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan

    sebelumnya yang sudah tinggi.

    Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif,

    melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian

    tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan

    tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai

    terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk

    ternak, (3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan

    diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

    2. Pencegahan Sekunder

    Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC

    yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.

    Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi

    spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung

    dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan

    dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga

    penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.

    Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan

    imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan

    membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi

    epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap

  • 13

    epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus

    dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

    G. Pemeriksaan Diagnostik

    1. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.

    2. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72

    jam).

    3. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak

    gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas

    bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat

    dengan densitas tinggi.

    4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB

    paru.

    5. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

    6. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

    H. Pengkajian

    Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru

    (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :

    1. Riwayat PerjalananPenyakit

    a. Pola aktivitas dan istirahat

    Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas

    pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

    Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,

    lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -

    410C) hilang timbul.

    b. Pola nutrisi

    Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

    Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub

    kutan.

  • 14

    c. Respirasi

    Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

    Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,

    mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,

    terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu

    (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,

    pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak

    dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran

    bronkogenik).

    d. Rasa nyaman/nyeri

    Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

    Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,

    nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul

    pleuritis.

    e. Integritas ego

    Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak

    ada harapan.

    Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah

    tersinggung.

    2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:

    a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

    b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

    c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.

    d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

    e. Daya tahan tubuh yang menurun.

    f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

    3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:

    a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

  • 15

    b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.

    c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan

    penyakitnya.

    d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

    4. Riwayat Sosial Ekonomi:

    a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah

    penghasilan.

    b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan

    bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah

    berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang

    lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan

    pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

    5. Faktor Pendukung:

    a. Riwayat lingkungan.

    b. Pola hidup.

    Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,

    kebersihan diri.

    c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,

    pencegahan, pengobatan dan perawatannya

    I. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah

    sebagai berikut:

    1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret

    darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.

    2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan

    permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang

    kental, Edema bronchial.

  • 16

    3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan

    tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan

    akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan,

    Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

    4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:

    Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,

    Penurunan kemampuan finansial.

    5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan

    dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang

    didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif

    J. Rencana / Intervensi Keperawatan

    Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang

    telah dirumuskan sebagai berikut:

    1. Bersihan jalan napas tidak efektif

    Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

    Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi

    dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi

    dan melakukan tindakan tepat.

    a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan

    penggunaan otot aksesori.

    Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi

    akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga

    otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.

    b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat

    karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

    Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat

    kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi

    lanjut.

  • 17

    c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan

    latihan napas dalam.

    Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area

    atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

    d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

    Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien

    tidak mampu mengeluarkan sekret.

    e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

    Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

    f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.

    Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.

    g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai

    indikasi.

    Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen

    trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

    h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.

    Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema

    laring atau perdarahan paru akut.

    2. Gangguan pertukaran gas

    Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan

    oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari

    gejala distress pernapasan

    Intervensi:

    a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya

    respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.

    Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan

    dalam paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi

    inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-

    gejala respirasi distress.

  • 18

    b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan

    perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

    Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital

    dan jaringan.

    c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir

    disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

    Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya

    jalan napas.

    d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.

    Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

    e. Monitor GDA.

    Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02

    menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan

    terapi.

    f. Berikan oksigen sesuai indikasi.

    Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder

    hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

    3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeks i

    Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

    penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk

    meningkatkan lingkungan yang. Aman.

    Intervensi:

    a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui

    bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko

    infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.

    Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang

    diberikan untuk mencegah komplikasi.

    b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga,

    teman, orang dalam satu perkumpulan.

  • 19

    Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah

    penyebaran infeksi.

    c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan

    yang tertutup jika batuk .

    Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

    d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.

    Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

    e. Monitor temperatur.

    Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

    f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis

    paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan

    obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.

    Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk

    mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.

    g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.

    Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan

    kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut

    sampai 3 bulan.

    h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.

    Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer

    dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan

    Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.

    i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),

    sikloserin, streptomisin.

    Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

    j. Monitor sputum BTA

    Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien

    terhadap terapi.

    4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

    Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai

  • 20

    laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola

    hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

    Intervensi:

    a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas

    mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat

    mual/rnuntah atau diare.

    Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi

    yang tepat.

    b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.

    Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan

    intake diet pasien.

    c. Monitor intake dan output secara periodik.

    Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

    d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada

    hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi

    Buang Air Besar (BAB).

    Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan

    masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

    e. Anjurkan bedrest.

    Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi

    peningkatan metabolik.

    f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.

    Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang

    digunakan yang dapat merangsang muntah.

    g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan

    karbohidrat.

    Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

    h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

    Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi

    adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.

  • 21

    5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.

    Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan

    pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki

    kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.

    Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima

    perawatan kesehatan adekuat.

    Intervensi:

    a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian,

    kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan,

    media, orang dipercaya.

    Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan

    kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

    b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya:

    hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan

    pendengaran, vertigo.

    Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang

    membutuhkan evaluasi secepatnya.

    c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

    dan intake cairan yang adekuat.

    Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake

    cairan membantu mengencerkan dahak.

    d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal

    minum obat.

    Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

    e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya

    terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat

    Tuberkulosis dengan obat lain.

    Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan

    mencegah putus obat.

  • 22

    f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan

    penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah

    Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu

    menjalani terapi.

    g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.

    Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

    h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.

    Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/

    kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,

    pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis,

    u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis

    laring, dan penularan kuman

  • 23

    BAB III

    PENUTUP

    A. KESIMPULAN

    Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    Pertama, tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

    M.tuberculosis, jalan masuk untuk organism M.tuberculosis adalah saluran pernapasan,

    saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.

    Kedua, gejala yang berkaitan dengan TB paru adalah batuk lama yang produktif, nyeri

    dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik meliputi: demam, menggigil, keluar keringat oada

    malam hari, lemas, anoreksia, dan penurunan berat badan. Ketiga, prinsip pengobatan TB

    berdasarkan pada regimen harus terdiri dari banyak obat-obatan yang sesuai untuk

    organisme tersebut, obat-obatan harus digunakan secra teratur, dan terapi obat harus

    dilanjutkan dalam waktu yang cukup untuk memberikan terapi yang paling efektif dan

    paling aman dalam waktu yang terpendek.

    Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat dirancang untuk pengobtan

    pada kasus dan sumber infeksi. Eradikasi TB antara lain adalah dengan kemoterapi yag

    efektif, identifikasi kasus dengan cepat dan tindak lanjut, penanganan pada orang yang

    telah kontak dengan pasien TB, dan uji infeksi TB pada kelompok yang berisiko tinggi.

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Silvia A Price, Patofisiologi 1995.ICG, Jakarata

    2. Mansjoer,Arif. Ilmu Penyakit Dalam (IPD) vol 1821999.FKUIJakarta

    3. Recana Asuhan Keperawatan (Doergues)

    4. Dikutip dari Jurnal tuberkolosis indonesia diterbitkan pada bulan oktober 2010