11_1_5

download 11_1_5

of 16

Transcript of 11_1_5

KADAR ASAM LAKTAT HASIL METABOLISME ANAEROB PADA ATLETSamsul Bahri, Joseph I. Sigit dan Yusanti Ditia P.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan berintensitas tinggi dapat menyebabkan penimbunan asam laktat. Sampel darah atlet cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis diambil sebelum dan setelah berlatih dengan intensitas tinggi. Kadar asam laktat dalam sampel darah ditentukan secara kolorimetri melalui reaksi enzimatik. Kadar asam laktat setelah berlatih untuk atlet dari cabang olahraga dayung, lari 200 meter, dan squash meningkat yang secara berurutan sebesar 236,6 53,3 mg/dL (p>0,05), 222,2 81,3 mg/dL (p>0,05), dan 9,1 12,6 mg/dL (p>0,05). Sedangkan, kadar asam laktat setelah berlatih untuk atlet dari cabang olahraga bulutangkis menurun sebesar 24,5 14,0 mg/dL (p>0,05). Kata kunci: asam laktat, anaerob, dan atlet.

Pada saat ini, dunia olahraga telah mengalami perkembangan yang ditunjukan dengan prestasi atlet yang semakin baik. Salah satu contohnya, pada sprinter yang mencatatkan waktu semakin singkat untuk lari 100 meter pada Olimpiade yaitu pada tahun 2000 lalu 9,87 detik (lebih lambat 0,03 detik dari yang tercatat di tahun 1996), namun bila dibandingkan dengan pretasi yang terukir di Olimpiade I tahun 1896 lebih baik 2,13 detik (Kompas, 27 September 2004). Perkembangan prestasi tersebut tidak lepas dari pengaruh teknologi olahraga, kimia, fisiologi olahraga, dan biomekanik dalam upaya memantau perkembangan atlet. Salah satu parameter biokimia dalam tubuh yang penting, yaitu asam laktat. Kadar asam laktat penting untuk mengetahui ketahanan atlet selama training dan mempersiapkan kompetisi, bahkan juga saat proses kompetisinya.

Samsul Bahri, Joseph I. Sigit dan Yusanti Ditia P., adalah dosen dan alumni Sekolah Farmasi ITB.

59

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

Asam laktat merupakan indikator kelelahan, yaitu suatu hasil sampingan dari metabolisme pembentukan energi. Di dalam tubuh kita, terjadi proses kimia yang mengubah energi kimia dalam makanan menjadi energi mekanik yang membuat otot kita dapat berkontraksi. Energi mekanik yang menjadikan otot berkontraksi berasal dari molekul yang disebut ATP (Adenosin Tri Phosphate, merupakan gugus adenosine yang mengikat tiga gugus fosfat). Jika satu gugus fosfat lepas dari ATP, maka energi sebesar 30 kJ akan dilepas. Salah satu penggunaan energi tersebut, yaitu untuk menggerakkan otot. Manusia mempunyai energi yang besar dalam beraktivitas berat karena ATP dapat diregenerasi. ATP yang telah kehilangan satu fosfat (disebut juga ADP, Adenosin Difosfat) dapat mengikat satu fosfat lagi untuk kembali menjadi ATP. Proses ini memerlukan energi yang diambil dari makanan, terutama karbohidrat (Kompas, 27 September 2004). Pada tingkat seluler, reaksi kimia menunjukan energi yang dibutuhkan untuk menjaga homeostasis dan kerja fungsi organ tubuh. Proses dalam metabolisme organisme, yaitu katabolisme dan anabolisme. Katabolisme merupakan pemecahan substrat organik yang membutuhkan energi untuk menghasilkan ATP atau komponen energi tinggi lain. ATP yang diproduksi oleh mitokondria menjadi energi yang dapat digunakan untuk proses anabolisme, yaitu pembentukan molekul organik baru yang digunakan untuk mendukung fungsi sel (Martini, 2001). Adenosin trifosfat (ATP) adalah suatu senyawa kimia yang labil yang terdapat dalam semua sel. ATP terdapat di dalam sitoplasma dan nukleoplasma semua sel, dan pada dasarnya semua mekanisme fisiologis yang membutuhkan energi untuk bekerja, memperoleh energinya langsung dari ATP (atau senyawa energi tinggi lain yang sejenis, seperti guanosin trifosfat). Sebaliknya, makanan dalam sel dioksidasi secara bertahap, kemudian energi yang dibebaskan digunakan untuk membentuk kembali ATP sehingga selalu mempertahankan suplai ATP; semua pemindahan energi ini terjadi melalui reaksi yang berpasangan (Guyton, 1997). Energi dari ATP dapat digunakan oleh berbagai fungsi sistem sel yang berbeda untuk sintesis dan pertumbuhan, kontraksi otot, sekresi kelenjar, penghantaran impuls saraf, absorpsi aktif, dan aktivitas selular lainnya. Jika energi yang diperlukan untuk aktivitas selular lebih besar 60

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.

daripada yang dapat dihasilkan oleh metabolisme oksidatif (aerob), cadangan fosfokreatin yang akan digunakan pertama kali, kemudian diikuti dengan cepat oleh pemecahan glikogen secara anaerob. Metabolisme oksidatif (aerob) tidak dapat membawa energi yang sangat besar menuju sel secepat proses anaerob. Akan tetapi, pada penggunaan dengan kecepatan yang lebih lambat, proses oksidatif (aerob) hampir tidak pernah habis karena proses oksidatif dapat berlanjut tanpa ada batas waktu (Guyton, 1997). Proses metabolisme aerob, dimulai dari adanya glikogen dalam tubuh yang akan diubah menjadi glukosa dalam darah. Glukosa diubah menjadi asam piruvat, yang akan diubah menjadi asam laktat dan melepas energi sebesar 150 kJ. Selain itu, ada proses lain yang mengubah asam laktat menjadi asam piruvat yang akan masuk ke dalam siklus Krebs (dengan adanya oksigen) akan terbentuk karbondioksida (CO 2) dan air (H2O) dan melepas energi sebesar 3.000 kJ (Devries, 1966). Sebanyak satu mol glikogen dapat dipecah secara sempurna menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O), kemudian mengeluarkan energi yang cukup untuk mensintesis sebanyak 39 mol ATP. Pengeluaran energi tersebut memerlukan sejumlah enzim dan reaksi kimia yang kompleks. Reaksi sistem aerob ini terjadi pada otot, terutama pada mitokondria. Oleh karena itu, pada metabolisme aerob, aktivitas tersebut selalu memerlukan oksigen. Pada awal kegiatan latihan fisik selalu digunakan metabolisme anaerob dan selanjutnya akan diikuti oleh metabolisme aerob. Namun, kondisi tersebut tidak selamanya berjalan dengan baik, sebab meskipun oksigen tersedia dan bebas dapat diambil melalui udara pernapasan, tetapi jumlah oksigen yang sampai di otot untuk metabolisme aerob sangat terbatas (Nugraha, 1997). Dunia olahraga di Indonesia telah mengenal dan menggunakan suatu metode pelatihan yang dapat meningkatkan kebugaran tubuh atlet sehingga membantu tubuh untuk dapat lebih cepat mengeliminasi penumpukan asam laktat di otot. Akan tetapi, dunia olahraga di Jawa Barat ini tidak mempunyai data yang ilmiah apakah metode latihan tersebut dapat memberikan pengaruh bagi kebugaran atlet dan apakah cabang olahraga yang diberikan penanganan yang berbeda dapat membantu dalam mengeliminasi asam laktat dalam tubuh atletnya.

61

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

Pada penelitian ini, kadar asam laktat darah yang dihasilkan atlet pada berbagai cabang diukur dengan tujuan untuk mengetahui dan membandingkan bahwa latihan intensitas tinggi pada cabang-cabang olahraga yang menggunakan predominan proses anaerob dapat menyebabkan akumulasi asam laktat yang besar. METODE Penelitian ini meliputi pengumpulan data-data para sukarelawan atlet yang berkaitan dengan penelitian, seperti riwayat kesehatan, pengukuran kapasitas vital paru-paru, penentuan hemoglobin, pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah latihan, pengukuran pulsa sebelum dan setelah latihan, serta pengukuran kadar asam laktat sebelum dan setelah latihan dalam tingkat latihan yang sama (intensitas tinggi) untuk atlet dari empat cabang olahraga. Latihan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran asam laktat darah pada empat cabang olahraga dengan intensitas latihan yang sama, yaitu intensitas tinggi. Cabang olahraga yang digunakan, berasal dari cabang olahraga atletik (lari jarak pendek 200 meter), bulutangkis, dayung, dan squash. Latihan tersebut dilakukan kepada tiap cabang olahraga dengan masing-masing cabang olahraga berjumlah empat sampai enam orang atlet. Para atlet tersebut diambil secara acak dari tiap cabang olahraga dengan klasifikasi berjenis kelamin pria dan berusia 14 sampai 27 tahun. Sampel darah setiap atlet diambil dan data pendukung penelitian lainnya dicatat ketika sebelum dan setelah latihan intensitas tinggi. Parameter aktivitas dan sistem metabolisme otot adalah konsentrasi (kadar) asam laktat sebelum dan setelah latihan, serta selisih kadar asam laktat darah. Data penelitian yang lain adalah tekanan darah, pulsa, hemoglobin, dan kapasitas paru-paru. Pengukuran kadar asam laktat darah ditentukan secara kolorimetri melalui reaksi enzimatik menggunakan spektrofotometer. Data hasil penelitian antar cabang dibandingkan sesuai uji statistika, yaitu t-student. HASIL Pada penelitian sebelumnya, telah diteliti adanya perbedaan yang bermakna antara kadar asam laktat yang dihasilkan oleh atlet pria dan 62

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.

wanita selama latihan pada cabang olahraga lari. Adanya perbedaan kadar asam laktat tersebut disebabkan karena adanya perbedaan hormonal, ukuran tubuh, dan komposisi tubuh antara pria dan wanita (Inge Rostanty,dkk, 2005). Perbedaan hormonal merupakan parameter yang memegang peranan yang besar terhadap penampilan atlet. Testosterone yang disekresi oleh testis pria memiliki efek anabolic yang kuat terhadap penyimpanan protein yang sangat besar di dalam tubuh, terutama di dalam otot. Hal ini yang menyebabkan pria memiliki massa otot yang lebih besar dari wanita. Sedangkan, estrogen diketahui dapat meningkatkan penimbunan lemak pada wanita, terutama pada jaringan tertentu, seperti payudara, paha, dan jaringan subkutan. Hal tersebut yang menyebabkan seorang wanita mempunyai komposisi lemak yang lebih banyak dari pria. Keadaan ini merupakan kerugian bagi wanita untuk mencapai tahap tertinggi penampilan seorang atlet, dalam hal kecepatan atau rasio total kekuatan otot tubuh terhadap berat tubuh (Guyton, 1997). Pada penelitian ini, atlet yang digunakan sebagai sukarelawan seluruhnya berjenis kelamin pria, tetapi atlet tersebut berasal dari beberapa cabang olahraga yang menggunakan predominan metabolisme anaerob. Sebenarnya, ketika proses metabolisme anaerob sedang bekerja di dalam tubuh, metabolisme aerob pun terjadi secara tidak dominan. Begitu juga sebaliknya, yaitu ketika proses metabolisme aerob sedang bekerja di dalam tubuh, metabolisme anaerob pun terjadi secara tidak dominan. Hal tersebut menunjukan tubuh mengalami metabolisme predominan anaerob atau predominan aerob, kemudian istilah tersebut sering disebut sebagai metabolisme anaerob atau aerob saja. Hasil pengumpulan data awal menyatakan bahwa atlet mempunyai kondisi dan aktivitas yang normal berdasarkan parameter tekanan darah, pulsa, hemoglobin, kapasitas paru-paru, dan riwayat kesehatan pada p>0,05. Pengumpulan data awal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tubuh atlet sukarelawan sebelum dan setelah latihan. Sebelum latihan, data awal atlet diukur dan dicatat untuk mengetahui kondisi normal atlet sebelum latihan. Data tersebut terdiri dari riwayat kesehatan atlet selama satu tahun terakhir, Body Mass Index, tekanan darah, kadar hemoglobin, dan kapasitas total paru-paru. Kemudian, sampel darah atlet sebelum latihan diambil pula untuk mengetahui kadar asam laktat atlet sebelum latihan 63

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

dimulai. Kadar asam laktat dalam plasma diukur dengan menggunakan fotometer 4020 Hitachi Boehringer Mannheim pada panjang gelombang 546 nm. Hasil pengukuran kadar asam laktat dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata kadar asam laktat sebelum, setelah latihan, dan selisihnya pada atlet cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis.Cabang olahraga Dayung Lari 200 m Squash Bulutangkis Jumlah (orang) 6 6 5 5 Sebelum latihan (mg/dL) 40,139,21 108,7324,71 49,44 5,76 103,3019,47 Setelah latihan (mg/dL) 276,7745,33 330,9773,37 58,605,77 78,8219,27 Selisih (mg/dL)

236,6353,31 222,2381,37 9,16 12,63 (-24,48) 14,01

Pada pengambilan darah sebelum latihan, kadar asam laktat awal diukur untuk mengetahui kondisi awal atlet. Nilai parameter kadar asam laktat sebelum latihan ini diuji secara statistik untuk mengetahui kehomogenan variansi. Hasil yang diperoleh adalah p>0,05 untuk kadar asam laktat awal pada masing-masing cabang olahraga, artinya populasi kadar asam laktat sebelum latihan pada masing-masing cabang olahraga didistribusikan secara normal. Hasil ini menunjukan bahwa kondisi awal kadar asam laktat adalah baik sehingga dapat dijadikan parameter untuk penentuan selisih kadar asam laktat. Pada tabel 1 terlihat bahwa kadar asam laktat sebelum latihan dari yang paling besar, yaitu pada cabang olahraga lari 200 meter (108,73 24,71) mg/dL, bulutangkis (103,30 19,47) mg/dL, squash (49,44 5,76) mg/dL, dan dayung (40,130 9,21) mg/dL. Perbedaan jumlah kadar asam laktat sebelum latihan ini menunjukan bahwa tingkat kelelahan atlet lari dan bulutangkis telah terjadi sebelum latihan berlangsung. Tingkat kelelahan ini diperkirakan akibat dari aktivitas yang dilakukan atlet sebelum latihan. Sedangkan, pada atlet squash dan dayung memiliki tingkat kelelahan yang rendah sebelum latihan. Tingkat 64

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.

kelelahan sebelum latihan akan mempengaruhi kesiapan atlet dalam latihan. Kadar asam laktat atlet dalam keadaan normal (aktivitas biasa) sekitar 4 mmol/L atau 36 mg/dL. Pada tabel 1 terlihat bahwa atlet dayung dan squash mempunyai kadar asam laktat sebelum latihan yang dekat dengan kadar asam laktat atlet pada aktivitas biasa. Hal ini menunjukan bahwa kadar asam laktat atlet dayung dan squash pada sebelum latihan masih berada dalam rentang kadar asam laktat hasil aktivitas normal. Sedangkan, pada atlet lari 200 meter dan bulutangkis, kadar asam laktat sebelum latihan yang tinggi menunjukan kadar asam laktat yang lebih besar dari kadar asam laktat ketika aktivitas biasa sehingga tingkat kelelahan telah terjadi sebelum latihan. Setiap atlet sukarelawan melakukan latihan sesuai cabang olahraga masing-masing dengan intensitas tinggi. Setelah latihan, seluruh atlet sukarelawan diambil kembali darahnya sebanyak 0,25 mL (yang digunakan untuk mengukur kadar asam laktat darah setelah latihan), kemudian dicatat tekanan darah dan denyut nadinya. Plasma darah diambil untuk mengukur kadar asam laktat. Kadar asam laktat dalam plasma diukur dengan menggunakan fotometer 4020 Hitachi Boehringer Mannheim pada panjang gelombang 546 nm. Hasil pengukuran kadar asam laktat atlet setelah melakukan latihan dapat dilihat pada tabel 1. Setelah atlet latihan, pengukuran kadar asam laktat setelah latihan bertujuan untuk mengetahui kondisi akhir atlet dan tingkat kelelahan yang terjadi. Kadar asam laktat setelah latihan ini kemudian diuji secara statistik untuk mengetahui kehomogenan variansi. Hasil yang diperoleh adalah p>0,05 untuk masing-masing cabang olahraga, artinya populasi kadar asam laktat setelah latihan didistribusikan secara normal. Pada tabel 1 terlihat bahwa urutan kadar asam laktat setelah latihan dari yang terbesar, yaitu cabang olahraga lari 200 meter, dayung, bulutangkis, dan squash. Hal tersebut menunjukan bahwa cabang olahraga lari 200 meter dan dayung membutuhkan energi yang lebih besar dalam latihan sehingga memberikan efek terhadap asam laktat yang dihasilkan lebih besar, sedangkan cabang olahraga squash dan bulutangkis membutuhkan energi tidak sebesar cabang olahraga lari 200 meter dan dayung. Cabang olahraga lari 200 meter dan dayung merupakan cabang olahraga yang pembentukan energinya melalui proses 65

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

fosfagen, yaitu pemecahan sumber energi berasal dari fosfokreatin dan ATP. Sedangkan, cabang olahraga squash dan bulutangkis merupakan cabang olahraga yang pembentukan energinya melalui proses anaerob, yaitu pemecahan sumber energi berasal dari glikolisis. Proses fosfagen menghasilkan energi yang lebih besar daripada proses anaerob, walaupun proses fosfagen dan anaerob sama-sama memerlukan waktu yang singkat dalam pembentukan energi. PEMBAHASAN Selisih kadar asam laktat sebelum dan setelah latihan berguna untuk mengetahui seberapa besar penumpukan asam laktat yang terjadi di dalam tubuh. Semakin besar selisih asam laktat, maka tingkat kelelahan yang dirasakan oleh tubuh atlet akan semakin tinggi. Sedangkan, semakin kecil selisih asam laktat, maka tingkat kelelahan yang dirasakan tubuh atlet semakin rendah. Tingkat kelelahan ini berpengaruh terhadap daya tahan dan daya saing atlet selama latihan dan kompetisi. Selisih kadar asam laktat merupakan hasil pengurangan antara kadar asam laktat setelah latihan terhadap sebelum latihan, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 1. Pada penelitian ini digunakan parameter selisih asam laktat yang dihasilkan oleh atlet pada cabang olahraga yang predominan menggunakan proses anaerob dalam menghasilkan energi pada sebelum dan setelah latihan. Berdasarkan hasil data yang didapatkan, terdapat selisih asam laktat yang bernilai positif pada atlet cabang olahraga dayung, lari jarak 200 meter, dan squash. Sedangkan, selisih asam laktat yang dihasilkan pada atlet cabang olahraga bulutangkis bernilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa kecepatan pembentukan asam laktat yang lebih tinggi daripada kecepatan penguraian asam laktat, sehingga terjadi penumpukan asam laktat dalam darah dan otot. Penumpukan asam laktat tersebut dijadikan sebagai indikator kelelahan. Semakin besar penumpukan, maka semakin tinggi tingkat kelelahan atlet setelah latihan.

66

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.350 Kadar Asam Laktat (mg/dL) 300 250 200 150 100 50 0 -50 DAYUNG LARI 200m SQUASH BULUTANGKIS

Cabang Olahraga sebelum latihan setelah latihan selisih

Gambar 1. Data asam laktat atlet sebelum dan setelah latihan pada cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkisBerdasarkan selisih kadar asam laktat (yang menunjukan besarnya penumpukan asam laktat) pada cabang olahraga dayung dan lari jarak 200 meter ini, proses pembentukan energi menggunakan proses fosfagen (yang predominan anaerob). Pada penelitian ini, atlet cabang olahraga dayung memberikan hasil penumpukan asam laktat yang paling besar, yang berarti tingkat kelelahan yang tinggi yang dirasakan oleh atlet dayung, kemudian atlet lari. Pada cabang olahraga squash, selisih asam laktat bernilai positif, tetapi nilainya relatif kecil. Hal ini menunjukan bahwa kecepatan pembentukan asam laktat pada cabang olahraga squash ini hampir sama dengan kecepatan penguraian asam laktat, sehingga terjadi penumpukan asam laktat dengan kadar kecil. Peristiwa ini menunjukan bahwa cabang olahraga squash merupakan jenis cabang olahraga yang menggunakan proses anaerob karena salah satu ciri proses anaerob, yaitu pembentukan ATP cepat dan penguraian asam laktat juga cepat. Diperkirakan, penguraian asam laktat langsung terjadi ketika atlet berhenti latihan. Pada cabang olahraga squash ini, terdapat satu data yang dianggap outlier karena memberikan delta asam laktat yang relatif berbeda (besar) dibandingkan dengan data sampel yang lain. Hal ini diperkirakan karena

67

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

setiap atlet mempunyai metabolisme tubuh yang berbeda dengan tingkat kebugaran yang berbeda pula. Pada cabang olahraga bulutangkis, hasil data selisih kadar asam laktat menunjukan nilai yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa kecepatan penguraian asam laktat lebih besar dari kecepatan pembentukan asam laktat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam laktat. Diperkirakan, penguraian (recovery) asam laktat terjadi dengan sangat cepat ketika atlet berhenti latihan, sehingga tingkat kelelahan atlet sangat rendah. Cabang olahraga bulutangkis merupakan cabang olahraga yang menggunakan proses anaerob dalam menghasilkan energi dengan ciri, yaitu cepat menghasilkan ATP dan cepat pula menguraikan asam laktat yang terbentuk. Penguraian asam laktat yang cepat dapat pula terjadi karena tingkat kebugaran atlet yang baik dan telah dikondisikan (melalui program latihan yang diterapkan). Selain itu, diperkirakan, faktor jumlah hemoglobin dan usia memberikan pengaruh pada kecepatan penumpukan asam laktat karena atlet sukarelawan yang dijadikan sampel pada cabang olahraga bulutangkis ini berusia sekitar 14 sampai 18 tahun (relatif muda dibandingkan atlet sukarelawan cabang olahraga lainnya). Usia muda memiliki tingkat kebugaran tubuh yang lebih baik sehingga mampu mengatasi tingkat kelelahan tubuhnya. Pengumpulan data awal dilakukan untuk mengetahui faktor lain selain intensitas gerakan otot yang berpengaruh dalam pembentukan, penguraian, dan penumpukan asam laktat pada atlet. Data tersebut berupa usia atlet, Body Mass Index (BMI), tekanan darah sebelum dan sesudah latihan, volume tidal paru-paru, kapasitas total paru-paru, kadar hemoglobin darah, dan sejarah penyakit yang pernah diderita oleh atlet. Berikut ini merupakan data mengenai kondisi atlet sebelum pengambilan sampel darah. Data ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisiologi atlet pada keadaan biasa atau sebelum latihan. Tabel 2. Data pendukung kondisi fisiologi atletCabang Olahraga Usia (tahun) Body Mass Index (kg/m2) Kapasitas Dayung 211,03 21,53 1,70 2.819,44 600,7 Lari 200 m 190,98 221,32 3.275520,23 Squash 213,56 21,720,83 2.860535,23 Bulutangkis 16 2,07 21,00 1,95

2.496,67283,1

68

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.Cabang Olahraga Total Paru-paru (ml) Tekanan Darah Sistol Sebelum Latihan (mmHg) Tekanan Darah Sistol Setelah Latihan (mmHg) Tekanan Darah Diastol Sebelum Latihan (mmHg) Tekanan Darah Diastol Setelah Latihan (mmHg) Hemoglobin (g/dL) Dayung Lari 200 m Squash Bulutangkis 9 116,00 5,48

133,3310,33

120,005,48

130,007,07

144,17 4,97

123,33 4,08

136,008,94

123,00

4,47

92,50 9,87

80,83 4,92

86,008,94

80,00

0,00

103,33 10,33

80,83 2,04

92,008,37

80,000,00

12,33

1,03

13,672,66

11,801,92

14,521,65

Usia merupakan faktor penting yang menunjukan tingkat kebugaran dan metabolisme tubuh seseorang. Semakin muda usia seseorang, maka tingkat kebugaran cenderung semakin baik, dan metabolisme tubuhnya pun makin baik, yang akan menguntungkan dalam proses produksi energi yang besar, termasuk proses asam laktat. Oleh sebab itu, terdapat batasan usia bagi orang yang berprofesi sebagai atlet. Pada penelitian ini, usia atlet yang dijadikan sukarelawan sekitar 14 sampai 27 tahun (p>0,05), dapat dilihat pada Gambar 4.2. Diperkirakan, atlet dengan rentang usia tersebut mempunyai tingkat kebugaran dan metabolisme yang baik. Atlet sukarelawan pada cabang olahraga bulutangkis merupakan atlet yang paling muda dibandingkan dengan atlet cabang olahraga lainnya. Data selisih asam laktat cabang olahraga bulutangkis bernilai negatif, yang berarti kecepatan penguraian asam laktat lebih cepat dibandingkan kecepatan pembentukannya. Diperkirakan, salah satu faktor yang mempengaruhi, yaitu dari segi usia atlet bulutangkis yang lebih muda dari atlet cabang olahraga lainnya, yang menunjukan tingkat kebugaran dan metabolisme atlet bulutangkis lebih baik dari atlet lainnya.

69

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)25USIA (tahun)

20 15 10 5 0DAY UNG LARI 200m S QUAS H BULUTANGKIS

Cabang Olahraga

Gambar 2. Data Usia Atlet cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis.22,5 22 21,5 21 20,5 20 19,5 19DAYUNG LARI 200m S QUAS H BULUTANGKIS

BMI (kg/m 2 )

Cabang Olahraga

Gambar 3. Data Body Mass Index (BMI) Atlet cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis. Body Mass Index (BMI) menunjukan indeks massa tubuh seseorang. Pada penelitian ini, BMI tubuh atlet sekitar 21 sampai 22 kg/m 2 (p>0,05), menunjukan massa tubuh atlet yang baik dan sehat untuk melakukan latihan. Berdasar dari Gambar 4.3, atlet dayung, lari 200 meter, dan squash memiliki BMI yang besar dibandingkan dengan BMI atlet bulutangkis. Hal ini menunjukan bahwa massa otot atlet dayung, lari 200 meter, dan squash besar; yang berpengaruh pada kemampuan otot dalam pembentukan energi untuk dapat bergerak. Pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah latihan bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh perubahan tekanan darah terhadap 70

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.

kadar asam laktat. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak ada hubungan antara kenaikan tekanan darah pada saat latihan dengan pembentukan, penguraian, dan penumpukan asam laktat. Akan tetapi, data tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah, baik sistol maupun diastol selama otot bergerak.160 140 120 100 80 60 40 20 0 DAYUNG BULUTANGKIS LARI 200m SQUASH Sistol sebelum latihan Diastol sebelum latihan Sistol sesudah latihan Diastol sesudah latihan

Gambar 4. Data Tekanan Darah Atlet pada cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis

Kapasitas Tidal (mL)

Tekanan Darah (mmHg)

3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0DAY UNG LARI 200m S QUAS H BULUTANGKIS

Cabang Olahraga

Gambar 5. Data Kapasitas Total Paru-paru Atlet pada cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis.

71

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

Hemoglobin (g/dL)

20 15 10 5 0DAYU NG LARI 200m S UAS Q H BULU TAN K G IS

Cabang Olahraga

Gambar 6. Data Hemoglobin Atlet pada cabang olahraga dayung, lari 200 meter, squash, dan bulutangkis. Kapasitas total paru-paru menunjukan jumlah total oksigen yang dapat diambil oleh paru-paru dari udara. Kapasitas total paru-paru berhubungan dengan kemampuan paru-paru dalam mengambil udara dari lingkungan luar. Semakin besar uptake oksigen, maka semakin besar energi yang dapat dihasilkan melalui proses aerob, karena oksigen diubah menjadi energi dengan menggunakan proses aerob. Akan tetapi, kapasitas total paru-paru tidak memberikan pengaruh yang bermakna pada penelitian ini karena cabang olahraga tersebut menggunakan metabolisme predominan anaerob dalam pembentukan energi. Hal ini ada hubungannya dengan pendapat J.S. Gray, (1950) bahwa pengaruh latihan terhadap konsumsi oksigen dan kecepatan ventilasi, yaitu semakin berat latihan yang dilakukan, maka jumlah oksigen yang dikonsumsi akan semakin besar dan kecepatan ventilasi akan semakin besar. Hubungan antara jumlah konsumsi oksigen dengan kecepatan ventilasi adalah linier pada tingkat latihan yang berbeda (intensitas rendah, sedang, dan tinggi). Selanjutnya kadar hemoglobin menunjukan jumlah oksigen yang dapat diikat dalam darah untuk ditranspor dan diubah menjadi energi. Semakin besar uptake oksigen, maka semakin besar energi yang dapat dihasilkan melalui proses aerob, karena oksigen diubah menjadi energi dengan menggunakan proses aerob. Pada penelitian ini, cabang olahraga yang dijadikan sampel merupakan cabang olahraga dengan predominan menggunakan proses anaerob. Oleh karena itu, kapasitas total paru-paru dan kadar hemoglobin tidak memberikan pengaruh yang bermakna pada 72

JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.11, No.1, Januari 2009: 5974.

tingkat kepercayaan 95% maupun 99% (2-tailed), yang artinya tidak mempengaruhi kadar asam laktat. Sementara itu, oksigen dapat juga membantu proses penguraian (recovery) asam laktat di dalam otot sehingga otot tidak memerlukan waktu yang lama untuk dapat bergerak kembali. KESIMPULAN Cabang olahraga squash dan bulutangkis mendapatkan energi melalui predominan proses anaerob, yaitu energi terbentuk dalam waktu singkat, kecepatan pembentukan asam laktat lebih kecil daripada kecepatan penguraian asam laktat sehingga penumpukan asam laktat rendah. Cabang olahraga dayung dan lari 200 meter mendapatkan energi melalui proses fosfagen sehingga energi yang terbentuk lebih besar (bila dibandingkan hasil dari proses anaerob) dalam waktu singkat, kecepatan pembentukan asam laktat lebih besar daripada kecepatan penguraian asam laktat, sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang besar. Akibatnya, tingkat kelelahan cabang olahraga dayung dan lari 200 meter lebih tinggi dibandingkan dengan cabang olahraga bulutangkis dan squash. Data usia dan BMI mempengaruhi tingkat kebugaran atlet. Semakin muda umur atlet, maka tingkat kebugarannya semakin baik. Data kapasitas total paru-paru dan kadar hemoglobin tidak memberikan pengaruh terhadap kadar asam laktat pada cabang olahraga anaerob. DAFTAR PUSTAKA Devries, Herbert, 1966, Physiology of Exercise for Physical Education, Athletics, and Exercise Science, 5th ed., Brown and Benchmark Publishers, USA, 29-40. Gray, J.S., 1950, Pulmonary Ventilation and Its Physiological Regulation, Springfield, 1348-1350. Guyton, Arthur, 1994, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 7, terjemahan dr. LMA. Ken. Ariata Tengadi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 39-195. Kompas, Pemecahan Rekor Atletik Olimpiade, 27 September 2004

73

Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob (Samsul Bahri, dkk)

Guyton and Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 9, terjemahan dr. Irawati, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1063-1064, 1132, 1341-1348. Martini, Frederic, 2001, Fundamentals of Anatomy and Physiology, 5th ed., Prentice Hall, New Jersey, 44, 293-294, 901-905. Nugraha,E., 1997, Pengaruh Latihan Lari Kijang dan Latihan Daya Tahan Kecepatan Terhadap Nilai Daya Tahan Kecepatan Lari Sprint serta Hubungannya dengan Nilai Laktat Darah Pemulihan, Tesis Magister FPOK Universitas Padjadjaran, Bandung, 19-26. Rostanty, Inge,dkk, 2005, Studi Asam Laktat Darah Ditinjau Dari Berbagai Perlakuan Pada Atlet, Skripsi Sarjana Departemen Farmasi FMIPA ITB, Bandung, 1-20.

74