110893821-MICROTIA

27
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Grasia Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 3 tahun RM : 570133 MRS : 24/9/2012 Jaminan : Jamkesmas Diagnosis : Microtia II. ANAMNESIS KeluhanUtama : Telinga sebelah kanan kecil AnamnesisTambahan : Dialami sejak lahir. Osi juga tidak dapat mendengar pada sisi telinga yang kecil. Riwayat ibu mengkonsumsi jamu-jamuan saat hamil tidak ada. Ibu osi mengaku sering memakan makanan yang bergizi saat hamil dulu.Riwayatpersalinantidakadamasalah.Riwayat keluarga yang menderita hal yang sama dengan osi tidak ada. III. PEMERIKSAAN FISIS Status Generalis Sakit Ringan/ Gizi Cukup/ Composmentis Status Vitalis TD: 110/70 mmHg HR: 88x/mnt P: 24x/mnt S: 36,8 o C Status Lokalis Regio Auricula (D)

description

hj

Transcript of 110893821-MICROTIA

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Grasia

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun

RM : 570133

MRS : 24/9/2012

Jaminan : Jamkesmas

Diagnosis : Microtia

II. ANAMNESIS

KeluhanUtama : Telinga sebelah kanan kecil

AnamnesisTambahan : Dialami sejak lahir. Osi juga tidak dapat mendengar pada sisi

telinga yang kecil. Riwayat ibu mengkonsumsi jamu-jamuan saat hamil tidak ada. Ibu

osi mengaku sering memakan makanan yang bergizi saat hamil

dulu.Riwayatpersalinantidakadamasalah.Riwayat keluarga yang menderita hal yang

sama dengan osi tidak ada.

III. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis

Sakit Ringan/ Gizi Cukup/ Composmentis

Status Vitalis

TD: 110/70 mmHg HR: 88x/mnt P: 24x/mnt S: 36,8oC

Status Lokalis

Regio Auricula (D)

I : Tampak ukuran daun telinga lebih kecil dibandingkan telinga sebelah

kiri. Tidak terdapat lubang telinga pada sisi kanan.

IV. FOTO KLINIS

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (24/09/2012)

24 /9/2012

WBC 8,27

RBC 4,55

HGB 12,9

HCT 34,4

PLT 294

ur/cr 30/0,6

SGOT/SGPT 35/19

PT/APTT 10,3/28,9

VI. RENCANA TINDAKAN

RencanaTindakanrekonstruksitelingapadaumur 7 tahun

VII. RESUME

Seorangperempuanusia 3

tahunmasukrumahsakitdengankeluhanbentuktelingakananlebihkecildaritelingakecil,

dialamisejaklahir. . Osi juga tidak dapat mendengar pada sisi telinga yang kecil.

Riwayat ibu mengkonsumsi jamu-jamuan saat hamil tidak ada. Ibu osi mengaku

sering memakan makanan yang bergizi saat hamil dulu.

Riwayatpersalinantidakadamasalah.Riwayat keluarga yang menderita hal yang sama

dengan osi tidak ada. Dari pemeriksaanfisispada status

generalisdidapatkansakitringan, gizicukup, composmentis, TD: 110/70 mmHgHR:

88x/mntP: 24x/mntS: 36,8oC. Status lokalis, pada region auricular

dextrapadapemeriksaaninspeksitampak auricular dextralebihkecildari auricular

sinistra.Tidakdidapatkankanalisauditoriusexterna. Dari anamnesis

danpemeriksaanfisisdapatdisimpulkan diagnosis sementarayaitumicrotia grade III.

MICROTIA

I. PENDAHULUAN

Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang

artinya telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan

kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk

sama sekali (anotia). Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia

meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi inkus dan maleus. Serta faresis

N. fasialis. Kadang disertai dengan gangguan pertumbuhan mandibula berupa

disostosis mandibulofasial (sindrom treacher-Collin).(1)

Kelainan kongenital ini akibat cacat pertumbuhan tulang rawan Meckel dari

arkus brankialis I. Kelainan berupa gangguan pertumbuhan pina sehingga telinga luar

menjadi kecil sekali dan bentuknya tidak normal. Kelainan ini sering kali diikuti

dengan gangguan pertumbuhan telinga bagian tengah dengan akibat tuli konduksi.(1)

II. EPIDEMIOLOGI

Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap

negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti

karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90%

kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus

mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga

kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan

(sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain.(1,2)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Embriologi TelingaTelinga tengah dan telinga bagian luar berasal dari yang pertama (mandibula) dan yang kedua (hyoid) lengkungan brachial. (1)

Gambar 1. Enam tonjolan mesenkemial berasal

dari lengkungan brachial pertama dan kedua yang

muncul di sisi lai dari celah brachial yang petama.(2)

Gambar 2. Tonjolan pertama dan ke enam

relatif berada pada posisi yang tetap,

sementara tonjolan yang lain berputar di

sekitar celah menuju posisi baru mereka,

memberikan pertumbuhan kepada bagian-

bagian dari anatomi aurikuler.(2)

Kebanyakan pasien dengan mikrotia terdapat atresia (ketiadaan) dari kanal

auditory external dan membran timpani dengan kelainan yang bervariasi dari osikel

telinga tengah. Jarang pasien datang dengan mikrotia dan kanal stenosis yang paten.

Jarang terjadi tapi sangat sulit diperbaiki adalah pasien dengan sisa aurikuler yang

berada dalam posisi abnormal. Karena meatus hanya bisa dipindahkan dalam jarak

yang terbatas, dokter bedah harus mempertimbangkan eksisi komplit dari kanal.(1,2)

Telinga bagian dalam berasal dari jaringan embriologi yang terpisah sama

sekali dari telinga bagian tengah dan bagian luar, sehingga hampir selalu normal pada

pasien dengan mikrotia. Dengan kata lain kehilangan pendengaran pada pasien

mikrotia atau atresia adalah tuli konduktif.(2)

Gambar 4: Struktur Telinga Luar

Gambar 5: Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian antara lain telinga luar, telinga

tengah dan telinga dalam. (2)

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf

S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga

bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3cm. (1,2)

b. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :(2)

Batas luar : membrane timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batasan bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : tegmen timpani ( menigen/ otak)

Batas dalam :berturut-turut dari atas ke bawah semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar

( round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga.

Bagian atas disebut pars flaksida (membrane shrapnel) sedangkan bagian bawah pars

tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,

seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,

yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan

secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.(2,3)

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus

longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan

inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan

dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.(2)

c. Telinga dalamTelinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan

perilimfa skala timpani dengan skala vestibule. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria, dan pada

membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ corti.(2)

Gambar 6. Rata-rata, aurikel orang dewasa

tinggi 6,5 cm secara vertical dan lebar 3.5

cm. Batas posterior sudut secara anterior

tepat 15 derajat dari vertikal.(1)

Mekanisme pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang ke koklea. Sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang

akan menimbulkan potensial aksi pada saraf audiotorius, lalu dilanjutkan ke

nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40) di lobus

temporalis.(2)

IV. ETIOLOGI

Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi

hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : (3)

a. Faktor Makanan

b. Stress

c. Kurang Gizi pada saat kehamilan

d. Menghindari pemberian / penggunaan obat2an / zat kimia

e. Genetik bisa menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah

diketahui bagaimana genetic bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab

Microtia.

Ukuran, posisi aurikula, serta lekuknya penting dalam evaluasi keberhasilan

rekonstruksi aurikula. Rangka telinga dibentuk dari tandur iga, yang disesuaikan

dengan tinggi telinga sisi normal (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Aurikuloplasti

tahap pertama, yaitu membentuk rangka telinga dan menanamnya pada daerah

subkutis telinga. Tahap kedua setelah 12 minggu, dilakukan elevasi rangka telinga.(2,3)

V. MANIFESTASI KLINIS

Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga

dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar

dan Jahrsdoerfer,1 yaitu:

a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak

diperlukan prosedur operasi untuk kelainandaun telinga ini. Telinga berbentuk

lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I

ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobule, helix dan anti helix. Grade I ini

dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (external auditory canal).(2,3)

b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya

skapa, lobul, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang

hilang. Namun masih terdapat lobule dan sedikit bagian dari helix dan anti

helix.(2,3)

c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau

anotia.Kelainan ini membutuhkan proses operasirekonstruksi dua tahap atau

lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar

pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun

dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya

juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang

kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga akan

disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.(3,4)

Gambar 1: Grade I Gambar 2: Grade II

Gambar 3: Grade III Gambar 4: Anotia

Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi

dari defek:(3)

Tipe A : Telinga anotik

Tipe B : Telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia

aural

Tipe C : Hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel

Tipe D : Hipoplasia dari 1/3 superior dari aurikel

Tipe E : Telinga yang prominen

Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi.(4)

Tipe lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak

memiliki konka, meatus akusitikus atau tragus.

Tipe konka. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, konka

(dengan atau tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan

insisura intertragica

Tipe konka kecil. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan

indentasi kecil daripada konka.

Anotia. Pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga yang tersisa.

Mikrotia atipikal. Pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan

kategori diatas.

Gangguan Penyerta Mikrotia

Sebagian besar pasien dengan mikrotia tidak memiliki gangguan lain. Namun

sepertiga dari keseluruhan kasus akan mengalami jaringan dan tulang yang tidak

berkembang di sisi mikrotianya. Hal ini biasa disebut dengan hemifacial microsomia.

Sekitar 15% dari keseluruhan kasus mengalami kelemahan saraf fasialis. Kelainan

lainnya yang sangat jarang bisa berupa gangguan pembentukan palatum (bibir

sumbing), gangguan jantung dan gangguan ginjal. Jantung dan ginjal bisa terkena

karena kedua organ ini berkembang bersamaan dengan perkembangan telinga luar dan

telinga tengah.(4)

Anak-anak dengan mikrotia menjadi sadar dengan kondisi dirinya pada saat

menginjak usia tiga setengah tahun. Sebelum usia itu anak-anak cenderung tidak

peduli dengan kondisinya. Setelah menginjak usia tersebut anak mulai menanyakan

tentang telinganya yang kecil sebelah atau telinganya yang bentuknya berbeda dengan

teman-temannya.(4)

VI. DIAGNOSIS

Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan

memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan

untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau

tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran, maka derajat berapa gangguan

pendengarannya.(2,4)

VII. PENATALAKSANAAN

Usia pasien menjadipertimbangan operasi, minimal berumur 6–8tahun. Pada

usia ini, kartilago tulang iga sudahcukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka

telinga dan telinga sisi normal telah mencapaipertumbuhan maksimal, sehingga dapat

digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–

90% ukuran dewasa.(1,4)

Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi

jarang menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah

pemecahanyang paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan

pendengaran normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak

dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi

telinga tengah.(5)

Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi, antara lain:

a. tandur autologus, yaitu rekonstruksi menggunakan kartilago autologus, telah

menjadi standar operasi rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan

tidak terjadi reaksi penolakan jaringan.(5)

b. prosthetic framework, bila rekonstruksimenggunakan rangka silikon atau

goretex. Metode ini sering menimbulkan komplikasi nekrosis. Integritas

jaringan host dengan bahan prostetik masih memerlukan penelitian lebih

lanjut.(5)

c. prosthetic ear replacements.(5)

Di bawah ini adalah tiga pilihan untuk rekonstruksi mikrotia:(5)

1. Rekonstruksi autogenik

2. Gabungan rekonstruksi autogenik dan aloplastik menggunakan sebuah

kerangka telinga aloplastik

3. Rekonstruksi prostetik

Rekonstruksi Autogenik

Dua teknik utama yang menjelaskan untuk rekonstruksi autogenik dari aurikel

yang menggunakan kerangka kartilago dari tulang rusuk adalah teknik Brent dan

teknik Nagata.(3)

Teknik Brent melibatkan empat tahapan:

1. Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang rusuk.

Gambar 5. Pemuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent

tahap 1. A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk.

Pinggrian heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang”. B:

Mengukir detail menjadi dasar menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago

tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks. D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar

menggunakan benang nilon. E: Kerangka selesai(4)

2. Rotasi dari lobulus telinga yang salah posisi menjadi posisi yang benar.

A B

Gambat 7. Rotasi dari lobules. Teknik

Brent tahap 2. Lubang telinga di

rotasi dari malposisi vertical menjadi

posisi yang benar di aspek kaudal dari

kerangka. A: Desain dari rotasi lobus

dibuat dengan incise yang dapat

digunakan di tahap 4, konstruksi

tragus. B: Setelah rotasi dari lobules.(4)

3. Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus

retroaurikuler.

Gambar 8. Elevasi dari kerangka dan skin

graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap

3. A: Insisi dibuat dibelakang telinga. B:

Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke

sulkus jadi graft akhir tidak akan terlihat.

C: Graft yang tebal pada permukaan

medial yang tidak tersembunya dari

aurikel.(3)

A B C

Gambar 6. Pemasangan dari kerangka telinga teknik Brent tahap 1. A: Tanda preoperative menandakan lokasi yang diinginka dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus). B: Pemasangan dari kerangka kartilago. C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap kulit ke dalam jaringan interstisial dari kerangka.

4. Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus.

Teknik Nagata dilakukan dalam dua tahapan:(3,4)

1. Pembuatan kerangka aurikuler termasuk tragus dan rotasi dari lobules ke

posisi yang benar. (dengan kata lain menggabungkan tahap 1,2, dan 4 dari

teknik Brent)

Gambar 10. Pembuatan kerangka

kerangka telinga dari kartilago tulang

rusuk. Teknik Nagata tahap 1. A. Secaa

garis besar mirip dengan Brent, dasar dan

detailnya di buat dari sinkrondosis dari 2

tulang rusuk. B: Empat buah kartilago

yang membuat kerangka kartilago

diberikan nomor. Dasar dan pinggiran

heliks seperti pada teknik Brent. Terdapat

potongan antiheliksa-fossa triangular

tambahan dan ada tambahan potongan

tragus-antitragus yang khas pada prosedur

Nagata.

Gambar 9. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap 4. A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan. B: Insisi bentuk L dibuat dan graft diamasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C:

Graft sembuh dengan baik(3)

A B

Gambar 11. Penempatan dari kerangka kartilago, teknik Nagata tahap 1. A: Insisi di

desain, mengambil sebagian besar dari kulit di permukaan medial dari lobulus yang akan

dibutuhkan untuk membentuk garis konka. B: Kantung di bedah, membuat pedikel yang

intak di ujung kaudal dari flap. C: Kerangka di masukkan. D: Tampilan dari kerangka

setelah tahap 1. Drain suction ditempatkan untuk menghisap kulit yang berada dibawah

kartilago.

2. Elevasi dari rekonstruksi telinga dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.

AB

CD

Gambar 12. Pengangkatan dari kerangka. Teknik Nagata tahap 2. A: Aurikel diangkat,

kulit kepala dibuat menjadi sulkus, dan kulit yang dipindahkan di tutup dengan flap

temporoparietal dan skin graft. B: Skin graft berada di tempatnya. Nagata menjelaskan

kegunaan dari ketebalan kulit yang dipisah , tetapi penulis telah memperhatikan

penyusutan yang drastic dari graft yang tipis dan menyarankan graft yang sangat tebal. C:

Pemotongan melintang menunjukkan bahwa gaft kartilago berada pada tempatnya

menyediakan gambaran sebagaimana flap temporoparietal menutupi flap temporoparietal.

Rekonstruksi Alloplastik

Sejumlah material telah pernah digunakan untuk membuat kerangka

aurikuler. Sekarang ini, bahan yang paling sering digunakan adalah silastik atau

cetakan polietilen yang bisa menyerap. Kerangka alloplastik memiliki resiko yang

lebih tinggi untuk erosi dan eksposur dibandingkan dengan autogenus. Faktor

yang berkontribusi terhadap tingginya resiko ekstrusi adalah jaringan luka, kulit

yang terlalu tipis, tekanan pada implan, trauma dan infeksi. Walaupun begitu,

dengan penutupan jaringan lunak yang adekuat, seperti flap temporoparietal fasial,

kerangka alloplastik dapat digunakan dengan sukses. Banyak penulis merasa

bahwa rekonstruksi alloplastik merupakan pilihan kedua setelah kartilago tulang

rusuk. (2,4)

A B C

Rekonstruksi Prostetik

Sebuah alternatif untuk operasi rekonstruksi telinga adalah dengan

menggunakan prostetik aurikuler. Pada beberapa pasien, ini merupakan alternatif

yang tepat. Prostetik aurikuler digunakan untuk menghindarkan semua operasi

telinga dalam. Pasien dengan ciri-ciri dibawah ini sebaiknya di pikirkan untuk

prostetik aurikuler:(3,5)

Kehilangan aurikel yang banyak setelah pengangkatan kanker

Tidak adanya telinga ½ bagian di bawah

Buruknya kualitas dari jaringan lokal

Pasien dengan resiko tinggi untuk anastesi umum

Pasien yang sulit diatur

Tindakan penyelamatan setelah rekonsruksi yang gagal.

Implan titanium dari gabungan tulang merupakan yang pertama ditanamkan

pada tulang mastoid. Setelah implant telah sembuh secara sempurna, dibuatlah

prostetik silicon aurikuler yang sesuai dengan telinga yang lain. Gabungan

titanium ditonjolkan melalui tempelan kulit ke prostetik dengan mekanisme

tertentu. Lem tidak diperlukan. Prostetik bisa di keluarkan dengan mudah dan area

tersebut dapat dibersihkan.(4)

Alloplastic Rekonstruksi

Silicone:

a. Good initial result

b. Poor long term result secondary to implant exposure

c. Minor trauma can cause implant failure

Medpor:

Good short term (2 years) result in combination of temporoparietal

fascia flap

Prosthetic Rekonstruksi

integrated anchoring device: approved extraoral use by FDA in 1995

Indication:(5)

Failed autogenous reconstruction

Sever soft tissue/skeletal hypoplasia

Low or unfavorable hairline

Acquired total or subtotal auricular defect, usually in adults

Prosthesis changes every 2 to 5 years

Meticulous hygiene at skin/implant interface

Preclude future autogenous reconstruction

VIII. KOMPLIKASI

Seperti yang disebutkan sebelumnya, kerangka alloplastik memiliki resiko

ekstrusi yang lebih besar dibandingkan denga kerangka kartilago tulang rusuk.

Ekstrusi yang membutuhkan pemindahan terjadi pada 5-30% dari kerangka

silastik, dibandingkan pada 1-2% dari kartilago tulang rusuk. Komplikasi lainnya

termasuk infeksi, hematom, dan kehilangan kulit. Hal ini biasanya jarang terjadi

dan kerangka hampir selalu bisa diselamatkan. Komplikasi daerah donor termasuk

luka pada dada yang tidak bagus, retrusi ringan sampai berat dan perataan dari

kontur tulang rusuk.(3,4)

IX. PROGNOSIS

Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang

normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan

terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orangtua

berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi

telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus

bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan pendengaran.

Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar

konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar

tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar

proses belajar anak tidak terganggu.(2,5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Thorne, Charles H. Otoplasty and Ear Reconstruction. In Thorne CH et al eds, Grabb

and Smith’s Plastic Surgery, edisi ke-6, 2007, Wolters Kluwer/Lippincott Williams &

Wilkins, Philadelphia.

2. Leach J.L.. Ear Reconstruction. [article on internet]. 2011. [cited on September 2012,

26th]. Available on: http://www.emedicine.medscape.com

3. Sarkissian, Raffi der. Otoplasty. In Dolan, W editor. Facial Plastic, Reconstructice,

and Trauma Surgery, 2005, Marcell-Decker, New York.

4. Kryger, Zol B. Mikrotia Repair. In Kryger, ZB. Practical Plastic Surgery. 2007.

Landes Biosciense, Texas

5. Throne C.H. Information about microtia/ aural atresia [article on internet] 2011.[cited

on September 2012, 26th]. Available on: http://www.microtia.com