1.1 NEONATORIUM DENGAN ASFIKSI.doc

43
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Asfiksi neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007 dalam Rukiyah dan Yulianti, 2012) Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kegagalan bayi untuk bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah yang ditandai dengan keadaan P2O2 di dalam darah rendah (hipoksemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan asidosis. (IDAI, 2004 dalam Maryunani dan Nurhayati, 2009) B. Etiologi Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan transport oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksi janin. Asfiksia yang mungkin timbul pada masa kehamilan dapat diatasi atau dicegah dengan melakukan perawatan kehamilan yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. 1

Transcript of 1.1 NEONATORIUM DENGAN ASFIKSI.doc

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asfiksi neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007 dalam

Rukiyah dan Yulianti, 2012)

Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kegagalan bayi untuk

bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat

setelah yang ditandai dengan keadaan P2O2 di dalam darah rendah

(hipoksemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan asidosis. (IDAI, 2004

dalam Maryunani dan Nurhayati, 2009)

B. Etiologi

Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan transport oksigen dari ibu ke janin.

Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera

setelah lahir. Hampir sebagian asfiksia bayi baru lahir merupakan

kelanjutan asfiksi janin. Asfiksia yang mungkin timbul pada masa

kehamilan dapat diatasi atau dicegah dengan melakukan perawatan

kehamilan yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap

setiap kelainan yang terjadi. (Pusponegoro.T, 1989 dalam Maryunani dan

Nurhayati, 2009)

Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi/asfiksia

dapat terjadi karena beberapa faktor berikut ini :

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia Ibu

Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetika atau anesthesia dalam. Hal ini akan

menimbulkan hipoksia janin.

1

b. Gangguan aliran darah uterus

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin.

Hal ini sering ditemukan pada :

1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,

hipotoni atau teteni uterus akibat penyakit atau obat.

2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

3) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dan

lain-lain.

4) Primitua, diabetes melitus, anemia,iso-iunisasi,

golongan darah, riwayat lahir mati, ketuban pecah

dini, infeksi, renjatan penyakit jantung.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan

plasenta, dan lain-lain.

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilicus akan mengakibatkan targanggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat

pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini

dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat

melilit leher, kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir, dan

lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Deprsei pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:

a. Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan).

b. Persalianan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia

bahu,ekstraksi vakum, forcep)

c. Kelaianan bawaan

d. Air ketuban bercampur mekonuim (warna kehijauan).

(Sondakh, 2013)

2

C. Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi

janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu

menimbulkan asfiksi ringan yang bersifat semntara pada bayi (asfiksia

transient), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang

kemoreseptor pusat pernafasan agar “primary gasping” yang kemudian

akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas/ pengangkutan oksigen

selama kehamilan dan persalinan akan menjadi asfiksia yang lebih berat.

Keadaan ini akan memempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi

akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat

reversible/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia

yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (primary apnea) disertai

dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan

memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh

pernafasan teratur. Pada penderita asfksia berat usaha bernafas ini tidak

tampak dan bayi selanjunya berada pada periode apnea kedua (secondary

apnea). Pada tingkat ini ditemukan brakikardi dan penurunan tekanan

darah.

Di samping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3

metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.

Pada tingkat pertama dan perukaran gas mungkin hanya menimbulkan

asidosis respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga

glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam

organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya

asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan

kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan antaranya

hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi

jantung. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya

sel jaringang termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan

jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan

3

menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga

serkulasi darah paru ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan.

Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat

buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan

kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 50)

D. Klasifikasi

Beberapa literature mengklasifiksikan atau menggolongkan

asfiksia neonatorium sebagai berikut :

1. Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dibagi dalam :

a. “Vigorous baby”, nilai APGAR 7-10, dalam hal ini bayi

dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

b. “Mild-moderate asphyxia (Asfiksia sedang)”, nilai

APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi

jantung lebih dari 200 kali/menit, tonus otot kurang baik

atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

c. Asfisia berat, nilai APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit,

tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,

refleks iritabilitas tidak ada.

Asfiksia berat dengan henti jantung, yaitu keadaan:

a. Bunyi jantung janin menghilang tidak lebih dari 10 menit

sebelum lahir lengkap.

b. Bunyi jantung bayi menghilang setelah persalinan.

2. Ada juga yang mengklasifikasikan asfiksia neonatorum menurut

ringan beratnya, yaitu bebang bayi/asfiksia neonatirum dibagi

dalam dua tingkat, sebagai berikut:

4

a. Asfiksia Livida (Bebang Biru)

Dengan gejala warna kulit kebiru-biruan, tonus otot cukup

tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dari 100

kali/menit.

b. Asfiksia Palida (Bebang Putih)

Dengan gejalan warna kulit purtih, tonus otot lemas, dan

denyut jantung kurang dari 100 kali/menit.

Namun saat ini, derajat ringan beratnya bebang bayi

(asfiksia neonatorum) lebih tepat dinilai dengan cara penilaian menurut

APGAR. Setelah dilahirkan sati menit diperiksa keadaan denyut jantung,

pernafasan, tonus otot, reaksi pengisapan dan warna kulit dinilai menurut

APGAR, yang kemudian ditentukan dengan menjumlah nilai-nilai

APGAR tersebut, yaitu:

a. Nilai APGAR 4-6, disebut Asfiksia ringan – sedang.

Biasanya didapatkan frekuensi jantung lebih dari 100

kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,

refleks masih ada.

b. Nilai APGAR 0-3 disebut Asfiksia berat. Didapatkan

frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot

buruk, sianosis dan kadang-kadang pucat, refleks rangsang

tidak ada.

(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 50)

5

Tabel 1. Skor APGAR (Sondakh, 2013: 197)

6

Skor 0 1 2A: Appearance

(warna kulit)Biru, pucat

Badan merah mudaEkstremitas biru

Seluruhnya merah muda

P: Pulse (denyut nadi)

Tidak ada Lambat (di bawah 100 kali/ menit)

Di atas 100 kali/ menit

G: Grimace (refleks)

1. Respons terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring dibersihkan)

Tidak ada respon

Menyeringai Batuk atau bersin

2. Tangensial foot siap

Tidak ada respon

Menyeringai Menangis dan menarik kaki

A: Activity (tonus otot)

Pincang Beberapa aktivitas pincang

Fleksi dengan baik

R: Respiration(usaha bernapas)

Tidak ada Tengisan lemahhipoventilasi

Tangisan kuat

E. Diagnose

Anamnesis ;

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap

terjadinya asfiksia neonatorum. Pemeriksaan fisik ;

Memerhatikan sama ada kelihatan terdapat tanda- tanda berikut

atau tidak:

1. Bayi tidak bernafas atau menangis.

2. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

3. Tonus otot menurun.

4. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa

mekonium pada tubuh bayi.

5. BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dan

anoksia/hipoksia janin. Diagnose anoksia/hipoksia janin dapat dibuat

dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal

yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

1. Denyut jantung frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyut

permenit. Apabila frekuensi denyut turun sampai di bawah 100

permenit dan luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu

merupakan tanda bahaya.

2. Meconium dalam air ketubah: adanya meconium pada presentasi

kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigen dan gawat janin,

karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltic usus

meningkat dengan sfingter ani terbuka. Adanya meconium dalam

air ketuban pada prsesntasi kepala dapat merupakan indikasi untuk

mengakhiri persalinan bila hal itu dilakukan dengan meudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabakan

turunnya pH. Apakah pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu

dianggap sebagai tanda bahaya.

(Rukiyah dan Yulianti, 2012: 250-251)

7

Dilakukan pemeriksaan penunjang. Laboratorium: hasil analisis gas

darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

1. PaO2 < 50 mm H2O

2. PaCO2 > 55 mm H2

3. pH < 7,30 (Ghai, 2010)

Tiga komponen yang berperan utama yaitu PaO2 untuk menetapkan

derajat hipoksemia, PaCO2 untuk menilai kemampuan ventilasi paru,

sedangkan pH untuk menentukan status metabolik atau respiratorik.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus

atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernapasan harus mendapat

resusitasi yang adekuat. Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia

neonatorum, maka tindakan medis lanjutan yang komrehensif. Tindakan

resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri kemudian, namun pada

intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum adalah berupa:

1. Tindakan Umum

a. Bersihkan jalan napas: kepala bayi diletakkan lebih rendah

agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan

laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari

saluran napas yang lebih dalam.

b. Rangsang reflek pernapasan: dilakukan setelah 20 detik

bayi tidak memperlihatkan bernapas dengan cara memukul

kedua telapak kaki menekan tanda achiles.

c. Mempertahankan suhu tubuh.

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia Barat:

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui

pipa endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang

8

telah diperkaya dengan O2. Bila pernapasan spontan tidak

timbul, lakukan message jantung dengan ibu jari yang

menekan pertengahan sternum 80-100 kali/ menit.

b. Asfiksia Sedang atau Ringan:

Pasang relkiek pernapasan (hisap lendir, rangsang nyeri)

selama 30-60 detik bila gagal, lakukan pernapasan kodok

(frog breathing) 1-2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi

maksimal beri O2 1-2 liter/ menit melalui kateter dalam

hidung, buka tutup mulutdan hidung serta gerakan dagu ke

atas-bawah secara teratur 20 kali/menit.

c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

G. Komplikasi

Komplikasi dari Asfiksi neonatorum meliputi berbagai organ yaitu :

1. Otak: hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri, kecacatan

serebralpalsy (CP).

2. Jantung dan Paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,

perdarahan paru, edema paru.

3. Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans.

4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.

5. Hematologi: DIC

(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 53)

H. Prognosa

Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan motorik dan

kemampuan mengisap. Bila satu minggu sesudah kelahiran bayi masih

lemas atau spastik, tidak responsif dan tidak dapat mengisap, mungkin

mengalami cedera berat otak dan mempunyai prognosis buruk.

Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami

pemulihan fungsi motorik dan mulai mengisap. Keadaan ini harus dibahas

dengan orangtua selama bayi di rumah sakit.

9

Menurut Mansjoer (2000:509), prognosis asfiksia neonatorum

adalah :

Pada pasca penatalaksanaan resusitasi bayi baru lahir,

kemungkinan menjadi faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatorum

pada bayi. Gejala klinis pada saluran napas seperti terjadinya apnu, dispnu,

takipnu, retraksi, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

Menurut Nelson (2000:583), prognosis asfiksia neonatorum

adalah :

Hasil akhir asfiksia bergantung pada apakah komplikasi metabolik

dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada

umur kehamilan (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada

tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Ensefalopati berat

(stadium 3), ditandai dengan koma flasid, apnea, refleks okulosefalik tidak

ada, kejang refrakter, dan pengurangan penipisan korteks yang nyata pada

CT scan, dihubungkan dengan prognosis yang jelek. Skor Apgar rendah

pada menit ke – 20, tidak ada respirasi spontan pada usia 20 menit, dan

menetapnya tanda–tanda kelainan neurologis pada usia 2 minggu juga

meramalkan kematian atau adanya defisit kognitif dan motorik berat.

Kematian otak pasca–ensefalopati hipoksik–iskemik neonatus

didiagnosis dengan penemuan–penemuan klinis, yaitu koma yang tidak

responsif terhadap rangsangan nyeri, pendengaran atau penglihatan, apnea

dengan kenaikan PCO2 dari 40 sampai lebih dari 60 mmHg, dan refleks

batang otak tidak ada (pupil, okulosefalik, okulovestibular, kornea,

menyumbat, menghisap). Keadaan ini harus terjadi bila tidak ada

hipotermia, hipotensi, dan kenaikan kadar obat – obatan depresan

(misalnya, fenobarbital). Tidak adanya aliran darah serebral pada scan

radionuklid dan aktivitas listrik pada EEG (elektroserebral tenang) diamati

secara tidak tetap pada neonatus yang mengalami kematian otak secara

klinis. Menetapnya kriteria klinis selama 2 hari pada bayi cukup bulan dan

3 hari pada bayi preterm meramalkan kematian otak pada kebanyakan bayi

baru lahir yang mengalami asfiksia.

10

BAB II

KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN PADA NEONATORIUM DENGAN

ASFIKSI

A. Data Subyektif

1. Biodata

a. Data Bayi

Nama : Untuk membedakan identitas bayi.

Tanggal lahir : Untuk menentukan usia bayi.

Jenis kelamin : Untuk membedakan identitas bayi.

Umur : Untuk mengetahui usia bayi.

(Sondakh, 2013: 161)

b. Data Orangtua

1) Nama Ibu/ Ayah

11

Untuk membedakan pasien yang satu dengan yang lain dan

memudahkan mengidentifikasi pasien.

2) Umur

Untuk mengetahui apakah umur ibu pada saat melahirkan

terlalu tua ( >35 tahun) atau terlalu muda ( <15 tahun). Usia

resiko cenderung mudah terjadi penyulit seperti partus lama,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiskia.

3) Agama

Untuk mengetahui bagaimana kita memberikan dukungan

kepada ibu dalam menghadapi keadaan bayinya.

4) Pendidikan

Untuk mengetahui latar belakang tingkat pendidikan dan

bagaimana kita memberikan konseling.

5) Pekerjaan

Untuk mengetahui status sosial ekonomi karena pada status

ekonomi rendah kemungkinan kurang mengkonsumsi makanan

bergizi. Hal ini dapat mempengaruhi asfiksia. Untuk

mengetahui beban kerjanya karena klien yang bekerja berat

akan berpengaruh pada kehamilan salah satunya asfiksia berat..

6) Alamat

Untuk mengetahui kondisi tempat tinggalnya.

2. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang

a. Kehamilan

1) Pemeriksaan kehamilan (ANC)

Apabila pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan oleh tenaga

kesehatan, maka resiko selama ibu hamil tidak dapat dideteksi

sedini mungkin.

2) Riwayat kesehatan saat hamil

Untuk mengetahui status kesehatan ibu saat hamil, apakah ibu

menderita suatu penyakit tertentu atau tidak, biasanya asfiksia

12

dapat disebabkan oleh ibu dengan penyakt TBC, Diabetes

Melitus, hipertensi, anemia.

3) Penyulit atau saat hamil

Untuk mengetahui apakah ibu mengalami penyulit selama

hamil, biasanya asfiksia didahului penyulit seperti perdarahan

abnormal (placenta previa, solusio placenta).

b. Persalinan

1) Jenis persalinan

Untuk mengetahui jenis persalinan pada saat ibu melahirkan

persalinan dengan tindakan vacum ekstrasi oleh forcep dapat

menyebabkan bayi asfiksia.

2) Lama persalinan

Persalinan yang terlalu lama atau partus macet dapat

mengakibatkan gangguan baik pada ibu maupun pada janin

dan hal ini dapat menyebabkan bayi asfiksia. Pada hasil

penelitian yang dilakuakan terdapat 13.33% penyebab asfiksi

pada bayi yang dikarenakan partus lama. (Mohan, dkk: 2012).

3) Masa gestasi

Untuk mengetahui bayi dilahirkan cukup bulan, kurang bulan,

atau lebih bulan. Asfiksia bisa terjadi pada bayi yang preterm

maupun postterm. Karena pada bayi preterm fungsi organ paru

belum dapat bekerja secara maksimal, sedangkan pada bayi

postterm biasanya terjadi insufisiensi placenta, yaitu fungsi

placenta berkurang yang dapat mengakibatkan aliran oksigen

dari ibu ke janin terganggu.

4) Masalah yang terjadi selama persalinan

Pada kasus neonatus dengan bayi asfiksia keadaan air ketuban

yang keruh atau bercampur dengan mekonium pada letak

kepal, hal tersebut dapat menyebabkan fetal distress pada bayi

sehingga dapat menimbulkan asfiksi..

5) Proses Persalinan13

Gangguan kontraksi uterus dapat mempengaruhi terjadinya

asfiksia. Selain itu, kompresi umbilicus yang ditemukan pada

keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,

kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dapat

mempengaruhi terjadinya asfiksia.

B. Data Obyektif

Data Obyektif adalah data yang berasal dari hasil pemeriksaan secara

menyeluruh.

1. Pemerikasaan Umum

a. Keadaan Umum (Baik/tidak, lemah/tidak)

Untuk mengetahui keadaan umum bayi secara keseluruhan.

Biasanya pada kasus asfiksia keadaan bayi terlihat lemah.

b. Kesadaran

- Composmentis : Baik / sempurna

- Apathis : Perhatian berkurang

- Samnolent : Mudah tertidur walaupun sedang di ajak

bicara

- Supor : Dengan rangsangan yang kuat masih

memberikan respon gerakan

- Soporocoma : Hanya tinggal reflek cornea (sentuhan

kapas pada kornea akan menutup kelopak mata

- Coma : Tidak memberi respon sama sekali

Biasanya bayi dengan asfiksia tingkat kesadarannya somnolen

sampai koma.

c. Tanda – Tanda Vital

1) Suhu

Dinilai dari temperature normal rectal dan axilla yaitu 36oC

sampai 37,5 oC. pada kasus asfiksia biasanya suhu <36,5oC.

2) Nadi

14

Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi, dalam satu menit

normalnya 120-160x/menit. Pada kasus asfiksia kecepatan nadi

< 100 x/menit.

3) Pernapasan

Dinilai dari sifat pernapasan dan bunyi napas dalam satu menit,

pernapasan normal 40-60x/menit. Pada kasus asfiksia

pernapasan > 60 x/menit dan pendek-pendek.

d. Pemeriksaan Antropometri

1) Berat Badan

Untuk mengetahui berat badan bayi. Normalnya 2500-4000

gram. Pada kasus asfiksia biasanya didapatkan berat badan

bayi < 2500 gram, tetapi tidak semua kasus asfiksia berat

badan bayi < 2500 gram.

2) Panjang Badan

Untuk mengetahui panjang badan bayi. Normalnya (48-50cm).

3) Lingkar kepala

Untuk mengetahui pertumbuhan otak (normalnya 34 cm).

4) Lingkar dada

Untuk mengetahui ukuran lingkar dada bayi (normalnya 32-34

cm).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Hidung

Pada kasus asfiksia biasanya pernafasan belum teratur dan cepat,

terdapat pernafasan cuping hidung.

b. Mulut dan bibir

Pada asfiksia biasanya reflek menghisap masih lemah dan warna

pada bibir berwarna kebiruan.

c. Dada / sistem pernafasan

15

Pada bayi baru lahir normal tidak ada tarikan dinding otot dada.

Pada kasus asfiksia ditemukan adanya tarikan dinding dada.

d. Tali Pusat

Pada bayi baru lahir normal tali pusat berkisar 40 cm atau

lebih. Sedangkan pada kasus asfiksia tali pusat

cenderung lebih pendek. Pada kasus asfiksia tali pusat bisa

normal bisa tidak. Pada talipusat  yang  sangat  pendek  dapat 

menyebabkan  asfiksia. Asfiksia janin akan terjadi bila

terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio

plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

e. Kulit

Pada bayi normal wama kulit biasanya merah. sedangkan pada

asfiksia warna kulit bayi biasanya pucat, sianosis.

f. Ekstremitas

Pada kasus asfiksia gerakan kaki dan tangan biasanya pasif atau

lemah, warna kulit pada ekstremitas atas dan bawah pucat,

cyanosis.

3. Pemeriksaan Reflek

a. Reflek moro

Untuk mengetahui gerakan memeluk bila dikagetkan. Pada kasus

asfiksia reflek moro ada namun lemah.

b. Reflek rooting

Untuk mengetahui mencari puting susu dengan rangsangan taktil

pada pipi dan daerah mulut. Pada kasus asfiksia reflek rooting ada

namun lemah.

c. Reflek sucking

Untuk mengetahui reflek isap dan menelan. Pada kasus asfiksia

reflek sucking ada namun lemah.

d. Reflek tonik neck

16

Untuk mengetahui otot leher anak akan mengangkat leher dan

menoleh ke kanan dan ke kiri jika diletakkan pada posisi

tengkurap. Pada kasus asfiksia reflek tonik neck ada namun lemah.

4. Data penunjang

Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit ke-1 dan ke-5

untuk menentukan tingkat asfiksia bayi.

17

Skor 0 1 2A: Appearance

(warna kulit)Biru, pucat

Badan merah mudaEkstremitas biru

Seluruhnya merah muda

P: Pulse (denyut nadi)

Tidak ada Lambat (di bawah 100 kali/ menit)

Di atas 100 kali/ menit

G: Grimace (refleks)

3. Respons terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring dibersihkan)

Tidak ada respon

Menyeringai Batuk atau bersin

4. Tangensial foot siap

Tidak ada respon

Menyeringai Menangis dan menarik kaki

A: Activity (tonus otot)

Pincang Beberapa aktivitas pincang

Fleksi dengan baik

R: Respiration(usaha bernapas)

Tidak ada Tengisan lemahhipoventilasi

Tangisan kuat

5. Pemeriksaan Penunjang:

1) Pemeriksaan pH darah janin

R/ : Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai

tanda bahaya.

2) Analisa gas darah

R/ : Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk

mengetahui adanya asidosis dan alkalosis

respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat

saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan

terapi.

C. Analisis Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa adalah masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

inteprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

1. Diagnosa Aktual

a. Diagnosa : bayi Ny.……usia……dengan asfiksia

(ringan/sedang/berat).

b. Dasar :

1) Asfiksia ringan :18

Frekuensi jantung > 100 x/menit

Usaha nafas cepat dan pendek-pendek

Bayi menangis lemah saat lahir

Bayi tampak kemerahan

Tonus otot bayi baik

Refleks terhadap rangsang baik

Suhu badan < 36,5°C

2) Asfiksia sedang :

Frekuensi jantung < 100 x/menit

Usaha nafas cepat dan pendek-pendek

Bayi menangis lemah saat lahir

Tonus otot kurang baik

Reaksi terhadap rangsang lemah

Sianosis pada ekstremitas atas dan bawah

Suhu badan < 36,5°C

3) Asfiksia berat :

Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)

Tidak ada usaha nafas

Bayi tidak mengangis spontan

Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

Refleks terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada

Warna kulit bayi kebiruan/sianosis sentral

Suhu badan < 36,5°C

2. Masalah Aktual :

a. Asfiksia ringan

1) Gangguan kebutuhan O2

Dasarnya :

- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek

- Bayi menangis lemah saat lahir

19

2) Gangguan termoregulasi

Dasarnya :

3) Suhu badan < 36,5°C

b. Asfiksia sedang

1) Gangguan kebutuhan O2

Dasarnya :

- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek

- Gangguan sirkulasi darah

Dasarnya :

- Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)

- Gangguan aktivitas

Dasarnya :

- Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

2) Gangguan neurogenic

Dasarnya :

- Reaksi terhadap rangsang lemah

3) Gangguan termoregulasi

Dasarnya :

- Suhu badan < 36,5°C

c. Asfiksia berat

1) Gangguan kebutuhan O2 yang makin parah

Dasarnya :

- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek

- Bayi menangis lemah saat lahir

- Warna kulit bayi kebiruan/sianosis sentral

- Gangguan sirkulasi darah

Dasarnya :

- Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)

2) Gangguan aktivitas

20

Dasarnya :

- Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

3) Gangguan neurogenic

Dasarnya :

- Refleks terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada

4) Gangguan termoregulasi

Dasarnya :

- Suhu badan < 36,5°C

3. Diagnosa Potensial

a. Asfiksia ringan

Potensial terjadinya asfiksia sedang

b. Asfiksia sedang

Potensial terjadinya asfiksia berat dan hipotermi

c. Asfiksia berat

Potensial terjadinya kerusakan saraf otak, asidosis, apnea, dan henti

jantung.

4. Masalah potensial

a. Asfiksia ringan

- Gangguan kebutuhan O2 yang semakin parah

- Gangguan sirkulasi darah yang makin melemah

- Gangguan aktivitas yang makin melemah

- Gangguan neurogenic yang makin buruk

- Gangguan termoregulasi yang makin parah

b. Asfiksia sedang

- Gangguan kebutuhan O2 yang makin parah

- Gangguan sirkulasi darah yang makin melemah

- Gangguan aktivitas yang makin melemah

- Gangguan neurogenic yang makin buruk 21

- Gangguan termoregulasi yang sangat parah

c. Asfiksia berat

- Gangguan kebutuhan O2 yang sangat parah

- Gangguan thermoregulasi yang sangat parah

- Gangguan neurogenic yang sangat parah

- Gangguan sistem saraf pusat

- Gangguan kesadaran

5. Kebutuhan segera

a. Melakukan pemotongan tali pusat

b. Melakukan langkah awal resusitasi

1) Baringkan di tempat yang datar dan keras

2) Jaga suhu bayi tetap hangat dengan selimut yang hangat dan

nyalakan lampu 60 watt yang berjarak 60 cm ke bayi

3) Mengatur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi

4) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir di mulut

dan hidung menggunakan penghisap DeLee :

- Memasukkan selang penghisap lendir ke dalam mulut tidak

lebih dari 5 cm

- Menghisap lendir di dalam mulut sambil menarik keluar

penghisap

- Memasukkan selang penghisap lendir ke dalam hidung

tidak lebih dari 3 cm

- Menghisap lendir di dalam hidung sambil menarik keluar

penghisap

5) Mengeringkan bayi dan memberikan sedikit rangsangan dengan

menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok

punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan.

6) Mengatur kembali posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi

dan tetap diselimuti.

7) Melakukan penilaian bayi apakah bernafas normal atau masih

megap-megap.22

D. Penatalaksanaan

1. Mandiri

a. Tindakan resusitasi secara menyeluruh :

1) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa bayinya memerlukan

bantuan untuk memulai bernafas.

R/ : Memberitahukan kondisi yang sedang dialami bayi kepada

ibu, suami, maupun keluarga akan membuat mereka kooperatif

saat dilakukan tindakan.

2) Memasang sungkup neonatal sampai menutupi mulut dan

hidung bayi.

R/ : Agar udara yang dipompakan dapat maksimal dan tidak ada

yang bocor keluar.

3) Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cmH2O,

mengamati gerakan dada bayi.

R/ : Tiupan awal sangat penting untuk membuka alveoli paru

agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas

terbuka atau tersumbat

4) Melakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan dalam 30 detik

dengan tekanan 20 cm H2O.

R/ : Setelah adanya nafas pertama bayi membutuhkan tekanan

15-20 cm H2O.

5) Menghentikan ventilisasi setiap 30 detik dan lakukan penilaian

ulang nafas tiap 30 detik. Jika bayi mulai bernafas spontan,

hentikan ventilasi secara bertahap, jika bayi megap-megap

lanjutkan ventilasi.

R/ : Penilaian ulang digunakan untuk memutuskan tindakan

selanjutnya

(Sondakh, 2013: 189-190)

b. Menyiapkan Rujukan

23

Menyiapkan rujukan jika bayi tidak bisa bernafas spontan setelah 2

menit dilakukan ventilasi.

1) Jika bayi bekum bernafas, atau pernafasannya lemah,

meneruskan ventilasi. Bawa bayi ke rumah sakit atau

puskesmas, meneruskan ventilasi bayi selama perjalanan.

R/ : Sambil dibawa ke tempat rujukan terus dilakukan ventilasi

untuk tetap membantu menimbulkan usaha nafas.

2) Jika terjadi pelekukan dada yang sangat dalam, ventilasi

dengan oksigen jika mungkin. Segera bawa bayi ke tempat

rujukan, teruskan ventilasi.

R/ : Perlekukan dinding dada atau retraksi dinding dada

mengindikasikan usaha nafas sangat sulit, sehingga

mengguanakan bantuan oksigen untuk bernafas

3) Meminta keluarga untuk persiapan rujukan.

R/ : Persiapan rujukan harus dilakukan secepat mungkin agar

tidak terlambat danbayi dapat segera ditangani.

c. Melakukan asuhan pasca resusitasi jika bayi dapat bernafas spontan,

meliputi:

R/ : Asuhan pasca resusitasi sangat penting untuk menjaga bayi agar

tidak terjadi komplikasi selanjutnya.

1) Meletakkan bayi di atas perut ibu

R/ : Agar suhu tubuh bayi tetap terjaga. Suhu tubuh ibu dapat

menyesuaikan diri dengan suhu tubuh bayi.

2) Meminta ibu untuk menyusui bayinya

R/ : IMD sangatlah penting untuk memberikan nutrisi pada

bayi.

3) Mengajari ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru

lahir seperti tidak dapat menyusu, kejang, mengantuk atau

tidak sadar, takipnea, merintih, retraksi dinding dada bawah,

sianosis sentral.

24

R/ : Jika pengenalan tanda-tanda bahaya sejak awal, dapat

segera ditangani untuk mencegah komplikasi selanjutnya

4) Melakukan observasi suhu. Jika di bawah 36,50 C, atau

punggung sangat dingin, lakukan penghangatan yang

memadai.

R/ : Observasi bayi baru lahir sangat penting untuk mengetahui

perkembangan bayi.

2. Kolaborasi

Melakukan kolaborasi dengan dokter atau perawat untuk tindakan

selanjutnya dan untuk pemberian obat.

a. Kompresi dada:

1) Jika ada dua tenaga kesehatan terampil dan pernafasan

bayi lemah atau kurang dari 30 kali/menit dan detak

jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama

1 menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai

melakukan kompresi dada dengan kecepatan 3 kompresi

dada berbanding 1 ventilasi.

R/ : Tindakan ventilasi dan kompresi dada ini dilakukan

bersamaan sehingga membutuhkan dua tenaga yang

terampil untuk melakukan ini

2) Melakukan tekanan pada jantung, dengan cara meletakkan

kedua jari tepat di bawah garis putting bayi, di tengah dada.

Dengan jari-jari lurus, tekan dada sedalam 1-1,5 cm.

R/ : Tindakan kompresi dada ini berguna untuk membantu

menimbulkan denyut jantung bayi

b. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat

Epinefrin dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan 1: 10.000

melalui intravena atau pipa endotraekal bila denyut jantung

bayi < 60x/menit setelah 30 detik.

R/ : Epinefrin merupakan stimulan jantung yang dapat

meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung.

25

c. Pemeriksaan laboratorium:

1) Pemeriksaan pH darah janin

R/ : Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai

tanda bahaya.

2) Analisa gas darah

R/ : Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk

mengetahui adanya asidosis dan alkalosis

respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat

saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan

terapi.

3. Rujukan

Jika resusitasi belum atau kurang berhasil, maka bayi perlu

rujukan, yaitu jika sesudah resusitasi 2 menit, bayi belum bernapas

atau megap-megap, atau pada pemantauan didapatkan kondisinya

memburuk. Rujuk segera bila terdapat salah satu tanda-tanda

bahaya tersebut. Sebelum dirujuk, lakukan tindakan prarujukan

berikut:

Menjelaskan pada ibu apa yang terjadi, apa yang anda

lakukan, dan mengapa.

Lanjutkan resusitasi.

Pemantauan dan perawatan tali pusat.

Pencegahan hipotermi.

Pemberian vitamin K.

Pencegahan infeksi.

Pencatatan dan pelaporan. Catat keadaan bayi pada formulir

rujukan dan rekam medis persalinan (Partograf)

(Sondakh, 2013: 184-186)

26

a. Persiapan/ penanganan sebelum dirujuk.

1) Evaluasi klinis neonatus.

Indikasi

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, meliputi

indikasi kebutuhan untuk: tindakan medis atau bedah,

apakah tindakan untuk penyelamatan jiwa atau elektif.

Prognosis

Prognosis ditentukan oleh hal-hal berikut ini:

Beratnya penyakit

Tindakan awal

Fasilitas unit kesehatan yang merujuk dan rumah

sakit rujukan.

Jarak, lamanya waktu perjalanan dan kesulitan-

kesulitan dalam transportasi.

2) Stabilisasi

Support Umum

a) Airway dan Breathing.

Atur posisi kepala, isap lendir jalan nafas, berikan

oksigen, lakukan ventilasi tekanan posisi/intubasi

(sesuai kondisi), cegah posisi fleksi leher yang

dapat mengakibatkan apnea obstruktif.

b) Sirkulasi (kardiovaskuler).

Kaji status sirkulasi dan obat-obatan.

c) Termoregulasi.

Cegah mekanisme kehilangan panas, kontrol suhu,

rawat bayi dalam inkubator.

d) Status metabolic dan cairan.

Perhatikan usia bayi, masa gestasi, maturitas, dan

integritas kulit, fungsi ginjal, dan kelembaban

udara serta sushu tubuh akan mempengaruhi status

cairan tubuh.

e) Keseimbangan asam basa.

27

f) Pencegahan terhadap infeksi nosokomial.

Prosedur khusus yang dilakuakan untuk memperbaiaki

kondisi bayi. Seperti mengatasi asfiksia/hipoksia. Jika

fasilitas memungkinkan lakukan intubasi ETT

3) Persiapan administratif

a) Orangtua secara singkat mengerti masalah medis

bayinya dan biaya-biayanya.

b) Informed concent (surat persetujuan)

c) Mempersiapkan surat rujukan.

d) Jika mungkin, komunikasi telepon seharusnya

dilakukan antara unit kesehatan yang merujuk dan

yang dirujukan/rujukan.

4) Persiapan laboratorium

Jika dianggap perlu, sampel darah ibu (5 cc) seharusnya

dikirim.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Khegman Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta:

FKUI.

Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

28

Kriti Mohan, P.C. Mishra, D.K Singh. International Journal of Science and

Technology: Clinical Profile Of Birth Asphyxia In Newborn.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.

Maryunani, Anik dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit

Pada Neonatus. Jakarta: Trans Info Media.

Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2012. Asuhan Naonatus Bayi dan Anak

Balita. Jakarta: Trans Info Media.

www.ijst.co.in

29