100406075 - OCTAVIA (2).pdf
-
Upload
abdul-joshua-oh-mandai -
Category
Documents
-
view
56 -
download
0
Transcript of 100406075 - OCTAVIA (2).pdf
TUGAS
PERENCANAAN KOTA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : OCTAVIA.TANTONO
NIM : 100406075
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
PERENCANAAN KOTA
Perencanaan kota berhadapan dengan lingkungan binaan dari perspektif munisipal dan
metropolitan. Profesi lainnya yang berhadapan dengan detail yang lebih kecil, disebut
arsitektur dan desain urban. Perencanaan wilayah berhadapan dengan lingkungan yang
masih lumayan besar, pada tingkatan yang kurang mendetail.
Perncanaan kota menyangkut tiga lingkup perencanaan yaitu : Perencanaan sosial,
ekonomi, dan fisik.
Perencanaan sosial : Perencanaan pembanguan yang berorientasi dan bermotivasi kepada
segi – segi kehidupan kemasyarakatan.
Rencana pengembangan pendidikan
Rencana kependudukan dan keluarga berencana
Perncanaan kelembagaan
Perencanaan pengembangan keagamaan
Perencanaan pengembangan politik
Perencanaan Ekonomi : perencaan pembagunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada
perkembangan perekonomian.
Rencana pengembangan produksi
Rencana pengembangan perkapita, regional dan nasional
Rencana pengembangan lapangan kerja
Rencana distribusi konsumsi
Rencana pengembangan perangkutan dan perhubungan
Rencana moneter
Perencanaan fisik : perencanaan pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada
aspek fisik untuk dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan ruang dan
sumber daya
Perencanaan tata ruang yang berwawasan luas
Perencanaan tata guna lahan
Perencanaan prasaran dan sarana fisik
Perencanaan fisik di Indonesia di atur dalam undang – undang, misalnya dalam
UU.No.26/2007 tentang penataan ruang
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tentang pedoman perencanaan kawasan perkotaan
Peraturan daerah No.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Medan
Berikut isi Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1/2008 tentang pedoman perencanaan
kawasan perkotaan
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah dan dinamika
perkembangan kawasan perkotaan menuntut perlunya penyesuaian
penyelenggaraan perencanaan kawasan perkotaan;
b. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan
Lahan Perkotaan sudah tidak sesuai lagi perkembangan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
Mengingat: 1. Undang-Undang No. 25 Tahun . 20*04 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan NasionaT .(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 . Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 .tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4739);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN
PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian,
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
2. Kawasan perkotaan baru adalah kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun
menjadi kawasan perkotaan.
3. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
4. Perencanaan kawasan perkotaan adalah penyusunan rencana pengelolaan kawasan
perkotaan yang dapat mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembanguhan daerah guna pengembangan kawasan perkotaan yang lebih baik.
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD
adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi
misi dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan
pembangunan daerah, arah kebijakan keuangan daerah dengan mempertimbangkan
kerangka pendanaan, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program
SKPD, lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.
7. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen
perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJMD yang
memuat rancangan kerangka ekonomi daerah dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja
dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan
mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah
yang melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan sesuai dengan wewenang,
tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan Kepala Daerah.
9. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
10. Rencana rinci tata ruang adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
kabupaten/kota.
11. Pemanfaatan lahan, adalah penggunaan tanah untuk aktivitas/kegiatan orang atau
badan hukum yang dapat ditunjukkan secara nyata.
12. Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan baru atas tanah, yang tidak sesuai
dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
13. Reklamasi pantai adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan bagian perairan laut
ditepi pantai untuk dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya.
14. Peranserta masyarakat adalah kegiatan masyarakat yang timbul atas prakarsa sendiri
dalam penyelenggaraan pengelolaan dan penataan-ruang kawasan perkotaan.
15. Peremajaan kawasan perkotaan adalah penataan kembali area terbangun bagian
kawasan perkotaan yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi
kawasan, dan/atau penyesuaian bagian kawasan perkotaan terhadap rencana
pembangunan kawasan perkotaan.
BAB II
KRITERIA, BENTUK, DAN DASAR PERENCANAAN
Pasal 2
Kriteria kawasan perkotaan meliputi:
a. memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau mata pencaharian
penduduknya terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa; dan
b. memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa
didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi dengan
pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Pasal 3
Bentuk kawasan perkotaan berupa :
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau
c. bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung dan memiliki
ciri perkotaan.
Pasal 4
Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki nama, batas
wilayah, dan fungsi.
Pasal 5
(1) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang berada di dalam wilayah
kabupaten ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten.
(2) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua
atau lebih daerah kabupaten sebelum ditetapkan dengan peraturan daerah masing-
masing kabupaten terlebih dahulu mendapat persetujuan gubernur.
(3) Penentuan nama, batas dan fungsi kawasan perkotaan didasarkan pada:
a. hasil penelitian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan
perkotaan; dan
b. kesatuan sistem wilayah pengembangan kawasan perkotaan dengan batas unit
administrasi pemerintah terkecil.
Pasal 6
(1) Perencanaan kawasan perkotaan mempertimbangkan:
a. aspek idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, teknologi, dan
pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pendekatan pengembangan wilayah terpadu;
c. peran dan fungsi kawasan perkotaan;
d. keterkaitan antar kawasan perkotaan dan antara kawasan perkotaan dengan
kawasan perdesaan;
e. keterpaduan antara lingkungan buatan dengan daya dukung lingkungan alami; dan
f. pemenuhan kebutuhan penduduk kawasan perkotaan.
(2) Perencanaan kawasan perkotaan dilaksanakan secara terintegrasi antara matra ruang,
program dan kegiatan.
Pasal 7
(1) Rencana kawasan perkotaan tertuang dalam dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang,
RPJMD, dan RKPD kabupaten/kota.
(2) Rencana kawasan perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta tertuang dalam
dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang, RPJMD, dan RKPD provinsi.
BAB III
RENCANA KAWASAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Pasal 8
(1) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD memuat:
a. peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan;
b. pemenuhan standar pelayanan perkotaan; dan
c. keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan.
(2) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten
dituangkan dalam masing-masing RPJPD kabupaten yang bersangkutan.
Pasal 9
Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD menjadi acuan
penyusunan rencana tata ruang dan pedoman penyusunan RPJMD.
Bagian Kedua
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Pasal 10
(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Otonom tertuang dalam RTRW kota,
Rencana Detail Tata Ruang, dan Rencana Teknik Ruang.
(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten tertuang dalam
Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang.
Pasal 11
(1) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan pedoman
untuk:
a. pengaturan tata guna tanah (Land Regulation);
b. penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang;
c. penerbitan Advise Planning;
d. penerbitan izin prinsip pembangunan;
e. penerbitan izin lokasi;
f. pengaturan teknis bangunan;
g. penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan; dan
h. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan.
(2) Rencana Teknik Ruangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan pedoman
untuk:
a. penerbitan izin mendirikan bangunan;
b. penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung; dan
c. penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung.
Bagian Ketiga
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Pasal 12
(1) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan kawasan perkotaan tertuang dalam RPJMD
kabupaten/kota.
(2) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam masing-masing RPJMD
kabupaten/kota bersangkutan.
Pasal 13
Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan setiap kawasan perkotaan di wilayah kabupaten
tertuang dalam Renstra SKPD dan disusun menjadi satu dokumen perencanaan
pembangunan kawasan perkotaan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Bagian Keempat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Pasal 14
(1) RKPD kabupaten memuat program kewilayahan untuk masing-masing kawasan
perkotaan.
(2) Program kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan
diintegrasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
(3) Program kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam
RKPD masing-masing kabupaten.
Pasal 15
Penyusunan program kewilayahan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (2) mengacu pada RDTR, RPJMD kabupaten/kdt.a, dan dokumen
perencanaan pembangunan kawasan perkotaan.
BAB IV
PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru
Pasal 16
Perencanaan kawasan perkotaan baru diprioritaskan untuk:
a. memecahkan permasalahan kepadatan penduduk akibat urbanisasi;
b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan dan jasa; dan
c. menyediakan ruang bagi kepentingan pengembangan wilayah di masa depan.
Pasal 17
Persyaratan penetapan lokasi perencanaan kawasan perkotaan baru meliputi:
a. sesuai dengan sistem pusat permukiman perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten;
b. termuat dalam RPJMD;
c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi
perkotaan dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;
d. terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis
maupun yang direncanakan beririgasi teknis;
e. memiliki kemudahan untuk penyediaan prasarana dan sarana perkotaan;
f. tidak mengakibatkan terjadinya pembangunan yang tidak terkendali. dengan kawasan
perkotaan disekitarnya;
g. mendorong aktivitas ekonomi, sesuai dengan fungsi dan perannya; dan
h. mempunyai luas kawasan budi daya paling sedikit 400 hektar dan merupakan satu
kesatuan kawasan yang bulat dan utuh, atau satu kesatuan wilayah perencanaan
perkotaan dalam satu daerah kabupaten.
Pasal 18
(1) Lokasi rencana kawasan perkotaan baru dapat diprakarsai oleh pihak, swasta dan/atau
pemerintah daerah.
(2) Lokasi yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan baru diusulkan kepada bupati.
(3) Pengajuan usulan lokasi rencana kawasan perkotaan baru sebagaimana dimaksud ayat
(1) dilampiri:
a. hasil studi kelayakan;
b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan
c. rencana pembebasan lahan.
(4) Rencana lokasi kawasan perkotaan baru yang berada di dua atau lebih kabupaten yang
berbatasan langsung ditetapkan dalam Peraturan. Daerah Kabupaten masing-masing.
(5) Penetapan lokasi kawasan perkotaan baru terlebih dahulu mendapat persetujuan
gubernur.
Pasal 19
(1) Rencana pembangunan kawasan perkotaan baru ditetapkan oleh kepala daerah dan
dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Kawasan perkotaan baru yang berlokasi pada bagian dari dua atau lebih kabupaten
yang berbatasan langsung dilakukan atas dasar kerjasama antar daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru yang bertanggung
jawab kepada masing-masing bupati.
(4) Masa tugas Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan jangka waktu rencana pelaksanaan
pembangunan kawasan perkotaan baru.
(5) Keanggotaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru terdiri atas
unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
masyarakat setempat, dan unsur pengembang.
(6) Struktur Organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan Kawasan
Perkotaan Baru ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(7) Keanggotaan, struktur organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan
kawasan perkotaan baru yang berlokasi di dua atau lebih daerah Kabupaten yang
berbatasan langsung diatur dengan Keputusan Bersama Bupati.
Pasal 20
(1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru melaporkan pelaksanaan
tugasnya secara berkala dan atau sewaktu-waktu jika diperlukan kepada bupati dan
terbuka bagi masyarakat.
(2) Bupati melaksanakan evaluasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pembangunan kawasan perkotaan baru.
Bagian Kedua
Peremajaan Kawasan Perkotaan
Pasal 21
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan peremajaan bagian kawasan perkotaan.
(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan sepanjang tertuang dalam RPJMD dan RDTR
(3) Peremajaan bagian kawasan perkotaan yang belum memiliki RDTR dan/atau tidak
termuat dalam RPJMD terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.
Pasal 22
(1) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
bertujuan untuk:
a. perbaikan dan perlindungan lingkungan;
b. peningkatan kehidupan masyarakat setempat; dan
c. pemenuhan standar pelayanan perkotaan.
(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan tidak diperkenankan :
a. menghilangkan nilai-nilai sejarah bangunan, arsitektur dan budaya; dan
b. merugikan kepentingan masyarakat setempat.
Pasal 23
(1) Dokumen rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan disusun oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota berdasarkan hasil studi kelayakan.
(2) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:
a. latar belakang;
b. tujuan dan sasaran;
c. lokasi kegiatan;
d. metodologi peremajaan;
e. pengorganisasian;
f. jadwal pelaksanaan;
g. pendanaan.
(3) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
(4) Rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih
kabupaten disusun secara bersama oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota
masing-masing.
Bagian Ketiga
Reklamasi Pantai
Pasal 24
Rencana reklamasi pantai termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota.
Pasal 25
Rencana reklamasi pantai sebelum dituangkan kedalam RTRW kabupaten/kota terlebih
dahulu meminta persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
Pasal 26
Gubernur mengajukan usulan rencana reklamasi pantai kepada Menteri Dalam Negeri
berdasarkan permohonan bupati/walikota dengan melampirkan:
a. hasil studi kelayakan;
b. Kajian Lingkungan Strategis (KLS);
c. rencana pemanfaatan;
d. rekomendasi gubernur dan DPRD provinsi; dan
e. persetujuan bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 27
(1) Penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan lingkungan,
pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-fungsi lain yang ada
dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya.
(2) Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi
persyaratan teknis dan lingkungan.
Pasal 28
(1) Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai.
(2) Gubernur bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
(3) Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan dan mengkoordinasikan
penyelenggaraan reklamasi pantai di wilayahnya.
(4) Menteri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengendalian umum peteksanaan
reklamasi pantai di tingkat nasional.
(5) Menteri teknis terkait bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi, supervisi dan
pengendalian teknis di tingkat nasional.
Bagian Keempat
Perubahan Pemanfaatan Lahan
Pasal 29
Perubahan pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan berazaskan keterbukaan,
persamaan, keadilan, pelestarian lingkungan dan perlindungan hukum.
Pasal 30
Perubahan pemanfaatan lahan mengacu pada RDTR kabupaten/kota dengan tetap
memperhatikan keberlangsungan fungsi kawasan, daya dukung dan kesesuaian lahan
secara terpadu.
Pasal 31
(1) Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR hanya dapat
dilakukan dengan pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan untuk kegiatan
ekonomi dengan keberlangsungan lingkungan.
(2) Pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan pertimbangan teknis, pola insentif dan disinsentif yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah.
Pasal 32
(1) Rencana perubahan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) dapat diusulkan oleh pihak swasta, masyarakat dan dinas/lembaga kepada instansi
yang berwenang di daerah.
(2) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kajian dan
mengkoordinasikan dalam forum Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(3) Bupati/Walikota dapat membentuk tim khusus derigan beranggotakan instansi terkait
beserta anggota DPRD, berdasarkan hasil analisis Badan Koordinasi, Penataan Ruang
Daerah untuk melakukan kajian teknis terhadap kelayakari rencana perubahan
pemanfaatan lahan.
(4) Hasil kajian teknis dari tim khusus dan analisis Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah menjadi dasar pertimbangan persetujuan bupati/walikota perubahan
pemanfaatan lahan.
(5) Rencana perubahan pemanfaatan lahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
kabupaten/kota.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 33
(1) Dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan
perencanaan kawasan perkotaan, mengikutsertakan masyarakat.
(2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan melalui suatu forum masyarkaat perkotaan atau bentuk lain yang
sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat.
Pasal 34
(1) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (2) beranggotakan unsur pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat perkotaan
setempat.
(2) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berperan serta dalam perumusan kebijakan dan strategi rencana kota.
(3) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dimaksud pada
ayat (1) dapat menyelenggarakan:
a. pertemuan secara periodik sebagai sarana bermusyawarah anggota forum;
b. fasilitasi pengembangan dan peningkatan kemampuan wadah-wadah peran
masyarakat;
c. fasilitasi kegiatan peran serta masyarakat melalui dialog, tukar pendapat, jajak
pendapat, dan dengar pendapat;
d. penyebaran informasi mengenai kegiatan pemerintahan dan pengelolaan kawasan
perkotaan kepada masyarakat;
e. inventarisasi dan tindak lanjut usulan oleh masyarakat;
f. fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan
untuk pemeliharaan prasarana lingkungan di tingkat lingkungan warga;
g. pemberian masukan untuk peningkatan standar pelayanan minimal bagi masyarakat
setempat dan penataan ruang kawasan perkotaan kepada pengelola kawasan
perkotaan; dan
h. pengusulan kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan
perkotaan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Rencana kota yang telah disahkan tetap berlaku, sampai saat dilaksanakan evaluasi lima
tahun pertama sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2
Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
HIRARKI MENURUT PERATURAN/PERUNDANGAN UU No.26/2007 tentang PENATAAN RUANG
dan PERMEN PU No. 06/PRT/M/2007 tentang PEDOMAN UMUM RTBL
Pada tingkatan Nasional berdasarkan undang – undang ini di susun suatu rencana tata ruang
nasional yang dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). RTRWN
merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Beradasarkan UU
penataan Ruang berjangka waktu 25 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disajikan
dalam peta skala minimal 1 : 1.000.000
RTRWN ini akan menjadi dasar di dalam penjabaran rencana tata ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I yang dikenal sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DT I (RTRWP). Jangka
Waktu rencana ini 15 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan daerah (Perda) Tingkat I. Disajikan
dalam peta skala minimal 1 : 250.000.
RTRWP menjadi landasan di dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (semula
dikenal dengan RURTD/Rencana Umum tata Ruang Daerah)/Kotamadya (semula dikenal dengan
RUTRK/Rencana Umum Tata Ruang Kota)DT II. Jangka waktu rencana ini adalah 10 tahun dan
ditetapkan dengan peraturan Daerah (Perda) Tingkat II. Disajikan dalam peta skala minimal 1 :
100.000 untuk wilayah kabupaten dan skala minimal 1 : 50.000 untuk wilayah Kotamadya.
Selajutnya RTRW DT II ini dirinci ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan (RTRWK) yaitu
rencana tata ruang dari bagian wilayah kota atau bagian wilayah kabupaten sampai kepada rencana
detail (semula dikenal dengan RDTRK / Rencana Detail Tata Ruang Kota), rencana teknis (semula
dikenal dengan RTRK / Rencana Teknik Ruang Kota), dan rancangan rekayasa. Disajikan dalam peta
skala minimal 1 : 10.000 unutk RUTRK dan skala minimal 1 : 5.000 untuk RDTRK.
Konten dan Teknis Perencanaan Berdasarakan UU.No.26/2007 BAB VI tentang Pelaksanaan
Penataan Ruang :
BAB VI
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Perencanaan Tata Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki
terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
(4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai
perangkat operasional rencana umum tata ruang.
(5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun
apabila:
a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta
dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan.
(6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi
penyusunan peraturan zonasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 15
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi.
Pasal 16
(1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.
(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menghasilkan rekomendasi berupa:
a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau
b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.
(3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 17
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana
tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
daerah aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi
kawasan, dan antar kegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan
dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 18
(1). Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi
dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari
Menteri.
(2). Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.
(3). Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 2
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
Pasal 19
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan:
a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan
ruang nasional;
c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;
d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. rencana pembangunan jangka panjang nasional;
g. rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
h. rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Pasal 20
(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang
terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan
prasarana utama;
c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
d. penetapan kawasan strategis nasional;
e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan
peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a diatur
dengan peraturan presiden.
(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 3
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 22
(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. pedoman bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang
provinsi;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;
c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
h. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Pasal 23
(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam
wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya
dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi
daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
d. penetapan kawasan strategis provinsi;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan
peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang
wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
Pasal 24
(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan
dengan peraturan daerah provinsi.
(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 4
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 25
(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah
(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang
kabupaten;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Pasal 26
(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya
yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah
kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan
kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi
pembangunan dan administrasi pertanahan.
(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.
Pasal 27
(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten.
(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 5
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
Pasal 28
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal
26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan
ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
Pasal 29
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka
hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari
luas wilayah kota.
Pasal 30
Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3)
disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka
nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan
Menteri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/26897/node/17/uu-no-26-tahun-2007-penataan-ruang
http://www.pemkomedan.go.id/file/Perda%20No.13%20Thn%202011%20ttg%20RTRW%20Kota%20
Medan.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Perencanaan_kota
http://perencanaankota.blogspot.com/2008/10/pengertian-umum-tentang-perencanaan.html
http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendagri_1_2008.pdf
http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/PENATAAN-RUANG-KOTA.ppt