100406075 - OCTAVIA (2).pdf

26
TUGAS PERENCANAAN KOTA D I S U S U N OLEH NAMA : OCTAVIA.TANTONO NIM : 100406075 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Transcript of 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Page 1: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

TUGAS

PERENCANAAN KOTA

D

I

S

U

S

U

N

OLEH

NAMA : OCTAVIA.TANTONO

NIM : 100406075

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Page 2: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

PERENCANAAN KOTA

Perencanaan kota berhadapan dengan lingkungan binaan dari perspektif munisipal dan

metropolitan. Profesi lainnya yang berhadapan dengan detail yang lebih kecil, disebut

arsitektur dan desain urban. Perencanaan wilayah berhadapan dengan lingkungan yang

masih lumayan besar, pada tingkatan yang kurang mendetail.

Perncanaan kota menyangkut tiga lingkup perencanaan yaitu : Perencanaan sosial,

ekonomi, dan fisik.

Perencanaan sosial : Perencanaan pembanguan yang berorientasi dan bermotivasi kepada

segi – segi kehidupan kemasyarakatan.

Rencana pengembangan pendidikan

Rencana kependudukan dan keluarga berencana

Perncanaan kelembagaan

Perencanaan pengembangan keagamaan

Perencanaan pengembangan politik

Perencanaan Ekonomi : perencaan pembagunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada

perkembangan perekonomian.

Rencana pengembangan produksi

Rencana pengembangan perkapita, regional dan nasional

Rencana pengembangan lapangan kerja

Rencana distribusi konsumsi

Rencana pengembangan perangkutan dan perhubungan

Rencana moneter

Perencanaan fisik : perencanaan pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada

aspek fisik untuk dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan ruang dan

sumber daya

Perencanaan tata ruang yang berwawasan luas

Perencanaan tata guna lahan

Perencanaan prasaran dan sarana fisik

Perencanaan fisik di Indonesia di atur dalam undang – undang, misalnya dalam

UU.No.26/2007 tentang penataan ruang

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tentang pedoman perencanaan kawasan perkotaan

Page 3: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Peraturan daerah No.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Medan

Berikut isi Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1/2008 tentang pedoman perencanaan

kawasan perkotaan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG

PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah dan dinamika

perkembangan kawasan perkotaan menuntut perlunya penyesuaian

penyelenggaraan perencanaan kawasan perkotaan;

b. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan

Lahan Perkotaan sudah tidak sesuai lagi perkembangan

penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang

Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

Mengingat: 1. Undang-Undang No. 25 Tahun . 20*04 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan NasionaT .(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 . Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4421);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-

Page 4: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Undang (Lembaran Negara Republik Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 .tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4739);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN

PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian,

dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan

dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

2. Kawasan perkotaan baru adalah kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun

menjadi kawasan perkotaan.

3. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah diprioritaskan karena mempunyai

pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,

budaya, dan/atau lingkungan.

4. Perencanaan kawasan perkotaan adalah penyusunan rencana pengelolaan kawasan

Page 5: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

perkotaan yang dapat mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana

pembanguhan daerah guna pengembangan kawasan perkotaan yang lebih baik.

5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD

adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi

misi dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional.

6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD

adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan

pembangunan daerah, arah kebijakan keuangan daerah dengan mempertimbangkan

kerangka pendanaan, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program

SKPD, lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.

7. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen

perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJMD yang

memuat rancangan kerangka ekonomi daerah dengan mempertimbangkan kerangka

pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja

dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah

daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan

mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.

8. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah

yang melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan sesuai dengan wewenang,

tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan Kepala Daerah.

9. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola

ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

10. Rencana rinci tata ruang adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah

kabupaten/kota.

11. Pemanfaatan lahan, adalah penggunaan tanah untuk aktivitas/kegiatan orang atau

badan hukum yang dapat ditunjukkan secara nyata.

12. Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan baru atas tanah, yang tidak sesuai

dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

13. Reklamasi pantai adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan bagian perairan laut

ditepi pantai untuk dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya.

14. Peranserta masyarakat adalah kegiatan masyarakat yang timbul atas prakarsa sendiri

dalam penyelenggaraan pengelolaan dan penataan-ruang kawasan perkotaan.

15. Peremajaan kawasan perkotaan adalah penataan kembali area terbangun bagian

kawasan perkotaan yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi

kawasan, dan/atau penyesuaian bagian kawasan perkotaan terhadap rencana

Page 6: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

pembangunan kawasan perkotaan.

BAB II

KRITERIA, BENTUK, DAN DASAR PERENCANAAN

Pasal 2

Kriteria kawasan perkotaan meliputi:

a. memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau mata pencaharian

penduduknya terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa; dan

b. memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa

didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi dengan

pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

Pasal 3

Bentuk kawasan perkotaan berupa :

a. kota sebagai daerah otonom;

b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau

c. bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung dan memiliki

ciri perkotaan.

Pasal 4

Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki nama, batas

wilayah, dan fungsi.

Pasal 5

(1) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang berada di dalam wilayah

kabupaten ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten.

(2) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua

atau lebih daerah kabupaten sebelum ditetapkan dengan peraturan daerah masing-

masing kabupaten terlebih dahulu mendapat persetujuan gubernur.

(3) Penentuan nama, batas dan fungsi kawasan perkotaan didasarkan pada:

a. hasil penelitian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan

perkotaan; dan

b. kesatuan sistem wilayah pengembangan kawasan perkotaan dengan batas unit

administrasi pemerintah terkecil.

Page 7: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 6

(1) Perencanaan kawasan perkotaan mempertimbangkan:

a. aspek idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, teknologi, dan

pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. pendekatan pengembangan wilayah terpadu;

c. peran dan fungsi kawasan perkotaan;

d. keterkaitan antar kawasan perkotaan dan antara kawasan perkotaan dengan

kawasan perdesaan;

e. keterpaduan antara lingkungan buatan dengan daya dukung lingkungan alami; dan

f. pemenuhan kebutuhan penduduk kawasan perkotaan.

(2) Perencanaan kawasan perkotaan dilaksanakan secara terintegrasi antara matra ruang,

program dan kegiatan.

Pasal 7

(1) Rencana kawasan perkotaan tertuang dalam dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang,

RPJMD, dan RKPD kabupaten/kota.

(2) Rencana kawasan perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta tertuang dalam

dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang, RPJMD, dan RKPD provinsi.

BAB III

RENCANA KAWASAN PERKOTAAN

Bagian Kesatu

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Pasal 8

(1) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD memuat:

a. peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan;

b. pemenuhan standar pelayanan perkotaan; dan

c. keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan.

(2) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten

dituangkan dalam masing-masing RPJPD kabupaten yang bersangkutan.

Pasal 9

Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD menjadi acuan

penyusunan rencana tata ruang dan pedoman penyusunan RPJMD.

Page 8: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Bagian Kedua

Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Pasal 10

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Otonom tertuang dalam RTRW kota,

Rencana Detail Tata Ruang, dan Rencana Teknik Ruang.

(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten tertuang dalam

Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang.

Pasal 11

(1) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan pedoman

untuk:

a. pengaturan tata guna tanah (Land Regulation);

b. penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang;

c. penerbitan Advise Planning;

d. penerbitan izin prinsip pembangunan;

e. penerbitan izin lokasi;

f. pengaturan teknis bangunan;

g. penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan; dan

h. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan.

(2) Rencana Teknik Ruangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan pedoman

untuk:

a. penerbitan izin mendirikan bangunan;

b. penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung; dan

c. penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung.

Bagian Ketiga

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Pasal 12

(1) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan kawasan perkotaan tertuang dalam RPJMD

kabupaten/kota.

(2) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam masing-masing RPJMD

kabupaten/kota bersangkutan.

Page 9: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 13

Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan setiap kawasan perkotaan di wilayah kabupaten

tertuang dalam Renstra SKPD dan disusun menjadi satu dokumen perencanaan

pembangunan kawasan perkotaan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Bagian Keempat

Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Pasal 14

(1) RKPD kabupaten memuat program kewilayahan untuk masing-masing kawasan

perkotaan.

(2) Program kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan

diintegrasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

(3) Program kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam

RKPD masing-masing kabupaten.

Pasal 15

Penyusunan program kewilayahan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (2) mengacu pada RDTR, RPJMD kabupaten/kdt.a, dan dokumen

perencanaan pembangunan kawasan perkotaan.

BAB IV

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN

Bagian Kesatu

Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru

Pasal 16

Perencanaan kawasan perkotaan baru diprioritaskan untuk:

a. memecahkan permasalahan kepadatan penduduk akibat urbanisasi;

b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan dan jasa; dan

c. menyediakan ruang bagi kepentingan pengembangan wilayah di masa depan.

Page 10: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 17

Persyaratan penetapan lokasi perencanaan kawasan perkotaan baru meliputi:

a. sesuai dengan sistem pusat permukiman perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten;

b. termuat dalam RPJMD;

c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi

perkotaan dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;

d. terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis

maupun yang direncanakan beririgasi teknis;

e. memiliki kemudahan untuk penyediaan prasarana dan sarana perkotaan;

f. tidak mengakibatkan terjadinya pembangunan yang tidak terkendali. dengan kawasan

perkotaan disekitarnya;

g. mendorong aktivitas ekonomi, sesuai dengan fungsi dan perannya; dan

h. mempunyai luas kawasan budi daya paling sedikit 400 hektar dan merupakan satu

kesatuan kawasan yang bulat dan utuh, atau satu kesatuan wilayah perencanaan

perkotaan dalam satu daerah kabupaten.

Pasal 18

(1) Lokasi rencana kawasan perkotaan baru dapat diprakarsai oleh pihak, swasta dan/atau

pemerintah daerah.

(2) Lokasi yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan baru diusulkan kepada bupati.

(3) Pengajuan usulan lokasi rencana kawasan perkotaan baru sebagaimana dimaksud ayat

(1) dilampiri:

a. hasil studi kelayakan;

b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan

c. rencana pembebasan lahan.

(4) Rencana lokasi kawasan perkotaan baru yang berada di dua atau lebih kabupaten yang

berbatasan langsung ditetapkan dalam Peraturan. Daerah Kabupaten masing-masing.

(5) Penetapan lokasi kawasan perkotaan baru terlebih dahulu mendapat persetujuan

gubernur.

Page 11: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 19

(1) Rencana pembangunan kawasan perkotaan baru ditetapkan oleh kepala daerah dan

dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.

(2) Kawasan perkotaan baru yang berlokasi pada bagian dari dua atau lebih kabupaten

yang berbatasan langsung dilakukan atas dasar kerjasama antar daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru yang bertanggung

jawab kepada masing-masing bupati.

(4) Masa tugas Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan jangka waktu rencana pelaksanaan

pembangunan kawasan perkotaan baru.

(5) Keanggotaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru terdiri atas

unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,

masyarakat setempat, dan unsur pengembang.

(6) Struktur Organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan Kawasan

Perkotaan Baru ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(7) Keanggotaan, struktur organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan

kawasan perkotaan baru yang berlokasi di dua atau lebih daerah Kabupaten yang

berbatasan langsung diatur dengan Keputusan Bersama Bupati.

Pasal 20

(1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru melaporkan pelaksanaan

tugasnya secara berkala dan atau sewaktu-waktu jika diperlukan kepada bupati dan

terbuka bagi masyarakat.

(2) Bupati melaksanakan evaluasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan

pembangunan kawasan perkotaan baru.

Bagian Kedua

Peremajaan Kawasan Perkotaan

Pasal 21

(1) Pemerintah daerah dapat melakukan peremajaan bagian kawasan perkotaan.

(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan sepanjang tertuang dalam RPJMD dan RDTR

Page 12: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(3) Peremajaan bagian kawasan perkotaan yang belum memiliki RDTR dan/atau tidak

termuat dalam RPJMD terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.

Pasal 22

(1) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

bertujuan untuk:

a. perbaikan dan perlindungan lingkungan;

b. peningkatan kehidupan masyarakat setempat; dan

c. pemenuhan standar pelayanan perkotaan.

(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan tidak diperkenankan :

a. menghilangkan nilai-nilai sejarah bangunan, arsitektur dan budaya; dan

b. merugikan kepentingan masyarakat setempat.

Pasal 23

(1) Dokumen rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan disusun oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota berdasarkan hasil studi kelayakan.

(2) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:

a. latar belakang;

b. tujuan dan sasaran;

c. lokasi kegiatan;

d. metodologi peremajaan;

e. pengorganisasian;

f. jadwal pelaksanaan;

g. pendanaan.

(3) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan

Bupati/Walikota.

(4) Rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih

kabupaten disusun secara bersama oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

kabupaten/kota yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota

masing-masing.

Page 13: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Bagian Ketiga

Reklamasi Pantai

Pasal 24

Rencana reklamasi pantai termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota.

Pasal 25

Rencana reklamasi pantai sebelum dituangkan kedalam RTRW kabupaten/kota terlebih

dahulu meminta persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.

Pasal 26

Gubernur mengajukan usulan rencana reklamasi pantai kepada Menteri Dalam Negeri

berdasarkan permohonan bupati/walikota dengan melampirkan:

a. hasil studi kelayakan;

b. Kajian Lingkungan Strategis (KLS);

c. rencana pemanfaatan;

d. rekomendasi gubernur dan DPRD provinsi; dan

e. persetujuan bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota.

Pasal 27

(1) Penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan lingkungan,

pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-fungsi lain yang ada

dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya.

(2) Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi

persyaratan teknis dan lingkungan.

Pasal 28

(1) Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai.

(2) Gubernur bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai untuk Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

(3) Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan dan mengkoordinasikan

penyelenggaraan reklamasi pantai di wilayahnya.

(4) Menteri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengendalian umum peteksanaan

reklamasi pantai di tingkat nasional.

(5) Menteri teknis terkait bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi, supervisi dan

pengendalian teknis di tingkat nasional.

Page 14: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Bagian Keempat

Perubahan Pemanfaatan Lahan

Pasal 29

Perubahan pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan berazaskan keterbukaan,

persamaan, keadilan, pelestarian lingkungan dan perlindungan hukum.

Pasal 30

Perubahan pemanfaatan lahan mengacu pada RDTR kabupaten/kota dengan tetap

memperhatikan keberlangsungan fungsi kawasan, daya dukung dan kesesuaian lahan

secara terpadu.

Pasal 31

(1) Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR hanya dapat

dilakukan dengan pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan untuk kegiatan

ekonomi dengan keberlangsungan lingkungan.

(2) Pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berdasarkan pertimbangan teknis, pola insentif dan disinsentif yang ditetapkan dalam

Peraturan Daerah.

Pasal 32

(1) Rencana perubahan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat

(1) dapat diusulkan oleh pihak swasta, masyarakat dan dinas/lembaga kepada instansi

yang berwenang di daerah.

(2) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kajian dan

mengkoordinasikan dalam forum Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(3) Bupati/Walikota dapat membentuk tim khusus derigan beranggotakan instansi terkait

beserta anggota DPRD, berdasarkan hasil analisis Badan Koordinasi, Penataan Ruang

Daerah untuk melakukan kajian teknis terhadap kelayakari rencana perubahan

pemanfaatan lahan.

(4) Hasil kajian teknis dari tim khusus dan analisis Badan Koordinasi Penataan Ruang

Daerah menjadi dasar pertimbangan persetujuan bupati/walikota perubahan

pemanfaatan lahan.

(5) Rencana perubahan pemanfaatan lahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah

kabupaten/kota.

Page 15: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

BAB V

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 33

(1) Dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan

perencanaan kawasan perkotaan, mengikutsertakan masyarakat.

(2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diselenggarakan melalui suatu forum masyarkaat perkotaan atau bentuk lain yang

sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat.

Pasal 34

(1) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

ayat (2) beranggotakan unsur pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat perkotaan

setempat.

(2) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berperan serta dalam perumusan kebijakan dan strategi rencana kota.

(3) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dimaksud pada

ayat (1) dapat menyelenggarakan:

a. pertemuan secara periodik sebagai sarana bermusyawarah anggota forum;

b. fasilitasi pengembangan dan peningkatan kemampuan wadah-wadah peran

masyarakat;

c. fasilitasi kegiatan peran serta masyarakat melalui dialog, tukar pendapat, jajak

pendapat, dan dengar pendapat;

d. penyebaran informasi mengenai kegiatan pemerintahan dan pengelolaan kawasan

perkotaan kepada masyarakat;

e. inventarisasi dan tindak lanjut usulan oleh masyarakat;

f. fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan

untuk pemeliharaan prasarana lingkungan di tingkat lingkungan warga;

g. pemberian masukan untuk peningkatan standar pelayanan minimal bagi masyarakat

setempat dan penataan ruang kawasan perkotaan kepada pengelola kawasan

perkotaan; dan

h. pengusulan kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan

perkotaan.

Page 16: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

Rencana kota yang telah disahkan tetap berlaku, sampai saat dilaksanakan evaluasi lima

tahun pertama sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2

Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

HIRARKI MENURUT PERATURAN/PERUNDANGAN UU No.26/2007 tentang PENATAAN RUANG

dan PERMEN PU No. 06/PRT/M/2007 tentang PEDOMAN UMUM RTBL

Page 17: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pada tingkatan Nasional berdasarkan undang – undang ini di susun suatu rencana tata ruang

nasional yang dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). RTRWN

merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Beradasarkan UU

penataan Ruang berjangka waktu 25 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disajikan

dalam peta skala minimal 1 : 1.000.000

RTRWN ini akan menjadi dasar di dalam penjabaran rencana tata ruang wilayah Propinsi Daerah

Tingkat I yang dikenal sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DT I (RTRWP). Jangka

Waktu rencana ini 15 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan daerah (Perda) Tingkat I. Disajikan

dalam peta skala minimal 1 : 250.000.

RTRWP menjadi landasan di dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (semula

dikenal dengan RURTD/Rencana Umum tata Ruang Daerah)/Kotamadya (semula dikenal dengan

RUTRK/Rencana Umum Tata Ruang Kota)DT II. Jangka waktu rencana ini adalah 10 tahun dan

ditetapkan dengan peraturan Daerah (Perda) Tingkat II. Disajikan dalam peta skala minimal 1 :

100.000 untuk wilayah kabupaten dan skala minimal 1 : 50.000 untuk wilayah Kotamadya.

Selajutnya RTRW DT II ini dirinci ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan (RTRWK) yaitu

rencana tata ruang dari bagian wilayah kota atau bagian wilayah kabupaten sampai kepada rencana

detail (semula dikenal dengan RDTRK / Rencana Detail Tata Ruang Kota), rencana teknis (semula

dikenal dengan RTRK / Rencana Teknik Ruang Kota), dan rancangan rekayasa. Disajikan dalam peta

skala minimal 1 : 10.000 unutk RUTRK dan skala minimal 1 : 5.000 untuk RDTRK.

Konten dan Teknis Perencanaan Berdasarakan UU.No.26/2007 BAB VI tentang Pelaksanaan

Penataan Ruang :

BAB VI

PELAKSANAAN PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu

Perencanaan Tata Ruang

Paragraf 1

Umum

Page 18: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 14

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:

a. rencana umum tata ruang; dan

b. rencana rinci tata ruang.

(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki

terdiri atas:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;

b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

(4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai

perangkat operasional rencana umum tata ruang.

(5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun

apabila:

a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta

dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum

dioperasionalkan.

(6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi

penyusunan peraturan zonasi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan

peraturan pemerintah.

Pasal 15

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di

dalam bumi.

Page 19: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 16

(1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.

(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

menghasilkan rekomendasi berupa:

a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau

b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.

(3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap

menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 17

(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat

permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan

lindung dan kawasan budi daya.

(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,

pertahanan, dan keamanan.

(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana

tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas

daerah aliran sungai.

(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi

kawasan, dan antar kegiatan kawasan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan

dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur

dengan peraturan pemerintah.

Pasal 18

(1). Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi

dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari

Menteri.

(2). Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan

substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.

Page 20: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(3). Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah

provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 2

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional

Pasal 19

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan:

a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan

ruang nasional;

c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;

d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;

e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

f. rencana pembangunan jangka panjang nasional;

g. rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan

h. rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Pasal 20

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang

terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan

prasarana utama;

c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan

kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

d. penetapan kawasan strategis nasional;

e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima

tahunan; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan

peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta

arahan sanksi.

Page 21: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah

provinsi, serta keserasian antar sektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali

1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar

yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial

negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 21

(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a diatur

dengan peraturan presiden.

(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 3

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi

Pasal 22

(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. pedoman bidang penataan ruang; dan

c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Page 22: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang

provinsi;

b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;

c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;

g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

h. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Pasal 23

(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;

b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam

wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;

c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi

daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d. penetapan kawasan strategis provinsi;

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka

menengah lima tahunan; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan

peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta

arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah

kabupaten/kota, serta keserasian antar sektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Page 23: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1

(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar

yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial

negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang

wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Pasal 24

(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan

dengan peraturan daerah provinsi.

(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 4

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 25

(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;

b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan

c. rencana pembangunan jangka panjang daerah

(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang

kabupaten;

b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;

c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan

g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Pasal 26

Page 24: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;

b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya

yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah

kabupaten;

c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan

kawasan budi daya kabupaten;

d. penetapan kawasan strategis kabupaten;

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama

jangka menengah lima tahunan; dan

f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan

umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta

arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi

pembangunan dan administrasi pertanahan.

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali

1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar

yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial

negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-

Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5

(lima) tahun.

(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

Page 25: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

Pasal 27

(1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten.

(2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 5

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota

Pasal 28

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal

26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan

ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan

c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan

umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk

menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat

pertumbuhan wilayah.

Pasal 29

(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka

hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas

wilayah kota.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari

luas wilayah kota.

Pasal 30

Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3)

disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana

struktur dan pola ruang.

Pasal 31

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka

nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan

Menteri.

Page 26: 100406075 - OCTAVIA (2).pdf

DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/26897/node/17/uu-no-26-tahun-2007-penataan-ruang

http://www.pemkomedan.go.id/file/Perda%20No.13%20Thn%202011%20ttg%20RTRW%20Kota%20

Medan.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Perencanaan_kota

http://perencanaankota.blogspot.com/2008/10/pengertian-umum-tentang-perencanaan.html

http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendagri_1_2008.pdf

http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/PENATAAN-RUANG-KOTA.ppt