10 - repository.ipb.ac.id · input yang sama untuk menghasilkan output satu unit). Efisiensi teknis...
-
Upload
duongtuyen -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of 10 - repository.ipb.ac.id · input yang sama untuk menghasilkan output satu unit). Efisiensi teknis...
10
produsen. Kelemahan model tersebut menurut Coelli et al. (1998) dan Adiyoga
(1999) yaitu: (1) Model tersebut sulit digunakan pada produsen yang
menghasilkan dua output; (2) distribusi dari inefisiensi harus dispesifikasi
sebelum mengestimasi model; (3) teknologi yang di analisis harus digambarkan
oleh struktur yang cukup rumit; (4) Input yang digunakan harus sesuai dengan
estimasi yang dibutuhkan pada properti statistik.
Metode non-parametrik terdapat pada model DEA (data envelopment
analysis). Model DEA menggunakan program matematika pada fungsi linear
programming (LP). Model DEA pertama kali dibuat oleh Charnes et al. (1978)
dengan asumsi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale) untuk
mengukur efisiensi teknis tergantung pada orientasi penelitian. Efisiensi teknis
berorientasi input digunakan untuk meminimumkan proporsi penggunaan input
pada keadaan ouput yang konstan sedangkan efisiensi teknis berorientasi output
digunakan untuk memaksimumkan proporsi penggunaan output pada keadaan
input yang konstan. Model DEA kemudian dikembangkan oleh Banker et al.
(1984) untuk mengakomodasikan kondisi produksi yang berada pada kenaikan
hasil yang meningkat (increasing return to scale) dan kenaikan hasil yang
menurun (decreasing return to scale) yang dikenal dengan nama DEA VRS
(variable return to scale).
Banyak peneliti menggunakan model SF dan DEA sehingga dapat
diketahui kelemahan dan keunggulan dari masing-masing model tersebut.
Kelebihan model DEA daripada SF, yaitu: (1) Model DEA dapat menggunakan
lebih dari satu output; (2) Jumlah input yang digunakan pada model DEA dapat
lebih kecil daripada model SF karena tidak menggunakan properti statistik; (3)
Model DEA tidak membutuhkan parametrik statistik untuk menghubungkan input
dan output karena model DEA merupakan persamaan matematika; (4) nilai
efisiensi pada model DEA mencapai satu sehingga dapat menjadi rujukan
penggunaan input pada produsen lainnya yang tidak efisien. Kelemahan model
DEA daripada SF, yaitu: (1) model DEA tidak menggunakan error term sehingga
sulit diketahui penyebab inefisiensi; (2) Uji statistik tidak dapat dilakukan karena
output yang digunakan lebih dari satu; (3) Model DEA merupakan model
pengukuran titik ekstrim point (extreme point technique), jadi kesalahan
pengukuran dapat menjadi masalah dalam penelitian (Coelli et al. 1998; Singh
2007; Padilla-Fenandez et al. 2009; Kumar et al. 2012).
Model yang sesuai untuk mengukur efisiensi pabrik gula nasional adalah
model DEA. Hal tersebut didasarkan atas model DEA dapat menggunakan dua
output yang sesuai dengan output yang dihasilkan oleh pabrik gula ada dua, yaitu:
gula dan gula tetes.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Efisiensi Produksi
Produsen dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk menggunakan
sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan suatu produk yang dapat dijual
kepada konsumen. Tujuan tersebut merupakan hubungan teknis antara input yang
digunakan dengan output yang dihasilkan (Doll et al. 1984). Beberapa asumsi
11
yang terdapat pada fungsi produksi menurut Doll et al. (1984), yaitu: (1) Proses
produksi merupakan proses monoperiodik yang berarti aktivitas produksi dalam
suatu produksi waktu tertentu atau tidak digabungkan dengan periode waktu
berikutnya; (2) Seluruh input dan output dalam proses produksi adalah homogen
yang berarti tidak ada perbedaan kualitas input maupun output; (3) Akses dan
ketersediaan input tidak terbatas; (4) Tujuan produksi adalah memaksimalkan
keuntungan.
Farrell (1957) memperkenalkan efisiensi dari fungsi produksi. Efisiensi
menurut Farrell (1957) yang diacu dalam Coelli et al. (1998) ada tiga, yaitu:
efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis. Efisiensi teknis (technical efficiency)
adalah kemampuan produsen dalam menggunakan input yang minimum untuk
menghasilkan output yang maksimum. Definisi lain menunjukkan bahwa TE
adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu
dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi
alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga dan teknologi
produksi yang tetap (given). Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi
ekonomi (Economic Efficiency-EE) atau disebut juga efisiensi total. Hal ini berarti
bahwa produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik secara teknis maupun
alokatif adalah efisien.
Gambar 1 menjelaskan ilustrasi efisiensi menurut Farrell (1957). Garis SS‟
adalah isoquant (kombinasi input yang minimum untuk menghasilkan output satu
unit yang efisien secara teknis) dan garis MM‟ adalah garis isocost (kombinasi
input yang sama untuk menghasilkan output satu unit). Efisiensi teknis terjadi jika
produsen dapat menurunkan input dari titik A ke titik C. Oleh karena itu, efisiensi
teknis adalah OC/OA. Efisiensi alokatif terjadi jika kedua biaya input menyentuh
titik B. Oleh karena itu, efisiensi alokatif adalah OB/OC. Efisiensi ekonomis
terjadi pada titik D. Oleh karena itu, efisiensi ekonomis adalah OB/OA.
Pengukuran tingkat efisiensi jika dihubungkan dengan fungsi produksi
maka garis isocost melambangkan marginal factor cost (biaya input marjinal)
sedangkan garis isoquant melambangkan value marginal product (nilai produk
marjinal). Produksi akan efisien jika nilai produk marjinal sama dengan biaya
input marjinal sedangkan nilai produk marjinal tidak sama dengan biaya input
marjinal menunjukkan produksi tidak efisien.
Sumber: Coelli et.al. (1998)
Gambar 1 Konsep efisiensi
A
B
C
S
S‟ D
M‟
M
0 X1/y
X2/y
12
Hubungan input dan output dapat dilihat dari fungsi produksi. King (1980)
dalam Harianto (1989) menyatakan fungsi produksi ada dua, yaitu: fungsi
produksi rata-rata (average production function) dan fungsi produksi batas
(frontier production function). Definisi fungsi produksi batas dan fungsi produksi
rata-rata adalah kondisi produsen yang menggunakan input untuk menghasilkan
output. Perbedaan pada kedua fungsi tersebut terletak pada batas input yang
digunakan untuk menghasilkan output.
Gambar 2 terlihat bahwa fungsi produksi batas ada batasan input yang
digunakan sedangkan fungsi produksi rata-rata tidak ada batasan inputnya. Jika
dilihat dari definisi efisiensi yang merupakan penggunaan input minimum dan
menghasilkan output maksimum maka fungsi produksi rata-rata tidak layak
digunakan karena tidak ada batasan penggunaan input. Produsen belum tentu
efisien jika sudah mencapai frontier (batas) yang terdapat fungsi produksi rata-
rata. Selain itu, Yau et al. (1971) menyatakan pendekatan fungsi produksi rata-
rata mempunyai masalah pada persamaan simultan yang cenderung hasilnya bias
dan mudah terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan kelemahan yang terdapat fungsi produksi rata-rata maka
fungsi produksi batas (frontier) yang digunakan untuk mengukur efisiensi. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya penentuan batas perusahaan yang efisien dan
tidak efisien. Perusahaan yang tidak efisien dapat dianjurkan untuk mengurangi
input supaya perusahaan efisien. Pendekatan yang sesuai untuk mengukur
efisiensi pada fungsi produksi batas ada dua, yaitu: stochastic frontier dan DEA.
Penelitian ini menggunakan pendekatan DEA untuk mengukur efisiensi karena
output yang digunakan ada dua, yaitu: gula dan gula tetes.
Model DEA
DEA merupakan metode pendekatan berorientasi data (data oriented) yang
berfungsi untuk mengevaluasi kinerja melalui tingkat efisiensi dari sekumpulan
entitas (unit produksi, perusahaan/organisasi, industri, dan negara) yang dinamai
sebagai DMU (decision making unit) dengan melakukan perbandingan sejumlah
input terhadap sejumlah output (Coelli et al. 1998). DEA CRS pertama kali
X
Y Y
X
(a) Fungsi produksi batas (b) Fungsi produksi rata-rata
Sumber: King (1980) dalam Harianto (1989)
Gambar 2 Konsep fungsi produksi batas dan rata-rata
13
diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes yang inti kerjanya terletak pada
penilaian suatu kegiatan dikatakan efisiensi berdasarkan asumsi CRS (constant
return to scale) (Charnes et al. 1978). Maksud dari CRS bahwa penambahan n
input harus sesuai dengan penambahan n output. Pengembangan metode DEA
dilakukan oleh Banker, Cooper, dan Charnes dikenal dengan nama DEA VRS
(Banker et al. 1984) . Inti kerjanya terletak pada asumsi VRS (variable return to
scale) yang maksudnya adalah penambahan n input belum tentu menghasilkan n
output.
Pengembangan DEA diilhami dari makalah Farrell (1957) dengan judul
“The Measurement of Productivity Efficiency” dalam “Journal of The Royal
Statistical Society” yang memerlukan metode untuk mengevaluasi produktivitas
(Cooper et al. 2003). Farrel (1957) menggunakan istilah ukuran efisiensi untuk
menggambarkan bagaimana pemanfaatan input dengan asumsi semua akses yang
sama oleh setiap DMU dalam menghasilkan output.
Pada dasarnya efisiensi adalah perbandingan antara satu input dengan satu
output. Apabila jumlah input dan output lebih dari satu, maka perhitungan lebih
kompleks. Selain itu, jumlah input dan output yang banyak maka peran setiap
input atau output terhadap efisiensi juga berbeda. Oleh karena itu, Farrel dan
Fieldhouse mengembangkan efisiensi hipotesis entitas (unit) dengan memberikan
pembobotan terhadap input dan output sebagai pernyataan unit dari efisiensi.
Ukuran efisiensi relatif DMU dinyatakan sebagai berikut:
Apabila sejumlah K buah DMU (k = 1,2,….,K) yang dianalisa efisiensinya
menggunakan sejumlah I buah input (i = 1,2,…..,I) untuk menghasilkan sejumlah
output (j = 1,2,….,J), maka efisiensi DMU ke-k pada persamaan (3.1) dengan
menggunakan notasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Dimana: : pembobot output j; : nilai output j untuk unit k; :pembobot
input i; : nilai input i untuk unit k. Nilai efisiensi berkisar antara 0 sampai 1
DEA Asumsi CRS
DEA asumsi CRS diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada
tahun 1978 yang prinsip kerjanya berada pada kondisi skala optimal (persaingan
sempurna, tidak ada kendala pada keuangan, dll). Maksud dari pernyataan di atas
adalah faktor produksi yang dimiliki antara suatu pabrik gula akan dibandingkan
dengan faktor produksi pabrik gula lainnya tanpa mempertimbangkan kendala
penyebab inefisiensi teknis, seperti kapasitas giling tebu yang kecil atau
penggunaan tenaga kerja yang terlalu banyak. Oleh karena itu, efisiensi yang
dihasilkan oleh asumsi DEA CRS sering disebut efisiensi teknis keseluruhan
(overall technical efficiency).
Orientasi DEA CRS (constant return to scale) ada dua, yaitu: DEA CRS
orientasi input dan DEA CRS orientasi output. DEA CRS orientasi input adalah
metode untuk mengurangi penggunaan input terhadap output yang konstan.
14
Asumsi dasar dari persamaan (3.2) diatas bahwa bobot yang diberikan berlaku
untuk semua unit. Oleh karena itu, pembobotan input dan output dianggap
memiliki satuan yang setara padahal mungkin saja dan sering terjadi masing-
masing input atau ouput memiliki satuan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut,
Charnes et al. (1978) mengakomodasi perbedaan satuan input dan ouput tersebut
yang menggunakan pembobotan berbeda sehingga memungkinkan setiap unit
dinyatakan sebagai DMU untuk menggunakan sekumpulan set pembobotan
sebagai pembanding terhadap unit atau DMU lainnya. Persamaan matematika
untuk efisiensi DMU ke-k dinyatakan sebagai berikut:
Fungsi tujuan:
Dengan kendala:
untuk setiap DMU-k
adalah efisiensi dari unit ke-k0. Efisiensi maksimum yang dapat dicapai oleh
setiap unit/entitas adalah 100 persen. Nilai , menunjukkan entitas (unit atau
DMU) ke-k0 relatif lebih efisien dbandingkan dengan DMU lainnya sedangkan
nilai , menunjukkan entitas tidak efisien bila dibandingkan dengan DMU
lainnya. DMU dengan nilai sama dengan satu disebut best practice frontier.
Fungsi kendala dinyatakan dalam bentuk persamaan yang memiliki nilai
sama dengan atau kurang dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perbandingan antara output terbobot terhadap semua input terbobot untuk setiap
DMU ke-k, memiliki nilai sama dengan atau kurang dari efisiensi maksimum.
Nilai pembobot ( ) tidak ditentukan oleh besarnya nilai input atau nilai ouput
tetapi tergantung pada hasil perhitungan optimal linear programming (LP) dari
setiap DMU. Nilai pembobot untuk masing-masing DMU memiliki angka yang
berbeda. Persamaan (3.3) merupakan program linear pecahan sehingga persamaan
tersebut harus dikonversi terlebih dahulu supaya metode LP dapat digunakan.
Proses linearisasi dilakukan melalui transformasi.
Fungsi Tujuan
Memaksimumkan fungsi tujuan yang berupa pecahan sama dengan
memaksimumkan kombinasi dari pembilang dan penyebut secara bersama-sama.
Memaksimumkan fungsi tujuan dengan hanya memaksimumkan fungsi
pembilang dapat dilakukan apabila fungsi penyebut dikondisikan konstan (Dyson
et al. 1990). Meskipun demikian, proses transformasi dari fungsi linear pecahan
menjadi bentuk program linear tidak dapat dilakukan secara langsung.
Transformasi dilakukan selain dengan mengkondisikan fungsi penyebut menjadi
konstan, tetapi juga dengan mengubah variabel bobot input atau output yang
dikenal sebagai transformasi Charnes-Cooper (Cooper et al. 2003).
Proses transformasi dilakukan dengan mengasumsikan sama
dengan satu atau seluruh biaya input yang dikeluarkan oleh DMU ke-k0
dikondisikan sama dengan satu. Persamaan matematika dinyatakan sebagai
berikut:
Fungsi Kendala:
15
Linearisasi fungsi kendala dilakukan dengan operasionalisasi aljabar,
yaitu: dengan mengalikan bagian kiri dan kanan persamaan dengan fungsi
penyebut kemudian bagian kiri dan kanan persamaan dikurangkan dengan fungsi
penyebut.
Fungsi kendala:
Masing-masing sisi (persamaan kiri dan kanan) dikalikan dengan fungsi penyebut
,
Sehingga diperoleh:
Setelah melakukan linearisasi terhadap fungsi tujuan dan kendala, linear
programming menjadi:
Dengan kendala:
Persamaan (3.4) merupakan penyesuaian terhadap fungsi input (fungsi
penyebut) secara konstan sehingga sering disebut model yang berorientasi pada
input (input oriented). Persamaan diatas dikenal dengan nama DEA CCR primal
(Charnes et al., 1978). Model tersebut mempunyai fungsi kendala yang cukup
banyak, yaitu satu kendala untuk satu DMU, satu input, dan satu ouput sehingga
total kendala dalam persamaan mecapai 1+K+I+J buah. Misalanya apabila jumlah
DMU-nya ada 30 buah (K = 30), variabel input sebanyak 5 buah (I = 6), dan
variabel output sebanyak 3 buah (J = 3) maka jumlah kendala mencapai 1 + 30 + 6
+ 3 = 40 buah. Suatu kendala yang begitu banyak dalam persamaan. Langkah
menyederhanakan dari fungsi kendala yang begitu banyak adalah dengan cara
mengubah model primal menjadi dual. Perubahan dari primal menjadi dual
dilakukan dalam linear programming melalui proses transformasi.
Proses transformasi dari primal menjadi dual dilakukan dengan menulis
fungsi kendala model primal dalam bentuk canonical (untuk fungsi tujuan
memaksimumkan, maka fungsi kendala diformat dalam bentuk pertidaksamaan
lebih kecil atau sama dengan). Setelah fungsi kendala primal diubah, kemudian
persamaan bagian kanan fungsi kendala primal dinyatakan menjadi fungsi tujuan
dual dengan fungsi meminimumkan (kebalikan fungsi primal), sementara bagian
16
kiri pertidaksamaan fungsi kendala primal menjadi fungsi kendala dual dengan
fungsi memaksimumkan (Hadley 1980).
Model DEA dual hasil proses transformasi sebagai berikut:
Fungsi tujuan:
Dengan kendala:
Model DEA (3.5) diatas hanya memiliki fungsi kendala sebanyak jumlah
variabel input ditambah variabel output, yaitu I+J (6 + 3 = 9 buah) kendala.
Persamaan LP (linear programming) model dual lebih mudah dipecahkan
daripada model primal karena fungsi kendala lebih sedikit. Model LP dual
terdapat variabel perantara yaitu yang merupakan harga bayangan (shadow
price) atau pengganti variabel pengganda input atau output (multiplier) yang
terdapat pada fungsi kendala sebelumnya yang nilai efisiensi setiap DMU tidak
lebih dari satu.
Model DEA diatas disebut “Farrel Model” karena digunakan oleh Farrel
(1957). Dalam porsi ekonomi dari literatur DEA, model DEA di atas disebut
sebagai penyesuaian terhadap asumsi “penghapusan yang kuat” karena
menghilangkan kehadiran pengurangan input atau output yang tidak nol (non-zero
slacks). Oleh karena itu, penelitian dengan metode DEA tersebut disarankan
menghadirkan pengurangan input atau output yang tidak nol (non-zero slacks).
Ilustrasi pengurangan input dalam model DEA asumsi CRS ada dua, yaitu:
slacks movement dan radial movement. Gambar 2 menjelaskan bahwa pabrik gula
akan efisien bila DMU (unit pembuat keputusan) berada pada titik C dan D
sedangkan titik A dan B tidak efisien. Efisiensi Farrel (1957) menjelaskan pabrik
A dan B harus menurunkan masing-masing input (X2/Y dan X1/Y) ke titik A‟ dan
B‟ sehingga kedua pabrik tersebut akan efisien yang dilihat dari rasio OA‟/OA dan
OB‟/OB sama dengan satu. Proses penurunan input tersebut dalam model DEA
disebut radial movement. Model DEA yang dikembangkan oleh Charnes, Cooper,
dan Rhodes (1978) mengatakan bahwa pabrik gula yang berada di titik A‟ masih
dapat menurunkan input ke titik C. Proses pengurangan input tersebut disebut
slack movement.
Slack bermanfaat untuk menurunkan input dan meningkatkan output. Oleh
Efisiensi yang terdapat pada CRS sering disebut overall technical efficiency
(OTE). Persamaan DEA orientasi input sebagai berikut:
Dengan kendala:
17
Dimana: : efisiensi teknis input pabrik gulak; : pengurangan (slack) input
dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input
yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka
non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model
DEA; : output pada model DEA.
Target pengurangan input dan penambahan output pada orientasi input
dapat diketahu melalui rumus sebagai berikut:
;
Dimana: : target penggunaan input pabrik gulak; : efisiensi teknis input; :
input aktual pabrik gulak; : pengurangan input; : target output pabrik gulak;
: output pabrik gulak; : pengurangan output.
Y1
Y2
P‟
P
R
Radial Movement
Slack Movement
Q
Q‟
Sumber: Coelli et al. (1998)
Gambar 4 Konsep slack dan radial orientasi output
0
S
S A
A’
Slack Movement
Radial Movement
B
B‟
X2/Y
X1/Y
C
D S
‟
Sumber: Coelli et al. (1998)
Gambar 3 Konsep slack dan radial movement orientasi input
0
18
Uraian di atas mengenai efisiensi input sudah sesuai dengan gambar 3.
Efisiensi teknis input dikali dengan input aktual bermanfaaat untuk target
penggunaan input radial dan kehadiran slack akan membuat target penggunaan
input lebih rendah lagi jika input yang digunakan tidak efisien.
Produksi potensial yang digunakan dari penjelasan di atas belum diketahui
karena hanya fokus untuk penggunaan input. Penelitian Chetchosak et al. (2012)
menggunakan efisiensi orientasi output supaya produksi potensial dapat diketahui.
Efisiensi Farrel (1957) jika pabrik gula meningkatkan output dari titik P ke P‟ atau
dari titik Q ke Q‟. Rasio efisiensinya 0P/0P
‟ atau 0Q/0Q
‟. Proses peningkatan
output dalam DEA disebut radial movement. Model DEA yang dikembangkan
Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978) mengatakan bahwa pabrik gula yang berada
di titik P‟ atau Q‟ masih dapat meningkatkan output ke titik R atau S. Proses
peningkatan output tersebut disebut slack movement.
DEA CRS orientasi ouput adalah metode untuk meningkatkan produksi
output dengan penggunaan input yang tetap. Persamaan DEA dinyatakan sebagai
berikut:
Dengan kendala:
Dimana: : efisiensi teknis output pabrik gulak; : pengurangan (slack) input
dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input
yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka
non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model
DEA; : output pada model DEA. Target pengurangan input dan penambahan output pada orientasi output
dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
;
Dimana: : target input; : efisiensi teknis output; : input aktual pabrik
gulak; : pengurangan input; : target output; : output pabrik gulak; :
pengurangan output.
DEA Asumsi VRS
DEA asumsi VRS diperkenalkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper
(1984) untuk melengkapi DEA asumsi CRS yang hanya bekerja pada skala
optimum sehingga sumber inefisiensi tidak diketahui. Prinsip kerja DEA VRS
adalah mengakomodir kendala yang dimiliki oleh DEA CRS dengan
menghadirkan keterbatasan teknologi yang disebut efisiensi teknologi murni (pure
technical efficiency). Manfaatnya untuk melihat sumber inefisiensi dari pabrik
gula.
19
Penambahan kendala pada persamaan (3.8) dan (3.9) akan
mengubah batasan CRS dan amplop (envelope) data semakin tertutup daripada
efisiensi teknis CRS yang dikenal dengan nama efisiensi teknologi murni (pure
technology efficiency). Efisiensi teknologi murni diberi lambang θl yang
menjelaskan penurunan input disebabkan penggunaan teknologi yang terbaik
untuk menghasilkan output dibawah asumsi constant return to scale (CRS) atau
variabel return to scale (VRS). Persamaan DEA VRS orientasi input dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Dengan kendala:
Dimana: : efisiensi teknis input pabrik gulak; : pengurangan (slack) input
dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input
yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka
non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model
DEA; : output pada model DEA.
Gambar 5 menjelaskan efisiensi teknis versi OTE (asumsi CRS) dan
efisiensi teknis versi PTE (asumsi VRS) orientasi input. Inefisiensi teknis versi
OTE dan PTE terjadi di titik P. Efisiensi teknis versi OTE terjadi jika penggunaan
input di titik P mampu diturunkan ke titik Pc sedangkan efisiensi teknis versi PTE
CRS
VRS
NIRS Y
0
A
PV PC
P
Sumber:Coelli et al. (1998) dalam Nababan (2013)
Gambar 5 Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi orientasi input
X
QC
Increasing return to scale
QV
Q
Decreasing return to scale
R
A
20
terjadi jika penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pv. Efisiensi
teknis versi PTE yang hanya di titik Pv menandakan produktivitas input terhadap
output lebih rendah daripada efisiensi teknis versi OTE karena kehadiran
keterbatasan teknologi . Skala efisiensi akan diperoleh dari rasio
nilai OTE dan PTE yaitu di titik PcPv. Kumar et al. (2012) menjelaskan kehadiran
garis cembung VRS untuk mengakomodir sumber inefisiensi pada pabrik gula
dengan penambahan keterbatasan teknologi tersebut. Rasio pengukuran efisiensi
sebagai berikut:
Skala produksi dapat juga dijelaskan dari gambar 5. Pabrik gula yang
efisien akan berada pada garis CRS (constant return to scale) di titik R karena
pertemuan antara OTE dan PTE sedangkan titik PC dan QC tidak disebut kondisi
pabrik gula yang efisien karena tidak terjadi pertemuan antara OTE dan PTE. Oleh
karena itu, pabrik gula akan efisien jika vektor pabrik gula CRS sama dengan
vektor pabrik gula VRS . Kondisi tersebut
menggambarkan input yang digunakan sama dengan output yang dihasilkan
sehingga tidak dianjurkan pengurangan input. Pabrik gula yang berada pada skala
produksi increasing return to scale (IRS) jika pengurangan input versi OTE lebih
rendah dari pengurangan input versi PTE .
Pengurangan input versi OTE dilihat dari jarak PV ke PC dan pengurangan input
versi PTE dilihat dari jarak P ke PV. Pabrik gula yang berada pada skala produksi
decreasing return to scale (DRS) jika pengurangan input versi OTE lebih tinggi
dari pengurangan input versi PTE . Pengurangan
input versi OTE dilihat dari jarak QV ke QC dan pengurangan input versi PTE
dilihat dari Q ke QV. Penambahan NIRS (non-increasing return to scale) supaya
memudahkan penentuan skala produksi pabrik gula yang berada pada DRS.
Tabel 4 Aturan skala produksi
OTE PTE RTS Model CRS
Kasus 1 Jika Constant
Kasus 2 Jika
Kasus 2a Jika
untuk kedua orientasi
Increasing
Kasus 2b Jika
untuk kedua orientasi
Decreasing
Sumber: Banker et al. (2004)
Banker et al. (2004) membuat solusi untuk membaca daerah produksi
lebih mudah dimengerti pada tabel 4 untuk orientasi input dan output. Pabrik gula
yang efisien jika nilai OTE dan PTE sama dengan satu dan vektor pabrik gula
sama dengan satu . Pabrik gula yang berada pada IRS jika
vektor pengurangan input atau penambahan output kurang dari satu
. Pabrik gula yang berada pada DRS jika vektor
21
pengurangan input atau penambahan output lebih dari satu
.
Pabrik gula yang berada pada CRS menunjukkan tambahan produk
(marginal product) sama dengan rata-rata produk (average product). Tambahan
produk adalah rasio dari tambahan output yang dihasilkan dengan tambahan input
yang digunakan sedangkan rata-rata produk adalah rasio output yang dihasilkan
dengan input yang digunakan. Pabrik gula yang berada pada IRS menunjukkan
tambahan produk di atas rata-rata produk. Pabrik gula yang berada pada DRS
menunjukkan tambahan produk dibawah rata-rata produk (Coelli et al. 1998).
Skala efisiensi juga bermanfaat untuk menentukan setiap DMU (unit
pembuat keputusan pabrik gula) berada pada skala ukuran produktivitas yang
terbaik (most productive scale size) atau tidak (Charnes et al. 1998). Produktivitas
yang dimaksud merupakan rasio antara input aktual terhadap standar input yang
ditetapkan oleh model DEA (sesuai dengan definisi efisiensi orietasi input). Tabel
menunjukkan aturan untuk penilaian MPSS. Nilai yang diperoleh dari
nilai dan menunjukkan pabrik gula tidak berada pada
skala produktivitas yang terbaik (MPSS). Nilai yang diperoleh dari nilai
dan menunjukkan pabrik gula berada pada skala
produktivitas yang terbaik (MPSS). Nilai tidak selamanya menunjukkan
pabrik gula berada pada skala produktivitas yang terbaik karena dapat saja terjadi
nilai dan nilai . Hal tersebut terjadi pada penelitian
pengukuran efisiensi universitas di Amerika-Serikat yang menemukan kejadian
yang nilai SE sama dengan satu akan tetapi universitas tersebut tidak dinyatakan
universitas yang mempunyai skala ukuran produktivitas yang terbaik (MPSS)
(Johnes 2006).
Tabel 5 Aturan penilaian efisiensi dan MPSS
OTE PTE SE Efisiensi teknis keseluruhan Efisiensi teknis murni MPSS
= 1 = 1 = 1 Ya Ya Ya
< 1 = 1 < 1 Tidak Ya Tidak
< 1 < 1 < 1 Tidak Tidak Tidak
< 1 < 1 = 1 Tidak Tidak TIdak
Sumber: Coelli et al. (1998)
Model Faktor Penentu Efisiensi
Model DEA di atas untuk mengukur efisiensi teknis berdasarkan
hubungan input dan output tetapi belum diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi teknis tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan regresi
pooled OLS (ordinary least square) yang berbentuk panel data untuk mengukur
pengaruh efisiensi berdasarkan pabrik dan waktu. Model regresi pooled OLS ada
dua, yaitu: model fixed effects dan random effects. Model ini berdasarkan
rekomendasi peneliti, antara lain: Kumar et al. (2012) dan Torres-Reyna (2012)
Model pooled OLS merupakan model yang menghubungkan nilai efisiensi
yang disebut variabel dependen dan faktor yang mempengaruhi efisiensi pabrik
gula yang disebut variabel independen. Nilai efisiensi yang diperoleh dari DEA
berbentuk dimana TE merupakan efisiensi teknis pabrik gula dan TE*
22
merupakan efisiensi teknis pada model DEA. Rasio tersebut akan diubah menjadi
Y* yang menandakan efisiensi pabrik gula nasional. Adapun bentuk model
tersebut sebagai berikut:
Dimana: : nilai efisiensi teknis pabrik gula; : intersep pabrik gula; X: faktor
yang mempengaruhi efisiensi; : koefisien untuk faktor yang mempengaruhi
efisiensi; : komponen galat (error term); i: pabrik gula nasional (i=1,….,m); t:
tahun (t=1,…,n)
Model dari persamaan (3.13) merupakan model untuk melihat faktor
penentu efisiensi terhadap efisiensi antara (between) pabrik gula dan dalam
(within) tahun. Model yang relevan dari pooled OLS ada dua, yaitu: random dan
fixed effects. Torres-Reyna (2012) menyatakan prinsip kerja model fixed effects
menambahkan variabel dummy pada setiap tahun dan pabrik gula akan mengubah
intesep. Daryanto (2000) menyatakan menggunakan metode corrected ordinary
least square (COLS) yang mudah di aplikasikan karena tidak ada asumsi spesial
pada error term ( ). Model tersebut dikritik karena ada beberapa kelemahan,
yaitu: penggunaan variabel dummy tidak dapat mengidentifikasikan secara
langsung penyebab perubahan regresi pada pabrik gula dan tahun tertentu,
variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas, dan model tersebut akan
menghilangkan suatu variabel jika variabel tersebut tidak bervariasi antar waktu,
antara lain: status pabrik gula (negara atau swasta) dan jenis kelamin (Pyndick et
al. 1998).
Model kedua dari pooled OLS adalah model random effects. Model ini
untuk mengatasi kelemahan model fixed effects dalam hal variasi antar pabrik gula
dan tahun tertentu yang tidak diketahui. Model random effects akan ditambahkan
komponen galat (error term) untuk menjelaskan variabel independen yang tidak
dimasukkan ke dalam model, komponen non-linearitas antara variabel dependen
dan independen, kesalahan pengukuran pada saat observasi, dan kejadian yang
sifatnya acak. Bentuk model tersebut, sebagai berikut:
Dimana: : error term cross section; : error term time series
Error term cross section menunjukkan error term pada pabrik gula dan
error term time series menunjukkan error term pada tahun. Model random effects
diperoleh dari model fixed effects dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata
dari variabel time series dan cross section yang acak termasuk dalam intersep dan
deviasi acak dari rata-rata tersebut sama dengan error term ( ). Model
random effects diasumsikan bahwa error term tidak berkorelasi satu sama lain dan
tidak ada auto korelasi antara setiap unit cross section dan time series (Pyndick et
al. 1998). Model yang akan dipilih dari kedua model tersebut adalah model
random effects karena model tersebut tidak ada kelemahan seperti yang dialami
oleh model fixed effects.
Model random effects di estimasi dengan maximum likelihood estimator
(MLE). MLE bermanfaat untuk mengestimasi pendugaan seluruh koefisien atau
parameter ( ) kecuali , komponen galat ( ), varians dan . Estimasi
23
tersebut ada dua uji, yaitu: uji z statistik dan likelihood ratio (LR). Uji z statistik
bermanfaat untuk melihat pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel
dependen. Uji LR bermanfaat untuk melihat semua variabel independen secara
serentak berpengaruh atau tidak pada variabel dependen.
Kerangka Pemikiran Operasional
Model DEA yang digunakan untuk mengukur efisiensi pabrik gula adalah
DEA orientasi input. Hal tersebut didasarkan tujuan model DEA orientas input
untuk meminimumkan penggunaan input seperti yang terlihat pada penelitian,
antara lain: Siagian (2003) dan Singh (2007). Jika dibandingkan dengan model
DEA orientasi output yang digunakan pada penelitian Chetchosak et al. (2012),
model DEA orientasi output sesuai untuk melihat seberapa besar output yang
dapat ditingkatkan dengan input yang ada. Hal tersebut berbeda dengan tujuan
penelitian ini yang bermanfaat untuk melihat penggunaan input pabrik gula
nasional.
Fungsi produksi yang terdapat pada model DEA orientasi input merupakan
faktor struktural yang menandakan input yang mempengaruhi output secara
langsung. Output yang digunakan adalah gula dan gula tetes. Alasannya karena
pabrik gula menghasilkan kedua produk tersebut dalam proses produksi. Input
yang mempengaruhi produksi gula dan gula tetes, yaitu: tebu, tenaga kerja,
produksi, dan bahan bakar. Tebu digunakan sebagai variabel produksi karena
bahan baku langsung pembuatan gula. Tenaga kerja digunakan sebagai variabel
produksi karena variabel tersebut yang turut serta mengolah tebu menjadi gula.
Bahan bakar digunakan sebagai variabel produksi karena bahan bakar digunakan
sebagai pelumas dalam menggerakkan mesin sehingga proses produksi dapat
berlangsung di pabrik gula.
Kapasitas produksi menandakan kemampuan mesin dalam menggiling
tebu. Permasalahan yang sering terjadi mengenai penempatan dan satuan yang
sesuai untuk mewakili kapasitas produksi tersebut. Penelitian Wongkeawchan et
al. (2002) menyatakan kapasitas produksi digunakan sebagai variabel yang
mempengaruhi efisiensi teknis pabrik. Peneliti tersebut berpendapat kapasitas
produksi yang sesuai untuk mempengaruhi produksi dinilai dengan biaya yang
dikeluarkan untuk mesin tersebut. Hal tersebut didasarkan karena model DEA
tidak ada masalah pada perbedaan kuantitas produksi (input dan output). Singh
(2007) berpendapat bahwa kapasitas produksi harus dinilai pada ton tebu per hari
(ton cane day) supaya sesuai dengan satuan yang terdapat pada output yang
digunakan yaitu ton. Pendapat Singh (2007) tersebut dapat diterima karena Doll et
al. (1984) menyatakan penelitian pengukuran efisiensi teknis disarakan
menggunakan satuan teknis dan jika mengukur efisiensi biaya disarankan
menggunakan satuan biaya. Oleh karena itu, kapasitas produksi pada penelitian ini
ditempatkan pada input dan faktor yang mempengaruhi produksi gula dan satuan
yang tepat untuk kapasitas produksi adalah ton tebu per hari.
Berdasarkan uraian di atas maka variabel yang relevan untuk faktor yang
mempengaruhi produksi gula, yaitu: tebu, tenaga kerja, bahan bakar, dan kapasitas
produksi.
Variabel yang relevan untuk faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis
adalah usia mesin, rendemen tebu rakyat/tebu sendiri, lokasi pabrik gula, dan