10 (1)

14
10. Sebagai calon Magister Pendidikan bidang Bimbingan dan konseling tentunya harus dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut: a. Bagaimana Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 203-312). b. Mengapa konselor melakukan kegiatan Diagnosis, Prediksi dan Penggunaan Tes dalam Konseling(Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 146-170). c. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di PT dilakukan Jawaban 10. a) Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 203-312 Menurut Blocher, Sebuah model proses pada dasarnya merupakan peta kognitif yang membantu praktisi untuk menavigasi melalui beberapa hal, yang rumit dan panjang, hal inilah yang disebut sebagai "proses." Tugas bagi konselor adalah mencari dan mengembangkan model proses yang setidaknya berfungsi bagi diri mereka sendiri. Smith dan Glass (1977) menyimpulkan bahwa bukti sementara tidak mendukung efektivitas umum dari psikoterapi, temuan penelitian tidak mendukung

Transcript of 10 (1)

Page 1: 10 (1)

10. Sebagai calon Magister Pendidikan bidang Bimbingan dan konseling tentunya harus dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Bagaimana Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 203-312).

b. Mengapa konselor melakukan kegiatan Diagnosis, Prediksi dan Penggunaan Tes dalam Konseling(Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 146-170).

c. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di PT dilakukan

Jawaban

10. a) Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald

H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing

Company. Page 203-312

Menurut Blocher, Sebuah model proses pada dasarnya merupakan peta

kognitif yang membantu praktisi untuk menavigasi melalui beberapa hal, yang

rumit dan panjang, hal inilah yang disebut sebagai "proses." Tugas bagi konselor

adalah mencari dan mengembangkan model proses yang setidaknya berfungsi

bagi diri mereka sendiri.

Smith dan Glass (1977) menyimpulkan bahwa bukti sementara tidak

mendukung efektivitas umum dari psikoterapi, temuan penelitian tidak

mendukung keunggulan dari setiap pendekatan tunggal. Dari pendapat tersebut

dapat dimaknai bahwa pendekatan tunggal dianggap kurang efektif dalam

mendukung kefektifan sebuah proses konseling, oleh karenanya dibutuhkan

sebuah pendekatan yang mampu berkolaborasi secara harmonis dan sistematis dan

profesioanal.

Menurut Blocher, juga menambahkan dan menjelaskan dalam merancang

atau memilih jenis model proses untuk konseling terdapat beberapa komponen

yang perlu diperhatikan, komponen tersebut meliputi input, proses dan out put/

goal setting.

Page 2: 10 (1)

1. Variabel input.

Dalam memperhatikan variabel input yang paling signifikan adalah

berkaitan dengan pribadi konselor, dirinya sendiri.

2. Model proses, ,

Model Konseling dalam suatu proses konseling ini harus dipilih atau

didesain secara bijaksana dan kritis tidak hanya dengan meninjau sebuah

teori dan dasar hasil penelitian yang digunakan. Tetapi juga

mempertimbangkan dengan hati-hati tujuan profesional dan karakteristik

klien.

3. Tujuan konseling yakni membantu klien mengembangkan integrasinya pada

level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas

yang memuaskan.

Model Proses Konseling Secara Umum

Berikut langkah-langkah yang disajikan dalam bagan untuk dijadikan

sebagai dasar dalam menentukan proses konseling yang profesional.

Berikut penjelasan mengenai Langkah-langkah dalam proses konseling

dengan secara umum:

a. Langkah 1.Penetapan tujuan konseling , konselor harus memperhatikan

keprofesionalan dirinya dan diri klien. Dalam melakukan penilaian

Page 3: 10 (1)

semacam ini dengan melihat tahap perkembangan kehidupan dan gaya

hidup dari klien.

b. Langkah 2. Konselor harus memperhatikan sebuah sikap proaktif dengan

penuh semangat pemindaian dan menilai lingkungan yang relevan untuk

kesempatan kerja untuk memajukan tujuan profesional. Di satu sisi,

langkah ini adalah jantung dari model ekologi praktek profesional.

c. Langkah 3.Konselor mengidentifikasi potensi dirinya dan potensi diri

klien sebagai peluang dan memilih model untuk memberikan layanan.

Setelah keputusan tentang model pendekatan-pendekatan yang sudah

disesuaikan dengan sifat dan karakteristik klien melalui model umum.

d. Langkah 4.Istilah tombol action di langkah 4 melibatkan komunikasi dan

jaringan hubungan dengan dan di sekitar klien. Langkah ini didasarkan

pada prinsip sederhana yang menegaskan pandangan bahwa langkah

pertama dalam membantu sistem manusia, apakah itu individu, keluarga,

atau kelompok yang lebih besar atau organisasi. Pada fase ini model

proses konselor menggunakan keterampilan dasar mendengarkan aktif

dan upaya untuk berkomunikasi dengan kehangatan, empati, keaslian,

menghormati, konkret, kedekatan, dan positif.

e. Langkah 5.Pada langkah ini adalah bernegosiasi untuk tujuan spesifik.

Dalam satu pengertian ini adalah langkah fine tuning. Langkah Lima

merupakan tujuan negosiasi asli yang berkaitan dengan kebutuhan

pribadi.

f. Pada Langkah 6 konselor memperkenalkan ide-ide baru dan kerangka

kerja kognitif. Pada bagian ini juga termasuk pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan kerangka kerja dan "wawasan" tentang faktor-

faktor yang menyebabkan atau mempertahankan kesulitan dan mungkin

melibatkan cara baru untuk mengkonseptualisasikan hubungan atau

memfasilitasi reorganisasi perspektif seseorang.

g. Langkah 7. Setelah klien reorganisasi dan restrukturisasi cara berpikir

tentang diri dan situasi, konselor bergerak di samping tugas membantu

klien memperoleh pola-pola perilaku tertentu yang baru dihitung untuk

Page 4: 10 (1)

memfasilitasi gerakan menuju tujuan dan sasaran yang dipilih

sebelumnya.

h. Langkah 8. Pada fase ini klien didorong untuk berlatih perilaku yang baru

dan mencoba pemahaman dan wawasan baru dalam berbagai pengaturan

praktis yang relevan. Klien kemudian dibantu untuk menemukan sumber

dorongan dan dukungan untuk pola koping yang baru diperoleh dalam

lingkungannya. Dukungan ini mungkin berasal dari pasangan, anggota

keluarga lain, atau orang penting lainnya.

i. Langkah 9. Langkah terakhir dalam Model Proses Umum, yakni untuk

mengevaluasi hasil konseling dan proses sendiri, yang mana hal ini adalah

paling penting namun sering diabaikan dalam setiap pendekatan untuk

konseling. Evaluasi prosedur menghasilkan informasi yang

memungkinkan setiap model nasihat profesional untuk mengoreksi diri,

atau, dalam hal system.

Menurut Blocher,, langkah-langkah evaluasi dalam model proses

konseling dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah langkah yang tertera

pada bagan berikut ini:

Berikut penjelasan mengenai langkah evaluasi proses dan evaluasi hasil

yang dapat dilakukan oleh konselor, yaitu:

a. Langkah 1. Memulai proses pengelompokan, pengelompokan kasar dari klien

dengan karakteristik demografi dan oleh sifat dari masalah. misalnya, dengan

memasukkan laki-laki dewasa muda (usia 18 sampai 25) pada contoh kasus

masalah penyalahgunaan alkohol atau narkoba.

Page 5: 10 (1)

b. Langkah 2, Langkah kedua, yakni opsional. Ini melibatkan membuat

percobaan yang sangat informal dengan mencoba lebih dari satu jenis

program pengobatan untuk kelompok klien tertentu.

c. Langkah 3 di Evaluasi. Untuk setiap klien individu atau kasus kita kemudian

harus menentukan kriteria keberhasilan satu atau lebih atau "indikator." Ini

harus mudah diekstraksi dari kontrak perkembangan diperoleh pada Langkah

5 Model Proses Umum. Kriteria keberhasilan atau indikator ini kemudian

dicatat dengan teliti.

d. Langkah 4 di Evaluasi. Pada titik terminasi setiap indikator keberhasilan

sebelumnya diperiksa dalam hal prestasi atau kegagalan untuk dicapai.

Dengan setiap kasus diklasifikasikan sebagai "sukses" atau "kegagalan".

Berdasarkan data ini, kita kemudian dapat menghitung "rasio keberhasilan"

e. Langkah 6 di Evaluasi. Informasi yang diperoleh dari lima langkah pertama

ditelaah kembali ke dalam proses perencanaan tindak lanjutan. Hal ini dapat

dilakukan dengan melihat efektifitas tindakan konselor kepada klien.

10. b) Konselor perlu melakukan kegiatan Diagnosis, Prediksi dan

Penggunaan Tes dalam Konseling. Diagnostik merupakan proses yang berusaha

untuk menjangkau dan memahami sesuatu. Dalam konseling, diagnostik

merupakan proses dimana konselor berusaha untuk menjangkau dan memahami

klien/konselinya.Ada lima level efektivitas manusia (level of human effectiveness)

(1) Panik (Panic) (2) Apatis (Apathy) (3) Berjuang/ Usaha (Striving) (4)

Penanggulangan/Mengatasi (Coping) (5) Penguasaan (Mastery)

Proses diagnosis dalam konseling yang paling efektif adalah ketika terjadi

secara terus menerus, tentatif, teruji. Karena proses diagnosis menembus dan

meliputi seluruh proses konseling, diagnosis adalah proses yang berkelanjutan

terus-menerus modifikasi pelayanan konselor dan persepsi klien.

Prediksi merupakan hasil pengukuran psikologis yang dapat membantu dalam memprediksi

keberhasilan atau ke tingkat keberhasilan tertentu, yaitu individu memungkinkan memiliki harapan dalam

bidang studi tertentu, pekerjaan, jabatan atau karier tertentu, ataupun dalam suatu bidang usaha yang

lainnya.Dalam kategori ini tes psikologis acap digunakan dalam rangka pemilihan (seleksi) atau menjaring

orang-orang tertentu untuk dikerjakan atau ditempatkan dalam suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.

Page 6: 10 (1)

10.c ) Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di PT dilakukan?

Penekanan dan peran konselor perguruan tinggi bervariasi dari kampus ke

kampus, bergantung pada tipe institusi tertentu yang menarik minat siswa dan

dukungan untuk layanan yang didanai. Kerja konselor perguruan tinggi juga

dipengaruhi oleh model yang digunakan untuk beroperasi. Sejak dulu, ada empat

model utama dari layanan konseling yang diikuti oleh pusat konseling perguruan

tinggi/universitas (Westbrook et al., 1993).

1. Konseling sebagai psikoterapi. Model ini menekankan konseling jangka

panjang untuk sejumlah kecil mahasiswa.

2. Konseling sebagai bimbingan pekerjaan. Model ini menekankan pada

membantu mahasiswa menghubungkan urusan karier dengan akademis secara

produktif

3. Konseling sebagaimana definisi tradisionalnya. Model ini menekankan pada

keberbedaan layanan konseling yang luas, termasuk hubungan jangka pendek

atau panjang dan yang menangani permasalahan pribadi, akademis, dan karier

(Hinkelman & Luzzo, 2007). Peran konselor sangat bervariasi.

4. Konseling sebagai konsultasi. Model ini menekankan pada bekerja dengan ber-

bagai organisasi dan orang-orang yang memiliki pengaruh langsung pada

kesehatan mental mahasiswa.

Aktivitas konselor perguruan tinggi mirip dengan profesional layanan

kehidupan mahasiswa dalam hal kelengkapan dan variasinya. Beberapa layanan

dari kedua kelompok ini bahkan saling tumpang tindih. Lewing dan Cowger

(1982) mengenali sembilan fungsi konseling yang secara umum menentukan

agenda konselor sekolah. (1) Konseling akademis dan pendidikan (2) Konseling

profesional (3) Konseling pribadi. (4) Pengetasan. (5) Latihan dan pengawasan

(6) Riset (7) Pengajaran (8) Perkembangan profesional. (9) Administrasi.

Konselor sebaya juga merupakan cara efektif untuk menjangkau mahasiswa

di luar pusat konseling perguruan tinggi yang tradisional. Lazimnya, mahasiswa

pertama-tama akan meminta bantuan dari teman, kemudian ke kerabat dekat,

sebelum akhirnya ke fakultas dan pusat konseling

Page 7: 10 (1)

Konselor perguruan tinggi juga dapat menawarkan layanan dan program

dalam kombinasi dengan profesional kehidupan siswa lainnya. Empat layanan

yang paling diinginkan adalah yang berhubungan dengan alkohol, pelecehan dan

perundungan seksual, gangguan pola makan, dan depresi. Hampir 90%

mahasiswa mengkonsumsi alkohol. minum yang tidak terkontrol dapat mengarah

pada kekerasan dalam bentuk pemerkosaan, seks yang tidak aman, kesulitan

akademis, dan bunuh diri Campur tangan khusus yang digunakan oleh konselor

untuk mereka itu termasuk membantunya mendefinisikan dengan lebih jelas peran

yang mereka mainkan dalam drama kehidupan keluarga, dan kemudian

membantunya memecahkan pola interaksi nonproduktif (Crawford & Phyfer,

1988).

Kelainan pola makan (eating disorders), terutama bulimia dan anoreksia

nervosa, adalah bidang ketiga di mana konselor perguruan tinggi dapat

menanganinya dalam bentuk tim bersama dengan profesional mahasiswa lainnya,

seperti pendidik kesehatan Cukup banyak kasus kelainan pola makan di

Universitas yang perlu penanganan. Diperkirakan, sekitar 65% mahasiswa

perempuan tingkat pertama menunjukkan "karakteristik perilaku dan psikologis

dari gangguan pola makan".

Lebih dari itu, program semacam itu dapat menjadi sumber panduan bagi

peserta di saat dia atau seseorang yang dia kenal masuk dalam siklus bulimia.

Salah satu faktor kunci dalam pendidikan dan pencegahan adalah penggunaan

strategi adaptif (VanBoven & Espelage, 2006).

Depresi dan gejala depresi sangat merusak di lingkungan perguruan tinggi

karena keduanya sering kali mengganggu pembelajaran dan mengarah ke

kurangnya kesuksesan. Konselor dapat merawat depresi melalui pendekatan

kognitif seperti proses modifikasi pikiran dari Beck; melalui pendekatan perilaku

seperti membantu klien terlibat dalam aktivitas yang sukses dijalaninya; dan

pendekatan perilaku-kognitif seperti terapi emotif rasional

Dalam menangani isu-isu yang penting bagi mahasiswa perguruan tinggi,

konselor dengan bekerja sama dengan profesional mahasiswa lainnya dapat men

jalankan aksi pencegahan di tingkat tersier, sekunder, dan primer. "Pencegahan

Page 8: 10 (1)

tersier adalah sejenis remediasi dan mencakup layanan langsung kepada korban"

(Roark, 1987, p. 369; penekanan penulis). Layanan ini melibatkan dorongan untuk

melaporkan agresi dan membantu korban menggunakan sumber daya yang

tersedia. Pencegahan sekunder diarahkan kepada masalah, seperti perundungan

seksual, yang sudah ada di kampus dan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran

di kalangan mereka yang berpotensi menjadi korban dan calon pelaku serta

menciptakan kebijakan untuk menghentikan perundungan yang ada. Pencegahan

primer berfokus pada menghentikan masalah agar tidak berkembang

11 ) Pendekatan dalam konseling yang dulu bermuara pada aspek

pengentasan permasalahan peserta didik kini berkembang tidak sebatas dalam

penyelesaian permasalahan melainkan lebih dari itu adalah mengembangkan

potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Berlandaskan pada

perkembangan peserta didik sebagai konseli, pelayanan bimbingan dan konseling

akan sangat tepat diberikan dengan mempertimbangakan aspek-aspek pada diri

konseli dan tugas-tugas perkembangannya.

Sebagai paradigma baru, konseling perkembangan akan membantu peserta

didik dalam mencapai perkembangan individu yang optimal sesuai dengan potensi

yang dimilikinya. Keefektifan pemberian layanan bimbingan dan konseling dapat

diukur melalui kebermanfaatan subtansial program bimbingan dan konseling baik

dimasa sekarang dan masa depan nantinya.

Peserta didik yang memiliki tugas-tugas perkembangan dalam setiap

tahapan perkembangan memerlukan bantua konselor untuk menempuh tahapan

perkembangan tersebut dan memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Program

bimbingan dan konseling yang didasarkan pada aspek-aspek perkembangan

peserta didik akan bermanfaat dalam pemberian bantuan , sebab layanan yang

diberikan disesuaikan dengan pemenuhan tugas perkembangan. Lebih lanjut

pendekatan perkembangan (developmental approach) mendasari pertanyaan

tentang apa, mengapa, dan bagaimana program tersebut dapat memfasilitasi

perkembangan peserta didik.

Page 9: 10 (1)

Pendekatan perkembangan mengarahkan pada pelayanan konseling yang

bersifat pencegahan dan pengembangan, daripada sebatas penyembuhan dan

pengentasan masalah. Paradigma baru ini akan dapat diterapkan jika disertai

dengan peningkatan dan pengubahan pada praktek konseling. “Konselor” adalah

istilah yang lebih tepat bagi para pratisi yang melakukan kegiatan konseling dari

pada guru bimbingan dan konseling. Lebih lanjut, konselor yang berada disekolah

dikenal dengan sebutan “konselor sekolah” . Penggunaan istilah ini akan

berpengaruh untuk membedakan fokus kinerja konselor sekolah dengan guru mata

pelajaran. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kinerja profesionalitas bimbingan

dan konseling, praktisi yang belum menempuh pendidikan profesi agar

menyelesaikannya sehingga memperoleh gelar “KONS” untuk memperkuat

performansi kinerja profesinya.

Untuk meningkatkan profesi bimbingan dan konseling tidak hanya

membebankan kepada tenaga praktisi, lebih dari itu LPTK yang mencetak tenaga-

tenaga praktisi perlu dikembangakan dan di tingkatkan pelayanannya. Fasilitas

pembelajaran yang mendukung perlu diperhatikan, lebih dari itu tenaga pendidik

calon konselor juga perlu meningkatkan tingkat pendidikannya, setidaknya

menyelesaikan studi magister atau doktoral. Lebih lanjut peran asosiasi (ABKIN)

perlu disertakan untuk memfasilitasi perkembangan profesi bimbingan dan

konseling.