10 (1)
-
Upload
ekayuliakh -
Category
Documents
-
view
48 -
download
2
Transcript of 10 (1)
10. Sebagai calon Magister Pendidikan bidang Bimbingan dan konseling tentunya harus dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Bagaimana Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 203-312).
b. Mengapa konselor melakukan kegiatan Diagnosis, Prediksi dan Penggunaan Tes dalam Konseling(Sumber; Donald H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing Company. Page 146-170).
c. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di PT dilakukan
Jawaban
10. a) Model-Model Proses untuk Konseling Profesional (Sumber; Donald
H.Blocher (1987). The Professional Counselor. New York:Macmillan Publishing
Company. Page 203-312
Menurut Blocher, Sebuah model proses pada dasarnya merupakan peta
kognitif yang membantu praktisi untuk menavigasi melalui beberapa hal, yang
rumit dan panjang, hal inilah yang disebut sebagai "proses." Tugas bagi konselor
adalah mencari dan mengembangkan model proses yang setidaknya berfungsi
bagi diri mereka sendiri.
Smith dan Glass (1977) menyimpulkan bahwa bukti sementara tidak
mendukung efektivitas umum dari psikoterapi, temuan penelitian tidak
mendukung keunggulan dari setiap pendekatan tunggal. Dari pendapat tersebut
dapat dimaknai bahwa pendekatan tunggal dianggap kurang efektif dalam
mendukung kefektifan sebuah proses konseling, oleh karenanya dibutuhkan
sebuah pendekatan yang mampu berkolaborasi secara harmonis dan sistematis dan
profesioanal.
Menurut Blocher, juga menambahkan dan menjelaskan dalam merancang
atau memilih jenis model proses untuk konseling terdapat beberapa komponen
yang perlu diperhatikan, komponen tersebut meliputi input, proses dan out put/
goal setting.
1. Variabel input.
Dalam memperhatikan variabel input yang paling signifikan adalah
berkaitan dengan pribadi konselor, dirinya sendiri.
2. Model proses, ,
Model Konseling dalam suatu proses konseling ini harus dipilih atau
didesain secara bijaksana dan kritis tidak hanya dengan meninjau sebuah
teori dan dasar hasil penelitian yang digunakan. Tetapi juga
mempertimbangkan dengan hati-hati tujuan profesional dan karakteristik
klien.
3. Tujuan konseling yakni membantu klien mengembangkan integrasinya pada
level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas
yang memuaskan.
Model Proses Konseling Secara Umum
Berikut langkah-langkah yang disajikan dalam bagan untuk dijadikan
sebagai dasar dalam menentukan proses konseling yang profesional.
Berikut penjelasan mengenai Langkah-langkah dalam proses konseling
dengan secara umum:
a. Langkah 1.Penetapan tujuan konseling , konselor harus memperhatikan
keprofesionalan dirinya dan diri klien. Dalam melakukan penilaian
semacam ini dengan melihat tahap perkembangan kehidupan dan gaya
hidup dari klien.
b. Langkah 2. Konselor harus memperhatikan sebuah sikap proaktif dengan
penuh semangat pemindaian dan menilai lingkungan yang relevan untuk
kesempatan kerja untuk memajukan tujuan profesional. Di satu sisi,
langkah ini adalah jantung dari model ekologi praktek profesional.
c. Langkah 3.Konselor mengidentifikasi potensi dirinya dan potensi diri
klien sebagai peluang dan memilih model untuk memberikan layanan.
Setelah keputusan tentang model pendekatan-pendekatan yang sudah
disesuaikan dengan sifat dan karakteristik klien melalui model umum.
d. Langkah 4.Istilah tombol action di langkah 4 melibatkan komunikasi dan
jaringan hubungan dengan dan di sekitar klien. Langkah ini didasarkan
pada prinsip sederhana yang menegaskan pandangan bahwa langkah
pertama dalam membantu sistem manusia, apakah itu individu, keluarga,
atau kelompok yang lebih besar atau organisasi. Pada fase ini model
proses konselor menggunakan keterampilan dasar mendengarkan aktif
dan upaya untuk berkomunikasi dengan kehangatan, empati, keaslian,
menghormati, konkret, kedekatan, dan positif.
e. Langkah 5.Pada langkah ini adalah bernegosiasi untuk tujuan spesifik.
Dalam satu pengertian ini adalah langkah fine tuning. Langkah Lima
merupakan tujuan negosiasi asli yang berkaitan dengan kebutuhan
pribadi.
f. Pada Langkah 6 konselor memperkenalkan ide-ide baru dan kerangka
kerja kognitif. Pada bagian ini juga termasuk pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan kerangka kerja dan "wawasan" tentang faktor-
faktor yang menyebabkan atau mempertahankan kesulitan dan mungkin
melibatkan cara baru untuk mengkonseptualisasikan hubungan atau
memfasilitasi reorganisasi perspektif seseorang.
g. Langkah 7. Setelah klien reorganisasi dan restrukturisasi cara berpikir
tentang diri dan situasi, konselor bergerak di samping tugas membantu
klien memperoleh pola-pola perilaku tertentu yang baru dihitung untuk
memfasilitasi gerakan menuju tujuan dan sasaran yang dipilih
sebelumnya.
h. Langkah 8. Pada fase ini klien didorong untuk berlatih perilaku yang baru
dan mencoba pemahaman dan wawasan baru dalam berbagai pengaturan
praktis yang relevan. Klien kemudian dibantu untuk menemukan sumber
dorongan dan dukungan untuk pola koping yang baru diperoleh dalam
lingkungannya. Dukungan ini mungkin berasal dari pasangan, anggota
keluarga lain, atau orang penting lainnya.
i. Langkah 9. Langkah terakhir dalam Model Proses Umum, yakni untuk
mengevaluasi hasil konseling dan proses sendiri, yang mana hal ini adalah
paling penting namun sering diabaikan dalam setiap pendekatan untuk
konseling. Evaluasi prosedur menghasilkan informasi yang
memungkinkan setiap model nasihat profesional untuk mengoreksi diri,
atau, dalam hal system.
Menurut Blocher,, langkah-langkah evaluasi dalam model proses
konseling dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah langkah yang tertera
pada bagan berikut ini:
Berikut penjelasan mengenai langkah evaluasi proses dan evaluasi hasil
yang dapat dilakukan oleh konselor, yaitu:
a. Langkah 1. Memulai proses pengelompokan, pengelompokan kasar dari klien
dengan karakteristik demografi dan oleh sifat dari masalah. misalnya, dengan
memasukkan laki-laki dewasa muda (usia 18 sampai 25) pada contoh kasus
masalah penyalahgunaan alkohol atau narkoba.
b. Langkah 2, Langkah kedua, yakni opsional. Ini melibatkan membuat
percobaan yang sangat informal dengan mencoba lebih dari satu jenis
program pengobatan untuk kelompok klien tertentu.
c. Langkah 3 di Evaluasi. Untuk setiap klien individu atau kasus kita kemudian
harus menentukan kriteria keberhasilan satu atau lebih atau "indikator." Ini
harus mudah diekstraksi dari kontrak perkembangan diperoleh pada Langkah
5 Model Proses Umum. Kriteria keberhasilan atau indikator ini kemudian
dicatat dengan teliti.
d. Langkah 4 di Evaluasi. Pada titik terminasi setiap indikator keberhasilan
sebelumnya diperiksa dalam hal prestasi atau kegagalan untuk dicapai.
Dengan setiap kasus diklasifikasikan sebagai "sukses" atau "kegagalan".
Berdasarkan data ini, kita kemudian dapat menghitung "rasio keberhasilan"
e. Langkah 6 di Evaluasi. Informasi yang diperoleh dari lima langkah pertama
ditelaah kembali ke dalam proses perencanaan tindak lanjutan. Hal ini dapat
dilakukan dengan melihat efektifitas tindakan konselor kepada klien.
10. b) Konselor perlu melakukan kegiatan Diagnosis, Prediksi dan
Penggunaan Tes dalam Konseling. Diagnostik merupakan proses yang berusaha
untuk menjangkau dan memahami sesuatu. Dalam konseling, diagnostik
merupakan proses dimana konselor berusaha untuk menjangkau dan memahami
klien/konselinya.Ada lima level efektivitas manusia (level of human effectiveness)
(1) Panik (Panic) (2) Apatis (Apathy) (3) Berjuang/ Usaha (Striving) (4)
Penanggulangan/Mengatasi (Coping) (5) Penguasaan (Mastery)
Proses diagnosis dalam konseling yang paling efektif adalah ketika terjadi
secara terus menerus, tentatif, teruji. Karena proses diagnosis menembus dan
meliputi seluruh proses konseling, diagnosis adalah proses yang berkelanjutan
terus-menerus modifikasi pelayanan konselor dan persepsi klien.
Prediksi merupakan hasil pengukuran psikologis yang dapat membantu dalam memprediksi
keberhasilan atau ke tingkat keberhasilan tertentu, yaitu individu memungkinkan memiliki harapan dalam
bidang studi tertentu, pekerjaan, jabatan atau karier tertentu, ataupun dalam suatu bidang usaha yang
lainnya.Dalam kategori ini tes psikologis acap digunakan dalam rangka pemilihan (seleksi) atau menjaring
orang-orang tertentu untuk dikerjakan atau ditempatkan dalam suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.
10.c ) Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di PT dilakukan?
Penekanan dan peran konselor perguruan tinggi bervariasi dari kampus ke
kampus, bergantung pada tipe institusi tertentu yang menarik minat siswa dan
dukungan untuk layanan yang didanai. Kerja konselor perguruan tinggi juga
dipengaruhi oleh model yang digunakan untuk beroperasi. Sejak dulu, ada empat
model utama dari layanan konseling yang diikuti oleh pusat konseling perguruan
tinggi/universitas (Westbrook et al., 1993).
1. Konseling sebagai psikoterapi. Model ini menekankan konseling jangka
panjang untuk sejumlah kecil mahasiswa.
2. Konseling sebagai bimbingan pekerjaan. Model ini menekankan pada
membantu mahasiswa menghubungkan urusan karier dengan akademis secara
produktif
3. Konseling sebagaimana definisi tradisionalnya. Model ini menekankan pada
keberbedaan layanan konseling yang luas, termasuk hubungan jangka pendek
atau panjang dan yang menangani permasalahan pribadi, akademis, dan karier
(Hinkelman & Luzzo, 2007). Peran konselor sangat bervariasi.
4. Konseling sebagai konsultasi. Model ini menekankan pada bekerja dengan ber-
bagai organisasi dan orang-orang yang memiliki pengaruh langsung pada
kesehatan mental mahasiswa.
Aktivitas konselor perguruan tinggi mirip dengan profesional layanan
kehidupan mahasiswa dalam hal kelengkapan dan variasinya. Beberapa layanan
dari kedua kelompok ini bahkan saling tumpang tindih. Lewing dan Cowger
(1982) mengenali sembilan fungsi konseling yang secara umum menentukan
agenda konselor sekolah. (1) Konseling akademis dan pendidikan (2) Konseling
profesional (3) Konseling pribadi. (4) Pengetasan. (5) Latihan dan pengawasan
(6) Riset (7) Pengajaran (8) Perkembangan profesional. (9) Administrasi.
Konselor sebaya juga merupakan cara efektif untuk menjangkau mahasiswa
di luar pusat konseling perguruan tinggi yang tradisional. Lazimnya, mahasiswa
pertama-tama akan meminta bantuan dari teman, kemudian ke kerabat dekat,
sebelum akhirnya ke fakultas dan pusat konseling
Konselor perguruan tinggi juga dapat menawarkan layanan dan program
dalam kombinasi dengan profesional kehidupan siswa lainnya. Empat layanan
yang paling diinginkan adalah yang berhubungan dengan alkohol, pelecehan dan
perundungan seksual, gangguan pola makan, dan depresi. Hampir 90%
mahasiswa mengkonsumsi alkohol. minum yang tidak terkontrol dapat mengarah
pada kekerasan dalam bentuk pemerkosaan, seks yang tidak aman, kesulitan
akademis, dan bunuh diri Campur tangan khusus yang digunakan oleh konselor
untuk mereka itu termasuk membantunya mendefinisikan dengan lebih jelas peran
yang mereka mainkan dalam drama kehidupan keluarga, dan kemudian
membantunya memecahkan pola interaksi nonproduktif (Crawford & Phyfer,
1988).
Kelainan pola makan (eating disorders), terutama bulimia dan anoreksia
nervosa, adalah bidang ketiga di mana konselor perguruan tinggi dapat
menanganinya dalam bentuk tim bersama dengan profesional mahasiswa lainnya,
seperti pendidik kesehatan Cukup banyak kasus kelainan pola makan di
Universitas yang perlu penanganan. Diperkirakan, sekitar 65% mahasiswa
perempuan tingkat pertama menunjukkan "karakteristik perilaku dan psikologis
dari gangguan pola makan".
Lebih dari itu, program semacam itu dapat menjadi sumber panduan bagi
peserta di saat dia atau seseorang yang dia kenal masuk dalam siklus bulimia.
Salah satu faktor kunci dalam pendidikan dan pencegahan adalah penggunaan
strategi adaptif (VanBoven & Espelage, 2006).
Depresi dan gejala depresi sangat merusak di lingkungan perguruan tinggi
karena keduanya sering kali mengganggu pembelajaran dan mengarah ke
kurangnya kesuksesan. Konselor dapat merawat depresi melalui pendekatan
kognitif seperti proses modifikasi pikiran dari Beck; melalui pendekatan perilaku
seperti membantu klien terlibat dalam aktivitas yang sukses dijalaninya; dan
pendekatan perilaku-kognitif seperti terapi emotif rasional
Dalam menangani isu-isu yang penting bagi mahasiswa perguruan tinggi,
konselor dengan bekerja sama dengan profesional mahasiswa lainnya dapat men
jalankan aksi pencegahan di tingkat tersier, sekunder, dan primer. "Pencegahan
tersier adalah sejenis remediasi dan mencakup layanan langsung kepada korban"
(Roark, 1987, p. 369; penekanan penulis). Layanan ini melibatkan dorongan untuk
melaporkan agresi dan membantu korban menggunakan sumber daya yang
tersedia. Pencegahan sekunder diarahkan kepada masalah, seperti perundungan
seksual, yang sudah ada di kampus dan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
di kalangan mereka yang berpotensi menjadi korban dan calon pelaku serta
menciptakan kebijakan untuk menghentikan perundungan yang ada. Pencegahan
primer berfokus pada menghentikan masalah agar tidak berkembang
11 ) Pendekatan dalam konseling yang dulu bermuara pada aspek
pengentasan permasalahan peserta didik kini berkembang tidak sebatas dalam
penyelesaian permasalahan melainkan lebih dari itu adalah mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Berlandaskan pada
perkembangan peserta didik sebagai konseli, pelayanan bimbingan dan konseling
akan sangat tepat diberikan dengan mempertimbangakan aspek-aspek pada diri
konseli dan tugas-tugas perkembangannya.
Sebagai paradigma baru, konseling perkembangan akan membantu peserta
didik dalam mencapai perkembangan individu yang optimal sesuai dengan potensi
yang dimilikinya. Keefektifan pemberian layanan bimbingan dan konseling dapat
diukur melalui kebermanfaatan subtansial program bimbingan dan konseling baik
dimasa sekarang dan masa depan nantinya.
Peserta didik yang memiliki tugas-tugas perkembangan dalam setiap
tahapan perkembangan memerlukan bantua konselor untuk menempuh tahapan
perkembangan tersebut dan memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Program
bimbingan dan konseling yang didasarkan pada aspek-aspek perkembangan
peserta didik akan bermanfaat dalam pemberian bantuan , sebab layanan yang
diberikan disesuaikan dengan pemenuhan tugas perkembangan. Lebih lanjut
pendekatan perkembangan (developmental approach) mendasari pertanyaan
tentang apa, mengapa, dan bagaimana program tersebut dapat memfasilitasi
perkembangan peserta didik.
Pendekatan perkembangan mengarahkan pada pelayanan konseling yang
bersifat pencegahan dan pengembangan, daripada sebatas penyembuhan dan
pengentasan masalah. Paradigma baru ini akan dapat diterapkan jika disertai
dengan peningkatan dan pengubahan pada praktek konseling. “Konselor” adalah
istilah yang lebih tepat bagi para pratisi yang melakukan kegiatan konseling dari
pada guru bimbingan dan konseling. Lebih lanjut, konselor yang berada disekolah
dikenal dengan sebutan “konselor sekolah” . Penggunaan istilah ini akan
berpengaruh untuk membedakan fokus kinerja konselor sekolah dengan guru mata
pelajaran. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kinerja profesionalitas bimbingan
dan konseling, praktisi yang belum menempuh pendidikan profesi agar
menyelesaikannya sehingga memperoleh gelar “KONS” untuk memperkuat
performansi kinerja profesinya.
Untuk meningkatkan profesi bimbingan dan konseling tidak hanya
membebankan kepada tenaga praktisi, lebih dari itu LPTK yang mencetak tenaga-
tenaga praktisi perlu dikembangakan dan di tingkatkan pelayanannya. Fasilitas
pembelajaran yang mendukung perlu diperhatikan, lebih dari itu tenaga pendidik
calon konselor juga perlu meningkatkan tingkat pendidikannya, setidaknya
menyelesaikan studi magister atau doktoral. Lebih lanjut peran asosiasi (ABKIN)
perlu disertakan untuk memfasilitasi perkembangan profesi bimbingan dan
konseling.