1 Tuberkulosis Paru
-
Upload
jefry-halim -
Category
Documents
-
view
214 -
download
2
description
Transcript of 1 Tuberkulosis Paru
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya yang telah memberi kami kesempatan untuk sama-sama belajar di RSUD Dr. R.M
DJOELHAM Binjai dan juga dengan hidayah-Nya sehingga saya dapat menulis referat ini
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang saya harapkan.
Referat ditulis agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan dan wawasannya
tentang tujuan pembelajaran ini yaitu Tuberkulosis Anak. Saya pun menyadari banyak hal
yang belum sempurna dalam penyusunan referat ini, oleh sebab itu saya selaku penyusun
mengharapkan adanya masukan yang berupa kritik dan saran demi kebaikan referat
berikutnya, dan saya selaku penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang ikut
serta membantu dalam penulisan referat ini, semoga semua ini berguna bagi kita semua
khususnya dalam menunjang pengetahuan kita di dunia kedokteran.
Hormat saya ,
penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 2
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4
2.1. Definisi Tuberkulosis Anak...........................................................................7
2.2. Etiologi Tuberkulosis Anak...........................................................................7
2.3 Epidemiologi Tuberkulosis Anak..................................................................7
2.3. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Anak...........................................................8
2.4. Patofisiologi Tuberkulosis Anak....................................................................9
2.5. Diagnosis Tuberkulosis Anak........................................................................11
2.6. Penatalaksanaan Tuberkulosis Anak..............................................................13
2.7. Prognosis Tuberkulosis Anak........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB
pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Sekurang-
kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB
Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas
normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan
kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%. Untuk
menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan tingkat global. TB pada
anak saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian TB, dengan
pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah anak mengingat TB merupakan
salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di negara endemis TB.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFENISI TUBERKULOSIS ANAK
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.2 EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS ANAK
Di Indonesia tahun 2001 diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271 per
100 ribu penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk
atau 122 per 100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan kematian
sebanyak 140 ribu. Jumlah penderita di Indonesia ini merupakan jumlah persentase ketiga
terbesar di dunia yaitu 10 %, setelah India 30 % dan China 15 %.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI)
di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI
sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas,
dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk
rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah
BTA positif.
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat
penduduk, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang terkait seperti
masalah kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota keluarga,
kepadatan penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan
masalah perilaku sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, batuk sembarangan,
kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll. Untuk sarana
pelayanan kesehatan, antara lain menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan tentang penyakit
dan mutu pelayanan kesehatan. Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah
adalah adanya resistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrug resistent
organism). Kuman yang resisten terhadap banyak obat tersebut semakin meingkat. Di
Amerika tahun 1997 resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resisten terhadap INH dan
4
Rifampisin 1,4 %. Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 % kuman dari
penderita yang menerima obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di
negara pecahan Uni soviet, beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina.
2.2.2. ETIOLOGI
Peningkatan TIK secara umum dapat disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :
1. Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh tumor cerebri, infark yang
luas, trauma, perdarahan, abses, hematoma ekstraserebral, acute brain swelling.
2. Dari faktor pembuluh darah yaitu dengan meningginya tekanan vena karena kegagalan
jantung atau adanya obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian
volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi
cairan cerebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan cerebrospinalis dapat menyebabkan
terjadi hidrosefalus.
2.2.3. MANIFESTASI KLINIS
Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat dilihat seperti :
1. Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering
pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama
tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral
blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan
tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan akan memperberat nyeri kepala. Pada
anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri
kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor.
Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.
2. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai
dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior, dekat
ventrikel IV. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai
dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
3. Kejang
5
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala
permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan
meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya
terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa
gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang
ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan
difossa posterior.
4. Papil edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena
tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga
terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem
ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.
5. Gejala lain yang ditemukan:
False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor
yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin
Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor
2.2.4. PATOFISIOLOGI
Ruang intracranial yang kaku berisi jaringan otak (1400 g), darah (75 ml), dan cairan
serebrospinal (75 ml). Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah
pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap
meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan
serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi
lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu
6
Produksi LCS
Absorbsi terganggu
Obstruksi
Peningkatan TIK
titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha
kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai.
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume
darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak
hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak,
sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia.
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak
melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal
spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi
batang otak.
7
8
Skema 1. Patofisiologi Peningkatan TIK
9
2.2.5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Sakit kepala, muntah, iritabel, anoreksia. Sakit kepala sering bertambah pada
waktu bangun pagi, batuk, bersin, mengedan, --perubahan posisi kepala tiba-tiba
(pada proses lesi desak ruang).
b. Muntah tanpa disertai rasa mual, mulanya hanya timbul pada waktu bangun pagi
kemudian dapat terjadi setiap waktu.
c. Perubahan kebiasaan/kepribadian, penurunan prestasi belajar, pelupa, letargi, lesu,
mengantuk.
d. Gejala lain (pada proses lesi desak ruang) : penglihatan ganda, strabismus,
kelumpuhan, kejang, gangguan keseimbangan/koordinasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Penurunan kesadaran (Skala Koma Glasgow), memakai modifikasi anak.
b. Pemeriksaan lingkar kepala dan ubun-ubun besar (UUB).
Pada bayi dan anak yang UUB belum menutup, pada peningkatan tekanan
intrakranial dapat ditemukan peningkatan lingkar kepala dan UUB menonjol.
c. Kelumpuhan otot penggerak bola mata (N.III,IV,VI), dan papiledema. Namun
papiledema jarang dijumpai pada fase akut, dan pada anak dengan fontanel belum
menutup.
d. Komplikasi peningkatan tekanan intrakranial: herniasi dengan gejala-gejala
tergantung etiologi.
e. Tanda-tanda herniasi sentral:
Tahap diensefalik: letargi-stupor/gelisah, pernapasan teratur/Cheyne-
Stokes, pupil kecil dan reaktif, adanya refleks okular, hemiparesis dengan
refleks patologis menjadi tetraparesis spastik, hipertoni, dan rigiditas
dekortikasi.
Tahap mesensefalon-pons: koma, suhu mulai meninggi, hiperventilasi
sentral, pupil mulai melebar, ditengah, tidak bergerak, gerakan refleks
okular diskonjugat/tidak ada, hipertoni, dan rigiditas deserebrasi.
Tahap medula oblongata: Pernapasan dangkal, lambat, ireguler dan
gasping, nadi ireguler lambat/cepat, hipotensi, gagal pernapasan, pupil di
10
tengah, dilatasi dan tidak bergerak, gerakan refleks okular tidak ada dan
flaksid.
f. herniasi unkus:
Stupor menjadi koma, anisokoria dengan dilatasi pupil ipsilateral, pupil
tidak dapat --bergerak, kelumpuhan N.III, dan hemiparesis kontralateral.
g. Tanda-tanda herniasi infratentorial:
Muntah-muntah, kelumpuhan beberapa saraf otak, pupil miosis dan reflek
cahaya positif, kesadaran menurun disertai hiperventilasi, dan deserebrasi.
Hati-hati bila terdapat tanda-tanda perburukan dari status neurologi yang
tiba-tiba, berupa: penurunan kesadaran, dilatasi pupil unilateral, trias
Cushing (peningkatan tekanan darah, bradikardi dan pernapasan ireguler).
3. Pemeriksaan Penunjang.
a. Foto polos kepala
Sutura melebar , Ukuran kepala yang membesar
Ukuran kepala yang membesar dijumpai pada:
• Ventrikel yang membesar
Pada hidrosefalus ditemukan ventrikel yang membesar, misalnya disebabkan
oleh suatu stenosis aquaduktus Sylvii, Arnold Chiari Malfornation atau Dendy
Walker Cyst
• Ventrikel yang normal.
Dijumpai pada edema serebri, space ocuping lesion dan megalencephaly.
b. Computerized Tomograpy
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta
mempunyai ketepatan yang tinggi. Masa tumor menyebabkan kelainan pada
tulang tengkorak yang dapat berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada
parenkhim dapat merubah struktur normal ventrikel, dan juga dapat menyebabkan
serebral edem yang akan terlihat berupa daerah hipodensiti. Setelah pemberian
kontrast, akan terlihat kontrast enhancement dimana tumor mungkin terlihat
sebagai daerah hiperdensiti. Kelemahan CT Scan menurut Davuis (1976) kurang
11
mengetahui adanya tumor yang berpenampang kurang dri 1,5 cm dan yang
terletak pada basis kranii.
c. Magnetic Resonance Imaging
MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara
tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan sebelum
terjadinya kelainan morfologi.
d. Darah perifer lengkap, analisis gas darah, elektrolit darah.
e. Pungsi lumbal jika dicurigai meningitis.
2.2.6. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan tekanan intrakranial yang meningkat adalah menurunkan tekanan
intrakranial untuk memperbaiki aliran darah ke otak dan pencegahan atau menghilangkan
herniasi. Tata laksana dapat dibagi menjadi:
1. Medikamentosa
a. Mengurangi volume komponen-komponen otak intrakranial
b. Pengurangan volume cairan serebrospinal. Pada hidrosefalus terjadi edema
interstisiel dengan peningkatan tekanan intraventrikel yang tinggi serta edema
periventrikel. Dapat diberikan asetazolamid 50-100 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
c. Pengurangan volume jaringan otak. Pada edema sitotoksik, dapat diberikan
manitol 20% dengan dosis 0,25-1 g/kgBB melalui infus intravena selama 10-30
menit setiap 8 jam. Selama pemberian osmoterapi perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta osmolaritas serum 300-320 mosm/L.
Pemberian diuretik tubular yang kuat dapat menurunkan tekanan intrakranial
dengan efektif melalui berkurangnya cairan tubuh total, tonus pembuluh darah,
dan produksi CSS. Obat yang dianjurkan adalah furosemid dengan dosis 1
mg/kgBB/kali IV, dapat diberikan 2 kali sehari.
d. Pada edema vasogenik seperti pada tumor otak, abses terjadi edema karena
pendesakan massa, dapat diberikan kortikosteroid untuk mengurangi edema dan
memperbaiki integritas membran dalam mempertahankan permeabilitasnya.
Dapat diberikan deksametason dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB tiap 6 jam. Pada
peningkatan tekanan intrakranial fase lanjut edema sitotoksik dan edema
vasogenik dapat terjadi secara bersamaan.
12
e. Natrium hipertonik untuk menurunkan peningkatan tekanan intracranial dan
berfungsi mempertahankan tekanan osmolar parenkim otak. Digunakan pada
pasien dengan keadaan hipotensi dan hipoperfusi. NaCl 3% diberikan dengan
dosis 0,1 – 1 ml/kg/jam secara infus intravena. Efek samping pemberian cairan ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial kembali, mielinolisis sentral
pontin, atau perdarahan subaraknoid.
2. Mempertahankan fungsi metabolik otak.
a. Tekanan arterial O2 dipertahankan 90-120 mm Hg
b. Mempertahankan kadar glukosa darah.
c. Menurunkan suhu tubuh sampai hipotermia sedang (32–330C) untuk mengurangi
kebutuhan oksigen.
3. Menghindari keadaan peningkatan tekanan intrakranial.
a. Elevasi kepala 15-30 derajat dan dalam posisi netral.
b. Meminimalkan tindakan seperti pengisapan lendir, pengambilan sampel darah dll.
Jika pasien gelisah/agitasi dapat diberikan sedasi.
c. Restriksi cairan menjadi 80% dari kebutuhan rumat dengan tetap memperhatikan
keseimbangan hemodinamik.
Tindakan bedah
Jika peningkatan tekanan intrakranial tidak dapat diatasi dengan medikamentosa maka
perlu dilakukan koreksi dengan bedah dekompresi (kraniektomi) untuk mengatasi pergeseran
dan herniasi otak. Tindakan bedah lain tergantung dari etiologi (hidrosefalus, perdarahan
intrakranial, abses otak, tumor otak). Pemasangan VP shunt bertujuan untuk mengurangi
tekanan intrakranial misalnya pada tumor otak.
2.2.7. PROGNOSIS
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu keadaan yang serius. Jika penyebab
yang mendasari tekanan intracranial dapat diatasi, maka prognosisnya lebih baik. Jika
tekanan intracranial meningkat dan menyebabkan pendorongan struktur otak yang penting
dapat mengakibatkan keadaan yang serius seperti kejang, masalah neurologis dan bahkan
menyebabkan kematian.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. H Antonius, Pudjiadi Badriul Hegar, Setyo Handryastuti, dkk, Pedoman Pelayanan
Medis Edisi II, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2011, Jakarta. Hal 300-303.
2. Frotscer, M, Baehr M, Diagnosis Topik Neurologi DUSS Ed IV, EGC, 2012. Jakarta
3. Prof.Dr. Satyanegara, Sp.BS, Ilmu Bedah Saraf Edisi IV, Gramedia, 2010. Jakarta.
Hal 155-158
4. Japardi, I, Tekanan Tinggi Intrakranial, Fakultas Kedokteran. 2002, Universitas
Sumatera Utara: Medan.
5. Ginsberg, lionel, Lecture Notes Neurologi EDISI 8, Erlangga, 2007,Jakarta. Hal 69
14