1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uangrepository.untag-sby.ac.id/1547/4/Bab II.pdfpengalihan uang...
Transcript of 1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uangrepository.untag-sby.ac.id/1547/4/Bab II.pdfpengalihan uang...
-
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang (Money Laundering) merupakan salah satu kejahatan kerah
putih (white collar crime). Dikatakan kejahatan kerah putih karena kejahatan
tersebut terkonsep dengan sistematis dan rapi, sehingga kebanyakan dilakukan
oleh orang-orang yang berintelektual tinggi. Tidak diragukan lagi, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi cukup mendukung praktik pencucian uang,
sehingga banyak pandangan pencucian uang adalah kejahatan yang lahir di era
globalisasi. Namun konsep menyamarkan hasil kejahatan ini sebenarnya sudah
dilakukan sejak tahun 1920-an.
“Pada tahun 1920-an, para pelaku kejahatan terorganisasi di Amerika
Serikat, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya melalui usaha binatu
(laundry). Mereka banyak mendirikan usaha binatu (laundry) sebagai tempat
persembunyian uang haram.”15 Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika
Serikat, memperkerjakan Meyer Lansky, seorang akuntan yang
berkewarganegaraan Polandia, untuk melakukan pencucian uang dari
kejahatannya dengan bisnis binatu ini yang dikenal Laundromats (tempat cuci
otomatis). Bisnis ini dipilih karena sistemnya dengan penggunaan uang tunai
sehingga mempercepat proses pencucian uang yang diperoleh dari hasil
pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman beralkohol terlihat
15 J.E. Sahetapy, 2003, Business Uang Haram, Jakarta: KHN (Komisi Hukum Nasional),
hlm. 11.
-
20
sebagai uang yang halal. Meskipun demikian, Al Capone dituntut dan dihukum
dengan pidana penjara berdasarkan penghindaran pajak (tax evasion), sedangkan
tindak pidana pencucian uangnya tidak dipidana. Namun saat itu sudah mulai
dikenal istilah money laundering (pencucian uang).
Selain bekerja untuk Al Capone, Meyer Lansky juga mengembangkan
bisnisnya dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan
mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging.
Berbekal dari penuntutan Al Capone terhadap penghindaran pajak, Meyer Lansky
mengantisipasi hal tersebut dengan mencuci uangnya ke beberapa bank-bank di
Swiss, dimana pada tahun 1930-an, bank-bank di Swiss memberlakukan prinsip
rahasia bank. “Pada saat itu, Swiss tidak mengkategorikan penggelapan dan
pengelakan pajak (tax evasion) sebagai suatu kejahatan, sehingga siapapun yang
menyimpan uang di bank-bank Swiss tidak akan banyak ditanya soal itu.”16
Transaksi money laundering juga didukung fasilitas finansial dunia perbankan,
seperti layanan nomor rekening istimewa atau nostro account yang diberikan
bank-bank Swiss pada tahun tersebut. Layanan ini mengidentifikasi nasabah
dengan nomor sandi yang digunakan untuk transaksi sehingga bank tidak
mengetahui nasabah dan pihak yang menjadi lawan transaksi. Beberapa bank di
kawasan lepas pantai juga menyediakan fasilitas transfer uang antar negara,
manajemen pengelolaan dana dan perlindungan aset yang mempermudah kegiatan
pencucian uang. Bank-bank semacam itu sering disebut offshore banking karena
pemberian fasilitas perbankan di luar yurisdiksi Negara setempat, sehingga
16 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Loc.cit., hlm. 7.
-
21
menyulitkan pelacakan uang kotor. Pencucian uang mendapat pijakan kokoh,
Lansky termasuk petinggi-petinggi militer Nazi Jerman yang banyak melakukan
tindak pidana memanfaatkan fasilitas tersebut. Uang hasil bisnis perjudian Lansky
tersebut didepositokan. Kemudian deposito ini diagunkan untuk mendapatkan
pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. Lansky bahkan
membeli sebuah bank di Swiss untuk mencuci uang bisnis ilegalnya. Namun
berbeda dengan Al Capone, Meyer Lansky terbebas dari tuntutan melakukan
penghindaran pajak (tax evasion), tetapi dituntut atas tindak pidana pencucian
uang yang dilakukannya.
Adanya financial offshore industry memfasilitasi praktik pencucian uang.
Kerahasiaan dan pajak yang rendah dalam sistem keuangan offshore industry
kemudian dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kejahatan di dunia seperti
Medellin Cartel (Columbia), Mafia (di Italia dan Amerika Serikat), atau orang-
orang yang terlibat dalam penipuan (fraud), penyelundup senjata, dan lain
sebagainya. Pada tahun 1980-an, money laundering semakin berkembang dengan
maraknya penjualan obat bius dan narkotika. Jutaan uang hasil tindak pidana
masuk dalam bisnis legal dan usaha-usaha ekonomi lain. Pada era ini, muncul
istilah-istilah seperti narco dollar atau drug money, yang digunakan untuk
memperhalus makna dari money laundering agar dapat dimasukkan ke dalam
sistem keuangan. Praktik money laundering tidak lagi sesederhana yang dilakukan
Al Capone atau Meyer Lansky. Sebagai contoh, pengakuan dari seorang mafia
obat bius, Franklin Jurador menceritakan pemindahtanganan uang hasil kejahatan
ke bisnis legal dilakukannya dalam berbagai transaksi antara lain jual beli fiktif
-
22
aset atau penitipan fiktif untuk keperluan investasi, yang melibatkan banyak
pihak, tidak hanya secara domestik namun juga antarnegara dan dengan transaksi
yang lebih rumit.
Perkembangan kejahatan kerah putih (white collar crime) ini menimbulkan
kekhawatiran sebab dapat mengganggu stabilitas perekonomian karena perputaran
dana dalam jumlah besar yang terjadi secara cepat dari satu tempat ke tempat lain
bahkan dari satu atau lebih negara ke satu atau lebih negara lain. Untuk itu maka
masalah money laundering mulai menjadi perhatian dan pengaturan tentang
pencucian uang mulai dikriminalisasikan, awalnya hanya berlingkup nasional
dengan kejahatan asal yang beragam. Pengaturan tentang pencucian uang di
Amerika Serikat sudah lama berlaku, namun penuntutan hukum terhadap kasus
pencucian uang di pengadilan, baru terjadi pada tahun 1982 dalam kasus United
States vs. US$ 4,255,625.39.17 Kasus tersebut adalah kasus yang menarik, dimana
pemerintah Amerika Serikat hanya dapat menyita uangnya, tetapi tidak berhasil
menghadirkan pelaku pencucian uangnya. Berawal dari kasus pencucian uang
yang pertama kali diajukan ke pengadilan ini, Amerika Serikat mulai gencar
melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana ini. Sejak saat itu, pencucian
uang menjadi terminologi hukum.
2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang atau money laundering memiliki definisi yang berbeda-beda
di masing-masing negara. Hal ini bergantung pada terminologi kejahatan yang
17 www.casetext.com. Diakses pada tanggal 18 Januari 2014.
http://www.casetext.com/
-
23
diatur oleh setiap wilayah yurisdiksi yang bersangkutan. “Pihak penuntut dan
lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-
negara yang telah maju dan negara-negara dari dunia ketiga, masing-masing
mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda.”18
Meskipun berbeda, namun secara keseluruhan, definisi mengenai pencucian
uang memiliki unsur yang identik antara satu dengan yang lainnya. Dalam
Penjelasan Undang-Undang TPPU, diuraikan pada umumnya pelaku tindak
pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta
kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum
sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk
kegiatan yang sah maupun tidak sah. Kemudian Pasal 1 Ayat 1 menerangkan
pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Unsur-unsur tindak
pidana tersebut dijabarkan lebih detail di dalam pasal per pasalnya.
Black’s Law Dictionary merumuskan pengertian pencucian uang (money
laundering) adalah “term used to describe investment or other transfer of money
flowing from racketeering, drug transactions, and other illegal sources into
legitimate channels so that its original source cannot be traced.”19 Pencucian
uang adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan investasi atau
pengalihan uang yang mengalir dari pemerasan, transaksi narkoba, dan sumber-
18 Sutan Remy Sjahdeini, 2003, Pencucian Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor Penyebab,
dan Dampaknya Bagi Masyarakat, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No.3, hlm 5. 19 Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn:
West Publishing Co., hlm. 884.
-
24
sumber ilegal lainnya ke jalur yang sah sehingga sumber aslinya tidak dapat
dilacak. Mengingat dana asal pencucian uang tidak hanya berasal dari pemerasan,
transaksi narkoba, maka dalam edisi kesembilan pengertian pencucian uang
diperluas menjadi “The act of transferring illegally obtained money through
legitimate people or accounts so that its original source cannot be traced.”20
Pencucian uang diartikan menjadi tindakan pengalihan uang yang diperoleh secara
ilegal melalui orang yang sah atau rekening yang sah sehingga sumber aslinya
tidak dapat dilacak.
Dalam Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, dijelaskan
bahwa:
Money laundering is the process by which someone conceals the existence,
illegal source, or illegal application of income, and disguises that income
to make it appear legitimate. Money laundering is the process of
converting quantities of cash to a form that can be used more conveniently
in commerce and ideally conceals the origin of converted funds.21
Diterjemahkan bahwa pencucian uang adalah proses dimana seseorang
menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau aplikasi pendapatan ilegal, dan
menyamarkan pendapatan supaya terlihat sah. Pencucian uang adalah proses
mengubah besaran uang tunai ke dalam suatu bentuk yang dapat digunakan lebih
nyaman dalam perdagangan dan secara ideal menyembunyikan asal-usul dana
yang dikonversi.
Pengertian money laundering juga dimuat dalam The United Nation
Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and Psychotropic
20 Bryan A. Garner, 2009, Black’s Law Dictionary (Ninth Edition E-books), St. Paul Minn:
West Publishing Co., hlm. 1097.
21 Lawrence M. Salinger, 2005, Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime Volume
2, Thousand Oaks, California, United States of America: Sage Publications, Inc., hlm. 542.
-
25
Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi di Indonesia dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1997, yang berbunyi:
The convertion or transfer of property, knowing that such property is
derived from any serious (indictable) offence or offences, for the purpose
of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any
person who is involved in the commission of such an offence or offences to
evade the legal consequences of his action; or the concealment or disguise
of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with
respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived
from a serious (indictable) offence or offences or from an act of
participation in such an offence or offences.
Secara singkat diterjemahkan bebas menjadi suatu perbuatan mengubah atau
mengalihkan harta, yang diketahui bahwa kekayaan tersebut diperoleh dari
pelanggaran atau beberapa pelanggaran yang serius (dapat dituntut), dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau
membantu setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan kejahatan tersebut untuk
menghindari konsekuensi hukum dari tindakannya, atau penyamaran sumber,
lokasi, pengubahan, pemindahan, hak yang berkaitan dengan kepemilikan
kekayaan, dengan mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari pelanggaran
atau beberapa pelanggaran yang serius (dapat dituntut).
Sedangkan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF),
merumuskan money laundering sebagai “the processing of criminal proceeds
(profits or other benefits) in order to disguise their illegal origin.”22 Diartikan
sebagai proses menyamarkan kekayaan yang diperoleh dari tindak kriminal dalam
rangka menyembunyikan asal yang ilegal dari kekayaan tersebut.
22 www.fatf-gafi.org. Diakses pada tanggal 18 Januari 2014.
http://www.fatf-gafi.org/
-
26
Beberapa pendapat ahli mengemukakan definisi yang tidak jauh berbeda.
Sutan Remy Sjahdeini menguraikan definisi mengenai pencucian uang sebagai
berikut:
Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh
seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal
dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara
terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial
system), sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem
keuangan itu sebagai uang halal.23
Hurd mengungkapkan hal yang paling spesifik dalam money laundering,
yang diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:
Suatu proses yang dilakukan untuk mengubah hasil kejahatan seperti hasil
korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan dan kejahatan
serius lainnya, sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti
hasil dari kegiatan yang sah karena asal usulnya telah disamarkan atau
disembunyikan.24
Menurut pendapat yang dikemukakan Sarah N. Welling,“Money laundering
is the process by which one conceal the existence, illegal source, or illegal
application of income, and then disquise that income to make it appear
legitimate.”25 Berdasarkan pengertian yang diungkapkan oleh Welling, bahwa
pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan, sumber yang tidak sah,
atau aplikasi tidak sah dari pendapatan, yang disamarkan sehingga pendapatan itu
menjadi nampak sah.
23 Sutan Remy Sjahdeini, Loc.cit., hlm. 6. 24 Hurd, 1996, Insider Trading and Foreign Bank Secrecy, Am.Bus. J. Vol 24, hlm. 29. 25 Sarah N. Welling, Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal
Law, yang dimuat dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, 1992, The Money Trail
(Confiscation of Proceeds Crime, Money Laundering and Cash Transaction Reporting). Sydney:
The Law Book Company Limited, hlm. 201.
-
27
Kemudian David Fraser berpendapat “Money laundering is quite simply the
process through which dirty money (proceeds of crime), is washed through clean
or legitimate sources and enterprises so that the bad guys may more safely enjoy
their ill gotten gains.”26 Menurut Fraser, pencucian uang adalah sebuah proses
yang sungguh sederhana dimana uang kotor dicuci melalui sumber yang bersih
atau sumber yang sah sehingga pelaku kejahatan dapat menikmati keuntungan
yang tidak halal tersebut dengan aman.
Pamela H. Bucy juga memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda
mengenai pencucian uang, dalam bukunya yang berjudul “White Collar Crime:
Cases and Materials” didefinisikan sebagai berikut “Money laundering is the
concealment of the existence, nature or illegal source of illicit funds in such a
manner that the funds will appear legitimate if discovered.”27 Pencucian uang
diartikan sebagai penyamaran dari keberadaan, sifat atau sumber dana ilegal
sedemikian rupa agar dana tersebut terlihat sah apabila ditemukan.
Jacky Uly dan Bernard L. Tanya menyimpulkan empat motif utama dari
para pelaku melakukan pencucian uang, yaitu:
(i) Menjauhkan para pelaku dari ‘kejahatan asal’ (predicate crime) seperti
korupsi, narkotika dan lain-lain, (ii). Memisahkan proceeds of crime dari
kejahatan yang dilakukan, (iii). Menikmati hasil kejahatan tanpa adanya
kecurigaan tentang asal-usul kekayaan atau pendapatan tersebut, serta (iv).
Melakukan reinvestasi hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya ke
dalam bisnis yang sah.28
26 David Fraser, 1992,Lawyer, Guns and Money Economics and Ideology and The Money
Trail, Sydney: The Law Book Company Limited, hlm. 66. 27 Pamela H. Bucy, 1992, White Collar Crime: Cases and Materials, St. Paul Minn: West
Publishing Co., hlm. 228. 28 Jacky Uly dan Bernard L. Tanya, Loc.cit.,hlm. 8.
-
28
Dengan kata lain, pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pencucian uang adalah proses menyamarkan uang yang dihasilkan dari tindak
pidana yang diatur dalam wilayah yurisdiksi tertentu sebagai tindak pidana
dengan berbagai cara menjadi uang yang legal, dalam rangka untuk menikmati
hasil tindak pidana tersebut tanpa diancam dengan sanksi atas tindak pidananya.
Dalam menyamarkan dana-dana ilegal ini, sistem keuangan menjadi media yang
memiliki porsi besar dalam praktik pencucian uang.
Dari definisi tindak pidana pencucian uang sebagaimana dijelaskan diatas,
maka tindak pidana pencucian uang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Pelaku
2. Perbuatan (transaksi keuangan atau finansial) dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari
bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan
yang sah (legal).
3. Merupakan hasil tindak pidana
Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif (actus
reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif (actus reus) dapat dilihat
dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau
membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui
atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur subjektif (mens rea)
dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut
menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud
-
29
untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Tindak pidana
pencucian uang juga merupakan gabungan tindak pidana.
Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu
sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut
dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “gabungan beberapa
perbuatan” (meerdaadsche samenloop), diatur dalam pasal 65 dan 66
KUHP.29
Beberapa perbuatan yang digabungkan menjadi satu disebut juga concursus
realis. Meskipun tindak pidana pencucian uang pasti selalu didasari tindak pidana
asalnya, tetapi tindak pidana pencucian uang merupakan delik yang berdiri
sendiri, dan tindak pidana asalnya juga delik yang berdiri sendiri. Penerapan
sistem ini diharapkan memudahkan penegak hukum untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang. Benar atau tidaknya harta kekayaan
tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan adanya
tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut. Bukan untuk
membuktikan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana asal (predicate
crime) yang menghasilkan harta kekayaan.
3. Tahap-tahap Pencucian Uang
Pada dasarnya pencucian uang dilakukan dengan transaksi yang berkali-kali
untuk menjauhkan hasil tindak pidana dari tindak pidananya. Hal ini cukup rumit
dan berbeda-beda penerapannya. Secara umum, tindak pidana pencucian uang
melalui proses yang bertahap. Terbagi menjadi 3 tahap, yaitu penempatan
(placement), pelapisan (layering), dan penyatuan (integration).
29 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT.
Refika Aditama, hlm. 142.
-
30
• Tahap Penempatan (Placement)
Tahap ini merupakan tahap awal pencucian uang yang paling mudah
dideteksi. Placement adalah upaya menempatkan hasil tindak pidana ke
dalam sistem keuangan (financial system) baik uang kartal (uang tunai)
maupun uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain).
Hal ini dimaksudkan agar uang atau dana tersebut dapat secara mudah
dimanipulasi. “Placement merupakan tahap yang paling sederhana, suatu
langkah untuk mengubah uang yang dihasilkan dari kegiatan kejahatan ke
dalam bentuk yang kurang menimbulkan kecurigaan dan pada akhirnya
masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.”30
Dalam upayanya menempatkan hasil tindak pidana, terdapat beberapa
cara mulai dari membeli menabung dengan teknik smurfing atau structuring
(pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil di bawah
ketentuan mekanisme pelaporan) di bank, membeli sejumlah instrumen
keuangan (cheques, money orders) yang kemudian dijaminkan untuk
mendapat pinjaman dari bank yang berbeda, membuka rekening efek pada
perusahaan efek, pembelian unit penyertaan pada instrumen reksadana.
Placement dapat juga diterapkan secara fisik yang bersifat cash and
carry, misalnya melalui penyelundupan uang tunai (currency smuggling),
menukarkan mata uang (currency exchanges), membeli aset (asset
purchase), berbisnis dengan uang tunai atau menggabungkan uang yang
ilegal dengan uang yang legal. “Pada tahap placement, pelaku berupaya
30 Yenti Ganarsih, 2003, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), cet. 1,
Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 55.
-
31
menempatkan dana hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan, apapun
bentuknya.”31
• Tahap Pelapisan (Layering)
Tahap pelapisan adalah upaya mengalihkan dana ilegal yang berhasil
ditempatkan dalam sistem keuangan ke dalam sistem keuangan yang lain,
agar dana ilegal semakin jauh dari tindak pidananya. Tahap ini biasanya
dilakukan berkali-kali, menggunakan semua bentuk investasi baik dalam
negeri maupun luar negeri atau lintas negara (cross border). Dengan
dilakukan layering, penegak hukum mengalami kesulitan untuk mengetahui
asal usul harta kekayaan tersebut atau mempersulit pelacakan (audit trail).
Layering dapat dilakukan dengan membuka rekening-rekening
perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan prinsip rahasia bank.
Cara paling sederhana dalam kegiatan ini adalah misalnya
memberikan perintah kepada Perantara Pedagang Efek (PPE) untuk
membeli sejumlah efek serta menjualnya kembali (capital gain
bukan menjadi pilihan bagi pelaku) atau melakukan transaksi efek
dengan bermacam kombinasi serta pilihan instrumen atau bahkan
membeli saham pada emisi perdana (Initial Public Offering/IPO).32
Cara pelapisan yang lainnya meliputi impor atau ekspor produk fiktif,
penggunaan undian, membeli atau menjual aset maupun real estate,
membeli saham di Bursa Efek, transfer uang ke negara lain dalam bentuk
mata uang asing, meminjam uang di bank lain dengan menggunakan deposit
yang ada di bank, membeli valuta asing, melakukan transaksi derivatif, dan
lain-lain. “Metode lain yang umum dipakai dalam tahap layering adalah
cash converted into monetary instruments (mengubah uang tunai ke dalam
31 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Loc.cit., hlm. 59. 32 Ibid., hlm. 62.
-
32
instrumen moneter).”33 Dengan membeli instrumen moneter, uang hasil
tindak pidana sudah menjadi uang yang terlihat sah.
• Tahap Penyatuan (Integration)
Tahap penyatuan adalah tahap dimana aset pelaku tindak pidana sudah
melalui penempatan dan pelapisan dalam sistem keuangan, kemudian
bersatu atau berintegrasi dengan aktivitas ekonomi yang legal, sehingga
menjadi harta kekayaan yang halal (clean money) untuk kegiatan bisnis
yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. “Integration
ini merupakan tipu muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap
uang hasil kejahatan.”34
Tahap ini dapat dilakukan dengan mengembalikan investasi di dalam
perusahaan yang sah, dalam bentuk pinjaman dengan waktu pembayaran
kembali yang sangat mudah, investasi di bidang properti, Perantara
Pedagang Efek (PPE) mentransfer hasil perdagangan efek, memperalat bank
(bank complicity), menggunakan tagihan ekspor impor palsu (false export
import invoices), atau transaksi lainnya, dimana aktivitas bisnis tidak akan
dikenal ketika para pelaku tindak pidana telah mendirikan bisnis dengan
identitas yang sah secara hukum. “Pada tahap ini, uang yang telah dicuci
dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan
aturan hukum.”35
Setiap tahap yang dijelaskan diatas tidak selalu berdiri sendiri-sendiri,
terkadang ketiga tahap dapat tergabung dalam satu proses, atau saling overlap satu
33 Ibid., hlm. 62-63. 34 Yenti Ganarsih, Loc.cit., hlm. 56. 35 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Op.cit., hlm. 63-64.
-
33
dengan yang lainnya. Pada dasarnya teknik pencucian uang merupakan hal yang
tidak dapat diprediksi tahap-tahapnya. Teknik apapun yang digunakan, tujuannya
adalah untuk menyamarkan asal usul uang tersebut, tetapi tetap menjaga dan
mengendalikan hasil pencucian, kemudian dapat menikmati uang tersebut dalam
keadaan yang sah.
4. Pengertian Tindak Pidana Asal (Predicate Crime)
Berdasarkan karakteristik tindak pidana pencucian uang yang diawali
dengan tindak pidana lain, maka tindak pidana pencucian uang dikategorikan
sebagai tindak pidana ikutan (derivative crime or underlying crime) dari tindak
pidana lainnya (predicate crime) sebagai asal dana. Menurut Prof. Barda Nawawi
Arief, “predicate crime atau predicate offence adalah delik-delik yang
menghasilkan criminal proceeds atau hasil kejahatan yang kemudian dicuci.”36
Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundering) sebagai suatu kejahatan
mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan
tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang
sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan,
sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate
offense atau core crime atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful
actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian melalui
proses pencucian uang.
36 Barda Nawawi Arief, 2003, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Lainnya
yang Terkait, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 3,Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis,
hlm. 19.
-
34
Tindak pidana asal (predicate crime) akan menjadi dasar pemidanaan dari
transaksi uang hasil dari sebuah kegiatan. Apabila suatu perbuatan dikategorikan
sebagai tindak pidana, maka transaksi uang hasil kegiatan tersebut akan
dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang. Sebagai contoh, di negara
Las Vegas, perjudian tidak termasuk dalam tindak pidana, sehingga uang hasil
perjudian yang dimasukkan ke dalam sistem keuangan tidak dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana pencucian uang.
Suatu tindak pidana yang dikaitkan dengan pengaturan anti-pencucian uang
dipertimbangkan dari beberapa hal. Jenis kejahatan asal yang sangat berbahaya
bagi kemanusiaan masuk dalam golongan tindak pidana asal (predicate crime),
contohnya tindak pidana terorisme. Kemudian ditilik dari akibat yang ditimbulkan
kejahatan asal sangat merugikan, seperti penipuan dan korupsi. Selain itu,
kejahatan asal yang berdampak sangat merusak, misalnya peredaran dan
penyelundupan narkoba. “Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Reuter dan
Truman, lima macam tindak pidana asal (predicate offences) dari pencucian uang,
yaitu drug distribution, other blue-collar crime, white-collar crime, bribery and
corruption, and terrorism.”37 Pengelompokan kejahatan asal tersebut dipilih
berdasarkan persamaan dampak dari kejahatan-kejahatan tersebut yang dianggap
sangat merusak terhadap masyarakat.
Dampak kejahatan asal tindak pidana pencucian uang bersifat multi aspek.
Tindak pidana terorisme misalnya, menyebabkan kerusakan secara fisik dan
lingkungan di sekitar tempat kejadian perkara, korban meninggal, cacat, atau
37 Michael Levi and Peter Reuter, 2006, Money Laundering, Chicago: The University of
Chicago Press, hlm. 25.
-
35
trauma kejiwaan serta hilangnya hubungan sosial masyarakat sekitar seperti
ketidakpercayaan terhadap orang asing, sikap tolong menolong, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme perlu
didukung dengan gerakan anti-pencucian uang untuk mencegah dan
menghentikan adanya pendanaan tindak pidana terorisme.
Kejahatan kerah putih (White Collar Crime) merupakan kejahatan yang
sangat berbahaya dan merugikan sekali bagi masyarakat dan negara jika
dibandingkan dengan tindak pidana terorisme. Michael Levi dan Peter Reuter
dalam hal ini mengungkapkan bahwa:
Similarly, the benefits from reducing at least some white-collar crimes by
$1 billion might be valued substantially less than those associated with a
similar reduction in crack cocaine or methamphetamine trafficking. The
distribution of benefits from reducing either of the two offences may also
be quite different: those who are harmed by drug trafficking are
disproportionately from poor and minority urban populations, whereas the
costs of white-collar crimea are borne far more broadly across society,
depending on what sorts of frauds they are and in which countries (Levi
and Pithouse).38
Keuntungan dari pengurangan beberapa kejahatan kerah putih hingga US$ 1
miliar dinilai secara substansial kurang dibandingkan dengan pengurangan yang
sama dalam perdagangan crack kokain atau methamphetamine. Distribusi
keuntungan dari pengurangan satu dari kedua kejahatan tersebut agak berbeda:
orang-orang yang menjadi korban oleh perdagangan obat-obatan terlarang secara
disproporsional berasal dari kalangan miskin dan penduduk pendatang minoritas,
sedangkan biaya dari kejahatan ditanggung jauh lebih luas dalam segala lapisan
masyarakat, bergantung pada penipuan apa yang mereka lakukan dan dalam suatu
negara.
38 Ibid.
-
36
Kerugian finansial akibat kejahatan kerah putih seperti korupsi berdampak
pada perekonomian negara, dimana masyarakat secara keseluruhan harus
menanggung beban finansial yang dicuri tersebut. Negara menjadi kekurangan
dana untuk mengadakan pembangunan negara seperti menyediakan fasilitas dan
layanan bagi masyarakat.
FATF dalam Annex 1 Glossary of Definitions Used in The Methodology
menyebutkan beberapa tindak pidana yang dimasukkan sebagai tindak pidana asal
(predicate crime) tindak pidana pencucian uang, yaitu:
a. Participation in an organised criminal group and racketeering (terlibat dalam kelompok kejahatan terorganisasi dan penipu). Turut
serta dalam kejahatan dianggap suatu kejahatan;
b. Terrorism, including terrorist financing (terorisme, termasuk pembiayaan teroris);
c. Trafficking in human beings and migrant smuggling (penyelundupan manusia);
d. Sexual exploitation, including sexual exploitation of children (eksploitasi seksual, termasuk eksploitasi seksual terhadap anak-
anak);
e. Illicit trafficking in narcotic drugs and psychotropic substances (perdagangan narkoba);
f. Illicit arms trafficking (penyelundupan senjata); g. Corruption and bribery (korupsi dan penyuapan); h. Fraud (penipuan); i. Counterfeiting currency (pemalsuan uang); j. Counterfeiting and piracy goods (pemalsuan dan pembajakan
barang);
k. Environmental crime (kejahatan lingkungan); l. Murder, grievous bodily injury (pembunuhan, penganiayaan berat); m. Kidnapping, illegal restraint and hostage-taking (penculikan,
penyanderaan);
n. Robbery or theft (perampokan atau pencurian); o. Smuggling (penyelundupan); p. Forgery (pemalsuan); q. Piracy (pembajakan); r. Insider trading and market manipulation (perdagangan orang dalam
dan manipulasi pasar).39
39 www.fatf-gafi.org. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.
http://www.fatf-gafi.org/
-
37
Undang-Undang TPPU mengkategorikan sejumlah tindak pidana yang
sejenis dengan pengaturan predicate crime dalam FATF. Sejumlah tindak pidana
yang termasuk predicate crime dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam
Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:
(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. Korupsi; b. Penyuapan; c. Narkotika; d. Psikotropika; e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan migran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang pasar modal; i. Di bidang perasuransian; j. Kepabeanan; k. Cukai; l. Perdagangan orang; m. Perdagangan senjata gelap; n. Terorisme; o. Penculikan; p. Pencurian; q. Penggelapan; r. Penipuan; s. Pemalsuan uang; t. Perjudian; u. Prostitusi; v. Di bidang perpajakan; w. Di bidang kehutanan; x. Di bidang lingkungan hidup; y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia.
5. Sejarah Pasar Modal
Aktivitas serupa pasar modal di dunia sudah dimulai pada tahun 1262
Masehi, yaitu ketika pemerintah Venice mengalami kesulitan dalam melunasi
-
38
hutang (bad debt) sehingga mereka mengubah hutang-hutang tersebut ke dalam
bentuk bonds dan dipasarkan secara bebas. Strategi ini mencatat prestasi yang
baik sehingga secara perlahan-lahan diikuti oleh pemerintah yang lainnya.
“Pada 1693 Masehi, Raja William III dari Inggris membentuk sebuah
lembaga yang disebut The English National Debt (Lembaga Hutang Nasional
Inggris).”40 Lembaga ini menerbitkan surat-surat berharga mirip dengan obligasi
yang diperdagangkan di masa sekarang. Sejalan dengan waktu, kemudian serikat-
serikat dagang besar ikut pula menerbitkan surat-surat berharga. Pada waktu itu
juga sudah lahir agen-agen yang bertindak sebagai orang ketiga yang
mempertemukan pembeli dan penjual surat-surat berharga. Seringkali bisnis
mereka dilakukan di sebuah kedai kopi bernama Jonathan.
Pada 1773, mereka memutuskan untuk menyebut kedai kopi itu sebagai “the
stock exchange” atau tempat tukar menukar saham. Pasar saham pada waktu itu
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang bermodal besar, karena para pialang
umumnya membeli dan menjual bagi kepentingan mereka sendiri atau wakil
(proxi) dari orang-orang yang berkedudukan bangsawan, pemilik modal atau
kaum berada. Perkembangan pasar modal ini kemudian menjalar ke seluruh
pelosok dunia hingga ke daratan Asia, termasuk Indonesia.
Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara di
Batavia mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden
per saham. Empat tahun berikutnya (1896), harian Het Centrum dari Djoejacarta
juga mengeluarkan prospektus penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan
40 Budi Untung, 2011, Hukum Bisnis Pasar Modal, Yogyakarta: Penerbit ANDI, hlm. 8.
-
39
harga perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keterangan saham tersebut
diperjualbelikan atau tidak. Diperkirakan yang diperjualbelikan adalah saham
yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi investornya berada di Batavia, Surabaya
dan Semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan sejarah pasar
modal Indonesia.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar
modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya Amsterdamse
Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal
14 Desember 1912, yang menjadi penyelenggara adalah Vereniging voor de
Effectenhandel dan langsung memulai perdagangan.
Dalam perjalanannya, bursa di Indonesia sempat mengalami pasang surut
pada tahun 1914 – 1987 yang menyebabkan Bursa di Indonesia di buka tutup
beberapa kali. Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi pada periode awal
1987, gairah di pasar modal kembali meningkat. Deregulasi yang pada intinya
adalah melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk
masuk ke bursa serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor.
“Kebijakan ini dikenal dengan tiga paket yakni Paket Kebijaksanaan Desember
1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember
1988.”41
Keadaan setelah kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda.
Pasar modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa efek
berkembang sangat pesat. Banyak perusahaan antri untuk dapat masuk bursa. Para
41 www.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Bataviahttp://id.wikipedia.org/wiki/Surabayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Semaranghttp://id.wikipedia.org/wiki/1988http://www.wikipedia.org/
-
40
investor domestik juga ramai-ramai ikut bermain di bursa saham. Perkembangan
ini berlanjut dengan swastanisasi bursa, yakni berdirinya PT. Bursa Efek
Surabaya, serta pada tanggal 13 Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang
menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa. Pemerintah mendukung
perkembangan pasar modal dengan mengeluarkan peraturan berupa Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996.
Undang-undang ini dilengkapi dengan peraturan organiknya yang diatur melalui
peraturan pemerintah.
Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading
System). Suatu sistem perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis
menyesuaikan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS,
transaksi dilakukan secara manual. Kemudian perdagangan saham berubah
menjadi scripless trading, yaitu perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik
kepemilikkan saham). Lalu dengan seiring kemajuan teknologi, bursa kini
menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh. Pada
1995, BES merger dengan Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga
sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ.
“Pada tanggal 19 September 1996, BES mengeluarkan sistem Surabaya
Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang menjadi
sebuah sistem perdagangan yang komprehensif, terintegrasi dan luas remote yang
menyediakan informasi real time dari transaksi yang dilakukan melalui BES.”42
Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, termasuk
42 Ibid.
http://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/19_Septemberhttp://id.wikipedia.org/wiki/1996http://id.wikipedia.org/wiki/Asia
-
41
Indonesia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai
dolar. Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada
akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia yang
dikenal hingga sekarang.
6. Pengertian Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional
yang selama ini kita kenal, dimana ada pedagang, pembeli dan juga tawar
menawar harga. Pasar modal adalah lembaga keuangan yang mempunyai kegiatan
berupa penawaran dan perdagangan efek (surat berharga). Pasar modal juga
merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli efek dan
perusahan publik yang berkaitan dengan efek. Dengan demikian pasar modal
dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli modal/dana. Pasar modal
mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Di pasar
modal terdapat berbagai macam informasi, seperti laporan keuangan, kebijakan
manajemen, rumor di pasar modal, prospektus, saran dari broker, dan informasi
lainnya.
“Pasar modal merupakan bagian dari pasar keuangan. Pasar keuangan ini
meliputi kegiatan: (1) pasar uang (money market); (2) pasar modal (capital
market); dan (3) lembaga pembiayaan lainnya seperti sewa beli (leasing), anjak
piutang (factoring), modal ventura (venture capital), kartu kredit.”43 Secara
teoritis, pasar modal (capital market) didefinisikan sebagai perdagangan
43 M. Irsan Nasarudin, et.al., 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hlm. 13.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dolar
-
42
instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri
(stocks) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public
authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sectors). Dengan demikian,
pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial
market). Dalam financial market, semua bentuk hutang dan modal sendiri
diperdagangkan di dalamnya, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang,
baik yang bersifat negotiable maupun yang nonnegotiable.
Pasal 1 Ayat 13 UUPM mendefinisikan “Pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.” Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para
investor, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan
bangunan, dan sebagainya. Pasar modal merupakan penghubung antara investor
(pihak yang memiliki dana) dengan perusahaan (pihak yang memerlukan dana
jangka panjang) ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen
melalui jangka panjang, seperti surat berharga yang meliputi surat pengakuan
utang, surat berharga komersial (commercial paper), saham, obligasi, tanda bukti
hutang, waran (warrant), dan right issue. Berlangsungnya fungsi pasar modal,
adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan
kriteria pasarnya secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang
nyata secara keseluruhan.
Umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat
dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat
http://id.wikipedia.org/wiki/Alternatifhttp://id.wikipedia.org/wiki/Investor
-
43
pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi
dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih
jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari
perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan.
Dalam pengertian yang lebih operasional seperti tertuang dalam Keppres
Nomor 60 Tahun 1988, pasar modal dipahami sebagai “bursa”, sarana yang
mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang (lebih dari satu tahun)
dalam bentuk efek. Meskipun demikian, pasar modal (stock market) dan bursa
efek (stock exchange) memiliki perbedaan.
Dalam determinasi Rosenberg (1983:474-475), pasar modal atau stock
market didefinisikan sebagai “the place through which the buying and
selling of stock for the purpose of profit for both buyers and sellers of the
security take place”, sementara bursa efek atau stock exchange dipahami
sebagai “the organization that provides a market for the trading of bonds
and stocks.”44
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang
beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa
gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi,
dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang
efek. Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar
modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana
dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.
44 Budi Untung, Loc.cit.
-
44
7. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
Perdagangan Orang Dalam atau Insider trading merupakan istilah yang
dikenal di bidang pasar modal. Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan
transaksi efek yang dilakukan orang dalam (corporate insider) dengan
menggunakan informasi orang dalam yang belum dipublikasikan terhadap
masyarakat atau investor secara umum. Pengertian insider trading pada mulanya
hanya mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang dalam. Menurut Black’s Law
Dictionary, perdagangan orang dalam atau insider trading adalah “Buying and
selling of corporate shares by officers, directors and stockholders who own more
than 10 percent of the stock of a corporation listed on a national exchange. Such
transactions must be reported monthly to Securities and Exchange
Commission.”45 Diterjemahkan secara bebas menjadi pembelian dan penjualan
saham perusahaan oleh pegawai, direktur dan pemegang saham yang memiliki
lebih dari 10% dari saham perusahaan yang tercatat dalam valuta nasional.
Semacam transaksi yang harus dilaporkan setiap bulan kepada Securities and
Exchange Commission.
Dalam edisi yang kesembilan pengertian insider trading diperluas menjadi
“The use of material, nonpublic information in trading the shares of a company
by a corporate insider or other person who owes a fiduciary duty to the
company.”46 Diartikan sebagai penggunaan fakta material, perdagangan saham
yang dilakukan dengan menggunakan informasi perusahaan yang belum terbuka
45 Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary (Fifth Edition), St. Paul Minn:
West Publishing Co., hlm. 715-716. 46 Bryan A. Garner, Loc.cit., hlm. 866.
-
45
untuk publik oleh orang dalam perusahaan atau orang lain yang memiliki
kewajiban dari hubungan kepercayaan (fiduciary duty) terhadap perusahaan.
Dalam Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, insider trading
dijelaskan sebagai berikut:
In most jurisdictions, insider trading can be legal or illegal. Legal insider
trading occurs when corporate insiders buy and sell stock in their own
companies. When corporate insiders trade in their own securities, they
must report their trades to the securities regulator. Illegal insider trading,
a type of white collar crime or corporate crime, refers to situations where
a person deals on the basics of price-sensitive information which is not in
the public domain. And at the time of the dealing, the information is likely
materially to affect the price of the securities being traded. Two main types
of illegal insider trading exist: the use of insider information by an insider
for self-enrichment, and the leaking of information by an insider to a third
person (tipping), causing the third person to engage in illegal trade
practices.47
Menurut Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, insider trading
memiliki ketentuan yang berbeda di setiap wilayah yurisdiksi. Namun sebagian
besar wilayah yurisdiksi membedakan insider trading menjadi dua, yaitu insider
trading legal dan ilegal. Insider trading yang legal terjadi ketika orang dalam
perusahaan membeli dan menjual saham di perusahaan mereka sendiri. Ketika
orang dalam perusahaan memperdagangkan sekuritas mereka sendiri, mereka
harus melaporkan hal tersebut kepada regulator sekuritas. Sedangkan Insider
trading yang ilegal merupakan jenis kejahatan kerah putih atau kejahatan
korporasi, hal ini mengacu pada situasi di mana seseorang yang melakukan
transaksi atas informasi yang mendasari perubahan harga yang tidak berada dalam
domain publik (belum dipublikasi secara umum). Dan pada saat transaksi,
informasi material memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi harga sekuritas
47 Lawrence M. Salinger, 2005, Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime Volume
1, Thousand Oaks, California, United States of America: Sage Publications, Inc., hlm. 427.
-
46
yang diperdagangkan. Dua jenis utama dari eksistensi perdagangan orang dalam
yang ilegal adalah: penggunaan informasi orang dalam oleh orang dalam untuk
memperkaya diri sendiri, dan pembocoran informasi oleh orang dalam kepada
orang ketiga (tippee), menyebabkan orang ketiga terlibat dalam praktek-praktek
perdagangan ilegal.
“F. H. Buckley, Mark Q. Connely, memberikan batasan bahwa Insider
trading adalah menunjuk kepada transaksi sekuritas yang dilakukan minimum
oleh pegawai dan direktur perusahaan.”48 Pengertian ini cukup sederhana, hanya
menjelaskan pelaku yang dimaksud sebagai orang dalam. Henry R. Cheeseman
mengemukakan definisi insider trading yaitu “When insider makes a profit by
personally purchasing shares of the corporation prior to public release of
favorable information or by selling shares of the corporation prior to the public
disclosure of unfavorable information.”49 Pengertian diterjemahkan bebas
menjadi suatu keadaan dimana orang dalam menguntungkan diri sendiri dengan
membeli saham perusahaan atau menjual saham perusahaan kepada publik yang
tidak memiliki hak informasi.
Roger E. Meiners mengungkapkan bahwa insider trading adalah “Buying or
selling of stock by persons who have access to information affecting the value of
the stock that has not yet been revealed to the public.”50 Perdagangan orang
dalam adalah pembelian atau penjualan saham oleh orang yang memiliki akses
informasi yang mempengaruhi nilai saham yang belum terbuka untuk umum.
48 Budi Untung, Loc.cit., hlm. 189. 49 Henry R. Cheeseman, 1995, Business Law: The Legal, Ethic and International
Environment (Second Edition), Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, hlm.704. 50 Budi Untung, Op.cit.
-
47
David L. Ratner dan Thomas Lee Hazen memiliki pendapat yang tidak jauh
berbeda dengan Roger E. Meiners yaitu “Purchases or sales by persons who have
access to information which is not available to those with whom they deal or to
traders generally.”51 Pembelian atau penjualan oleh orang yang memiliki akses
informasi yang belum tersedia bagi mereka yang melakukan persetujuan atau
pedagang secara umum.
Sedangkan F. William Mc. Carty dan John W. Bagby mendefinisikan
insider trading yaitu “The Trading of a firm’s securities by persons whose access
to confidential and nonpublic information gives them an advantage in trading
those securities.”52 Perdagangan efek perusahaan oleh orang yang memiliki akses
informasi rahasia dan tidak berlaku untuk umum yang memberikan keuntungan
dalam perdagangan efek tersebut.
Donald C. Langervoort menjelaskan insider trading adalah ”A term of art
that refers to unlawful trading in securities by person who posses material
nonpublic information about company whose shares are traded or the market for
it shares.”53 Istilah yang mengacu pada perdagangan efek yang tidak sah secara
hukum oleh orang yang memiliki informasi material nonpublik mengenai
perusahaan yang sahamya dijual atau dipasarkan. Donald C. Langervoort
mencatat dua hal dari definisi tersebut yaitu:
(i) Istilah yang tidak sesuai. Larangan terhadap insider trading diterapkan
dalam lingkup orang yang terlalu luas dan berdasarkan pertimbangan
51 David L. Ratner et.al., 1992, Securities Regulation, St. Paul Minn: West Publishing Co.,
hlm. 550. 52 F. William Mc. Carty, 1990, The Legal Environment of Business, Irwin, Homewood,
hlm. 464. 53 Donald C. Langervoort, 1989, Insider Trading Regulation, Nashville, Tennessee, Clark
Boardman Co.Ltd., hlm. 4.
-
48
tradisional orang dalam perusahaan. Kemungkinan besar menjangkau
siapapun yang mempunyai informasi istimewa, (ii) Ketentuan yang
berputar-putar, batasan tersebut secara umum digunakan hanya menunjuk
kepada perdagangan yang tidak sah (unlawful trading).54
Batasan insider trading tersebut merujuk pada Securities Exchange Act 1934 yang
berlaku di Amerika.
Perdagangan orang dalam adalah sebutan bagi perdagangan saham atau
sekuritas (contohnya obligasi) perusahaan oleh orang-orang dalam perusahaan
tersebut. Istilah ini umumnya merujuk kepada kegiatan ilegal di lingkungan pasar
finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara
memanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-
keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan.
UUPM Indonesia tidak memberikan pengertian insider trading secara rinci,
dalam Pasal 95 hanya diatur “Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik
yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau
penjualan atas Efek : a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b.
perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik
yang bersangkutan.” Pasal ini dapat diartikan orang dalam dari emiten yang
mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi penjualan atau
pembelian atas efek emiten atau perusahaan lain yang melakukan transaksi
dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktik insider trading apabila
memenuhi tiga unsur minimal yaitu:
54 Ibid., hlm 4-5.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sahamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Obligasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan
-
49
(i) Adanya orang dalam (insider).
Dalam Penjelasan UUPM, Yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam
Pasal 95 adalah :
a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten,
b. Pemegang saham utama emiten,
c. Orang perorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena
hubungan usahanya dengan emiten atau Perusahaan Publik
memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi, atau
d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di
atas.
Maksud kata “kedudukan” dalam penjelasan huruf c tersebut adalah jabatan pada
lembaga, institusi, atau badan Pemerintah. “Hubungan usaha” yang dimaksud
dalam penjelasan huruf c tersebut adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam
hubungan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, pelanggan, dan
kreditur. Hal yang dimaksud dengan “informasi orang dalam” dalam penjelasan
huruf c adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum
tersedia untuk umum. “Profesi yang dimaksud dalam huruf c tersebut, misalnya
adalah Konsultan hukum atau Pengacara.”55
“Pengertian insider (orang dalam) untuk tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Section 10(b) dan 10b-5 Securities Exchange Act of 1934 adalah”56:
a. Officer, Directors, and Employees at all level of company,
55 Budi Untung, Loc.cit., hlm. 192. 56 Ibid.
-
50
b. Lawyer, Accountants, Consultants, and other agent and
representatives who are hired by company on a temporary and
nonemployee status to provide services or work to the company, and
c. Other who owe a fiduciary duty to the company
Sejenis nepotisme, dimana pelaku perdagangan ini dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu: pihak pertama yang mengemban kepercayaan secara langsung
maupun tidak dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga pihak yang
berada dalam fiduciary position, dan pihak kedua yang menerima informasi orang
dalam dari pihak pertama (disebut juga tippees).
Pihak yang termasuk golongan pertama, antara lain seperti yang diatur
dalam Pasal 95 UUPM: komisaris, direktur, pegawai, pemegang saham utama
emiten atau perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau
profesi atau hubungan usahanya dengan emiten memungkinkan orang tersebut
memperoleh informasi orang dalam. Kemudian pihak kedua cukup jelas yaitu
setiap orang yang menerima informasi orang dalam yang mengacu Pasal 95
UUPM.
(ii) Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum
disclosure.
Pasal 1 Ayat 7 UUPM mendefinisikan Informasi atau fakta material adalah
informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta
yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan
-
51
pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau
fakta tersebut.
Kemudian diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan UUPM, contoh Informasi
atau fakta material adalah antara lain informasi mengenai:
1. Penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburan
usaha (consolidation) atau pembentukan usaha patungan;
2. Pemecahan saham (share split) atau pembagian dividen saham (stock
dividen);
3. Pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya;
4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting;
5. Produk atau penemuan baru yang berarti;
6. Perubahan tahun buku perusahaan; dan
7. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen;
Sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga Efek dan atau keputusan
pemodal, calon, pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau
fakta tersebut.
Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-86/PM/1996 tentang
Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan kepada Publik,
menguraikan contoh-contoh informasi atau fakta material, yaitu:
1. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat
hutang;
2. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang
material jumlahnya;
-
52
3. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material;
4. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;
5. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau direktur dan
komisaris perusahaan;
6. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain;
7. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
8. Penggantian wali amanat;
9. Perubahan tahun fiksal.
Informasi tersebut merupakan contoh dari informasi atau fakta material
yang ada, dalam arti masih terdapat fakta material lainnya, misalnya seperti
keadaan perusahaan yang mengambil loan (pinjaman), atau kehilangan aset dalam
jumlah material seperti kebakaran, kecurian atau kalah dalam permainan valas.
“Informasi material sebagaimana tersebut di atas merupakan terjemahan
atau penjabaran dari informasi material yang terdapat di Amerika Serikat yaitu”57:
1. Increases or decreases in dividends.
2. Declarations of stock splits and stock dividends.
3. Financial forecasts, especially estimates of earnings.
4. Changes in previously disclose financial information.
5. Mergers, acquisitions or takeovers.
6. Proposed issuances of new securities.
7. Significant changes in operations.
57 Ibid., hlm. 194.
-
53
8. Significant increases or declines in backlog orders or the award of
significant contract.
9. Significant new product to be introduced, significant discoveries of oil and
gas, mineral or the like.
10. Extraordinary borrowings.
11. Major litigation.
12. Financial liquidity problem.
13. Significant changes in management.
14. The purchase or sale of substantial assets.
Ketentuan standar mengenai informasi material yang digunakan dalam
kasus-kasus insider trading di Amerika Serikat berasal dari putusan Mahkamah
Agung terhadap kasus TSC Industries melawan Northway, meskipun kasus
tersebut dalam konteks pemberian kuasa atau perwalian. Batasan tersebut adalah:
An omitted fact is material if there is substantial likelihood that a
reasonable shareholder would consider it important in deciding how to
[act]… Put another way, there must be substantial likelihood that the
disclosure of the omitted fact would have been viewed by the reasonable
investor as having significantly altered the ‘total mix’ of information made
available.58
“Teori ekonomi mengajarkan bahwa harga yang tercatat di bursa dan perdagangan
sekuritas secara luas lainnya selalu merefleksikan kesepakatan antara investor
mengenai harga yang wajar berdasarkan informasi yang tersedia.”59 Informasi
material yang ada harus dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan harga
sekuritas. Apabila tidak ada perubahan terhadap harga saham, maka hal tersebut
tidak memenuhi kategori informasi material. Informasi material akan memberikan
58 Donald C. Langervoort, Loc.Cit., hlm. 132. 59 Ibid.
-
54
gambaran kepada investor beli dan jual untuk menentukan kebijakan investasinya.
Fakta menunjukan bahwa harga sekuritas sangat bergantung oleh informasi yang
tersedia. Informasi mengenai perusahaan atau emiten yang positif, misalnya
emiten memperoleh laba yang luar biasa, dapat membuat harga saham emiten
tersebut naik, demikian sebaliknya apabila informasi negatif yang terjadi, maka
harga saham dapat mengalami penurunan.
Informasi atau fakta material yang bersifat eksklusif akan menempatkan
pemilik informasi tersebut berada pada posisi yang diuntungkan (informational
advantages). Pemanfaatan informasi tersebut untuk melakukan transaksi efek,
maka akan menimbulkan ketidakadilan di pasar modal dan merugikan pihak
investor lainnya yang tidak memiliki informasi tersebut.
(iii) Melakukan transaksi karena informasi material.
Kemungkinan terjadinya perdagangan dengan menggunakan informasi
orang dalam dapat dideteksi dari ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan
transaksi atas efek perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi orang dalam.
Selain itu dapat pula dideteksi dari adanya peningkatan harga dan volume
perdagangan efek sebelum diumumkanya informasi material kepada publik terkait
dengan terjadinya peningkatan atau penurunan perdagangan yang tidak wajar.
8. Teori Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
Berdasarkan informasi material tersebut, terdapat tiga teori yang dikenal
dalam praktik perdagangan efek di pasar modal yaitu:
-
55
8.1. Disclose or Abstain Theory
Orang yang memiliki hubungan pekerjaan (orang dalam) dengan emiten
dilarang melakukan perdagangan terhadap sekuritas dari emiten tersebut karena
adanya informasi yang belum terbuka kepada masyarakat investor. Mahkamah
Agung Amerika dengan jelas menyatakan bahwa seseorang yang berposisi
sebagai fiduciary diharuskan untuk membuka informasi yang dimilikinya kepada
orang lain (investor).
Berdasarkan informasi yang dimilikinya maka orang dalam terhadap
masalah tersebut dapat menentukan pilihannya yaitu membuka informasi tersebut
(disclose) kepada pedagang/investor lain atau tidak membuka informasi material
tetapi juga tidak boleh melakukan transaksi perdagangan (abstain) atau tidak
merekomendasikan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi di bursa
terhadap sekuritas perusahaan. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah disclose or
abstain theory.
Kewajiban untuk melakukan disclose or abstain tersebut mempunyai dua
unsur minimal yaitu:
a. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan,
dan bukan untuk kepentingan pribadi siapapun,
b. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika ada pihak
yang mengambil keuntungan atas suatu informasi di mana dia
mengetahui bahwa pihak lain tidak mengetahui informasi tersebut.
Berdasarkan tradisi common law yang berkaitan dengan pasar modal,
insider berkewajiban membuka kepada publik informasi material yang
-
56
dimilikinya yang dapat mempengaruhi harga saham. Dalam kasus Cady Robert &
Co, Securities Exchange Commission (S.E.C) berpendapat bahwa Rule 10b-5
adalah bagian dari tradisi common law di mana insider wajib membuka informasi
kepada orang dengan siapa dia akan melakukan transaksi dan apabila tidak mau
melakukan maka seharusnya tidak melakukan transaksi.
8.2. Fiduciary Duty Theory
Fiduciary duty theory didasarkan kepada doktrin hukum common law yang
menegaskan bahwa setiap orang yang mempunyai fiduciary duty atau hubungan
lain yang berdasarkan kepercayaan (trust or confidence) dengan perusahaan.
Berdasarkan teori tersebut, setiap orang yang dibayar oleh perusahaan untuk
melaksanakan tugas yang diberikan, maka dia mempunyai duty kepada
perusahaan untuk menjalankan tugas tersebut sebaik-baiknya (due diligence)
dengan ukuran etis dan ekonomis yang tinggi. Dalam menjalankan tugasnya, yang
bersangkutan tidak boleh mengambil manfaat bahkan harus mengorbankan
kepentingan pribadi untuk kepentingan perusahaan.
Orang dalam yang mempunyai informasi material tetapi dia tidak membuka
kepada publik dengan alasan apabila informasi tersebut dibuka maka dapat
merugikan perusahaan dan berarti harus bertanggung jawab kepada perusahaan
karena melanggar breach of fiduciary duty, maka ia harus menahan atau tidak
melakukan transaksi. Berkaitan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung Amerika
dalam kasus Chiarella v United States mengatakan bahwa: “One who fails to
-
57
disclose material information prior to consummation of transaction commits
fraud only when he is under duty to do so.”60
Seseorang yang melakukan transaksi sekuritas dengan mempergunakan
informasi orang dalam sedangkan dia sendiri tidak mempunyai fiduciary duty
kepada perusahaan, maka tidak dianggap melakukan insider trading.
Pertimbangan tersebut dipergunakan oleh Mahkamah Agung Amerika dalam hal
pertanggungjawaban hukum dari penerima informasi tippee. Dalam kasus Dirk v
SEC, Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan “The Tippee’s duty to
disclose or abstain is derivative from… the insider duty.”61 Apabila seseorang
memperoleh informasi dari orang dalam dan yang bersangkutan tidak melanggar
fiduciary dutynya kepada perusahaan, maka tidak ada larangan bagi penerima
tersebut untuk melakukan trading.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(Undang-Undang Perseroan Terbatas), secara tidak langsung menganut prinsip
fiduciary duty. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 82
Undang-Undang Perseroan Terbatas. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat
dikatakan bahwa direksi mempunyai wewenang ganda yaitu melaksanakan
pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan.
Disclose or abstain theory dapat diterima dengan baik di Amerika Serikat
dalam kasus insider trading tradisional setelah kasus Chiarella v United States.
Tetapi teori tersebut gagal menangkap kasus-kasus insider trading yang dilakukan
60 Ibid., hlm. 47. 61 Ibid., hlm. 102.
-
58
oleh orang yang melakukan transaksi berdasarkan informasi orang dalam tanpa
melanggar fiduciary duty.
Disclose or abstain theory dan fiduciary duty theory dalam pelaksanaannya
masih dianggap belum lengkap, hal ini disebabkan adanya transaksi efek
berdasarkan informasi yang belum terbuka kepada masyarakat tetapi pelakunya
tidak dapat dikenakan ketentuan mengenai insider trading. Berdasarkan kenyataan
tersebut, SEC Amerika Serikat memperluas konsep insider trading dengan
mengembangkan konsep baru yang disebut missappropiation theory.
8.3. Misappropriation Theory
Misappropriation theory adalah teori mengenai transaksi yang dilakukan
oleh orang luar perusahaan secara tidak sengaja berdasarkan informasi yang
belum tersedia bagi masyarakat, maka dianggap sama dengan telah melakukan
insider trading. Teori ini sangat komprehensif, artinya teori tersebut mampu
menjangkau praktik transaksi efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan
informasi secara tidak langsung atau dengan kata lain teori tersebut dapat
diterapkan terhadap orang yang mendapat “tip” dari orang dalam. Seorang penulis
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa “misappropriation material, nonpublic
information from any source, and uses that information to his (her) advantage
insecurities transaction. Is guilty of insider trading.”62
Seseorang yang memberikan informasi material non public kepada pihak
lain disebut dengan tipper sedangkan penerima informasi nonpublic disebut
62 Olson et.al., 1991, Recent Insider Trading Developments: The Search for Clarify, 85
Northwestern University Law Review 715, hlm. 9.
-
59
dengan tippee. Tippee dianggap mengetahui bahwa informasi yang didapatkan
dari tipper adalah informasi yang belum terbuka kepada masyarakat.
Teori tersebut tidak mengharuskan adanya pelanggaran terhadap fiduciary
duty kepada perusahaan. Pertimbangan yang dipergunakan dalam teori tersebut
adalah adanya penyalahgunaan informasi yang belum tersedia bagi masyarakat
yang diperoleh dari orang lain untuk melakukan transaksi efek. Ada beberapa hal
yang patut diperhatikan mengenai informasi perusahaan adalah bahwa tidak
semua informasi meskipun material dan dapat memengaruhi harga saham harus
didisclose kepada masyarakat, antara lain yaitu:
(i) Informasi yang belum matang untuk di-disclose. Misalnya sebuah
perusahaan pertambangan menemukan sumur minyak baru yang
belum begitu pasti,
(ii) Informasi, yang apabila di-disclose akan dimanfaatkan oleh pesaing-
pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut,
(iii) Informasi yang memang sifatnya rahasia perusahaan. Misalnya jika
ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam kontrak tersebut ada
klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada dalam kontrak
tersebut adalah bersifat rahasia di antara para pihak tersebut.
Butir ketiga mengenai klausula apa-apa yang ada dalam kontrak tersebut adalah
bersifat rahasia, sebagaimana tersebut di atas, dapat dijadikan sebagai alasan
pembenar bagi pelaku insider trading.