1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uangrepository.untag-sby.ac.id/1547/4/Bab II.pdfpengalihan uang...

41
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang Pencucian uang (Money Laundering) merupakan salah satu kejahatan kerah putih (white collar crime). Dikatakan kejahatan kerah putih karena kejahatan tersebut terkonsep dengan sistematis dan rapi, sehingga kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang berintelektual tinggi. Tidak diragukan lagi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi cukup mendukung praktik pencucian uang, sehingga banyak pandangan pencucian uang adalah kejahatan yang lahir di era globalisasi. Namun konsep menyamarkan hasil kejahatan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1920-an. Pada tahun 1920-an, para pelaku kejahatan terorganisasi di Amerika Serikat, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya melalui usaha binatu (laundry). Mereka banyak mendirikan usaha binatu (laundry) sebagai tempat persembunyian uang haram.15 Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat, memperkerjakan Meyer Lansky, seorang akuntan yang berkewarganegaraan Polandia, untuk melakukan pencucian uang dari kejahatannya dengan bisnis binatu ini yang dikenal Laundromats (tempat cuci otomatis). Bisnis ini dipilih karena sistemnya dengan penggunaan uang tunai sehingga mempercepat proses pencucian uang yang diperoleh dari hasil pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman beralkohol terlihat 15 J.E. Sahetapy, 2003, Business Uang Haram, Jakarta: KHN (Komisi Hukum Nasional), hlm. 11.

Transcript of 1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uangrepository.untag-sby.ac.id/1547/4/Bab II.pdfpengalihan uang...

  • 19

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang

    Pencucian uang (Money Laundering) merupakan salah satu kejahatan kerah

    putih (white collar crime). Dikatakan kejahatan kerah putih karena kejahatan

    tersebut terkonsep dengan sistematis dan rapi, sehingga kebanyakan dilakukan

    oleh orang-orang yang berintelektual tinggi. Tidak diragukan lagi, perkembangan

    ilmu pengetahuan dan teknologi cukup mendukung praktik pencucian uang,

    sehingga banyak pandangan pencucian uang adalah kejahatan yang lahir di era

    globalisasi. Namun konsep menyamarkan hasil kejahatan ini sebenarnya sudah

    dilakukan sejak tahun 1920-an.

    “Pada tahun 1920-an, para pelaku kejahatan terorganisasi di Amerika

    Serikat, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya melalui usaha binatu

    (laundry). Mereka banyak mendirikan usaha binatu (laundry) sebagai tempat

    persembunyian uang haram.”15 Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika

    Serikat, memperkerjakan Meyer Lansky, seorang akuntan yang

    berkewarganegaraan Polandia, untuk melakukan pencucian uang dari

    kejahatannya dengan bisnis binatu ini yang dikenal Laundromats (tempat cuci

    otomatis). Bisnis ini dipilih karena sistemnya dengan penggunaan uang tunai

    sehingga mempercepat proses pencucian uang yang diperoleh dari hasil

    pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman beralkohol terlihat

    15 J.E. Sahetapy, 2003, Business Uang Haram, Jakarta: KHN (Komisi Hukum Nasional),

    hlm. 11.

  • 20

    sebagai uang yang halal. Meskipun demikian, Al Capone dituntut dan dihukum

    dengan pidana penjara berdasarkan penghindaran pajak (tax evasion), sedangkan

    tindak pidana pencucian uangnya tidak dipidana. Namun saat itu sudah mulai

    dikenal istilah money laundering (pencucian uang).

    Selain bekerja untuk Al Capone, Meyer Lansky juga mengembangkan

    bisnisnya dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan

    mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging.

    Berbekal dari penuntutan Al Capone terhadap penghindaran pajak, Meyer Lansky

    mengantisipasi hal tersebut dengan mencuci uangnya ke beberapa bank-bank di

    Swiss, dimana pada tahun 1930-an, bank-bank di Swiss memberlakukan prinsip

    rahasia bank. “Pada saat itu, Swiss tidak mengkategorikan penggelapan dan

    pengelakan pajak (tax evasion) sebagai suatu kejahatan, sehingga siapapun yang

    menyimpan uang di bank-bank Swiss tidak akan banyak ditanya soal itu.”16

    Transaksi money laundering juga didukung fasilitas finansial dunia perbankan,

    seperti layanan nomor rekening istimewa atau nostro account yang diberikan

    bank-bank Swiss pada tahun tersebut. Layanan ini mengidentifikasi nasabah

    dengan nomor sandi yang digunakan untuk transaksi sehingga bank tidak

    mengetahui nasabah dan pihak yang menjadi lawan transaksi. Beberapa bank di

    kawasan lepas pantai juga menyediakan fasilitas transfer uang antar negara,

    manajemen pengelolaan dana dan perlindungan aset yang mempermudah kegiatan

    pencucian uang. Bank-bank semacam itu sering disebut offshore banking karena

    pemberian fasilitas perbankan di luar yurisdiksi Negara setempat, sehingga

    16 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Loc.cit., hlm. 7.

  • 21

    menyulitkan pelacakan uang kotor. Pencucian uang mendapat pijakan kokoh,

    Lansky termasuk petinggi-petinggi militer Nazi Jerman yang banyak melakukan

    tindak pidana memanfaatkan fasilitas tersebut. Uang hasil bisnis perjudian Lansky

    tersebut didepositokan. Kemudian deposito ini diagunkan untuk mendapatkan

    pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. Lansky bahkan

    membeli sebuah bank di Swiss untuk mencuci uang bisnis ilegalnya. Namun

    berbeda dengan Al Capone, Meyer Lansky terbebas dari tuntutan melakukan

    penghindaran pajak (tax evasion), tetapi dituntut atas tindak pidana pencucian

    uang yang dilakukannya.

    Adanya financial offshore industry memfasilitasi praktik pencucian uang.

    Kerahasiaan dan pajak yang rendah dalam sistem keuangan offshore industry

    kemudian dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kejahatan di dunia seperti

    Medellin Cartel (Columbia), Mafia (di Italia dan Amerika Serikat), atau orang-

    orang yang terlibat dalam penipuan (fraud), penyelundup senjata, dan lain

    sebagainya. Pada tahun 1980-an, money laundering semakin berkembang dengan

    maraknya penjualan obat bius dan narkotika. Jutaan uang hasil tindak pidana

    masuk dalam bisnis legal dan usaha-usaha ekonomi lain. Pada era ini, muncul

    istilah-istilah seperti narco dollar atau drug money, yang digunakan untuk

    memperhalus makna dari money laundering agar dapat dimasukkan ke dalam

    sistem keuangan. Praktik money laundering tidak lagi sesederhana yang dilakukan

    Al Capone atau Meyer Lansky. Sebagai contoh, pengakuan dari seorang mafia

    obat bius, Franklin Jurador menceritakan pemindahtanganan uang hasil kejahatan

    ke bisnis legal dilakukannya dalam berbagai transaksi antara lain jual beli fiktif

  • 22

    aset atau penitipan fiktif untuk keperluan investasi, yang melibatkan banyak

    pihak, tidak hanya secara domestik namun juga antarnegara dan dengan transaksi

    yang lebih rumit.

    Perkembangan kejahatan kerah putih (white collar crime) ini menimbulkan

    kekhawatiran sebab dapat mengganggu stabilitas perekonomian karena perputaran

    dana dalam jumlah besar yang terjadi secara cepat dari satu tempat ke tempat lain

    bahkan dari satu atau lebih negara ke satu atau lebih negara lain. Untuk itu maka

    masalah money laundering mulai menjadi perhatian dan pengaturan tentang

    pencucian uang mulai dikriminalisasikan, awalnya hanya berlingkup nasional

    dengan kejahatan asal yang beragam. Pengaturan tentang pencucian uang di

    Amerika Serikat sudah lama berlaku, namun penuntutan hukum terhadap kasus

    pencucian uang di pengadilan, baru terjadi pada tahun 1982 dalam kasus United

    States vs. US$ 4,255,625.39.17 Kasus tersebut adalah kasus yang menarik, dimana

    pemerintah Amerika Serikat hanya dapat menyita uangnya, tetapi tidak berhasil

    menghadirkan pelaku pencucian uangnya. Berawal dari kasus pencucian uang

    yang pertama kali diajukan ke pengadilan ini, Amerika Serikat mulai gencar

    melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana ini. Sejak saat itu, pencucian

    uang menjadi terminologi hukum.

    2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

    Pencucian uang atau money laundering memiliki definisi yang berbeda-beda

    di masing-masing negara. Hal ini bergantung pada terminologi kejahatan yang

    17 www.casetext.com. Diakses pada tanggal 18 Januari 2014.

    http://www.casetext.com/

  • 23

    diatur oleh setiap wilayah yurisdiksi yang bersangkutan. “Pihak penuntut dan

    lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-

    negara yang telah maju dan negara-negara dari dunia ketiga, masing-masing

    mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda.”18

    Meskipun berbeda, namun secara keseluruhan, definisi mengenai pencucian

    uang memiliki unsur yang identik antara satu dengan yang lainnya. Dalam

    Penjelasan Undang-Undang TPPU, diuraikan pada umumnya pelaku tindak

    pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan

    yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta

    kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum

    sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk

    kegiatan yang sah maupun tidak sah. Kemudian Pasal 1 Ayat 1 menerangkan

    pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak

    pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Unsur-unsur tindak

    pidana tersebut dijabarkan lebih detail di dalam pasal per pasalnya.

    Black’s Law Dictionary merumuskan pengertian pencucian uang (money

    laundering) adalah “term used to describe investment or other transfer of money

    flowing from racketeering, drug transactions, and other illegal sources into

    legitimate channels so that its original source cannot be traced.”19 Pencucian

    uang adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan investasi atau

    pengalihan uang yang mengalir dari pemerasan, transaksi narkoba, dan sumber-

    18 Sutan Remy Sjahdeini, 2003, Pencucian Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor Penyebab,

    dan Dampaknya Bagi Masyarakat, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No.3, hlm 5. 19 Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn:

    West Publishing Co., hlm. 884.

  • 24

    sumber ilegal lainnya ke jalur yang sah sehingga sumber aslinya tidak dapat

    dilacak. Mengingat dana asal pencucian uang tidak hanya berasal dari pemerasan,

    transaksi narkoba, maka dalam edisi kesembilan pengertian pencucian uang

    diperluas menjadi “The act of transferring illegally obtained money through

    legitimate people or accounts so that its original source cannot be traced.”20

    Pencucian uang diartikan menjadi tindakan pengalihan uang yang diperoleh secara

    ilegal melalui orang yang sah atau rekening yang sah sehingga sumber aslinya

    tidak dapat dilacak.

    Dalam Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, dijelaskan

    bahwa:

    Money laundering is the process by which someone conceals the existence,

    illegal source, or illegal application of income, and disguises that income

    to make it appear legitimate. Money laundering is the process of

    converting quantities of cash to a form that can be used more conveniently

    in commerce and ideally conceals the origin of converted funds.21

    Diterjemahkan bahwa pencucian uang adalah proses dimana seseorang

    menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau aplikasi pendapatan ilegal, dan

    menyamarkan pendapatan supaya terlihat sah. Pencucian uang adalah proses

    mengubah besaran uang tunai ke dalam suatu bentuk yang dapat digunakan lebih

    nyaman dalam perdagangan dan secara ideal menyembunyikan asal-usul dana

    yang dikonversi.

    Pengertian money laundering juga dimuat dalam The United Nation

    Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and Psychotropic

    20 Bryan A. Garner, 2009, Black’s Law Dictionary (Ninth Edition E-books), St. Paul Minn:

    West Publishing Co., hlm. 1097.

    21 Lawrence M. Salinger, 2005, Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime Volume

    2, Thousand Oaks, California, United States of America: Sage Publications, Inc., hlm. 542.

  • 25

    Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi di Indonesia dengan Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1997, yang berbunyi:

    The convertion or transfer of property, knowing that such property is

    derived from any serious (indictable) offence or offences, for the purpose

    of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any

    person who is involved in the commission of such an offence or offences to

    evade the legal consequences of his action; or the concealment or disguise

    of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with

    respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived

    from a serious (indictable) offence or offences or from an act of

    participation in such an offence or offences.

    Secara singkat diterjemahkan bebas menjadi suatu perbuatan mengubah atau

    mengalihkan harta, yang diketahui bahwa kekayaan tersebut diperoleh dari

    pelanggaran atau beberapa pelanggaran yang serius (dapat dituntut), dengan

    tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau

    membantu setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan kejahatan tersebut untuk

    menghindari konsekuensi hukum dari tindakannya, atau penyamaran sumber,

    lokasi, pengubahan, pemindahan, hak yang berkaitan dengan kepemilikan

    kekayaan, dengan mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari pelanggaran

    atau beberapa pelanggaran yang serius (dapat dituntut).

    Sedangkan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF),

    merumuskan money laundering sebagai “the processing of criminal proceeds

    (profits or other benefits) in order to disguise their illegal origin.”22 Diartikan

    sebagai proses menyamarkan kekayaan yang diperoleh dari tindak kriminal dalam

    rangka menyembunyikan asal yang ilegal dari kekayaan tersebut.

    22 www.fatf-gafi.org. Diakses pada tanggal 18 Januari 2014.

    http://www.fatf-gafi.org/

  • 26

    Beberapa pendapat ahli mengemukakan definisi yang tidak jauh berbeda.

    Sutan Remy Sjahdeini menguraikan definisi mengenai pencucian uang sebagai

    berikut:

    Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh

    seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal

    dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau

    menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang

    berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara

    terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial

    system), sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem

    keuangan itu sebagai uang halal.23

    Hurd mengungkapkan hal yang paling spesifik dalam money laundering,

    yang diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:

    Suatu proses yang dilakukan untuk mengubah hasil kejahatan seperti hasil

    korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan dan kejahatan

    serius lainnya, sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti

    hasil dari kegiatan yang sah karena asal usulnya telah disamarkan atau

    disembunyikan.24

    Menurut pendapat yang dikemukakan Sarah N. Welling,“Money laundering

    is the process by which one conceal the existence, illegal source, or illegal

    application of income, and then disquise that income to make it appear

    legitimate.”25 Berdasarkan pengertian yang diungkapkan oleh Welling, bahwa

    pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan, sumber yang tidak sah,

    atau aplikasi tidak sah dari pendapatan, yang disamarkan sehingga pendapatan itu

    menjadi nampak sah.

    23 Sutan Remy Sjahdeini, Loc.cit., hlm. 6. 24 Hurd, 1996, Insider Trading and Foreign Bank Secrecy, Am.Bus. J. Vol 24, hlm. 29. 25 Sarah N. Welling, Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal

    Law, yang dimuat dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, 1992, The Money Trail

    (Confiscation of Proceeds Crime, Money Laundering and Cash Transaction Reporting). Sydney:

    The Law Book Company Limited, hlm. 201.

  • 27

    Kemudian David Fraser berpendapat “Money laundering is quite simply the

    process through which dirty money (proceeds of crime), is washed through clean

    or legitimate sources and enterprises so that the bad guys may more safely enjoy

    their ill gotten gains.”26 Menurut Fraser, pencucian uang adalah sebuah proses

    yang sungguh sederhana dimana uang kotor dicuci melalui sumber yang bersih

    atau sumber yang sah sehingga pelaku kejahatan dapat menikmati keuntungan

    yang tidak halal tersebut dengan aman.

    Pamela H. Bucy juga memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda

    mengenai pencucian uang, dalam bukunya yang berjudul “White Collar Crime:

    Cases and Materials” didefinisikan sebagai berikut “Money laundering is the

    concealment of the existence, nature or illegal source of illicit funds in such a

    manner that the funds will appear legitimate if discovered.”27 Pencucian uang

    diartikan sebagai penyamaran dari keberadaan, sifat atau sumber dana ilegal

    sedemikian rupa agar dana tersebut terlihat sah apabila ditemukan.

    Jacky Uly dan Bernard L. Tanya menyimpulkan empat motif utama dari

    para pelaku melakukan pencucian uang, yaitu:

    (i) Menjauhkan para pelaku dari ‘kejahatan asal’ (predicate crime) seperti

    korupsi, narkotika dan lain-lain, (ii). Memisahkan proceeds of crime dari

    kejahatan yang dilakukan, (iii). Menikmati hasil kejahatan tanpa adanya

    kecurigaan tentang asal-usul kekayaan atau pendapatan tersebut, serta (iv).

    Melakukan reinvestasi hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya ke

    dalam bisnis yang sah.28

    26 David Fraser, 1992,Lawyer, Guns and Money Economics and Ideology and The Money

    Trail, Sydney: The Law Book Company Limited, hlm. 66. 27 Pamela H. Bucy, 1992, White Collar Crime: Cases and Materials, St. Paul Minn: West

    Publishing Co., hlm. 228. 28 Jacky Uly dan Bernard L. Tanya, Loc.cit.,hlm. 8.

  • 28

    Dengan kata lain, pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

    pencucian uang adalah proses menyamarkan uang yang dihasilkan dari tindak

    pidana yang diatur dalam wilayah yurisdiksi tertentu sebagai tindak pidana

    dengan berbagai cara menjadi uang yang legal, dalam rangka untuk menikmati

    hasil tindak pidana tersebut tanpa diancam dengan sanksi atas tindak pidananya.

    Dalam menyamarkan dana-dana ilegal ini, sistem keuangan menjadi media yang

    memiliki porsi besar dalam praktik pencucian uang.

    Dari definisi tindak pidana pencucian uang sebagaimana dijelaskan diatas,

    maka tindak pidana pencucian uang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

    1. Pelaku

    2. Perbuatan (transaksi keuangan atau finansial) dengan maksud untuk

    menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari

    bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan

    yang sah (legal).

    3. Merupakan hasil tindak pidana

    Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif (actus

    reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif (actus reus) dapat dilihat

    dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau

    membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke

    luar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui

    atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur subjektif (mens rea)

    dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut

    menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud

  • 29

    untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Tindak pidana

    pencucian uang juga merupakan gabungan tindak pidana.

    Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu

    sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut

    dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “gabungan beberapa

    perbuatan” (meerdaadsche samenloop), diatur dalam pasal 65 dan 66

    KUHP.29

    Beberapa perbuatan yang digabungkan menjadi satu disebut juga concursus

    realis. Meskipun tindak pidana pencucian uang pasti selalu didasari tindak pidana

    asalnya, tetapi tindak pidana pencucian uang merupakan delik yang berdiri

    sendiri, dan tindak pidana asalnya juga delik yang berdiri sendiri. Penerapan

    sistem ini diharapkan memudahkan penegak hukum untuk mencegah dan

    memberantas tindak pidana pencucian uang. Benar atau tidaknya harta kekayaan

    tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan adanya

    tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut. Bukan untuk

    membuktikan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana asal (predicate

    crime) yang menghasilkan harta kekayaan.

    3. Tahap-tahap Pencucian Uang

    Pada dasarnya pencucian uang dilakukan dengan transaksi yang berkali-kali

    untuk menjauhkan hasil tindak pidana dari tindak pidananya. Hal ini cukup rumit

    dan berbeda-beda penerapannya. Secara umum, tindak pidana pencucian uang

    melalui proses yang bertahap. Terbagi menjadi 3 tahap, yaitu penempatan

    (placement), pelapisan (layering), dan penyatuan (integration).

    29 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT.

    Refika Aditama, hlm. 142.

  • 30

    • Tahap Penempatan (Placement)

    Tahap ini merupakan tahap awal pencucian uang yang paling mudah

    dideteksi. Placement adalah upaya menempatkan hasil tindak pidana ke

    dalam sistem keuangan (financial system) baik uang kartal (uang tunai)

    maupun uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain).

    Hal ini dimaksudkan agar uang atau dana tersebut dapat secara mudah

    dimanipulasi. “Placement merupakan tahap yang paling sederhana, suatu

    langkah untuk mengubah uang yang dihasilkan dari kegiatan kejahatan ke

    dalam bentuk yang kurang menimbulkan kecurigaan dan pada akhirnya

    masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.”30

    Dalam upayanya menempatkan hasil tindak pidana, terdapat beberapa

    cara mulai dari membeli menabung dengan teknik smurfing atau structuring

    (pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil di bawah

    ketentuan mekanisme pelaporan) di bank, membeli sejumlah instrumen

    keuangan (cheques, money orders) yang kemudian dijaminkan untuk

    mendapat pinjaman dari bank yang berbeda, membuka rekening efek pada

    perusahaan efek, pembelian unit penyertaan pada instrumen reksadana.

    Placement dapat juga diterapkan secara fisik yang bersifat cash and

    carry, misalnya melalui penyelundupan uang tunai (currency smuggling),

    menukarkan mata uang (currency exchanges), membeli aset (asset

    purchase), berbisnis dengan uang tunai atau menggabungkan uang yang

    ilegal dengan uang yang legal. “Pada tahap placement, pelaku berupaya

    30 Yenti Ganarsih, 2003, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), cet. 1,

    Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 55.

  • 31

    menempatkan dana hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan, apapun

    bentuknya.”31

    • Tahap Pelapisan (Layering)

    Tahap pelapisan adalah upaya mengalihkan dana ilegal yang berhasil

    ditempatkan dalam sistem keuangan ke dalam sistem keuangan yang lain,

    agar dana ilegal semakin jauh dari tindak pidananya. Tahap ini biasanya

    dilakukan berkali-kali, menggunakan semua bentuk investasi baik dalam

    negeri maupun luar negeri atau lintas negara (cross border). Dengan

    dilakukan layering, penegak hukum mengalami kesulitan untuk mengetahui

    asal usul harta kekayaan tersebut atau mempersulit pelacakan (audit trail).

    Layering dapat dilakukan dengan membuka rekening-rekening

    perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan prinsip rahasia bank.

    Cara paling sederhana dalam kegiatan ini adalah misalnya

    memberikan perintah kepada Perantara Pedagang Efek (PPE) untuk

    membeli sejumlah efek serta menjualnya kembali (capital gain

    bukan menjadi pilihan bagi pelaku) atau melakukan transaksi efek

    dengan bermacam kombinasi serta pilihan instrumen atau bahkan

    membeli saham pada emisi perdana (Initial Public Offering/IPO).32

    Cara pelapisan yang lainnya meliputi impor atau ekspor produk fiktif,

    penggunaan undian, membeli atau menjual aset maupun real estate,

    membeli saham di Bursa Efek, transfer uang ke negara lain dalam bentuk

    mata uang asing, meminjam uang di bank lain dengan menggunakan deposit

    yang ada di bank, membeli valuta asing, melakukan transaksi derivatif, dan

    lain-lain. “Metode lain yang umum dipakai dalam tahap layering adalah

    cash converted into monetary instruments (mengubah uang tunai ke dalam

    31 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Loc.cit., hlm. 59. 32 Ibid., hlm. 62.

  • 32

    instrumen moneter).”33 Dengan membeli instrumen moneter, uang hasil

    tindak pidana sudah menjadi uang yang terlihat sah.

    • Tahap Penyatuan (Integration)

    Tahap penyatuan adalah tahap dimana aset pelaku tindak pidana sudah

    melalui penempatan dan pelapisan dalam sistem keuangan, kemudian

    bersatu atau berintegrasi dengan aktivitas ekonomi yang legal, sehingga

    menjadi harta kekayaan yang halal (clean money) untuk kegiatan bisnis

    yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. “Integration

    ini merupakan tipu muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap

    uang hasil kejahatan.”34

    Tahap ini dapat dilakukan dengan mengembalikan investasi di dalam

    perusahaan yang sah, dalam bentuk pinjaman dengan waktu pembayaran

    kembali yang sangat mudah, investasi di bidang properti, Perantara

    Pedagang Efek (PPE) mentransfer hasil perdagangan efek, memperalat bank

    (bank complicity), menggunakan tagihan ekspor impor palsu (false export

    import invoices), atau transaksi lainnya, dimana aktivitas bisnis tidak akan

    dikenal ketika para pelaku tindak pidana telah mendirikan bisnis dengan

    identitas yang sah secara hukum. “Pada tahap ini, uang yang telah dicuci

    dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan

    aturan hukum.”35

    Setiap tahap yang dijelaskan diatas tidak selalu berdiri sendiri-sendiri,

    terkadang ketiga tahap dapat tergabung dalam satu proses, atau saling overlap satu

    33 Ibid., hlm. 62-63. 34 Yenti Ganarsih, Loc.cit., hlm. 56. 35 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Op.cit., hlm. 63-64.

  • 33

    dengan yang lainnya. Pada dasarnya teknik pencucian uang merupakan hal yang

    tidak dapat diprediksi tahap-tahapnya. Teknik apapun yang digunakan, tujuannya

    adalah untuk menyamarkan asal usul uang tersebut, tetapi tetap menjaga dan

    mengendalikan hasil pencucian, kemudian dapat menikmati uang tersebut dalam

    keadaan yang sah.

    4. Pengertian Tindak Pidana Asal (Predicate Crime)

    Berdasarkan karakteristik tindak pidana pencucian uang yang diawali

    dengan tindak pidana lain, maka tindak pidana pencucian uang dikategorikan

    sebagai tindak pidana ikutan (derivative crime or underlying crime) dari tindak

    pidana lainnya (predicate crime) sebagai asal dana. Menurut Prof. Barda Nawawi

    Arief, “predicate crime atau predicate offence adalah delik-delik yang

    menghasilkan criminal proceeds atau hasil kejahatan yang kemudian dicuci.”36

    Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundering) sebagai suatu kejahatan

    mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan

    tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang

    sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan,

    sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate

    offense atau core crime atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful

    actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian melalui

    proses pencucian uang.

    36 Barda Nawawi Arief, 2003, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Lainnya

    yang Terkait, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 3,Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis,

    hlm. 19.

  • 34

    Tindak pidana asal (predicate crime) akan menjadi dasar pemidanaan dari

    transaksi uang hasil dari sebuah kegiatan. Apabila suatu perbuatan dikategorikan

    sebagai tindak pidana, maka transaksi uang hasil kegiatan tersebut akan

    dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang. Sebagai contoh, di negara

    Las Vegas, perjudian tidak termasuk dalam tindak pidana, sehingga uang hasil

    perjudian yang dimasukkan ke dalam sistem keuangan tidak dapat dikategorikan

    sebagai tindak pidana pencucian uang.

    Suatu tindak pidana yang dikaitkan dengan pengaturan anti-pencucian uang

    dipertimbangkan dari beberapa hal. Jenis kejahatan asal yang sangat berbahaya

    bagi kemanusiaan masuk dalam golongan tindak pidana asal (predicate crime),

    contohnya tindak pidana terorisme. Kemudian ditilik dari akibat yang ditimbulkan

    kejahatan asal sangat merugikan, seperti penipuan dan korupsi. Selain itu,

    kejahatan asal yang berdampak sangat merusak, misalnya peredaran dan

    penyelundupan narkoba. “Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Reuter dan

    Truman, lima macam tindak pidana asal (predicate offences) dari pencucian uang,

    yaitu drug distribution, other blue-collar crime, white-collar crime, bribery and

    corruption, and terrorism.”37 Pengelompokan kejahatan asal tersebut dipilih

    berdasarkan persamaan dampak dari kejahatan-kejahatan tersebut yang dianggap

    sangat merusak terhadap masyarakat.

    Dampak kejahatan asal tindak pidana pencucian uang bersifat multi aspek.

    Tindak pidana terorisme misalnya, menyebabkan kerusakan secara fisik dan

    lingkungan di sekitar tempat kejadian perkara, korban meninggal, cacat, atau

    37 Michael Levi and Peter Reuter, 2006, Money Laundering, Chicago: The University of

    Chicago Press, hlm. 25.

  • 35

    trauma kejiwaan serta hilangnya hubungan sosial masyarakat sekitar seperti

    ketidakpercayaan terhadap orang asing, sikap tolong menolong, dan lain-lain.

    Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme perlu

    didukung dengan gerakan anti-pencucian uang untuk mencegah dan

    menghentikan adanya pendanaan tindak pidana terorisme.

    Kejahatan kerah putih (White Collar Crime) merupakan kejahatan yang

    sangat berbahaya dan merugikan sekali bagi masyarakat dan negara jika

    dibandingkan dengan tindak pidana terorisme. Michael Levi dan Peter Reuter

    dalam hal ini mengungkapkan bahwa:

    Similarly, the benefits from reducing at least some white-collar crimes by

    $1 billion might be valued substantially less than those associated with a

    similar reduction in crack cocaine or methamphetamine trafficking. The

    distribution of benefits from reducing either of the two offences may also

    be quite different: those who are harmed by drug trafficking are

    disproportionately from poor and minority urban populations, whereas the

    costs of white-collar crimea are borne far more broadly across society,

    depending on what sorts of frauds they are and in which countries (Levi

    and Pithouse).38

    Keuntungan dari pengurangan beberapa kejahatan kerah putih hingga US$ 1

    miliar dinilai secara substansial kurang dibandingkan dengan pengurangan yang

    sama dalam perdagangan crack kokain atau methamphetamine. Distribusi

    keuntungan dari pengurangan satu dari kedua kejahatan tersebut agak berbeda:

    orang-orang yang menjadi korban oleh perdagangan obat-obatan terlarang secara

    disproporsional berasal dari kalangan miskin dan penduduk pendatang minoritas,

    sedangkan biaya dari kejahatan ditanggung jauh lebih luas dalam segala lapisan

    masyarakat, bergantung pada penipuan apa yang mereka lakukan dan dalam suatu

    negara.

    38 Ibid.

  • 36

    Kerugian finansial akibat kejahatan kerah putih seperti korupsi berdampak

    pada perekonomian negara, dimana masyarakat secara keseluruhan harus

    menanggung beban finansial yang dicuri tersebut. Negara menjadi kekurangan

    dana untuk mengadakan pembangunan negara seperti menyediakan fasilitas dan

    layanan bagi masyarakat.

    FATF dalam Annex 1 Glossary of Definitions Used in The Methodology

    menyebutkan beberapa tindak pidana yang dimasukkan sebagai tindak pidana asal

    (predicate crime) tindak pidana pencucian uang, yaitu:

    a. Participation in an organised criminal group and racketeering (terlibat dalam kelompok kejahatan terorganisasi dan penipu). Turut

    serta dalam kejahatan dianggap suatu kejahatan;

    b. Terrorism, including terrorist financing (terorisme, termasuk pembiayaan teroris);

    c. Trafficking in human beings and migrant smuggling (penyelundupan manusia);

    d. Sexual exploitation, including sexual exploitation of children (eksploitasi seksual, termasuk eksploitasi seksual terhadap anak-

    anak);

    e. Illicit trafficking in narcotic drugs and psychotropic substances (perdagangan narkoba);

    f. Illicit arms trafficking (penyelundupan senjata); g. Corruption and bribery (korupsi dan penyuapan); h. Fraud (penipuan); i. Counterfeiting currency (pemalsuan uang); j. Counterfeiting and piracy goods (pemalsuan dan pembajakan

    barang);

    k. Environmental crime (kejahatan lingkungan); l. Murder, grievous bodily injury (pembunuhan, penganiayaan berat); m. Kidnapping, illegal restraint and hostage-taking (penculikan,

    penyanderaan);

    n. Robbery or theft (perampokan atau pencurian); o. Smuggling (penyelundupan); p. Forgery (pemalsuan); q. Piracy (pembajakan); r. Insider trading and market manipulation (perdagangan orang dalam

    dan manipulasi pasar).39

    39 www.fatf-gafi.org. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

    http://www.fatf-gafi.org/

  • 37

    Undang-Undang TPPU mengkategorikan sejumlah tindak pidana yang

    sejenis dengan pengaturan predicate crime dalam FATF. Sejumlah tindak pidana

    yang termasuk predicate crime dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam

    Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:

    (1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

    a. Korupsi; b. Penyuapan; c. Narkotika; d. Psikotropika; e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan migran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang pasar modal; i. Di bidang perasuransian; j. Kepabeanan; k. Cukai; l. Perdagangan orang; m. Perdagangan senjata gelap; n. Terorisme; o. Penculikan; p. Pencurian; q. Penggelapan; r. Penipuan; s. Pemalsuan uang; t. Perjudian; u. Prostitusi; v. Di bidang perpajakan; w. Di bidang kehutanan; x. Di bidang lingkungan hidup; y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)

    tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan

    tindak pidana menurut hukum Indonesia.

    5. Sejarah Pasar Modal

    Aktivitas serupa pasar modal di dunia sudah dimulai pada tahun 1262

    Masehi, yaitu ketika pemerintah Venice mengalami kesulitan dalam melunasi

  • 38

    hutang (bad debt) sehingga mereka mengubah hutang-hutang tersebut ke dalam

    bentuk bonds dan dipasarkan secara bebas. Strategi ini mencatat prestasi yang

    baik sehingga secara perlahan-lahan diikuti oleh pemerintah yang lainnya.

    “Pada 1693 Masehi, Raja William III dari Inggris membentuk sebuah

    lembaga yang disebut The English National Debt (Lembaga Hutang Nasional

    Inggris).”40 Lembaga ini menerbitkan surat-surat berharga mirip dengan obligasi

    yang diperdagangkan di masa sekarang. Sejalan dengan waktu, kemudian serikat-

    serikat dagang besar ikut pula menerbitkan surat-surat berharga. Pada waktu itu

    juga sudah lahir agen-agen yang bertindak sebagai orang ketiga yang

    mempertemukan pembeli dan penjual surat-surat berharga. Seringkali bisnis

    mereka dilakukan di sebuah kedai kopi bernama Jonathan.

    Pada 1773, mereka memutuskan untuk menyebut kedai kopi itu sebagai “the

    stock exchange” atau tempat tukar menukar saham. Pasar saham pada waktu itu

    hanya dapat dilakukan oleh orang-orang bermodal besar, karena para pialang

    umumnya membeli dan menjual bagi kepentingan mereka sendiri atau wakil

    (proxi) dari orang-orang yang berkedudukan bangsawan, pemilik modal atau

    kaum berada. Perkembangan pasar modal ini kemudian menjalar ke seluruh

    pelosok dunia hingga ke daratan Asia, termasuk Indonesia.

    Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara di

    Batavia mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden

    per saham. Empat tahun berikutnya (1896), harian Het Centrum dari Djoejacarta

    juga mengeluarkan prospektus penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan

    40 Budi Untung, 2011, Hukum Bisnis Pasar Modal, Yogyakarta: Penerbit ANDI, hlm. 8.

  • 39

    harga perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keterangan saham tersebut

    diperjualbelikan atau tidak. Diperkirakan yang diperjualbelikan adalah saham

    yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi investornya berada di Batavia, Surabaya

    dan Semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan sejarah pasar

    modal Indonesia.

    Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar

    modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya Amsterdamse

    Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal

    14 Desember 1912, yang menjadi penyelenggara adalah Vereniging voor de

    Effectenhandel dan langsung memulai perdagangan.

    Dalam perjalanannya, bursa di Indonesia sempat mengalami pasang surut

    pada tahun 1914 – 1987 yang menyebabkan Bursa di Indonesia di buka tutup

    beberapa kali. Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi pada periode awal

    1987, gairah di pasar modal kembali meningkat. Deregulasi yang pada intinya

    adalah melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk

    masuk ke bursa serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor.

    “Kebijakan ini dikenal dengan tiga paket yakni Paket Kebijaksanaan Desember

    1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember

    1988.”41

    Keadaan setelah kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda.

    Pasar modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa efek

    berkembang sangat pesat. Banyak perusahaan antri untuk dapat masuk bursa. Para

    41 www.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bataviahttp://id.wikipedia.org/wiki/Surabayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Semaranghttp://id.wikipedia.org/wiki/1988http://www.wikipedia.org/

  • 40

    investor domestik juga ramai-ramai ikut bermain di bursa saham. Perkembangan

    ini berlanjut dengan swastanisasi bursa, yakni berdirinya PT. Bursa Efek

    Surabaya, serta pada tanggal 13 Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang

    menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa. Pemerintah mendukung

    perkembangan pasar modal dengan mengeluarkan peraturan berupa Undang-

    Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996.

    Undang-undang ini dilengkapi dengan peraturan organiknya yang diatur melalui

    peraturan pemerintah.

    Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading

    System). Suatu sistem perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis

    menyesuaikan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS,

    transaksi dilakukan secara manual. Kemudian perdagangan saham berubah

    menjadi scripless trading, yaitu perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik

    kepemilikkan saham). Lalu dengan seiring kemajuan teknologi, bursa kini

    menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh. Pada

    1995, BES merger dengan Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga

    sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ.

    “Pada tanggal 19 September 1996, BES mengeluarkan sistem Surabaya

    Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang menjadi

    sebuah sistem perdagangan yang komprehensif, terintegrasi dan luas remote yang

    menyediakan informasi real time dari transaksi yang dilakukan melalui BES.”42

    Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, termasuk

    42 Ibid.

    http://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/19_Septemberhttp://id.wikipedia.org/wiki/1996http://id.wikipedia.org/wiki/Asia

  • 41

    Indonesia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai

    dolar. Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada

    akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia yang

    dikenal hingga sekarang.

    6. Pengertian Pasar Modal

    Pada dasarnya, pasar modal tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional

    yang selama ini kita kenal, dimana ada pedagang, pembeli dan juga tawar

    menawar harga. Pasar modal adalah lembaga keuangan yang mempunyai kegiatan

    berupa penawaran dan perdagangan efek (surat berharga). Pasar modal juga

    merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli efek dan

    perusahan publik yang berkaitan dengan efek. Dengan demikian pasar modal

    dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli modal/dana. Pasar modal

    mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Di pasar

    modal terdapat berbagai macam informasi, seperti laporan keuangan, kebijakan

    manajemen, rumor di pasar modal, prospektus, saran dari broker, dan informasi

    lainnya.

    “Pasar modal merupakan bagian dari pasar keuangan. Pasar keuangan ini

    meliputi kegiatan: (1) pasar uang (money market); (2) pasar modal (capital

    market); dan (3) lembaga pembiayaan lainnya seperti sewa beli (leasing), anjak

    piutang (factoring), modal ventura (venture capital), kartu kredit.”43 Secara

    teoritis, pasar modal (capital market) didefinisikan sebagai perdagangan

    43 M. Irsan Nasarudin, et.al., 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana

    Prenada Media Group, hlm. 13.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Dolar

  • 42

    instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri

    (stocks) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public

    authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sectors). Dengan demikian,

    pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial

    market). Dalam financial market, semua bentuk hutang dan modal sendiri

    diperdagangkan di dalamnya, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang,

    baik yang bersifat negotiable maupun yang nonnegotiable.

    Pasal 1 Ayat 13 UUPM mendefinisikan “Pasar modal adalah kegiatan yang

    bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik

    yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang

    berkaitan dengan efek.” Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para

    investor, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan

    bangunan, dan sebagainya. Pasar modal merupakan penghubung antara investor

    (pihak yang memiliki dana) dengan perusahaan (pihak yang memerlukan dana

    jangka panjang) ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen

    melalui jangka panjang, seperti surat berharga yang meliputi surat pengakuan

    utang, surat berharga komersial (commercial paper), saham, obligasi, tanda bukti

    hutang, waran (warrant), dan right issue. Berlangsungnya fungsi pasar modal,

    adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan

    kriteria pasarnya secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang

    nyata secara keseluruhan.

    Umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat

    dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat

    http://id.wikipedia.org/wiki/Alternatifhttp://id.wikipedia.org/wiki/Investor

  • 43

    pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi

    dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih

    jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari

    perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan.

    Dalam pengertian yang lebih operasional seperti tertuang dalam Keppres

    Nomor 60 Tahun 1988, pasar modal dipahami sebagai “bursa”, sarana yang

    mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang (lebih dari satu tahun)

    dalam bentuk efek. Meskipun demikian, pasar modal (stock market) dan bursa

    efek (stock exchange) memiliki perbedaan.

    Dalam determinasi Rosenberg (1983:474-475), pasar modal atau stock

    market didefinisikan sebagai “the place through which the buying and

    selling of stock for the purpose of profit for both buyers and sellers of the

    security take place”, sementara bursa efek atau stock exchange dipahami

    sebagai “the organization that provides a market for the trading of bonds

    and stocks.”44

    Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang

    terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua

    lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang

    beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa

    gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi,

    dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang

    efek. Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar

    modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana

    dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.

    44 Budi Untung, Loc.cit.

  • 44

    7. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)

    Perdagangan Orang Dalam atau Insider trading merupakan istilah yang

    dikenal di bidang pasar modal. Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan

    transaksi efek yang dilakukan orang dalam (corporate insider) dengan

    menggunakan informasi orang dalam yang belum dipublikasikan terhadap

    masyarakat atau investor secara umum. Pengertian insider trading pada mulanya

    hanya mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang dalam. Menurut Black’s Law

    Dictionary, perdagangan orang dalam atau insider trading adalah “Buying and

    selling of corporate shares by officers, directors and stockholders who own more

    than 10 percent of the stock of a corporation listed on a national exchange. Such

    transactions must be reported monthly to Securities and Exchange

    Commission.”45 Diterjemahkan secara bebas menjadi pembelian dan penjualan

    saham perusahaan oleh pegawai, direktur dan pemegang saham yang memiliki

    lebih dari 10% dari saham perusahaan yang tercatat dalam valuta nasional.

    Semacam transaksi yang harus dilaporkan setiap bulan kepada Securities and

    Exchange Commission.

    Dalam edisi yang kesembilan pengertian insider trading diperluas menjadi

    “The use of material, nonpublic information in trading the shares of a company

    by a corporate insider or other person who owes a fiduciary duty to the

    company.”46 Diartikan sebagai penggunaan fakta material, perdagangan saham

    yang dilakukan dengan menggunakan informasi perusahaan yang belum terbuka

    45 Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary (Fifth Edition), St. Paul Minn:

    West Publishing Co., hlm. 715-716. 46 Bryan A. Garner, Loc.cit., hlm. 866.

  • 45

    untuk publik oleh orang dalam perusahaan atau orang lain yang memiliki

    kewajiban dari hubungan kepercayaan (fiduciary duty) terhadap perusahaan.

    Dalam Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, insider trading

    dijelaskan sebagai berikut:

    In most jurisdictions, insider trading can be legal or illegal. Legal insider

    trading occurs when corporate insiders buy and sell stock in their own

    companies. When corporate insiders trade in their own securities, they

    must report their trades to the securities regulator. Illegal insider trading,

    a type of white collar crime or corporate crime, refers to situations where

    a person deals on the basics of price-sensitive information which is not in

    the public domain. And at the time of the dealing, the information is likely

    materially to affect the price of the securities being traded. Two main types

    of illegal insider trading exist: the use of insider information by an insider

    for self-enrichment, and the leaking of information by an insider to a third

    person (tipping), causing the third person to engage in illegal trade

    practices.47

    Menurut Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime, insider trading

    memiliki ketentuan yang berbeda di setiap wilayah yurisdiksi. Namun sebagian

    besar wilayah yurisdiksi membedakan insider trading menjadi dua, yaitu insider

    trading legal dan ilegal. Insider trading yang legal terjadi ketika orang dalam

    perusahaan membeli dan menjual saham di perusahaan mereka sendiri. Ketika

    orang dalam perusahaan memperdagangkan sekuritas mereka sendiri, mereka

    harus melaporkan hal tersebut kepada regulator sekuritas. Sedangkan Insider

    trading yang ilegal merupakan jenis kejahatan kerah putih atau kejahatan

    korporasi, hal ini mengacu pada situasi di mana seseorang yang melakukan

    transaksi atas informasi yang mendasari perubahan harga yang tidak berada dalam

    domain publik (belum dipublikasi secara umum). Dan pada saat transaksi,

    informasi material memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi harga sekuritas

    47 Lawrence M. Salinger, 2005, Encyclopedia of White-Collar & Corporate Crime Volume

    1, Thousand Oaks, California, United States of America: Sage Publications, Inc., hlm. 427.

  • 46

    yang diperdagangkan. Dua jenis utama dari eksistensi perdagangan orang dalam

    yang ilegal adalah: penggunaan informasi orang dalam oleh orang dalam untuk

    memperkaya diri sendiri, dan pembocoran informasi oleh orang dalam kepada

    orang ketiga (tippee), menyebabkan orang ketiga terlibat dalam praktek-praktek

    perdagangan ilegal.

    “F. H. Buckley, Mark Q. Connely, memberikan batasan bahwa Insider

    trading adalah menunjuk kepada transaksi sekuritas yang dilakukan minimum

    oleh pegawai dan direktur perusahaan.”48 Pengertian ini cukup sederhana, hanya

    menjelaskan pelaku yang dimaksud sebagai orang dalam. Henry R. Cheeseman

    mengemukakan definisi insider trading yaitu “When insider makes a profit by

    personally purchasing shares of the corporation prior to public release of

    favorable information or by selling shares of the corporation prior to the public

    disclosure of unfavorable information.”49 Pengertian diterjemahkan bebas

    menjadi suatu keadaan dimana orang dalam menguntungkan diri sendiri dengan

    membeli saham perusahaan atau menjual saham perusahaan kepada publik yang

    tidak memiliki hak informasi.

    Roger E. Meiners mengungkapkan bahwa insider trading adalah “Buying or

    selling of stock by persons who have access to information affecting the value of

    the stock that has not yet been revealed to the public.”50 Perdagangan orang

    dalam adalah pembelian atau penjualan saham oleh orang yang memiliki akses

    informasi yang mempengaruhi nilai saham yang belum terbuka untuk umum.

    48 Budi Untung, Loc.cit., hlm. 189. 49 Henry R. Cheeseman, 1995, Business Law: The Legal, Ethic and International

    Environment (Second Edition), Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, hlm.704. 50 Budi Untung, Op.cit.

  • 47

    David L. Ratner dan Thomas Lee Hazen memiliki pendapat yang tidak jauh

    berbeda dengan Roger E. Meiners yaitu “Purchases or sales by persons who have

    access to information which is not available to those with whom they deal or to

    traders generally.”51 Pembelian atau penjualan oleh orang yang memiliki akses

    informasi yang belum tersedia bagi mereka yang melakukan persetujuan atau

    pedagang secara umum.

    Sedangkan F. William Mc. Carty dan John W. Bagby mendefinisikan

    insider trading yaitu “The Trading of a firm’s securities by persons whose access

    to confidential and nonpublic information gives them an advantage in trading

    those securities.”52 Perdagangan efek perusahaan oleh orang yang memiliki akses

    informasi rahasia dan tidak berlaku untuk umum yang memberikan keuntungan

    dalam perdagangan efek tersebut.

    Donald C. Langervoort menjelaskan insider trading adalah ”A term of art

    that refers to unlawful trading in securities by person who posses material

    nonpublic information about company whose shares are traded or the market for

    it shares.”53 Istilah yang mengacu pada perdagangan efek yang tidak sah secara

    hukum oleh orang yang memiliki informasi material nonpublik mengenai

    perusahaan yang sahamya dijual atau dipasarkan. Donald C. Langervoort

    mencatat dua hal dari definisi tersebut yaitu:

    (i) Istilah yang tidak sesuai. Larangan terhadap insider trading diterapkan

    dalam lingkup orang yang terlalu luas dan berdasarkan pertimbangan

    51 David L. Ratner et.al., 1992, Securities Regulation, St. Paul Minn: West Publishing Co.,

    hlm. 550. 52 F. William Mc. Carty, 1990, The Legal Environment of Business, Irwin, Homewood,

    hlm. 464. 53 Donald C. Langervoort, 1989, Insider Trading Regulation, Nashville, Tennessee, Clark

    Boardman Co.Ltd., hlm. 4.

  • 48

    tradisional orang dalam perusahaan. Kemungkinan besar menjangkau

    siapapun yang mempunyai informasi istimewa, (ii) Ketentuan yang

    berputar-putar, batasan tersebut secara umum digunakan hanya menunjuk

    kepada perdagangan yang tidak sah (unlawful trading).54

    Batasan insider trading tersebut merujuk pada Securities Exchange Act 1934 yang

    berlaku di Amerika.

    Perdagangan orang dalam adalah sebutan bagi perdagangan saham atau

    sekuritas (contohnya obligasi) perusahaan oleh orang-orang dalam perusahaan

    tersebut. Istilah ini umumnya merujuk kepada kegiatan ilegal di lingkungan pasar

    finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara

    memanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-

    keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan.

    UUPM Indonesia tidak memberikan pengertian insider trading secara rinci,

    dalam Pasal 95 hanya diatur “Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik

    yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau

    penjualan atas Efek : a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b.

    perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik

    yang bersangkutan.” Pasal ini dapat diartikan orang dalam dari emiten yang

    mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi penjualan atau

    pembelian atas efek emiten atau perusahaan lain yang melakukan transaksi

    dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.

    Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktik insider trading apabila

    memenuhi tiga unsur minimal yaitu:

    54 Ibid., hlm 4-5.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Sahamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Obligasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan

  • 49

    (i) Adanya orang dalam (insider).

    Dalam Penjelasan UUPM, Yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam

    Pasal 95 adalah :

    a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten,

    b. Pemegang saham utama emiten,

    c. Orang perorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena

    hubungan usahanya dengan emiten atau Perusahaan Publik

    memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi, atau

    d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi

    pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di

    atas.

    Maksud kata “kedudukan” dalam penjelasan huruf c tersebut adalah jabatan pada

    lembaga, institusi, atau badan Pemerintah. “Hubungan usaha” yang dimaksud

    dalam penjelasan huruf c tersebut adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam

    hubungan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, pelanggan, dan

    kreditur. Hal yang dimaksud dengan “informasi orang dalam” dalam penjelasan

    huruf c adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum

    tersedia untuk umum. “Profesi yang dimaksud dalam huruf c tersebut, misalnya

    adalah Konsultan hukum atau Pengacara.”55

    “Pengertian insider (orang dalam) untuk tujuan sebagaimana dimaksud

    dalam Section 10(b) dan 10b-5 Securities Exchange Act of 1934 adalah”56:

    a. Officer, Directors, and Employees at all level of company,

    55 Budi Untung, Loc.cit., hlm. 192. 56 Ibid.

  • 50

    b. Lawyer, Accountants, Consultants, and other agent and

    representatives who are hired by company on a temporary and

    nonemployee status to provide services or work to the company, and

    c. Other who owe a fiduciary duty to the company

    Sejenis nepotisme, dimana pelaku perdagangan ini dapat dibedakan menjadi

    dua jenis, yaitu: pihak pertama yang mengemban kepercayaan secara langsung

    maupun tidak dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga pihak yang

    berada dalam fiduciary position, dan pihak kedua yang menerima informasi orang

    dalam dari pihak pertama (disebut juga tippees).

    Pihak yang termasuk golongan pertama, antara lain seperti yang diatur

    dalam Pasal 95 UUPM: komisaris, direktur, pegawai, pemegang saham utama

    emiten atau perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau

    profesi atau hubungan usahanya dengan emiten memungkinkan orang tersebut

    memperoleh informasi orang dalam. Kemudian pihak kedua cukup jelas yaitu

    setiap orang yang menerima informasi orang dalam yang mengacu Pasal 95

    UUPM.

    (ii) Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum

    disclosure.

    Pasal 1 Ayat 7 UUPM mendefinisikan Informasi atau fakta material adalah

    informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta

    yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan

  • 51

    pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau

    fakta tersebut.

    Kemudian diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan UUPM, contoh Informasi

    atau fakta material adalah antara lain informasi mengenai:

    1. Penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburan

    usaha (consolidation) atau pembentukan usaha patungan;

    2. Pemecahan saham (share split) atau pembagian dividen saham (stock

    dividen);

    3. Pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya;

    4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting;

    5. Produk atau penemuan baru yang berarti;

    6. Perubahan tahun buku perusahaan; dan

    7. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen;

    Sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga Efek dan atau keputusan

    pemodal, calon, pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau

    fakta tersebut.

    Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-86/PM/1996 tentang

    Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan kepada Publik,

    menguraikan contoh-contoh informasi atau fakta material, yaitu:

    1. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat

    hutang;

    2. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang

    material jumlahnya;

  • 52

    3. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material;

    4. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;

    5. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau direktur dan

    komisaris perusahaan;

    6. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain;

    7. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;

    8. Penggantian wali amanat;

    9. Perubahan tahun fiksal.

    Informasi tersebut merupakan contoh dari informasi atau fakta material

    yang ada, dalam arti masih terdapat fakta material lainnya, misalnya seperti

    keadaan perusahaan yang mengambil loan (pinjaman), atau kehilangan aset dalam

    jumlah material seperti kebakaran, kecurian atau kalah dalam permainan valas.

    “Informasi material sebagaimana tersebut di atas merupakan terjemahan

    atau penjabaran dari informasi material yang terdapat di Amerika Serikat yaitu”57:

    1. Increases or decreases in dividends.

    2. Declarations of stock splits and stock dividends.

    3. Financial forecasts, especially estimates of earnings.

    4. Changes in previously disclose financial information.

    5. Mergers, acquisitions or takeovers.

    6. Proposed issuances of new securities.

    7. Significant changes in operations.

    57 Ibid., hlm. 194.

  • 53

    8. Significant increases or declines in backlog orders or the award of

    significant contract.

    9. Significant new product to be introduced, significant discoveries of oil and

    gas, mineral or the like.

    10. Extraordinary borrowings.

    11. Major litigation.

    12. Financial liquidity problem.

    13. Significant changes in management.

    14. The purchase or sale of substantial assets.

    Ketentuan standar mengenai informasi material yang digunakan dalam

    kasus-kasus insider trading di Amerika Serikat berasal dari putusan Mahkamah

    Agung terhadap kasus TSC Industries melawan Northway, meskipun kasus

    tersebut dalam konteks pemberian kuasa atau perwalian. Batasan tersebut adalah:

    An omitted fact is material if there is substantial likelihood that a

    reasonable shareholder would consider it important in deciding how to

    [act]… Put another way, there must be substantial likelihood that the

    disclosure of the omitted fact would have been viewed by the reasonable

    investor as having significantly altered the ‘total mix’ of information made

    available.58

    “Teori ekonomi mengajarkan bahwa harga yang tercatat di bursa dan perdagangan

    sekuritas secara luas lainnya selalu merefleksikan kesepakatan antara investor

    mengenai harga yang wajar berdasarkan informasi yang tersedia.”59 Informasi

    material yang ada harus dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan harga

    sekuritas. Apabila tidak ada perubahan terhadap harga saham, maka hal tersebut

    tidak memenuhi kategori informasi material. Informasi material akan memberikan

    58 Donald C. Langervoort, Loc.Cit., hlm. 132. 59 Ibid.

  • 54

    gambaran kepada investor beli dan jual untuk menentukan kebijakan investasinya.

    Fakta menunjukan bahwa harga sekuritas sangat bergantung oleh informasi yang

    tersedia. Informasi mengenai perusahaan atau emiten yang positif, misalnya

    emiten memperoleh laba yang luar biasa, dapat membuat harga saham emiten

    tersebut naik, demikian sebaliknya apabila informasi negatif yang terjadi, maka

    harga saham dapat mengalami penurunan.

    Informasi atau fakta material yang bersifat eksklusif akan menempatkan

    pemilik informasi tersebut berada pada posisi yang diuntungkan (informational

    advantages). Pemanfaatan informasi tersebut untuk melakukan transaksi efek,

    maka akan menimbulkan ketidakadilan di pasar modal dan merugikan pihak

    investor lainnya yang tidak memiliki informasi tersebut.

    (iii) Melakukan transaksi karena informasi material.

    Kemungkinan terjadinya perdagangan dengan menggunakan informasi

    orang dalam dapat dideteksi dari ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan

    transaksi atas efek perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi orang dalam.

    Selain itu dapat pula dideteksi dari adanya peningkatan harga dan volume

    perdagangan efek sebelum diumumkanya informasi material kepada publik terkait

    dengan terjadinya peningkatan atau penurunan perdagangan yang tidak wajar.

    8. Teori Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)

    Berdasarkan informasi material tersebut, terdapat tiga teori yang dikenal

    dalam praktik perdagangan efek di pasar modal yaitu:

  • 55

    8.1. Disclose or Abstain Theory

    Orang yang memiliki hubungan pekerjaan (orang dalam) dengan emiten

    dilarang melakukan perdagangan terhadap sekuritas dari emiten tersebut karena

    adanya informasi yang belum terbuka kepada masyarakat investor. Mahkamah

    Agung Amerika dengan jelas menyatakan bahwa seseorang yang berposisi

    sebagai fiduciary diharuskan untuk membuka informasi yang dimilikinya kepada

    orang lain (investor).

    Berdasarkan informasi yang dimilikinya maka orang dalam terhadap

    masalah tersebut dapat menentukan pilihannya yaitu membuka informasi tersebut

    (disclose) kepada pedagang/investor lain atau tidak membuka informasi material

    tetapi juga tidak boleh melakukan transaksi perdagangan (abstain) atau tidak

    merekomendasikan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi di bursa

    terhadap sekuritas perusahaan. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah disclose or

    abstain theory.

    Kewajiban untuk melakukan disclose or abstain tersebut mempunyai dua

    unsur minimal yaitu:

    a. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan,

    dan bukan untuk kepentingan pribadi siapapun,

    b. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika ada pihak

    yang mengambil keuntungan atas suatu informasi di mana dia

    mengetahui bahwa pihak lain tidak mengetahui informasi tersebut.

    Berdasarkan tradisi common law yang berkaitan dengan pasar modal,

    insider berkewajiban membuka kepada publik informasi material yang

  • 56

    dimilikinya yang dapat mempengaruhi harga saham. Dalam kasus Cady Robert &

    Co, Securities Exchange Commission (S.E.C) berpendapat bahwa Rule 10b-5

    adalah bagian dari tradisi common law di mana insider wajib membuka informasi

    kepada orang dengan siapa dia akan melakukan transaksi dan apabila tidak mau

    melakukan maka seharusnya tidak melakukan transaksi.

    8.2. Fiduciary Duty Theory

    Fiduciary duty theory didasarkan kepada doktrin hukum common law yang

    menegaskan bahwa setiap orang yang mempunyai fiduciary duty atau hubungan

    lain yang berdasarkan kepercayaan (trust or confidence) dengan perusahaan.

    Berdasarkan teori tersebut, setiap orang yang dibayar oleh perusahaan untuk

    melaksanakan tugas yang diberikan, maka dia mempunyai duty kepada

    perusahaan untuk menjalankan tugas tersebut sebaik-baiknya (due diligence)

    dengan ukuran etis dan ekonomis yang tinggi. Dalam menjalankan tugasnya, yang

    bersangkutan tidak boleh mengambil manfaat bahkan harus mengorbankan

    kepentingan pribadi untuk kepentingan perusahaan.

    Orang dalam yang mempunyai informasi material tetapi dia tidak membuka

    kepada publik dengan alasan apabila informasi tersebut dibuka maka dapat

    merugikan perusahaan dan berarti harus bertanggung jawab kepada perusahaan

    karena melanggar breach of fiduciary duty, maka ia harus menahan atau tidak

    melakukan transaksi. Berkaitan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung Amerika

    dalam kasus Chiarella v United States mengatakan bahwa: “One who fails to

  • 57

    disclose material information prior to consummation of transaction commits

    fraud only when he is under duty to do so.”60

    Seseorang yang melakukan transaksi sekuritas dengan mempergunakan

    informasi orang dalam sedangkan dia sendiri tidak mempunyai fiduciary duty

    kepada perusahaan, maka tidak dianggap melakukan insider trading.

    Pertimbangan tersebut dipergunakan oleh Mahkamah Agung Amerika dalam hal

    pertanggungjawaban hukum dari penerima informasi tippee. Dalam kasus Dirk v

    SEC, Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan “The Tippee’s duty to

    disclose or abstain is derivative from… the insider duty.”61 Apabila seseorang

    memperoleh informasi dari orang dalam dan yang bersangkutan tidak melanggar

    fiduciary dutynya kepada perusahaan, maka tidak ada larangan bagi penerima

    tersebut untuk melakukan trading.

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

    (Undang-Undang Perseroan Terbatas), secara tidak langsung menganut prinsip

    fiduciary duty. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 82

    Undang-Undang Perseroan Terbatas. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat

    dikatakan bahwa direksi mempunyai wewenang ganda yaitu melaksanakan

    pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan.

    Disclose or abstain theory dapat diterima dengan baik di Amerika Serikat

    dalam kasus insider trading tradisional setelah kasus Chiarella v United States.

    Tetapi teori tersebut gagal menangkap kasus-kasus insider trading yang dilakukan

    60 Ibid., hlm. 47. 61 Ibid., hlm. 102.

  • 58

    oleh orang yang melakukan transaksi berdasarkan informasi orang dalam tanpa

    melanggar fiduciary duty.

    Disclose or abstain theory dan fiduciary duty theory dalam pelaksanaannya

    masih dianggap belum lengkap, hal ini disebabkan adanya transaksi efek

    berdasarkan informasi yang belum terbuka kepada masyarakat tetapi pelakunya

    tidak dapat dikenakan ketentuan mengenai insider trading. Berdasarkan kenyataan

    tersebut, SEC Amerika Serikat memperluas konsep insider trading dengan

    mengembangkan konsep baru yang disebut missappropiation theory.

    8.3. Misappropriation Theory

    Misappropriation theory adalah teori mengenai transaksi yang dilakukan

    oleh orang luar perusahaan secara tidak sengaja berdasarkan informasi yang

    belum tersedia bagi masyarakat, maka dianggap sama dengan telah melakukan

    insider trading. Teori ini sangat komprehensif, artinya teori tersebut mampu

    menjangkau praktik transaksi efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan

    informasi secara tidak langsung atau dengan kata lain teori tersebut dapat

    diterapkan terhadap orang yang mendapat “tip” dari orang dalam. Seorang penulis

    Amerika Serikat menyimpulkan bahwa “misappropriation material, nonpublic

    information from any source, and uses that information to his (her) advantage

    insecurities transaction. Is guilty of insider trading.”62

    Seseorang yang memberikan informasi material non public kepada pihak

    lain disebut dengan tipper sedangkan penerima informasi nonpublic disebut

    62 Olson et.al., 1991, Recent Insider Trading Developments: The Search for Clarify, 85

    Northwestern University Law Review 715, hlm. 9.

  • 59

    dengan tippee. Tippee dianggap mengetahui bahwa informasi yang didapatkan

    dari tipper adalah informasi yang belum terbuka kepada masyarakat.

    Teori tersebut tidak mengharuskan adanya pelanggaran terhadap fiduciary

    duty kepada perusahaan. Pertimbangan yang dipergunakan dalam teori tersebut

    adalah adanya penyalahgunaan informasi yang belum tersedia bagi masyarakat

    yang diperoleh dari orang lain untuk melakukan transaksi efek. Ada beberapa hal

    yang patut diperhatikan mengenai informasi perusahaan adalah bahwa tidak

    semua informasi meskipun material dan dapat memengaruhi harga saham harus

    didisclose kepada masyarakat, antara lain yaitu:

    (i) Informasi yang belum matang untuk di-disclose. Misalnya sebuah

    perusahaan pertambangan menemukan sumur minyak baru yang

    belum begitu pasti,

    (ii) Informasi, yang apabila di-disclose akan dimanfaatkan oleh pesaing-

    pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut,

    (iii) Informasi yang memang sifatnya rahasia perusahaan. Misalnya jika

    ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam kontrak tersebut ada

    klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada dalam kontrak

    tersebut adalah bersifat rahasia di antara para pihak tersebut.

    Butir ketiga mengenai klausula apa-apa yang ada dalam kontrak tersebut adalah

    bersifat rahasia, sebagaimana tersebut di atas, dapat dijadikan sebagai alasan

    pembenar bagi pelaku insider trading.