1 Pembahasan sifat fisikokimia
-
Upload
indri-hadiansyah -
Category
Documents
-
view
274 -
download
7
Transcript of 1 Pembahasan sifat fisikokimia
INDRI HADIANSYAH240210100100
III. HASIL PENGMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengamatan tentang sifat fisikokimia lemak
dan minyak. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
pengamatan warna, kejernihan, aroma, kekentalan, indeks bias, absorbansi
transmisi, bobot jenis, titik asap dan titik nyala, serta kadar air. Sebelum dilakukan
pengamatan tersebut, disiapkan enam jenis sampel yang berbeda yakni, minyak
curah, minyak bekatul, minyak jagung, minyak sawit, minyak kedeali, dan
minyak bekas. Hasil yang didapat dalam pengamatan diatas adalah sebagai
berikut.
3.1 Pengamatan Warna, Aroma, dan Kekentalan
Pengamatan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menyimpan sampel
minyak dalam gelas ukur yang berbeda agar pengamatan lebih mudah untuk
dilakukan. Setelah itu sampel minyak dapat diamati warna, aroma, dan
kekentalannya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1. Pengamatan Warna, Kejernihan, Aroma dan Kekentalan berbagai Jenis Minyak Secara Inderawi
Sampel Warna Aroma KekentalanMinyak kelapa sawit
Kuning ++++ Menyengat + Kental +++
Minyak Bekatul Kuning +++++ Menyengat ++++ Kental ++++Minyak Jagung Kuning ++ Menyengat +++ Kental ++Minyak Curah Kuning +++ Menyengat ++ Kental +++++Minyak Kedelai Kuning + Khas kedelai +++++ Kental +
Minyak JelantahKuning kecokelatan ++++++
Menyengat ++++++ Kental ++++++
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Keterangan : tanda (+) menandakan kondisi yang lebih meningkat dari kondisi sebelumnya
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, dapat terlihat bahwa setiap sampel
memilki perbedaan warna, aroma, serta kekentalan. Hal ini disebabkan karena
perbedaan kandungan dalam setiap sampel tersebut. Warna yang paling berbeda
ditunjukan oleh sampel minyak jelantah yang menunjukan warna yang lebih
kecoklatan dibandingkan dengan sampel lain yang memiliki warna yang lebih
kekuningan. Hal ini bisa disebabkan karena minyak jelantah merupakan minyak
INDRI HADIANSYAH240210100100
bekas pakai yang telah mengalami pemanasan berulang kali, sehingga mengalami
dekomposisi yang menimbulkan kerusakan minyak baik itu melalui reaksi
oksidasi maupun hidrolisis. Kerusakan ini dapat mempengaruhi flavor,
penampakan, nilai gizi dan pembentukan senyawa toksik. Minyak bekatul dan
kelapa sawit memiliki warna yang lebih kekuningan dibandingkan dengan sampel
yang lain. Pada sampel minyak kelapa sawit warna minyak ditentukan oleh
adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam
lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna kuning pada sampel ini disebabkan
karena adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Kandungan karoten
pada minyak kelapa sawit ini dapat mencapai 1000 ppm atau lebih (S. Ketaren,
1996). Minyak kedelai dan minyak jagung memiliki warna yang paling samar
dibandingkan dengan sampel lainnya. Warna kekuningan pada sampel minyak
jagung didapat karena adanya kandungan karotenoid yang terdiri dari xantophyl
(7,4 ppm) dan karoten (1,6ppm). Kadar tersebut akan menurun menjadi 4,8 ppm
xantophyl dan 0,5 ppm karoten pada proses pemurnian. Dibandingkan dengan
minyak kelapa sawit, kandungan pigmen karotenoid pada sampel minyak jagung
memang lebih kecil, hal inilah yang menyebabkan warna kekuningan pada sampel
minyak jagung lebih samar dibandingkan dengan sampel minyak kelapa sawit.
Warna pada setiap sampel dipengaruhi oleh kandungan pigmen atau zat warna
yang ada dalam sampel-sampel tersebut. Zat warna yang biasanya terdapat dalam
minyak adalah α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijauan, dan
kemerah-merahan (Ketaren, 1996).
Aroma tiap sampel menunjukan hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil
pengamatan aroma yang paling menyengat terdapat pada minyak jelantah, diikuti
oleh minyak kedelai yang memiliki aroma yang khas kedelai, selanjutnya minyak
bekatul, minyak jagung, minyak curah, dan yang paling tidak menyengat adalah
minyak kelapa sawit. Minyak jelantah memiliki aroma yang paling menyengat
karena terjadinya dekomposisi karena suhu yang tinggi sehingga menyebabkan
perubahan gliserol yang dapat menghasilkan senyawa acrolein yang memiliki bau
yang tajam.
INDRI HADIANSYAH240210100100
Pengamatan terakhir dilakukan terhadap kekentalan dari sampel tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan sampel yang memiliki kekentalan paling tinggi
adalah minyak jelantah, diikuti oleh minyak curah, minyak bekatul, minyak
kelapa, minyak jagung, dan yang terakhir adalah minyak kedelai. Kekentalan
minyak biasanya bertambah dengan bertambahnya panjang rantai karbon,
berkurang dengan naiknya suhu, dan berkurang dengan tidak jenuhnya rangkaian
karbon. Minyak jelantah memiliki kekentalan paling tinggi disebabkan karena
telah hilangnya sebagian besar kandungan air yang ada didalam sampel.
3.2 Pengamatan Kejernihan Minyak Secara Visual dan Spektrofotometer
Pengamatan kejernihan pada minyak dilakukan dengan dua cara, yakni
secara visual dan dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil pengamatahn
yang didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2. Pengamatan Kejernihan Minyak Secara Visual dan Spektrofotometer
Sampel Visual Absorbansi (Spektrofotometer)Minyak Kelapa sawit
Jernih ++++ 0,732
Minyak Bekatul Jernih +++ 0,787Minyak Jagung Jernih +++++ 0,313Minyak Curah Jernih + 0,918Minyak Kedelai Jernih ++++++ 0,133Minyak Jelantah Jernih ++ 1,075
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Keterangan : tanda (+) menandakan kondisi yang lebih meningkat dari kondisi sebelumnya
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa hasil pengamatan kejernihan
secara visual maupun menggunakan spektrofotometer menunjukan hasil yang
tidak terlalu berbeda jauh, hanya saja secara visual kejernihan yang paling rendah
didapat pada sampel minyak curah, sedangkan dengan menggunkan
spektofotometer kejernihan paling rendah adalah minyak jelantah yakni sebesar
1,075. Hal ini disebabkan karena pada cara visual pengamatan dilakukan secara
objektif, sehingga tidak terlalu akurat dibandingan dengan menggunakan
spektrofotometer. Kejernihan minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak.
Semakin tinggi berat jenis minyak, maka semakin berkurang tingkat kejernihan
minyak. Hal ini disebabkan adanya kotoran, protein, dan mineral. Adanya
INDRI HADIANSYAH240210100100
kotoran, polimer yang terbentuk atau zat-zat yang berat molekulnya tinggi akan
menambah kekentalan dan berat jenis minyak.
3.3 Pengamatan Indeks Bias dengan Refraktometer
Indeks bias minyak merupakan perbandingan sinus sudut sinar datang dan
sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan
karena adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom dalam
molekul minyak. Pengukuran indeks bias ini dapat digunakan untuk mengukur
kemurnian minyak (Sudarmadji, et al, 1996). Indeks bias juga dipengaruhi oleh
kejernihan minyak. Semakin tinggi nilai indeks bias maka semakin tidak jernih
minyak tersebut. Peningkatan konsentrasi enzim berpengaruh pada dekomposisi
protein menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah, sehingga sulit
terkoagulasi dan terendapkan akibatnya kejernihan minyak berkurang dan akan
berpengaruh terhadap indeks bias. Hasil pengamatan yang didapat adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.3. Pengamatan Indeks Bias dengan Refraktometer
Sampel Indeks Bias (Refraktometer)Minyak Kelapa sawit 57Minyak Bekatul 71,75Minyak Jagung 64,01Minyak Curah 71,92Minyak Kedelai 61,98Minyak Jelantah 1,42
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan tabel diatas, nilai indeks bias paling tinggi ditunjukan oleh
sampel minyak curah, dan nilai indeks bias paling kecil adalah kelapa sawit.
Didapat dari literatur minyak jelantah memiliki nilai indeks bias sebesar 1,42,
dibandingkan dengan sampel lainnya yang menunjukan hasil yang cukup besar.
Hal ini bisa disebabkan karena pada proses pengukuran indeks bias ini dilakukan
pada suhu ruang. Jika dilakukan pada suhu tinggi dapat mengakibatkan indeks
bias memiliki nilai yang kecil (Ketaren, 1986). Indeks bias dipengaruhi oleh kadar
asam lemak, proses oksidasi, dan suhu. Semakin besar kandungan asam lemak
bebas dan semakin besar reaksi oksidasi, maka indeks bias semakin besar.
INDRI HADIANSYAH240210100100
3.4 Pengamatan Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu
25 °C dengan berat air dengan volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat
digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan
dalam penentuan ini adalah piknometer.
Tabel 3.4 Pengamatan Bobot Jenis
Sampel Bobot JenisMinyak Kelapa sawit 6,959Minyak Bekatul 1,179Minyak Jagung 0,9923Minyak Curah 0,8967Minyak Kedelai 0,9143Minyak Jelantah 1,005
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan tabel diatas, bobot jenis yang paling besar didapat oleh
sampel minyak kelapa sawit yaitu sebesar 6,959. Menurut Ketaren (1996), bobot
jenis minyak kelapa sawit ialah hanya sebesar 0,900 pada suhu kamar. Hal ini bisa
diakibatkan adanya kotoran atau zat lain yang iut terhitung pada saat perhitungan
bobot jenis pada sampel kelapa sawit ini. Minyak kedeali dan minyak curah
memiliki bobot jenis yang relatif kecil dibandingkan dengan sampel lainnya.
Minyak kedelai menunjukan hasil sebesar 0,9143. Menurut Ketaren (1996), bobot
jenis minyak kedelai adalah sebesar 0,916-0,922, hasil yang didapat tidak terlalu
jauh dengan literaur yang ada.
3.5 Pengamatan Titik Nyala dan Titik Asap Minyak
Titik asap merupakan suhu dimana pada saat minyak dipanaskan mulai
terbentuk asap tipis kebiru-biruan. Bila titik asap suatu minyak tinggi, makin
semakin baik pula mutu minyak. Titik nyala adalah suhu pada saat minyak
menghasilkan percikan yang pertama atau dapat pula diketahui ketika suhu pada
saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Hasil pengamatan
titik nyala dan titik asap pada minyak adalah sebagai berikut.
INDRI HADIANSYAH240210100100
Tabel 3.5. Pengamatan Titik Nyala dan Titik Asap MinyakSampel Titik Nyala Titik Asap
Minyak Kelapa sawit 270oC >270oCMinyak Bekatul 272oC >272oCMinyak Jagung 290oC >290oCMinyak Curah 221oC >221oCMinyak Kedelai 202oC >202oCMinyak Jelantah 236oC >236oC
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Winarno (1999) menyatakan minyak yang digunakan berulang akan
mempunyai titik asap yang semakin rendah, suhu minyak menjadi lebih cepat
meningkat. Titik asap minyak bergantung pada kandungan asam lemak bebasnya.
Minyak yang tinggi asam lemak bebasnya, tinggi juga gliserolnya. Semakin tinggi
gliserolnya semakin rendah titik asapnya. Berdasarkan hasil praktikum diatas
menunjukan bahwa sampel yang memiliki titik nyala paling rendah adalah minyak
kedelai, seharusnya sampel yang memiliki titik nyala yang paling rendah adalah
minyak jelantah karena minyak ini sering digunakan secara berulang.
3.6 Pengamatan Kadar Air Minyak
Pengamatan kadar air pada minyak ini dilakukan dengan 2 metode yang
berbeda yakni metode termogravimetri dan metode hot plate. Metode
termogravimetri menggunakan oven dalam penentuan kadar air pada setiap
sampel. Sampel terlebih dahulu dimasukan kedalam cawan alumunium yang telah
setimbang kemudian dimasukan kedalam oven dengan suhu 105 °C selama 30
menit. Sedangkan pada cara hot plate, sampel dimasukan kedalam cawan dan
dipanaskan diatas hot plate sampai tidak ada gelembung, setelah itu sampel
dimasukan kedalam desikator selama 15-20 menit agar didapat berat yang stabil.
Hasil yang didapat dari pengamatan ini adalah sebagai berikut
Tabel 3.6. Pengamatan Kadar Air Minyak
SampelKadar Air
rata - rataCara Oven Cara Hot Plate
Minyak Kelapa sawit 0,157 % 1,90 % 1,03%Minyak Bekatul 0,986 % 1,60 % 1,29%Minyak Jagung 0,090 % 1,60 % 0,85%Minyak Curah 0,215 % 1,16 % 0,69%Minyak Kedelai 0,781 % 0,53 % 0,66%Minyak Jelantah 0,228 % 0,27 % 0,25%
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
INDRI HADIANSYAH240210100100
Berdasarkan tabel pengamatan diatas, penentuan kadar air menggunakan
metode termogravimetri dan metode hot plate menghasilkan kadar air yang
berbeda, metode hote plate menghasilkan kadar air yang cenderung lebih besar
dibandingkan dengan metode termogravimetri (oven). Hal ini disebabkan karena
pada metode ini suhu yang digunakan dalam penentuannya lebih tinggi
dibandingkan dengan metode oven. Pada proses penentuan kadar air metode hot
plate sampel dipanaskan sampai tidak ada gelembung. Hal ini mengindikasikan
bahwa suhu yang digunakan pada metode ini lebih besar dibandingkan dengan
metode oven, sehingga kandungan yang teruapkan lebih banyak yang
menyebabkan hasil kadar air yang lebih besar.
Rata-rata kadar air yang didapat menunjukan bahwa minyak bekatul
memiliki kadar air yang paling besar, diikuti oleh minyak kelapa sawit, minyak
jagung, minyak curah, minyak kedelai, dan kadar air yang paling kecil adalah
minyak jelantah. Minyak jelantah memiliki kadar air paling kecil karena
disebabkan terjadinya pemanasan secara terus menerus sehingga menyebabkan
kadar air pada sampel tersebut semakin lama semkain habis.
Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang
akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak
semakin cepat tengik. Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas minyak yang
dihasilkan yaitu minyak akan menjadi cepat tengik selama penyimpanan
INDRI HADIANSYAH240210100100
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setiap sampel memilki perbedaan warna, aroma, serta kekentalan.
Warna yang paling berbeda ditunjukan oleh sampel minyak jelantah yang
menunjukan warna yang lebih kecoklatan dibandingkan dengan sampel
lain yang memiliki warna yang lebih kekuningan.
Aroma yang paling menyengat terdapat pada minyak jelantah, diikuti oleh
minyak kedelai yang memiliki aroma yang khas kedelai, selanjutnya
minyak bekatul, minyak jagung, minyak curah, dan yang paling tidak
menyengat adalah minyak kelapa sawit.
Minyak jelantah memiliki kekentalan paling tinggi disebabkan karena
telah hilangnya sebagian besar kandungan air yang ada didalam sampel.
Kejernihan minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak
Nilai indeks bias paling tinggi ditunjukan oleh sampel minyak curah, dan
nilai indeks bias paling kecil adalah kelapa sawit.
Sampel yang memiliki titik nyala paling rendah adalah minyak kedelai,
seharusnya sampel yang memiliki titik nyala yang paling rendah adalah
minyak jelantah karena minyak ini sering digunakan secara berulang.
Penentuan kadar air menggunakan metode termogravimetri dan metode
hot plate menghasilkan kadar air yang berbeda.
4.2 Saran
Pada penentuan indeks bias sebaiknya tidak dilakukan pada suhu kamar
dan sebelum digunakan prisma sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan pelarut lemak yang sesuai, agar hasilnya lebih akurat.
Pengamatan kejernihan sebaiknya dilakukan oleh lebih dari dua orang
suapaya hasil yang didapat lebih akurat.
INDRI HADIANSYAH240210100100
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, Dedi, et. al. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.