[1] Menumbuhkan Nilai-nilai Edukasi

3
MENUMBUHKAN NILAI-NILAI EDUKASI Oleh:Muhammad Zaini Senin, 01 Juni 2015 00:05 Muhammad Zaini—Proses kegiatan pendidikan merupakan kekayaan nilai yang tiada tara. Guru dan peserta didik bersatu padu dalam proses interaksi menumbuhkan nilai-nilai edukatif. keduanya tak terpisahkan. Guru harus menyadari bahwa proses didik yang berlangsung dalam rentang waktu bertahun-tahun sesungguhnya bagian dari proses pengembangan kuwalitas dirinya untuk tumbuh semakin lebih baik. Tak terasa seiring waktu guru melakukan proses pembelajaran bersama peserta didik yang mempunyai sisi keunikan sangat beragam. Dengan keunikan itu, guru dapat menimba banyak pengalaman, metode dan ilmu, karena kesabaran da ketekunannya menyelami dunia ilmu, keunikan serta menghadapi tantangan yang terus mengalir tanpa henti. Guru giat melakukan peningkatan kualitas diri, karena kondisi peserta didik selalu mendorongnya untuk selalu belajar. Kenyataan ini jika dimaknai secara mendalam,ma

description

Menumbuhkan Nilai-nilai Edukasi

Transcript of [1] Menumbuhkan Nilai-nilai Edukasi

MENUMBUHKAN NILAI-NILAI EDUKASIOleh:Muhammad ZainiSenin, 01 Juni 201500:05

Muhammad ZainiProses kegiatan pendidikan merupakan kekayaan nilai yang tiada tara. Guru dan peserta didik bersatu padu dalam proses interaksi menumbuhkan nilai-nilai edukatif. Peran keduanya tak terpisahkan. Guru harus menyadari bahwa proses didik yang berlangsung dalam rentang waktu bertahun-tahun sesungguhnya bagian dari proses pengembangan kuwalitas dirinya untuk tumbuh semakin lebih baik. Tak terasa seiring waktu guru melakukan proses pembelajaran bersama peserta didik yang mempunyai sisi keunikan sangat beragam. Dengan keunikan itu, guru dapat menimba banyak pengalaman, metode dan ilmu, karena kesabaran dan ketekunannya menyelami dunia ilmu, keunikan serta menghadapi tantangan yang terus mengalir tanpa henti. Guru giat melakukan peningkatan kualitas diri, karena kondisi peserta didik yang selalu mendorongnya untuk selalu belajar. Kenyataan ini jika dimaknai secara mendalam,maka kehadiran peserta didik adalah sebuah anugerah besar, apapun keberadaan mereka, karena mereka telah hadir menjadi bagian dari perjalanan hidup sang guru.Demikian juga peserta didik, sekecil apapun peran guru adalah sangat bermakna. Guru yang hari-harinya selalu membimbing dan mendampingi tidak dapat dilupakan begitu saja. Sejatinya setiap guru berhati mulia, dengan keinginan dan cita-cita hendak menjadikan peserta didiknya lebih baik dan berkhidupan mulia. Walaupun guru terkadang dalam praktik proses belajar-mengajar melakukan sedikit kesalahan, tetapi sesungguhnya spirit dan niatnya tetap dalam koridor mendidik agar dapat mengantar peserta didik meraih sukses di masa depan. Saya menyaksikan peserta didik SMP Muhammadiyah 1 Pasuruan yang baru-baru ini telah sukses melaksanakan prosesi wisuda penuh khidmat. Mereka menggunakan pakaian rapi, tertata dan teratur serta terlihat taat mengikuti proses wisuda. Semua guru pun terlihat mempunyai injeksi semangat melebihi hari-hari biasanya. Satu malam suntuk guru-guru mempersiapkan tempat dan rangkaian acara agar prosesi wisuda menjadi persembahan terbaik di akhir studi peserta didik.Saya sebagai pendatang baru di Kota Pasuruan yang diberi amanah perintisan Pondok PesantrenS-PEAM, turut diajak urun-rembuk untuk menyiapkan seremonial acara. Saya hanya memberikan satu usulan bahwa penganugerahan prestasi tidak hanya diberikan kepada mereka yang berprestasi akademik, tetapi prestasi-prestasi non-akademik pun harus diperhatikan. Prestasi-prestasi itu dapat dipetakan dalam beberapa kategore, seperti sport, religious habit, kedisiplinan, loyalitas, kepedulian, gerakan peduli bersih dan lain-lain. Ibu Nurul Hidayati sebagai ketua Panitia langsung berpikir dan merespon cepat atas ide yang saya usulka itu. Saat itu pula Ibu Nurul Hidayati melakukan pendataan prestasi peserta didik secara spontan berdasarkan kategore non-akademik. Saya tidak tau proses pendataan itu, apakah berdasarkan data valid atau tidak. Hanya saja saya berpikir bahwa tidak sedikit sekolah di Indonesia yang secara tidak sadar mempersempit ruang apresiasi terhadap prestasi peserta didik. Hal-hal yang bersifat afektif dan attitude seringkali tidak ada ruang penghargaan yang dinobatkan sebagai bagian dari prestasi peserta didik.Andaikan saja penganugerahan prestasi non-akademik itu dipersiapkan sedemikian rupa dan masuk dalam sistem dan desain kurikulum, maka kepincangan pendidikan kita yang kini mulai tercerabut dari keseimbangan antara ilmu dan amal, pelan-pelan akan semakin menemukan jawabannya. Guru dan peserta didik berproses menumbuhkan perilaku mulia yang terpatri dalam setiap interaksi pembelajaran(llearning interaction). Hal ini sesungguhnya menjadi tugas serius kita semua sebagai penggerak, pegiat dan pelaku pendidikan untuk menghadirkan konsep baru yang dapat ditarik ke ranah proses edukatif di lembaga- lembaga sekolah. Saya apresiatif atas sebuah artikel yang ditulis oleh Edy Susanto, Principal SDM 4 Pucang Surabaya,Bersungguh-sungguh Membangun Karakter,di Suara Muhammadiyah edisi 10, 16-31 Mei 2015 pada rubrik Di Antara Kita hlm. 28-29. Tulisan itu adalah hasil dari International Visiting Program ke sekolah-sekolah Jepang bersama 6 kepala sekolah-sekolah Muhammadiyah se-Indonesia selama 15 hari, di awal bulan April 2015 yang dibimbing langsung oleh Professor Imam Robandi.Tulisan itu sangat penting diperhatikan untuk menjadi renungan kita semua sebagai pegiat dan penggerak pendidikan. Walaupun hanya fokus pada satu variable pembahasan, tulisan tersebut ulasannya sangat mendala, sarat nilai, dan ada banyak kisah yang dapat dipetik ibrah dalam proses pendidikan kita di Indonesia. Variable itu terkait dengan sebuah pembiasaan yang menjadi karakter kuat sekolah Jepang dalam melakukan gerakan peduli bersih yang dilakukan secara serentak oleh siswa dan guru serta seluruh warga sekolah, sehingga kebersihan lingkungan sekolah tidak tergantun pada tenaga pada cleaning service, bahkan lingkungan sekolah Jepang yang dihuni oleh ratusan siswa tidak ada tenaga khusus yang bertugas sebagai cleaning service. Di sinilah letak wajah pendidikan negeri Sakura yang menurut pandangan Edy Susanto dalam uraian artikelnya yang membedakan dengan sistem pendidikan di negara-negara Barat.