repository.uinbanten.ac.idrepository.uinbanten.ac.id/2152/2/TESIS.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of repository.uinbanten.ac.idrepository.uinbanten.ac.id/2152/2/TESIS.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah masa depan, maka tidak jarang sebagian orang tua juga
mengatakan anak adalah aset kehidupan. Menyaksikan anak tumbuh dengan
jiwa dan fisik yang sehat tentu menjadi harapan dan dambaan setiap orang
tua. Apapun usaha yang dianggap bisa bermanfaat untuk kemajuan dan
keberhasilan anak akan ditempuh dengan segala daya dan peran.
Sebagai orang tua tentu rasa tanggung jawab yang paling diutamakan
terhadap masa depan anaknya. Tanggung jawab anak, tidak cukup hanya
menyediakan harta secara berkecukupan atau bahkan berlimpah ruah.
Tanggung jawab di prioritaskan kepada masa depan pendidikan agama anak-
anak.1 Dadang Hawari menjelaskan bahwa, perkembangan atau
pembentukan kepribadian anak tidaklah terjadi begitu saja melainkan
merupakan perpaduan antara faktor-faktor biologis, psikoedukatif,
psikososial dan spiritual.2
Masa kanak-kanak membutuhkan pengasuhan yang berkelanjutan.
Anak-anak yang dalam masa perkembangannya kurang mendapatkan
1 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan Anak Secara Islami (Jakarta,
Amzah;2007) h. 7 2 Dadang Hawari, Al Qur‟an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Jakarta,
Dana Bakti Prima:1997) h.173
-
2
perhatian perawatan jasmaniyah dan cinta kasih, anak tersebut akan
mengalami umanitie psikis (kehampaan psikis, kering dengan perasaan)
sehingga bisa mengakibatkan hambatan atau kelambatan pada fungsi
jasmaniah, begitu juga pada fungsi ruhaniah, terutama perkembangan
intelegensi dan emosi.
Menurut Ahmad Tafsir, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya
menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan
anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat,
berketerampilan, cerdas, pandai dan beriman.3 Aspek – aspek perkembangan
inilah yang menjadi perhatian paling utama orang tua dan keluarga sebagai
institusi pertama dan utama dalam pendidikan anak-anaknya.
Keluarga merupakan unit atau institusi sosial terkecil yang dapat
memenuhi kebutuhan insani dalam mengembangkan kepribadian anak, baik
kebutuhan fisik-biologis maupun sosio-psikologisnya. Namun, sebagai
pendidik pertama dan utama, orang tua tidak hanya dituntut untuk
mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang positif tersebut, tetapi juga harus
meneladankannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam analisis Atiyah Al-
Abrasy keluargalah yang akan memberikan warna kehidupan seorang anak
mendapat tempaan pertama kali yang kemudian menentukan baik buruk
3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2011) h.155
-
3
kehidupan setelahnya di masyarakat hingga tak salah lagi kalau keluarga
adalah elemen penting dalam menentukan baik-buruknya masyarakat.4
Berangkat dari faktor perhatian orang tua terhadap perkembangan
anak inilah, maka senada dengan istilah yang hadir dalam masyarakat yakni
„menjadi orang tua tidaklah mudah‟. Dalam hal ini Nizar Baiquni mengutip
ungkapan seorang konselor pernikahan dan penulis buku How To Be a
Couple and Still Be Free yaitu bahwa banyak pasangan muda yang tidak
tahu apa yang harus mereka lakukan ketika memiliki momongan. Mereka
tidak memikirkan sebelumnya dan akhirnya kaget serta merasa kerepotan
menjalaninya.5 Inilah aspek-aspek yang harus diperhatikan dan disiapkan
oleh orang tua dan keluarga dalam pertumbuhn dan pendidikan anaknya.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi
anak. Keluarga yang biasanya terdiri dari seorang ayah, ibu dan para anggota
muda (anak-anak) memiliki fungsi dalam pendidikan yaitu mendidik,
membimbing dan membina anggota keluarga untuk memenuhi perannya
sebagai orang dewasa dan makhluk bermasyarakat. Di dalam keluarga anak
belajar sejak dalam kandungan hingga perjalanan usia anak memasuki rumah
tangga sendiri. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yag sangat
mendasar dalam mengoptimalkan semua potensi anak. Peran keluarga tidak
4 Atiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar pokok pendidikan Islam (Jakarta, bulan bintang,
1993) h.133 5 Ahmad Nizar Baiquni, Jika Salah Mengasuh dan Mendidik Anak (Yogyakarta,
Sabil, 2016) h. 52
-
4
dapat tergantikan sekalipun anak telah dididik di lembaga pendidikan formal
maupun non formal.6
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Oleh karenanya pendidikan di Indonesia
diselenggarakan melalui tiga jalur pendidikan yaitu : formal, non formal dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Keluarga merupakan
salah satu jalur pendidikan informal selain lingkungan.7 Sehingga pendidikan
yang dilakukan oleh orang tua dan keluarga merupakan salah satu jalur
pendidikan yang signifikan dalam membentuk karakteristik anak.
Vitalnya peran orang tua dan keluarga dalam perkembangan seorang
anak, menjadikan para praktisi pendidikan kontemporer saat ini menjadikan
tema orang tua dan keluarga sebagai kajian pokok pendidikan anak. Kajian
khusus mengenai pendidikan keluarga ini dikenal dengan parenting.
Parenting yang berkembang saat ini adalah ilmu tentang mengasuh,
mendidik dan membimbing anak dengan benar dan tepat. Jadi, mengasuh
anak itu ada ilmunya yang dinamakan dengan parenting.
Perkembangan parenting belakang ini, adalah refleksi dari
fundamennya pendidikan keluarga. Pedidikan yang dilakukan oleh orang tua
bukan hanya sekedar menyiapkan kebutuhan fisik maupun materinya saja,
6 Direktorat pembinaaan anak usia dini, pedoman penyelenggaraan pedidikan anak
usia dini berbasis keluarga (Jakarta, Dirjen PAUD, Non Formal dan Informal : 2012) h.1 7 Bab I Ketentuan Umum Pasal I Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
-
5
tetapi lebih dari itu parenting memandang bahwa orang tua merupakan
instrument sempurnanya perkembangan anak. Dalam istilah Munif Chatib
orang tua harus menjadi penyelam Discovering Ability (menjelajah
kemampuan anak meskipun sekecil debu). Bagi Munif Chatib, discovering
ability maupun discovering disability yang dilakukan orang tua akan
memiliki dampak psikologis utuk anak-anak.8
Inilah gerakan yang dilakukan oleh Munif Chatib dan Ayah Edy
sebagai salah satu dari pakar parenting saat ini Indonesia. Munif Chatib
adalah seorang konsultan pendidikan yang memiliki latar belakang yang unik
yaitu sarjana hukum, tetapi memiliki minat yang kuat dengan dunia
pendidikan. Dia adalah lulusan Supercamp asuhan Bobbi DePorter (penulis
buku Quantum Learning dan Quantum Teaching) peratama dari Indonesia.
Ini sangat terlihat dalam semua karya-karya dan ceramah-ceramahnya dalam
setiap acara, yaitu menjadikan Multiplle Intelligencia (Kecerdasan Majemuk)
yang digagas Howard Gardner sebagai paradigma pengasuhan dan
pendidikan anak.
Melalui trilogy bukunya yang berjudul Sekolahnya Manusia (terbit
2009), Gurunya Manusia (2011) dan Orang Tuanya Manusia (terbit 2012).
Munif Chatib menyadarkan akan pentingnya paradigma baru dalam
pendidikan anak baik di rumah maupun di sekolah. Melalui cara berfikir
8 Munif Chatib, Orang Tuanya manusia ( Bandung, kaifa, 2016) h.114
-
6
bahwa setiap anak itu cerdas, setiap anak itu berpotensi, setiap anak adalah
bintang dan tidak ada produk yang gagal. Munif menyadarkan para orang tua
untuk dapat memberikan stimulus dan lingkungan yang tepat sesuai bakat
dan minat anak. Dalam bukunya berjudul Orang Tuanya Manusia (2012),
Munif memaparkan pikiran-pikiran genius tentang materi-materi apa yang
dibutuhkan orang tua untuk menjadi orang tua ideal. Misalnya bagaimana
memberikan stimulus yang tepat untuk melejitkan kecerdasan anak,
bagaimana membangkitkan rasa percaya diri anak, mengidentifikasi bakat
dan minat anak, serta lainnya.
Begitupun dengan Ayah Edy, pakar parenting penggagas gerakan
Indonesia Strong For Home yang berlatar belakang pendidikan ekonomi,
akuntansi dan komunikasi. Tetapi memiliki kecenderungan bahkan
menemukan potensi terbaiknya di bidang parenting setelah ia berkelana
dengan berbagai profesi bisnis baik di dalam dan luar negeri serta bidang
lainnya yang ia geluti. Melalui salah satu bukunya yang berjudul Ayah Edy
Punya Cerita, beliau memaparkan bagaimana konsep parenting dalam
menempatkan peran strategis orang tua dan keluarga dalam perkembangan
anak.
Ayah Edy adalah seorang praktisi pendidikan anak berbasis Multiple
Intelligence dan Holistic Learning System. Dengan gagasannya yang disebut
gerakan, "Indonesian Strong From Home” ia melakukan sebuah gerakan
-
7
yang berperan dalam pentingnya membangun Indonesia yang kuat dari
keluarga, gerakan sederhana yang mengawali perubahan baik dari diri
sendiri dan keluarga kita sendiri.
Konsep parenting yang dilakukan Munif Chatib dan Ayah Edy akan
menjadi penting manakala ditinjau dalam sudut pandang pendidikan Islam.
Mengingat, pakar-pakar pendidikan Islam klasik sesungguhnya sudah
memperhatikan konsep orang tua dan keluarga dalam perkembangan anak.
Diantaranya yang relevan dengan konteks pendidikan anak adalah ; adab al-
mu‟allimin (Muhammad Ibn Sahnun wafat 256 H), Ta‟lim al-Sibyan wa
ahkam al-Mu‟allimin (Al-Qabisi w.403), ayyuha Al-walad (Al-Ghazali
w.505 H), Ta‟lim al-Muta‟allim (Al-Zarnuji w. 591 H), Tahrir Al-Maqal fi
adab wa ahkam wa fawaid yahtaj ilaiha muaddib al-Athfal (Ibnu Hajar Al-
Haitami w.947 H), Siyasat al-Sibyan wa tadhbirihim (Ibnu Jazzar Al-
Qairawani w. 395 H), Tadrikat al-Sami wa al-Mutakallim fi adab al-Alim wa
al-Muta‟allim (Ibnu Jama‟ah w. 733 H).9
Karya-karya para pakar pendidikan Islam tersebut, sesungguhnya
menghadirkan konsep sistematis mengenai orang tua dan keluarga terhadap
pendidikan serta perkembangan anak yang pada masa sekarang ini
dikembangkan melalui parenting. Konsep Parenting ini merupakan refleksi
9 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan; 10 cara al-Qur‟an Mendidik Anak
(Malang, UIN-Malang Press,2008),h.12
-
8
para pakar pendidikan khususnya mengenai peran strategis orang tua dan
guru dalam pendidikan.
Redefinisi tentang konsep orang tua dan keluarga yang dilakukan
oleh Munif Chatib dan Ayah Edy menjadi topik utama dalam perkembangan
parenting saat ini. Berangkat dari inilah, maka penulis melakukan penelitian
dalam tesis ini dengan judul “ Konsep Orang Tua dan Keluarga Menurut
Pakar Parenting Dalam Tinjauan Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran
Munif Chatib dan Ayah Edy) “.
B. Identifikasi Masalah
Agar penelitian ini menemukan titik terang pembahasannya, maka
penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul sebagai berikut :
1. Tanggug jawab pendidikan yang sangat besar adalah terdapat pada
orang tua tetapi mayoritas orang tua tidak mengetahui bahwa dirinya
mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya.
2. Seharusnya orang tua mempunyai konsep tentang mendidik anak
yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan, supaya orang tua
tidak senantiasa menyalahkan anak.
3. Orang tua terkadang tidak mengetahui bakat anak, dan senantiasa
memanjakannya.
-
9
4. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama dan pertama
bagi anak tetapi kebanyakan orang tua tidak memahami akan
pentingnya pendidikan keluarga.
Maka penulis ingin menganalisis pemikiran dua tokoh parenting saat
ini di Indonesia mengenai konsepnya tentang orang tua dan keluarga dalam
tinjauan pendidikan Islam.
C. Pembatasan Masalah
Tesis ini dibatasi oleh konsep oranng tua dan keluarga dalam
pandangan Munif Chatib dan Ayah Edy. Dimana pandangan-pandangan
tersebut masih di dalam bingkai pendidikan Islam.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara jelas
apa saja masalah yang ingin kita carikan jawabannya. Atau dengan kata lain,
adalah pernyataan lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup
pembahasan. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang ada,
maka dapat dimunculkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep orang tua dan keluarga menurut pemikiran
Munif Chatib ?
2. Bagaimana konsep orang tua dan keluarga menurut pemikiran Ayah
Edy ?
-
10
3. Bagaimana Analisa Perbandingan Pemikiran Munif Chatib dan Ayah
Edy tentang Konsep Orang Tua dan Keluarga dalam Pendidikan
Islam?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah :
Tujuan penelitian akan mendeskripsikan ruang lingkup dari kegiatan
yang akan dilakukan berdasarkan rumusan masalah. Adapun tujuan
penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui konsep orang tua dan keluarga dalam pemikiran
Munif Chatib
b. Untuk mengetahui konsep orang tua dan keluarga dalam pemikiran Ayah
Edy
c. Untuk mengetahui analisa perbandingan pemikiran Pendidikan Munif
Chatib dan Ayah Edy tentang orang tua dan keluarga dalam pedidikan
Islam.
2. Manfaat Penelitiannya :
Manfaat Penelitian merupakan kegunaan teknis penelitian bagi setiap
kalangan. Adapaun manfaat penelitiannya adalah :
a. Bagi para pakar pendidikan, sebagai bahan untuk mengkaji lebih dalam
tentang konsep parenting.
-
11
b. Bagi para pembaca, sebagai sarana untuk memahami konsep parenting
khususnya pemikiran Munif Chatib dan Ayah Edy
c. Bagi para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan, dapat menggunakan
penelitian ini sebagai acuan memahami konsep orang tua dan keluarga
terhadap perkembangan peserta didik.
d. Bagi penulis, penelitian ini menjadi referensi untuk pengkajian
selanjutnya khususnya pada bidang parenting.
e. Bagi Orang tua, peneltian ini akan menjadi ukuran dan pedoman
pendidikan dan pola asuh anak (parenting) yang disesuaikan dengan
perkembangan psikisnya.
F. Tinjauan Pustaka
Marnah, dengan judul tesis “ Impelementasi PAI Dalam Keluarga
Dan Kegiatan Keagamaan Di Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Akhlak
Peserta Didik (Studi Kasus di SMK Setia Budhi dan SMK Muhammadiyah
Kelas XII Rangkasbitung) “ membahas mengenai implementasi PAI dalam
keluarga yang berdampak terhadap akhlak anak dalam kehidupan sehari-
harinya.10
Ia mengidentifikasi bahwa praktik-praktik penanaman keagamaan
yang diajarkan oleh orang tua dan diterapkan dalam keluarga sangat
mempengaruhi sikap dan akhlak anak, misalnya akhlak anak ketika ia
10 Marnah, Impelementasi PAI Dalam Keluarga Dan Kegiatan Keagamaan Di
Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik (Studi Kasus di SMK Setia
Budhi dan SMK Muhammadiyah Kelas XII Rangkasbitung), Tesis Program Pascasarjana
IAIN SMH Banten,2016.
-
12
disekolah dan masyarakat. Tesis ini, merupakan perbandingan awal bagi
penulis dalam pembahasan mengenai peran dan konsep orang tua serta
keluarga dalam pendidikan bagi anak-anaknya. Meskipun, tesis ini tidak
banyak menganalisis mengenai pergeseran konsep orang tua dan keluarga.
Tetapi tesis ini cukup untuk melihat deskripsi praktik-paraktik keagamaan
yang diterapkan orang tua dalam keluarga berdampak terhadap perilaku
anak.
Tesis lainnya adalah “Peran Orang Tua dan Keteladanan Guru
Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Akhlak” (Studi Perbandingan Antara
MI Syekh Mansyur dan MI Al-Mu‟min Kec.Cimanuk) adalah karya Ipah
Saripah yang membahas bagaimana keteladanan orang tua berdampak
terhadap kualitas dan peningkatan mutu pendidikan Akhlak.11
Dalam Tesis
ini, ia menjelaskan bahwa tanpa peran orang tua dan keluarga, nilai-nilai
pendidikan formal tidak akan ada artinya sama sekali. Dalam Identifikasinya
dilapangan, pendidikan yang dilakukan orang tua dan keluarga terhadap
anaklah yang akan mempengaruhi aspek kesopanan, estetika anak, dll.
Penelitian ini cukup untuk mencari informasi mengenai peran orang tua
dalam pengajaran nilai-nilai akhlak yang mempengaruhi kepribadiannya,
tetapi penelitian ini tidak mendeskripsikan mengenai tehnik dan pola asuh
11 Ipah Saripah, Peran Orang Tua dan Keteladanan Guru Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Akhlak” (Studi Perbandingan Antara MI Syekh Mansyur dan MI Al-
Mu‟min Kec.Cimanuk) Tesis Program Pascasarjana IAIN SMH Banten 2016.
-
13
terhadap anak yang sesuai dengan pendidikan Islam dan perkembangan
psikologi anak.
Dalam tesis dengan judul “Hubungan Perhatian Orang Tua dan
Disiplin Belajar dengan Prestasi Siswa MI PUI Majasari, Kecamatan Ligung,
Kabupaten Majalengka”. Rika Rohayani menjelaskan bahwa perhatian orang
tua dan disiplin belajar bagi anak sangat penting untuk meraih prestasi
belajar karena orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing,
pemelihara dan sebagai pendidik anak-anaknya. Dalam identifikasi
penelitiannya, perhatian yang diberikan orang tua dalam keluarga kepada
anak sangat mempengaruhi pola kedisiplinan anak-anaknya baik dalam
lingkungan sekolahnya maupun masyarakat. Bahkan menurutnya, kegagalan
akademik atau gagalnya peserta didik dalam berprestasi tidak lain adalah
karena lemahnya perhatian orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak.
Kekurangan tesis ini memang tidak mendeskripsikan secara mendalam
mengenai konsep dan pola asuh orang tua dalam terhadap pendidikan anak
saat ini, tetapi tesis ini menjadi penelitian yang patut dirujuk penulis ketika
hendak menjelaskan konsep orang tua dan keluarga terhadap pendidikan
anak.
Disertasi dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola
Asuh Holistik Melalui Parenting Education Di Kabupaten Karanganyar”
adalah karya Tri Sunarsih dalam program doktoralnya pada Universitas
-
14
Sebelas Maret.12
Disertasi ini membahas bagaimana parenting education
sangat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya.
Karya yang menganalisis gagasan parenting Munif Chatib adalah
penelitian yang dilakukan oleh Sigit Purnama, Dosen UIN Sunan Kalijaga
Jogjakarta dalam penelitiannya berjudul “ Materi-Materi Parenting
Education Menurut Pemikiran Munif Chatib”.13
Dalam penelitian ini,
dipaparkan bagaimana materi-materi parenting Munif Chatib seperti
menyelami kemampuan dan bakat anak serta menerapkannya pada teknik
Multiplle Intellegencia. Tetapi penelitian ini tidak mendeskripsikan
bagaimana pandangan dan konsep parenting Munif Chatib tersebut dalam
bingkai pendidikan Islam.
Penelitian yang terbit dalam Jurnal Ilmiah WIDYA mengenai
“Pengaruh Pola Asuh (Parenting) Orang Tua terhadap perkembangan otak
usia dini” merupakan tulisan Amelia Vinayastri dari Universitas Prof. Dr.
Hamka (UHAMKA). Dalam jurnal ini ia menjelaskan bagaimana parenting
yang dilakukan orang tua dalam keluarga berdampak terhadap
perkembangan otak anak di usia dini. Menurut Amelia, kehangatan
emosional Ibu dengan janin, merangsang 250.000 neuron (belum matang)
12 Tri Sunarsih, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Holistik Melalui
Parenting Education Di Kabupaten Karanganyar, Disertasi pada Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016. 13
Sigit Purnama, Materi-Materi Parenting Education Menurut Pemikiran Munif
Chatib, Penelitian Individual BOPTN UIN Sunan Kalijaga, 2013.
-
15
yang telah diproduksi setiap menit melalui pembelahan sel pada bulan kedua
kehamilan.14
Penelitian lain terdapat dalam Jurnal Elementary dengan Judul “Ayat-
Ayat Tentang Peranan Ibu Dalam Pendidikan Anak” adalah tulisan
Fathiyaturrohmah dari STAIN Kudus. Dalam Jurnal ini dijelaskan mengenai
peranan dan tanggung jawab Ibu sebagai orang tua dalam tinjauan ayat-ayat
al-Qur‟an.15
Buku Orang Tuanya manusia karya Munif Chatib memaparkan
konsep-konsep orang tua dan keluarga dalam perkembangan anak. Ia
memaparkan bahwa orang tua harus memberikan perhatian yang serius pada
faktor tumbuh kembang secara fisik maupun psikis pada anak usia dini,
dalam berada dalam masa golden age. Jika orang tua gagal memberikan
stimulus yang tepat, artinya hanya membangun fondasi ala kadarnya untuk
buah hati tercinta, pada masa remaja dan dewasa, anak layaknya sebuah
bangunan dengan fondasi yang rapuh. Dalam buku ini, Munif Chatib secara
tidak langsung medekontruksi mengenai konsep orang tua dan keluarga
dalam perkembangan serta tumbuh kembang anak yang luput dari
pemahaman selama ini.
Jika selama ini secara normatif orang tua dan keluarga memiliki
peran pendidikan moral seperti keteladanan dan lain-lain, maka Munif
14 Jurnal Ilmiah WIDYA, Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015. 15 Jurnal Elementary, Vol.2 No.1 Januari-Juni 2014.
-
16
Chatib tidak sekedar itu, ia mengartikulasikan peran dan tanggung jawab
orang tua serta keluarga dalam mendeteksi kecerdasan, potensi dan bakat
anak agar ia menemukan golden age dan samudera kemampuannya. Karya
ini merupakan literatur yang memberikan paradigma baru khususnya bagi
para orang tua Indonesia mengenai bagaimana orang tua dapat menerapkan
multiple intelegencia dalam melihat perkembangan anak-anaknya.
Karya lainnya yang menjadi barometer penulisan tesis ini adalah
buku „Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak‟.16
Dalam buku
ini, Ayah Edy memaparkan pendidikan holistik pada anak yang dilakukan
orang tua dalam keluarga. Ayah Edy memaparkan mengenai pemetaan
potensi anak sebagai bagian dari pendidikan holistik. Lima langkah konkret
dalam pemetaan potensi unggul anak; pertama, menyusun program stimulasi,
membuat daftar minat dan bakat, uji coba minat dan bakat anak, penajaman
profesi dan make a life plan.
Langkah-langkah ini harus dilakukan orang tua (ayah-bunda) dalam
membina dan mengembangkan bakat dan potensi unggul anaknya. Dalam
buku ini, Ayah Edy secara praktis menerapkan paradigma baru dalam
keluarga khususnya terhadap para orang tua. Bahwa sesungguhnya orang tua
bukan hanya mendidik anak secara moral keseharian saja, tetapi lebih dari
itu, anugerah terbesar yang telah Allah SWT berikan kepada anak kita
16 Ayah Edy, Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak (Jakarta, Noura
Books, 2016).
-
17
melalui potensi uggulnya, seharusnya dikenal serta diketahui oleh para orang
tua.
Karya lainnya dari Ayah Edy adalah buku Ayah Edy Punya Cerita
(kumpulan kisah inspirasi parenting yang wajib diketahui orang tua).17
Dalam buku ini, Ayah Edy memaparkan kisah-kisah penting dalam parenting
bagi para orang tua. Ia menulis, ketika Jodi Foster menerima piala Oscar
sebagai aktris terbaik dalam salah satu film layar lebar, saat berada diatas
panggung ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukungnya hingga mendapatkan Piala Oscar itu, ucapan terima kasih
pertama kali yang dia ucapkan adalah untuk Ibunya. Kutipan cerita ini
dipaparkan Ayah Edy mengenai pentingnya orang tua dalam perkembangan
bakat, potensi dan masa depan sang anak.
Kekuatan kalimat positif orang tua bagi anak-anaknya merupakan
cercahan motivasi luar biasa. Inilah yang dalam paparan Ayah Edy dirasakan
oleh seorang Jodi Foster tadi, ketika Foster kecil mengalami kesulitan, maka
sang Ibu yang mengatakan kalimat positif „ Jodi kamu pasti bisa
mengatasinya, jangan khawatir‟. Inilah secercah kisah inspiratif parenting
yang dipaparkan Ayah Edy dalam buku ini.
Berdasarkan penelusuran para peneliti terdahulu yang terkait dengan
konsep orang tua dan keluarga dalam pendidikan Islam, tidak didapati judul
17 Ayah Edy, Ayah Edy Punya Cerita, kumpulan kisah inspirasi parenting yang
wajib diketahui orang tua (Jakarta, Noura Books, 2013).
-
18
penelitian yang sama. Dengan demikian masih ada ruang untuk meneliti
tema tersebut lebih lanjut.
G. Kerangka Pemikiran
Sebagaimana yang kita ketahui dalam proses pendidikan, peran atau
tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan hal yang
pokok terhadap maju mundurnya pendidikan. Dalam analisis Nur Ahid,
ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara
satu dengan yang lain. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya
sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana
pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan mengarahkannya
untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang
serius terhadap kebutuhan-kebutuhan moral-spiritual peserta didiknya.18
Proses sosialisasi dan penanaman nilai pada diri anak secara praktis
dimulai sejak anak dilahirkan. Dalam Islam, secara teoritis upaya penanaman
nilai-nilai pendidikan sudah dimulai sejak pemilihan jodoh. Dalam konteks
ini, Nabi Muhammad SAW telah memberikan isyarat dengan empat kriteria,
yaitu kecantikannya, kekayaannya, keturunannya dan agamanya.19
Ini
18 Nur Ahid, Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta, Pustaka
pelajar, 2010) h. 59 19
Nur Ahid, Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta, Pustaka
pelajar, 2010) h.61
-
19
menunjukan urgensi dari peran serta tanggung jawab orang tua dalam
keluarga khususnya terhadap perkembangan anak.
Menurut Fatah Yasin, keluarga sebagai pranata sosial pertama dan
utama, mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-
nilai kehidupan yang dibutuhkan anggotanya dalam mencari makna
kehidupannya. Disana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, kesetiaan, kasih
sayang, dan sebagainya. Dari kehidupan seorang ayah dan ibu terpupuk sifat
keuletan, keberanian sekaligus tempat berlindung, bertanya dan
mengarahkan anggotanya.20
Inilah signifikasi nilai-nilai pendidikan yang
efektif diterapkan oleh orang tua dan keluarga terhadap ana-anaknya.
Sehingga orang tua merupakan elemen dalam kontribusi keluarga terhadap
kualitas pendidikan.
Dalam Al-Qur‟an peran strategis orang tua dan keluarga dalam
pendidikan anak sesungguhnya bagian dari pelaksanaan perintah Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT :
َها يَا أَي َُّها الَِّذيَن َآَمُنوا ُقوا أَنْ ُفَسُكْم َوَأْهِليُكْم نَارًا َوُقوُدَها النَّاُس َواْلِحَجارَُة َعَلي ْ َمََلِئَكٌة ِغََلٌظ ِشَداٌد ََل يَ ْعُصوَن اللََّه َما َأَمَرُهْم َويَ ْفَعُلوَن َما يُ ْؤَمُرونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”( Q.S.At-Tahrim :6).
20
Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang, UIN Malang ress,
2008) h.203
-
20
Unit sosial terkecil yang disebut keluarga menjadi pendukung
lahirnya bangsa dan masyarakat, memiliki lima ciri khas, yaitu; (1) adanya
hubungan berpasangan antara kedua jenis kelamin,(2) adanya perkawinan
yang mengokohkan hubungan tersebut, (3) pengakuan terhadap keturunan,
(4) kehidupan ekonomi bersama, dan (5) kehidupan berumah tangga.21
Dari
sini sesungguhnya pendidikan dalam keluarga merupakan pengejawantahan
nilai-nilai pendidikan yang diamanatkan Undang-Undang untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lantas sesungguhnya bagaimana pendidikan dalam keluarga yang
harus dilakukan. Dalam hal ini, menurut Hery Noer Ali tanggung jawab
keluarga dibagi menjadi tiga bagian: (1) keluarga memberikan suasana
emosional yang baik bagi anak-anak seperti perasaan senang, aman, sayang
dan perlindungan. Suasana yang demikian bisa tercipta manakala kehidupan
rumah tangga itu sendiri diliputi suasana yang sama. (2) mengetahui dasar-
dasar pendidikan, terutama berkenaan dengan kewajiban dan tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan anak serta tujuan dan isi pendidikan yang
diberikan kepadanya. (3) Bekerjasama dengan pusat-pusat pendidikan di luar
lingkungan keluarga.22
21Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang, UIN Malang ress,
2008) h.203 22
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999) h.212-217
-
21
Kewajiban strategis seperti ini menjadikan kajian-kajian mengenai
orang tua dan keluarga adalah penting dalam pendidikan khususnya
pendidikan Islam. Sehingga ulama sekaliber Imam Al-Ghazali misalnya,
menulis karya khusus mengenai ini yang ia beri judul Ayyuhal Walad (Wahai
Anak). Ini menunjukan bahwa dalam Islam, pendidikan anak atau keluarga
yang saat ini berkembang dengan Istilah parenting sesungguhnya menjadi
perhatian utama dalam menerapkan pendidikan keluarga yang Islami.
Dalam uraian Amirullah Syarbini, keluarga merupakan lingkungan
pembentukan karakter pertama dan utama. Ia mengutip Philips yang
menyatakan keluarga hendaklah menjadi school of love, sekolah untuk kasih
sayang. Dan ungkapan Azra yang menyatakan dalam perspektif Islam
keluarga merupakan madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang
penuh cinta sejati dan kasih sayang.23
Keluarga yang baik menurut Azra yang dikutip Syarbini ini memiliki
empat ciri: (1) keluarga yang memiliki semangat (gairah) dan kecintaan
untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-
baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengartikulasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. (2) Keluarga dimana setiap anggotanya saling
menghormati dan menyayangi, saling asah dan asuh, (3) keluarga yang dari
segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan, tidak serakah dalam usaha
23
Amirullah Syarbini, pendidikan karakter Berbasis keluarga (Yogyakarta, Ar-Ruz
media, 2016) h.20
-
22
mendapatkan nafkah, sederhana dan tidak konsumtif. (4) selalu berusaha
meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui
proses belajar dan pendidikan seumur hidup.24
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga
dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat
dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang
lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah
dimilikinya, tetapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan yang
diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehigga masjid,
pondok pesantren, dan sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan
keluarga.25
Motivasi (pengabdian) keluarga (ayah-ibu) dalam mendidik anak-
anaknya semata-mata demi cinta kasih yang kodrati, sehingga dalam suasana
cinta kasih dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung dengan baik
seumur anak dalam tanggungan utama keluarga.26
Semua tanggung jawab tersebut kata Syahminan Zaini bertujuan
untuk: memelihara dan mengembangkan kemanusiaan anak, memenuhi
24 Amirullah Syarbini, pendidikan karakter Berbasis keluarga (Yogyakarta, Ar-Ruz
media, 2016) h.21 25
Abdul Mujib,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta, Kencana Prenada media, 2010) h.
227 26
Abdul Mujib,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta, Kencana Prenada media, 2010) h.
227
-
23
keinginan Islam terhadap anak, mengerahkan anak agar mempunyai arti bagi
orang tuanya.27
Menurut al-Nahlawi, kewajiban orang tua dalam pendidikan anak-
anaknya adalah: (1) menegakkan hukum-hukum Allah SWT. Pada anaknya
(QS. al-Baqarah:229-230); (2) merealisasikan ketentraman dan kesejahteraan
jiwa keluarga (QS. al-A‟raf: 189, ar-Rum:21); (3) melaksanakan perintah
agama dan perintah Rasulullah SAW. (QS. at-Tahrim: 6); (4) mewujudkan
rasa cinta kepada anak-anak melalui pendidikan.28
Inilah betapa strategis dan urgennya orang tua dan keluarga dalam
pendidikan anak-anaknya. Kosep Islam mengenai peran orang tua dan
keluarga dalam parenting sesungguhnya sangat holistik, bukan hanya
sekedar memelihara kebutuhan fisik anak saja tetapi lebih dari itu aspek
psikologis, moral, sosial dan spiritual menjadi pertimbangan pola asuh orang
tua.
Sehingga dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman :
ْرَك َلظُْلمٌ ۖ ِإنَّ الشِّ َوِإْذ َقاَل لُْقَماُن َِلبِْنِه َوُهَو يَِعظُهُ يَا بُ َنيَّ ََل ُتْشِرْك بِاللَِّه َعِظيم
27
Syahminan Zaini, Arti anak bagi seorang muslim (Surabaya, Al-Ikhlas, 1982)
h.118 28 Abdurahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuhan,
(Beirut: Daar al-Fikr,1979), h.123-127
-
24
“ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar “ (Q.S. Lukman : 13).
Menurut Quraish Shihab kata ُيَِعظ (ya‟izuhu) yaitu pengajaran yang
mengandung nasihat kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga
yang memaknai sebagai ucapan yang mengandung peringatan.29
Kata bunayya adalah panggilan untuk anak laki-laki. Dimana panggilan
tersebut mengandung kasih sayang. Lukman memulai nasehatnya kepada
putranya dengan menekankan perlunya menghindari perbuatan syirik, karena
perbuatan syirik adalah kedzaliman yang amat besar.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam surah ini, yaitu bagaimana
seharusnya menjadi seorang pendidik dalam memberikan pengajaran kepada
anak. Kita harus memulai dengan kelembutan. Ini adalah salah satu metode
yang digunakan oleh Lukman sebagaimana dikisahkan dalam ayat diatas.30
Ini menjadi muatan nilai bagi para orang tua yang diajarkan Al-Qur‟an,
bagaimana penanaman spiritual dan moral merupakan tata nilai awal yang
ditekankan kepada anak melalui pola aasuh yang penuh kasih dan sayang
serta kelembutan.
Ciri-ciri pokok orang tua yang ideal, pada dasarnya berkisar aspek-
aspek logis, etis dan estetis yang dapat dinamakan kebenaran atau ketepatan,
29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an
(Lentera Hati, Vol 11) h.127 30
Quraish Shihab, Ibid.
-
25
keserasian dan keindahan. Ketiga aspek itu sebenarnya, merupakan hal-hal
yang seharusnya serasi dalam kehidupan sehari-hari, yang tewujud atau
terbukti dalam tingkah laku sehari-hari manusia.31
Sebagaimana penjelasan Ayah Edy dalam program perenting yang ia
sampaikan adalah dengan cara mendidik maka kita bebas menentukan
apakah kita akan menjadi orang tua yang ditakuti atau menjadi orang tua
yang dicintai oleh anak kita. Jika dilakukan skema penelitian pemikiran
Munif Chatib dan Ayah Edy adalah
KONSEP ORANG TUA DAN KELUARGA
MUNIF CHATIB
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Suatu penelitian dilakukan sebagai suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan, menguji kebenaran dan mencari kembali suatu
31
Soerjono Soekanto, Sosiologi keluarga (Jakarta, PT Rineka Cipta,2004) h.6
AYAH EDY
PENDIDIKAN ISLAM
-
26
pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Menggunakan
metode ilmiah berarti penelitian dilakukan secara sistematis guna mencari
jawaban atas suatu permasalahan melalui pengumpulan data empiris dan
diolah berdasarkan teknik tertentu guna memperoleh kesimpulan yang
benar.32
Semua jenis penelitian, entah itu riset kepustakaan (library research)
maupun riset lapangan (field research), membutuhkan studi pustaka. Yang
membedakan keduanya adalah tujuan, fungsi dan kedudukan studi pustaka
dalam masing-masing penelitian itu.
Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode Library
Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu suatu cara untuk mengetahui
pemikiran seorang tokoh dalam hal ini adalah Munif Chatib dan Ayah Edy
dengan cara mengkaji karya-karyanya guna mendapatkan data tentang
pemikirannya secara lengkap dan didukung oleh sumber-sumber lain.
Berdasarkan sifat penelitian ini penulis golongkan dalam kategori penelitian
kualitatif. Yaitu suatu penelitian yang tidak menggunakan alat pengukur
seperti tes atau angket, dengan prosedur kegiatan dan penyajian hasil
penelitiannya bersifat deskriftif.
Jika kita perhatikan pandangan Etta Mamang Sangadji mengenai sifat
dan jenis data, maka penelitian ini termasuk kategori penelitian opini.
32 Djam‟an Satori, metodologi penelitian kualitatif (Bandung, Alfabeta, 2013), h.18
-
27
Dimana penelitian opini merupakan penelitian terhadap fakta berupa opini
atau pendapat orang (responden), dimana data yang diteliti dapat berupa
pendapat secara individu ataupun kelompok.33
Dalam penelitian ini, penulis
mendeskripsikan sekaligus menganalisis pandangan Munif Chatib dan Ayah
Edy yang keduanya merupakan rumpun kelompok ahli parenting. Sehingga
penelitian tesis ini merupakan deskripsi dan analisis opini konsep parenting
kedua tokoh tersebut.
Sedangkan jika ditinjau berdasarkan karakteristik masalah yang
diteliti, penelitian ini masuk pada kategori penelitian kausal komparatif
(causal-comparative Research), yakni penelitian yang menunjukkan arah
hubungan antara variable bebas dengan variable terikat, disamping
mengukur kekuatan hubungannya.34
Alasannya adalah, pada penelitian ini
penulis hendak mengkomparatifkan pandangan dua ahli parenting di
Indonesia yakni Munif Chatib dan Ayah Edy dalam sudut pandang kajian
ilmu pendidikan Islam. Apakah sesungguhnya konsep parenting kedua ahli
yang menggunakan paradigma Multiplle Intellegences-nya Howard Gardner
ini merupakan konsep parenting modern yang sama sekali original dan
belum dikaji oleh para pakar pendidikan Islam, atau sebaliknya, bahwa
33 Etta Mamang Sangadji, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta, Cv Andi Offset,
2010), h.20 34 Etta Mamang Sangadji, Metodologi Penelitian, h.22
-
28
konsep mereka sebenarnya terdapat secara koprehensif dalam teks-teks ilmu
pendidikan Islam.
Penelitian ini sebagaimana telah dijelaskan diawal, termasuk kategori
penelitian kualitatif, yakni sebuah penelitian yang tanpa menggunakan
metode angka-angak atau perhitungan bilangan kuantitas. Penelitian
kualitatif harus berupaya mengembangkan tujuan yang berorientasi pada
pemahaman peneliti terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan subjek
penelitian. Menurut Joseph A. Maxwell tujuan penelitian kualitatif yang
cocok untuk dikembangkan dalam mengkaji sebuah fenomena perilaku
manusia adalah sebagai berikut:
Pertama, penelitian kualitatif berusaha memahami makna
(understanding the meaning) yang dimiliki oleh partisipan dalam
sebuah studi tentang peristiwa, situasi, dan perilaku di mana mereka
terlibat di dalamnya. Peneliti berupaya menangkap makna yang
berasal dari sudut pandang partisipan (participants‟ perspective)
manakala mereka berhadapan dengan peristiwa atau kejadian yang
bersifat fisik (physical events) dan sekaligus upaya partisipan
mengerti dan merasakan (sense making) tentang peristiwa tersebut.
Kedua, Memahami fakta atau keterangan-keterangan di dalam
konteks yang mana partisipan bertindak, serta pengaruh dari konteks
tersebut terhadap perilaku mereka. Ketiga, mengidentifikasi pengaruh
dan fenomena yang tidak dapat diantisipasi dan menghasilkan
grounded theory tentang kejadian akhir. Keempat, memahami proses
yang mana peristiwa atau tindakan-tindakan itu dilakukan, bahwa
penelitian kualitatif lebih tertarik pada penggambaran proses dari
pada hasil akhir (outcome). Kelima, berupaya mengembangkan
penjelasan-penjelasan sebab akibat. Hal ini berbeda dengan penelitian
-
29
kuantitatif yang lebih menekankan penjelasan hubungan sebab akibat
tentang keberadaan variabel-variabel tersebut berhubungan.35
Jika pandangan Maxwell tersebut diterapkan dalam penelitian ini,
maka langkah pertama adalah memahami makna dari konsep orang tua dan
keluarga menurut pandangan Munif Chatbi dan Ayah Edy. Langkah kedua
adalah memahami fakta atau keterangan, dalam hal ini adalah pandangan
kedua pakar parenting tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi
pengaruh pandangan Munif Chatib dan Ayah Edy terhadap perkembangan
parenting. Langkah keempat adalah memahami proses dimana peristiwa atau
tindakan itu dilakukan, dalam hal ini adalah memahami proses penggalian
rumusan konsep parenting Munif Chatib dan Ayah Edy, seperti konsep
apakah yang sesungguhnya diadopsi mereka dalam konsep parentingnya.
Dan langkah terakhir adalah berupaya mengembangkan penjelasan sebab-
akibat, dimana penelitian tesis ini harus berupaya mengintrodusir sebab
pandangan Munif Chatib dan Ayah Edy megenai konsep orang tua dan
keluarga hingga kepada akibat dari konsep mereka terhadap praktik
parenting.
2. Objek Penelitian
Berdasarkan objek material penelitian ini, yaitu pemikiran seseorang
yang terdapat dalam sebuah karya tulis, maka metode yang relevan adalah
35 https://atwarbajari.wordpress.com/tag/penelitian-kualitatif/
-
30
metode penelitian kualitatif berupa penelitian teks atau penelitian pustaka.
Metode ini tidak menekankan pada kuantum atau jumlah, melainkan lebih
menekankan pada segi kualitas secara alamiah karena menyangkut
pengertian, konsep, nilai serta ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian
lainnya. Sedangkan objek penelitian ini adalah pemikiran parenting Munif
Chatib dan Ayah Edy.
3. Tenik Pengumpulan Data
Kemudian, yang terpenting dalam penelitian adalah pengumpulan
data, hal ini dilakukan penulis dengan menggunakan teknik atau metode
membaca, menulis dan menelaah buku-buku yang dijadikan sumber data
penelitian tesis ini (primer dan sekunder). Teknik ini dilakukan dengan
asumsi bahwa tidak semua tulisan yang terdapat dalam buku itu ada
kaitannya dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis, setelah hal itu
dilakukan maka sumber yang telah dibaca itu dikelompokan dan
diklasifikasikan sesuai penelitian yang akan dibahas.
Menurut Etta Mamang Sangadji, dalam sebuah penelitian, peneliti
harus memahami kriteria data yang baik dan mampu menentukan teknik
yang tepat dalam mengumpulkan data. Jika tidak maka data yang
dikumpulkan tidak akan diperoleh secara sempurna. Menurutnya setidaknya
-
31
ada tiga syarat data tersebut baik, yaitu; (a) Data harus Akurat, (b) Data
harus Relevan, (c) Data harus Up To Date.36
a. Sumber Data
Sesuai dengan metode dari penelitian ini maka data yang diperoleh
bersumber dari penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penjelajahan
akan buku-buku untuk mendapatkan uraian pokok tentang masalah yang
akan dibahas. Menurut Lofland yang dikutip Moleong, sumber data utama
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun jenis datanya dibagi ke
dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.37
Jika
berangkat dari definisi ini, maka kata-kata dan tindakan Munif Chatib serta
Ayah Edy menjadi sumber pengumpulan utama dari penelitian ini. Maka
kata-kata dan tindakan Munif Chatib serta Ayah Edy dalam seminar,
wawancara dan pernyataannya di radio dan lain-lain, menjadi sumber data
utama penulis. Selanjutnya, sumber data tertulis terhadap konsep Munif
Chatib dan Ayah Edy, penulis peroleh dari beberapa karya nya yang menjadi
sumber data penelitian ini.
Sedang menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud sumber data
dalam penelitian adalah subjek, dari mana data dapat diperoleh. Ia
36 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian;suatu pendekatan praktik, (Jakarta,
Rineka Cipta, 2013), 37 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, Rosdakarya, 2011),
h.157
-
32
mengklasifikasi sumber data menjadi tiga tingkatan huruf p dari Bahasa
Inggris, yaitu; Person, sumber data berupa orang. Place, sumber data berupa
tempat. Dan paper, sumber data berupa simbol ataupun dokumen lainnya.38
Jika dirinci lebih detail, person dalam penelitian ini adalah Munif Chatib dan
Ayah Edy, sedangkan place nya adalah rumah / keluarga. Dan paper yang
diteliti dan dianalisis adalah Buku Orang Tuanya Manusia karya Munif
Chatib dan Buku Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak karya
Ayah Edy.
Adapun penulis secara sederhana memahami sumber data yang
dijadikan sumber penelitian ini dibagi dua yaitu : Pertama, sumber data
primer, yaitu data pokok yang dijadikan sumber oleh penulis dengan meneliti
secara langsung terhadap karya-karya yang ditulis oleh Munif Chatib dan
Ayah Edy dalam bentuk buku. Diantanya adalah; (1) Orang Tuanya Manusia
Karya Munif Chatib, (2) Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul
Anak Karya Ayah Edy, dan (3) Ayah Edy Punya Cerita.
Kedua, sumber data sekunder yaitu data pendukung yang bisa
memperjelas data primer. Yang termasuk data sekunder ini adalah tulisan-
tulisan yang ada hubungannya dengan judul penelitian yang ditulis oleh
tokoh-tokoh selain Munif Chatib dan Ayah Edy.
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian;suatu pendekatan praktik, (Jakarta,
Rinek Cipta, 2013), h.172
-
33
b. Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Suharsimi Arikunto, menyusun instrument adalah pekerjaan
penting di dalam langkah penelitian, akan tetapi mengumpulkan data jauh
lebih penting terutama apabila peneliti mengguakan metode yang memiliki
cukup besar celah untuk dimasuki unsur minat peneliti.39
Memang dalam
penelitian, inilah pekerjaan yang melelahkan, yakni mengumpulkan data dari
satu sumber hingga sumber lainnya, dari satu interview kepada seorang
hingga beberapa orang. Tetapi kualitasa penelitian akan tercermin dari proses
pengumpulan data ini, adapun instrument data yang digunakan diantaranya;
1. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang.40
Metode ini digunakan penulis untuk mendapatkan catatan
berbentuk dokumen mengenai objek penelitian dalam hal ini adalah para
orang tua dalam pendidikan anaknya. Dengan teknik dokumentasi ini,
peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber,
tetapi mereka memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis
atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk karya seni dan
karya pikir.
39
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h.265 40 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2013), h.320
-
34
Bagi Moleong, dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.41
Dengan dokumen seorang peneliti dapat menguji olahan data yang diterima
dalam karya tulis, kemudian di uji dan ditafsirkan dalam dokumen tersebut.
Adapun dokumen ini, dalam deskripsi Moleong setidaknya terdapat dua
dokumen; pertama, dokumen pribadi, kedua dokumen resmi. Dokumen
pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang
tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. Maksud mengumpulkan
dokumen ini ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial
dan arti berbagai faktor di sekitar subjek penelitian.42
Dokumen pribadi dalam penelitian ini merupakan tindakan, aktivitas
dan pemikiran dua tokoh parenting yaitu Munif Chatib dan Ayah Edy. Maka
aktivitas seminar, acara pelatihan dan kegiatan serta konsepnya dalam
penerapan parenting menjadi dokumen pribadi yang sangat penting dalam
penelitian ini. Sedangkan dokumen kedua, yakni dokumen resmi merupakan
informasi-informasi yang dihasilkan seorang peneliti atau lembaga sosial
misalnya majalah dan lain-lain, terhadap aktivitas serta pemikiran Munif
Chatib dan Ayah Edy.
41 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, Rosdakarya, 2011),
h.217 42 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h217
-
35
2. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada
tujuan penelitian.43
Sedangkan menurut Satori44
, wawancara merupakan
teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif.
Menurutnya, melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi
komunikasi atau percakapan antara pewawancara (interviewer) dan
terwawancara (interviewee) dengan maksud menghimpun informasi dari
interviewee.
Peneliti yang melakukan wawancara bermaksud untuk mengungkap
data dan informasi dari sumber langsung yang sifat datanya berhubungan
dengan makna-makna yang berada dibalik perilaku atau situasi sosial yang
terjadi. Dalam penelitian ini, wawancara dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana pandangan para orang tua terhadap pendidikan keluarga bagi
anak-anaknya. Dalam penelitian ini wawancara menjadi data penguat dari
hasil deskriptif dan analitik dari pemikiran Munif Chatib dan Ayah Edy
mengenai konsep Orang Tua dan Keluarga.
43 Soetrisno Hadi, Metodologi research 2 (Yogyakarta, Fak. Psikologi UGM, 1980,
h. 193 44 Djam‟an Satori, metodologi penelitian kualitatif, h.129
-
36
4. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah untuk memahami makna data sehingga kita bisa
mendapatkan makna tersebut. Menurut Moleong, analisis data penelitian
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.45
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa contens (isi) yaitu
sebuah model analisa untuk mendapatkan pemahaman terhadap isi pemikiran
seorang tokoh beserta analisis dalam persfektif kajian ilmu pendidikan Islam.
Artinya analisis terhadap makna yang terkandung dalam seluruh pemikiran
Munif Chatib dan Ayah Edy mengenai konsep orang tua dalam parenting
yang analisisnya disandarkan terhadap teori-teori dalam ilmu pendidikan
Islam.
Sedangkan dalam paparan yang lain, Afrizal mendeskripsikan
rumusan analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan
Huberman. Dalam penjelasan Afrizal, kedua ahli tersebut mendefinisikan
analisis data penelitian kualitatif adalah mereduksi data, menyajikan data dan
45 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.248
-
37
menarik kesimpulan.46
Reduksi data, adalah sebagai kegiatan pemilihan data
penting dan tidak penting dari data yang telah terkumpul. Penyajian data,
yakni penyajian informasi yang tersusun. Sedang kesimpulan data diartikan
sebagai tafsiran atau interpretasi terhadap data yang telah disajikan.
Jika rumusan Miles dan Huberman tersebut kita pakai dalam analisis
data dalam penelitian tesis ini, maka tahap pertama yang dilakukan penulis
adalah melakukan pemilihan data berupa konsep-konsep dan informasi
tentang pandangan Munif Chatib dan Ayah Edy mengenai orang tua dan
keluarga. Apa dan bagaimana konsep mereka mengenai orang tua dan
keluarga, akan direduksi penulis sebagai bahan awal analisis data. Selain itu,
konsep pendidikan Islam yang berkaitan dengan subtansi pembahasan tidak
luput dalam proses reduksi data ini.
Tahap kedua adalah penyajian data, dimana pada tahap ini penulis
akan menyusun secara sistematis data berupa konsep orang tua dan keluarga
dalam pandangan Munif Chatib dan Ayah Edy yang dikaitkan dengan
konsep pendidikan Islam. Data-data tersebut akan disajikan secara urut dan
tersusun dimulai dari bahasan awal mengenai konsep orang tua da keluarga
menurut Muif Chatib dan Ayah Edy hingga bahasa yang lebih spesifik
tentang tema tersebut.
46 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta, Rajawali Pers, 2015), Cet Ke-II,
h.174
-
38
Tahap terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman
sebagaimana dijelaskan adalah menarik kesimpulan. Dalam tahap ini, penulis
akan melakukan penarikan kesimpulan penelitian, dimana kesimpulan ini
merupakan akumulasi data-data, kosep-konsep dan argumentasi tema
penelitian yang sudah melalui interpretasi dalam sudut pandang pendidikan
Islam. Dalam tahap ini, penulis akan mendeskripsikan analisis data
penelitian menngenai konsep orang tua dan keluarga dalam perspektif Munif
Chatib dan Ayah Edy dalam pendidikan Islam. Bagaimana konsep kedua ahli
parenting tersebut ditinjau dalam sudut pandang kajian pendidikan Islam.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah mengikuti dan mengetahui penulisan
tesis ini, sebelum mengikuti tahap pembahasan, terlebih dahulu penulis
memberikan sistematika penulisannya. Dalam penulisan tesisi ini terbagi ke
dalam lima bab.
Bab satu membahas tentang pendahuluan, meliputi Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran,
Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab dua membahas tentang landasan teoritis mengenai Konsep Orang
Tua dalam ilmu parenting dalam tinjauan Pendidikan Islam yang dibagi
kedalam dua pembahasan. Pertama pembahasan mengenai Pendidikan Islam
meliputi pengertian pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, fungsi
-
39
pendidikan Islam, kelembagaan pendidikan Islam. Kedua pembahasan
mengenai Konsep Orang Tua dan Keluarga (parenting) meliputi ; pengertian
keluarga, peran dan fungsi keluarga, tanggung jawab orang tua, orang tua
dan pendidikan anak dan keluarga sebagai lembaga pendidikan.
Bab tiga membahas tentang biografi Munif Chatib dan Ayah Edy ;
meliputi riwayat hidup dan pendidikan, karya-karyanya serta konsep
sekaligus peranannya dalam perkembangan parenting di Indonesia.
Bab empat membahas tentang Konsep Orang Tua dan Keluarga
Perspektif Pakar Parenting Dalam Pendidikan Islam (Analisis Perbandingan
Pemikiran Munif Chatib dan Ayah Edy) meliputi ; pertama ,Konsep Orang
Tua dan Keluarga Menurut Munif Chatib, Kedua, Konsep Orang Tua dan
Keluarga Menurut Ayah Edy, Ketiga, Analisis Perbandingan Konsep Orang
Tua Dan Keluarga Menurut Pandangan Munif Chatib Dan Ayah Edy Dalam
Pendidikan Islam. Keempat, Contoh Impelementasi Konsep Orang Tua Dan
Keluarga Menurut Munif Chatib Dan Ayah Edy Dalam Pendidikan Islam.
Bab lima ini merupakan bab terakhir penulis mencoba menarik
kesimpulan dan mencoba memberikan saran-saran yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya mengenai Konsep Orang Tua dan Keluarga Menurut
Pakar Parenting Dalam Tinjauan Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran
Munif Chatib dan Ayah Edy).
-
40
BAB II
ORANG TUA DAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. PENDIDIKAN ISLAM
1. Makna dan Istilah Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah upaya pembentukan karakter dan
kepribadian secara Islami sesuai dengan esensi dasar ajarannya. Menurut
Ridwan Nasir, konsep filosofis pendidikan Islam adalah berpangkal tolak
pada hablun min Allah (hubungan dengan Allah) dan hablun min al-nas
(hubungan manusia dengan manusia), dan hablun min al-alam (hubungan
manusia dengan alam sekitarnya) menurut ajaran Islam.47
Dalam analisis pakar pendidikan Islam lainnya, Mohammad Fadhil
al-Jamaly sebagaimana dikutip Arifudin mendefinisikan pendidikan Islam
sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik
hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia.48
Dalam pandangan ini pendidikan Islam lebih
menekankan kepada fungsi pendidikan Islam itu sendiri, yakni
mengembangkan peserta didik berdasarkan ajaran Islam.
47 Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2010), h.34 48
Arifudin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kultura, 2008), p.34
40
-
41
Pengembangan peserta didik dalam Pendidikan Islam ini dirumuskan
Ahmad Tafsir dalam definisinya yakni Pendidikan Islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam. Atau singkatnya, adalah bimbingan terhadap seseorang
agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin.49
M.Roqib mengutip Syed Ali Asraf yang memahami pendidikan Islam
sebagai suatu pendidikan yang melatih jiwa murid-murid dengan berbagai
cara sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan
mereka terhadap segala jenis ilmu pengetahuan, dipengaruhi oleh nilai-nilai
etis Islam.50
Dalam analisis Zakiah Darajat Pendidikan adalah tanggung jawab
bersama. Berkenaan dengan tanggung jawab ini, maka pendidikan agama di
sekolah berarti : Suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk
mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama.51
Pendidikan Islam yang dimaksud disini mengarahkan pada aspek
pembelajaran agama Islam terhadap peserta didik dalam rangka
pembentukan akhlak dan budi pekertinya sesuai dengan tuntunan Islam.
Sedangkan Achmadi memaparkan, Pendidikan Islam merupakan
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
49 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2011), Cet ke-10, p.32 50
M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta, LKiS, 2009), h.21 51
Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi
Aksara, 2014), h.172
-
42
sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.52
Pendidikan agama berorientasi kepada pembentukan efektif yaitu
pembentukan sikap mental peserta didik kearah penumbuhan kesadaran
beragama, efektif adalah masalah yang berkenaan dengan emosi
(kejiwaan) yang terkait dengan suka, benci, simpati antipasti dan lain
sebagainya beragama bukan hanya pada kawasan pemikiran tetapi juga
memasuki kawasan rasa.53
KH. Sahal Mahfudz mendefinisikan pendidikan Islam adalah
pendidikan yang menyangkut iman (aspek akidah), Islam (aspek syari‟at),
dan ihsan (aspek akhlak, etika, dan tasawuf) serta keterlibatan semua aspek
ruhani dan jasmani bagi kehidupan manusia, sebagai makhluk individual dan
sosial.54
Dari ragam definisi mengenai pendidikan Islam diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah pembinaan, bimbingan, arahan,
dan didikan yang menyangkut semua aspek jasmani dan ruhani beradasrkan
iman, Islam dan ihsan agar manusia dapat mencapai derajat tinggi dihadapan
Allah serta mewujudkan misi kemanusiaan dan ke-khalifahannya di muka
bumi.
52
Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris,
(Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), h.28 53 Putra Haidar Daulay, Dinamika Pendidikan Islam(Bandung: citapustaka
media,2004) h, 155 54
Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta, LKiS, 2012), p.269
-
43
Dalam kajian ilmu pendidikan Islam, dikenal tiga istilah yang
mengacu kepada pengertian pendidikan Islam, yaitu tarbiyah, ta‟lim, dan
ta‟dib. Istilah tarbiyah digunakan oleh Abdurahman An-Nahlawy untuk
menggambarkan definisi pendidikan Islam, menurutnya kata al-tarbiyah
berasal dari tiga kata : Pertama, raba – yarbu yang berarti : bertambah dan
bertumbuh. Kedua, rabiya – yarba dengan wazn (bentuk) khafiya – yakhfa
berarti menjadi besar. Ketiga, rabba – yarubbu dengan wazn (bentuk)
madda-yamuddu yang berarti memperbaiki, menuntun, menjaga dan
memelihara.55
Menurut Uhbiyati berdasarkan Al-Qur‟an surat Al-Isra:24 dan As-
Syur‟aaa‟:18 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tarbiyah ialah proses
persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau
menurut istilah yang kita gunakan dewasa ini ialah fase bayi dan kanak-
kanak. 56
Istilah tarbiyah untuk menunjuk kepada pendidikan Islam,
merupakan istilah yang umum dipakai. Tidak sedikit karya pendidikan Islam
yang ditulis para pakar menggunakan judul al-Tarbiyah al-islamiyah. Nama
kementerian di beberapa Negara Arab yang mengurusi pendidikan disebut
55
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metoda, (Bandung:
Diponogoro, 1989), h.31 56 Nur Uhbiyati, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2002), p.15
-
44
Wizarat al-Tarbiyah, dan di Indonesia IAIN menggunakan nama fakultas
pendidikannya dengan fakultas Tarbiyah.
Selain tarbiyah dikenal pula istilah ta‟lim untuk menunjukan kegiatan
pendidikan Islam. Abdul Fattah Jalal mendefinisikan al-ta‟lim sebagai proses
pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan
penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan diri manusia dari
segala kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi
yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala
apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.57
Istilah ta‟lim untuk menunjuk pendidikan Islam sangat sering kita
dapati dalam kajian Islam maupun pendidikan, Syeikh Burhanudin Az-
Zarnuji mengarang sebuah kitab berisi penjelasan mengenai seluk beluk
pendidikan Islam yang ia beri judul Ta‟lim Al-Muta‟allim Tariq al-Ta‟allum,
buku ini telah dicetak ulang dibanyak Negara dan pada tradisi pesantren di
Indonesia, kitab ini menjadi kitab awal para santri sebelum mengkaji kitab-
kitab lainnya.
Abdul Fattah Jalal adalah orang yang setuju dengan istilah ta‟lim ini.
Sebagaimana yang dikutip Tafsir, menurut Jalal proses ta‟lim lebih universal
dibandingkan dengan al-tarbiyyah, penjelasannya disandarkan kepada Al-
Qur‟an surat Al-Baqoroh 151. Sebab menurutnya, ketika Rasulullah SAW
57
Ridwan Nasir, Ibid, h.47
-
45
mengajarkan bacaan al-Qur‟an kepada kaum muslim tidak terbatas pada
sekedar dapat membaca, tetapi membaca dengan perenungan yang berisi
pemahaman, tanggung jawab, dan amanah.58
Istilah ta‟lim dalam pemikiran
Jalal mengandung konsep tazkiyah dan al-hikmah, sehingga argumennya
istilah ta‟lim lebih universal.
Istilah ketiga untuk menunjuk pada kegiatan pendidikan Islam adalah
istilah ta‟dib, yang dipakai dan dianggap tepat oleh Syed Naquib al-Attas.
Menurutnya istilah ta‟dib ini sudah mengandung arti ilmu (pengetahuan),
pengajaran (ta‟lim) dan pengasuhan (tarbiyah). Istilah ta‟dib baginya
mencakup beberapa aspek yang saling berkaitan, seperti ilm (ilmu), „adl
(keadilan), hikmah (kebijakan), „amal (tindakan), haqq (kebenaran), nutq
(nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), aql (pikiran), maratib dan derajat (tatanan
hirarkis), ayah (simbol) dan adab (adab).59
Argumen Al-Attas ini diperkuat dengan dua hadist Nabi yang
memakai akar kata ta‟dib.60
Dalam buku Tatawwur al-Fikr al-Tarbawiy,
Said Mursi Ahmad menyebutkan istilah al-muaddib sudah dipakai pada
masa Umawi. Ditambah dalam turast (kajian klasik Islam), banyak kitab
58 A. Tafsir, op.cit., p.30 59
Maksum, Madrasah Sejarah Dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Waacana Ilmu), Cet ke-II, p.19
60 Hadist ini di riwayatkan oleh al-Darimi dengan arti “ Al-Qur‟an ini adalah
(undangan) perjamuan Allah di atas bumi, maka belajarlah dari perjamuannya” dan hadist
yang berbunyi Addabani Rabbi faahsana ta‟dibi (Tuhanku telah mendidiku dengan
demikian menjadikan pendidikanku yang paling baik. Lihat Maksum, Madrasah sejarah dan
Perkembangannya, p.20.
-
46
yang memakai istilah ta‟dib, misalnya; al-Adab al-Muallim oleh Ibn Sahnun,
Adab al-Katib oleh Ibn Qutaibah, dan Adab al-Dunya wa al-Din oleh al-
Mawardi.61
Pemilihan tiga terminologi yang berbeda tersebut dalam pendidikan
Islam akan mempengaruhi arah dan orientasi pendidikan Islam itu sendiri.
Apakah lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan, ataukah
penanaman akhlak Islami atau pembetukan kepribadian yang utuh. Meskipun
begitu, sesungguhnya semua terminologi pendidikan islam terebut
mengarahkan kepada penciptaan kepribadian, karakter manusia muslim yang
sesuai dengan ajaran Islam yang pada akhirnya menempatkannya sebagai
khalifah Allah SWT di muka bumi.
2. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan di sini adalah semua
acuan atau rujukan yang darinya memncarkan ilmu pengetahuan dan nilai-
nilai yang akan ditransinternalisasikan dalam pendidikan Islam. Sumber ini
tentunya telah diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam menghantar
aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu ke waktu.62
61
Ibid 62 Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet ke3,
h.31
-
47
Menurut Sa‟id Ismail Ali sebagaimana dikutip oleh Hasan
Langgulung,63
sumber pendidikan Islam terdiri dari enam macam, yaitu; Al-
Qur‟an, As-Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan
umat/sosial (mashalil al-mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat
(„Urf), dan hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad). Keenam sumber
pendidikan Islam tersebut didudukan secara hierarkis. Artinya, rujukan
pendidikan Islam diawali dari sumber pertama (Al-Qur‟an) untuk kemudian
dilanjutkan pada sumber-sumber berikutnya secara berurutan.
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang
dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam.64
Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam ada enam
macam yaitu; historis, sosiologi, ekonomi, politik dan administrasi,
psikologis, dan filosofis.65
Pertama, dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada
pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang
maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan
lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa
depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan
63 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung,
al-Ma‟arif,1980), h.35 64 Abdul Mujib,Ibid, h.44 65 Hasan Langgulung, Asas – Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1992),h.6
-
48
kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah
ditempuh.66
Kedua, dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka
sosio-budaya, yang mana dengan sosio-budaya itu pendidikan dilaksanakan.
Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam prestasi belajar. Artinya,
tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output
pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pendidikan yang
baik adalah pendidikan yang tidak kehilangan konteks atau tercerabut dari
akar masyarakatnya.67
Ketiga, dasar ekonomi adalah yag memberikan perspektif tentang
potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumber-sumber, serta
bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. Oleh
karena pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka sumber-
sumber finansial dalam meghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak
bercampur dengan harta benda yang syubhat.
Keempat, dasar politik dan administrasi adalah dasar yang
memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak
untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar
politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Dasar ini juga berguna untuk menentukan kebijakan
66 Hasan Langgulung, Ibid, h.6 67
Hasan Langgulung, Ibid, h.6
-
49
umum dalam rangka mencapai kemaslahatan bersama. Sedangkan
administrasi berguna untuk memudahkan pelayanan pendidikan, agar
pendidikan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan teknis dalam
pelaksanaannya.
Kelima, dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi
tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik,
pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar
ini berguna untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah
pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan
kompetisi dengan cara yang baik dan sehat.
Keenam, dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan
memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi
arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.
Sebagai tambahan adalah dasar religius, sebagai dasar yang
diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan
Islam, sebab dengan dasar ini maka semua kegiatan pendidikan jadi
bermakna. Kontruksi agama membutuhkan aktualisasi dalam berbagai dasar
pendidikan yang lain, seperti historis, sosologis, politik dan administratif,
ekonomi, psikologis dan filosofis. Agama menjadi frame bagi semua dasar
pendidikan Islam. Apabila agama Islam menjadi frame bagi dasar pendidikan
Islam, maka semua tindakan kependidikan dianggap sebagai suatu ibadah,
-
50
sebab ibadah merupakan aktualisasi diri (self actualization) yang paling ideal
dalam pendidikan Islam.
3. Tujuan, Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai seseorang dalam
mengerjakan sebuah kegiatan. Dalam sebuah istilah ushul dikenal “al-umur
bi maqasidiha”, bahwa setiap kegiatan harus berorientasi kepada tujuan yang
direncanakan. Inilah pentingnya tujuan dalam sebuah kegiatan, tidak
terkecuali dengan pendidikan Islam.
Menurut Mujib perumusan tujuan pendidikan Islam harus
berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya,
misalnya: Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Kedua, sifat-sifat dasar
manusia, ketiga tuntutan masyarakat. Dan keempat dimensi-dimensi
kehidupan ideal Islam.68
Menurut Abd al-rahman Shaleh Abdullah sebagaimana dikutip
Mujib, menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasi menjadi
empat dimensi69
, yaitu :
1) Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah)
Yaitu mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas
khalifah dibumi, melalui keterampilan-keterampilan fisik.
68 Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet ke3,
h.71 69 Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, h.71
-
51
2) Tujuan pendidikan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyah)
Adalah mempersiapkan manusia yang menjadikan Allah sebagai
orientasi hidup. Indikasi pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua (QS
Al-Baqoroh:10), berupaya menyucikan diri dari sikap negatif (QS Al-
Baqoroh:126).
3) Tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah)
Pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan sebab-
sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-
pesan ayat-ayatnya yang berimplikasi kepada peningkatan iman kepada sang
pencipta.
4) Tujuan pendidikan sosial (al-ahdaf al-ijtimaiyah)
Tujuan pendidikan sosial adalah pembentukan kepribadian yang utuh
yang menjadi bagian dari komunitas sosial. Identitas individu di sini
tercermin sebagai “al-nas” yang hidup pada masyarakat yang majemuk.
Mujib mengutip penjelasan Al-Ghazali, dimana tujuan umum
pendidikan Islam tercermin dalam dua segi yaitu : (1) insan purna yang
bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt, (2) insan purna yang bertujuan
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.70
Atiyah Al-Abrasy
merumuskan tujuan pendidikan Islam berdasarkan pada firman Allah swt
dalam surat Al-Qashash: 77, bahwa tujuan pendidikan Islam terbagi dua.
70
Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, h.71
-
52
Pertama, tujuan yang berorientasi ukhrawi, kedua tujuan yang berorientasi
duniawi, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk
kebutuhan dan tantangan hidupnya, agar hidupnya lebih layak dan
bermanfaat bagi orang lain.71
Tujuan pendidikan Islam menurut Yusuf Al-Qardhawi adalah
pembentukan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, jasmani dan rohaninya,
akhlak dan keterampilannya.72
Pendidikan harus dirumuskan untuk
membentuk manusia yang bertaqwa yang senantiasa mengenal Allah
(ma‟rifatullah), lalu mentauhidkannya (muwahid), dan beribadah hanya
kepada-Nya („ubudiyah), serta patuh terhadap syaria‟atnya (inqiyad).73
Sehingga tujuan pendidikan harus sejalan dengan tujuan hidup itu sendiri,
sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia, dan
memanusiakan manusia.74
Menurut An-Nahlawi tujuan pendidikan Islam adalah pengembangan
pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan
Agama Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam
kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan
kehidupan.75
Berdasarkan Al-Qur‟an dan Al-Sunah, visi pendidikan Islam
71 Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, h.81 72
Ibid 73
Ibid 74
Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, h.52 75
Abdurahman an-Nahlawi, Ushulut Tarbiyatil Islamiyah wa Asalibuha, terj. Hery
Noer Ali (Bandung, Penerbit Diponegoro,1989), h.162
-
53
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Menjadikan pendidikan Islam sebagai
pranata yang kuat, berwibawa, efektif, credible dalam mewujudkan cita-cita
ajaran Islam, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam”.76
Adapun tugas pendidikan Islam secara umum adalah membimbing
dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap
ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.77
Menurut Ibnu Taimiyah tugas pendidikan Islam pada hakikatnya tertumpu
pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan
tabiat peserta didik.78
Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian
pemahaman kalimat syahadatain dan pemahaman tauhid (rububiyah,
uluhiyah, sifat dan asma). Sedang pengembangan tabiat peserta didik adalah
mengembangkan tabiat itu agar mampu mmenuhi tujuan penciptannya, yaitu
beribadah kepada Allah SWT.
Ada tiga pendekataaan untuk menelaah tugas Pendidikan Islam,
yaitu : (1) pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi; (2)
pendidikan dipandang sebagai pewarisan budaya; (3) pendidikan dipandang
sebagai interaksi antara pengembangan potensi dan pewarisan budaya.79
Sebagai pengembangan potensi, pendidikan Islam adalah
menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta
76 Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif ,( Jakarta, kencana, 2011), h.211 77
Arifudin Arif, op.cit., h.57 78
Abdul Mujib, Op.Cit. h.51 79
Ibid, h.52
-
54
didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara sebagai pewarisan budaya, pendidikan Islam bertugas sebagai alat
transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dan sebagai interaksi antara potensi dan budaya, pendidikan
Islam sebagai proses interaksi antara manusia dan lingkungannya. Sehingga
peserta didik akan menciptakan dan mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang diperlukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-
kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.80
Sedangkan fungsi pendidikan Islam adalah ; (1) menumbuhkan dan
memelihara keimanan, (2) membina dan menumbuhkan akhlak mulia, (3)
Membina dan meluruskan Ibadat, (4) Menggairahkan amal dan
melaksanakan ibadat, (5) Mempertebal rasa dan sikap keberagamaan serta
mempertinggi solidaritas sosial.81
Menurut Kurshid Ahmad yang dikutip
Ramayulis,82
fungsi pendidikan Islam adalah :
(1) Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-
tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide
masyarakat dan bangsa.
80 Arifudin Arif, op.cit., h.58 81
Nur Uhbiyati, op.cit., h.22 82
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta; Kalam Mulia, 1990),
h.19
-
55
(2) Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan
tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan social, serta ide-ide
masyarakat dan bangsa.
Dari uraian tersebut kita dapat memahami bahwa fungsi pendidikan
Islam jika dikaitkan dengan teori Bloom adalah pada tiga ranah; pertama,
adalah ranah konginif dalam memberikan cara pandang dan pola berfikir
yang sesuai dengan akidah serta keimanan kepada Allah swt, sehigga ide-ide
perubahan dapat tercapai. Kedua, pada ranah afektif yakni menumbuhkan
sikap manusia dalam merespon perubahan sosial masyarakat dengan amal
shalih. Ketiga, pada ranah psikomotorik yaitu pendidikan Islam menciptakan
pribadi-pribadi yang berakhlak mulia, memiliki ide-ide dan inovasi
perubahan melalui keterampilan-keterampilan bagi masyarakat dan bangsa.
4. Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam Islam, isu pendidikan menjadi pembahasan yang sentral. Hal
ini terbukti dengan munculnya para ulama‟ atau pemikir-pemikir pendidikan.
Menurut Abd Al-Ghani „Abud, mereka ini secara periodik dimulai dari
syahnun (wafat 240 H), Muhammad Ibnu Syahnun (wafat 256 H), Al-Ajari
(260 H), Al-Khawarizmi 377 H), Al-Qabisi (403 H), Ibn Jazzar Al-
Qairawani (395 H), Ibn Afifi (420 H), Ibn Abd Al-Barr (423 H), Al-Ghazali
(505 H), Al-Zarnuji (591 H), Ibnu Jama‟ah (733 H), Ibn Al-Hajj Al-Abdari
(737 H), Al-Maghrawi (902 H), Ibn Hajar Al-Haitami (947 H), ditambah pra
-
56
pemikir kontemporer lainnya, seperti Burhan Al-Din Al-Aqsharani, Al-
Qathumi, Al-„Amuli, Abi Yahya Zakaria Al-Anshori, dan seterusnya.83
Dengan banyaknya ulama‟ yang membahas isu pendidikan tersebut,
maka tidak jarang dalam kajian sejarah pendidikan Islam ditemukan para
ulama‟ yang mengkhususkan kajiannya pada pendidikan anak. Mengingat,
pakar-pakar pendidikan Islam klasik sesungguhnya sudah memperhatikan
konsep orang tua dan keluarga dalam perkembangan anak. Diantaranya yang
relevan dengan konteks pendidikan anak adalah ; adab al-mu‟allimin
(Muhammad Ibn Sahnun wafat 256 H), Ta‟lim al-Sibyan wa ahkam al-
Mu‟allimin (Al-Qabisi w.403), ayyuha Al-walad (Al-Ghazali w.505 H),
Ta‟lim al-Muta‟allim (Al-Zarnuji w. 591 H), Tahrir Al-Maqal fi adab wa
ahkam wa fawaid yahtaj ilaiha muaddib al-Athfal (Ibnu Hajar Al-Haitami
w.947 H), Siyasat al-Sibyan wa tadhbirihim (Ibnu Jazzar Al-Qairawani w.
395 H), Tadrikat al-Sami wa al-Mutakallim fi adab al-Alim wa al-
Muta‟allim (Ibnu Jama‟ah w. 733 H).84
Kitab-kitab tersebut secara umum menjelaskan bagaimana
pendidikan Islam dilakukan. Sayangnya, kitab-kitab terseut banyak yang
tidak ditemukan. Sehingga konsep pendidikan anak yang holisti dan
sistematis terkadang agak sulit kita temukan, berbeda halnya dengan konsep
83 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan; 10 cara al-Qur‟an Mendidik Anak
(Malang, UIN-Malang Press,2008),h.64 84 Ibid, h.12
-
57
pendidikan anak yang berkembang di Barat, dan saat ini dikenal dengan
istilah parenting.
a. Pendidikan Anak Dalam Al-Qur‟an
Melihat ayat-ayat Al-Qur‟an berkaitan dengan pendidikan anak ini,
ada dua macam pernyataan yang digunakan untuk mengistilahkan anak,
yaitu: al-walad dan al-banun.
Istilah al-walad biasanya dikaitkan dengan konotasi makna anak
secara pesimistis, sehingga anak memerlukan perhatian khusus. Hal ini dapat
dilihat pada ayat-ayat berikut :
ْويَا ُِة انذُّ ٍَا فِى اْنَحيه ٍُْم بِ بَ ُ نِيَُعزٌُِّْمْۗ إِوََّما يُِشْيُذ ّللّاه ََلُد َْ ََل أَ ََ ٍُْم انُ َُ فََل حُْعِجْبَك أَْم
ن َْ فُِش ٌُْم كه ََ ٍُْم ٌََك أَْوفُُس حَْض ََ
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda
dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di
dunnia da kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka
dalam keadaan kafir (Q.S. 9:55)
َ ِعْىَذٗي أَْجٌش َعِظْيمٌ أَنَّ ّللّاه ََ ََلُدُكْم فِْخىَتٌٌۙ َْ أَ ََ انُُكْم َُ ا أَوََّما أَْم ُْ اْعهَُم ََ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang
besar (QS. 8:28)
ثُُكْم ِعْىَدوَب ُشْلفَٰى إَِلَّ َمْه آَمَه َوَعِمَل َصبلًِحب وَمب أَْمَىالُُكْم َوََل أَْوََلُدُكْم ثِبلَّتِي تُقَسِّ
ئَِك لَهُْم َجَصاُء ْعِف ثَِمب َعِمل