09/R/SUAKA-CPG/VI/2016 Jakarta, 8 September 2016 Rilis Pers · hak mereka sebagaimana diatur di...

2
09/R/SUAKA-CPG/VI/2016 Jakarta, 8 September 2016 Rilis Pers SUAKA: Kasus Pengungsi Menjadi Gigolo di Batam Murni Kriminalitas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI mengamankan 10 pria pencari suaka yang diduga gigolo di Batam. Pihak imigrasi menyatakan bahwa para pelaku menyalahgunakan sertifikat pencari suaka yang diterbitkan oleh UNHCR untuk melakukan tindak pidana tersebut karena mereka tak lagi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi atau berada di bawah tanggung jawab UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). SUAKA sangat menyayangkan pernyataan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny Franky Sompie yang menyatakan akan melakukan pendeportasian terhadap para pengungsi yang terlibat dalam kasus ini. Indonesia sebagai anggota komunitas masyarakat internasional dan juga anggota PBB terikat dengan International Customary Law, yaitu Prinsip Non-Refoulement. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara tidak boleh mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi, dengan cara apapun, ke perbatasan wilayah negara yang akan mengancam kehidupan maupun kebebasan pengungsi. “Kami menilai bahwa peristiwa ini murni kriminalitas dan tidak ada kaitannya apakah sang pelaku merupakan pencari suaka atau bukan. Pihak keimigrasian dan polisi hendaknya menangani kasus ini secara hati-hati agar tidak sampai melekatkan stigma kepada pencari suaka atau pengungsi lainnya yang sedang mencari perlindungan di Indonesia,” ujar Febi Yonesta, koordinator SUAKA, Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Hak Pencari Suaka dan Pengungsi, LSM Indonesia yang aktif mengadvokasi hak pengungsi internasional. “Para pencari suaka atau pengungsi adalah orang yang menghadapi masa berat di negaranya masing-masing. Mereka merupakan korban persekusi yang didasarkan pada SARA dan persekusi tersebut dilakukan baik oleh pemerintahnya atau kelompok lain di negara asal mereka. Mereka dilindungi oleh ketentuan hukum internasional dan setiap negara penerima wajib melindungi hak mereka,” ujarnya lagi.

Transcript of 09/R/SUAKA-CPG/VI/2016 Jakarta, 8 September 2016 Rilis Pers · hak mereka sebagaimana diatur di...

09/R/SUAKA-CPG/VI/2016 Jakarta,8September2016

RilisPers

SUAKA:KasusPengungsiMenjadiGigolodiBatamMurniKriminalitas

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAMRImengamankan 10 pria pencari suaka yang diduga gigolo di Batam.Pihak imigrasi menyatakan bahwa para pelakumenyalahgunakansertifikatpencari suakayangditerbitkanolehUNHCRuntukmelakukantindakpidanatersebutkarenamerekataklagitinggaldiRumahDetensiImigrasi atau berada di bawah tanggung jawabUNHCR danOrganisasiInternasionaluntukMigrasi(IOM).

SUAKA sangat menyayangkan pernyataan Direktur Jenderal ImigrasiKementerianHukumdanHakAsasiManusiaRonnyFrankySompieyangmenyatakan akanmelakukanpendeportasian terhadapparapengungsiyangterlibatdalamkasusini.

IndonesiasebagaianggotakomunitasmasyarakatinternasionaldanjugaanggotaPBB terikatdengan InternationalCustomary Law, yaituPrinsipNon-Refoulement. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara tidakboleh mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi, dengan caraapapun, ke perbatasan wilayah negara yang akan mengancamkehidupanmaupunkebebasanpengungsi.

“Kami menilai bahwa peristiwa ini murni kriminalitas dan tidak adakaitannya apakah sang pelaku merupakan pencari suaka atau bukan.Pihak keimigrasian dan polisi hendaknya menangani kasus ini secarahati-hati agar tidak sampai melekatkan stigma kepada pencari suakaataupengungsilainnyayangsedangmencariperlindungandiIndonesia,”ujar Febi Yonesta, koordinator SUAKA, Jaringan Masyarakat SipilIndonesia untuk Perlindungan Hak Pencari Suaka dan Pengungsi, LSMIndonesiayangaktifmengadvokasihakpengungsiinternasional.

“Para pencari suaka atau pengungsi adalah orang yang menghadapimasa berat di negaranya masing-masing. Mereka merupakan korbanpersekusiyangdidasarkanpadaSARAdanpersekusitersebutdilakukanbaik oleh pemerintahnya atau kelompok lain di negara asal mereka.Mereka dilindungi oleh ketentuan hukum internasional dan setiapnegarapenerimawajibmelindungihakmereka,”ujarnyalagi.

“Pencarisuakadanpengungsijugakerapmengalamihimpitanekonomidanmenghadapibanyak kesulitandi negara yangmenampungmerekakarena banyak negara, salah satunya Indonesia, belummengakui hak-hak mereka sebagaimana diatur di dalam Konvensi Pengungsi Tahun1951. Indonesia belum meratifikasi ketentuan internasional tersebut.Inilah sebabnyamengapaparapencari suakadanpengungsi, terutamamereka yang berusia anak, rentan menjadi korban kriminalitas daneksploitasi perdagangan orang,” pungkas Alldo Fellix Januardy,pengacarapengungsiinternasionalSUAKA.

Perlu dicatat, pelaku eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anakdapat dijerat sanksi pidana selama maksimal 10 (sepuluh) tahundan/ataudendapalingbanyakRp200.000.000,00(duaratusjutarupiah)berdasarkan ketentuan Pasal 88 dan Pasal 76I Undang-UndangNomor35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23Tahun2002tentangPerlindunganAnak.

“Kasus ini juga harus dijadikan pijakan bagi pemerintah untukmemperkuatregulasiyangberkaitandenganperlindunganpencarisuakadanpengungsidiIndonesia.Jangansampaiadaanak-anakpencarisuakaataupengungsilainmenjadikorbaneksploitasidimasadepan,”tambahAlldoFellixJanuardy.

“Seluruh pelaku kejahatan, baik itu pencari suaka atau bukan, tetapharus diproses hukum, tetapi negara tetap wajib melaksanakankewajibannya berdasarkan ketentuan hukum internasional untukmelindungi para pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Jangansampaikasusini justrumenjadisaranauntukmenstigmatisasimereka,”tutupFebiYonesta.