0907201385203_A_paper_of_KHD

17
  Name : Rahayu Dewi Susil owati  NIM : 2012083041 Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Dosen : Pof! D! "unawan# M!P$ PRINSIP, KONSEP DAN AJARAN KI HADJAR DEWANTARA BAGI PENDIDIKAN BANGSA INDONESIA I.  PENDAHULUAN %e&e'im(un) $alam $unia (en$i$i&an (asti $ialami oleh setia( manusia mulai $ai lahi hin))a selama hi$u(nya# mulai $ai (en$i$i&an non fomal mau(un (en$i$i&an fomal $en)an men))una&an se)ala atuan*atuannya +ai& yan) tetulis mau(un ti$a& tetulis! Pentin)nya (en$i$i&an $alam hi$u( $an &ehi$u(an manusia telah men,a$i&annya salah satu &e+utuhan (o&o& manusi a! Seiin) $en)an wa&tu mo$el (en$i$i&an# meto$e #  (oses $an hasil +anya& men)alami (eu+ahan*(eu+ahan! -e le+ih $i ea )lo+alisasi $imana &omuni&asi $an infomasi tan(a +atas $a(at salin) tansfe $i seluuh +elahan $unia! Ke+u$ayaan +aat ta& teela&&an la)i +anya& mem(en)auhi +u$aya masyaa&at In$onesia! Se(e t i ( insi ( Ki .a$, a Dewanta a +ah wa &i ta ti $a& (e lu se)an* se)an memas u&&an +ahan +ahan $an &e+u$ay aan asin)# $ai mana(un asalny a# teta( i haus $iin)at +ahwa $en)an +ahan itu &ita $a(at menai&&an $ea,a$ hi$u( &ita $en)an ,alan men)em+an)&an a(a yan) su$ah men,a$i mili& &ita# mem(e&aya a(a yan) +elum &ita mili&i! Pen$i$i&an nasional men)em+an tu)as men)em+a n)&an manusia In$onesia  sehin))a men, a$i manu sia yan) memili&i &e(i+a$ ian yan) +e&a a&t e $an se&a li)u s meu (a&an sum+e$aya   (em+an)u nan yan) +e+u $aya In$onesia $ en)an mam(u +e&eatif se'aa l o)i'al thin &in) mel alui (en$ e&at an holi sti& $an sist emi& ! Namu n ti$a & $a(a t $i( un)& ii (ula &e+u$ayaan +aat ,u)a mem+awa (en)auh ne)ati/e $alam +u$aya masyaa&at In$onesia!

description

hgg

Transcript of 0907201385203_A_paper_of_KHD

Name : Rahayu Dewi SusilowatiNIM : 2012083041Mata Kuliah : Filsafat IlmuDosen : Prof. Dr. Gunawan, M.Pd

PRINSIP, KONSEP DAN AJARAN KI HADJAR DEWANTARABAGI PENDIDIKAN BANGSA INDONESIA

I. PENDAHULUANBerkecimpung dalam dunia pendidikan pasti dialami oleh setiap manusia mulai dari lahir hingga selama hidupnya, mulai dari pendidikan non formal maupun pendidikan formal dengan menggunakan segala aturan-aturannya baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Pentingnya pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia telah menjadikannya salah satu kebutuhan pokok manusia. Seiring dengan waktu model pendidikan, metode , proses dan hasil banyak mengalami perubahan-perubahan. Terlebih di era globalisasi dimana komunikasi dan informasi tanpa batas dapat saling transfer di seluruh belahan dunia. Kebudayaan barat tak terelakkan lagi banyak mempengaruhi budaya masyarakat Indonesia.Seperti prinsip Ki Hadjar Dewantara bahwa kita tidak perlu segan-segan memasukkan bahan bahan dan kebudayaan asing, dari manapun asalnya, tetapi harus diingat bahwa dengan bahan itu kita dapat menaikkan derajad hidup kita dengan jalan mengembangkan apa yang sudah menjadi milik kita, memperkaya apa yang belum kita miliki. Pendidikan nasional mengemban tugas mengembangkan manusia Indonesia sehingga menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang berkarakter dan sekaligus merupakan sumberdaya pembangunan yang berbudaya Indonesia dengan mampu berkreatif secara logical thinking melalui pendekatan holistik dan sistemik. Namun tidak dapat dipungkiri pula kebudayaan barat juga membawa pengaruh negative dalam budaya masyarakat Indonesia. Sehingga pendidikan di Indonesia sendiri mengalami keterjajahan (education imperialism) atau lebih dikenal kecelakaan peradaban pendidikan.Dewasa ini kerusakan moral dan budaya bangsa sudah dalam tahap sangat mencemaskan, karena terjadi di hampir semua sektor, baik birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum, bahkan di dunia pendidikan. Jika hal ini dibiarkan, negara akan menuju ke arah kehancuran. Untuk itu marilah kita menengok kembali dan juga mempelajari ajaran-ajaran, konsep-konsep dan cara pandang yang sangat luar biasa yang telah diterapkan oleh tokoh pendahulu kita dalam bidang pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara. Harapan penulis agar manusia Indonesia pada umumnya dan penulis pribadi khususnya mampu kembali mengangkat derajat dan martabat pendidikan Indonesia seperti saat bangsa kita pernah mengalami masa-masa keemasan dan kejayaan di waktu jaman Sriwijaya dan Majapahit. Sehingga pendidikan di Indonesia tidak kalah baiknya dengan pendidikan di negara-negara lain.

II. PEMBAHASANPenulis sangat terinspirasi dengan mempelajari prinsip-prinsip, konsep dan ajaran Ki hadjar Dewantara. Dengan membaca kembali apa yang telah dicetuskan oleh tokoh pendidikan Indonesia ini menyadarkan kita betapa pentingnya pendidikan di Indonesia untuk segera dibelokkan haluannya menuju pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata bangsa lain. 10 URL yang penulis pilih adalah sebagai berikut:1. http://www.infodiknas.com/206-pengaruh-ajaran-tamansiswa-terhadap-pendidikan-indonesia.html2. http://catatanbibit.wordpress.com/2010/04/24/relevansi-%E2%80%9Ckonsep-tiga-dinding%E2%80%9D-dan-serat-wedhatama-dalam-pengembangan-pendidikan-di-indonesia/3. http://eprints.uny.ac.id/7371/1/p-16.pdf4. http://mukhsinblog.blogspot.com/2010/06/pemikiran-pendidikan-ki-hajar-dewantara.html5. http://www.wiwinkatingan.com/artikel-2/75-3-ajaran-ki-hadjar-dewantara-untuk-pemimpin-ideal.html6. http://yayasansoebono.org/ki-hajar-dewantara-pengabdian-dan-buah-pemikirannya-untuk-pendidikan-bangsa7. http://gurupinilih.blogspot.com/2008/05/model-kepemimpinan-pendidikan.html8. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/1185089. http://suryapuspita.wordpress.com/2012/04/15/ajaran-ki-hajar-dewantara/10. http://lukipenjasorkes.wordpress.com/2012/10/31/pendidikan-karakter-menurut-ki-hajar-dewantara/Penulis memilih 3 URL yang penulis anggap penting untuk dipelajari sebagai seorang pendidik untuk dapat diaplikasikan langsung baik dalam profesinya dalam membelajarkan siswa maupun dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat. Tiga URL tersebut adalah:1. http://catatanbibit.wordpress.com/2010/04/24/relevansi-%E2%80%9Ckonsep-tiga-dinding%E2%80%9D-dan-serat-wedhatama-dalam-pengembangan-pendidikan-di-indonesia/. Relevansi Konsep Tiga Dinding dan Serat Wedhatama dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.Penulis memilih tema ini untuk membuka cakrawala pandang seorang pendidik bahwa mendidik tidak hanya berpikir secara teoritis dan hendaknya dengan memperhatikan realita atau kehidupan nyata agar membuahkan lulusan yang kompetitif.2. http://yayasansoebono.org/ki-hajar-dewantara-pengabdian-dan-buah-pemikirannya-untuk-pendidikan-bangsa. Pengabdian dan buah pikir Ki Hadjar Dewantara untuk pendidikan bangsa (tentang pendidikan karakter).Penulis memilih tema ini untuk mengetahui apakah pendidikan karakter yang selama ini digembar-gemborkan dalam system pendidikan nasional bahkan dituangkan secara tertulis kurikulum sudah sesuai dengan pendidikan karakter yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara baik maupun proses penerapannya maupun aplikasinya dalam dunia pendidikan.3. http://gurupinilih.blogspot.com/2008/05/model-kepemimpinan-pendidikan.html. Model Kepemimpinan Pendidikan.Penulis memilih tema ini karena tertarik dan ingin mempelajari model kepemimpinan yang diinspirasikan oleh tokoh pendidikan kita. Penulis merasa prihatin dengan para pejabat yang menjadi pemimpin-pemimpin di Indonesia, yang membuat dan menentukan aturan lebih untuk kepentingan pribadi dan dan berkaitan dengan kepentingan politik. Korupsi, kolusi dan penindasan merajalela sehingga menyengsarakan rakyat kecil.A. Relevansi Konsep Tiga Dinding dan Serat Wedhatama dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.Ki Hajar Dewantara pernah mengajarkan filosofi tentang Belajar Tiga Dinding. Maksud ajaran tersebut yakni, para murid di sekolah sebaiknya belajar dalam ruangan tiga dinding. Ada makna yang terkandung di dalamnya. Makna tiga dinding itu adalah bahwa ruang kelas tersebut harus ada yang terbuka satu. Hal ini dimaksudkan agar para guru dan siswa bisa melihat pemandangan di luar kelas.Filosofi tersebut ternyata begitu penting. Konsep pendidikan kita selama ini seolah-olah meletakkan dunia pendidikan di atas menara gading dan tanpa menyentuh realita yang ada. Empat sekat (dinding) tempat para siswa dan guru belajar-mengajar membuat cara berpikir insan cendekia kita terlalu teoritis dan kurang bisa bergaul dengan dunia nyata. Konsep pendidikan yang kurang memperhatikan realita atau kehidupan nyata membuahkan lulusan yang kurang kompetitif. Kita bisa melihat bahwa banyak lulusan perguruan tinggi yang terlalu teoritis sehingga ketika ia kembali ke masyarakat, tidak bisa berbuat banyak. Hal ini dikarenakan selama ini mereka hanya mendapatkan teori saja di bangku kuliah.Dari kenyataan di atas, Konsep Tiga Dinding yang diajarkan Ki Hajar Dewantara tentu menjadi benar adanya. Dengan tiga dinding, maka ada satu dinding yang terbuka dan inilah yang menjadi penghubung dengan dunia luar sekolah. Konsep ini seolah ingin menegaskan sistem pendidikan Link and Match, sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menggabungkan antara teori dengan praktik. Konsep ini menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah dengan dunia praktik dan terkadang pembelajaran tidak dilakukan di dalam kelas, tetapi dilakukan di lapangan (alam nyata) sehingga anak didik bisa lebih memahami teori yang diajarkan. Melalui Konsep Tiga Dinding tersebut seorang guru juga dituntut untuk lebih memahami suatu bidang ilmu sebelum mereka mengajarkan pada peserta didiknya. Mereka tidak hanya menggantungkan diri pada diktat (buku bahan ajaran), tetapi juga dituntut kreativitasnya agar bisa menerapkannya di dunia nyata. Dengan demikian, pendidikan akan terasa lebih nikmat dan menyenangkan. Yang terpenting dari semua itu, institusi pendidikan, yang menerapkan konsep tersebut, bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat serta tidak hanya sekedar mengandalkan teori.Dari paradigma konsep Tiga Dinding ini membuka mata penulis bahwa seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya dalam bidang ilmu yang diajarkannya, tetapi harus dengan melihat realita alam yang terjadi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Untuk itu pendidik harus tetap selalu belajar menuntut ilmu yang agar keprofesionalitasnya sebagai pendidik dapat teraktualisasi tidak sekedar seperti katak dalam tempurung yang merasa paling bisa dan paling pandai dari anak didiknya.Perspective Konsep Tiga Dinding mengajarkan kita untuk membuka diri terhadap pandangan-pandangan di luar komunitas sekolah dan mengajarkan pada anak didik untuk melihat realita kehidupan di luar sekolah. Sehingga siswa mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi dalam menekuni ilmu yang diberikan oleh guru untuk kebutuhannya kelak di kemudian hari ketika harus menerapkannya dalam dunia kerja. Siswa belajar dengan senang hati tanpa adanya paksaan dan tuntutan yang membuat mereka merasa terbebani dan merasa putus asa.B. Pengabdian dan buah pikir Ki Hadjar Dewantara untuk pendidikan bangsa (tentang pendidikan karakter)Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem Pengajaran dan Pendidikan yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).Teori TrikonPendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju kearah keluhuran budaya manusia. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan teori Trikon, yaitua) Kontinuitas yang berarti bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan dari kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.b) Konvergensi, yaitu berarti kita harus menghindari hidup menyendiri, terisolasi dan mampu menuju kearah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati, persamaam hak, dan kemerdekaan masing-masing.c) Konsentris, yang berarti setelah kita bersatu dan berkomunukasi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, kita jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun kita bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu kita masih tetap memiliki lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara kita dengan Negara lain.Tri Sentra PendidikanPelaksanaan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantoro dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau diberinama Tri Sentra Pendidikan, yakni :1. Alam keluarga2. Alam Perguruan3. Alam Pergerakan pemudaPenentu berhasilnya pendidikan dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Orang tua dalam hal yang mempunyai peran sangat besar dalam menyiapkan dan mendidik putra putrinya dengan demokratis, membina, melindungi dan mengarahkan dengan penuh kasih saying dan toleransi tanpa mengenal lelah sebelum mereka memasuki alam perguruan dan alam pergerakan pemuda yang kapasitasnya lebih luas lagi.Konsep-Konsep Dasar Pengajaran Ki hajar Dewantoroa. Sistem AmongMetode yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu educate the head, the heart, and the hand.Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi: Tut Wuri Handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha. Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu, membina, menjaga dan mendidik dengan kasih sayangb. Tri Sakti JiwaSalah satu konsep budaya Ki Hajar Dewantoro dikenal dengan Konsep Trisakti Jiwa yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. kalau untuk melaksanakan segala sesuatu itu hanya mengandalkan salah satu diantaranya saja maka kemungkinan akan tidak berhasil.Ajaran-ajaran Karakter dan Budaya Ki Hajar Dewantara a. TrihayuSelain itu, konsep pengembangan budaya Ki Hajar dikenal dengan Konsep Trihayu yang terdiri dari mamayu hayuning sarira, mamayu hayuning bangsa, dan mamayu hayuning bawana. Maksudnya, apapun yang diperbuat oleh seseorang itu hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsa, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya. Kalau perbuatan seseorang hanya menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik.b. Trilogi KepemimpinanDan yang menjadi semboyan pendidikan sampai saat ini adalah Konsep Trilogi Kepemimpinan yang terdiri dari Ing Ngarsa Sung Taladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Maksudnya, ketika berada di depan harus mampu menjadi teladan, ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan pihak-pihak yang dipimpinya.c. TripantangKonsepsi kebudayaan Ki Hajar yang sangat moralis tertuang dalam Konsep Tripantang yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalakangunakan jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Ketiga pantangan ini hendaknya tidak dilanggar.Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Yang Tertuang Dalam KurikulumKurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan dalam muatan kurikulum.Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat di lihat pada bagan Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman. http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/Penulis sangat terapresiasi dengan ajaran karakter yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Untuk itu penulis terinspirasi untuk menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari sehubungan dengan profesi penulis sebagai seorang pendidik, setidaknya dalam kehidupan sosial di masyarakat sekitar dan lingkup sekolah dimana penulis melaksanakan tugas mengajar. Karena yang penulis temui akhir-akhir ini realitanya adalah di satu sisi pemerintah dengan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang dalam kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, namun system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak dengan menuntut keberhasilan pendidikan yang dinilai dari keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah mempunyai ketetapan bahwa apabila dalam Ujian Nasional anak dapat lulus dengan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga untuk mencapai kelulusan proses pendidikan yang diajarkan oleh pendidik juga lebih menekankan pada yang penting lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok menakutkan oleh peserta didik, sehingga tidak jarang untuk meraih kelulusan ada siswa yang melakukan tindakan mencontek. Demikian pula pihak sekolah, berupaya dengan apapun caranya agar peserta didik dapat lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah apabila diperkirakan nilai akademik siswa dalam hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yang terdiri dari nilai sekolah dan nilai Ujian Nasional dapat mencapai standar kriteria kelulusan.Pendidikan karakter ini selalu ada dalam setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak seperti slogan. Namun yang lebih penting lagi apabila pendidikan karakter diterapkan seperti dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara, yaitu mulai dari alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Dimana sikap yang perlu diteladani adalah momong, among, dan ngemong. Pendidikan karakter tidak hanya sekedar teori yang tertulis tetapi diajarkan dengan langkah memberikan contoh langsung dan pembiasan sikap dan ucapan yang berkarakter terhadap anak didik. Sehingga dengan melihat dan mendengar contoh yang diberikan oleh guru ajaran karakter akan tertanam dalam jiwa siswa dan siswa akan meniru apa yang dilakukan oleh gurunya. Apabila pendidikan karakter hanya diberikan secara teori tetapi sikap dan perilaku pendidik sendiri menyimpang dari ajaran yang berkarakter contoh yang riil maka suatu hal yang mustahil kita bisa mendapatkan hasil lulusan siswa yang berkarakter. Seperti kata pepatah; guru kencing berlari murid kencing berdiri.

C. Model Kepemimpinan PendidikanPerspektif Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro1. Filosofi KeteladananFilosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang terdengar klasik yang sering kita dengar di sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya serta sering kita baca didalam buku sejarah adalah ungkapan : ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. a. Ing ngarso sung tulodo, artinya dihadapan staf, pemimpin harus dapat memberi teladan kepada seluruh bawahan atau staf yang dipimpin, untuk berlaku jujur, disiplin, terbuka, berfikir positif, dan berkepribadian yang kuat (berkarakter). b. Ing madyo mangun karso, yang artinya diantara (dalam kebersamaan dengan) staf yang dipimpinnya, pemimpin harus dapat membangkitkan semangat (motivasi) kepada seluruh staf dan menjadi mitra yang sejajar untuk bersama-sama maju menjadi agen pembaruan, dan mengajak staf untuk membangun gagasan dan kemudian mewujudkannya secara bersama-sama.c. Tut wuru handayani, yang artinya pemimpin pada saat dibelakang (ada maupun tidak ada staf) selalu berusaha memberikan kepercayaan kepada staf yang dipimpin, mendorong dan mendukung setiap staf untuk tampil maju menunjukkan kemampuannya.

Dari tiga rangkaian kata yang merupakan ungkapan bagaimana seorang pemimpin seharusnya, bagaimana seorang pemimpin harus bersikap, dan bagaimana seorang pemimpin memotivasi bawahannya, maka dapat dikatakan disini bahwa Ki Hajar Dewantoro lebih menekankan kepada pemimpin dan calon-calon pemimpin bahwa yang utama harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah suatu sikap keteladanan, yang mencakup seluruh aspek kehidupan yaitu : Jujur, disiplin, terbuka, berfikir positif, dan berkepribadian yang kuat (berkarakter). Bila para pemimpin memiliki sikap ketaladanan, maka tatanan kehidupan di dalam Pemerintahan akan lebih baik dan permasalahan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin terutama permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan.

2. Kepemimpinan Ki Hajar DewantoroMenurut perspektif Ki Hajar Dewantoro, kepemimpinan yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia adalah : Neng, Ning, Nung, Nang, yang merupakan sari ungkapan (singkatan) dari : (1) Neng : Meneng ing solah bowo; (2) Ning : Wening ing pikir manungku pujo; (3) Nung : Dumunung kasunyatan; dan (4) Nang : Wenang ing jumenengan. Bila dikupas secara gamblang dalam kehidupan masa kini, maka perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro mengandung ajakan luhur yang harus dimiliki oleh para pememimpin bangsa, yang mana pada saat ini sudah banyak ditinggalkan.Secara lengkap perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro dapat dijabarkan dengan bahasa yang sederhana sebagai berikut :a. Neng : Meneng Ing Solah BowoPemimpin harus memiliki kepribadian Meneng ing Solah bowo, artinya seorang pemimpin harus bersikap tenang dalam menghadapi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam kepemimpinannya. Selain dari itu, pemimpin dalam memutuskan permasalahan, mengambil kebijakan, menetapkan program harus senantiasa tenang, tidak sembarangan (grusah-grusuh), semua melalui pertimbangan yang panjang, cerdas, dan ikhlas. Bila pemimpin memiliki kepribadian tersebut maka pemimpin akan berwibawa, diterima dan disegani oleh mereka yang dipimpin.b. Ning : Weninging Pikir Manungku PujoPemimpin yang Wening ing Pikir Manungku Pujo, senantiasa memproyeksikan segala sesuatu yang dihadapi adalah berasal dari kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga dalam melakukan pemecahan masalah, penentuan kebijakan, dan penetapan program maupun kegiatan di dalam lembaga yang dipimpin selalu dilandasi dengan pikiran positif bahwa semua yang dikerjakan akan mendapat ridho dari Allah Tuhan YME. Pemimpin yang demikian selalu berfikir positif (sabar, eling dan narimo) dan melaksanakan tugas tanpa beban dan tanpa pamrih.c. Nung : Dumunung KasunyatanSeorang pemimpin harus Dumunung Kasunyatan. Pemimpin harus berkehendak, berbicara, dan bertindak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada pilih kasih. Ciri pemimpin yang Dumunung Kasunyatan selalu mengedepankan : Kejujuran, Keikhlasan, dan menjaga Nilai-nilai luhur yang menjadi akar budaya masyarakat dan budaya organisasi. Pemimpin yang demikian dapat menyesuaikan dengan keadaan dimanapun dia berada. Dumunung Kasunyatan juga dapat berarti bahwa : Perkataan (lati), Fikiran (ati) dan Tindakan (pekerti) adalah sama, sehingga pemimpin yang demikian melakukan tindakan apapun tenang dan tanpa beban. Antara pembicaraan, tindakan dan fikiran selaras dan sejalan, dalam bahasa jawa dikatakan bahwa : Dadi pemimpin iku kudu Jumbuh antarane pikiran, tindakan lan pangandikan, yen ora, nroko papane.d. Nang : Wenang Ing JumenenganSikap Wenang ing Jumenengan dari seorang pemimpin adalah menyangkut masalah kompetensi dan kepampuan profesional seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus mampu melaksanakan kewenangannya dalam membagi tugas sesuai dengan kemampuan staf yang dipimpin. Wenang ing jumenengan selaras dengan pepatah populer : The right man in the right place, artinya pemimpin harus memiliki kewenangan untuk mampu membagi tugas sesuai dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki oleh staf yang dipimpin. Berikan tugas kepada ahlinya. Akan tetapi yang sering terjadi pada saat ini adalah kewenangan yang sewenang-wenang, dengan alasan hak prerogatif. Hal ini tidak masuk dalam kepemimpinan yang diajarkan menurut perspektif Ki Hajar Dewantoro.Penulis memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang kepemimpinan. Kita bisa menyaksikan dan merasakan bahwa perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang selaras dengan falsafah Kepemimpinan Jawa saat ini sudah banyak ditinggalkan oleh para pemimpin bangsa saat ini. Betapa damainya jiwa seluruh rakyat Indonesia bila berada dalam pengayoman seorang pemimpin yang mampu meneladani ajaran tokoh pendidikan kita ini. Bangsa Indonesia pasti akan menjadi bangsa yang mampu bersaing di kancah Internasional dengan memperoleh segala kemakmuran dan kedamaian yang adil dan sejahtera di segenap penjuru lapisan masyarakat. Akan tetapi yang kita rasakan saat ini adalah keterpurukan dengan penderitaan dan kesengsaraan yang terjadi di kalangan rakyat kecil. Lemahnya perekonomian mengakibatkan ambruknya moral bangsa sehingga tingkat kejahatan semakin merajalalela. Perekonomian dikuasai oleh pejabat-pejabat tinggi Negara baik kelompok maupun perorangan. Korupsi dan kolusi sulit untuk ditangani karena jaringan yang saling terlibat begitu kuat terpancang. Setiap proyek Negara dilaksanakan untuk kepentingan para pembuat proyek bukan untuk kepentingan seluruh rakyat.Sebagai kekayaan falsafah dan ilmu pengetahuan bangsa, maka tidak ada salahnya apabila perspektif filosofi kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro ini digali kembali untuk dikembangkan dan diterapkan pada model-model kepemimpinan, terutama kepemimpinan di dalam dunia pendidikan yang memerlukan Keteladanan, Motivasi, Kejujuran, Kerja Keras dan Kerja Ikhlas menuju dunia pendidikan yang dapat bersaing di kancah Regional dan Internasional. Sehingga bangsa Indonesia yang sudah mempunyai modal awal yang besar, dengan penduduk yang banyak, sumber daya alam yang melimpah mampu menjadi bangsa yang besar dan terdepan. Diakui dan dihargai oleh bangsa- bangsa lain di seluruh belahan dunia. Tidak menjadi budak bangsa lain yang terjajah mindsetnya.. III. KESIMPULANKeterkaitan ketiga ajaran Ki Hadjar Dewantara saling mempunyai hubungan yang erat satu sama lain untuk menentukan keberhasilan pendidikan bangsa Indonesia. Apabila ketiga ajaran tersebut dapat diteladani dan dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa besar yang berharkat dan bermartabat tinggi. Pendidik sebagi penentu keberhasilan pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengarahkan haluan tujuan pendidikan. Oleh karena itu tidak ada salahnya guru sebagai seorang pendidik perlu membaca kembali dan memahami ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh tokoh pendidikan kita.Dalam ajaran yang pertama penulis memberikan penghagaan yang begitu besar terhadap tokoh pendidikan kita karena perspective Konsep Tiga Dinding mengajarkan kita untuk membuka diri terhadap pandangan-pandangan di luar komunitas sekolah dan mengajarkan pada anak didik untuk melihat realita kehidupan di luar sekolah. Sehingga siswa mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi dalam menekuni ilmu yang diberikan oleh guru untuk kebutuhannya kelak di kemudian hari ketika harus menerapkannya dalam dunia kerja.Ajaran yang yang kedua tentang pendidikan karakter mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan karakter ini harus selalu ada dalam setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak seperti slogan. Namun yang lebih penting lagi apabila pendidikan karakter diterapkan seperti dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara, yaitu mulai dari alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Dimana sikap yang perlu diteladani adalah momong, among, dan ngemong. Pendidikan karakter tidak hanya sekedar teori yang tertulis tetapi diajarkan dengan langkah memberikan contoh langsung dan pembiasan sikap dan ucapan yang berkarakter terhadap anak didik.Penulis memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada perspektif ajaran Ki Hadjar Dewantara yang ketiga tentang kepemimpinan yang selaras dengan falsafah Kepemimpinan Jawa yaitu; Neng, Ning, Nung, Nang, yang merupakan sari ungkapan (singkatan) dari : (1) Neng : Meneng ing solah bowo; (2) Ning : Wening ing pikir manungku pujo; (3) Nung : Dumunung kasunyatan; dan (4) Nang : Wenang ing jumenengan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan yang memerlukan Keteladanan, Motivasi, Kejujuran, Kerja Keras dan Kerja Ikhlas menuju dunia pendidikan yang dapat bersaing di kancah Regional dan Internasional.