08. Bab II (Literatur Riview))

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian atas teori-teori yang berkaitan dengan LSB, validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, dimensi kualitas produk serta metode yang akan digunakan dalam pengembangan desain. Teori-teori tersebut diuraikan dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai landasan dalam melakukan penelitian ini. Selain itu bab ini juga berisi penjelasan tentang perbandingan antara penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini. 2.1 Long Spinal Board (LSB) LSB adalah alat yang digunakan untuk imobilisasi tulang belakang bagi korban kecelakaan yang diduga memiliki cedera tulang belakang (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2004). Bentuk dasar dari seperangkat LSB dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Seperangkat LSB Standar Merek Ferno (Sumber: http://www.ferno.com.au/, 2015) Papan LSB Tali Pengikat Penahan Leher Penahan Kepala

description

Long Spinal Board research

Transcript of 08. Bab II (Literatur Riview))

Page 1: 08. Bab II (Literatur Riview))

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian atas teori-teori yang berkaitan dengan LSB, validitas

dan reliabilitas instrumen penelitian, dimensi kualitas produk serta metode yang

akan digunakan dalam pengembangan desain. Teori-teori tersebut diuraikan

dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai landasan dalam melakukan penelitian

ini. Selain itu bab ini juga berisi penjelasan tentang perbandingan antara

penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini.

2.1 Long Spinal Board (LSB)

LSB adalah alat yang digunakan untuk imobilisasi tulang belakang bagi

korban kecelakaan yang diduga memiliki cedera tulang belakang (American

College of Surgeons Committee on Trauma, 2004). Bentuk dasar dari seperangkat

LSB dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Seperangkat LSB Standar Merek Ferno (Sumber: http://www.ferno.com.au/, 2015)

LSB serbaguna untuk digunakan pada lingkungan pra-Rumah sakit karena

memiliki beberapa fungsi lain diantaranya sebagai perangkat untuk pengangkatan

korban, perangkat untuk melakukan transfer korban, perangkat perlindungan

korban selama berada dalam kendaraan serta perangkat untuk imobilisasi korban

dengan fraktur berat pada tulang belakang, kaki atau panggul. Meskipun ada

banyak upaya untuk menggantikan penggunaan alat ini namun tidak ada

Papan LSB

Tali Pengikat

Penahan Leher

Penahan Kepala

Page 2: 08. Bab II (Literatur Riview))

perangkat tunggal lainnya yang dapat tahan lama serta mampu melakukan banyak

tugas seperti yang dapat dilakukan oleh LSB (Hann, 2004).

Jenis lain dari LSB adalah Extrication Devices. Perangkat ini berupa jaket

semi-kaku yang dapat diikat di sekitar batang tubuh dan dapat diperpanjang ke

bagian kepala dan leher korban. Pada dasarnya fungsi extrication devices sama

dengan LSB namun penggunaan perangkat ini dikhususkan untuk mengurangi

pergerakan tulang belakang bagi korban yang ditemukan terjepit dalam kondisi

duduk atau berada dalam ruang yang terbatas (Tintinalli et al., 2010). Bentuk

dasar dari extrication devices dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Extrication Devices (Sumber: http://www.ferno.com.au/, 2015)

2.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen penelitian mencakup

persyaratan validitas, reliabilitas serta kepraktisan. Valid dalam artian instrumen

mampu mengukur dengan tepat apa yang akan diukur, reliabel dalam artian dapat

menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun digunakan berkali-kali serta

praktis dalam artian mudah untuk dilaksanakan, mudah dimengerti, dan hemat

(Sanusi, 2010).

2.2.1 Validitas Konstruk

Validitas konstruk (construct validity) merujuk kepada kesesuaian antara

hasil pengukuran dengan konsep teoritis tentang customer requirement yang

diteliti. Dalam validitas konstruk skor-skor hasil pengukuran instrumen ditinjau

8

Page 3: 08. Bab II (Literatur Riview))

kemampuannya dalam merefleksikan konstruk teoritis yang mendasari

penyusunan instrumen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa validitas konstruk

dapat secara tepat menilai kesahihan suatu instrumen karena dapat menentukan

ketepatan dan kecermatan dalam mengukur apa yang hendak diukur. Semua

customer requirement pada instrumen yang telah memiliki validitas konstruk

berarti telah dapat mengukur konsep yang ingin diukur (Yusrizal, 2008). Beberapa

cara yang digunakan untuk menguji validitas konstruk adalah contrasted groups,

pengujian hipotesis, analisis faktor dan MT-MM (Devon et al., 2007).

Salah satu uji validitas dengan pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan

mencari korelasi Pearson Product Moment menggunakan program SPSS. Analisis

ini dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total.

Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang

berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu

memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap. Pengujian

menggunakan uji dua pihak dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian

adalah sebagai berikut (Putra et al., 2014):

1. Jika r hitung ≥ r tabel (uji dua pihak dengan sig. 0,05) maka instrumen

atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan valid).

2. Jika r hitung < r tabel (uji dua sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau

item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan tidak valid).

Rumus dari korelasi Pearson Product Moment yaitu:

r hitung = n . (ΣXY ) - (ΣX ) .(Σ Y )

√ (n .ΣX2 - (ΣX )2) .( n . ΣY2 - (Σ Y )2)

...(2.1)

Keterangan:

X = Skor customer requirement

Y = Skor total customer requirement

n = Jumlah responden

9

Page 4: 08. Bab II (Literatur Riview))

2.2.2 Internal Consistency

Internal consistency adalah salah satu metode yang digunakan dalam

pengujian reliabilitas. Metode ini mengukur konsistensi dalam sebuah instrumen

dan mempertanyakan seberapa baik customer requirement di dalamnya dapat

mengukur perilaku responden dalam kegiatan pengukuran. Koefisien reliabilitas

pada metode ini diperoleh dari rata-rata interkorelasi antar semua customer

requirement pada hasil pengukuran (Drost, 2011).

Cara yang paling populer digunakan untuk uji reliabilitas dengan metode

internal consistency adalah menghitung koefisien alfa. Koefisien alfa

dipopulerkan oleh Cronbach (1951) sehingga sering disebut dengan Cronbanch’s

alpha. Kegunaan koefisien ini telah diakui secara umum dan lebih tepat

digunakan untuk memperkirakan reliabilitas pengukuran yang sifatnya

unidimensional. Hal ini mendasari pentingnya dilakukan perhitungan terhadap

Cronbanch’s alpha ketika menggunakan skala Likert, karena skala Likert

termasuk unidimensional. Melalui Cronbanch’s alpha, koefisien reliabilitas

internal consistency dapat diperoleh dengan menentukan hubungan antar satu

customer requirement dengan customer requirement lainnya dan hubungan antara

setiap customer requirement dengan keseluruhan customer requirement dalam

instrumen. Cronbanch’s alpha biasanya berkisar antara 0 dan 1, namun

sebenarnya tidak ada batas bawah untuk koefisien reliabilitas ini. Internal

consistency dari suatu instrumen akan semakin besar jika Cronbanch’s alpha

semakin mendekati nilai 1 (Gliem dan Gliem, 2003). Rumus Cronbanch’s alpha

yaitu (Warmbrod, 2014):

Cronbanch’s alpha ¿nn - 1 (1 - ΣVi

V obs )...(2.2)

Keterangan: n = Jumlah customer requirement pada instrumen

Vi = Variansi dari nilai pada setiap customer

requirement

10

Page 5: 08. Bab II (Literatur Riview))

Vobs = Total variansi dari nilai keseluruhan pengukuran

2.3 Dimensi Kualitas Produk

Kualitas produk didefinisikan sebagai ukuran terpenuhi atau terlampauinya

harapan pengguna atas persyaratan yang ada pada produk. Kualitas produk

menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan bagi industri manufaktur sehingga

mendasari Garvin (1987) untuk mengembangkan kerangka pengukur kualitas

produk. Kerangka tersebut terdiri atas delapan dimensi kualitas yang telah

mencakup berbagai konsep (Ashim dan Qureshi, 2014). Besterfield (1994)

kemudian melengkapi kerangka ini dengan menambahkan dimensi response

sehingga total dimensi kualitas menjadi sembilan. Kesembilan dimensi kualitas

tersebut yaitu (Besterfield, 1994):

1. Performance

Dimensi ini mengacu pada karakteristik utama dari produk, seperti

kenyamanan dan keamanan.

2. Features

Dimensi ini mengacu pada karakteristik sekunder dari produk atau dapat

dikatakan sebagai karakteristik yang melengkapi fungsi dasar suatu produk

contohnya remote control pada televisi.

3. Conformance

Dimensi ini mengacu pada kesesuaian antara produk dengan spesifikasi

atau standar industri contohnya keahlian pekerja dalam membuat produk.

4. Reliability

Dimensi ini mengacu pada konsistensi produk dalam memenuhi fungsi

dasarnya selama dipakai atau dapat dikatakan sebagai besarnya

kemungkinan produk mengalami kerusakan dalam periode waktu tertentu.

5. Durability

Dimensi ini mengacu pada umur pakai produk atau jumlah pemakaian

produk yang dapat diperoleh sebelum produk mengalami kerusakan atau

perlu perbaikan.

11

Page 6: 08. Bab II (Literatur Riview))

6. Service

Dimensi ini mengacu pada pemecahan masalah atau penyelesaian keluhan

atas produk contohnya kemudahan dan kecepatan produk untuk diperbaiki.

7. Response

Dimensi ini mengacu pada interaksi antar muka manusia yang berkaitan

dengan produk contohnya keramahan agen penjualan produk terhadap

pengguna.

8. Aesthetics

Dimensi ini mengacu pada bagaimana produk dilihat, didengar atau

dirasakan contohnya tampilan luar dari produk.

9. Reputation

Dimensi ini berkaitan dengan citra produk selama ini contohnya merek

produk atau peringkat yang telah diraih produk.

2.4 Pengembangan Produk

Pengembangan produk memiliki risiko kegagalan yang besar sehingga

perusahaan harus fokus pada kekurangan yang terdapat pada produk kemudian

menemukan dan mengukur kebutuhan dan keinginan pengguna secara tepat (Zaim

dan Sevkli, 2002). Beberapa teknik yang digunakan dalam pengembangan produk

antara lain model Kano, QFD (Quality Function Deployment), TRIZ (Teoriya

Resheniya Izobreatatelskikh Zadach) dan FMEA (Failure Mode Effect Analysis).

Teknik-teknik tersebut dapat membantu untuk mewujudkan atau meningkatkan

kualitas karena memenuhi kriteria sebagai berikut (Mazur, 2000):

1. Dapat diukur atau menggunakan metrik.

2. Secara sistematis mengikuti langkah didefinisikan dengan input, analisis,

dan output.

3. Menghasilkan dokumentasi untuk dapat diperiksa dan digunakan kembali.

2.4.1 Model Kano

12

Page 7: 08. Bab II (Literatur Riview))

Customer Satisfaction

Customer Dissatisfaction

Requirement Unfulfilled

Requirement Fulfilled

AttractiveOne-dimensional

Reverse

Must-be

Indifferent

Model Kano dikembangkan pada tahun 1984 oleh Noriaki Kano. Melalui

model ini dapat dilihat hubungan antara terpenuhinya persyaratan produk dengan

kepuasan pengguna. Diagram kano dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram Kano (Sumber: Kano et al., 1984)

Sumbu horizontal pada diagram Kano menunjukkan sejauh mana customer

requirement pada produk dapat memenuhi kebutuhan pengguna dan sumbu

vertikal menunjukkan sejauh mana pengguna puas terhadap produk. Pada model

Kano customer requirement yang terdapat dalam produk dibagi ke dalam lima

kategori berdasarkan pengaruh pemenuhannya terhadap kepuasan pengguna.

Kelima kategori tersebut adalah Attractive, One-dimensional, Must be, Indifferent

dan Reverse. Kategori yang mempengaruhi kepuasan pengguna tertinggi adalah

Attractive, One-dimensional dan Must-be (Qiting et al., 2013). Berikut ini

penjelasan dari kategori-kategori tersebut (Kano et al., 1984):

1. Must-be

Kategori ini mengacu pada persyaratan dasar produk. Customer

requirement yang termasuk ke dalam kategori ini minimal harus ada atau

terpenuhi dalam suatu produk. Jika customer requirement ini tidak

dipenuhi maka pengguna akan merasa tidak puas dan tidak tertarik dengan

produk. Namun jika customer requirement ini sepenuhnya terpenuhi,

13

Page 8: 08. Bab II (Literatur Riview))

pengguna tetap hanya akan memperoleh kepuasan di tingkat standar, tanpa

ada kepuasan tambahan.

2. One-dimensional

Kategori ini harus diprioritaskan dalam pengembangan produk karena bisa

menjadi sumber kepuasan pengguna terhadap produk. Pengguna akan

semakin puas jika customer requirement yang termasuk dalam kategori ini

terpenuhi di dalam produk namun sebaliknya jika tidak terpenuhi

pengguna akan merasa tidak puas.

3. Attractive

Kategori ini berkaitan dengan customer requirement yang tidak secara

eksplisit dinyatakan atau diharapkan pengguna. Terpenuhinya customer

requirement yang termasuk dalam kategori ini di dalam produk akan

memberikan kepuasan kepada pengguna namun jika tidak terpenuhi,

pengguna tidak akan memperoleh ketidakpuasan.

4. Indifferent

Kategori ini tidak memberikan pengaruh besar terhadap produk karena

terpenuhi atau tidaknya customer requirement yang termasuk ke dalam

kategori ini, tidak akan memberikan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap

pengguna.

5. Reverse

Customer requirement yang termasuk ke dalam kategori ini akan

memberikan ketidakpuasan terhadap pengguna jika terpenuhi dan begitu

juga sebaliknya akan memberikan kepuasan terhadap pengguna jika tidak

terpenuhi.

Keuntungan penggunaan model Kano adalah sebagai berikut (Qiting et al.,

2013):

1. Menentukan prioritas pengembangan.

Model Kano menunjukkan bahwa kategori must-be memiliki prioritas

tertinggi dalam pengembangan produk. Jika kategori ini telah terpenuhi,

14

Page 9: 08. Bab II (Literatur Riview))

maka inevstasi sebaiknya lebih dititikberatkan kepada peningkatan kualitas

kategori one-dimensional dan attractive.

2. Pemahaman yang lebih baik terhadap persyaratan produk.

Penggunaan model Kano dapat memberikan kemudahan dalam

mengidentifikasi secara kuantitatif customer requirement produk yang

dapat memberikan pengaruh lebih besar terhadap kepuasan pengguna

berdasarkan nilai koefisien kepuasan pengguna.

3. Pembeda antara karakteristik segmen pasar.

Segmen pasar yang berbeda dapat dibentuk berdasarkan harapan pengguna

terhadap produk yang ditunjukkan oleh hasil kuesioner dalam diagram

Kano.

4. Membantu dalam trade-off proses desain.

Model Kano bisa menentukan secara kuantitatif customer requirement

produk yang akan memberikan kepuasan lebih tinggi terhadap pengguna

jika dalam proses desain ditemui dua customer requirement yang

mengalami trade-off berdasarkan nilai koefisien kepuasan pengguna.

Langkah-langkah dalam menggunakan model Kano adalah sebagai berikut

(Qiting et al., 2013):

1. Pembuatan kuesioner Kano

Kuesioner Kano terdiri atas dua jenis pertanyaan berpasangan (fungsional

dan disfungsional) terkait customer requirement. Pertanyaan disfungsional

merupakan bentuk negatif dari pertanyaan fungsional. Setiap pertanyaan

memiliki lima alternatif jawaban. Kelima alternatif jawaban tersebut diberi

skor sebagai berikut:

1 = suka apabila dipenuhi (like)

2 = harus dipenuhi (must-be)

3 = netral (neutral)

4 = tidak suka tetapi jika dipenuhi tidak berpengaruh apapun (live with)

5 = sangat tidak suka jika dipenuhi (dislike)

15

Page 10: 08. Bab II (Literatur Riview))

2. Evaluasi hasil kuesioner

Langkah ini dilakukan dengan menggunakan tabel evaluasi Kano untuk

menghitung dan meringkas hasil. Tabel evaluasi Kano dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Evaluasi Kano (Sumber: Qiting et al., 2013)

1. Like 2. Must-be 3. Neutral 4. Live with 5. Dislike1. Like Q A A A O2. Must-be R I I I M3. Neutral R I I I M4. Live with R I I I M5. Dislike R R R R Q

FUNCTIONAL QUESTION

DISFUNCTIONAL QUESTION

Keterangan:

A = Attractive

O = One-dimensional

M = Must-be

I = Indifferent

R = Reverse

Q = Questionable result

3. Menentukan kategori Kano

Frekuensi setiap kategori pada setiap customer requirement direkapitulasi

kemudian kategori kano untuk setiap customer requirement ditentukan

dengan Blauth’s formula. Aturan Blauth’s formula adalah sebagai berikut:

a. Jika frekuensi kategori (O + A + M) > frekuensi kategori (I + R + Q),

maka kategori yang dipilih merupakan kategori yang memiliki nilai

paling maksimum diantara (O, A, M).

b. Jika frekuensi kategori (O + A + M) < frekuensi kategori (I + R + Q),

maka kategori yang dipilih merupakan kategori yang memiliki nilai

paling maksimum diantara (I, R, Q).

c. Jika frekuensi kategori (O + A + M) = frekuensi kategori (I + R + Q),

maka kategori yang dipilih harus mengikuti urutan prioritas M > O >

A > I.

4. Menentukan koefisien kepuasan pengguna

Koefisien kepuasan pengguna menunjukkan sejauh mana kepuasan

meningkat jika persyaratan produk terpenuhi atau sejauh mana kepuasan

16

Page 11: 08. Bab II (Literatur Riview))

berkurang jika persyaratan produk tidak terpenuhi. Hal ini berguna untuk

mengetahui rata-rata dampak persyaratan produk terhadap kepuasan semua

pengguna. Rumus untuk menghitung koefisien kepuasan pengguna yaitu:

Satisfaction Coefficients = A + OA + O + M + I

...(2.3)

Dissatisfaction Coefficients = O + MA + O + M + I

× -1 ...(2.4)

Satisfaction coefficients berada pada kisaran nilai 0 dan 1 dimana semakin

mendekati nilai 1 maka pengaruh customer requirement tersebut terhadap

kepuasan pengguna semakin tinggi. Hal ini juga berlaku pada

dissatisfaction coefficients yang nilainya berada pada kisaran 0 dan -1

sehingga semakin mendekati -1 maka pengaruh customer requirement

terhadap ketidakpuasan pengguna akan semakin tinggi.

2.4.2 QFD (Quality Function Deployment)

QFD adalah metode perencanaan dan pengembangan produk yang

terstruktur dan memungkinkan tim pengembang untuk menentukan dengan jelas

keinginan dan kebutuhan pengguna kemudian mengevaluasi secara sistematis

dampak setiap usulan atas produk terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. Proses

dalam QFD terdiri atas 4 fase. Masing-masing fase tersebut menggunakan matriks

untuk menerjemahkan persyaratan pengguna sehingga setiap fase menghasilkan

persyaratan produk yang semakin spesifik. Fase-fase tersebut antara lain (Jaiswal,

2012):

1. Perencanaan Produk:

Fase ini dipimpin oleh departemen pemasaran dan menitikberatkan pada

pengumpulan data yang tepat atas pengguna. Pada fase ini dibuat HoQ

(House of Quality) yang mencakup dokumen persyaratan pengguna, data

garansi, peluang kompetitif, pengukuran produk, pengukuran produk

saingan, dan kemampuan teknis perusahaan untuk memenuhi setiap

persyaratan pengguna.

17

Page 12: 08. Bab II (Literatur Riview))

2. Desain Produk:

Fase ini dipimpin oleh departemen teknik. Selama fase ini konsep produk

dibuat dan spesifikasi part produk didokumentasikan. Part yang

ditetapkan paling penting untuk memenuhi kebutuhan pengguna kemudian

diserahkan ke fase selanjutnya.

3. Perencanaan Proses

Fase ini dipimpin oleh manufacturing engineering. Selama fase ini aliran

proses manufaktur dari produk dibuat dan parameter proses

didokumentasikan.

4. Pengendalian Proses

Fase ini dipimpin oleh departemen penjaminan kualitas. Pada fase ini

indikator kinerja dibuat untuk memantau proses produksi, jadwal

perawatan dan pelatihan keterampilan bagi operator. Selain itu pada fase

ini ditentukan proses yang berisiko besar mengalami kegagalan sehingga

perlu memerlukan kontrol lebih untuk mencegah kegagalan tersebut.

Keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan QFD antara lain (Jaiswal,

2012):

1. Minimasi waktu dan biaya pengembangan serta memperpendek siklus

desain. Selain itu secara signifikan mengurangi biaya, pengulangan dan

masalah start up.

2. Mengacu kepada kepuasan pengguna secara utuh.

3. Meningkatkan komunikasi dalam organisasi dimana partisipasi dan

kerjasama tim yang sifatnya multifungsi didorong secara bersama-sama.

4. Kualitas dan produktivitas pelayanan menjadi lebih tepat dalam proses

perbaikan yang berkesinambungan sehingga perusahaan dapat mencapai

kelas dunia.

5. QFD memperjelas prioritas pengguna untuk keunggulan kompetitif.

6. Memungkinkan seseorang untuk fokus secara proaktif pada persyaratan

pengguna di awal tahapan desain produk. Customer requirement yang

penting diidentifikasi untuk menjadi parameter desain sehingga

18

Page 13: 08. Bab II (Literatur Riview))

perencanaan produk jauh lebih mudah untuk dilaksanakan. Selain itu

diperoleh kepastian konsistensi antara perencanaan dan proses produksi

produk.

QFD tradisional memiliki banyak kelemahan dalam pelaksanaannya

terutama yang berkaitan dengan diagram HoQ (House of Quality). Kelemahan

tersebut antara lain (Zhang et al., 2014):

1. Ukuran matriks yang terlalu besar sehingga memakan waktu dan

meningkatkan kompleksitas perhitungan .

2. Kelengkapan dan efektivitas kebutuhan pengguna tidak dapat dijamin.

3. Penentuan karakteristik teknis produk bergantung pada individu perancang

yang tentunya memiliki subjektivitas yang kuat.

4. Metode QFD tradisional tidak melibatkan cara-cara khusus dan alat untuk

memecahkan masalah yang inovatif.

5. Metode QFD tradisional tidak melibatkan metode untuk evaluasi

alternatif.

Kelemahan pada QFD tradisional tersebut telah mendorong perlunya

pendekatan baru untuk penerapan metode QFD yaitu dengan cara menggabungkan

QFD dengan teknik lainnya (Bouchereau dan Rowlands, 2000). Penelitian

Hashim dan Dawal (2012) telah menunjukkan bahwa integrasi model Kano dan

QFD dapat diterapkan dalam pengembangan produk yang ergonomis. Langkah-

langkah pembuatan HoQ pada integrasi model Kano dan QFD yaitu (Hashim dan

Dawal, 2012):

1. Penentuan customer requirement

Customer requirement yang dimasukkan ke dalam HoQ adalah customer

requirement yang berdasarkan hasil model Kano termasuk kategori

attractive, one-dimensional atau must-be.

2. Penentuan k value

K value untuk kategori indifferent adalah 0, untuk kategori must-be adalah

0,5; untuk kategori one-dimensional adalah 1 dan untuk kategori attractive

adalah 1,5.

19

Page 14: 08. Bab II (Literatur Riview))

3. Penentuan tingkat kepentingan pengguna (i)

Nilai (i) untuk setiap customer requirement diperoleh dengan membagi

total nilai tingkat kepentingan pada setiap customer requirement dengan

jumlah pengguna. Nilai (i) berada pada rentang antara 1 sampai 5.

4. Penentuan nilai tingkat kepuasan pengguna (u)

Cara menentukan nilai (u) ini sama dengan nilai tingkat kepentingan,

5. Penentuan nilai adjustment factor (f)

Nilai adjustment factor ditentukan oleh nilai absolut maksimal antara

satisfaction coefficients dan dissatisfaction coefficients. Berikut ini rumus

untuk menentukan adjustment factor:

Adjustment factor = max ( [SC] , [DC] ) ...(2.5)

Keterangan:

SC = Satisfaction coefficients

DC = Dissatisfaction coefficients

6. Penentuan nilai improvement ratio (R0)

Rumus untuk menentukan improvement ratio adalah sebagai berikut:

Improvement ratio (R0) = tu ...(2.6)

Keterangan:

t = Target kepuasan pengguna

u = Tingkat kepuasan pengguna terhadap produk yang dikembangkan

7. Penentuan nilai adjusted improvement ratio (R1)

Rumus untuk menentukan nilai adjusted improvement ratio adalah:

Adjusted improvement ratio (R1) = (1 + f)k × R0 ...(2.7)

Keterangan:

f = Adjustment factor

k = k value

R0 = Improvement ratio

8. Penentuan nilai adjustment importance (j)

Rumus untuk menentukan nilai adjustment importance adalah:

Adjustment importance (j) = R1× i ...(2.8)

Keterangan:

R1 = Adjusted improvement ratio

20

Page 15: 08. Bab II (Literatur Riview))

i = Tingkat kepentingan pengguna

9. Penentuan karakteristik teknis

Langkah ini dilakukan untuk menentukan syarat-syarat teknis apa yang

diperlukan untuk dapat memenuhi customer requirement. Seluruh

karakteristik teknis harus dapat terukur secara global dan dapat memenuhi

seluruh persyaratan pengguna (Zaim dan Sevkli, 2002).

10. Penentuan hubungan antar karakteristik teknis

Tujuan penentuan ini adalah untuk melihat hubungan positif dan negatif

diantara karakteristik teknis sehingga kontradiksi yang terjadi pada proses

desain dapat diidentifikasi. Hubungan antar karakteristik teknis ini ditandai

dengan simbol sebagai berikut (Zaim dan Sevkli, 2002):

= Hubungan antar kedua karakteristik teknis kuat dan positif

= Hubungan antar kedua karakteristik teknis lemah dan positif

×× = Hubungan antar kedua karakteristik teknis kuat dan negatif

× = Hubungan antar kedua karakteristik teknis lemah dan negatif

11. Penentuan nilai relationship rating (r)

Nilai relationship rating diperoleh dengan menentukan hubungan antara

setiap karakteristik teknis dengan setiap customer requirement produk.

Hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hubungan Karakteristik Teknis dengan Customer Requirement (Sumber: Zaim dan Sevkli, 2002)

Simbol Arti NilaiKosong Tidak ada hubungan 0

Hubungan lemah 1Hubungan sedang 3Hubungan kuat 9

12. Penentuan nilai bobot absolut (AW)

Nilai bobot absolut ditentukan untuk masing-masing karakteristik teknis.

Rumus untuk menentukan bobot absolut adalah:

Bobot absolut (AW) = Σ (i x r) ...(2.9)

Keterangan:

r = Relationship rating

i = Tingkat kepentingan pengguna

13. Penentuan nilai tingkat kepentingan absolut (AI)

Rumus untuk menghitung nilai tingkat kepentingan absolut adalah:

21

Page 16: 08. Bab II (Literatur Riview))

Tingkat kepentingan absolut (AI) = Σ (r x j) ...(2.10)

Keterangan:

r = Relationship rating

j = Adjustment importance

Seluruh langkah pembuatan HoQ dapat dilihat dalam matriks HoQ pada

Gambar 2.4.

109

121314

6 7 81 11 2 3 4 5

Gambar 2.4 House of Quality (Sumber: Hashim dan Dawal, 2012)

2.4.3 TRIZ (Teoriya Resheniya Izobreatatelskikh Zadach)

TRIZ adalah pendekatan sistematis untuk menemukan solusi kreatif yang

lebih maju dalam penyelesaian masalah-masalah sulit dengan cara yang lebih efisien

dan efektif untuk memastikan bahwa solusi yang diterapkan masih relevan untuk

digunakan pada saat dan kondisi tersebut. TRIZ juga dipandang sebagai sebuah

filsafat, proses, dan serangkaian tools untuk menyelesaikan kontradiksi (Jani, 2013).

TRIZ membagi kontradiksi menjadi dua yaitu kontradiksi fisik dan

kontradiksi teknis. Kontradiksi fisik terjadi pada situasi di mana salah satu objek

memiliki persyaratan yang berlawanan. Kontradiksi ini dapat diselesaikan dengan

prinsip pemisahan. Sementara kontradiksi teknis terjadi ketika dua parameter teknis

saling bertentangan, dimana semakin baik suatu parameter maka parameter lain akan

semakin buruk. Kontradiksi ini dapat diselesaikan dengan matriks kontradiksi dan 40

prinsip inventif. Analisis kontradiksi adalah proses untuk mengidentifikasi dan

merumuskan kontradiksi tertentu dengan mengubahnya menjadi kontradiksi genetis

TRIZ mengandalkan 39 parameter teknis. Analisis kontradiksi adalah kunci untuk

22

Page 17: 08. Bab II (Literatur Riview))

menggunakan alat TRIZ. Setiap alat dalam TRIZ menyediakan solusi yang efektif

untuk inovasi produk. Selain itu alat yang utama digunakan dalam TRIZ juga

sederhana dan mudah digunakan. Alat-alat tersebut antara lain (Zhang et al., 2014):

1. 40 prinsip inventif

Prinsip ini digunakan untuk memandu perancang dalam mengembangkan

konsep solusi yang berguna untuk situasi inventif. Seluruh prinsip ini ada di

dalam matriks kontradiksi. 40 prinsip tersebut antara lain:

1) Segmentasi

2) Ekstraksi

3) Optimasi lokal

4) Ketidaksimetrisan

5) Penggabungan

6) Multi guna

7) Persarangan

8) Penyeimbangan

9) Pencegahan

10) Penyiapan

11) Pengamanan

12) Penyelarasan

13) Pembalikan

14) Pelengkungan

15) Pendinamisan / Adaptasi

16) Pelebihan / Pengurangan

17) Penambahan dimensi

18) Penggetaran

19) Periodesasi

20) Pemberlanjutan manfaat

21) Percepatan perlakuan

22) Pemanfaatan kerugian

23) Umpan balik

24) Perantara

23

Page 18: 08. Bab II (Literatur Riview))

25) Perbaikan sendiri

26) Penyalinan

27) Objek berumur pendek

28) Penggantian mekanik

29) Pneumatic dan hidrolik

30) Lapisan atau membran

31) Material berongga/berpori

32) Pengubahan warna

33) Homogenitas

34) Penghilangan dan pemunculan

35) Transformasi

36) Transisi

37) Pemuaian

38) Oksidator

39) Lingkungan netral

40) Material komposit

2. Matriks kontradiksi

Matriks kontradiksi ini berukuran 39 x 39 dan terdiri atas 39 parameter teknis

yang paling sering terlibat dalam proses desain. Setiap sel pada matriks

kontradiksi berisi 0 sampai 4 kemungkinan prinsip inventif yang dapat

digunakan untuk memecahkan kontradiksi pada pengembangan desain. 39

parameter dalam matriks kontradiksi antara lain:

1) Berat benda bergerak

2) Berat benda tidak bergerak

3) Panjang objek bergerak

4) Panjang objek tidak bergerak

5) Luas objek bergerak

6) Luas objek tidak bergerak

7) Volume objek berjerak

8) Volume objek tidak bergerak

9) Kecepatan

10) Kekuatan

24

Page 19: 08. Bab II (Literatur Riview))

11) Ketegangan dan tekanan

12) Bentuk

13) Stabilitas objek

14) Kekuatan

15) Daya tahan objek bergerak

16) Daya tahan objek tidak bergerak

17) Suhu

18) Kecerahan

19) Energi yang terpakai dari objek bergerak

20) Energi yang terpakai dari objek tidak bergerak

21) Tenaga

22) Limbah energi

23) Limbah zat

24) Kehilangan informasi

25) Buang waktu

26) Jumlah zat

27) Keandalan

28) Akurasi pengukuran

29) Akurasi manufaktur

30) Faktor berbahaya yang bekerja pada objek

31) Efek samping berbahaya

32) Kemampuan manufaktur

33) Kenyamanan penggunaan

34) Dalam perbaikan

35) Penyesuaian

36) Kompleksitas perangkat

37) Kompleksitas kontrol

38) Tingkat otomasi

39) Produktivitas

3. Prinsip pemisahan

Prinsip ini terdiri atas empat jenis yang setiap jenisnya berkaitan dengan 40

prinsip inventif. Empat jenis prinsip tersebut antara lain:

25

Page 20: 08. Bab II (Literatur Riview))

1) Pemisahan dari persyaratan ruang atau tempat yang berlawanan

2) Pemisahan dari persyaratan waktu yang berlawanan

3) Pemisahan dalam seluruh bagian

4) Pemisahan atas kondisi

Langkah penyelesaian kontradiksi dengan menggunakan TRIZ adalah

sebagai berikut (Zhang et al., 2014):

1. Identifikasi kontradiksi tertentu berdasarkan 39 parameter teknis

2. Penentuan jenis kontradiksi. Jika jenis kontradiksi adalah kontradiksi teknis,

maka kontradiksi tersebut dibagi ke dalam parameter yang ingin diperbaiki

dan parameter yang menjadi lebih buruk akibat perbaikan parameter tersebut.

Selanjutnya sesuaikan kedua parameter tersebut dengan matriks kontradiksi.

Jika jenis kontradiksi adalah kontradiksi fisik, maka pilih jenis prinsip

pemisahan yang paling sesuai dengan kontradiksi.

3. Pemilihan prinsip inventif yang paling sesuai diantara beberapa alternatif

pilihan prinsip inventif yang terdapat pada sel matriks kontradiksi yang

terpilih untuk kasus kontradiksi teknis atau pada jenis prinsip pemisahan

yang terpilih untuk kasus kontradiksi fisik.

4. Merumuskan solusi spesifik berdasarkan prinsip inventif yang paling sesuai.

2.4.4 FMEA (Failure and Mode Effects Analysis)

FMEA merupakan alat rekayasa desain dan manufaktur yang penting untuk

membantu mencegah kegagalan terjadi dan cacat diterima oleh pengguna.

Penggunaan metode ini membantu perancang dalam menemukan penyebab dan efek

dari kegagalan sebelum desain selesai. Oleh sebab itu integrasi antara QFD dan

FMEA sering dilakukan dalam pengembangan produk untuk menciptakan produk

yang berkualitas tinggi dan minim kegagalan. Dalam melakukan FMEA, produk dan

atau sistem produksi diperiksa untuk menentukan semua hal yang dapat

menyebabkan kegagalan terjadi. Jenis kegagalan tersebut antara lain:

1. Kegagalan karena desain yang salah atau tidak tepat.

2. Kegagalan karena metode manufaktur yang tidak tepat dan metode perakitan

yang tidak benar.

26

Page 21: 08. Bab II (Literatur Riview))

3. Kegagalan karena manajemen mutu yang buruk.

4. Kegagalan karena proses operasi yang tidak benar.

5. Kegagalan karena pertimbangan terhadap aspek sakit dalam desain yang

menyangkut keselamatan.

Tingkatan jenis kegagalan dalam FMEA dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Tingkatan Jenis Kegagalan (Sumber: Hsiao, 2002)Tingkatan Derajat Kegagalan Penjelasan

1 Ekstrim serius Menyebabkan cacat, kematian atau hilangnya rasa aman2 Sangat kuat Menyebabkan kerugian3 Sedang Kerugian kecil atau hampir tidak ada4 Lemah Dapat diabaikan

Prosedur pelaksanaan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fungsi setiap bagian produk.

2. Mengidentifikasi alasan operasi tidak berjalan dengan mulus.

3. Menganalisis tingkat dari dampak dan memilih faktor kunci.

4. Mengusulkan strategi perbaikan untuk faktor kunci yang dipilih.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dan mendasari penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu

27

Page 22: 08. Bab II (Literatur Riview))

Penulis (Tahun)

Tujuan Metode Hasil Penelitian

Hashim dan Dawal (2012)

Menunjukkan bahwa model Kano dan QFD mampu

meningkatkan desain stasiun kerja lokakarya sekolah menjadi lebih ergonomis

Model Kano dan QFD (Quality Function

Deployment )

Model Kano dan QFD dapat mengidentifikasi dan menentukan prioritas persyaratan teknis yang akan

diterapkan dalam pengembangan stasiun kerja bengkel sekolah berdasarkan pendekatan ergonomi.

Zhang et al. (2014)

Mengembangkan desain ergonomis yang baik pada kompor yang merupakan

produk inti untukmemasak di dapur Cina

QFD, TRIZ dan pengambilan keputusan

untuk grup fuzzy

Integrasi beberapa pendekatan yaitu identifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen (CSNs), diagram

rumah kualitas dari QFD, TRIZ dan teori pengambilan keputusan fuzzy menghasilkan desain kompor dapur terpadu yang lebih baik, inovatif dan

layak.

Hsiao (2002)

Menciptakan mainan musik untuk anak-anak berusia di

bawah tujuh tahun yang kualitas totalnya dapat

dikelola.

QFD, Analytic Hierarchy Process (AHP), Design for

Assembly (DFA) dan Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA)

Integrasi beberapa teknik yaitu QFD, AHP, DFA dan FMEA dapat menghasilkan desain produk mainan musik anak-anak yang memiliki harga

terjangkau, berkualitas tinggi, minim kegagalan dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Putra (2014)

Membuat rancangan ulang Long Spinal Board (LSB)

yang lebih ergonomisQFD

Proses perancangan dengan menggunakan metode QFD dapat menghasilkan rancangan ulang LSB yang

lebih ergonomis jika ditinjau dari segi material dan perfomansi produk.

Bifadhlih (2014)

Membuat modifikasi rancangan thresher yang

sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen

Model Kano, QFD dan TRIZ

Penggunaan model Kano, QFD dan TRIZ dalam proses modifikasi menghasilkan rancangan thresher

yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, seperti tersedianya roda yang

mempermudah mobilisasi, gigi perontok yang didesain portabel serta meja pengumpul yang dimensinya telah

disesuaikan dengan data antropometri.

Penelitian yang dilakukan oleh Hashim dan Dawal (2012) menggunakan

integrasi metode Kano dan QFD dalam proses desain. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa dengan menggunakan integrasi kedua metode tersebut dapat

diperoleh desain stasiun kerja workshop baru yang lebih ergonomis karena sesuai

dengan antropometri dan kebutuhan siswa sebagai pemakai stasiun kerja. Hal ini

menunjukkan bahwa integrasi model Kano dan QFD juga dapat digunakan untuk

memperoleh desain LSB yang ergonomis pada penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Hsiao (2002) bertujuan untuk

menghasilkan desain produk mainan musik anak-anak yang sesuai dengan

keinginan konsumen melalui integrasi metode QFD, AHP, DFA dan FMEA.

Penerapan FMEA dalam penelitian ini terlihat dalam proses evaluasi desain

mainan musik yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menggunakan

metode QFD. FMEA mampu menunjukkan faktor penyebab kegagalan pada

desain sehingga dapat dilakukan tindakan preventif sebelum proses produksi

produk dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi antara FMEA dan QFD

juga sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan desain LSB ini.

28

Page 23: 08. Bab II (Literatur Riview))

Zhang et al. (2014) melakukan penelitian untuk menciptakan desain

kompor dapur yang ergonomis melalui integrasi beberapa metode yaitu

identifikasi kebutuhan konsumen, house of quality pada QFD, TRIZ serta fuzzy.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa integrasi beberapa metode tersebut

mampu meningkatkan proses desain sehingga diperoleh alternatif desain kompor

dapur yang inovatif, ergonomis dan teruji kelayakannya. Hal ini menunjukkan

bahwa metode TRIZ bisa digunakan pada penelitian pengembangan desain LSB

ini, sebagai tindak lanjut bila terdapat kontradiksi antar karakteristik teknis dalam

pembuatan House of Quality dengan metode QFD. Selain itu Zhang et al. (2014)

juga menghasilkan model terintegrasi yang dapat digunakan dalam proses desain

produk yang ergonomis lainnya. Model tersebut menunjukkan langkah-langkah

penggunaan keempat metode yang ada dalam penelitiannya. Adanya beberapa

metode pada penelitian Zhang et al. (2014) yang juga digunakan pada penelitian

pengembangan desain LSB ini seperti metode house of quality pada QFD dan

TRIZ menunjukkan bahwa model hasil penelitian Zhang et al. (2014) ini dapat

dikembangkan melalui penyesuaian model tersebut dengan langkah-langkah

penggunaan metode yang ada dalam penelitian pengembangan desain LSB ini.

Model hasil penelitian Zhang et al. (2014) dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Model Terintegrasi untuk Desain Produk yang Ergonomis (Sumber: Zhang et al., 2014)

29

Page 24: 08. Bab II (Literatur Riview))

Penelitian Putra (2014) menunjukkan bahwa penggunaan QFD telah tepat

untuk menghasilkan rancangan LSB yang ergonomis. Namun kontradiksi antar

karakteristik teknis pada penelitian tersebut tidak dibahas lebih lanjut, sehingga

persyaratan desain LSB hasil penelitian Putra (2014) sebenarnya masih bisa

diinovasikan. Oleh sebab itu penelitian tentang pengembangan desain LSB ini

dilakukan dengan mengintegrasikan metode QFD dengan beberapa metode lain

agar persyaratan desain LSB yang diperoleh lebih optimal.

Penelitian yang dilakukan Bifadhlih (2014) menunjukkan bahwa integrasi

antara model Kano, QFD dan TRIZ dapat menghasilkan desain thresher yang

lebih ergonomis. Namun penelitian ini tidak mengevaluasi kegagalan yang

mungkin terjadi dari desain baru thresher. Oleh sebab itu penelitian tentang

pengembangan LSB ini dilakukan dengan mengintegrasikan model Kano, QFD,

TRIZ dan FMEA untuk mewujudkan desain hasil pengembangan LSB yang

ergonomis, sesuai dengan kebutuhan konsumen dan minim kegagalan.

30