05530003

116
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SKRIPSI Oleh: LAILIS SA'ADAH NIM. 05530003 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010

description

jurnal

Transcript of 05530003

  • ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    SKRIPSI

    Oleh:

    LAILIS SA'ADAH NIM. 05530003

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada:

    Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

    Oleh: LAILIS SA'ADAH

    NIM: 05530003

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Lailis Sa'adah NIM : 0553003 Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi / Kimia Judul Penelitian : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun

    Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan data, tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

    Apabila di kemudian hari terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai paraturan yang berlaku.

    Malang, 21 April 2010 Yang membuat pernyataan

    Lailis Sa'adah NIM. 05530003

  • ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    SKRIPSI

    Oleh:

    LAILIS SA'ADAH NIM: 05530003

    Telah disetujui oleh:

    Pembimbing I

    Elok Kamilah Hayati, M.Si NIP. 19790620 200604 2 002

    Pembimbing II

    Anton Prasetyo, M.Si NIP. 19770925 200604 1 003

    Tanggal, 21 April 2010

    Mengetahui Ketua Jurusan Kimia

    Diana Candra Dewi, M.Si NIP. 19770720 200312 2 001

  • ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    SKRIPSI

    Oleh:

    Lailis Sa'adah NIM. 05530003

    Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu

    Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

    Tanggal, 21 April 2010

    Susunan Dewan Penguji

    Tanda Tangan

    1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd NIP. 19750531 200312 2 003

    )...................................(

    2. Ketua Penguji : Tri Kustono Adi, M.Sc NIP. 19710311 200312 1 002

    )...................................(

    3. Sekr. Penguji : Elok Kamilah Hayati, M.Si NIP. 19790620 200604 2 002

    )...................................(

    4. Anggota Penguji : Anton Prasetyo, M.Si NIP. 19770925 200604 1 003 )...................................(

    Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia

    Si.M, a Candra DewiDian NIP. 19770720 200312 2 001

  • MOTTO

    u F{$# Mt#u t % >j9 u /3 r& 4 s r& t 7?

    Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. maka apakah kamu

    tidak memperhatikan? (Q.S. Adz Dzariyaat : 20-21)

  • Persembahan

    Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan ridho Nya saya dapat menyelesaikan sebuah karya ini dengan baik.

    Karya kecil ini ku persembahkan untuk

    Ibu Julaicha dan bapak Syaifullah tercinta. Engkaulah Malaikatku yang dikirim Allah, dengan penuh kasih sayang, melahirkan, mendidik, membesarkan, menasehati, memotivasi, yang selalu ada di saat aku rapuh, yang rela berkorban dengan segenap jiwa dan raga demi kesuksesanku, yang senantiasa meneteskan air mata dalam heningnya malam dan setiap do'anya. Sungguh jasa-jasamu tak akan terbalas oleh apapun, ananda haturkan banyak

    terima kasih atas semuanya.

    Kakak-kakak ku tersayang Syaiful Haq S.Pd, Iftachul Jannah, terima kasih banyak atas motivasi dan doa yang engkau berikan, sehingga adik dapat mewujudkan cita-cita. Untuk kakak Nur Cholis Majid, dimanapun engkau berada motivasi dan kasih sayang mu ke adik

    tak kan pernah putus.

    Adik-adik ku tersayang Caca, Nauval,Nauvel, Dimas dan Andin, engkaulah yang selalu menghibur tante pada saat suka dan duka, kalian menjadikan ku kuat menghadapi segala

    kesulitan. Belajarlah terus dan kejarlah cita-citamu sampai setinggi langit. Keluarga besarku; Lek Jem, Nenek, Pak Lek, Bu Lek, Ma' Ita, Santi.

    Teman2 SMP: V-3, Sofa, Amir, Ansori, H-Nafi, Yanto, H.Crespo, Mansyur, Edy, Munir. Trimakasih atas semangat 'n dorongan yang kalian berikan sehingga ku dapat tetap tegar

    dalam menghadapi segala cobaan hidup.

    Keluarga besar Kimia para dosen dan stafnya yang memberikan ilmu dan pengalamnnya serta segala pengertiannya dalam mendampingi perjalanan studiku sampai aku dapat seperti ini. Bu elok dan pak Naim terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan proyek yang

    diberikan.

    Kimia angkatan '05, Angkatan paling sedikit jumlah mahasiswanya, semoga tetap bersatu sampai kapanpun. Pantang mundur n tetap semangat OK!!!!

    Teman2 seperjuangan ngelab (Sieta, Wardah, H5, Aisy, Fajar, Mami, Mb ATA, Mb Devi, Mb Ika, Mb Atus, Mb Uswah, Mb Ci2, Mb Diyah, Ika, Mas Miko, Mas Hairi, Mas Faijal

    dkk) jangan pernah menyerah. Tiada kesulitan yang tidak dapat diselesaikan

    Teman2 Asrama Khodijah Mb Lely tetap semangat ya dengan S2 nya, Elok colon Psikolog moga bisa bantu menghibur orang2 yang stress, Irma, Sila lanjutkan skripsimu, Ifo jangan memanjakan penyakit yang hinggap pada dirimu, lawanlah dengan semangat mu. Yuni lawanlah rasa malez yang ada didirimu, Wi2n yang suka tertawa n menghibur teman2,

    lika yang menemani q ngerjakan karya kecil ini dkk.

  • KATA PENGANTAR

    0000 !!!! $$ $$#### uu uu qqqq 9999 $$ $$#### mmmm 9999 $$ $$#### Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,

    hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)" sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.

    Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri

    (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang beserta para stafnya 2. Bapak Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan

    Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Ibu Diana Candra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

    Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Ibu Elok Kamilah Hayati, M.Si, Bapak A. Ghanaim Fasya, S.Si, dan Bapak

    Anton Prasetyo M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Ibu Rini Nafsiati Astuti, M.Pd selaku penguji utama dan Bapak Tri Kustono Adi, M.Sc selaku ketua penguji

    6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak memberikan ilmunya.

    7. Moh. Taufik, S.Si, M. Kholid Al-Ayubi, S.Si, Kurnia Kumala Dewi, S.Si selaku Laboran Kimia UIN Maliki Malang.

    8. Ibu dan Bapakku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah memberi segala kebutuhan yang penulis butuhkan, memberi dorongan dan motivasi baik secara materiil maupun spirituil.

  • 9. Kakak-kakakku (Syaiful Haq, Iftahul Jannah dan Alm. Nur Kholis Majid), engkaulah panutan dalam hidupku.

    10. Teman-teman chemistry '05 (Sieta, Aisy, Warda, H5, U_mi, Nur RA, Fajar, Ieza, Naily, Asri, Helmi, Agus, Dedy) yang telah memberikan arahan, bantuan serta ilmunya selama perjalanan studiku.

    11. Kakak-kakak dan adik-adik keluarga besar kimia tetap semangat dan pantang mundur, kimia adalah mencoba jadi coba dan coba terus

    12. Keluarga besar " Asrama Khodijah " yang setia menemani penulis dalam suka dan duka

    13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi ini.

    Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.

    Malang, 30 Maret 2010

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii ABSTRAK ........................................................................................................ viii

    BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7 1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 8 2.1 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif islam 8 2.2 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif ilmu

    pengetahuan ................................................................................................ 12 2.2.1 Manfaat daun belimbing wuluh .. 14 2.2.2 Kandungan kimia daun belimbing wuluh ................................................ 15 2.3 Tanin ........................................................................................................... 15 2.3.1 Tanin terkondensasi ................................................................................. 16 2.3.2 Tanin terhidrolisis. ................................................................................... 18 2.3.2.1 Gallotanin.............................................................................................. 18 2.3.2.2 Ellagitanin ............................................................................................. 21 2.4 Ekstraksi daun belimbing wuluh................................................................. 23 2.5 Pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis ..................................................................................................... 25 2.6 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 28 2.6.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ditekankan pada reaksi geser ......................................................................................................... 28 2.6.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 30

    BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 34 3.1 Pelaksanaan penelitian ................................................................................ 34 3.2 Bahan dan alat penelitian ............................................................................ 34 3.2.1 Alat penelitian .......................................................................................... 34 3.2.2 Bahan penelitian....................................................................................... 34 3.3 Tahapan penelitian ...................................................................................... 35 3.4 Rancangan penelitian .................................................................................. 35 3.5 Cara kerja .................................................................................................... 36 3.5.1 Persiapan sampel ..................................................................................... 36 3.5.2 Ekstraksi tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode modifikasi

    Nuraini (2002).......................................................................................... 36

  • 3.5.3 Uji kualitatif ekstrak daun belimbing wuluh dengan reagen ................... 37 3.5.4 Pemisahan senyawa tanin......................................................................... 38 3.5.4.1 KLT analitik .......................................................................................... 38 3.5.4.2 KLT preparatif ...................................................................................... 39 3.5.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................ 39 3.5.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ...................................... 39 3.5.5.2 Identifikasi gugus fungsi senyawa tanin dengan spektrofotometer FTIR ...................................................................................................... 40 3.6 Analisis data ................................................................................................ 41

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42 4.1 Preparasi sampel daun belimbing wuluh .................................................... 42 4.2 Ekstraksi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh.................................. 42 4.3 Uji fitokimia senyawa tanin ........................................................................ 46 4.3.1 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 .............................................. 47 4.3.2 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan larutan gelatin ......... 49 4.3.3 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan formalin 3 %, HCl 1 N,

    FeCl3 1 %.................................................................................................. 51 4.4 Pemisahan ekstrak tanin dengan kromatografi lapis tipis (KLT)................ 52 4.4.1 KLT analitik ............................................................................................. 52 4.4.2 KLT preparatif ......................................................................................... 56 4.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 57 4.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ......................................... 57 4.5.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 62 4.6 Hasil Penelitian Senyawa Tanin dalam Daun Belimbing Wuluh dalam

    Prespektif Islam........................................................................................... 67

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 72 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 72 5.2 Saran............................................................................................................ 72

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73

    LAMPIRAN...................................................................................................... 79

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer..................................................... 29 Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tannin pada daun belimbing

    wuluh... 33 Tabel 4.1 Data penampakan noda dari fasa air hasil KLT analitik dengan

    beberapa eluen dengan lampu Ultra Violet 254 nm dan 366 nm. 53 Tabel 4.2 Harga Rf dan warna noda hasil KLTA eluen terbaik n-butanol :

    asam asetat : air (BAA) (4:1:5) dibawah sinar UV 254 nm dan 366nm..... 55

    Tabel 4.3 Data spektrum UV-Vis dari isolat sebelum dan sesudah penambahan pereaksi geser............................................................. 60

    Tabel 4.4 Int Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat 2............................................ 65

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh.......................................................... 13 Gambar 2.2 Struktur inti tanin.................................................................. 15 Gambar 2.3 Struktur flavan-3,4-diols....................................................... 17 Gambar 2.4 Struktur flavan-4-ols............................................................. 18 Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin................................................... 20 Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin.................................................. 22 Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin........................................... 32 Gambar 4.1 Reaksi dugaaan antara tanin dengan FeCl3 1 %.................... 48 Gambar 4.2 Reaksi dugaan antara tanin dan gelatin................................. 50 Gambar 4.3 A. Foto plat hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh

    dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, B. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, C. Foto hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 366 dan 254 nm, D. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm.......................................................................................... 55

    Gambar 4.4 Struktur inti tanin.................................................................. 58 Gambar 4.5 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan NaOH

    2 M........................................................................................ 61 Gambar 4.6 Struktur senyawa tanin yang ditambah dengan NaOH 2 M.. 61 Gambar 4.7 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan AlCl3 5

    %, AlCl3 5 %/HCl................................................................. 63 Gambar 4.8 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan

    NaOAc, NaOAc/H3BO3........................................................ 64 Gambar 4.9 Struktur dugaan senyawa tanin yang ada dalam daun

    belimbing wuluh.................................................................... 64

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Skema Kerja ................................................................................... 79 Lampiran 2. Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan .......................... 88 Lampiran 3. Dokumen Penelitian ....................................................................... 91 Lampiran 4. Hasil Spektra Spektrofotometer UV-Vis dari Hasil KLT

    Preparatif 97 Lampiran 5. Hasil Spektra Spektrofotometer FTIR............................................ 100

  • ABSTRAK

    Sa'adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Pembimbing I : Elok Kamilah Hayati, M.Si. Pembimbing II : Anton Prasetyo, M.Si

    Kata Kunci : Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L), Tanin, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer FTIR

    Telah dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Penelitian ini bertujuan untuk mencari eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dan mengetahui jenis senyawa tanin dari ekstrak daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis. Senyawa tanin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam daun belimbing wuluh seperti firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 bahwa dalam tumbuhan-tumbuhan masih banyak rahasia alam yang belum terungkap.

    Isolasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut aseton : air (7:3) selama 3x24 jam dengan bantuan shaker, kemudian dilakukan fraksinasi. Uji fitokimia dilakukan dengan menambahkan reagen FeCl3 1 %, larutan gelatin, formalin 3 % : HCl 1 N (2:1) dan FeCl3 1 % ke ekstrak. Pemisahan senyawa tanin dari ekstrak dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik untuk mencari eluen terbaik dengan variasi eluen yaitu n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5), etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2), asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (Forestal) (30:10:3), metanol : etil asetat (4:1), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1), toluen : etil asetat (3:1), kemudian dilanjutkan pemisahan dengan KLT preparatif. Identifikasi senyawa tanin dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, didukung dari uji fitokimia dari ketiga reagen menunjukkan positif mengandung senyawa tanin. Eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dengan KLT analitik adalah n-butanol : Asam asetat : Air (BAA) (4:1:5) yang dapat digunakan dalam pemisahan dengan KLT preparatif. Eluen ini memisahkan 3 noda dengan nilai Rf 0,53; 0,61; dan 0,68. Berdasarkan hasil analisis spektrofotometer UV-Vis, isolat 2 dengan nilai Rf 0,61 memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 331 nm. Hasil identifikasi dengan FTIR menunjukkan serapan-serapan yang spesifik dari senyawa tanin seperti rentangan asimetri OH pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, overtone aromatik pada bilangan gelombang 2071,8 cm-1, rentangan cincin aromatik pada 1625,8 cm-1 dan benzena pada 782,5 cm-1, sehingga senyawa tanin yang diduga adalah flavan-3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan-3,7,8,4',5'-pentaol.

  • ) . 0102. . : (,

    ( ) : (

    . ( ) .

    .

    x ( :)

    ( )

    .

    () : ( )

    ( ) ( ) ( ) ( )

    . .

    () .

    . ; ; mn i

    mc mc mc mc

    . -! -!

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman

    tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

    keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan sering

    terjadi sepanjang tahun. Salah satu keanekaragaman hayati yang terdapat di

    Indonesia adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing wuluh

    tumbuh hampir di seluruh daerah, namun belum dibudidayakan secara khusus

    (Abdul, 2008).

    Tanaman belimbing wuluh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-

    hari. Bagian yang dapat digunakan diantaranya bunga, buah, daun dan batangnya.

    Bunga belimbing wuluh digunakan sebagai obat batuk dan sariawan. Buah

    belimbing wuluh selain digunakan sebagai bumbu masak juga dapat digunakan

    sebagai obat menurunkan tekanan darah tinggi, gusi berdarah, jerawat dan batuk.

    Daun belimbing wuluh selain digunakan sebagai penyedap rasa juga dapat

    digunakan sebagai obat batuk, obat kompres pada sakit gondokan dan obat

    rematik, antidiare, sedangkan batang belimbing wuluh dapat digunakan sebagai

    obat sakit perut (Atang, 2009).

    Penelitian tentang kimia bahan alam akhir-akhir ini semakin banyak

    mengeksploitasi sebagai bahan obat-obatan baik untuk farmasi maupun untuk

    kepentingan pertanian, karena disamping keanekaragaman struktur kimia yang

  • dihasilkan juga rendahnya efek samping yang ditinggalkan dan mudah

    didapatkan. Buah belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang

    berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai

    penyakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh

    yang dilakukan Herlih (1993) dalam Faradisa (2008) menunjukkan bahwa buah

    belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak atsiri, fenol,

    flavonoid dan pektin. Batang belimbing wuluh mengandung saponin, tanin,

    glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksida, sedangkan daunnya

    mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksida, kalsium oksalat, kalium sitrat.

    Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini tidaklah sia-sia dari yang

    kecil hingga yang besar. Makhluk hidup (hewan, tumbuhan dan lain-lain)

    semuanya dapat dimanfaatkan oleh manusia jika manusia itu berfikir. Allah

    menjaga semua yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup. Allah membuktikannya

    dengan diturunkan oleh Nya hujan sebagai sumber kehidupan, dan agar manusia

    dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Allah telah

    menjelaskannya dalam surat al Anam ayat 99:

    u u % !$# ttr& z !$ y9 $# [ !$t $ o_ tzr' s / |N$ t7 t e . & x $ o_ tzr' s # Zyz l $ {6 ym $ Y6 2#utI z u 9 $# $y =s #u % u#y ;My_ u i

    5>$ or& t G 9 $#u t$ 9$#u $Y 6 oK u xu >7ttF 3 (# $# 4 n

  • yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman".

    Firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 yang menjelaskan bahwa

    Allah swt menurunkan air hujan dari awan, kemudian dengan air tersebut Allah

    mengeluarkan setiap jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam bentuk, ciri

    khas serta berbeda-beda tingkatan kelebihan dan kekurangannya (al Maraghi,

    1992), meskipun semuanya tumbuh di tanah yang sama dan dialiri dengan air

    yang sama. Selain itu, buah-buahan dan sayur-sayuran juga merupakan sumber

    vitamin dan nutrisi esensial yang melimpah.

    Pada surat al An'am ayat 99 Allah menutup ayat dengan Sesungguhnya

    pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang

    yang beriman, karena orang-orang yang beriman itu hidup, bekerja, berfikir dan

    memahami sehingga untuk mendapatkan bukti dari ayat tersebut yang dapat

    menunjukkan mereka kepada perbuatan yang mengesakan Allah swt (al Jazairi,

    2007). Selain itu, dengan memperhatikan secara mendalam maka akan ditemukan

    rahasia-rahasia alam tumbuh-tumbuhan seperti kandungan dan manfaat dari

    tanaman tersebut dengan adanya penelitian (al Maraghi, 1992). Allah telah

    menjelaskan dalam surat asy Syuara ayat 7:

    s9 ur& (# t t n

  • Shihab (2002), Surat asy Syuara ayat 7 menjelaskan tentang tumbuhan

    yang baik, tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan memberikan

    manfaat untuk makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang bisa digunakan sebagai

    alternatif pengawet secara alami. Dengan aneka tumbuhan, tanah dan aneka

    keajaiban yang terhampar pada tumbuhannya, maka sebagai seorang mukmin

    harus berfikir tentang manfaat dari bagian tumbuhan tersebut. Bagian daun

    belimbing wuluh banyak mengandung senyawa tanin yang dapat digunakan

    sebagai antibakteri (Abdul, 2008).

    Senyawa tanin merupakan senyawa polifenol yang berada di tumbuhan,

    makanan dan minuman (Makkar and Becker, 1998) dapat larut dalam air dan

    pelarut organik (Haslam, 1996). Senyawa tanin yang terkandung dalam daun

    belimbing wuluh bersifat penolak hewan pemakan tumbuhan. Senyawa tanin juga

    digunakan untuk proses tanning atau penyamakan kulit binatang yang digunakan

    industri kulit, untuk pembuatan tinta, digunakan untuk obat-obatan sebagai

    astringen dan untuk pewarnaan (cat) (Ledder, 2000).

    Secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin

    terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester

    yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Asam elagat

    merupakan hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang

    sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat. Tanin terkondensasi

    merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan

    tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak

    ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan (Robinson, 1995).

  • Kadar tanin yang tinggi pada simplisia daun belimbing wuluh muda 1,6 %

    dan pada daun belimbing wuluh tua sebesar 1,28 % (Nurliana, 2006). Lidyawati

    (2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kadar tanin pada daun belimbing

    wuluh sebesar 26,2 %. Isolasi tanin dari daun belimbing wuluh dapat dilakukan

    dengan pengambilan daun belimbing wuluh sekitar 20 cm dari pucuk daun,

    sehingga tanpa merusak pertumbuhan dapat diperoleh tanin dari daunnya (Amnur,

    2008).

    Pansera (2004) menyatakan bahwa proses yang digunakan untuk

    mengekstrak tanin adalah ekstraksi superkritikal fluida. Namun, hasil yang

    diperoleh dari proses ini tidak memperoleh hasil yang baik. Uji coba mengekstrak

    tanin dengan ekstraksi soxhlet menggunakan beberapa pelarut diantaranya etanol,

    dimetil eter, dan n-heksan, hasil percobaan yang dipantau dengan KLT

    menunjukkan bahwa dimetil eter dan n-heksan tidak dapat melarutkan senyawa

    tanin, sedangkan etanol dapat melarutkan senyawa tanin. Tanin yang diperoleh

    dilihat dari harga Rf dari noda-noda yang terbentuk.

    Menurut Harborne (1987) tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh

    menggunakan metode maserasi, sedangkan cara terbaik untuk memisahkan dan

    mengidentifikasi senyawa fenol adalah dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

    Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dapat digunakan untuk memisahkan

    campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar untuk uji identifikasi

    (Townshend, 1995).

    Nuraini (2002) menyatakan hasil isolasi dan identifikasi tanin dari daun

    gamal (Gliricidia sepium (jackquin) kunth ex walp.) dengan metode KLT dengan

  • fase gerak asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (forestal) dengan perbandingan

    (30:10:3) harga Rf tanin 0,7 yang mendekati nilai Rf tanin standar yaitu 0,737.

    Sedangkan Yuliani, dkk (2003) dalam penelitian tentang kadar tanin dan quersetin

    tiga tipe daun jambu biji (Psidium guajava) dengan KLT dengan eluen toluen:etil

    asetat (3:1) menunjukkan 9 bercak dengan harga Rf mulai dari 0,23-0,94.

    Mengingat potensi senyawa tanin dan tingginya kandungan tanin dalam

    tanaman belimbing wuluh, maka menarik untuk dilakukan pemisahan senyawa

    tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode maserasi, kemudian dengan

    kromatografi lapis tipis kualitatif dan preparatif. Identifikasi senyawa-senyawa

    tanin dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis dan diperkuat dengan pereaksi

    geser serta didukung dengan spektrum IR.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Eluen apakah yang paling baik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin

    dari daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis

    tipis?

    2. Jenis senyawa tanin apa yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing wuluh

    hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin dari

    daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis tipis.

  • 2. Mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing

    wuluh hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada

    masyarakat terhadap pemanfaatan daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) sebagai

    alternatif penghasil senyawa tanin yang digunakan sebagai pemberdayaan atau

    usaha pembuatan pengawet ikan, sehingga mempermudah pengkajian lebih lanjut

    tentang aktivitas dan pemanfaatan senyawa tanin dalam bidang industri.

    1.5 Batasan Masalah

    1. Sampel yang digunakan adalah daun belimbing wuluh yang masih muda

    sekitar 20 cm dari pucuk daun yang diperoleh dari Jl. Kerto Malang.

    2. Identifikasi senyawa tanin menggunakan spektrofometer UV-Vis dan FTIR.

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Islam

    Beraneka ragam tanaman yang terhampar di muka bumi dengan air hujan.

    Tanaman yang tumbuh yaitu tanaman yang bermula dari tanah yang gersang

    melalui hujan yang diturunkan Allah, mulai dari tumbuhan tingkat rendah sampai

    tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan tingkat tinggi yaitu tumbuhan yang

    mempunyai akar, batang dan daun secara jelas. Hal ini telah dijelaskan dalam

    firman Allah surat at Thaha ayat 53

    % !$# yy_ 3s9 u F{ $# # Y t y7n=yu 3s9 $ p W 7 ttr& u z !$ y9 $# [ !$ t $ o_ tzr' s / % [` u r& i ;N$ t7 4L x

    "Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam".

    Menurut tafsir al Mishbah surat at Thaha ayat 53 menjelaskan bahwa

    Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian

    memberinya petunjuk serta mengaitkannya dengan jawaban Nabi Musa as tentang

    keluasan ilmu Allah. Allah menempatkan manusia di bumi dengan

    menghamparkannya agar mereka dapat menikmati hidup dan berakal guna meraih

    kehidupan yang lebih mulia dan tinggi. Allah menjadikan manusia di bumi ini

    agar ia menyadari bahwa ada jarak antara ia dan tujuan hidupnya. Ada jalan yang

    harus ditempuhnya guna mencapai tujuan hidup. Kata salaka dalam surat Thaha

  • ayat 53 berarti jalan, Sedangkan kata as subul bentuk jamak dari sabil yang berarti

    jalan. Jalan yang dimaksud disini adalah suatu perilaku kata kerja yang dilakukan

    manusia untuk memikirkan segala hal tentang kekuasaan Allah. Kata thariq

    berarti jalan yang bersifat kata benda, dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan

    untuk memikirkan kekuasaan Allah.

    Tafsir al Mishbah juga menjelaskan bahwa Allah menurunkan air dari

    langit berupa air hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-

    macam dengan perantara air tersebut. Air hujan mengandung banyak senyawa

    kimia yang dibutuhkan tumbuhan, salah satunya adalah nitrogen. Atmosfir terdiri

    78 % volume unsur nitrogen dan merupakan suatu persediaan yang tidak ada

    habis-habisnya untuk unsur penting ini. Molekul nitrogen sangat stabil, oleh

    karena itu pemutusan menjadi atom-atomnya untuk bereaksi dengan bahan kimia

    membentuk senyawa organik atau anorganik nitrogen merupakan langkah yang

    terbatas dalam siklus. Ini dapat terjadi dengan proses berenergi tinggi dalam

    penyinaran cahaya yang menghasilkan nitrogen oksida.

    Unsur nitrogen dapat terlibat dalam bentuk ikatan kimia atau fiksasi oleh

    proses biokimia dengan perantara mikroorganisme. Nitrogen biologis dapat

    dirubah mejadi bentuk anorganik pembusukan atau penguraian biomassa.

    Sejumlah besar dari nitrogen difiksasi secara sintetik di bawah temperatur tinggi

    dan juga tekanan tinggi melalui reaksi:

    N2 + 3 H2 2 NH3

  • Produksi dari gas-gas N2 dan N2O oleh mikroorganisme dan evolusi dari

    gas-gas ini ke dalam atmosfer menyempurnakan siklus nitrogen melalui suatu

    proses denitrifikasi. Denitrifikasi suatu proses yang penting di alam, yaitu suatu

    mekanisme dimana hasil fiksasi nitrogen dikembalikan ke dalam atmosfer

    (Achmad, 2004).

    Air hujan yang mengandung nitrogen meresap dalam tanah, kemudian

    diserap oleh tumbuhan sebagai nutrisi yang sangat penting dalam pertumbuhan.

    Dari air hujan tersebut mengurai aneka tumbuhan dengan beberapa tingkatan dan

    jenis tumbuhan yaitu mulai dari tingkat rendah sampai ketingkat tinggi, jenis

    tumbuhan berkeping dua (dikotil) dan tumbuhan berkeping satu (monokotil)

    (Shihab, 2002)

    Salah satu contoh tanaman yang jelas bagian akar, batang dan daunnya

    adalah belimbing wuluh. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat

    diantaranya bagian batang, daun dan buahnya. Setiap tanaman bisa dimanfaatkan

    seperti firman Allah SWT dalam surat al Anam ayat 99

    u %!$# ttr& z !$y9 $# [!$ t $ o_ t zr' s / |N$ t7t e . & x $ o_t zr' s # Zyz l $ {6 ym $ Y6 2#utI z u 9 $# $y =s #u % u#y ;My_ u i

    5>$ or& t G 9 $#u t$ 9$#u $Y 6 oK u xu >7ttF 3 (# $# 4 n

  • pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

    Surat al An'am ayat 99 menggambarkan bentuk luar dari tumbuhan yang

    merupakan obyek kajian morfologi tumbuhan. Salah satu morfologi yang

    ditunjukkan dari ayat tersebut yaitu mayang kurma yang mengurai dari tangkai-

    tangkai yang menjulai adalah ciri-ciri morfologi tumbuhan kurma.

    Surat al An'am ayat 99 juga menggambarkan morfologi tumbuhan yang

    berupa daun yaitu fa akhrajna minhu khadhiran (kami keluarkan dari daun-daun

    yang menghijau) yaitu Allah SWT mengeluarkan dari tanaman tersebut daun yang

    menghijau (ash Shiddieqy, 2000). Bagian tumbuhan yang nampak dari kejauhan

    adalah daun yang biasanya berwarna hijau. Walaupun semua daun kelihatan hijau,

    tetapi secara morfologi masing-masing daun berbeda dari berbagai sisi. Daun

    belimbing wuluh yang muda lebih lembut dan memiliki rambut halus sedangkan

    daun yang sudah tua memiliki warna hijau yang lebih tua dan kaku serta

    kandungan dan manfaatnya berbeda. Seperti dalam surat asy Syuara ayat 7

    s9 ur& (# t t n

  • Mulai dari akar, batang, daun dan buahnya bisa dimanfaatkan sebagai obat dan

    pengawet alami.

    2.2 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan

    Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga

    Oxalidaceae. Belimbing wuluh (A. Bilimbi L.) dikenal sebagai tanaman

    pekarangan yang berbunga sepanjang tahun. Belimbing wuluh memiliki pohon

    kecil, dengan tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan

    mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. belimbing wuluh ditanam sebagai

    pohon buah, ada yang tumbuh secara liar dan kebanyakan berada di daerah

    dataran rendah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (Arland,

    2006).

    Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan

    sedikit, arahnya condong ke atas, cabang muda berambut halus seperti beludru,

    warnanya coklat muda. Daun belimbing wuluh berupa daun majemuk menyirip

    ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya

    bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang

    2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Bunga

    belimbing wuluh kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan,

    berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar. Buah belimbing

    wuluh berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang sekitar 4-6 cm, warnanya hijau

    kekuningan, bila sudah masak banyak mengandung air, rasanya asam. Biji

    belimbing wuluh berbentuk bulat telur, gepeng (Arland, 2006).

  • Terdapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (A. bilimbi L.) yaitu

    yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula

    dianggap berwarna putih (Thomas, 2007).

    Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh

    Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991)

    Kingdom : Plantae (tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

    Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji

    Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub-kelas : Rosidae

    Ordo : Geraniales

    Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

    Genus : Averrhoa

    Spesies : Averrhoa bilimbi L

  • 2.2.1 Manfaat Daun Belimbing Wuluh

    Belimbing Wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah.

    Tanaman asal Amerika tropis ini dapat digunakan untuk mengobati bermacam-

    macam penyakit. Orang mengambil manfaat belimbing wuluh selama ini hanya

    sebagai sirup, manisan, atau bumbu masak, padahal secara tradisional tanaman ini

    banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes,

    rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat sampai tekanan

    darah tinggi, selain itu juga bisa menyembuhkan kelumpuhan, memperbaiki

    fungsi pencernaan, radang rektum (Arland, 2006).

    Daun belimbing wuluh digunakan masyarakat Aceh sebagai penyedap rasa

    yang disebut asam sunti, selain itu mereka juga menggunakan air belimbing

    wuluh yang diperoleh dari proses pembuatan asam sunti itu untuk bahan alternatif

    mengawetkan ikan dan daging (Abdul, 2008). Arifiyani (2007) menyatakan

    bahwa air daun belimbing wuluh dapat mengobati penyakit stroke karena ekstrak

    daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, selain itu daun belimbing

    wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, rematik, perotitis dan obat

    batuk. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri

    dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah (Arland, 2006).

    Daun belimbing wuluh dapat melancarkan pengeluaran empedu, anti radang,

    pereda nyeri (analgesik), astringen (Dalimarta, 2008).

  • 2.2.2 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh

    Arland (2006) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh mengandung

    senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa tanin, selain itu daun belimbing

    wuluh juga mengandung sulfur, asam format. Faharani (2009) menunjukkan

    bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin.

    Dalimarta (2008) menjelaskan bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin

    juga mengandung peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif

    pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.

    2.3 Tanin

    Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi

    fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari

    cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Tanin ditemukan hampir di

    setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998).

    Tanin dibentuk dengan kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke

    jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon

    (Anonymous, 2005).

    OHO

    OH

    OH

    OH

    Gambar 2.2 Struktur inti tanin (Robinson, 1995)

  • Secara struktural tanin adalah suatu senyawa fenol yang memiliki berat

    molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang

    bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif

    dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Sebagai salah satu

    tipe dari senyawa metabolit sekunder, tanin mempunyai karakteristik sebagai

    berikut (Giner-Chavez, 2001):

    - Senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam-macam dengan

    gugus fenol bebas

    - Berat molekul antara 500 sampai 20.000

    - Larut dalam air, dengan pengecualian beberapa struktur yang mempunyai

    berat molekul besar

    - Mampu berikatan dengan protein dan terbentuk kompleks tanin-protein

    yang larut dan tidak larut.

    Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam

    dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis

    (Hydrolyzable tannin) (Harborne, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan

    reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi

    menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan

    biru kehitaman (Etherington, 2002).

    2.3.1 Tanin Terkondensasi

    Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan

    cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer

  • dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain

    dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa

    ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer

    antosianidin (Harborne, 1987).

    Proantosianidin didefinisikan sebagai oligo atau polimer flavonoid

    (flavan-3-ol atau flavan-3-4-diol), dimana ikatan C-C tidak mudah untuk

    dihidrolisis (Etherington, 2002). Proantosianidin lebih banyak terdistribusi

    daripada tanin terhidrolisis, merupakan oligomer atau polimer satuan flavonoid

    (misalnya flavan-3-ol) yang terikat oleh ikatan karbon-karbon yang tidak mudah

    terpecah dengan adanya hidrolisis (Giner-Chavez, 2001).

    Proantosianidin dapat dideteki langsung dalam jaringan tumbuhan hijau

    dengan mencelupkan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila

    terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol,

    maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne, 1987).

    O

    R"

    HO

    OH

    R'

    OH

    OH

    R

    Gambar 2.3 Struktur Flavan-3,4-diol (Hagerman,1998)

  • OOH

    HO

    OH

    R

    OH

    Gambar 2.4 Struktur Flavan- 4-ol (Hagerman, 1998)

    2.3.2 Tanin Terhidrolisis

    Tanin terhidrolisis merupakan molekul dengan poliol (umumnya D-

    glikosa) sebagai pusatnya. Tanin terhidrolisis adalah pecahnya karbohidrat dan

    asam fenolik oleh asam lemah atau basa lemah (Hagerman, 1998). Gugus hidroksi

    pada karbohidrat sebagian atau semuanya teresterifikasi dengan gugus karboksil

    pada asam gallat (gallotanin) atau asam ellagat (ellagitanin). Tanin terhidrolisis

    biasanya sedikit terdapat dalam tanaman (Giner-Chavez, 2001).

    2.3.2.1 Gallotanin

    Gallotanin terbentuk dari asam gallat dan gula, biasanya glukosa.

    Beberapa asam gallat terikat pada satu molekul gula. Asam gallat mungkin terikat

    bersama pada gugus ester yang terbentuk antara gugus karboksil molekul satu dan

    gugus hidroksi pada molekul lain (Luchner, 1984 dalam skripsi Nuraini, 2002).

    Sifat fisik dari gallotanin berupa polimer amorf, berwarna putih

    kekuningan, mempunyai bau spesifik, dapat larut dalam air, gliserol, dan sangat

    larut dalam alkohol, aseton. Gallotanin tidak larut dalam benzen, kloroform, eter

    dan petroleum eter, karbon disulfida, karbon tetraklorida (Gohen, 1976).

    Sifat kimia dari gallotanin adalah berwarna coklat jika terkena cahaya,

    dengan albumin, tepung, gelatin, alkaloid dan garam metalik memberikan

    endapan yang tidak larut, sedangkan dengan FeCl3 memberikan warna biru

  • kehitaman, pada suhu 215 C akan terdekomposisi menjadi pirogalol dan CO2

    (Tyler, 1947).

    Gallotanin merupakan suatu ester dimana dalam larutan gugus karbonil

    dari gugus esternya dapat diprotonkan, kemudian karbon yang bermuatan positif

    parsial dapat diserang oleh nukleofil lemah seperti air. Untuk reaksi hidrolisis

    dengan katalisis asam dalam air berlebih dan panas maka suatu ester menjadi

    asam karboksilat. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam

    karboksilat (Solomons, 1976).

    Mekanisme reaksi hidrolisis ester berkatalis asam mempunyai tahap-tahap

    yaitu tahap protonasi, adisi H2O, kemudian eliminasi ROH yang disusul dengan

    deprotonasi. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut:

  • HO

    HO

    HO

    CO

    OR

    H+HO

    HO

    HO

    C+OH

    OR

    H2O

    HO

    HO

    HO

    COH

    +OH2OR

    HO

    HO

    HO

    COH

    OHOR

    - H+

    HO

    HO

    HO

    COH

    OHOR

    + H+

    -ROHHO

    HO

    HO

    C+OH

    HO

    HO

    HO

    COH

    +OH

    HO

    HO

    HO

    COH

    O

    HO

    HO

    HO

    CO

    OH

    -H +

    GallotaninR= glikosida

    OH

    asam galat

    Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin (Solomons, 1976)

    Asam gallat (3,4,5 trihidroksibenzoat) merupakan senyawa turunan dari

    aromatik karboksilat, dengan berat molekul 170,12, mempunyai titik didih 200

    C, titik leleh 110 C, sedikit larut dalam air panas, alkohol, etil asetat, gliserol.

    Asam gallat tidak larut dalam benzena, kloroform, petroleum eter, dengan FeCl3

    memberikan warna biru kehitaman (Tyler, 1947).

  • 2.3.2.2 Ellagitanin

    Ellagitanin terbentuk dari asam heksahidroksi difenil yang mungkin

    terbentuk dari terikatnya dua molekul asam gallat melalui reaksi oksidasi (Fieser,

    1961). Ellagitanin merupakan jenis tanin yang terhidrolisis. Hidrolisis dengan

    asam kuat akan menghasilkan asam ellagat. Asam ellagat memberikan reaksi

    warna spesifik dengan adanya asam nitrit (HNO2). Reaksi ini digunakan

    mendeteksi jaringan tumbuhan yang terekstrak dan merupakan metode yang

    penting dalam penentuan ellagitanin (Bate, 1972).

    Dalam penentuan ellagitanin diperlukan reaksi warna dengan asam nitrat

    dalam lingkungan nitrogen, dimana akan memberikan warna merah yang lama

    kelamaan berubah menjadi biru. Bila ada udara dilingkungannya maka lama

    kelamaan berubah menjadi kuning (Bate, 1972).

    Reaksi hidrolisis dari ester ellagitanin dalam katalis asam menjadi asam

    ellagat adalah sebagai berikut:

  • 2H+

    H2O

    HO

    HO

    C

    OH

    RO

    C OROH

    OH

    OHO

    O-2H+

    HO

    HO

    C

    OH

    RO

    C OROH

    OH

    OHO

    O-2ROH

    HO

    HO

    C+OH

    C+OH

    OH

    OHO

    O

    -2H+

    HO

    HO

    C

    O

    CO

    OH

    OHO

    O

    HO

    HO C ORO

    OH

    OH

    OH

    C HORO

    O

    HO

    HO C OR

    +OH

    OH

    OH

    OH

    C HORO+OH

    HO

    HO C OROH

    OH

    OH

    HO+

    C +OHRO

    OH

    asam ellagat

    Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin (Solomons, 1976)

    Asam ellagat membentuk kristal jarum hijau kuning dengan piridin,

    meleleh pada 360 C, tidak larut dalam eter, sedikit larut dalam air dan larut

    dalam alkali/ basa dengan warna kuning yag kuat. Asam ellagat mewarnai katun

    chrominum-mordant hijau pudar (Fieser, 1961).

  • 2.4 Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh

    Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

    kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip ekstraksi

    adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar

    dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut

    mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya

    menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar

    (metanol atau etanol) (Harborne, 1987). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua

    bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan

    ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,

    perkolasi dan ekstraksi sinambung (Anonymous, 2009).

    Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.

    Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan

    dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik. Pelarut organik akan

    menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif

    sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

    zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Keuntungan

    metode ekstraksi ini, adalah metode dan peralatan yang digunakan sederhana dan

    mudah diusahakan (Cheong, et.al, 2005).

    Metode maserasi merupakan salah satu metode ektraksi bahan alam yang

    menggunakan lemak panas, akan tetapi lemak-lemak panas itu telah diganti

    dengan pelarut-pelarut organik yang mudah menguap. Penekanan utama pada

  • maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan

    yang diekstraksi (Guether, 1987).

    Hagerman (1998), mengekstraksi tanin dari daun sorghum dengan metanol

    yang mengandung 10 mM asam askorbat, penambahan asam askorbat berfungsi

    sebagai antioksidan setiap ekstraksinya, kemudian diekstrak dengan etil asetat dan

    lapisan air (bawah) yang digunakan.

    Tanin dapat diekstrak dengan aseton 70 %, lebih efektif dalam

    mengekstraksi daripada pelarut alkohol. Hal ini dikarenakan aseton menghambat

    interaksi tanin dengan protein. Pada banyak tumbuhan, terdapat fraksi besar

    (kadang lebih besar dari 50 %) tanin yang tidak dapat diekstraksi (insoluble

    tannin), dimana fraksi yang tidak dapat diekstraksi karena efek nutrisi (Cannas,

    2001).

    Ekstrak dengan air atau air dengan alkohol adalah langkah pertama dalam

    memproduksi tanin (Subiarto, 2002). Ibrahim, (2005) mengekstrak tanin dari buah

    kelapa sawit dengan metode maserasi menggunakan pelarut aseton dan air.

    Subyakto dan Prasetyo (2003) mengekstrak tanin dari kulit kayu akasia dengan air

    panas (100 C) selama 1 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:20, selain

    ekstrak dngan air panas, dilakukan dengan ekstraksi dengan larutan NaOH 0,3 %

    dengan prosedur yang sama.

    Malik (2009) memperoleh tanin dari kulit mangium kering dengan

    maserasi menggunakan air panas 70 C dan 90 C selama 4 jam dan dilakukan

    berulang-ulang sebanyak 9 kali. Olivina (2005) mengekstrak tanin dari kulit

    batang salam secara refluks dengan pelarut etanol dan air sebanyak tiga kali.

  • Sudarwanti (2004) mengekstrak tanin dari bulbus Allium salivum L dengan dua

    cara yaitu maserasi-perkolasi dengan pelarut etanol dan ekstraksi sinambung

    dengan alat soxhlet menggunakan pelarut yang mempunyai kepolaran meningkat

    yaitu n-heksan, metilen klorida, etil asetat dan metanol. Meiyanto (2008)

    mengekstrak tanin dari biji buah pinang dengan cara soxhlet dengan pelarut etanol

    96 %. Tanin diekstrak dari daun kaliandra dengan menggerus daun bersama es

    kering dan ditambahkan dengan aseton 70 % yang mengandung asam askorbat

    0,1 % (Abdurrahman, 1998).

    Luthana (2006) mengekstraksi senyawa fenol pada gambir dengan

    menggunakan metode maserasi. Dalam penelitiaanya sampel gambir yang

    dihaluskan sampai berukuran 40-60 mesh ditimbang sebanyak 60 g dimasukkan

    dalam labu erlenmeyer 1 L dan ditambah pelarut 300 mL, diaduk selama satu jam

    untuk mencapai kondisi homogen dalam shaker waterbath. Selanjutnya, larutan

    dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar. Larutan dipisahkan dengan

    menggunakan kertas saring setelah 24 jam, residu dimaserasi ulang selama 24 jam

    lagi dan disaring dengan kertas saring, ulangan dilakukan sampai tiga kali. Filtrat

    pertama, kedua, dan ketiga digabung dan dievaporasi menggunakan rotary

    evaporator hingga diperoleh ekstrak kering.

    2.5 Pemisahan Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan yang didasarkan

    pada distribusi differensial komponen-komponen yang dipisahkan diantara 2 fase,

    yaitu fase diam dengan permukaan yang luas dan fase gerak yang berupa zat cair

  • yang mengalir sepanjang fase diam. Komponen-komponen hasil pemisahan keluar

    dari kolom pada waktu yang berbeda. Komponen yang tertahan lebih kuat dalam

    kolom akan keluar dari kolom dengan waktu yang lebih lama dibandingkan

    komponen yang tidak tertahan dengan kuat atau bahkan tidak ditahan kolom sama

    sekali (Sastrohamidjojo, 2007).

    Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang

    memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada

    penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

    akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian

    pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang

    yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

    (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus

    ditampakkan (Sudarmadji, 1996).

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara analisis cepat yang

    memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat

    digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik

    seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi

    kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,

    analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa

    secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih

    untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.

    Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan

    pereaksi - pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Anonymous, 2008).

  • Yuliani (2003) memisahkan senyawa tanin dari 3 daun jambu biji yang

    berbeda dengan eluen toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi besi sulfat

    menghasilkan harga Rf untuk ekstrak I mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari

    0,23-0,94, ekstrak II mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari 0,13-0,94, ekstrak

    III memberikan 5 bercak dengan Rf mulai dari 0,16-0,59. Nuraini (2002)

    memisahkan senyawa tanin dengan menggunakan fasa gerak forestal (asam asetat

    glasial : air : asam klorida) (30:10:3) menghasilkan harga Rf 0,7 yang mendekati

    harga Rf standar yaitu 0,73. Olivina (2005) mengelusi dengan etil asetat : metanol

    : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5 % menghasilkan 2

    bercak berwarna merah muda dan jingga pada Rf 0,39 dan 0,53, sedangkan

    Lidyawati (2006) mengelusi senyawa tanin dengan eluen metanol : etil asetat

    (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1%.

    Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis dapat

    menggunakan harga Rf meskipun harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila

    dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan

    sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 2007):

    Harga Rf = pelarutditempuh yangJarak senyawaditempuh yangJarak

    ...(2.1)

    Pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip,

    seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastroshamidjojo, 2007).

    Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk tujuan kualitatif dan

    preparatif, KLT kualitatif digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa

    organik dalam jumlah kecil (misal menentukan jumlah kumpulan dalam

    campuran), menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT

  • preparatif atau kromatografi kolom, dan juga untuk mengidentifikasi komponen

    penyusun campuran melalui perbandingan dengan senyawa yang diketahui

    strukturnya. Sedangkan KLT preparatifnya digunakan untuk memisahkan

    campuran senyawa dari sampel dalam jumlah yang besar berdasarkan fraksinya,

    yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisis

    berikutnya (Townshend, 1995).

    2.6 Identifikasi Senyawa Tanin

    2.6.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis Ditekankan Pada Reaksi Geser

    Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi

    dari sampel. Spektrum yang diabsorpsi oleh suatu senyawa adalah sejumlah sinar

    yang diserap oleh satu senyawa pada panjang gelombang tertentu. Untuk senyawa

    berwarna akan memiliki satu atau lebih penyerapan spektrum yang tertinggi di

    daerah spektrum tampak (400-700 nm). Spektrum yang terserap pada ultra violet

    (200-400 nm) dan daerah nampak terjadi karena adanya perubahan energi elektron

    terluar dari molekul yang disebabkan adanya ikatan atau bukan ikatan. Umumnya

    elektron yang berpindah tempat ini disebabkan adanya ikatan rangkap karbon-

    karbon atau pasangan nitrogen dengan oksigen (Sudarmadji, 1996). Biasanya

    cahaya tampak merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai

    panjang gelombang, dari 400-700 nm, seperti pada Tabel 2.1:

  • Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer Panjang gelombang

    (nm) Warna Warna komplementer

    400 435 Violet (ungu) Hijau kekuningan 435 480 Biru Kuning 480 490 Biru kehijauan Jingga 490 500 Hijau kebiruan Merah 500 560 Hijau Ungu kemerahan 560 595 Hijau kekuningan Ungu 595 610 Jingga Biru kehijauan 610 680 Merah Hijau kebiruan 680 700 Ungu kemerahan Hijau Sumber: Sastrohamidjojo (2007)

    Transisi yang penting pada daerah ultraviolet dan tampak yaitu transisi n

    * dan *, sedangkan transisi n* jarang terjadi (Fessenden and

    Fessenden, 1989). Transisi yang terjadi pada tanin yaitu transisi * akibat

    adanya ikatan rangkap terkonjugasi dan transisi n* karena adanya elektron

    bebas. tanin mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi oleh karena itu

    menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah ultraviolet dan tampak

    (Harborne, 1987). Senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti tanin akan

    mengalami penyerapan radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar dari 217

    nm (Sastrohamidjojo, 2007).

    Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis

    senyawa tanin. Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti tanin dapat

    ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan

    mengalami pergeseran puncak serapan yang terjadi. Metode ini secara tidak

    langsung juga berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat

  • pada salah satu gugus hidroksil fenol. Pereaksi geser yang biasa digunakan adalah

    NaOMe/NaOH, NaOAc, NaOAc/H3BO3, AlCl3 dan AlCl3/HCl (Markham, 1988).

    2.6.2 Identifikasi dengan Spektrofometer FTIR

    Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan

    untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi

    elektromagnetik. Dasar analisis spektroskopi adalah interaksi radiasi dengan

    spesies kimia. Daerah radiasi spektroskopi infra merah atau infrared spectroscopy

    (IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang

    0,78-1000 m. Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan

    praktis adalah 4000-690 cm-1 (2,5-1,5 m). Daerah ini biasa disebut dengan

    daerah IR tengah (Khopkar, 1990). Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C-O,

    O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan ikatan-ikatan tersebut

    dalam molekul organik dapat dideteksi dengan mengidentifikasi frekuensi-

    frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum IR

    (Sastrohamidjojo, 2007). Kegunaan yang paling penting dari spektroskopi

    inframerah adalah untuk identifikasi senyawa organik, karena spektrumnya sangat

    kompleks dan terdiri dari banyak puncak-puncak. Spektrum inframerah

    mempunyai sifat fisik dan karakteristik yang khas, artinya senyawa yang berbeda

    akan mempunyai spektrum yang berbeda dan kemungkinan dua senyawa

    mempunyai spektrum sama adalah sangat kecil (Hayati, 2007).

    Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red)

    adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah

  • pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati

    sampel (Giwangkara, 2007). Spektrofotometer IR dispersi menggunakan prisma

    (grating) sebagai pengisolasi radiasi, sedangkan spektrofotometer FTIR

    menggunakan interferometer yang dikontrol secara otomatis dengan komputer.

    Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat

    sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan

    tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada struktur pada

    struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut

    terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi (Suseno dan

    Firdausi 2008). Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) dapat

    digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Hayati, 2007). Secara umum

    lebih baik digunakan bagan korelasi (correlation chart) untuk mengidentifikasi

    gugus fungsi hasil analisis IR (Khopkar, 1990).

    Analisis FTIR tanin standar, puncak utama yang dikenali adalah 768 cm-1,

    782 cm-1, 794,5 cm-1, 822 cm-1, 1062 cm-1, 1110 cm-1, 1202 cm-1, 1250 cm-1, 1284

    cm-1, 1350 cm-1, 1450 cm-1, 1520 cm-1, 1620 cm-1 dan 3423 cm-1 (Ibrahim, 2005).

    Senyawa tanin jika dianalisis dengan spektrofotometri inframerah akan

    mempunyai serapan yang spesifik, yaitu serapan di daerah frekuensi 3150-3050

    cm-1 dengan intensitas tajam akibat rentangan C-H aromatik, serapan lebar antara

    3500-3200 cm-1 akibat rentangan O-H, C=O keton pada 1725-1705 cm-1 dan C-O

    eter pada 1300-1000 cm-1(Sastrohamidjojo, 1991). Senyawa aromatik mempunyai

    empat puncak serapan di daerah frekuensi 1450-1600 cm-1, sekalipun belum tentu

    keempat-empatnya muncul (Noerdin, 1986). Hal ini diperkuat dengan hasil

  • penelitian dari Hayati dkk (2010) bahwa dalam daun belimbing wuluh terdapat

    senyawa tanin yang dapat dilihat dari beberapa gugus fungsi hasil analisis dengan

    spektrofotometer FTIR pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.2

    Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin (Hayati dkk, 2010)

  • Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh Puncak Bilangan gelombang ekstrak

    tanin (cm-) Jenis vibrasi Intensitas

    1 3392,7 Rentangan asimetri OH m-s

    2 2932,1 Rentangan CH sp3 m-w

    3 2360,9 CO2 (udara) w 4 2137,2 Rentangan C=C

    5 2000 Overtone aromatik w

    6 1607,0 C=O vs

    7 1515,4 ; 1448, 1 ; 1404,0 Rentangan cincin aromatik s-m

    8 1263,7 R-O-Ar (eter aromatik) s

    9 1058,7 C-O alkohol sekunder s

    10 833,8 ; 668,8 ; 553,3 C-H out plane, p-substitusi benzen

    w-m

    11 768,7 ; 606,4 OH out of plane; o-subtitusi benzen

    w-m

    Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak Sumber : Hayati dkk (2010)

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Februari 2010 di

    Laboratorium Organik dan Biotek Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Laboratorium

    Organik dan Instrumen Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium

    Instrumen Universitas Negeri Surabaya.

    3.2 Bahan dan Alat Penelitian

    3.2.1 Alat Penelitian

    Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi beaker glass

    dengan berbagai ukuran, gelas ukur dengan berbagai ukuran, corong pisah, labu

    ukur 100 mL, gelas arloji, timbangan mettler, vacum rotary evaporator, pengaduk

    kaca, waterbath, kertas saring, pipa kapiler, plat KLT silika G60 F254, bejana

    pengembang, tabung reaksi, pipet tetes, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu,

    seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.

    3.2.2 Bahan Penelitian

    Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing

    wuluh, dipilih daun muda yang segar dan diambil diujung ranting. Tanaman ini

    diperoleh dari daerah Kerto Malang - Jawa Timur. Bahan-bahan kimia yang

  • digunakan berderajat pa meliputi: aseton, akuades, asam askorbat 10 mM,

    kloroform, etil asetat, gelatin, formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl3

    1 %, FeCl3 5 %, toluen, ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol,

    metanol, NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr.

    3.3 Tahapan Penelitian

    Pada penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

    a. Preparasi sampel

    b. Ekstraksi tanin dengan metode maserasi

    c. Pencarian eluen terbaik senyawa tanin dengan kromatografi lapis tipis

    d. Fraksinasi tanin dengan kromatografi lapis tipis preparatif

    e. Identifikasi senyawa tanin dengan UV-Vis dan FTIR

    f. Analisis data

    3.4 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

    eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut aseton : air.

    Ekstrak dipisahkan menggunakan KLT dengan beberapa eluen, antara lain: toluen

    : etil asetat (3:1), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3), etil

    asetat : metanol : asam asetat (6:14:1), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5),

    metanol : etil asetat (4:1), Etil asetat : Kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2).

    Eluen yang memberikan pemisahan paling baik akan digunakan dalam pemisahan

  • dengan KLT preparatif. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan

    spektrofotometri UV-Vis dan FTIR.

    3.5 Cara Kerja

    3.5.1 Persiapan Sampel

    Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris

    kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 C selama 5 jam

    dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai

    sampel penelitian (Nuraini, 2002).

    3.5.2 Ekstraksi Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan Metode Modifikasi Nuraini (2002)

    Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian

    direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL

    asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum

    rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50 C. Cairan

    hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL) menggunakan

    corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan

    dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2

    lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah)

    dipekatkan dengan vacum rotary evaporator.

  • 3.5.3 Uji Kualitatif Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dengan Reagen

    1. Filtrat 1 (hasil ekstraksi aseton : air) dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi

    masing-masing sebanyak 3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan

    dengan 3 tetes larutan FeCl3 1 %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin

    akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua

    ditambahkan dengan larutan gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif

    mengandung tanin. Pada tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin

    katekol dan galat dengan cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % :

    asam klorida (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika

    terbentuk endapan merah muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan

    dengan disaring dan dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1

    % adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau

    hitam.

    2. Lapisan air 1 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak

    3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1

    %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau

    kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan

    gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada

    tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan

    cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan

    dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika terbentuk endapan merah

    muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan

  • dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat

    ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.

    3. Lapisan air 2 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak

    3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1

    %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau

    kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan

    gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada

    tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan

    cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan

    dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika terbentuk endapan merah

    muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan

    dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat

    ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.

    3.5.4 Pemisahan Senyawa Tanin

    3.5.4.1 KLT Analitik

    Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang

    sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 C selama 10

    menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan

    pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan

    dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri

    sulfat (Yuliani, 2003 ), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3)

    (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi

  • aluminium klorida 5 % (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5)

    (Sudarwanti, 2004), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1 %

    (Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2). Setelah

    gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang

    terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan

    bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan

    pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk

    diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

    3.5.4.2 KLT Preparatif

    Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254

    dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan

    aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah

    dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol

    : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT

    analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi

    dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya. Noda-noda

    diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

    3.5.5 Identifikasi Senyawa Tanin

    3.5.5.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

    Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan

    aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis

  • merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet

    dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm.

    Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M,

    AlCl3 5 %, AlCl3 5 %/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati

    pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah

    sebagai berikut:

    a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan

    dicatat spektrum yang dihasilkan.

    b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga

    homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5

    menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.

    c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam

    metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.

    Sampel ditambah denga 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan

    diamati spektrumnya.

    d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg.

    Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi

    spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150

    mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.

    3.5.5.2 Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer FTIR

    Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi

    dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan

  • dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian

    diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific

    dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1 dengan spesifikasi kondisi alat sebagai

    berikut:

    Scan : 32 det/scan

    Resolusi : 4

    Tekanan : 80 Torr

    3.6 Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif yaitu dengan

    memperhatikan pola pemisahan pada kromatogram dari berbagai eluen yang

    digunakan. Eluen terpilih pada KLT analitik adalah yang memberikan pemisahan

    yang baik (dilihat dari jumlah spot dan pola pemisahan), digunakan sebagai eluen

    pada KLT preparatif untuk pemisahan senyawa tanin. Identifikasi senyawa tanin

    dilakukan dengan memperhatikan bentuk umum spektrum UV-Vis sampel dalam

    aseton, perubahan spektrum yang disebabkan oleh berbagai pereaksi penggeser.

    Identifikasi gugus fungsional dapat diamati pada spektrum inframerah, sehingga

    dapat ditentukan jenis-jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing

    wuluh.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh

    Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

    yang masih muda, karena kadar tanin pada daun muda lebih tinggi dari pada tanin

    pada daun belimbing wuluh yang tua (Nurliana, 2006). Sampel sebanyak 250 g

    dicuci untuk menghilangkan pengotor seperti debu yang menempel pada daun.

    Sampel dipotong kecil-kecil dan dikeringkan. Pengeringan sampel dilakukan pada

    suhu 30-40 C selama 5 jam untuk menghilangkan air dan mencegah terjadinya

    perubahan kimia (daun cepat busuk sehingga dapat menghasilkan mikroorganisme

    yang dapat merubah konformasi senyawaan kimia yang terkandung di daun

    tersebut). Sampel yang telah kering diblender untuk memperluas permukaan serta

    membantu pemecahan dinding dan membran sel, sehingga mempermudah d

    memaksimalkan proses ekstraksi. Sampel yang diperoleh adalah serbuk yang

    berwarna coklat kehijauan sebanyak 65 g (Lampiran 3).

    4.2 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh

    Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

    kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Rahayu, 2009).

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi

    adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman

    menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak

  • dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa

    tanin yang tidak tahan panas, selain itu senyawa tanin mudah teroksidasi pada

    suhu yang tinggi yaitu 98,89 - 101,67 oC. Proses maserasi sangat menguntungkan

    dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan,

    dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

    membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga

    metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut

    yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan

    bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006).

    Sampel ditimbang sebanyak 50 g kemudian direndam dengan 400 mL

    pelarut aseton:air yang mengandung 3 mL asam askorbat 10 mM selama 3 x 24

    jam. Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin besar

    sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara

    sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengadukan. Pada

    penelitian ini dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker dengan

    kecepatan 150 rpm agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi,

    sehingga proses ekstraksi lebih sempurna. Pelarut yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah aseton dan air dengan perbandingan (7:3). Pemilihan pelarut

    ini karena senyawa tanin yang ada dalam belimbing wuluh merupakan senyawa

    yang bersifat polar. Suatu molekul bersifat polar apabila tersusun atas atom-atom

    yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang sama. Kepolaran

    suatu molekul ditentukan oleh harga momen dipolnya (). Suatu molekul bersifat

    polar bila > 0 atau 0 dan nonpolar bila = 0 (Effendy, 2006). Robinson

  • (2005) menyatakan semakin banyak gugus hidroksil suatu senyawa fenol

    memiliki tingkat kelarutan dalam air dan pelarut polar semakin besar. Struktur

    senyawa tanin tersusun atas atom-atom yang berbeda dan tanin memiliki gugus

    hidroksi lebih dari satu dan memiliki momen dipol tidak sama dengan nol ( 0)

    yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut

    yang bersifat polar. Didukung hasil penelititian Ummah (2010) bahwa dengan

    pelarut campuran aseton dan air didapatkan kadar tanin lebih banyak yaitu 10,92

    %. Pemakaian pelarut campuran aseton dan air bertujuan untuk memaksimalkan

    ekstrak tanin. Pelarut aseton bisa meminimalkan interaksi antara tanin dengan

    protein sehingga tanin bisa terekstrak semua dalam fasa air dan protein bisa larut

    dalam aseton. Penambahan asam askorbat ke dalam pelarut bertujuan sebagai

    antioksidan, sehingga tidak terjadi oksidasi pada senyawa tanin pada saat proses

    ekstraksi.

    Maserat yang sudah didapat disaring untuk memisahkan residu dan filtrat.

    Filtrat yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary

    evaporator dengan suhu 40-50 C. Vacum berfungsi untuk mempermudah proses

    penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar

    ruangan, sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat

    yang diperoleh berwarna coklat pekat kehijauan. Warna coklat kehijauan

    terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak hanya mengekstrak senyawa tanin

    melainkan juga mengekstrak klorofil yang ada dalam tumbuhan. Klorofil dalam

    tumbuhan memiliki dua sifat yaitu bersifat hidrofobik jika mengikat gugus CH3 dan hidrofilik jika mengikat gugus CHO. Klorofil yang terdapat dalam daun

  • belimbing wuluh adalah klorofil yang bersifat hidrofobik, karena dilihat dari

    warna pada saat ekstrak dilarutkan dengan kloroform warnanya menjadi hijau. Hal

    ini dimungkinkan yang terlarut dalam kloroform adalah klorofil. Soekartono

    (1988) menjelaskan bahwa klorofil tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut

    dalam etanol, metanol, kloroform dan aseton.

    Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair

    menggunakan corong pisah dengan pelarut kloroform untuk memisahkan

    senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa non

    polar lain. Penambahan kloroform sebanyak 25 mL dan diulang 4 kali untuk

    memisahkan senyawa nonpolar yang ada dalam ekstrak dan meningkatkan

    koefisien distribusi. Penambahan kloroform menyebabkan terbentuk dua lapisan

    yaitu lapisan atas (fasa air) yang berwarna coklat pekat dan lapisan bawah (fasa

    kloroform) berwarna hijau, karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan

    kepolaran yang berbeda. Berat jenis kloroform lebih besar dari pada air sehingga

    lapisan kloroform berada di bagian bawah.

    Lapisan kloroform ditampung dan lapisan air difraksinasi lagi dengan

    pelarut etil asetat untuk memisahkan senyawa polifenol yang bersifat polar selain

    senyawa tanin seperti senyawa katekin, karena tanin sangat sedikit larut dalam etil

    asetat. Penambahan etil asetat menyebabkan terbentuknya 2 lapisan yaitu lapisan

    atas (fasa etil asetat) yang berwarna hijau muda yang dimungkinkan senyawa

    polar selain tanin yang terlarut dalam etil asetat dan lapisan bawah (fasa air)

    berwarna coklat pekat. Warna coklat pada lapisan air dimungkinkan dalam filtrat

    tersebut terdapat senyawa tanin. Robinson (1995) memperkuat pendapat di atas

  • dengan menyatakan bahwa tanin dapat larut dalam air dan pelarut yang bersifat

    polar dan menghasilkan warna coklat.

    Fasa air yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada

    suhu 60-90 C untuk memisahkan pelarutnya yaitu etil asetat yang terlarut dalam

    filtrat dan pelarut air, sehingga diperoleh ekstrak berwarna coklat tua. Untuk

    mendapatkan ekstrak pekat maka ekstrak yang diperoleh di pekatkan lagi dengan

    desikator dan diperoleh ekstrak pekat berwarna coklat tua dengan nilai rendemen

    sebesar 10,78 % (Lampiran 2). Filtrat dari masing-masing perlakuan di uji

    fitokimia dengan menggunakan reagen (Lampiran 3).

    4.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin

    Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk menduga adanya senyawa

    tanin pada ekstrak daun belimbing wuluh. Uji fitokimia yang dilakukan dalam

    penelitian ini yaitu menambah ekstrak dengan reagen seperti larutan FeCl3 1 %

    yang hasil positifnya ditunjukkan dengan perubahan warna yaitu warna hijau

    kehitaman atau biru tinta. Uji fitokimia yang kedua yaitu dengan menambahkan

    gelatin dalam ekstrak dan ditunjukkan dengan adanya endapan putih. Reagen

    yang ketiga untuk membedakan antara tanin katekol dan tanin galat. Larutan

    formalin 3 % dan asam klorida (HCl) 1 N adalah larutan reagen yang digunakan

    untuk mengetahui adanya senyawa tanin katekol yang ditunjukkan dengan

    terbentuknya endapan merah muda, filtrat hasil uji tanin katekol direaksikan

    dengan FeCl3 1 % menghasilkan warna biru tinta atau hitam yang menunjukkan

    adanya tanin galat (Lampiran 3).

  • 4.3.1 Uji Fitokimia dengan Menggunakan FeCl3 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan

    apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan

    warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga

    apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam