05530003
-
Upload
amalia-choirin-syavawi -
Category
Documents
-
view
34 -
download
5
description
Transcript of 05530003
-
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SKRIPSI
Oleh:
LAILIS SA'ADAH NIM. 05530003
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
-
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SKRIPSI
Diajukan Kepada:
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Oleh: LAILIS SA'ADAH
NIM: 05530003
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
-
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Lailis Sa'adah NIM : 0553003 Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi / Kimia Judul Penelitian : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan data, tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai paraturan yang berlaku.
Malang, 21 April 2010 Yang membuat pernyataan
Lailis Sa'adah NIM. 05530003
-
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SKRIPSI
Oleh:
LAILIS SA'ADAH NIM: 05530003
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Elok Kamilah Hayati, M.Si NIP. 19790620 200604 2 002
Pembimbing II
Anton Prasetyo, M.Si NIP. 19770925 200604 1 003
Tanggal, 21 April 2010
Mengetahui Ketua Jurusan Kimia
Diana Candra Dewi, M.Si NIP. 19770720 200312 2 001
-
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SKRIPSI
Oleh:
Lailis Sa'adah NIM. 05530003
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Tanggal, 21 April 2010
Susunan Dewan Penguji
Tanda Tangan
1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd NIP. 19750531 200312 2 003
)...................................(
2. Ketua Penguji : Tri Kustono Adi, M.Sc NIP. 19710311 200312 1 002
)...................................(
3. Sekr. Penguji : Elok Kamilah Hayati, M.Si NIP. 19790620 200604 2 002
)...................................(
4. Anggota Penguji : Anton Prasetyo, M.Si NIP. 19770925 200604 1 003 )...................................(
Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia
Si.M, a Candra DewiDian NIP. 19770720 200312 2 001
-
MOTTO
u F{$# Mt#u t % >j9 u /3 r& 4 s r& t 7?
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. maka apakah kamu
tidak memperhatikan? (Q.S. Adz Dzariyaat : 20-21)
-
Persembahan
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan ridho Nya saya dapat menyelesaikan sebuah karya ini dengan baik.
Karya kecil ini ku persembahkan untuk
Ibu Julaicha dan bapak Syaifullah tercinta. Engkaulah Malaikatku yang dikirim Allah, dengan penuh kasih sayang, melahirkan, mendidik, membesarkan, menasehati, memotivasi, yang selalu ada di saat aku rapuh, yang rela berkorban dengan segenap jiwa dan raga demi kesuksesanku, yang senantiasa meneteskan air mata dalam heningnya malam dan setiap do'anya. Sungguh jasa-jasamu tak akan terbalas oleh apapun, ananda haturkan banyak
terima kasih atas semuanya.
Kakak-kakak ku tersayang Syaiful Haq S.Pd, Iftachul Jannah, terima kasih banyak atas motivasi dan doa yang engkau berikan, sehingga adik dapat mewujudkan cita-cita. Untuk kakak Nur Cholis Majid, dimanapun engkau berada motivasi dan kasih sayang mu ke adik
tak kan pernah putus.
Adik-adik ku tersayang Caca, Nauval,Nauvel, Dimas dan Andin, engkaulah yang selalu menghibur tante pada saat suka dan duka, kalian menjadikan ku kuat menghadapi segala
kesulitan. Belajarlah terus dan kejarlah cita-citamu sampai setinggi langit. Keluarga besarku; Lek Jem, Nenek, Pak Lek, Bu Lek, Ma' Ita, Santi.
Teman2 SMP: V-3, Sofa, Amir, Ansori, H-Nafi, Yanto, H.Crespo, Mansyur, Edy, Munir. Trimakasih atas semangat 'n dorongan yang kalian berikan sehingga ku dapat tetap tegar
dalam menghadapi segala cobaan hidup.
Keluarga besar Kimia para dosen dan stafnya yang memberikan ilmu dan pengalamnnya serta segala pengertiannya dalam mendampingi perjalanan studiku sampai aku dapat seperti ini. Bu elok dan pak Naim terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan proyek yang
diberikan.
Kimia angkatan '05, Angkatan paling sedikit jumlah mahasiswanya, semoga tetap bersatu sampai kapanpun. Pantang mundur n tetap semangat OK!!!!
Teman2 seperjuangan ngelab (Sieta, Wardah, H5, Aisy, Fajar, Mami, Mb ATA, Mb Devi, Mb Ika, Mb Atus, Mb Uswah, Mb Ci2, Mb Diyah, Ika, Mas Miko, Mas Hairi, Mas Faijal
dkk) jangan pernah menyerah. Tiada kesulitan yang tidak dapat diselesaikan
Teman2 Asrama Khodijah Mb Lely tetap semangat ya dengan S2 nya, Elok colon Psikolog moga bisa bantu menghibur orang2 yang stress, Irma, Sila lanjutkan skripsimu, Ifo jangan memanjakan penyakit yang hinggap pada dirimu, lawanlah dengan semangat mu. Yuni lawanlah rasa malez yang ada didirimu, Wi2n yang suka tertawa n menghibur teman2,
lika yang menemani q ngerjakan karya kecil ini dkk.
-
KATA PENGANTAR
0000 !!!! $$ $$#### uu uu qqqq 9999 $$ $$#### mmmm 9999 $$ $$#### Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)" sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang beserta para stafnya 2. Bapak Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Ibu Diana Candra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Ibu Elok Kamilah Hayati, M.Si, Bapak A. Ghanaim Fasya, S.Si, dan Bapak
Anton Prasetyo M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Rini Nafsiati Astuti, M.Pd selaku penguji utama dan Bapak Tri Kustono Adi, M.Sc selaku ketua penguji
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak memberikan ilmunya.
7. Moh. Taufik, S.Si, M. Kholid Al-Ayubi, S.Si, Kurnia Kumala Dewi, S.Si selaku Laboran Kimia UIN Maliki Malang.
8. Ibu dan Bapakku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah memberi segala kebutuhan yang penulis butuhkan, memberi dorongan dan motivasi baik secara materiil maupun spirituil.
-
9. Kakak-kakakku (Syaiful Haq, Iftahul Jannah dan Alm. Nur Kholis Majid), engkaulah panutan dalam hidupku.
10. Teman-teman chemistry '05 (Sieta, Aisy, Warda, H5, U_mi, Nur RA, Fajar, Ieza, Naily, Asri, Helmi, Agus, Dedy) yang telah memberikan arahan, bantuan serta ilmunya selama perjalanan studiku.
11. Kakak-kakak dan adik-adik keluarga besar kimia tetap semangat dan pantang mundur, kimia adalah mencoba jadi coba dan coba terus
12. Keluarga besar " Asrama Khodijah " yang setia menemani penulis dalam suka dan duka
13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.
Malang, 30 Maret 2010
Penulis
-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii ABSTRAK ........................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7 1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 8 2.1 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif islam 8 2.2 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif ilmu
pengetahuan ................................................................................................ 12 2.2.1 Manfaat daun belimbing wuluh .. 14 2.2.2 Kandungan kimia daun belimbing wuluh ................................................ 15 2.3 Tanin ........................................................................................................... 15 2.3.1 Tanin terkondensasi ................................................................................. 16 2.3.2 Tanin terhidrolisis. ................................................................................... 18 2.3.2.1 Gallotanin.............................................................................................. 18 2.3.2.2 Ellagitanin ............................................................................................. 21 2.4 Ekstraksi daun belimbing wuluh................................................................. 23 2.5 Pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis ..................................................................................................... 25 2.6 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 28 2.6.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ditekankan pada reaksi geser ......................................................................................................... 28 2.6.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 34 3.1 Pelaksanaan penelitian ................................................................................ 34 3.2 Bahan dan alat penelitian ............................................................................ 34 3.2.1 Alat penelitian .......................................................................................... 34 3.2.2 Bahan penelitian....................................................................................... 34 3.3 Tahapan penelitian ...................................................................................... 35 3.4 Rancangan penelitian .................................................................................. 35 3.5 Cara kerja .................................................................................................... 36 3.5.1 Persiapan sampel ..................................................................................... 36 3.5.2 Ekstraksi tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode modifikasi
Nuraini (2002).......................................................................................... 36
-
3.5.3 Uji kualitatif ekstrak daun belimbing wuluh dengan reagen ................... 37 3.5.4 Pemisahan senyawa tanin......................................................................... 38 3.5.4.1 KLT analitik .......................................................................................... 38 3.5.4.2 KLT preparatif ...................................................................................... 39 3.5.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................ 39 3.5.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ...................................... 39 3.5.5.2 Identifikasi gugus fungsi senyawa tanin dengan spektrofotometer FTIR ...................................................................................................... 40 3.6 Analisis data ................................................................................................ 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42 4.1 Preparasi sampel daun belimbing wuluh .................................................... 42 4.2 Ekstraksi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh.................................. 42 4.3 Uji fitokimia senyawa tanin ........................................................................ 46 4.3.1 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 .............................................. 47 4.3.2 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan larutan gelatin ......... 49 4.3.3 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan formalin 3 %, HCl 1 N,
FeCl3 1 %.................................................................................................. 51 4.4 Pemisahan ekstrak tanin dengan kromatografi lapis tipis (KLT)................ 52 4.4.1 KLT analitik ............................................................................................. 52 4.4.2 KLT preparatif ......................................................................................... 56 4.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 57 4.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ......................................... 57 4.5.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 62 4.6 Hasil Penelitian Senyawa Tanin dalam Daun Belimbing Wuluh dalam
Prespektif Islam........................................................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 72 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 72 5.2 Saran............................................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
LAMPIRAN...................................................................................................... 79
-
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer..................................................... 29 Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tannin pada daun belimbing
wuluh... 33 Tabel 4.1 Data penampakan noda dari fasa air hasil KLT analitik dengan
beberapa eluen dengan lampu Ultra Violet 254 nm dan 366 nm. 53 Tabel 4.2 Harga Rf dan warna noda hasil KLTA eluen terbaik n-butanol :
asam asetat : air (BAA) (4:1:5) dibawah sinar UV 254 nm dan 366nm..... 55
Tabel 4.3 Data spektrum UV-Vis dari isolat sebelum dan sesudah penambahan pereaksi geser............................................................. 60
Tabel 4.4 Int Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat 2............................................ 65
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh.......................................................... 13 Gambar 2.2 Struktur inti tanin.................................................................. 15 Gambar 2.3 Struktur flavan-3,4-diols....................................................... 17 Gambar 2.4 Struktur flavan-4-ols............................................................. 18 Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin................................................... 20 Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin.................................................. 22 Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin........................................... 32 Gambar 4.1 Reaksi dugaaan antara tanin dengan FeCl3 1 %.................... 48 Gambar 4.2 Reaksi dugaan antara tanin dan gelatin................................. 50 Gambar 4.3 A. Foto plat hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh
dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, B. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, C. Foto hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 366 dan 254 nm, D. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm.......................................................................................... 55
Gambar 4.4 Struktur inti tanin.................................................................. 58 Gambar 4.5 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan NaOH
2 M........................................................................................ 61 Gambar 4.6 Struktur senyawa tanin yang ditambah dengan NaOH 2 M.. 61 Gambar 4.7 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan AlCl3 5
%, AlCl3 5 %/HCl................................................................. 63 Gambar 4.8 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan
NaOAc, NaOAc/H3BO3........................................................ 64 Gambar 4.9 Struktur dugaan senyawa tanin yang ada dalam daun
belimbing wuluh.................................................................... 64
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja ................................................................................... 79 Lampiran 2. Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan .......................... 88 Lampiran 3. Dokumen Penelitian ....................................................................... 91 Lampiran 4. Hasil Spektra Spektrofotometer UV-Vis dari Hasil KLT
Preparatif 97 Lampiran 5. Hasil Spektra Spektrofotometer FTIR............................................ 100
-
ABSTRAK
Sa'adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Pembimbing I : Elok Kamilah Hayati, M.Si. Pembimbing II : Anton Prasetyo, M.Si
Kata Kunci : Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L), Tanin, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer FTIR
Telah dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Penelitian ini bertujuan untuk mencari eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dan mengetahui jenis senyawa tanin dari ekstrak daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis. Senyawa tanin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam daun belimbing wuluh seperti firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 bahwa dalam tumbuhan-tumbuhan masih banyak rahasia alam yang belum terungkap.
Isolasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut aseton : air (7:3) selama 3x24 jam dengan bantuan shaker, kemudian dilakukan fraksinasi. Uji fitokimia dilakukan dengan menambahkan reagen FeCl3 1 %, larutan gelatin, formalin 3 % : HCl 1 N (2:1) dan FeCl3 1 % ke ekstrak. Pemisahan senyawa tanin dari ekstrak dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik untuk mencari eluen terbaik dengan variasi eluen yaitu n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5), etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2), asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (Forestal) (30:10:3), metanol : etil asetat (4:1), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1), toluen : etil asetat (3:1), kemudian dilanjutkan pemisahan dengan KLT preparatif. Identifikasi senyawa tanin dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, didukung dari uji fitokimia dari ketiga reagen menunjukkan positif mengandung senyawa tanin. Eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dengan KLT analitik adalah n-butanol : Asam asetat : Air (BAA) (4:1:5) yang dapat digunakan dalam pemisahan dengan KLT preparatif. Eluen ini memisahkan 3 noda dengan nilai Rf 0,53; 0,61; dan 0,68. Berdasarkan hasil analisis spektrofotometer UV-Vis, isolat 2 dengan nilai Rf 0,61 memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 331 nm. Hasil identifikasi dengan FTIR menunjukkan serapan-serapan yang spesifik dari senyawa tanin seperti rentangan asimetri OH pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, overtone aromatik pada bilangan gelombang 2071,8 cm-1, rentangan cincin aromatik pada 1625,8 cm-1 dan benzena pada 782,5 cm-1, sehingga senyawa tanin yang diduga adalah flavan-3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan-3,7,8,4',5'-pentaol.
-
) . 0102. . : (,
( ) : (
. ( ) .
.
x ( :)
( )
.
() : ( )
( ) ( ) ( ) ( )
. .
() .
. ; ; mn i
mc mc mc mc
. -! -!
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman
tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh
keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan sering
terjadi sepanjang tahun. Salah satu keanekaragaman hayati yang terdapat di
Indonesia adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing wuluh
tumbuh hampir di seluruh daerah, namun belum dibudidayakan secara khusus
(Abdul, 2008).
Tanaman belimbing wuluh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagian yang dapat digunakan diantaranya bunga, buah, daun dan batangnya.
Bunga belimbing wuluh digunakan sebagai obat batuk dan sariawan. Buah
belimbing wuluh selain digunakan sebagai bumbu masak juga dapat digunakan
sebagai obat menurunkan tekanan darah tinggi, gusi berdarah, jerawat dan batuk.
Daun belimbing wuluh selain digunakan sebagai penyedap rasa juga dapat
digunakan sebagai obat batuk, obat kompres pada sakit gondokan dan obat
rematik, antidiare, sedangkan batang belimbing wuluh dapat digunakan sebagai
obat sakit perut (Atang, 2009).
Penelitian tentang kimia bahan alam akhir-akhir ini semakin banyak
mengeksploitasi sebagai bahan obat-obatan baik untuk farmasi maupun untuk
kepentingan pertanian, karena disamping keanekaragaman struktur kimia yang
-
dihasilkan juga rendahnya efek samping yang ditinggalkan dan mudah
didapatkan. Buah belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang
berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai
penyakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh
yang dilakukan Herlih (1993) dalam Faradisa (2008) menunjukkan bahwa buah
belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak atsiri, fenol,
flavonoid dan pektin. Batang belimbing wuluh mengandung saponin, tanin,
glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksida, sedangkan daunnya
mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksida, kalsium oksalat, kalium sitrat.
Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini tidaklah sia-sia dari yang
kecil hingga yang besar. Makhluk hidup (hewan, tumbuhan dan lain-lain)
semuanya dapat dimanfaatkan oleh manusia jika manusia itu berfikir. Allah
menjaga semua yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup. Allah membuktikannya
dengan diturunkan oleh Nya hujan sebagai sumber kehidupan, dan agar manusia
dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Allah telah
menjelaskannya dalam surat al Anam ayat 99:
u u % !$# ttr& z !$ y9 $# [ !$t $ o_ tzr' s / |N$ t7 t e . & x $ o_ tzr' s # Zyz l $ {6 ym $ Y6 2#utI z u 9 $# $y =s #u % u#y ;My_ u i
5>$ or& t G 9 $#u t$ 9$#u $Y 6 oK u xu >7ttF 3 (# $# 4 n
-
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman".
Firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 yang menjelaskan bahwa
Allah swt menurunkan air hujan dari awan, kemudian dengan air tersebut Allah
mengeluarkan setiap jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam bentuk, ciri
khas serta berbeda-beda tingkatan kelebihan dan kekurangannya (al Maraghi,
1992), meskipun semuanya tumbuh di tanah yang sama dan dialiri dengan air
yang sama. Selain itu, buah-buahan dan sayur-sayuran juga merupakan sumber
vitamin dan nutrisi esensial yang melimpah.
Pada surat al An'am ayat 99 Allah menutup ayat dengan Sesungguhnya
pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang beriman, karena orang-orang yang beriman itu hidup, bekerja, berfikir dan
memahami sehingga untuk mendapatkan bukti dari ayat tersebut yang dapat
menunjukkan mereka kepada perbuatan yang mengesakan Allah swt (al Jazairi,
2007). Selain itu, dengan memperhatikan secara mendalam maka akan ditemukan
rahasia-rahasia alam tumbuh-tumbuhan seperti kandungan dan manfaat dari
tanaman tersebut dengan adanya penelitian (al Maraghi, 1992). Allah telah
menjelaskan dalam surat asy Syuara ayat 7:
s9 ur& (# t t n
-
Shihab (2002), Surat asy Syuara ayat 7 menjelaskan tentang tumbuhan
yang baik, tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan memberikan
manfaat untuk makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang bisa digunakan sebagai
alternatif pengawet secara alami. Dengan aneka tumbuhan, tanah dan aneka
keajaiban yang terhampar pada tumbuhannya, maka sebagai seorang mukmin
harus berfikir tentang manfaat dari bagian tumbuhan tersebut. Bagian daun
belimbing wuluh banyak mengandung senyawa tanin yang dapat digunakan
sebagai antibakteri (Abdul, 2008).
Senyawa tanin merupakan senyawa polifenol yang berada di tumbuhan,
makanan dan minuman (Makkar and Becker, 1998) dapat larut dalam air dan
pelarut organik (Haslam, 1996). Senyawa tanin yang terkandung dalam daun
belimbing wuluh bersifat penolak hewan pemakan tumbuhan. Senyawa tanin juga
digunakan untuk proses tanning atau penyamakan kulit binatang yang digunakan
industri kulit, untuk pembuatan tinta, digunakan untuk obat-obatan sebagai
astringen dan untuk pewarnaan (cat) (Ledder, 2000).
Secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester
yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Asam elagat
merupakan hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang
sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat. Tanin terkondensasi
merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan
tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak
ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan (Robinson, 1995).
-
Kadar tanin yang tinggi pada simplisia daun belimbing wuluh muda 1,6 %
dan pada daun belimbing wuluh tua sebesar 1,28 % (Nurliana, 2006). Lidyawati
(2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kadar tanin pada daun belimbing
wuluh sebesar 26,2 %. Isolasi tanin dari daun belimbing wuluh dapat dilakukan
dengan pengambilan daun belimbing wuluh sekitar 20 cm dari pucuk daun,
sehingga tanpa merusak pertumbuhan dapat diperoleh tanin dari daunnya (Amnur,
2008).
Pansera (2004) menyatakan bahwa proses yang digunakan untuk
mengekstrak tanin adalah ekstraksi superkritikal fluida. Namun, hasil yang
diperoleh dari proses ini tidak memperoleh hasil yang baik. Uji coba mengekstrak
tanin dengan ekstraksi soxhlet menggunakan beberapa pelarut diantaranya etanol,
dimetil eter, dan n-heksan, hasil percobaan yang dipantau dengan KLT
menunjukkan bahwa dimetil eter dan n-heksan tidak dapat melarutkan senyawa
tanin, sedangkan etanol dapat melarutkan senyawa tanin. Tanin yang diperoleh
dilihat dari harga Rf dari noda-noda yang terbentuk.
Menurut Harborne (1987) tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh
menggunakan metode maserasi, sedangkan cara terbaik untuk memisahkan dan
mengidentifikasi senyawa fenol adalah dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dapat digunakan untuk memisahkan
campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar untuk uji identifikasi
(Townshend, 1995).
Nuraini (2002) menyatakan hasil isolasi dan identifikasi tanin dari daun
gamal (Gliricidia sepium (jackquin) kunth ex walp.) dengan metode KLT dengan
-
fase gerak asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (forestal) dengan perbandingan
(30:10:3) harga Rf tanin 0,7 yang mendekati nilai Rf tanin standar yaitu 0,737.
Sedangkan Yuliani, dkk (2003) dalam penelitian tentang kadar tanin dan quersetin
tiga tipe daun jambu biji (Psidium guajava) dengan KLT dengan eluen toluen:etil
asetat (3:1) menunjukkan 9 bercak dengan harga Rf mulai dari 0,23-0,94.
Mengingat potensi senyawa tanin dan tingginya kandungan tanin dalam
tanaman belimbing wuluh, maka menarik untuk dilakukan pemisahan senyawa
tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode maserasi, kemudian dengan
kromatografi lapis tipis kualitatif dan preparatif. Identifikasi senyawa-senyawa
tanin dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis dan diperkuat dengan pereaksi
geser serta didukung dengan spektrum IR.
1.2 Rumusan Masalah
1. Eluen apakah yang paling baik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin
dari daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis
tipis?
2. Jenis senyawa tanin apa yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing wuluh
hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin dari
daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis tipis.
-
2. Mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing
wuluh hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat terhadap pemanfaatan daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) sebagai
alternatif penghasil senyawa tanin yang digunakan sebagai pemberdayaan atau
usaha pembuatan pengawet ikan, sehingga mempermudah pengkajian lebih lanjut
tentang aktivitas dan pemanfaatan senyawa tanin dalam bidang industri.
1.5 Batasan Masalah
1. Sampel yang digunakan adalah daun belimbing wuluh yang masih muda
sekitar 20 cm dari pucuk daun yang diperoleh dari Jl. Kerto Malang.
2. Identifikasi senyawa tanin menggunakan spektrofometer UV-Vis dan FTIR.
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Islam
Beraneka ragam tanaman yang terhampar di muka bumi dengan air hujan.
Tanaman yang tumbuh yaitu tanaman yang bermula dari tanah yang gersang
melalui hujan yang diturunkan Allah, mulai dari tumbuhan tingkat rendah sampai
tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan tingkat tinggi yaitu tumbuhan yang
mempunyai akar, batang dan daun secara jelas. Hal ini telah dijelaskan dalam
firman Allah surat at Thaha ayat 53
% !$# yy_ 3s9 u F{ $# # Y t y7n=yu 3s9 $ p W 7 ttr& u z !$ y9 $# [ !$ t $ o_ tzr' s / % [` u r& i ;N$ t7 4L x
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam".
Menurut tafsir al Mishbah surat at Thaha ayat 53 menjelaskan bahwa
Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk serta mengaitkannya dengan jawaban Nabi Musa as tentang
keluasan ilmu Allah. Allah menempatkan manusia di bumi dengan
menghamparkannya agar mereka dapat menikmati hidup dan berakal guna meraih
kehidupan yang lebih mulia dan tinggi. Allah menjadikan manusia di bumi ini
agar ia menyadari bahwa ada jarak antara ia dan tujuan hidupnya. Ada jalan yang
harus ditempuhnya guna mencapai tujuan hidup. Kata salaka dalam surat Thaha
-
ayat 53 berarti jalan, Sedangkan kata as subul bentuk jamak dari sabil yang berarti
jalan. Jalan yang dimaksud disini adalah suatu perilaku kata kerja yang dilakukan
manusia untuk memikirkan segala hal tentang kekuasaan Allah. Kata thariq
berarti jalan yang bersifat kata benda, dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan
untuk memikirkan kekuasaan Allah.
Tafsir al Mishbah juga menjelaskan bahwa Allah menurunkan air dari
langit berupa air hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-
macam dengan perantara air tersebut. Air hujan mengandung banyak senyawa
kimia yang dibutuhkan tumbuhan, salah satunya adalah nitrogen. Atmosfir terdiri
78 % volume unsur nitrogen dan merupakan suatu persediaan yang tidak ada
habis-habisnya untuk unsur penting ini. Molekul nitrogen sangat stabil, oleh
karena itu pemutusan menjadi atom-atomnya untuk bereaksi dengan bahan kimia
membentuk senyawa organik atau anorganik nitrogen merupakan langkah yang
terbatas dalam siklus. Ini dapat terjadi dengan proses berenergi tinggi dalam
penyinaran cahaya yang menghasilkan nitrogen oksida.
Unsur nitrogen dapat terlibat dalam bentuk ikatan kimia atau fiksasi oleh
proses biokimia dengan perantara mikroorganisme. Nitrogen biologis dapat
dirubah mejadi bentuk anorganik pembusukan atau penguraian biomassa.
Sejumlah besar dari nitrogen difiksasi secara sintetik di bawah temperatur tinggi
dan juga tekanan tinggi melalui reaksi:
N2 + 3 H2 2 NH3
-
Produksi dari gas-gas N2 dan N2O oleh mikroorganisme dan evolusi dari
gas-gas ini ke dalam atmosfer menyempurnakan siklus nitrogen melalui suatu
proses denitrifikasi. Denitrifikasi suatu proses yang penting di alam, yaitu suatu
mekanisme dimana hasil fiksasi nitrogen dikembalikan ke dalam atmosfer
(Achmad, 2004).
Air hujan yang mengandung nitrogen meresap dalam tanah, kemudian
diserap oleh tumbuhan sebagai nutrisi yang sangat penting dalam pertumbuhan.
Dari air hujan tersebut mengurai aneka tumbuhan dengan beberapa tingkatan dan
jenis tumbuhan yaitu mulai dari tingkat rendah sampai ketingkat tinggi, jenis
tumbuhan berkeping dua (dikotil) dan tumbuhan berkeping satu (monokotil)
(Shihab, 2002)
Salah satu contoh tanaman yang jelas bagian akar, batang dan daunnya
adalah belimbing wuluh. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat
diantaranya bagian batang, daun dan buahnya. Setiap tanaman bisa dimanfaatkan
seperti firman Allah SWT dalam surat al Anam ayat 99
u %!$# ttr& z !$y9 $# [!$ t $ o_ t zr' s / |N$ t7t e . & x $ o_t zr' s # Zyz l $ {6 ym $ Y6 2#utI z u 9 $# $y =s #u % u#y ;My_ u i
5>$ or& t G 9 $#u t$ 9$#u $Y 6 oK u xu >7ttF 3 (# $# 4 n
-
pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
Surat al An'am ayat 99 menggambarkan bentuk luar dari tumbuhan yang
merupakan obyek kajian morfologi tumbuhan. Salah satu morfologi yang
ditunjukkan dari ayat tersebut yaitu mayang kurma yang mengurai dari tangkai-
tangkai yang menjulai adalah ciri-ciri morfologi tumbuhan kurma.
Surat al An'am ayat 99 juga menggambarkan morfologi tumbuhan yang
berupa daun yaitu fa akhrajna minhu khadhiran (kami keluarkan dari daun-daun
yang menghijau) yaitu Allah SWT mengeluarkan dari tanaman tersebut daun yang
menghijau (ash Shiddieqy, 2000). Bagian tumbuhan yang nampak dari kejauhan
adalah daun yang biasanya berwarna hijau. Walaupun semua daun kelihatan hijau,
tetapi secara morfologi masing-masing daun berbeda dari berbagai sisi. Daun
belimbing wuluh yang muda lebih lembut dan memiliki rambut halus sedangkan
daun yang sudah tua memiliki warna hijau yang lebih tua dan kaku serta
kandungan dan manfaatnya berbeda. Seperti dalam surat asy Syuara ayat 7
s9 ur& (# t t n
-
Mulai dari akar, batang, daun dan buahnya bisa dimanfaatkan sebagai obat dan
pengawet alami.
2.2 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan
Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga
Oxalidaceae. Belimbing wuluh (A. Bilimbi L.) dikenal sebagai tanaman
pekarangan yang berbunga sepanjang tahun. Belimbing wuluh memiliki pohon
kecil, dengan tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan
mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. belimbing wuluh ditanam sebagai
pohon buah, ada yang tumbuh secara liar dan kebanyakan berada di daerah
dataran rendah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (Arland,
2006).
Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan
sedikit, arahnya condong ke atas, cabang muda berambut halus seperti beludru,
warnanya coklat muda. Daun belimbing wuluh berupa daun majemuk menyirip
ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya
bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang
2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Bunga
belimbing wuluh kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan,
berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar. Buah belimbing
wuluh berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang sekitar 4-6 cm, warnanya hijau
kekuningan, bila sudah masak banyak mengandung air, rasanya asam. Biji
belimbing wuluh berbentuk bulat telur, gepeng (Arland, 2006).
-
Terdapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (A. bilimbi L.) yaitu
yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula
dianggap berwarna putih (Thomas, 2007).
Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh
Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991)
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
-
2.2.1 Manfaat Daun Belimbing Wuluh
Belimbing Wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah.
Tanaman asal Amerika tropis ini dapat digunakan untuk mengobati bermacam-
macam penyakit. Orang mengambil manfaat belimbing wuluh selama ini hanya
sebagai sirup, manisan, atau bumbu masak, padahal secara tradisional tanaman ini
banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes,
rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat sampai tekanan
darah tinggi, selain itu juga bisa menyembuhkan kelumpuhan, memperbaiki
fungsi pencernaan, radang rektum (Arland, 2006).
Daun belimbing wuluh digunakan masyarakat Aceh sebagai penyedap rasa
yang disebut asam sunti, selain itu mereka juga menggunakan air belimbing
wuluh yang diperoleh dari proses pembuatan asam sunti itu untuk bahan alternatif
mengawetkan ikan dan daging (Abdul, 2008). Arifiyani (2007) menyatakan
bahwa air daun belimbing wuluh dapat mengobati penyakit stroke karena ekstrak
daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, selain itu daun belimbing
wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, rematik, perotitis dan obat
batuk. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri
dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah (Arland, 2006).
Daun belimbing wuluh dapat melancarkan pengeluaran empedu, anti radang,
pereda nyeri (analgesik), astringen (Dalimarta, 2008).
-
2.2.2 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh
Arland (2006) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh mengandung
senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa tanin, selain itu daun belimbing
wuluh juga mengandung sulfur, asam format. Faharani (2009) menunjukkan
bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin.
Dalimarta (2008) menjelaskan bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin
juga mengandung peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif
pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.
2.3 Tanin
Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi
fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari
cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Tanin ditemukan hampir di
setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998).
Tanin dibentuk dengan kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke
jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon
(Anonymous, 2005).
OHO
OH
OH
OH
Gambar 2.2 Struktur inti tanin (Robinson, 1995)
-
Secara struktural tanin adalah suatu senyawa fenol yang memiliki berat
molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang
bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif
dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Sebagai salah satu
tipe dari senyawa metabolit sekunder, tanin mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Giner-Chavez, 2001):
- Senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam-macam dengan
gugus fenol bebas
- Berat molekul antara 500 sampai 20.000
- Larut dalam air, dengan pengecualian beberapa struktur yang mempunyai
berat molekul besar
- Mampu berikatan dengan protein dan terbentuk kompleks tanin-protein
yang larut dan tidak larut.
Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam
dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis
(Hydrolyzable tannin) (Harborne, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan
reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi
menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan
biru kehitaman (Etherington, 2002).
2.3.1 Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan
cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer
-
dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain
dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa
ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer
antosianidin (Harborne, 1987).
Proantosianidin didefinisikan sebagai oligo atau polimer flavonoid
(flavan-3-ol atau flavan-3-4-diol), dimana ikatan C-C tidak mudah untuk
dihidrolisis (Etherington, 2002). Proantosianidin lebih banyak terdistribusi
daripada tanin terhidrolisis, merupakan oligomer atau polimer satuan flavonoid
(misalnya flavan-3-ol) yang terikat oleh ikatan karbon-karbon yang tidak mudah
terpecah dengan adanya hidrolisis (Giner-Chavez, 2001).
Proantosianidin dapat dideteki langsung dalam jaringan tumbuhan hijau
dengan mencelupkan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila
terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol,
maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne, 1987).
O
R"
HO
OH
R'
OH
OH
R
Gambar 2.3 Struktur Flavan-3,4-diol (Hagerman,1998)
-
OOH
HO
OH
R
OH
Gambar 2.4 Struktur Flavan- 4-ol (Hagerman, 1998)
2.3.2 Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis merupakan molekul dengan poliol (umumnya D-
glikosa) sebagai pusatnya. Tanin terhidrolisis adalah pecahnya karbohidrat dan
asam fenolik oleh asam lemah atau basa lemah (Hagerman, 1998). Gugus hidroksi
pada karbohidrat sebagian atau semuanya teresterifikasi dengan gugus karboksil
pada asam gallat (gallotanin) atau asam ellagat (ellagitanin). Tanin terhidrolisis
biasanya sedikit terdapat dalam tanaman (Giner-Chavez, 2001).
2.3.2.1 Gallotanin
Gallotanin terbentuk dari asam gallat dan gula, biasanya glukosa.
Beberapa asam gallat terikat pada satu molekul gula. Asam gallat mungkin terikat
bersama pada gugus ester yang terbentuk antara gugus karboksil molekul satu dan
gugus hidroksi pada molekul lain (Luchner, 1984 dalam skripsi Nuraini, 2002).
Sifat fisik dari gallotanin berupa polimer amorf, berwarna putih
kekuningan, mempunyai bau spesifik, dapat larut dalam air, gliserol, dan sangat
larut dalam alkohol, aseton. Gallotanin tidak larut dalam benzen, kloroform, eter
dan petroleum eter, karbon disulfida, karbon tetraklorida (Gohen, 1976).
Sifat kimia dari gallotanin adalah berwarna coklat jika terkena cahaya,
dengan albumin, tepung, gelatin, alkaloid dan garam metalik memberikan
endapan yang tidak larut, sedangkan dengan FeCl3 memberikan warna biru
-
kehitaman, pada suhu 215 C akan terdekomposisi menjadi pirogalol dan CO2
(Tyler, 1947).
Gallotanin merupakan suatu ester dimana dalam larutan gugus karbonil
dari gugus esternya dapat diprotonkan, kemudian karbon yang bermuatan positif
parsial dapat diserang oleh nukleofil lemah seperti air. Untuk reaksi hidrolisis
dengan katalisis asam dalam air berlebih dan panas maka suatu ester menjadi
asam karboksilat. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam
karboksilat (Solomons, 1976).
Mekanisme reaksi hidrolisis ester berkatalis asam mempunyai tahap-tahap
yaitu tahap protonasi, adisi H2O, kemudian eliminasi ROH yang disusul dengan
deprotonasi. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut:
-
HO
HO
HO
CO
OR
H+HO
HO
HO
C+OH
OR
H2O
HO
HO
HO
COH
+OH2OR
HO
HO
HO
COH
OHOR
- H+
HO
HO
HO
COH
OHOR
+ H+
-ROHHO
HO
HO
C+OH
HO
HO
HO
COH
+OH
HO
HO
HO
COH
O
HO
HO
HO
CO
OH
-H +
GallotaninR= glikosida
OH
asam galat
Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin (Solomons, 1976)
Asam gallat (3,4,5 trihidroksibenzoat) merupakan senyawa turunan dari
aromatik karboksilat, dengan berat molekul 170,12, mempunyai titik didih 200
C, titik leleh 110 C, sedikit larut dalam air panas, alkohol, etil asetat, gliserol.
Asam gallat tidak larut dalam benzena, kloroform, petroleum eter, dengan FeCl3
memberikan warna biru kehitaman (Tyler, 1947).
-
2.3.2.2 Ellagitanin
Ellagitanin terbentuk dari asam heksahidroksi difenil yang mungkin
terbentuk dari terikatnya dua molekul asam gallat melalui reaksi oksidasi (Fieser,
1961). Ellagitanin merupakan jenis tanin yang terhidrolisis. Hidrolisis dengan
asam kuat akan menghasilkan asam ellagat. Asam ellagat memberikan reaksi
warna spesifik dengan adanya asam nitrit (HNO2). Reaksi ini digunakan
mendeteksi jaringan tumbuhan yang terekstrak dan merupakan metode yang
penting dalam penentuan ellagitanin (Bate, 1972).
Dalam penentuan ellagitanin diperlukan reaksi warna dengan asam nitrat
dalam lingkungan nitrogen, dimana akan memberikan warna merah yang lama
kelamaan berubah menjadi biru. Bila ada udara dilingkungannya maka lama
kelamaan berubah menjadi kuning (Bate, 1972).
Reaksi hidrolisis dari ester ellagitanin dalam katalis asam menjadi asam
ellagat adalah sebagai berikut:
-
2H+
H2O
HO
HO
C
OH
RO
C OROH
OH
OHO
O-2H+
HO
HO
C
OH
RO
C OROH
OH
OHO
O-2ROH
HO
HO
C+OH
C+OH
OH
OHO
O
-2H+
HO
HO
C
O
CO
OH
OHO
O
HO
HO C ORO
OH
OH
OH
C HORO
O
HO
HO C OR
+OH
OH
OH
OH
C HORO+OH
HO
HO C OROH
OH
OH
HO+
C +OHRO
OH
asam ellagat
Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin (Solomons, 1976)
Asam ellagat membentuk kristal jarum hijau kuning dengan piridin,
meleleh pada 360 C, tidak larut dalam eter, sedikit larut dalam air dan larut
dalam alkali/ basa dengan warna kuning yag kuat. Asam ellagat mewarnai katun
chrominum-mordant hijau pudar (Fieser, 1961).
-
2.4 Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip ekstraksi
adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar
dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya
menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar
(metanol atau etanol) (Harborne, 1987). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua
bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan
ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,
perkolasi dan ekstraksi sinambung (Anonymous, 2009).
Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik. Pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif
sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Keuntungan
metode ekstraksi ini, adalah metode dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan (Cheong, et.al, 2005).
Metode maserasi merupakan salah satu metode ektraksi bahan alam yang
menggunakan lemak panas, akan tetapi lemak-lemak panas itu telah diganti
dengan pelarut-pelarut organik yang mudah menguap. Penekanan utama pada
-
maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan
yang diekstraksi (Guether, 1987).
Hagerman (1998), mengekstraksi tanin dari daun sorghum dengan metanol
yang mengandung 10 mM asam askorbat, penambahan asam askorbat berfungsi
sebagai antioksidan setiap ekstraksinya, kemudian diekstrak dengan etil asetat dan
lapisan air (bawah) yang digunakan.
Tanin dapat diekstrak dengan aseton 70 %, lebih efektif dalam
mengekstraksi daripada pelarut alkohol. Hal ini dikarenakan aseton menghambat
interaksi tanin dengan protein. Pada banyak tumbuhan, terdapat fraksi besar
(kadang lebih besar dari 50 %) tanin yang tidak dapat diekstraksi (insoluble
tannin), dimana fraksi yang tidak dapat diekstraksi karena efek nutrisi (Cannas,
2001).
Ekstrak dengan air atau air dengan alkohol adalah langkah pertama dalam
memproduksi tanin (Subiarto, 2002). Ibrahim, (2005) mengekstrak tanin dari buah
kelapa sawit dengan metode maserasi menggunakan pelarut aseton dan air.
Subyakto dan Prasetyo (2003) mengekstrak tanin dari kulit kayu akasia dengan air
panas (100 C) selama 1 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:20, selain
ekstrak dngan air panas, dilakukan dengan ekstraksi dengan larutan NaOH 0,3 %
dengan prosedur yang sama.
Malik (2009) memperoleh tanin dari kulit mangium kering dengan
maserasi menggunakan air panas 70 C dan 90 C selama 4 jam dan dilakukan
berulang-ulang sebanyak 9 kali. Olivina (2005) mengekstrak tanin dari kulit
batang salam secara refluks dengan pelarut etanol dan air sebanyak tiga kali.
-
Sudarwanti (2004) mengekstrak tanin dari bulbus Allium salivum L dengan dua
cara yaitu maserasi-perkolasi dengan pelarut etanol dan ekstraksi sinambung
dengan alat soxhlet menggunakan pelarut yang mempunyai kepolaran meningkat
yaitu n-heksan, metilen klorida, etil asetat dan metanol. Meiyanto (2008)
mengekstrak tanin dari biji buah pinang dengan cara soxhlet dengan pelarut etanol
96 %. Tanin diekstrak dari daun kaliandra dengan menggerus daun bersama es
kering dan ditambahkan dengan aseton 70 % yang mengandung asam askorbat
0,1 % (Abdurrahman, 1998).
Luthana (2006) mengekstraksi senyawa fenol pada gambir dengan
menggunakan metode maserasi. Dalam penelitiaanya sampel gambir yang
dihaluskan sampai berukuran 40-60 mesh ditimbang sebanyak 60 g dimasukkan
dalam labu erlenmeyer 1 L dan ditambah pelarut 300 mL, diaduk selama satu jam
untuk mencapai kondisi homogen dalam shaker waterbath. Selanjutnya, larutan
dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar. Larutan dipisahkan dengan
menggunakan kertas saring setelah 24 jam, residu dimaserasi ulang selama 24 jam
lagi dan disaring dengan kertas saring, ulangan dilakukan sampai tiga kali. Filtrat
pertama, kedua, dan ketiga digabung dan dievaporasi menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kering.
2.5 Pemisahan Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan yang didasarkan
pada distribusi differensial komponen-komponen yang dipisahkan diantara 2 fase,
yaitu fase diam dengan permukaan yang luas dan fase gerak yang berupa zat cair
-
yang mengalir sepanjang fase diam. Komponen-komponen hasil pemisahan keluar
dari kolom pada waktu yang berbeda. Komponen yang tertahan lebih kuat dalam
kolom akan keluar dari kolom dengan waktu yang lebih lama dibandingkan
komponen yang tidak tertahan dengan kuat atau bahkan tidak ditahan kolom sama
sekali (Sastrohamidjojo, 2007).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian
pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Sudarmadji, 1996).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi
kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,
analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih
untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.
Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan
pereaksi - pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Anonymous, 2008).
-
Yuliani (2003) memisahkan senyawa tanin dari 3 daun jambu biji yang
berbeda dengan eluen toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi besi sulfat
menghasilkan harga Rf untuk ekstrak I mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari
0,23-0,94, ekstrak II mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari 0,13-0,94, ekstrak
III memberikan 5 bercak dengan Rf mulai dari 0,16-0,59. Nuraini (2002)
memisahkan senyawa tanin dengan menggunakan fasa gerak forestal (asam asetat
glasial : air : asam klorida) (30:10:3) menghasilkan harga Rf 0,7 yang mendekati
harga Rf standar yaitu 0,73. Olivina (2005) mengelusi dengan etil asetat : metanol
: asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5 % menghasilkan 2
bercak berwarna merah muda dan jingga pada Rf 0,39 dan 0,53, sedangkan
Lidyawati (2006) mengelusi senyawa tanin dengan eluen metanol : etil asetat
(4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1%.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis dapat
menggunakan harga Rf meskipun harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila
dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan
sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 2007):
Harga Rf = pelarutditempuh yangJarak senyawaditempuh yangJarak
...(2.1)
Pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip,
seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastroshamidjojo, 2007).
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk tujuan kualitatif dan
preparatif, KLT kualitatif digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa
organik dalam jumlah kecil (misal menentukan jumlah kumpulan dalam
campuran), menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT
-
preparatif atau kromatografi kolom, dan juga untuk mengidentifikasi komponen
penyusun campuran melalui perbandingan dengan senyawa yang diketahui
strukturnya. Sedangkan KLT preparatifnya digunakan untuk memisahkan
campuran senyawa dari sampel dalam jumlah yang besar berdasarkan fraksinya,
yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisis
berikutnya (Townshend, 1995).
2.6 Identifikasi Senyawa Tanin
2.6.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis Ditekankan Pada Reaksi Geser
Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi
dari sampel. Spektrum yang diabsorpsi oleh suatu senyawa adalah sejumlah sinar
yang diserap oleh satu senyawa pada panjang gelombang tertentu. Untuk senyawa
berwarna akan memiliki satu atau lebih penyerapan spektrum yang tertinggi di
daerah spektrum tampak (400-700 nm). Spektrum yang terserap pada ultra violet
(200-400 nm) dan daerah nampak terjadi karena adanya perubahan energi elektron
terluar dari molekul yang disebabkan adanya ikatan atau bukan ikatan. Umumnya
elektron yang berpindah tempat ini disebabkan adanya ikatan rangkap karbon-
karbon atau pasangan nitrogen dengan oksigen (Sudarmadji, 1996). Biasanya
cahaya tampak merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai
panjang gelombang, dari 400-700 nm, seperti pada Tabel 2.1:
-
Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer Panjang gelombang
(nm) Warna Warna komplementer
400 435 Violet (ungu) Hijau kekuningan 435 480 Biru Kuning 480 490 Biru kehijauan Jingga 490 500 Hijau kebiruan Merah 500 560 Hijau Ungu kemerahan 560 595 Hijau kekuningan Ungu 595 610 Jingga Biru kehijauan 610 680 Merah Hijau kebiruan 680 700 Ungu kemerahan Hijau Sumber: Sastrohamidjojo (2007)
Transisi yang penting pada daerah ultraviolet dan tampak yaitu transisi n
* dan *, sedangkan transisi n* jarang terjadi (Fessenden and
Fessenden, 1989). Transisi yang terjadi pada tanin yaitu transisi * akibat
adanya ikatan rangkap terkonjugasi dan transisi n* karena adanya elektron
bebas. tanin mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi oleh karena itu
menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah ultraviolet dan tampak
(Harborne, 1987). Senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti tanin akan
mengalami penyerapan radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar dari 217
nm (Sastrohamidjojo, 2007).
Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis
senyawa tanin. Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti tanin dapat
ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan
mengalami pergeseran puncak serapan yang terjadi. Metode ini secara tidak
langsung juga berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat
-
pada salah satu gugus hidroksil fenol. Pereaksi geser yang biasa digunakan adalah
NaOMe/NaOH, NaOAc, NaOAc/H3BO3, AlCl3 dan AlCl3/HCl (Markham, 1988).
2.6.2 Identifikasi dengan Spektrofometer FTIR
Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan
untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi
elektromagnetik. Dasar analisis spektroskopi adalah interaksi radiasi dengan
spesies kimia. Daerah radiasi spektroskopi infra merah atau infrared spectroscopy
(IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang
0,78-1000 m. Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan
praktis adalah 4000-690 cm-1 (2,5-1,5 m). Daerah ini biasa disebut dengan
daerah IR tengah (Khopkar, 1990). Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C-O,
O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan ikatan-ikatan tersebut
dalam molekul organik dapat dideteksi dengan mengidentifikasi frekuensi-
frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum IR
(Sastrohamidjojo, 2007). Kegunaan yang paling penting dari spektroskopi
inframerah adalah untuk identifikasi senyawa organik, karena spektrumnya sangat
kompleks dan terdiri dari banyak puncak-puncak. Spektrum inframerah
mempunyai sifat fisik dan karakteristik yang khas, artinya senyawa yang berbeda
akan mempunyai spektrum yang berbeda dan kemungkinan dua senyawa
mempunyai spektrum sama adalah sangat kecil (Hayati, 2007).
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red)
adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah
-
pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati
sampel (Giwangkara, 2007). Spektrofotometer IR dispersi menggunakan prisma
(grating) sebagai pengisolasi radiasi, sedangkan spektrofotometer FTIR
menggunakan interferometer yang dikontrol secara otomatis dengan komputer.
Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat
sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan
tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada struktur pada
struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut
terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi (Suseno dan
Firdausi 2008). Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) dapat
digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Hayati, 2007). Secara umum
lebih baik digunakan bagan korelasi (correlation chart) untuk mengidentifikasi
gugus fungsi hasil analisis IR (Khopkar, 1990).
Analisis FTIR tanin standar, puncak utama yang dikenali adalah 768 cm-1,
782 cm-1, 794,5 cm-1, 822 cm-1, 1062 cm-1, 1110 cm-1, 1202 cm-1, 1250 cm-1, 1284
cm-1, 1350 cm-1, 1450 cm-1, 1520 cm-1, 1620 cm-1 dan 3423 cm-1 (Ibrahim, 2005).
Senyawa tanin jika dianalisis dengan spektrofotometri inframerah akan
mempunyai serapan yang spesifik, yaitu serapan di daerah frekuensi 3150-3050
cm-1 dengan intensitas tajam akibat rentangan C-H aromatik, serapan lebar antara
3500-3200 cm-1 akibat rentangan O-H, C=O keton pada 1725-1705 cm-1 dan C-O
eter pada 1300-1000 cm-1(Sastrohamidjojo, 1991). Senyawa aromatik mempunyai
empat puncak serapan di daerah frekuensi 1450-1600 cm-1, sekalipun belum tentu
keempat-empatnya muncul (Noerdin, 1986). Hal ini diperkuat dengan hasil
-
penelitian dari Hayati dkk (2010) bahwa dalam daun belimbing wuluh terdapat
senyawa tanin yang dapat dilihat dari beberapa gugus fungsi hasil analisis dengan
spektrofotometer FTIR pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.2
Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin (Hayati dkk, 2010)
-
Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh Puncak Bilangan gelombang ekstrak
tanin (cm-) Jenis vibrasi Intensitas
1 3392,7 Rentangan asimetri OH m-s
2 2932,1 Rentangan CH sp3 m-w
3 2360,9 CO2 (udara) w 4 2137,2 Rentangan C=C
5 2000 Overtone aromatik w
6 1607,0 C=O vs
7 1515,4 ; 1448, 1 ; 1404,0 Rentangan cincin aromatik s-m
8 1263,7 R-O-Ar (eter aromatik) s
9 1058,7 C-O alkohol sekunder s
10 833,8 ; 668,8 ; 553,3 C-H out plane, p-substitusi benzen
w-m
11 768,7 ; 606,4 OH out of plane; o-subtitusi benzen
w-m
Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak Sumber : Hayati dkk (2010)
-
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Februari 2010 di
Laboratorium Organik dan Biotek Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Laboratorium
Organik dan Instrumen Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium
Instrumen Universitas Negeri Surabaya.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi beaker glass
dengan berbagai ukuran, gelas ukur dengan berbagai ukuran, corong pisah, labu
ukur 100 mL, gelas arloji, timbangan mettler, vacum rotary evaporator, pengaduk
kaca, waterbath, kertas saring, pipa kapiler, plat KLT silika G60 F254, bejana
pengembang, tabung reaksi, pipet tetes, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu,
seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing
wuluh, dipilih daun muda yang segar dan diambil diujung ranting. Tanaman ini
diperoleh dari daerah Kerto Malang - Jawa Timur. Bahan-bahan kimia yang
-
digunakan berderajat pa meliputi: aseton, akuades, asam askorbat 10 mM,
kloroform, etil asetat, gelatin, formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl3
1 %, FeCl3 5 %, toluen, ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol,
metanol, NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr.
3.3 Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
a. Preparasi sampel
b. Ekstraksi tanin dengan metode maserasi
c. Pencarian eluen terbaik senyawa tanin dengan kromatografi lapis tipis
d. Fraksinasi tanin dengan kromatografi lapis tipis preparatif
e. Identifikasi senyawa tanin dengan UV-Vis dan FTIR
f. Analisis data
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian
eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut aseton : air.
Ekstrak dipisahkan menggunakan KLT dengan beberapa eluen, antara lain: toluen
: etil asetat (3:1), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3), etil
asetat : metanol : asam asetat (6:14:1), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5),
metanol : etil asetat (4:1), Etil asetat : Kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2).
Eluen yang memberikan pemisahan paling baik akan digunakan dalam pemisahan
-
dengan KLT preparatif. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan
spektrofotometri UV-Vis dan FTIR.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Persiapan Sampel
Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris
kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 C selama 5 jam
dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai
sampel penelitian (Nuraini, 2002).
3.5.2 Ekstraksi Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan Metode Modifikasi Nuraini (2002)
Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian
direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL
asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum
rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50 C. Cairan
hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL) menggunakan
corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan
dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2
lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah)
dipekatkan dengan vacum rotary evaporator.
-
3.5.3 Uji Kualitatif Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dengan Reagen
1. Filtrat 1 (hasil ekstraksi aseton : air) dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi
masing-masing sebanyak 3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan
dengan 3 tetes larutan FeCl3 1 %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin
akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua
ditambahkan dengan larutan gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif
mengandung tanin. Pada tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin
katekol dan galat dengan cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % :
asam klorida (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika
terbentuk endapan merah muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan
dengan disaring dan dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1
% adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau
hitam.
2. Lapisan air 1 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak
3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1
%. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau
kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan
gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada
tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan
cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan
dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika terbentuk endapan merah
muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan
-
dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat
ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.
3. Lapisan air 2 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak
3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1
%. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau
kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan
gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada
tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan
cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan
dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 C jika terbentuk endapan merah
muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan
dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat
ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.
3.5.4 Pemisahan Senyawa Tanin
3.5.4.1 KLT Analitik
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang
sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 C selama 10
menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan
pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan
dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri
sulfat (Yuliani, 2003 ), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3)
(Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi
-
aluminium klorida 5 % (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5)
(Sudarwanti, 2004), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1 %
(Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2). Setelah
gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang
terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan
bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan
pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk
diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
3.5.4.2 KLT Preparatif
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254
dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan
aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah
dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol
: asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT
analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi
dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya. Noda-noda
diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
3.5.5 Identifikasi Senyawa Tanin
3.5.5.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis
Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan
aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis
-
merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet
dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm.
Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M,
AlCl3 5 %, AlCl3 5 %/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati
pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah
sebagai berikut:
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan
dicatat spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga
homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5
menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam
metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
Sampel ditambah denga 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan
diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg.
Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi
spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150
mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.
3.5.5.2 Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer FTIR
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi
dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan
-
dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian
diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific
dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1 dengan spesifikasi kondisi alat sebagai
berikut:
Scan : 32 det/scan
Resolusi : 4
Tekanan : 80 Torr
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif yaitu dengan
memperhatikan pola pemisahan pada kromatogram dari berbagai eluen yang
digunakan. Eluen terpilih pada KLT analitik adalah yang memberikan pemisahan
yang baik (dilihat dari jumlah spot dan pola pemisahan), digunakan sebagai eluen
pada KLT preparatif untuk pemisahan senyawa tanin. Identifikasi senyawa tanin
dilakukan dengan memperhatikan bentuk umum spektrum UV-Vis sampel dalam
aseton, perubahan spektrum yang disebabkan oleh berbagai pereaksi penggeser.
Identifikasi gugus fungsional dapat diamati pada spektrum inframerah, sehingga
dapat ditentukan jenis-jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing
wuluh.
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh
Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
yang masih muda, karena kadar tanin pada daun muda lebih tinggi dari pada tanin
pada daun belimbing wuluh yang tua (Nurliana, 2006). Sampel sebanyak 250 g
dicuci untuk menghilangkan pengotor seperti debu yang menempel pada daun.
Sampel dipotong kecil-kecil dan dikeringkan. Pengeringan sampel dilakukan pada
suhu 30-40 C selama 5 jam untuk menghilangkan air dan mencegah terjadinya
perubahan kimia (daun cepat busuk sehingga dapat menghasilkan mikroorganisme
yang dapat merubah konformasi senyawaan kimia yang terkandung di daun
tersebut). Sampel yang telah kering diblender untuk memperluas permukaan serta
membantu pemecahan dinding dan membran sel, sehingga mempermudah d
memaksimalkan proses ekstraksi. Sampel yang diperoleh adalah serbuk yang
berwarna coklat kehijauan sebanyak 65 g (Lampiran 3).
4.2 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Rahayu, 2009).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi
adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman
menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak
-
dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa
tanin yang tidak tahan panas, selain itu senyawa tanin mudah teroksidasi pada
suhu yang tinggi yaitu 98,89 - 101,67 oC. Proses maserasi sangat menguntungkan
dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan,
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut
yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan
bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006).
Sampel ditimbang sebanyak 50 g kemudian direndam dengan 400 mL
pelarut aseton:air yang mengandung 3 mL asam askorbat 10 mM selama 3 x 24
jam. Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin besar
sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara
sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengadukan. Pada
penelitian ini dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker dengan
kecepatan 150 rpm agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi,
sehingga proses ekstraksi lebih sempurna. Pelarut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah aseton dan air dengan perbandingan (7:3). Pemilihan pelarut
ini karena senyawa tanin yang ada dalam belimbing wuluh merupakan senyawa
yang bersifat polar. Suatu molekul bersifat polar apabila tersusun atas atom-atom
yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang sama. Kepolaran
suatu molekul ditentukan oleh harga momen dipolnya (). Suatu molekul bersifat
polar bila > 0 atau 0 dan nonpolar bila = 0 (Effendy, 2006). Robinson
-
(2005) menyatakan semakin banyak gugus hidroksil suatu senyawa fenol
memiliki tingkat kelarutan dalam air dan pelarut polar semakin besar. Struktur
senyawa tanin tersusun atas atom-atom yang berbeda dan tanin memiliki gugus
hidroksi lebih dari satu dan memiliki momen dipol tidak sama dengan nol ( 0)
yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut
yang bersifat polar. Didukung hasil penelititian Ummah (2010) bahwa dengan
pelarut campuran aseton dan air didapatkan kadar tanin lebih banyak yaitu 10,92
%. Pemakaian pelarut campuran aseton dan air bertujuan untuk memaksimalkan
ekstrak tanin. Pelarut aseton bisa meminimalkan interaksi antara tanin dengan
protein sehingga tanin bisa terekstrak semua dalam fasa air dan protein bisa larut
dalam aseton. Penambahan asam askorbat ke dalam pelarut bertujuan sebagai
antioksidan, sehingga tidak terjadi oksidasi pada senyawa tanin pada saat proses
ekstraksi.
Maserat yang sudah didapat disaring untuk memisahkan residu dan filtrat.
Filtrat yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary
evaporator dengan suhu 40-50 C. Vacum berfungsi untuk mempermudah proses
penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar
ruangan, sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat
yang diperoleh berwarna coklat pekat kehijauan. Warna coklat kehijauan
terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak hanya mengekstrak senyawa tanin
melainkan juga mengekstrak klorofil yang ada dalam tumbuhan. Klorofil dalam
tumbuhan memiliki dua sifat yaitu bersifat hidrofobik jika mengikat gugus CH3 dan hidrofilik jika mengikat gugus CHO. Klorofil yang terdapat dalam daun
-
belimbing wuluh adalah klorofil yang bersifat hidrofobik, karena dilihat dari
warna pada saat ekstrak dilarutkan dengan kloroform warnanya menjadi hijau. Hal
ini dimungkinkan yang terlarut dalam kloroform adalah klorofil. Soekartono
(1988) menjelaskan bahwa klorofil tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut
dalam etanol, metanol, kloroform dan aseton.
Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair
menggunakan corong pisah dengan pelarut kloroform untuk memisahkan
senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa non
polar lain. Penambahan kloroform sebanyak 25 mL dan diulang 4 kali untuk
memisahkan senyawa nonpolar yang ada dalam ekstrak dan meningkatkan
koefisien distribusi. Penambahan kloroform menyebabkan terbentuk dua lapisan
yaitu lapisan atas (fasa air) yang berwarna coklat pekat dan lapisan bawah (fasa
kloroform) berwarna hijau, karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan
kepolaran yang berbeda. Berat jenis kloroform lebih besar dari pada air sehingga
lapisan kloroform berada di bagian bawah.
Lapisan kloroform ditampung dan lapisan air difraksinasi lagi dengan
pelarut etil asetat untuk memisahkan senyawa polifenol yang bersifat polar selain
senyawa tanin seperti senyawa katekin, karena tanin sangat sedikit larut dalam etil
asetat. Penambahan etil asetat menyebabkan terbentuknya 2 lapisan yaitu lapisan
atas (fasa etil asetat) yang berwarna hijau muda yang dimungkinkan senyawa
polar selain tanin yang terlarut dalam etil asetat dan lapisan bawah (fasa air)
berwarna coklat pekat. Warna coklat pada lapisan air dimungkinkan dalam filtrat
tersebut terdapat senyawa tanin. Robinson (1995) memperkuat pendapat di atas
-
dengan menyatakan bahwa tanin dapat larut dalam air dan pelarut yang bersifat
polar dan menghasilkan warna coklat.
Fasa air yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada
suhu 60-90 C untuk memisahkan pelarutnya yaitu etil asetat yang terlarut dalam
filtrat dan pelarut air, sehingga diperoleh ekstrak berwarna coklat tua. Untuk
mendapatkan ekstrak pekat maka ekstrak yang diperoleh di pekatkan lagi dengan
desikator dan diperoleh ekstrak pekat berwarna coklat tua dengan nilai rendemen
sebesar 10,78 % (Lampiran 2). Filtrat dari masing-masing perlakuan di uji
fitokimia dengan menggunakan reagen (Lampiran 3).
4.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk menduga adanya senyawa
tanin pada ekstrak daun belimbing wuluh. Uji fitokimia yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu menambah ekstrak dengan reagen seperti larutan FeCl3 1 %
yang hasil positifnya ditunjukkan dengan perubahan warna yaitu warna hijau
kehitaman atau biru tinta. Uji fitokimia yang kedua yaitu dengan menambahkan
gelatin dalam ekstrak dan ditunjukkan dengan adanya endapan putih. Reagen
yang ketiga untuk membedakan antara tanin katekol dan tanin galat. Larutan
formalin 3 % dan asam klorida (HCl) 1 N adalah larutan reagen yang digunakan
untuk mengetahui adanya senyawa tanin katekol yang ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan merah muda, filtrat hasil uji tanin katekol direaksikan
dengan FeCl3 1 % menghasilkan warna biru tinta atau hitam yang menunjukkan
adanya tanin galat (Lampiran 3).
-
4.3.1 Uji Fitokimia dengan Menggunakan FeCl3 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan
apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan
warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga
apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam