052

10
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006 592 KARAKTERISTIK SATU PERPOTONGAN ARUS PEJALAN KAKI DI DAERAH BELANJA Nursyamsu Hidayat, ST., MT. Staf Pengajar Program Diploma Teknik Sipil FT UGM Jln. Yacaranda, Sekip Unit IV Bulaksumur, Yogyakarta Telp. (0274) 522126 [email protected] Ir. Hedi Hidayat, M.Sc. Staf Pengajar Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Gd. Lab Tek I Lantai 2 Jln. Ganeca 10 Bandung Telp/Fax. 022-2502350 [email protected] Ir. Willy Tumewu, M.Sc. Staf Pengajar Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Gd. Lab Tek I Lantai 2 Jln. Ganeca 10 Bandung Telp/Fax. 022-2502350 [email protected] Abstrak Apabila dua jalur pejalan kaki saling berpotongan maka akan terjadi perpotongan arus pejalan kaki dan untuk saat ini belum ada suatu metode yang dapat digunakan untuk mendesain atau menganalisa perpotongan arus tersebut. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti karakteristik perpotongan arus pejalan kaki. Tujuan penelitian ini adalah menentukan interval waktu (time slice) terbaik pada analisis pejalan kaki, kemudian time slice tersebut digunakan untuk mengevaluasi nilai kapasitas pada daerah crossing. Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua kamera video selama enam jam di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Selanjutnya analisis dilakukan di laboratorium dengan memutar kaset rekaman. Pengolahan data dilakukan dengan interval waktu 1 menitan. Data pejalan kaki yang tercampur dengan kendaraan tidak dipakai. Penentuan time slice terbaik dilakukan dengan mengelompokkan data arus pejalan kaki pada interval waktu 1, 2, 3, 5 dan 10 menitan. Masing-masing interval waktu dibandingkan dengan menggunakan metode statistik moving average orde 3 dan 5. Berdasarkan nilai Running Sum of Error terkecil dan Mean Absolute Deviation, dihasilkan time slice terbaik adalah 2 menitan dan dipergunakan untuk analisis selanjutnya. Analisis kapasitas menggunakan pendekatan yang serupa dengan analisis kapasitas simpang tidak bersinyal pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, dimana kapasitas ditentukan berdasarkan jumlah total kendaraan yang memasuki area simpang dan nilai tundaan maksimumnya. Namun demikian, data penelitian ini ternyata tidak mencakup nilai total arus pejalan kaki dan tundaan yang tinggi sehingga nilai kapasitas diperkirakan dari ekstrapolasi kurva regresi parabolik yaitu sebesar 98 pejalan kaki/menit untuk daerah perpotongan pejalan kaki seluas 6,2 m 2 . Nilai kecepatan pada arus bebas adalah 69,6 m/menit dan nilai tundaan rata-rata sebesar 5,28 detik. Penelitian lanjutan disarankan dengan mencakup data total arus pejalan kaki yang lebih tinggi, dan penelitian tentang nilai ekuivalen pejalan kaki dengan barang bawaan. Kata kunci : perpotongan arus pejalan kaki, time slice, tundaan, kapasitas 1. LATAR BELAKANG Pengembangan fasilitas pejalan kaki perlu terus dilakukan untuk mencapai kondisi ideal bagi aktivitas berjalan kaki. Karakteristik pejalan kaki merupakan faktor penting dalam merancang dan mengoperasikan fasilitas pejalan kaki. Karakteristik arus pejalan kaki pada suatu tempat akan berbeda dengan karakteristik di tempat lain, tergantung pada faktor tata guna lahan, tujuan perjalanan, usia dan lainnya. Perbedaan karakteristik tersebut disebabkan oleh perilaku yang berbeda, misalnya pejalan kaki yang berangkat atau pulang dari tempat kerja (commuter) berjalan lebih cepat daripada pejalan kaki yang sedang berbelanja (shopper). Shopper tidak saja berjalan lebih lambat, tetapi kadang-kadang akan mengurangi lebar efetif jalur karena sering berhenti di depan etalase toko. Karakteristik pejalan kaki dapat diamati melalui aliran pejalan kaki yang terjadi dengan tolok ukur kecepatan, tingkat arus dan kerapatannya. Persimpangan arus pejalan kaki terjadi dimana-mana, di trotoar, koridor di sekolah-sekolah, mal, supermarket, dan pasar adalah contoh yang bisa diamati. Koridor merupakan space/ruang yang tersedia untuk pejalan kaki yang umumnya dibatasi oleh gedung-gedung atau bangunan atau fasilitas lainnya. Jika dua koridor berpotongan satu sama lain maka akan membentuk arus pejalan kaki yang saling berpotongan. Penelitian tentang karakteristik arus

description

civil

Transcript of 052

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    592

    KARAKTERISTIK SATU PERPOTONGAN ARUS PEJALAN KAKI DI DAERAH BELANJA

    Nursyamsu Hidayat, ST., MT. Staf Pengajar Program Diploma Teknik Sipil FT UGM Jln. Yacaranda, Sekip Unit IV Bulaksumur, Yogyakarta Telp. (0274) 522126 [email protected]

    Ir. Hedi Hidayat, M.Sc. Staf Pengajar Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Gd. Lab Tek I Lantai 2 Jln. Ganeca 10 Bandung Telp/Fax. 022-2502350 [email protected]

    Ir. Willy Tumewu, M.Sc. Staf Pengajar Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Gd. Lab Tek I Lantai 2 Jln. Ganeca 10 Bandung Telp/Fax. 022-2502350 [email protected]

    Abstrak

    Apabila dua jalur pejalan kaki saling berpotongan maka akan terjadi perpotongan arus pejalan kaki dan untuk saat ini belum ada suatu metode yang dapat digunakan untuk mendesain atau menganalisa perpotongan arus tersebut. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti karakteristik perpotongan arus pejalan kaki. Tujuan penelitian ini adalah menentukan interval waktu (time slice) terbaik pada analisis pejalan kaki, kemudian time slice tersebut digunakan untuk mengevaluasi nilai kapasitas pada daerah crossing.

    Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua kamera video selama enam jam di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Selanjutnya analisis dilakukan di laboratorium dengan memutar kaset rekaman. Pengolahan data dilakukan dengan interval waktu 1 menitan. Data pejalan kaki yang tercampur dengan kendaraan tidak dipakai. Penentuan time slice terbaik dilakukan dengan mengelompokkan data arus pejalan kaki pada interval waktu 1, 2, 3, 5 dan 10 menitan. Masing-masing interval waktu dibandingkan dengan menggunakan metode statistik moving average orde 3 dan 5. Berdasarkan nilai Running Sum of Error terkecil dan Mean Absolute Deviation, dihasilkan time slice terbaik adalah 2 menitan dan dipergunakan untuk analisis selanjutnya.

    Analisis kapasitas menggunakan pendekatan yang serupa dengan analisis kapasitas simpang tidak bersinyal pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, dimana kapasitas ditentukan berdasarkan jumlah total kendaraan yang memasuki area simpang dan nilai tundaan maksimumnya. Namun demikian, data penelitian ini ternyata tidak mencakup nilai total arus pejalan kaki dan tundaan yang tinggi sehingga nilai kapasitas diperkirakan dari ekstrapolasi kurva regresi parabolik yaitu sebesar 98 pejalan kaki/menit untuk daerah perpotongan pejalan kaki seluas 6,2 m2. Nilai kecepatan pada arus bebas adalah 69,6 m/menit dan nilai tundaan rata-rata sebesar 5,28 detik.

    Penelitian lanjutan disarankan dengan mencakup data total arus pejalan kaki yang lebih tinggi, dan penelitian tentang nilai ekuivalen pejalan kaki dengan barang bawaan. Kata kunci : perpotongan arus pejalan kaki, time slice, tundaan, kapasitas

    1. LATAR BELAKANG Pengembangan fasilitas pejalan kaki perlu terus dilakukan untuk mencapai kondisi ideal bagi aktivitas berjalan kaki. Karakteristik pejalan kaki merupakan faktor penting dalam merancang dan mengoperasikan fasilitas pejalan kaki. Karakteristik arus pejalan kaki pada suatu tempat akan berbeda dengan karakteristik di tempat lain, tergantung pada faktor tata guna lahan, tujuan perjalanan, usia dan lainnya. Perbedaan karakteristik tersebut disebabkan oleh perilaku yang berbeda, misalnya pejalan kaki yang berangkat atau pulang dari tempat kerja (commuter) berjalan lebih cepat daripada pejalan kaki yang sedang berbelanja (shopper). Shopper tidak saja berjalan lebih lambat, tetapi kadang-kadang akan mengurangi lebar efetif jalur karena sering berhenti di depan etalase toko. Karakteristik pejalan kaki dapat diamati melalui aliran pejalan kaki yang terjadi dengan tolok ukur kecepatan, tingkat arus dan kerapatannya.

    Persimpangan arus pejalan kaki terjadi dimana-mana, di trotoar, koridor di sekolah-sekolah, mal, supermarket, dan pasar adalah contoh yang bisa diamati. Koridor merupakan space/ruang yang tersedia untuk pejalan kaki yang umumnya dibatasi oleh gedung-gedung atau bangunan atau fasilitas lainnya. Jika dua koridor berpotongan satu sama lain maka akan membentuk arus pejalan kaki yang saling berpotongan. Penelitian tentang karakteristik arus

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006 pejalan kaki pada arus searah (single channel) telah dilakukan oleh banyak peneliti, namun penelitian tentang perpotongan arus pejalan kaki masih terbatas.

    2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut, (1) Menentukan time slice terbaik pada analisis arus pejalan kaki (2) Mengevaluasi waktu tempuh (travel time) dan tundaan (delay) di titik crossing sebagai

    fungsi dari volume pejalan kaki (3) Mengevaluasi kapasitas daerah crossing pejalan kaki

    3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Metode observasi pejalan kaki Metode pengukuran kecepatan pejalan kaki paling sederhana adalah dengan mencatat waktu tempuh yang diperlukan untuk melintasi suatu jarak tertentu (RRL, 1965). Pencatatan tidak mungkin dilakukan terhadap seluruh pejalan kaki yang ada, oleh karena itu pencatatan harus terseleksi sehingga data yang diperoleh dapat merepresentasikan tipe pejalan kaki pada daerah studi. Pengukuran tundaan secara langsung dapat dilakukan dengan mencatat waktu pejalan kaki, sehingga dapat diketahui perbedaan waktu tempuh untuk melintas suatu jarak yang ditentukan (RRL, 1965).

    3.2. Lebar efektif jalur pejalan kaki Menurut US HCM (2000) istilah lebar efektif jalur pejalan kaki adalah bagian dari jalur pejalan kaki yang dapat digunakan secara efektif untuk pergerakan pejalan kaki. Lebar efektif dapat dihitung sebagai berikut,

    oTE WWW = .............................................................................................. (1) dengan,

    WE : lebar efektif jalur pejalan kaki (m) WT : lebar total jalur pejalan kaki (m) Wo : jumlah lebar dan jarak gangguan pada jalur pejalan kaki (m)

    3.3. Arus crossing pejalan kaki (Khisty, 1982) Khisty (1982) melakukan penelitian di Washington State University untuk mengamati karakteristik arus crossing pejalan kaki di koridor dan untuk menentukan pengaruh arus pejalan kaki jika memotong/bersilangan dengan arus pejalan kaki lainnya. Koridor pejalan kaki terbentuk oleh ruang yang tersedia di antara bangunan atau fasilitas lainnya. Jika dua koridor pejalan kaki memotong satu sama lain maka penggunanya akan membentuk arus yang saling berpotongan, dalam hal ini bisa disamakan dengan persimpangan jalan tanpa pengatur lalu lintas (Khisty, 1982). Konflik dua pergerakan pejalan kaki yang saling berpotongan akan menghasilkan situasi sebagaimana pada persimpangan jalan raya. Jika lebar koridor sempit dan konsentrasi pejalan kaki tinggi pada kedua arus, kecepatan pejalan kaki terutama pada arus minor akan terhenti dan menimbulkan antrian, sedangkan kecepatan pada arus utama akan menurun dan sering terjadi konflik.

    Umumnya jika dua koridor pejalan kaki berpotongan satu sama lain maka satu koridor akan melayani arus utama dan koridor lainnya melayani arus minor. Jika kepadatan arus utama meningkat semakin tinggi, hal ini meningkatkan terjadinya konflik. Konflik ini merupakan fungsi dari kecepatan dan ruang pejalan kaki pada arus utama (Khisty, 1982). Konflik didefinisikan sebagai kondisi berhenti atau gangguan terhadap langkah kaki yang normal karena gangguan oleh pejalan kaki lain. Gangguan yang terjadi memerlukan penyesuaian kecepatan dan arah untuk menghindari tabrakan.

    593

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    594

    Kecepatan dan kerapatan arus major tidak terpengaruh oleh arus minor. Sedangkan arus minor sangat tergantung pada karakteristik arus major, sebagai contoh, pejalan kaki pada arus minor menunggu di luar arus major sampai mendapat cukup celah dan kemudian mempercepat langkahnya untuk memotong. Arus major juga terlihat homogen dan menerus, sebaliknya arus minor kadang-kadang terputus-putus. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa saat kerapatan arus major mencapai 1,0 pejalan kaki/m2, arus minor menurun drastis dan terbentuk antrian.

    Analisis perpotongan arus pejalan kaki pada studi ini menggunakan gap analysis. Apabila dua arus pejalan kaki, major dan minor, saling berpotongan satu sama lain, apakah arus major akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi arus minor untuk memotongnya. Analisis pada penelitian ini mengasumsikan bahwa aliran pejalan kaki pada arus minor memotong dengan mengikuti proses Poisson, dan lebar pada arus major adalah 1 meter. Diasumsikan pula bahwa kecepatan pejalan kaki yang memotong arus major sebesar 1,22 m/detik. Jumlah t-detik interval dalam satu jam adalah 3600/t, dimana dalam satu interval t detik, probabilitas jumlah pejalan kaki yang melewati area adalah e-vt, dengan v adalah kecepatan pejalan kaki. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, jumlah pejalan kaki yang dapat memotong arus utama/major dapat dihitung dan ditabelkan seperti Tabel 1. Tabel 1. Kapasitas perpotongan arus pejalan kaki

    Kapasitas perpotongan arus pejalan kaki (pejalan kaki/menit/m)

    Arus major, A Arus minor, B Kapasitas total (pejalan kaki/menit) 30 30 60 40 28 68 50 25 75 60 22 82 70 19 89 80 17 97

    Sumber : Khisty, (1982)

    Berdasarkan hasil diskusi dan tujuan penelitian ini terutama untuk menyediakan fasilitas yang lancar dan nyaman, penelitian ini merekomendasikan nilai-nilai sebagai berikut,

    (1) Kecepatan minimum adalah sebesar 60 m/menit (2) Arus maksimum untuk total kedua arus adalah 75 pejalan kaki/menit/m (3) Kerapatan maksimum sebesar 0,8 pejalan kaki/m2

    3.4. Persimpangan tidak bersinyal (MKJI, 1997) Konsep kapasitas pada crossing pejalan kaki diasumsikan analog dengan konsep pada persimpangan tidak bersinyal. Perilaku pengemudi di Indonesia berbeda sama sekali dengan negara-negara barat. Konsep pengambilan celah tidak dapat diterapkan karena aturan lalu lintas tidak ditaati. Rata-rata hampir dua pertiga dari seluruh kendaraan yang datang dari lengan minor melintasi simpang dengan perilaku tidak menunggu celah dan celah kritis yang kendaraan tidak memaksa lewat adalah sangat rendah yaitu sekitar 2 detik (MKJI, 1997). Karena tidak berjalannya aturan prioritas, maka kapasitas simpang tidak bersinyal ditentukan oleh banyaknya kendaraan yang dapat dilewatkan oleh simpang yang meliputi total arus utama dan arus minor.

    Tundaan adalah waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang (MKJI, 1997). Tundaan meningkat secara berarti dengan arus total,

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006 sesuai dengan arus jalan utama dan jalan minor dan dengan derajat kejenuhan. Karena itu kapasitas untuk simpang tidak bersinyal ditentukan sebagai arus total simpang dimana tundaan lalu lintas rata-rata melebihi 15 detik/smp (MKJI, 1997).

    RRL (1965) memberikan metode penentuan kapasitas simpang secara grafis sebagai hubungan antara waktu tempuh dan total arus kendaraan seperti ditunjukkan Gambar 1. Kapasitas ditentukan pada posisi lutut dari garis regresi hubungan waktu tempuh dengan total arus yaitu 90 % dari total arus maksimum.

    3.5. Analisis time slicTime slice dalam konttertentu dimana diharaperubahan lalu lintasmungkin dan datanya t

    Time slice terbaik adterhalus yang memunkeseluruhan namun fludipakai untuk membenrata-rata berjalan atau

    Persamaan yang diperg

    Moving Average

    Moving Average Running Sum of E

    Mean Absolute D

    dengan n : jumlah data

    4. METODE PEN4.1. Lokasi penelitiaPenelitian dilakukan d

    4.2. Pengumpulan d4.2.1. Survei geomet

    Gambar 1. Penentuan kapasitas simpang (Sumber: RRL, 1965)

    e eks lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki adalah suatu interval waktu pkan penggal waktu tersebut dapat mewakili dan menggambarkan pola . Diharapkan time slice terpilih mempunyai interval yang sekecil idak berfluktuasi terlalu tajam.

    alah terpilih dari variasi rangkaian waktu yang membentuk kurva gkinkan data arus lalu lintas yang tersaji dapat mewakili data secara ktuasi tetap tergambarkan. Ada beberapa metode statistik yang dapat tuk kurva yang halus (smoothing curve), salah satunya adalah metode

    moving averages (Greenshields, 1978).

    unakan pada metode moving average adalah,

    (MAi) = nAi .......................................................................... (2)

    Error (MAEi) = Ai - MAi ......................................................... (3) rror (RSE) = ( ) MAE .......................................................... (4)

    eviation (MAD) = n

    MAA ii ............................................. (5) .

    ELITIAN n i kawasan Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

    ata lapangan rik

    595

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    596

    Pengukuran geometrik berupa data fasilitas pejalan kaki yang ada meliputi dimensi dan penggunaannya. Termasuk dalam survei ini adalah pengukuran lebar efektif. 4.2.2. Survei volume pejalan kaki Survei ini meliputi penghitungan jumlah pejalan kaki pada masing-masing lengan simpang (utara, timur, selatan dan barat) beserta arah pergerakannya (lurus, belok kanan, belok kiri). Pejalan kaki dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pejalan kaki yang membawa barang dan tidak. Jumlah aliran pejalan kaki ditentukan dari jumlah pejalan kaki yang lewat titik obervasi tersebut dalam satuan waktu (periode 1 menitan). 4.2.3. Survei waktu tempuh dan tundaan pejalan kaki Survei ini dilakukan dengan menghitung waktu yang diperlukan pejalan kaki untuk menempuh daerah persimpangan. Sebelumnya diukur terlebih dulu panjang titik-titik acu pengamatan. Data waktu tempuh dapat digunakan untuk menentukan kecepatan pejalan kaki.

    4.3. Peralatan yang digunakan Pengambilan data di lokasi pengamatan menggunakan perangkat perekam handycam. Handycam ditempat pada suatu posisi sehingga dapat terlihat semua cakupan titik pengamatan meliputi volume pejalan kaki. Hasil rekam dengan video kemudian dianalisis di laboratorium. Alat-alat yang diperlukan untuk analisis di laboratorium antara lain, perangkat video player, televisi, alat ukur jumlah, menggunakan alat hitung manual (hand counter), formulir survei. Keterbatasan sudut pandang kamera handycam menyebabkan pengambilan data waktu tempuh pejalan kaki harus dilakukan dengan pengukuran langsung di lokasi.

    4.4. Pelaksanaan pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 April 2006 selama 6 jam dari pukul 10.00 sampai 16.00 pada lokasi pengamatan yang telah ditetapkan.

    5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengukuran lebar efektif Daerah penelitian berbentuk persimpangan dengan empat lengan dengan lengan yang berhadapan mempunyai lebar yang sama. Persamaan 1. dapat digunakan untuk menentukan lebar efektif jalur pejalan kaki pada masing-masing lengan.

    Tabel 2. Perhitungan lebar efektif jalur pejalan kaki

    Lengan Lebar Total

    (WT) (m)

    Lebar Gangguan

    (m)

    Lajur Bebas (m)

    Reduksi Lebar (WO) (m)

    Lebar Efektif (WE) (m)

    (1) (2) (3) (4) (5)=(3)+(4) (6)=(2)-(5) Utara 6.7 3.0 0.6 3.6 3.1 Selatan 6.7 3.0 0.6 3.6 3.1 Timur 3.0 0.5 0.5 1.0 2.0 Barat 3.0 0.5 0.5 1.0 2.0

    Daerah crossing pejalan kaki mempunyai luas efektif 6,2 m2.

    5.2. Penentuan time slice terbaik Pengukuran volume pergerakan pejalan kaki dilakukan dengan interval waktu 1 menitan. Analisis time slice dilakukan pada interval 1 menitan, 2 menitan, 3 menitan, 5 menitan dan 10 menitan. Pada masing-masing interval waktu tersebut digambarkan bentuk grafik histogram, sehingga dapat dilihat fluktuasi dan pola arus lalu lintasnya. Data lalu lintas pejalan kaki 1, 2, 3, 5 dan 10 menitan kemudian diolah secara statistik dengan moving average (Greenshields & Weida, 1978) orde 3 dan orde 5 menggunakan persamaan 2. sampai 5. dan disajikan dalam bentuk tabel. Penggabungan jumlah data yang dirata-ratakan ditunjukkan oleh ordenya.

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006 Tabel 3. Contoh tabel penghitungan moving average 2 menitan orde 3.

    Menit Mov. Av Mov. Av Cumulativeke Period orde 3 orde 3 Error RSE Abs Error Abs Error MAD

    2 menitan 1 menitan (2 menit-an) (1 menit-an)(1) (2) (3) (4)=(2)-(3) (5)=Cu(4) (6)=Abs(4) (7)=Cu(6) (8)=(7)/(1)

    10.00 - 10.02 1 47 2410.02 - 10.04 3 1 69 35 59.7 29.8 4.7 4.7 4.7 4.7 4.66710.04 - 10.08 5 2 63 32 71.7 35.8 -4.3 0.3 4.3 9.0 4.50010.08 - 10.10 9 3 83 42 74.0 37.0 4.5 4.8 4.5 13.5 4.50010.10 - 10.12 11 4 76 38 78.0 39.0 -1.0 3.8 1.0 14.5 3.62510.12 - 10.14 13 5 75 38 75.3 37.7 -0.2 3.7 0.2 14.7 2.93310.14 - 10.16 15 6 75 38 78.7 39.3 -1.8 1.8 1.8 16.5 2.75010.18 - 10.21 19 7 86 43 75.0 37.5 5.5 7.3 5.5 22.0 3.14310.21 - 10.23 22 8 64 32 74.3 37.2 -5.2 2.2 5.2 27.2 3.39610.24 - 10.26 25 9 73 37 76.7 38.3 -1.8 0.3 1.8 29.0 3.22210.26 - 10.28 27 10 93 47 86.3 43.2 3.3 3.7 3.3 32.3 3.23310.28 - 10.30 29 11 93 47 96.7 48.3 -1.8 1.8 1.8 34.2 3.106

    Interval Waktu

    (2 menitan)

    Arus pejalan kaki

    Arus pejalan kaki

    Pada setiap orde dapat digambarkan bentuk kurva poligon frekuensi yang merupakan nilai rerata. Kurva tersebut mempunyai bentuk yang lebih halus atau fluktuasinya tidak setajam kurva data pengamatan. Artinya ada deviasi antara data pengamatan dengan data hasil olahan.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    1 25 45 68 88 108

    128

    151

    169

    191

    216

    235

    256

    276

    297

    316

    336

    menit ke (2 menitan)

    arus

    pej

    alan

    kak

    i(o

    rang

    /men

    it)

    Gambar 2. Histogram dan moving average 2 menitan orde 3

    Persamaan (2) sampai (5) berguna untuk menghitung nilai deviasi dan error (kesalahan) dari data observasi dengan nilai expected. Selanjutnya time slice terpilih adalah yang mempunyak nilai error kecil dan deviasi tidak terlalu besar atau direpresentasikan dengan nilai Running Sum of Error (RSE) terkecil dan Mean Absolut Deviation (MAD).

    Hasil penghitungan dengan moving average pada masing-masing interval dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Mean Absolute Deviation (MAD) dan Running Sum of Error (RSE)

    Interval Waktu Orde MAD (pejalan kaki)

    RSE (pejalan kaki)

    1 menitan 3 6,1 3,3

    2 menitan 3 4,5 3,0

    3 menitan 3 3,5 3,2

    5 menitan 3 2,8 4,2

    10 menitan 3 2,2 3,3

    1 menitan 5 6,5 3,9

    2 menitan 5 4,7 2,9

    3 menitan 5 4,1 3,8

    5 menitan 5 3,5 4,2

    10 menitan 5 2,3 4,01

    597

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    Nilai MAD orde 3 dan 5 dipresentasikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.

    012345678

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11time slice (detik)

    MA

    D

    012345678

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11time slice (detik)

    MA

    D

    a). Grafik Mean Absolute Deviation, orde 3 b). Grafik Mean Absolute Deviation, orde 5 Gambar 3. Grafik Mean Absolute Deviation

    Nilai hasil hitungan RSE menunjukkan nilai terkecil adalah pada time slice 2 menitan. Penggambaran nilai MAD hasil hitungan pada grafik seperti Gambar V.11. dan V.12. memperlihatkan bahwa interval 2 menitan berada pada posisi lutut dari grafik. Sedangkan time slice terpilih diharapkan mempunyai interval yang sekecil mungkin dan datanya tidak berfluktuasi terlalu tajam. Dengan demikian nilai time slice 2 menitan memenuhi kriteria tersebut sehingga ditetapkan sebagai time slice terbaik.

    5.3. Waktu tempuh dan tundaan Data yang didapat dari hasil survei adalah waktu tempuh pejalan kaki pada area pengamatan pada jarak 15 meter, baik pejalan kaki yang mengalami perpotongan maupun tidak. Analisis dilakukan dengan interval waktu 2 menitan, sehingga data tersebut dikelompokkan dan dirata-ratakan untuk setiap 2 menit berurutan. Pada analisis ini waktu tempuh pejalan kaki berpotongan dan tidak berpotongan tidak dibedakan. Tundaan yang dialami pejalan kaki adalah waktu tempuh tambahan akibat adanya area persimpangan dibandingkan dengan waktu tempuh pada kondisi arus bebas. 5.3.1. Waktu tempuh pada kondisi arus bebas Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan, distribusi waktu tempuh (kecepatan) adalah mendekati distribusi normal (Greenshields & Weida, 1978). Nilai 12,96 detik adalah waktu tempuh statistik pada kondisi arus bebas. Sedangkan waktu tempuh pada arus bebas menurut penelitian adalah 12,94 detik. Apabila rata-rata waktu tempuh statistik 12,96 detik dan diinginkan nilai tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95%, maka nilai waktu tempuh statistik pada kondisi arus bebas yang dapat diterima adalah 12,96 dengan rentang yang dapat ditoleransi antara 10,25 detik sampai 15,67 detik. 5.3.2. Tundaan Tundaan dapat diketahui dengan mengurangkan waktu tempuh rata-rata setiap 2 menitan dengan angka 12,94 detik. Hasil perhitungan waktu tempuh dan tundaan menghasilkan bahwa waktu tempuh rata-rata pejalan kaki untuk menempuh area crossing adalah 18,24 detik dan tundaan rata-rata adalah 5,30 detik. Nilai tundaan terkecil adalah sebesar 1,06 detik pada volume 47 pejalan kaki/2 menit, dan nilai terbesar adalah 10,73 detik pada volume 137 pejalan kaki/2 menit.

    5.4. Kecepatan pejalan kaki Kecepatan pejalan kaki diperoleh dengan mengolah data waktu tempuh. Data waktu tempuh yang ada adalah waktu tempuh pejalan kaki untuk menempuh jarak 15 meter, dengan demikian kecepatan diperoleh dengan persamaan,

    598

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    TW

    15S = ...............................................................................................................(6)

    dengan, S adalah kecepatan pejalan kaki (m/detik) dan WT adalah waktu tempuh (detik)

    Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pejalan kaki yang tidak dihalangi oleh pejalan kaki lain. Berdasarkan waktu tempuh pada aliran bebas yang diukur di area pengamatan yaitu untuk arah utara-selatan dan sebaliknya serta arah barat-timur dan sebaliknya, maka penghitungan kecepatan arus bebas juga menghasilkan dua nilai

    Kecepatan arus bebas utara-selatan (Sf us) = 68,1215

    = 1,18 m/detik = 70,9 m/menit

    Kecepatan arus bebas barat-timur (Sf bt) = 20,1315

    = 1,14 m/detik = 68,2 m/menit

    Apabila dirata-ratakan maka kecepatan pada kondisi arus bebas hasil pengukuran adalah,

    Sf = 94,1215

    = 1,16 m/detik = 69,6 m/menit

    Dalam penelitian ini didapatkan hasil kecepatan pejalan kaki bervariasi antara 35,5 m/menit sampai 90,0 m/menit. Kecepatan rata-rata pejalan kaki pada daerah pengamatan adalah 54,32 m/menit. Khisty (1982) melakukan penelitian pada perpotongan arus pejalan kaki di area univeritas dengan hasil bahwa kecepatan pejalan kaki minimum adalah 60 m/menit. Penelitian ini mendapatkan kecepatan pejalan kaki rerata 54,32 m/menit, mungkin perbedaan ini disebabkan karakteristik lokasi penelitian yang berbeda, penelitian ini dilakukan di area perbelanjaan dengan komposisi rata-rata 28 % pejalan kaki membawa barang bawaan.

    5.5. Kapasitas daerah crossing pejalan kaki Kapasitas area crossing ditentukan oleh jumlah total pejalan kaki yang dapat dilewatkan oleh simpang. Pejalan kaki yang diperhitungkan meliputi semua pergerakan yaitu lurus, belok kiri dan belok kanan yang melintasi area crossing dalam satuan waktu 2 menitan. Penentuan kapan arus pejalan kaki telah mencapai maksimum (kapasitas) dibatasi oleh suatu angka tundaan tertentu. Cara ini digunakan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 pada persimpangan tidak bersinyal dan juga adopsi dari cara penentuan kapasitas persimpangan yang dikenalkan oleh RRL, 1965. Analisis kapasitas daerah crossing dilakukan berdasarkan besarnya tundaan yang dialami oleh pejalan kaki. Grafik hubungan tundaan dengan arus pejalan kaki dapat dilihat pada Gambar 4.

    x=17.954*y-0.371*y^2R^2 = 0.841

    T otal jumlah pejalan kaki yang masuk persimpangan per 2 menit

    Tun

    daan

    (det

    ik)

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0 20 40 60 80 100 120 140 160

    Gambar 4. Hubungan tundaan dan total jumlah pejalan kaki dengan regresi polinomial orde 2

    599

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    Titik-titik plotting data dapat didekati dengan regresi polinomial orde 2 yang mempunyai persamaan x = 17,954y 0,371y2

    Gambar grafik hubungan tundaan dengan total arus pejalan kaki menyajikan sebaran data yang apabila dilihat dari sumbu x, data total arus pejalan kaki relatif mengumpul pada rentang 50-130 pejalan kaki/2 menit. Hal ini karena selama waktu pengambilan data primer selama 6 jam (10.00-16.00) aktifitas di area pengamatan berlangsung secara kontinyu sehingga tidak menghasilkan fluktuasi pola arus lalulintas pejalan kaki yang signifikan. Dengan demikian tidak diperoleh data yang menggambarkan perbedaan yang mencolok antara waktu-waktu sibuk/puncak dengan waktu sepi.

    Total jumlah pejalan kaki yang masuk ke area simpang terbesar hasil pengamatan adalah 137 pejalan kaki/2 menit atau setara 69 pejalan kaki/menit untuk daerah pengamatan seluas 6,2 m2. Arus pejalan kaki yang diamati di area penelitian tidak mencapai kondisi arus puncak atau kapasitas. Nilai tundaan yang dialami pejalan kaki saat mencapai kapasitas/arus puncak tidak tercermin pada grafik diatas. Dengan demikian, nilai kapasitas pada area persimpangan/crossing pejalan kaki belum dapat diketahui berdasarkan data yang ada. Nilai kapasitas area persimpangan dapat ditentukan dengan ekstrapolasi persamaan regresi seperti pada Gambar 5.

    x=17.954*y-0.371*y^2R^2 = 0.841

    T otal jumlah pejalan kaki yang masuk persimpangan per 2 menit

    Tun

    daan

    (det

    ik)

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0 30 60 90 120 150 180 210 240

    Gambar 5. Ekstrapolasi persamaan regresi tundaan dengan total jumlah pejalan kaki

    Berdasarkan persamaan regresi, nilai kapasitas sebagai nilai maksimum total jumlah pejalan kaki yang masuk dapat ditentukan dengan deferensial orde 1, yaitu sebesar 217 pejalan kaki/2 menit.

    Kapasitas area persimpangan 90 % dari total arus maksimum (RRL, 1965), yaitu 196 pejalan kaki/2 menit atau 98 pejalan kaki/menit, dengan ukuran area persimpangan 2,0 x 3,1 m2. Tundaan yang dialami pejalan kaki pada kondisi mencapai kapasitas adalah 16,6 detik/pejalan kaki.

    6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan (1) Penentuan time slice terbaik menggunakan metode statistik moving average. Nilai hasil

    hitungan Running Sum of Error (RSE) menunjukkan nilai terkecil adalah pada time slice 2 menitan. Penggambaran nilai Mean Absolut Deviation (MAD) hasil hitungan memperlihatkan bahwa interval 2 menitan berada pada posisi lutut dari grafik. Sedangkan time slice terpilih diharapkan mempunyai interval yang sekecil mungkin dan datanya

    600

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    601

    tidak berfluktuasi terlalu tajam. Dengan demikian nilai time slice 2 menitan memenuhi kriteria tersebut sehingga ditetapkan sebagai time slice terbaik.

    (2) Waktu tempuh hasil penelitian pada kondisi arus bebas adalah 12,94 detik untuk menempuh jarak sejauh 15 meter. Nilai waktu tempuh rata-rata statistik pada kondisi arus bebas adalah 12,96 detik, dengan level of confidence 95%, rentang waktu yang dapat diterima untuk pengukuran waktu tempuh pada aliran bebas adalah antara 10,25 detik sampai 15,67 detik.

    (3) Hasil perhitungan waktu tempuh dan tundaan menghasilkan bahwa waktu tempuh rata-rata pejalan kaki untuk menempuh area crossing adalah 18,24 detik dan tundaan rata-rata adalah 5,28 detik.

    (4) Kecepatan arus bebas di daerah persimpangan adalah 69,6 m/menit (5) Penentuan kapasitas menggunakan cara MKJI (1997) dan juga adopsi dari cara penentuan

    kapasitas simpang yang dikenalkan oleh RRL (1965) dimana dibatasi oleh suatu angka tundaan tertentu. Arus pejalan kaki yang diamati di area penelitian tidak mencapai kondisi arus puncak atau kapasitas. Kapasitas area persimpangan dapat ditentukan dengan ekstrapolasi persamaan regresi yaitu sebesar 98 pejalan kaki/menit dengan ukuran efektif area persimpangan sebesar 2,0 x 3,1 m2. Nilai kapasitas ini adalah 90 % dari maksimum total jumlah pejalan kaki yang masuk persimpangan.

    6.2. Saran Berdasarkan penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut, (1) Perlu penelitian lanjutan dengan lokasi yang mempunyai pola lalu lintas pejalan kaki

    harian yang berfluktuasi secara jelas, dimana terekam arus lalu lintas pejalan kaki pada saat sepi dan terutama pada saat mencapai kapasitas, dengan demikian kapasitas sebagai fungsi tundaan dapat ditentukan dengan jelas.

    (2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan nilai ekuivalen bagi pejalan kaki dengan barang bawaan terhadap pejalan kaki tanpa barang bawaan

    (3) Mengingat penelitian area crossing pejalan kaki masih sangat sedikit, perlu penelitian lanjutan dengan karakteristik lokasi pengamatan yang berbeda, misalnya area perkantoran, pemukiman

    DAFTAR PUSTAKA Fruin, J. (1975), The role of the pedestrian, Proceeding of the Fourth National Seminar on

    Planning Design and Implementation of Bicycle and Pedestrian Facilities, New Orleans, Louisiana, 26-32

    Greenshiels, B. D. and Weida, F. M. (1978), Statistics with applications to Highway Traffic Analyses, Eno Foundation for Transportation, Inc, Connecticut, 15-24

    Hadi, S. (1998), Statistika, Jilid 3, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 359-363 HCM 2000, Highway Capacity Manual, Transportation Research Board National Research

    Council, Washington DC Khisty, C. J. (1982), Pedestrian Cross Flow in Corridors, Analysis of Highway Accidents,

    Pedestrian Behavior, and Bicycle Program Implementation, Transportation Research Record 847, T.R.B. Washington DC, 54-57

    MKJI, (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga Oghigian, N. S. (1975), Planning for pedestrianways, Proceeding of the Fourth National

    Seminar on Planning Design and Implementation of Bicycle and Pedestrian Facilities, New Orleans, Louisiana, 103 108

    RRL (1965), Research on Road Traffic, Road Research Laboratory, Her Majestys Stationery Office, London, 390-396