05.2-bab-284

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian depresi Hampir semua individu pernah mengalami depresi, yang ditandai dengan perasaan sedih, letargik dan tidak tertarik pada aktivitas yang menyenangkan. Depresi merupakan respon terhadap stres kehidupan. Diantara situasi yang paling sering mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah atau pekeijaan, kehiiangan orang yang dicintai dan menyadari bahwa penyakit atau penuaan sedang menghabiskan kekuatan seseorang. Depresi dianggap abnormal hanya jika dalam kurun waktu yang lama (Atkinson, 1993). Depresi merupakan salah satu gangguan mood atau emosional karena gambaran yang menonjol pada penderita depresi adalah terganggunya emosi. Masella, dkk (dalam Meiwati, 1994) menyatakan bahwa depresi merupakan suatu gangguan yang umum, dan dapat teijadi pada siapa saja, namun berbeda didalam mengekspresikannya tergantung pada individu yang bersangkutan. Gangguan depresi dapat diawali dengan munculnya perasaan-perasaan negatif antara lain : kesedihan, keputusasaan, kekecewaan yang dialami oleh seseorang secara berulang kali. Namun demikian depresi berbeda dengan kesedihan, kekecewaan atau keputusasaan seperti biasanya teijadi. Perbedaan ini terdapat pada intensitas dan lamanya peristiwa-peristiwa negatif tersebut terjadi. Seseorang dapat dikatakan depresi apabila kesedihan, kekeeewaan dan keputusasaan tersebut berkembang sehingga teijadi gejala-gejala selanjutnya yang

Transcript of 05.2-bab-284

Page 1: 05.2-bab-284

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Depresi

1. Pengertian depresi

Hampir semua individu pernah mengalami depresi, yang ditandai dengan

perasaan sedih, letargik dan tidak tertarik pada aktivitas yang menyenangkan. Depresi

merupakan respon terhadap stres kehidupan. Diantara situasi yang paling sering

mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah atau pekeijaan, kehiiangan orang

yang dicintai dan menyadari bahwa penyakit atau penuaan sedang menghabiskan

kekuatan seseorang. Depresi dianggap abnormal hanya jika dalam kurun waktu yang

lama (Atkinson, 1993).

Depresi merupakan salah satu gangguan mood atau emosional karena

gambaran yang menonjol pada penderita depresi adalah terganggunya emosi.

Masella, dkk (dalam Meiwati, 1994) menyatakan bahwa depresi merupakan

suatu gangguan yang umum, dan dapat teijadi pada siapa saja, namun berbeda

didalam mengekspresikannya tergantung pada individu yang bersangkutan.

Gangguan depresi dapat diawali dengan munculnya perasaan-perasaan negatif

antara lain : kesedihan, keputusasaan, kekecewaan yang dialami oleh seseorang

secara berulang kali. Namun demikian depresi berbeda dengan kesedihan,

kekecewaan atau keputusasaan seperti biasanya teijadi. Perbedaan ini terdapat pada

intensitas dan lamanya peristiwa-peristiwa negatif tersebut terjadi.

Seseorang dapat dikatakan depresi apabila kesedihan, kekeeewaan dan

keputusasaan tersebut berkembang sehingga teijadi gejala-gejala selanjutnya yang

Page 2: 05.2-bab-284

mempengaruhi fungsi-fungsi psikologik dan fisiologik (Gazzaniga, 1980; Witting dan

Williams, dalam Meiwati, 1994).

Beck (1985) memberikan batasan mengenai depresi dengan atribut-atributnya

yaitu : perubahan suasana hati yang spesifik seperti kesedihan, kesepian dan apati :

konsep diri yang negatif disertai dengan perasaan-perasaan menyalahkan dan

mencela diri sendiri : keinginan untuk menghindar, sembunyi atau mati : perubahan-

perubahan vegetatif seperti tidak ada nafsu makan, tidak dapat tidur dan kehilangan

dorongan seksual: perubahan tingkat aktivitas seperti retardasi atau agresi.

2. Gejala-gejala depresi.

Walaupun depresi ditandai dengan adanya gangguan emosi, sesungguhnya

terdapat empat kelompok gejala. Selain gejala emosional, terdapat gejala kognitif,

motivasional dan fisik. Seorang individu tidak harus memiliki keempat gejala

tersebut untuk mendapatkan diagnosis sebagai penderita depresi, tetapi lebih banyak

gejala yang dimiliki, semakin kuat gejalanya, semakin pasti kita dapat yakin bahwa

individu tersebut menderita depresi. Kesedihan dan kekesalan adalah gejala

emosional yang paling menonjol pada depresi. Individu merasa putus asa dan tidak

berdaya, sering kali menangis dan mungkin mencoba bunuh diri. Gejala lain yang

menonjol pada depresi adalah hilangnya kegembiraan atau kepuasan dalam hidup.

Aktivitas yang biasanya mengnasilkan kepuasan tampaknya menjadi tumpul begitu

juga minat dan hobi, rekreasi dan aktivitas keiuarga (Meiwati, 1994).

Gejala kognitif terjadi terutama dari pikiran negatif. Individu yang mengalami

depresi cenderung memiliki percaya diri yang rendah, merasa tidak adekuat dan

menyalahkan diri sendiri atas kegagalannya. Mereka merasa putus asa tentang masa

Page 3: 05.2-bab-284

iO

depan dan pesimistik bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki

hidupnya.

Individu yang mengalami depresi cenderung pasif dan sulit memulai aktifitas.

Hal ini dibuktikan adanya penelitian Cerey dkk (1986) yang menunjukkan tingginya

tingkat depresi berhubungan dengan frekuensi aktivitas-aktivitas yang tidak

menyenangkan. Gejala fisik depresi antara lain hilangnya nafsu makan, gangguan

tidur, kelelahan dan hilangnya energi. Sedangkan dalam PPDGJ III (Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), dinyatakan bahwa seseorang

menderita gangguan depresi ditandai dengan adanya kehilangan minat dan

kegembiraan, berkurangnya energi yang menyebabkan seseorang tersebut mudah

merasa lelah meskipun hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara

lain :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.

b. Harga diri dan kepercayaan berkurang.

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.

d Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

f. Tidur terganggu (insomnia).

g. Nafsu makan berkurang.

Penderita depresi yang sudah parah sering kali mengalami delusi dan

halusinasi. yang menandakan hilangnya kontak dengan realita. Martin (dalam

Meiwati, 1994) mengemukakan bahwa delusi merupakan keyakinan seseorang yang

tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, sedangkan halusinasi adalah persepsi

Page 4: 05.2-bab-284

seseorang terhadap suatu objek atau kejadian pada stimulus eksternal vang

sebenarnva tidak ada.

Gejala-gejala depresi tersebut dapat dikenali melalui manifestasi emosional,

kognitif, motivasional serta fisik dan vegetatif (Retnowati, 1992) diuraikan sebagai

berikut : Manifestasi emosional meliputi suasana hati yang kesal, kesepian,

kebosanan, tidak bahagia, perasaan negatif pada diri sendiri, menurunnya kepuasan

terhadap akativitas-aktivitas yang biasanya menimbulkan kesenangan, hilangnya

kesehatan emosional yang dapat menjurus ke arah apatis : mudah menangis sampai

tidak mengeluarkan air mata lagi meskipun penderita sangat ingin menangis :

hilangnya respon-respon kegembiraan, misalnya rasa humor.

Manifestasi motivasional meliputi hilangnya motivasi untuk melakukan

aktivitas-aktivitas meskipun untuk hal-hal yang sederhana seperti : makan. minum.

buang air besar; lari dari kegiatan sehari-hari; keinginan untuk bunuh diri;

meningkatnya ketergantungan pada bantuan orang lain.

Manifestasi Fisik dan Vegetatif hilangnya selera makan sehingga berat badan

menurun, sulit tidur, hilangnya dorongan seksual, hilangnya respon terhadap

perhatian orang lain; mudah merasa lelah

Maxmen, (dalam Retnowati, 1992) mengemukakan bahwa gangguan depresi

dapat diklasifikasikan atas dasar etiologi sejarah ada tidaknya penvakit yang

mendahului. atas dasar simtom-simtom yang muncul dan atas dasar berat ringannya

gangguan.

Model yang pertama gangguan depresi atas dasar etiologi yaitu depresi

endogen dan depresi reaktif. Depresi endogen sangat ditentukan oleh faktor biologis.

Page 5: 05.2-bab-284

sama sekali tidak ada hubungan dengan faktor lingkungan Sedangkan depresi reaktif

muncul karena adanya psychosocially Trigger (pencetus dari luar), (Maramis, 1980).

Pembahasan mengenai asal-usul sindrom depresi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1 : Asal - usul Sindrom Kecemasan / Depresi. Sumber : Catatan Ilinu Kedokteran Jiwa (Maramis. 1980)

Model yang kedua, gangguan depresi diklasifikasikan atas dasar sejarah ada

tidaknya penyakit sebelumnya, terbagi atas depresi primer dan depresi sekunder.

Depresi primer merupakan satu-satunya gangguan, jadi tidak didahului dengan

adanya penyakit fisik atau gangguan mental seperti kecanduan alkohol, hipertensi

atau kecemasan (Maramis, 1980).

Model ketiga gangguan depresi atas dasar simtom-simtomnya terdiri atas

depresi unipolar (depresi yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup khusus)

dan depresi bipolar (depresi yang sangat parah dan sering kambuh). Depresi unipolar

meaipakan depresi yang tidak menunjukkan adanya simtom yang berat, sedangkan

depresi bipolar ditandai dengan episode manic (adanya periode-periode depresi dan

periode-periode kegirangan). Pada gangguan depresi bipolar ini biasanva terjadi

Page 6: 05.2-bab-284

minimal selama dua minggu dan ditandai dengan perasaan yang sedih, penurunan

aktivitas. insomania bahkan tindakan untuk bunuh diri.

Model yang keempat depresi yang dibedakan menjadi depresi psikotik dan

depresi neorotik. Depresi psikotik adalah depresi yang parah walau bukan penderita

psikotik, sedangkan penderita neorotik adalah depresi yang munculnya sebagai

respon terhadap situasi luar yang menekan, (Maxmen, dalam Retnowati, 1993)

pembahasan depresi dapat dilihat dari gambar sebagai berikut :

Endogenik Psikotik Manik Skizofrenia Susunan saraf pusat Obat-obatan Necrotic Depresif aikoholisme Geriatrik dsb. endokrin

Gambar 2 : Nasologi gangguan depresif Sumber : Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Maramis. 1980).

Miller (1975) menguraikan tentang kelemahan-kelemahan psikologis yang

dapat dijumpai pada penderita depresi yaitu kognitif, motorik, perceptual dan

komunikasi. Kelemahan kognitif, tampak pada melemahnya hasil tugas-tugas belajar

seperti menurunnva kemampuan belajar dan mengingat kembali, menurunnya

kecepatan berfikir sehingga cenderung lebih lamban dalam merespon dan terjadi

pemahaman yang salah. Kelemahan motorik dapat terlihat dari menurunnya

kemampuan dan kecepatan psikomotorik sehingga dalam memberikan reaksi

cenderung lebih lambat dari biasanya. Kelemahan perceptual meliputi reaksi dan

keluhan terhadap rasa sakit dan kelelahan. Kelemahan komunikasi tampak pada

Page 7: 05.2-bab-284

kesukaran berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, kemampuan dalam hal

komunikasi berkaitan dengan menurunnya kemampuan mengingat kembali sehingga

penderita sering lupa beberapa kata yang sudah disapkan atau pernah dibacakannya.

3. Teori tentang depresi

Batasan antara masa remaja dan masa dewasa semakin lama juga semakin

kabur dalam arti belum ada ketetapan yang pasti untuk batas usia masa remaja, hal ini

dikarenakan adanya suatu istilah masa remaja yang diperpanjang dan masa remaja

diperpendek. Masa remaja yang diperpanjang, yaitu bila orang sesudah usia remaja

masih hidup bersama orang tuanya, masih belum mempunyai natkah sendiri dan

masih berada di bavvah otoritas orang tuanya. Sedangkan masa remaja yang

diperpendek yaitu bila seseorang masih berada pada usia remaja tetapi tidak lagi

melanjutkan sekolah karena telah memasuki dunia orang dewasa dengan bekeija atau

menikah. Namun demikian suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek

perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara usia 12

sampai dengan 21 tahun (Monks, 1994). Manakala usia seseorang genap 12 atau 13

tahun, maka ia telah menginjak suatu masa kehidupan yang disebut masa remaja

awal. Masa ini berakhir pada usia 17 atau 18 tahun. Istilah yang biasa diberikan bagi

remaja awal adalah Teenagers (anak usia belasan tahun) (Mappiare, 1982).

Pada setengah akhir periode pubertas atau setengah awal masa remaja awal,

terdapat gejala-gejala yang disebut negative phase yang pokok-pokoknva sebagai

berikut; keinginan untuk menyendiri, berkurang kemauan untuk bekerja, kemajuan,

kegelisahan, pertentangan sosial, penentangan terhadap kewibawaan orang dewasa,

Page 8: 05.2-bab-284

kepekaan perasaan, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan seks,

kepekaan perasaan susila, dan kesukaan berkhayal (Mappiare, 1982)

Disamping ciri-ciri dan gejala-gejala negative phase yang dimiliki bersama

(pubertas dan remaja awal) tersebut di atas, Mappiare juga menjelaskan pula ciri-ciri

khas masa remaja awal. Ciri-ciri khas tersebut adalah :

a. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi.

Granville Stanley Hall (dalam Mappiare, 1982) menyebut masa ini sebagai

perasaan yang sangat peka, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan

perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkannya sebagai strom and

stress. Dari hal tersebut dapat dilihat adanya sikap dan sifat remaja yang sesekali

bergairah sekali dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak

bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang

berlebihan. Temasuk dalam ciri ini adalah ketidaktentuan cita-cita. Soal lanjutan

pendidikan dan lapangan kerja tidak dapat direncanakan dan ditentukannva.

b. Sikap dan moral menjelang akhir remaja awal.

Organ-organ seks yang telah matang menyebabkan remaja mendekati lawan

seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu,

sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Selain itu ada

keberanian mereka dalam menonjolkan sex appeal (daya tarik seksual) serta

keberanian dalam pergaulan dan kemudian sering timbul masalah dengan orang tua

atau orang dewasa lainnya.

c. Kecenderungan atau kemampuan mental.

Page 9: 05.2-bab-284

Kemampuan mental atau kemampuan berpikir remaja awal, mulai sempurna

Keadaan ini terjadi dalam usia 1 2 - 1 6 tahun. Alfred Binet mengemukakan bahwa

usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak, baru sempurna.

Kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai pada usia 14

tahun. Akibatnya remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal.

Pertentangan pendapat sering terjadi dengan orang tua guru, orang dewasa lainnya

jika mereka mendapat pemaksaan menerima pendapat tanpa alasan rasional.

d. Status remaja awal sangat sulit ditentukan.

Status remaja awal tidak saja sulit ditentukan, bahkan membingungkan.

Perlakuan yang diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-

ganti. Ada keraguan orang dewasa untuk memberikan tanggung jawab kepada remaja

dengan dalih mereka masih kanak-kanak. Tetapi pada lain kesempatan, remaja awal

sering mendapat teguran sebagai orang yang sudah besar, jika remaja awal bertingkah

laku yang kekanak-kanakan.

e. Masa remaja awal adalah masa yang kritis.

Pada masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat

menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat

menghadapi masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam menghadapi

masalah selanjutnya, sampai ia dewasa. Ketidakmampuan menghadapi masalahnya

dalam masa ini akan menjadikannya orang dewasa yang bergantung dan tidak mampu

mandiri.

Teori kognitif tentang depresi yang dipelopori oleh Beck (1985) beranggapan

bahwa proses kognitif memainkan peran penting dalam timbulnya reaksi emosional

Page 10: 05.2-bab-284

berdasar atas observasi klinis. Beck mengemukakan bahwa pada penderita depresi

sistem keyakinannya didominasi oleh negative cognitive schemata atau

depressogenic schemata yaitu keyakinan negatif yang tersimpan dalam ingatan dan

fungsinya sebagai pengatur yang akan melawan semua informasi yang baru masuk

(dalam Retnowati, 1991).

Pada penderita depresi, simtom kognitif, motivasional maupun simtom afektif

merupakan akibat adanya kesalahan pola berfikirnya dalam proses informasi yang

masuk. Bila individu yang mempunyai skema depresogenik negative life events

(mengalami peristiwa kehidupan yang menekan), maka ada kecenderungan untuk

berkembang ke arah pola fikir menyimpang pada penderita depresi meliputi

pandangan negatif pada diri, dunia dan masa depan yang dikenal dengan negative

cognitive triad (tritunggal pola fikir negatif) (Retnowati, 1991).

Mengenai bagaimana keterkaitan antara self schema (gambaran diri) dengan

simtom depresi. Abramsam (dalam Retnowati, 1991) menggambarkan sebagai

berikut :

Distal Proximal

Gambar 3 : Hubungan antara Self Schema dengan Simtom depresi. Sumber : Abramsam (dalam Retnowati. 1991).

Untuk menghadapi stressful! events (situasi yang menekan) penilaian kognitif

merupakan suatu penentu timbulnya emosi dengan situasi tersebut individu akan

Page 11: 05.2-bab-284

melakukan usaha untuk mengatasi baik dengan menghindar atau mencegah timbulnya

bahaya atau dengan cara toleran terhadap situasi tersebut (Retnowati, 1991).

Psikoanalisis memandang akar dari depresi pada awal masa kanak-kanak.

Freud (dalam Ahmad, 1988) menyatakan bahwa, seorang anak tidak dapat

mengekspresikan kemarahan kepada ibunya, karena dia sangat tergantung kepadanya.

Jika ibu tidak segera memenuhi kebutuhan - kebutuhan anak akan merasa sangat

tidak senang dan marah kepada ibu. Namun anak tidak berani mengekspresikan

perasaan tersebut, sebaliknya malah mengarahkan perasaannya ke dalam dirinya

sendiri sehingga anak menjadi depresi.

Aliran Behaviorisme memandang depresi sebagai akibat langsung dari

berkurangnya tingkat reward (penghargaan) yang diperoleh seseorang dalam

kehidupan sehari-hari. Semua orang membutuhkan semua rangsang pengukuh seperti

makanan. kehangatan. rasa nyaman, afeksi, dan stimulasi. Jika seseorang kehilangan

pengukuh tersebut maka ia akan mulai mengalami depresi (Ahmad, 1988).

Penghargaan yang rendah dan hukuman yang tinggi mengakibatkan gangguan depresi

melalui tiga cara yaitu :

a. Seseorang yang kurang menerima penghargaan dan lebih banyak menerima

hukuman secara umum akan mengalami kehidupan yang kurang menyenangkan.

b. Jika perilaku seseorang tidak menghasilkan penghargaan atau menghasilkan

hukuman, maka individu tersebut akan mempunyai penghargaan yang rendah

terhadap dirinya dan mengembangkan konsep diri yang rendah.

c. Jika suatu perilaku tidak diberi penghargaan atau hukuman, maka kecil

kemungkinan perilaku tersebut diulang, sehingga aktivitas orang tersebut

Page 12: 05.2-bab-284

berkurang. Selanjutnya aktivitas tersebut akan mengakibatkan penghargaan yang

diterima juga berkurang. Ketiga cara tersebut menjadi satu lingkaran yang akan

mengakibatkan seseorang bertambah depresi (Atamimi, 1988).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga teori tersebut menekankan

aspek yang berbeda di dalam menerangkan sebab terjadinya depresi. Teori kognitif

menekankan pada persepsi seseorang yang negatif tentang dirinya, dunianya dan

masa depannya sebagai faktor yang menentukan terjadinya depresi. Seseorang yang

menderita depresi tidak mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan hal yang

menguntungkan yang mungkin dapat dicapai baik pada saat ini maupun yang akan

datang. Psikoanalisis lebih menekankan pada agresi sebagai faktor penyebab

terjadinya depresi. Sedangkan behaviorisme menekankan reinforcement dari

lingkungan yang tidak lagi diperoleh seseorang sebagai faktor penyebab terjadinya

depresi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi depresi adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan individu dalam memecahkan masalah, efektifitas dan individu

dalam memecahkan masalah ditentukan oleh locus of control (pengendalian

diri) yang dimiliki oleh setiap individu. Individu yang memiliki pengendalian

diri secara internal akan cenderung lebih efektif di dalam memecahkan suatu

permasalahan. karena individu yang memiliki pengendalian diri secara internal

akan dapat mengintropeksi kesalahan-kesalahannya yang dapat menimbulkan

permasalahan sehingga individu tersebut akan lebih mudah memahami

permasalahan yang muncul pada dirinya. Hal ini berbeda dengan individu yang

Page 13: 05.2-bab-284

memiliki pengendalian diri secara eksternal. karena individu tersebut cenderung

mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain setiap permasalahan yang

muncul sehingga hal tersebut tidak dapat memecahkan masalah bahkan akan

memunculkan masalah baru bagi dirinya. Hasil penelitian Rotter (dalam

Retnowati, 1993) menyimpulkan bahwa individu yang memliliki pengendalian

eksternal banyak mengalami gangguan jiwa.

b. Pola pikir negatif. Individu yang memiliki pola pikir negatif akan cenderung

berkeyakinan bahwa dirinya kurang, tidak mampu dan tidak berharga dalam

memandang dirinya, dunia dan masa depan. Penderita depresi cenderung

membangun pengalamannya sebagai sesuatu yang gagal, kemiskinan.

kekurangan dan penghinaan (Beck, dalam Retnowati 1990).

c Faktor kecemasan merupakan penyebab stres yang utama. Individu yang

mengalami kecemasan secara terus menerus akan dapat menimbulkan gangguan

depresi ( Smith dan Tay. 1994).

d Faktor Agresi. Individu yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannva

terhadap individu lain misalnya kemarahan orang tua terhadap anaknya, maka

anak akan mengarahkan perasaannya ke dalam dirinya, sehingga ia menjadi

depresi.

5. Perbedaan depresi antara laki-laki dan perempuan.

Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa perempuan mempunyai resiko

lebih tinggi untuk mengalami gangguan depresi daripada laki-laki. (Davison dan

Neale, 1990 ; Greist dan Jefferson, 1988 ; Holmes, 1991 ; Rathus dan Mevid, 1991 ;

Sarason dan Sarason, dalam Harjdono, 1998). Data statistik di Rumah Sakit

Page 14: 05.2-bab-284

menunjukkan perempuan penderita depresi lebih banyak daripada laki-laki

(Haijdono, 1998).

Penyebab mengapa perempuan lebih banyak mengalami gangguan depresi

dari pada laki-laki tampaknya tetap tidak jelas hingga sekarang. Penemuan

Prawitasari dan Kahn (dalam Hasanat, 1991) mengemukakan bahwa perempuan

mempunyai kehangatan, emosionalitas, sikap hati-hati, sensitivitas, dan konformitas

lebih tinggi daripada laki-laki, sedangkan laki-laki lebih tinggi dalam stabilitas emosi,

dominasi dan impulsivitas dari pada perempuan. Dari perbedaan sifat-sifat tersebut

dapat dimungkinkan menjadi timbulnya depresi terutama pada perempuan.

Nolen-Hoeksema (dalam Hasanat, 1991) mengatakan bahwa adanya

perbedaan tingkat depresi antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan adanya

perbedaan cara mereka dalam melakukan coping (pemecahan masalah) terhadap

stres. Laki-laki akan cenderung terlibat dalam aktivitas fisik misalnya dengan berolah

raga maupun menonton televisi. Sehingga mereka tidak menampakkan suasana hati

mereka. Sedangkan pada perempuan cenderung kurang aktif atau bahkan sangat

pasif, perempuan lebih sering merenungkan situasi yang mereka hadapi dan

menyalahkan diri sendiri. Reaksi yang demikian ini akan memperkuat timbulnya

gangguan depresi dan suasana hati yang tidak menentu.

B. Harga Diri

1. Pengertian harga diri

Untuk memahami pengertian tentang harga diri, tidak dapat dilepaskan dari

konsep diri seseorang. Asumsinya bahwa konsep diri sangat menentukan elaborasi

Page 15: 05.2-bab-284

atas fenomena harga diri seseorang. Pemahaman tentang diri juga berarti rnemahami

kepribadian seseorang termasuk di dalamnya adalah harga diri ( Allport. dalam

Schultz, 1995).

Kebutuhan akan penghargaan dalam pandangan Maslow dibedakan menjadi

dua macam. Penghargaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap

dirinya sendiri. Penghargaan yang berasal dari orang lain adalah yang utama.

Penghargaan yang berasal dari luar dapat berdasarkan reputasi, kekaguman. status,

popularitas, prestise, atau keberhasilan dalam masyarakat, semua sifat dari bagaimana

orang-orang lain berpikir dan bereaksi terhadap kita. Apabila individu merasakan

penghargaan dari dalam atau penghargaan diri, ia merasa yakin dan aman akan

dirinya, sehingga ia merasa berharga dan adekuat (serasi, seimbang) (Maslow dalam

Schultz, 1995).

Diri atau self merupakan sebuah totalitas sistem yang komplek dan dinamis

tentang keyakinan yang dipelajari seseorang serta menggunakannva untuk

menjelaskan keberadaan dan memberi kemantapan kepribadiannva (Purkey dan

Schmitt dalam Ahmad, 1988).

Proses perkembangan diri bergerak secara dialektis yaitu adanya saling

pengaruh antara dunia eksternal seseorang dengan dunia personalnya. Diri akan

muncul dalam tindakkan tatkala seseorang menjadi objek sosial yang dialaminya

dalam relasi itu (Mead, dalam Ahmad. 1988).

Dari pemahaman tentang proses perkembangan diri dapat disimpulkan bahwa

seseorang akan mengerti tentang dirinya melalui interaksi sosial dan kemudian

pemahaman tersebut akan menentukan perjalanan hidup selanjutnya.

Page 16: 05.2-bab-284

Harga diri sebagai salah satu bentuk dari aspek kepribadian individu,

terbentuk melalui hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan

sosialnya (Coopersmith, 1967).

Harga diri juga merupakan aspek sentral dari fungsi-fungsi psikologis (Taylor

& Brown, 1980). Dari sini terlihat bahwa peijalanan kehidupan seseorang banyak

ditentukan oleh jumlah bekal harga diri untuk sampai kepada puncak kedewasaan.

Coopersmith (dalam Retnowati, 1993) mendefinisikan harga diri sebagai

penilaian seseorang terhadap diri yang didasarkan atas penilaian orang lain atas

penilaian dirinya, penghargaan orang lain atas kualitas dirinya termasuk kemampuan-

kemampuannya. Selain itu perkembangan harga diri seseorang juga ditentukan oleh

perbandingan yang dilakukan individu atas kemampuan dan keberhasilan dirinya

dengan orang lain sebagai kebutuhan psikologis, maka terpenuhinya kebutuhan akan

harga diri menentukan kondisi kesehatan psikologis. Sebagai salah satu aspek

psikologis harga diri dipahami melalui proses evaluasi komprehensif seseorang

tentang dirinya.

Begitu pula dalam peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) akan

terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan dasar individu dapat terpenuhi, baik

kebutuhan fisiologis maupun kebutuhan psikologis. Kebutuhan dasar individu yang

bersifat psikologis ada berbagai macam, diantaranya adalah kebutuhan akan harga

diri yang meliputi kebutuhan akan prestasi, keunggulan dan kompetensi, kepercayaan

diri, kemandirian serta kebebasan (Maslow, dalam Hardjono, 1998). Kebutuhan harga

diri merupakan suatu yang mutlak harus terpenuhi apabila ingin mewujudkan tenaga-

tenaga pembangunan yang berkualitas prima, karena individu yang terpenuhi atau

Page 17: 05.2-bab-284

terpuaskan kebutuhan harga dirinya menunjukkan sifat-sifat yang positif antara lain

percaya diri, merasa berharga dan berguna. serta merasa memiliki kekuatan dan

kemampuan memiliki tingkat motivasi dan produktifitas yang tinggi. Sifat-sifat

tersebut sangat dibutuhkan untuk mencapai sasaran pembangunan dan mengantisipasi

persaingan dalam era global isasi. Adapun orang-orang yang tidak atau kurang

terpenuhi kebutuhan harga dirinya cenderung memperlihatkan sifat-sifat negatif

antara lain : merasa rendah diri, lemah dan tidak berdaya (Maslow, dalam Hardjono,

1998) serta mengalami gangguan emosi dan perilaku (Leary dkk, dalam Hardjono,

1998).

Harga diri merupakan penilaian secara global terhadap diri sendiri yang

bersifat khas, mengenai kemampuan, keberhasilan, keberhargaan, serta penerimaan

yang dipertahankan oleh individu : berasal dari interaksi individu dengan orang lain

dan merupakan dasar pembentuk konsep diri (Coopersmith, dalam Hardjono, 1998).

Grinder (dalam Hardjono, 1998) menyatakan bahwa harga diri merupakan

persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang dibentuk selama hidupnya melalui

hadiah dan hukuman dari orang yang ada di sekitarnya.

Robinson dan Shafer (dalam Atamimi, 1988) mendefinisikan harga diri

dengan menvukai dan menghargai diri sendiri dengan berdasarkan pada hal-hal yang

realistis. Seseorang akan menyukai dan menghargai dirinya sendiri jika ia bisa

menerima diri pribadi tersebut, sehingga harga diri sering dikaitkan dengan

pengertian self-acceptance (penerimaan diri).

Hal ini sesuai dengan pendapat Hjelle dan Ziegler (dalam Hardjono, 1998)

vang mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan komponen dari kesehatan

Page 18: 05.2-bab-284

mental, individu yang mempunyai tingkat penerimaan diri yang baik menunjukkan

berkepribadian yang matang.

Sertain (dalam Hardjono, 1998) mendefinisikan penerimaan diri sebagai

kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami

dirinya seperti apa adanya. Hal ini berarti seseorang menerima begitu saja kondisi

dirinya tanpa usaha untuk pengembangan lebih lanjut. Seseorang yang menerima

dirinya berarti orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan

mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri.

Jersild dan Hurlock (dalam Hardjono, 1998) mengartikan penerimaan diri

sebagai tingkat sejauh mana seseorang menerima karakteristik personalnya

menggunakannva untuk menjalani kelangsungan hidupnya. Pentingnya penerimaan

diri ini berkaitan dengan penyesuaian - penyesuaian dalam kehidupan. Tingkat

penerimaan diri seseorang menentukannya dan memberi penghargaan terhadap

dirinya atas aktifitas positif. Dengan kata lain seseorang yang menerima dirinya akan

bertindak dengan cara yang disukai dan diterima oleh orang lain.

Dari sini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penerimaan diri adalah

sejauhmana individu dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadinya dan

menggunakannva untuk menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap penerimaan

tersebut ditunjukkan oleh pengakuan individu terhadap kelebihan-kelebihan sekaligus

kekurangan atau kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan

mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri.

Penerimaan diri ini terbentuk oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yaitu faktor-faktor yang melibatkan perkembangan kognisi individu.

Page 19: 05.2-bab-284

sedangkan faktor ekstenal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

pengalaman atau proses belajar melalui asosiasi. motivasi, dan konsekuensi.

Hurlock (dalam Edwina, 1994) mengemukakan bahwa ada beberapa kondisi

yang dapat mengarahkan pada pembentukan penerimaan diri yaitu : pemahaman diri,

harapan-harapan realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan sosial

yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan,

identifikasi dengan individu yang penyesuaian dirinya baik, perpekstif diri dan

konsep diri yang stabil. Sedangkan penilaian terhadap diri sendiri akan

mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan nilai maupun tujuan hidupnya.

Keadaan ini akan membawa seseorang menuju ke arah keberhasilan atau kegagalan

dalam hidup. Perasaan percaya diri sendiri dan harga diri terkandung di dalam self

esteem dan akan menimbulkan rasa bahwa dirinya mampu untuk dapat hidup dengan

layak (Branden, dalam Atamimi, 1988).

Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan menyukai dirinya serta

akan melihat dirinya cukup mampu menghadapi dunia yang sedang dihadapinya.

(Cohen, dalam Atamimi, 1988). Di pihak lain seseorang yang memiliki harga diri

rendah akan tidak menyukai dirinya, menganggap dirinya tidak mampu dalam

menghadapi lingkungannya secara efektif.

Harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan dirinya yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju

dan menunjukkan tingkat individu tersebut meyakini dirinya sendiri sebagai mampu,

penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan suatu

penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap vang

Page 20: 05.2-bab-284

dipegang individu tersebut. Harga diri dalam hubungan dengan evaluasi diri mengacu

pada suatu penilaian kesadaran berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seseorang.

Harga diri yang dimiliki seseorang bervariasi, hal ini dipengaruhi jenis kelamin umur

dan kondisi-kondisi penentu peran (Coopersmith, 1967).

Penerimaan harga diri dipengaruhi oieh keberartian individu, keberhasilan

individu, ketaatan terhadap aturan-aturan, norma dan ketentuan-ketentuan yang ada

dalam masyarakat dan performansi individu yang sesuai untuk mencapai prestasi

yang diharapkan.

Dari beberapa batasan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa harga

diri merupakan suatu evaluasi global yang realistis tentang diri sendiri dengan

mengacu kepada kualifikasi yang terdapat di dalam dirinya. Buss (dalam Ahmad,

1988) menyimpulan bahwa implikasi psikologis yang muncul adalah bahwa harga

diri seseorang senantiasa bergerak ke arah dua kutub yang berbeda. Masing-masing

kutub yang satu merupakan representasi harga diri yang tinggi dan yang satunya

merupakan kutub yang mewakili harga diri yang rendah.

2. Perkembangan harga diri.

Harga diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir namun merupakan faktor

yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman hidup individu dalam relasinya

dengan dirinya sendiri maupun dengan individu yang lain. Hal ini berkaitan dengan

pendapat Rogers yang dikutib Azwar (1979) yang menekankan bahwa perkembangan

harga diri menekankan pentingnya arti lingkungan sosial. Herbert (dalam Azwar,

1979) mengemukakan bahwa konsep diri yang terkandung dalam harga diri

berkembang sejak masa kanak-kanak melalui orang-orang yang dianggap oleh orang

Page 21: 05.2-bab-284

tersebut. Harga diri yang ada pada diri seseorang juga tidak muncul begitu saja

melainkan melalui proses dan perkembangan. Gejala awal muncul harga diri pada

usia 2 tahun. tapi terbentuknya lebih jelas dan dapat diamati pada usia 4 tahun

(Piaget, dalam Edwina, 1994).

Konsep diri anak yang baik merupakan puncak dari pembentukan karakternya

dan untuk menciptakan dasar yang baik pada hubungan pribadinya. Saat anak merasa

nyaman dengan dirinya sendiri secara bertahap akan merasakan kebaikan hati dan

kasih sayang terhadap orang lain. Untuk meningkatkan kepercayaan diri anak dapat

dilakukan dengan usaha untuk membiasakan mencintai, menunjukkan padanya

bahwa orang tua benar-benar percaya akan kemampuannya. Jika seorang anak

mendapatkan kesan bahwa kita tidak percaya kepadanya maka dengan sendirinva

kepercayaan terhadap dirinvapun akan berkurang. Seorang anak dapat menyadari

identitas dirinya diawali pada usia 2,5 dan 3 tahun. Pada saat inilah orang tua dapat

memberikan bantuan yang dapat membangun kepercayaan dirinya. Banyak anak

kurang percaya diri pada saat menginjak usia sekolah, saat mereka mulai dapat

membandingkan usahanya dengan anak-anak yang lain, bahkan sampai dewasa

mereka tidak terlalu pasti terhadap dirinya yang ditandai dengan adanya perasaan

tidak mampu dan merasa gagal. Hal ini dapat disebabkan kurangnya dukungan dan

penghargaan orang tua atas usaha anak (Thomsom, 1995).

Bradashaw (dalam Retnowati, 1993) mengemukakan bahwa pembentukan

harga diri diawali pada saat bayi merasakan tepukan yang pertama kali diterima dari

orang yang menangani proses kelahirannya Perkembangan selanjutnya dibentuk

Page 22: 05.2-bab-284

melalui perlakuan-perlakuan yang diperoleh anak dari lingkungannya, baik keluarga.

sekolah dan masyarakat.

Pola perkembangan harga diri ditandai dengan timbulnya harga diri primer,

yang meliputi gambar diri secara fisik dan psikis, yang diperoleh melaui interaksi

individu dengan seluruh anggota keluarganya. Kemudian dengan bertambahnya

umur, anak mulai mengarahkan kontak dengan lingkungan di luar rumah.

Terbentuknva harga diri sekunder, diperoleh anak melalui interaksi dengan orang lain

dan merupakan refleksi dari perasaan atau sikap orang lain terhadap dirinya. Remaja

yang mempunyai ketrampilan sosial seperti mudah bergaul dan mampu menyesuaian

diri dengan lingkungan sosialnya akan mempunyai harga diri yang tinggi karena ia

merasa mampu, diterima dan dihargai lingkungan sosialnya (Retnowati, 1993).

Rogers (dalam Retnowati, 1993) mengemukakan bahwa penghargaan orang

tua atas diri anak tanpa keharusan anak untuk mengikuti apa yang diinginkan orang

tua (Unconditional posotive regard) akan memberikan dukungan yang sangat positif

bagi perkembangan harga diri awal. Untuk perkembangan selanjutnya harga diri

seseorang ditentukan oleh penghargaan orang lain terhadap kualitas dirinya.

Coopersmith (dalam Retnowati, 1993) mendiskripsikan empat faktor yang

dapat menyumbang perkembangan harga diri seseorang. Pertama. kualitas

penghargaan penerima serta perhatian yang diterima seseorang dari significant others

dalam kehidupannya. Pada proses ini seseorang belajar menilai seperti halnya ia

dinilai dan kemudian akan diterapkan untuk mengembangkan dirinya.

Kedua, sejarah keberhasilan serta status dan kedudukan yang diraih seseorang

dalam kehidupannya. Hal ini akan membentuk landasan harga diri dalam realitas

Page 23: 05.2-bab-284

sosial. Pengalaman-pengalaman historis yang mencekam dan dipandang merupakan

suatu prahara bagi diri seseorang sangat menentukan proses perkembangan harga diri

(Bommer, dalam Retnowati, 1993).

Ketiga, berkaitan dengan masalah aspirasi dan tata nilai yang diperoleh lewat

penafsiran seseorang terhadap keberhasilan modifikasi pengalamannya. Keberhasilan,

kekuasaan serta perhatian tidak secara langsung dan segera diterima namun disaring

dan dipersepsi melalui tata nilai dan tujuan seseorang (Retnowati, 1993).

3. Faktor - faktor yang mempengaruhi harga diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Coopersmith dalam

Edwina, (1994) adalah:

a. Lingkungan Keluarga. Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya

hubungan sosialisasi bagi anak. Sikap dan tingkah laku orang tua terhadap anak

akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Peran orang tua

terhadap perkembangan anak di dalam lingkungan keluarga akan diwarnai oleh

bentuk interaksi mereka terhadap anak. Peraturan yang keras, hukuman dan

tuntutan orang tua membuat anak menjadi impulsif, begitu juga dengan orang tua

yang masa bodoh dan dingin menyebabkan anak menjadi muram, suka

mengasingkan diri dan menolak sosialisasi. Kehangatan dan sikap afeksi dari

orang tua membuat anak mudah berkawan dan bersosialisasi. Adanya pola

asuhan orang tua yang positif diharap kebutuhan remaja cukup terpenuhi. Salah

satu kebutuhan anak atau remaja adalah kebutuhan akan harga diri. Cara

mengasuh yang berbeda akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga diri anak.

(Coopersmith, dalam Edwina 1994) mengemukakan bahwa perlakuan adil,

Page 24: 05.2-bab-284

pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis terdapat

pada anak yang memiliki harga diri yang tinggi.

Lingkungan Sosial. Pembentukan harga diri dimulai dari penilaian seseorang

terhadap dirinya sendiri pada rasa keberhargaannya. Penilaian ini sesuai dengan

pandangan individu dalam interaksi dengan orang lain.

Perkembangan harga diri dimulai sejak individu mulai menyadari dirinya

berharga atau merasa tidak berarti. Proses itu dipengaruhi oleh perlakuan,

penerimaan dan penghargaan yang diberikan lingkungan sosialnya.

Kondisi Fisik. Hurlock (1979) mengemukakan bahwa perubahan fisik sering

memberikan dampak yang cukup besar terhadap harga diri remaja. Keadaan ini

terjadi karena ada penilaian yang penting terhadap tubuhnya. Bila remaja

mengerti bahwa keadaan fisiknya sesuai dengan yang diinginkannya maka akan

memberikan keuntungan positif bagi dirinya.

Faktor Jenis Kelamin. Ada sebuah penelitian tentang perbedaan harga diri

menurut jenis kelamin yang dilakukan oleh Fleming dan Courtney, dalam

Edwina (1984) yang memberikan hasil bahwa ada perbedaan harga diri menurut

jenis kelamin yang signifikan ternyata perempuan memiliki harga diri yang

rendah daripada laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam keluarga,

lingkungan sekolah dan masyarakat berkembang bermacam-macang tuntutan

peran yang berbeda-beda berdasarkan perbedaan jenis kelamin, meskipun

perbedaan itu sangat kecil bahkan beberapa penelitian tidak ada perbedaan yang

signifikan.

Page 25: 05.2-bab-284

e. Nama Dan Pakaian. Kedua hal ini umumnya dianggap kurang penting dibanding

dengan faktor lainnya tetapi dalam kenyataannya hal ini memiliki pengaruh

cukup penting bagi perkembangan harga diri seorang remaja.

Nama-nama yang menjadi bahan tertawaan teman-teman akan membavva

seorang remaja kepada pembentukan konsep diri yang negatif. Demikian halnya

dengan cara berpakaian, seorang individu dapat menilai atau mempunyai

gambaran mengenai bagaimana remaja itu melihat dirinya sendiri.

f. Agama. Disamping faktor-faktor yang disebutkan di atas faktor agama yang

dianut juga dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Pilihan agama yang

menjadi pegangan bagi mayoritas akan menumbuhkan perasaan berharga

dibanding penganut agama minoritas (Retnowati, 1993).

4. Perbedaan harga diri antara laki-laki dan perempuan

Dalam hal ini ternyata terdapat adanya keterkaitan yang erat antara jenis

kelamin dengan harga diri, perempuan cenderung memiliki harga diri dan

kepercayaan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki (Kimmel, dalam

Koentjoro 1989). Perempuan juga selalu menganggap dirinya lebih rendah daripada

laki-laki, merasa kurang mampu dan harus dilindungi (Ancok, dalam Henik 2000).

C. Hubungan antara harga diri dengan depresi.

Harga diri ternyata memiliki peranan yang besar dalam teijadinya gangguan

jiwa (Jacabson dan Bibring, dalam Retnowati 1993). Penelitian yang dilakukan oleh

Altman dan Witenborn (dalam, Retnowati 1993) menunjukkan bahwa harga did yang

rendah merupakan salah satu faktor kepribadian pada individu yang mempunyai

Page 26: 05.2-bab-284

kencenderungan depresif. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Kupers (dalam

Retnowati, 1993) yang menyatakan bahwa harga diri yang rendah sering menyertai

gangguan depresi.

Individu yang memiliki harga diri yang rendah akan mengalami depresi

apabila sebelumnya individu tersebut menghadapi peristiwa yang sulit diatasinya

seperti stres atau krisis sebagai penyebabnya (Retnowati, 1993).

Individu yang memiliki harga diri yang rendah akan cenderung memiliki sifat-

sifat yang negatif antara lain : merasa rendah diri, lemah dan merasa tidak berdaya.

Perasaan rendah diri tersebut akan mengakibatkan individu merasa terisolasi atau

diasingkan oleh lingkungan sosialnya, yang kemudian akan menimbulkan perasaan

tertekan terutama bila individu tersebut mendapatkan permasalahan yang sangat

rumit, karena individu yang merasa rendah diri biasanya sulit untuk bergaul dengan

orang lain, maka individu tersebut memilih untuk menekan perasaan terhadap

masalah-masalah yang dihadapi. Hal tersebut memungkinkan individu akan mudah

menderita depresi. Berbeda dengan individu yang memiliki harga diri yang tinggi

cenderung menunjukkan sifat-sifat yang positif antara lain ; percava diri, merasa

berharga dan memiliki motivasi yang tinggi, sehingga individu tersebut dapat lebih

realistis dalam menghadapi masalah maupun kegagalan-kegagalan yang menimpanya

dan tidak mudah putus asa. Hal ini yang memungkinkan individu yang memiliki

harga diri tinggi cenderung tidak mudah depresi.

Berdasarkan pendapat dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang negatif antara harga diri dan depresi maupun perbedaan harga diri

dengan depresi pada remaja laki-laki dan perempuan.

Page 27: 05.2-bab-284

D. Hipotesis

Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil-hasil penelitian di atas, hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan yang negatif antara harga diri dengan depresi pada remaja.

Semakin tinggi harga diri, maka depresi akan semakin rendah. Begitu pula

semakin rendah harga diri, maka depresi akan semakin tinggi.

2. Ada perbedaan harga diri antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Harga

diri remaja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan.

3. Ada perbedaan depresi antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Remaja

perempuan lebih tinggi depresinya daripada remaja laki-laki.