05 Sekjen - Uu Perindustrian Peraturan Pelaksananya

25
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 Jakarta, 6 Februari 2014

description

DCqwcqCQECE

Transcript of 05 Sekjen - Uu Perindustrian Peraturan Pelaksananya

  • 1

    UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH

    PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

    Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2014

    Jakarta, 6 Februari 2014

  • 2

    DAFTAR ISI

    I. LATAR BELAKANG II. PENGERTIAN, ASAS DAN TUJUAN III. SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN IV. SISTEMATIKA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN V. PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG

    PERINDUSTRIAN VI. RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN) VII. INDUSTRI STRATEGIS VIII. PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM IX. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA X. INFRASTRUKTUR INDUSTRI XI. STANDARDISASI INDUSTRI XII. PENGUASAAN OLEH NEGARA/KEPEMILIKAN OLEH WNI XIII. TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI XIV. FASILITAS INDUSTRI XV. AMANAT UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

    PERINDUSTRIAN

  • 3

    I. LATAR BELAKANG

    UU NO. 3 TAHUN 2014, ditetapkan pada tanggal 15 Januari 2014

    UU No. 5 Tahun 1984

    Faktor-faktor yang mempengaruhi:

    a. otonomi daerah;

    b. era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di tingkat nasional maupun internasional;

    c. perlunya pemanfaatan sumber daya alam secara optimal oleh industri nasional guna penciptaan nilai tambah yang sebesar-besarnya di dalam negeri; dan

    d. perlunya peningkatan peran dan keterlibatan Pemerintah secara langsung di dalam mendukung pengembangan industri nasional.

    Pembangunan Industri melalui penguatan struktur industri yang mandiri, sehat dan berdaya saing, dengan :

    - Mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien,

    - Mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia, dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional

  • 4

    Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Asas : 1. Kepentingan nasional 2. Demokrasi ekonomi 3. Kepastian berusaha 4. Pemerataan persebaran 5. Persaingan usaha yang sehat; dan 6. Keterkaitan Industri

    Tujuan : 1. Mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional 2. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri 3. Mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju serta Industri Hijau 4. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau

    penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat 5. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja 6. Mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna

    memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan 7. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan

    II. PENGERTIAN, ASAS DAN TUJUAN

  • 5

    Pembangunan Sumber Daya Industri

    Pembangunan SDM Pemanfaatan SDA Pengembangan dan

    Pemanfaatan Teknologi Industri

    Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi

    Penyediaan Sumber Pembiayaan

    Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri

    Standardisasi Industri Infrastruktur Industri Sistem Informasi Industri

    Nasional Perwilayahan Industri

    Pemberdayaan Industri

    IKM Industri Hijau Industri Strategis P3DN Kerja Sama Internasional

    di Bidang Industri

    Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional

    Kebijakan Industri Nasional Rencana Kerja Pembangunan

    Industri

    TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI Industri yang mandiri, berdaya saing, dan

    maju untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

    Instrumen Pendukung

    Perizinan Penanaman Modal Bidang

    Industri Fasilitas Industri

    Instrumen Pendukung

    Komite Industri Nasional Peran Serta Masyarakat Pengawasan dan

    Pengendalian, Sanksi

    III. SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

    Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan

    Industri

    Tindakan Pengamanan Industri

    Tindakan Penyelamatan Industri

    Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Perindustrian

  • 6

    IV. SISTEMATIKA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN (17 Bab dan 125 Pasal)

    BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Definisi Pasal 2 Asas Pasal 3 Tujuan Pasal 4 Ruang Lingkup BAB II PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG PERINDUSTRIAN BAB III RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL BAB IV KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL BAB V PERWILAYAHAN INDUSTRI BAB VI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Pembangunan Sumber Daya Manusia Bagian Ketiga Pemanfaatan Sumber Daya Alam Bagian Keempat Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Bagian Kelima Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi Bagian Keenam Penyediaan Sumber Pembiayaan BAB VII PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Standardisasi Industri Bagian Ketiga Infrastruktur Industri Bagian Keempat Sistem Informasi Industri Nasional

  • 7

    ... BAB VIII PEMBERDAYAAN INDUSTRI

    Bagian Kesatu Industri Kecil dan Industri Menengah

    Bagian Kedua Industri Hijau

    Bagian Ketiga Industri Strategis

    Bagian Keempat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri

    Bagian Kelima Kerja Sama Internasional di Bidang Industri

    BAB IX TINDAKAN PENGAMANAN DAN PENYELAMATAN INDUSTRI

    Bagian Kesatu Tindakan Pengamanan Industri

    Bagian Kedua Tindakan Penyelamatan Industri

    BAB X PERIZINAN, PENANAMAN MODAL BIDANG INDUSTRI, DAN FASILITAS

    Bagian Kesatu Izin Usaha Industri dan Izin Usaha Kawasan Industri

    Bagian Kedua Penanaman Modal Bidang Industri

    Bagian Ketiga Fasilitas Industri

    BAB XI KOMITE INDUSTRI NASIONAL

    BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT

    BAB XIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

    BAB XIV PENYIDIKAN

    BAB XV KETENTUAN PIDANA

    BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN

    BAB XVII KETENTUAN PENUTUP

  • 8

    Pengaturan: (Pasal 5 - Pasal 7) 1. Presiden berwenang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

    Perindustrian yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Menteri. 2. Menteri melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan

    Perindustrian. 3. Kewenangan pengaturan yang bersifat teknis untuk bidang Industri

    tertentu dilaksanakan oleh menteri terkait dengan berkoordinasi dengan Menteri.

    4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan pengaturan yang bersifat teknis untuk bidang Industri tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    5. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota secara bersama-sama atau sesuai dengan kewenangan masing-masing menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

    6. Ketentuan mengenai kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

    V. PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG PERINDUSTRIAN

  • 9

    VI. RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN)

    RPJPN RIPIN

    RENCANA KERJA PEMBANGUNAN

    INDUSTRI DAERAH

    PP

    20 Thn

    UU PERINDUSTRIAN

    RENCANA PEMBANGUNAN

    INDUSTRI DAERAH

    UU 17 TAHUN 2007

    RPJMN

    PERPRES

    KIN PERPRES

    5 Thn

    RKP

    PERPRES RENJA PEMBANGUNAN

    INDUSTRI

    RIPIN memuat: a. visi, misi, dan strategi pembangunan Industri; b. sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri; c. bangun Industri nasional; d. pembangunan sumber daya Industri; e. pembangunan sarana dan prasarana Industri; f. pemberdayaan Industri; dan g. perwilayahan Industri.

    PERMEN 1. sasaran pembangunan Industri; 2. fokus pengembangan Industri; 3. tahapan capaian pembangunan Industri; 4. pengembangan sumber daya Industri; 5. pengembangan sarana dan prasarana;

    dan 6. pengembangan perwilayahan Industri; 7. fasilitasi dan kemudahan.

    RIPIN memperhatikan: a. potensi sumber daya Industri; b. budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat; c. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; d. perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun

    internasional; e. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun

    internasional; f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah

    Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

    1 Thn

    Arah Pembangunan Industri: Industri yang berdaya saing Keterkaitan dengan

    pengembangan IKM Struktur Industri yang sehat

    dan berkeadilan Mendorong perkembangan

    ekonomi di luar Pulau Jawa

    PERDA

  • 10

    Pengaturan: (Pasal 84) 1. Industri Strategis dikuasai oleh negara. 2. Industri Strategis terdiri atas Industri yang:

    a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;

    b.meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau

    c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan Negara.

    3. Penguasaan Industri Strategis oleh negara dilakukan melalui: a. pengaturan kepemilikan; b. penetapan kebijakan; c. pengaturan perizinan; d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan e. pengawasan.

    VII. INDUSTRI STRATEGIS

  • 11

    4. Pengaturan kepemilikan Industri Strategis dilakukan melalui: a. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah; b. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau c. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing.

    5. Penetapan kebijakan Industri Strategis paling sedikit meliputi: a. penetapan jenis Industri strategis; b. pemberian fasilitas; dan c. pemberian kompensasi kerugian.

    6. Izin usaha Industri Strategis diberikan oleh Menteri. 7. Pengaturan produksi, distribusi, dan harga dilakukan paling sedikit

    dengan menetapkan jumlah produksi, distribusi, dan harga produk. 8. Pengawasan meliputi penetapan Industri Strategis sebagai objek vital

    nasional dan pengawasan distribusi. 9. Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis diatur dengan

    Peraturan Pemerintah.

    . . .

  • 12

    Pengaturan: (Pasal 30-Pasal 35) 1. Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan,

    dan berkelanjutan wajib dilakukan oleh: a. Perusahaan Industri pada tahap perancangan produk,

    perancangan proses produksi, tahap produksi, optimalisasi sisa produk, dan pengelolaan limbah; dan

    b. Perusahaan Kawasan Industri pada tahap perancangan, pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Industri, termasuk pengelolaan limbah.

    2. Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong pengembangan Industri pengolahan di dalam negeri.

    3. Dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, Pemerintah dapat melarang atau membatasi ekspor sumber daya alam.

    4. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri dalam negeri.

    VIII. PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM

  • 13

    Pengaturan: (Pasal 16-Pasal 29) 1. Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di

    bidang Industri. 2. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri

    ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri.

    3. Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan Menteri.

    4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

    5. Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkan pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib.

    IX. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA

  • 14

    Pengaturan: (Pasal 62-Pasal 63) 1. Menteri Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya infrastruktur Industri. 2. Infrastruktur Industri paling sedikit meliputi:

    a. lahan Industri berupa Kawasan Industri dan/atau kawasan peruntukan Industri; b. fasilitas jaringan energi dan kelistrikan; c. fasilitas jaringan telekomunikasi; d. fasilitas jaringan sumber daya air; e. fasilitas sanitasi; dan f. fasilitas jaringan transportasi.

    3. Penyediaan infrastruktur Industri dilakukan melalui: a. pengadaan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang pembiayaannya bersumber dari

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. pola kerja sama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan swasta, badan

    usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dan swasta; atau c. pengadaan yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.

    4. Untuk mendukung kegiatan Industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan Industri dibangun Kawasan Industri sebagai infrastruktur Industri yang harus berada pada kawasan peruntukan Industri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

    5. Pembangunan Kawasan Industri dilakukan oleh badan usaha swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau koperasi.

    6. Dalam hal tertentu, Pemerintah memprakarsai pembangunan Kawasan Industri.

    X. INFRASTRUKTUR INDUSTRI

  • 15

    Pengaturan: (Pasal 50-Pasal 61) 1. Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan Standardisasi

    Industri. 2. Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman

    tata cara. 3. Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara

    secara wajib. 4. Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib

    dilakukan untuk: a. keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan; b. pelestarian fungsi lingkungan hidup; c. persaingan usaha yang sehat; d. peningkatan daya saing; dan/atau e. peningkatan efisiensi dan kinerja Industri.

    5. Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.

    6. Menteri mengawasi pelaksanaan seluruh rangkaian penerapan SNI dan pemberlakuan SNI, spe-sifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib. Yang dimaksud dengan seluruh rangkaian adalah kegiatan pengawasan di pabrik dan koordinasi pengawasan di pasar dengan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

    XI. STANDARDISASI INDUSTRI

  • 16

    1. Pasal 84, Pengaturan kepemilikan Industri Strategis dilakukan melalui: a. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah; b. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau c. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing. Penjelasan huruf b Usaha patungan antara Pemerintah dan swasta melalui kepemilikan modal mayoritas oleh Pemerintah. Penjelasan huruf c Yang dimaksud dengan pembatasan kepemilikan adalah tidak diperbolehkannya penanaman modal asing.

    2. Pasal 103: 1) Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. 2) Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa hanya dapat

    dimiliki oleh warga negara Indonesia. 3) Industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. 4) Industri sebagaimana pada poin 1) dan 2) ditetapkan oleh Presiden.

    XII. PENGUASAAN OLEH NEGARA/KEPEMILIKAN OLEH WNI

  • 17

    Pengaturan: (Pasal 96-Pasal 99) 1. Dalam rangka meningkatkan ketahanan Industri dalam negeri, Pemerintah mela-

    kukan tindakan pengamanan Industri. 2. Tindakan pengamanan Industri dalam negeri meliputi:

    a. pengamanan akibat kebijakan, regulasi, dan/atau iklim usaha yang mengancam ketahanan dan mengakibatkan kerugian Industri dalam negeri; dan

    b. pengamanan akibat persaingan global yang menimbulkan ancaman terhadap ketahanan dan mengakibatkan kerugian Industri dalam negeri.

    3. Tindakan pengamanan Industri ditetapkan oleh Presiden dengan mempertimbangkan usulan Menteri.

    4. Penetapan tindakan pengamanan sebagai akibat persaingan global berupa tarif dan nontarif.

    5. Penetapan tindakan pengamanan berupa tarif dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan atas usul Menteri.

    6. Penetapan tindakan pengamanan berupa nontarif dilakukan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

    7. Tindakan pengamanan dapat didukung dengan program restrukturisasi Industri.

    XIII. TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI

  • 18

    Pengaturan: (Pasal 110-Pasal 111) 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas untuk mempercepat pembangunan

    Industri, yang berupa fiskal dan nonfiskal. 2. Fasilitas diberikan kepada:

    a. Perusahaan Industri yang melakukan penanaman modal untuk memperoleh dan meningkatkan nilai tambah sebesar-besarnya atas pemanfaatan sumber daya nasional dalam rangka pendalaman struktur Industri dan peningkatan daya saing Industri;

    b. Perusahaan Industri yang melakukan penelitian dan pengembangan Teknologi Industri dan produk; c. Perusahaan Industri dan/atau Perusahaan Kawasan Industri yang berada di wilayah perbatasan atau

    daerah tertinggal; d. Perusahaan Industri dan/atau Perusahaan Kawasan Industri yang mengoptimalkan penggunaan barang

    dan/atau jasa dalam negeri; e. Perusahaan Industri dan/atau Perusahaan Kawasan Industri yang mengembangkan sumber daya manusia

    di bidang Industri; f. Perusahaan Industri yang berorientasi ekspor; g. Perusahaan Industri kecil dan Industri menengah yang menerapkan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau

    pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib; h. Perusahaan Industri kecil dan Industri menengah yang memanfaatkan sumber daya alam secara efisien,

    ramah lingkungan, dan berkelanjutan; i. Perusahaan Industri yang melaksanakan upaya untuk mewujudkan Industri Hijau; dan j. Perusahaan Industri yang mengutamakan penggunaan produk Industri kecil sebagai komponen dalam

    proses produksi.

    XIV. FASILITAS INDUSTRI

  • 19

    XV. AMANAT UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

    UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksana berupa : a. 1 (satu) Rancangan Undang-Undang b. 16 (enam belas) Rancangan Peraturan Pemerintah c. 5 (lima) Rancangan Peraturan Presiden d. 12 (dua belas) Rancangan Peraturan Menteri

  • 20

    XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

    1 (satu) Rancangan Undang-Undang, yaitu Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri

  • 21

    16 (enam belas) RPP : 1. RPP tentang Kewenangan Pengaturan Yang Bersifat Teknis Untuk Bidang Industri Tertentu 2. RPP tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 3. RPP tentang Perwilayahan Industri dan Kawasan Industri 4. RPP tentang Sumber Daya Manusia Industri 5. RPP tentang Sumber Daya Alam Untuk Industri Dalam Negeri 6. RPP tentang Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri 7. RPP tentang Standardisasi Industri 8. RPP tentang Sistem Informasi Industri Nasional 9. RPP tentang Bentuk Fasilitas dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Nonfiskal; 10. RPP tentang Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas kepada Industri Kecil dan

    Menengah 11. RPP tentang Industri Strategis 12. RPP tentang Industri Hijau 13. RPP tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri 14. RPP tentang Kerjasama Internasional di Bidang Industri 15. RPP tentang Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Dalam Negeri 16. RPP tentang Perizinan Industri

    XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

  • 22

    5 (lima) RPerpres : 1. RPerpres tentang Kebijakan Industri Nasional

    2. RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci

    3. RPerpres tentang Penetapan Kondisi Dalam Rangka Penyelamatan Perekonomian Nasional dan Penetapan Tindakan Pengamanan Industri

    4. RPerpres tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional

    5. RPerpres tentang Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa Hanya Dapat Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia serta Industri Menengah Tertentu Dicadangkan untuk Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia

    XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

  • 23

    12 (dua belas) RPermen : 1. Rpermen Tentang Rencana Kerja Pembangunan Industri 2. Rpermen Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Pembangunan Wirausaha Industri, Pembina

    Industri Dan Penyediaan Konsultan Industri. 3. Rpermen Tentang Perusahaan Industri Tertentu Dan Perusahaan Kawasan Industri Yang Wajib

    Melakukan Manajemen Energi Dan Manajemen Air. 4. Rpermen Tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Penelitian Dan Pengembangan, Kontrak

    Penelitian Dan Pengembangan, Usaha Bersama, Pengalihan Hak Melalui Lisensi, Dan/Atau Akuisisi Teknologi Serta Audit Teknologi Industri

    5. Rpermen Tentang Penetapan Kondisi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Negeri Dan/Atau Pembangunan Industri Pionir

    6. Rpermen Tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Industri Hijau 7. Rpermen Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri 8. Rpermen Tentang Penetapan Tindakan Pengamanan Berupa Nontarif 9. Rpermen Tentang Kriteria Industri Kecil, Industri Menengah Dan Industri Besar 10. Rpermen Tentang Standar Kawasan Industri Dan Pengecualian Terhadap Kewajiban Berlokasi Di

    Kawasan Industri 11. Rpermen Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan Industri 12. Rpermen Tentang Tata Cara Pengawasan Dan Pengendalian Usaha Industri Dan Usaha Kawasan

    Industri

    XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

  • 24

    Pasal 124 UU Nomor 3 Tahun 2014 : Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

    XVI. PERATURAN PELAKSANA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

  • 25

    Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian Gedung Kementerian Perindustrian Lt. 7 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) 5255509 ext 4020, 5253278 Website : http://rocana.kemenperin.go.id Email : [email protected]

    TERIMA KASIH

    UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYADAFTAR ISISlide Number 3Slide Number 4III. SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIANIV. SISTEMATIKA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN...Slide Number 8VI. RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN)Slide Number 10Slide Number 11Slide Number 12Slide Number 13Slide Number 14Slide Number 15Slide Number 16Slide Number 17Slide Number 18Slide Number 19Slide Number 20Slide Number 21Slide Number 22Slide Number 23Slide Number 24Slide Number 25