05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis...

21
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009 Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial (Aplikasi Teori-teori Sosial dalam Menelaah Perubahan Perilaku Santri) Oleh: Binti Maunah * Abstrak Suatu perubahan dalam masyarakat dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan kelembagaan kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial dan sebagainya. Dalam perspektif sosial, ada beberapa teori sosial yang dapat digunakan untuk menelaah perilaku dan perubahan perilaku seseorang, termasuk perilaku santri dalam berbagai aktivitasnya di pondok pesantren, baik perilaku yang berkaitan dengan interaksi sosial santri maupun dalam proses pembelajarannya. Teori-teori sosial itu termasuk dalam paradigma definisi sosial, yakni teori aksi interaksi, teori perilaku sosial, teori tindakan, dan teori konflik. Kata kunci: perilaku santri, teori aksi interaksi, teori perilaku sosial, teori tindakan, teori konflik A. Pendahuluan Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam aksi interaksi sosial di dalam masyarakat tidak akan bisa diketahui dan dipahami tanpa menggunakan konsep-konsep perubahan sosial. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan interaksi sosial dalam masyarakat, antara lain karena adanya perubahan dalam sifat pemerintahan, atau karena adanya pergerseran paradigma yang dianut pemerintah. Ilmu yang mempelajari interaksi yang terjadi dalam masyarakat adalah sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang membahas mengenai berbagai gejala yang timbul dalam masyarakat. Dengan demikian, sosiologi sangat erat kaitannya dengan pembahasan tentang perubahan sosial. Perubahan sosial adalah suatu perubahan dari kondisi tertentu dalam suatu masyarakat. Menurut Gunawan, konsep perubahan sosial akan sangat penting digunakan untuk melihat berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat khususnya mengenai aksi interaksi sosial yang ada di dalam * Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah dan Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung Jawa Timur.

Transcript of 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis...

Page 1: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial (Aplikasi Teori-teori Sosial dalam Menelaah Perubahan

Perilaku Santri)

Oleh: Binti Maunah*

Abstrak

Suatu perubahan dalam masyarakat dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan kelembagaan kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial dan sebagainya. Dalam perspektif sosial, ada beberapa teori sosial yang dapat digunakan untuk menelaah perilaku dan perubahan perilaku seseorang, termasuk perilaku santri dalam berbagai aktivitasnya di pondok pesantren, baik perilaku yang berkaitan dengan interaksi sosial santri maupun dalam proses pembelajarannya. Teori-teori sosial itu termasuk dalam paradigma definisi sosial, yakni teori aksi interaksi, teori perilaku sosial, teori tindakan, dan teori konflik.

Kata kunci: perilaku santri, teori aksi interaksi, teori perilaku sosial, teori tindakan, teori konflik

A. Pendahuluan

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam aksi interaksi sosial di dalam masyarakat tidak akan bisa diketahui dan dipahami tanpa menggunakan konsep-konsep perubahan sosial. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan interaksi sosial dalam masyarakat, antara lain karena adanya perubahan dalam sifat pemerintahan, atau karena adanya pergerseran paradigma yang dianut pemerintah.

Ilmu yang mempelajari interaksi yang terjadi dalam masyarakat adalah sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang membahas mengenai berbagai gejala yang timbul dalam masyarakat. Dengan demikian, sosiologi sangat erat kaitannya dengan pembahasan tentang perubahan sosial. Perubahan sosial adalah suatu perubahan dari kondisi tertentu dalam suatu masyarakat. Menurut Gunawan, konsep perubahan sosial akan sangat penting digunakan untuk melihat berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat khususnya mengenai aksi interaksi sosial yang ada di dalam

* Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah dan Dosen

Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung Jawa Timur.

Page 2: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

2

masyarakat.1 Menurut pendapat Willian F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff

sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial itu meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial.2 Bila dikaitkan dengan tema dalam kajian ini, maka perubahan sosial yang dimaksud adalah adanya pergeseran atau perubahan perilaku santri dalam berbagai aktivitasnya. Bagaimana kultur hubungan santri dengan berbagai pranata sosial maupun dalam pembelajaran.

Lebih lanjut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa menurut Gillin dan Gillin (1954) serta Samuel Koenig (1957), perubahan-perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan-perubahan itu terjadi, baik karena faktor kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Sedangkan menurut Samuel Koenig, perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.3

Suatu perubahan dalam masyarakat bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan kelembagaan kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruh perubahan itu bisa meluas dengan cepat ke berbagai negara di belahan dunia ini. 4

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan baik perubahan dalam arti luas maupun perubahan dalam arti yang sempit, perubahan secara cepat (revolusi) atau perubahan secara lambat (evolusi). Pada prinsipnya, perubahan dalam masyarakat merupakan proses yang terus menerus. Dalam masyarakat maju atau berkembang, perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Spott, sebagaimana yang dikutip oleh Faisal, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Jika dilihat dari segi penyebabnya, perubahan sosial meliputi perubahan yang datangnya

1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem

Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp. 3-5. 2Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1987), pp. 335-336. 3Ibid., p. 337. 4Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, (Jakarta: PT.

Pustaka pelajar dan Averoes Press Malang, 2002), p. 5.

Page 3: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

3

dari luar (exogenous change) dan perubahan dari dalam (endogenous change). Sedangkan menurut tingkat kemungkinan diperkirakannya terdapat perubahan episodik (episodic change) dan perubahan terpola (pattern change).5 Atau dengan kata lain, dari segi sifatnya, perubahan sosial dapat bersifat perubahan yang tidak direncanakan dan perubahan yang direncanakan. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki, yang biasanya dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan yang merugikan kehidupan masyarakat. Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan terhadap lembaga kemasyarakatan yang didasarkan pada perencanaan yang matang oleh pihak-pihak yang menghendaki perubahan (agent of change) tersebut.

Menurut Himer dan Moore (1963) sebagaimana dikutip oleh Soelaiman,6 menyatakan bahwa ada tiga dimensi perubahan sosial, yaitu dimensi struktural, kultural dan dimensi interaksional. Pertama, dimensi struktural dari perubahan sosial mengacu pada perubahan dalam bentuk struktural masyarakat, yang menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Kedua, perubahan sosial dalam dimensi kultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, seperti adanya penemuan (discovery) dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaharuan hasil teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan. Ketiga, perubahan sosial dalam dimensi interaksional mengacu kepada perubahan hubungan sosial dalam masyarakat, yang berkenaan dengan perubahan dalam frekuensi, jarak sosial, saluran, aturan-aturan atau pola-pola, dan bentuk hubungan.

Demikian pula perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang, tidak bisa dipisahkan dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Sebagai komunitas masyarakat, maka keberadaan pondok pesantren juga tidak bisa dipisahkan dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Secara khusus, perubahan-perubahan perilaku santri dapat dipahami dari berbagai faktor perubahan sosial dan teori-teori sosial itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan dikemukakan secara sederhana beberapa teori sosial yang dapat digunakan untuk membaca, menelaah dan mengkritisi perubahan perilaku yang terjadi pada diri santri secara individual maupun sosial.

5Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1975), p. 89. 6M. Munandar Soelaiman, Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Teori

Sosiologi dan Arah Perubahan, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 1998), pp. 115-121.

Page 4: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

4

B. Perilaku Santri Dalam Perspektif Teori-teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang dapat digunakan untuk menelaah perilaku dan perubahan perilaku santri dalam berbagai aktivitasnya di pondok pesantren, baik perilaku yang berkaitan dengan interaksi sosial santri maupun dalam proses pembelajarannya. Teori sosial yang dimaksud adalah teori-teori termasuk dalam paradigma definisi sosial, yakni teori aksi interaksi, perilaku sosial, tindakan, dan teori konflik. Secara khusus, untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka teori-teori sosial ini hanya digunakan untuk mengkaji berbagai perubahan yang terjadi pada perilaku santri di pondok pesantren. Meskipun demikian, teori-teori ini tetap bisa digunakan untuk mengkaji berbagai perilaku dan perubahan perilaku individu dalam komunitas sosial yang lebih luas.

1. Teori Aksi Interaksi

Teori ini mengikuti karya Weber. Adapun asumsi fundamental teori yang dikemukakan oleh Hinkle dalam karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons sebagai berikut: (1) Tindakan manusia timbul dari tindakan sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek; (2) Sebagai subyek manusia bertindak atau berprilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan; (3) Dalam bertindak, manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut; (4) Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi pada kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya; (5) Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang akan, sedang, dan yang telah dilakukannya; (6) Ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan; (7) Studi antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti pemahaman (verstehen), imajinasi, penyusunan kembali secara ramah (sympathetic recontruction) dan akan-akan mengalami sendiri (vicarious experience).7

Parsons sebagai pengikut utama Weber mengembangkan teori aksi dan menginginkan pemisahan yang jelas antara teori aksi dengan aliran behaviorisme. Parsons lebih memilih menggunakan istilah “action” bukan “behavior”. Istilah behavior secara tidak langsung menyatakan kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respons) dengan rangsangan dari luar (stimulus). Sedangkan istilah action menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan diri individu. Menurut

7George Ritzer, Contemporary Sociological Theory, (New York: Alfred A Knopft,

1988), p. 327.

Page 5: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

5

Parsons bahwa suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dan mengabaikan aspek subyektif tindakan manusia tidak termasuk ke dalam teori aksi.8

Parsons menyusun skema unit-unit tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut: (1) adanya individu selaku aktor, (2) aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu, (3) aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya, (4) aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan, (5) aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuannya.9

Aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh tujuan aktor yang memilih. Kemampuan inilah yang oleh parsons disebut sebagai voluntarism. Voluntarism adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya.

Konsep voluntarism Parsons inilah yang menempatkan teori aksi kedalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarism ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total, namun ia mempunyai kemampuan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya, kesemuanya membatasi kebebasan aktor. Namun di sisi lain, aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan penting, seperti Weber dengan konsep interpretative understanding. Keduanya memerlukan pendekatan yang bersifat subyektif dalam memahami tindakan sosial.

Dalam konteks pembahasan ini, teori aksi ini dapat digunakan untuk melihat, melakukan interpretasi atas perilaku santri yang timbul dari tindakannya sendiri sebagai subyek, dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek dalam proses pembelajaran di pondok pesantren, beserta alasan-alasan rasionalitas mengapa mereka melakukan perilaku tersebut, baik proses pembelajaran kitab kuning maupun pembelajaran

8Talcott Parsons, Action Theory and the Human Condition, (New York: Free Press,

1978). 9Malcolm Waters, Modern Sociological Theory, (London: SAGE Publications, 1994),

p. 41; George Ritzer, Contemporary Sociological Theory, p. 328.

Page 6: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

6

secara umum. Lebih dari itu, menurut Craib, interaksi sosial menghasilkan makna-

makna, dan makna-makna membentuk dunia kita. Makna-makna sedemikian kemudian terus berubah dan berkembang.10 Menurut Ritzer dan Goodman, bagi teori ini individu, interaksi dan interpretasi merupakan tiga terminologi kunci dalam mengalami kehidupan sosial orang saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan.11

Teori aksi interaksi menunjuk pada sifat khusus dan khas interaksi yang berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia menginterpretasikan atau mendefinisikan tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata bereaksi atas tindakan satu sama lain. Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan berbagai hal yang terkait dengan interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain.

Atas dasar itu tindakan manusia tidak dapat disederhanakan sebagai akibat dari tuntutan struktur sosial yang melekat pada diri seseorang, seperti status, peran dan sebagainya. Oleh sebab itu, analisis makna berlangsung pada tingkat interaksi menjadi suatu keperluan untuk bisa memahami mengapa para pelaku berpola tindakan tertentu. Ini membutuhkan proses observasi dan pelacakan secara intensif, yang hanya mungkin dilakukan melalui pendekatan kajian kualitatif.12 Ciri-ciri khas kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu, serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu.13

Teori aksi interaksi ini menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur institusional, pola budaya, norma-norma dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang menghadapi keragaman situasi dan masalah yang berbeda-beda. Situasi-situasi itu minta ditangani, masalahnya harus dipecahkan, suatu siasat bersama harus disusun. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis, bercorak serba berubah dan pluralistis. Orang saling

10Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern dari Parson Sampai Habermas, penj. Paul S. Baut

dan T. Efendi, (Jakarta: PT. Rajawali, 1992), p. 113. 11George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, Sixth edition,

(McGraw Hill, 2003), p. 280. 12Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3,

1998), pp. 11-12. 13Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), p. 124.

Page 7: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

7

berhubungan satu sama lain dan saling menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal balik. Mereka “tidak bertindak dengan berpedoman pada suatu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan menghadapi situasi-situasi.14

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa perilaku santri di pondok pesantren banyak berkaitan dengan makna yang mereka tangkap dari orang yang dianggap penting dalam proses pembelajaran kitab kuning. Dalam konteks ini, orang yang berperan dalam proses pembelajaran kitab kuning adalah kiai, yang menjadi tumpuan dan perhatian.

Dalam pelaksanaannya di lapangan seseorang perlu—untuk tidak mengatakan harus—memperhatikan beberapa premis yang menjadi tumpuan pada perspektif ini. Premis-premis tersebut menurut Poloma adalah (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka, (2) makna-makna yang muncul tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain yang berada pada setting tertentu, (3) makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung.15

Teori ini menekankan pada individu. Individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu lainnya.16 Teori aksi interaksi merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara langsung maupun tidak, selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa teori aksi interaksi memusatkan perhatian pada makna dan tindakan-tindakan yang timbul dari pemaknaan terhadap sesuatu. Dalam teori ini, individu, interaksi dan interpretasi merupakan tiga kunci pokok dalam mengalami kehidupan sosial. Oleh karena itu, pemaknaan terhadap sesuatu berlangsung pada tingkat interaksi menjadi suatu keperluan untuk bisa memahami mengapa para pelaku melakukan tindakan tertentu. Teori ini mencoba membongkar makna sebuah tindakan tertentu dengan menangkap niat dan keinginan pelaku.

14K.J. Veeger, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-

Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1985), p. 228.

15Margaret Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj., (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), p. 263.

16Riyadi HR. Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, (Jakarta: PT. Pustaka Pelajar dan Averoes Press Malang, 2002), p. 63.

Page 8: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

8

Berkaitan dengan pemaknaan terhadap perilaku santri di sebuah pondok pesantren, maka perilaku itu dimaknai atau diinterpretasikan atau dipahami secara berbeda tergantung dari siapa yang melihat. Seorang peneliti berusaha menemukan pemaknaan dan interpretasi serta pemahaman tentang perilaku santri dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, teori ini bisa digunakan oleh seseorang (peneliti) untuk melihat pengaruh kiai pada perilaku santri dalam proses pembelajaran kitab kuning.

2. Teori Perilaku Sosial

Pendekatan perilaku dalam sosiologi organisasi seperti yang dikemukakan Skinner bahwa tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan tingkah laku,17 sehingga dalam teori ini terdapat hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan aktor, untuk menekankan pada proses interaksi santri di dalam proses pembelajaran kitab kuning.

Kata “perikelakuan” dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi si pelaku mempunyai arti subyektif (gemeinter sinn). Mereka dimaksudkan, pelaku hendak mencapai suatu tujuan, atau ia didorong oleh motivasi. Entah kelakuan itu bersifat lahiriah atau batiniah berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan, dan sebagainya; entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke dalam suatu situasi, atau sikap positif yang sengaja tidak mau terlibat. Pemakaian kata “kelakuan” di sini hanya untuk perbuatan manusia yang mempunyai arti bagi dia (sinhalft, sinnvoll). Kesadaran akan arti dari apa yang dibuat itulah ciri hakiki manusia. Walaupun banyak tindak manusia bercorak rutin saja dan konformistis. Namun suatu kesadaran minimal akan arti dari hal yang dibuat harus ada supaya mereka dapat disebut kelakuan.

Perikelakuan menjadi sosial hanya kalau dan sejauh mana arti maksud subyektif dari tingkah laku membuat individu memikirkan dan memperhitungkan kelakuan orang-orang lain dan mengarahkannya kepada itu. Lantaran orientasi itulah perkelakuan memperoleh suatu kemantapan sosial dan menunjukkan suatu keragaman yang kurang lebih tetap. Pelaku individual mengarahkan kehaluan kepada penetapan-penetapan atau harapan-harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan dilakukan ke dalam undang-undang.

Weber membuat klasifikasi perilaku sosial dengan empat tipe, yakni:

17George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, penyadur: Ali

Mandan, (Jakarta: CV. Rajawali Press, 1992), p. 82.

Page 9: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

9

a. Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan.

b. Kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai seperti keindahan (nilai estetis), kemerdekaan (nilai politik), persaudaraan (nilai keagamaan) dan seterusnya.

c. Kelakuan yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi seseorang, dan karena itu disebut “kelakuan efektif atau emosional”.

d. Ada kelakuan yang menerima arahnya dari tradisi, sehingga disebut “kelakuan tradisional”.18

Adapun Parsons mengemukakan tentang konsep perilaku sukarela yang menyangkut beberapa elemen pokok, yaitu a. Aktor sebagai individu b. Aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai c. Aktor memiliki berbagai cara yang mungkin dapat dilaksanakan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan tersebut. d. Aktor dihadapkan pada berbagai kondisi dan situasi yang dapat

mempengaruhi pemilihan cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

e. Aktor dikomando oleh nilai-nilai, norma-norma dan ide-ide dalam menentukan tujuan yang diinginkan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

f. Perilaku, termasuk bagaimana aktor mengambil keputusan tentang cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dipengaruhi oleh ide-ide dan situasi-kondisi yang ada.19

Dalam teori ini terdapat suatu pendekatan yaitu pendekatan behaviorisme, dimana pendekatan ini sudah dikenal sejak lama dalam ilmu sosial, khususnya di bidang psikologi. Dalam sosiologi, pendekatan ini dipelopori oleh B.F. Skinner. Dalam mengembangkan paradigma ini, Skinner (1963), menganggap paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang mistis, mengandung persoalan yang bersifat teka- teki dan tidak dapat diterangkan secara rasional.20

Ide pengembangan paradigma perilaku sosial ini semula dimaksudkan untuk menyerang kedua paradigma lainnya sehingga tidak

18Max Weber, The Methodology of The Social Scientest, edited and translated by Edward A. Shills and Henry A. Finch, (New York: Free Press, 1949); K.J. Veeger, Seri Filsafat Admajaya: Redaksi Dr. Bertens & Drs. A.A. Nugroho, Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala sejarah Sosiologi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), p. 174.

19Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, (Yogyakarta: Tiara wacana, 1992), p. 27.

20G. William Skinner, The Chenise Menority in Indonesia, (New Heaven: Human Relation Area Files, inc., 1963).

Page 10: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

10

mengherankan jika terdapat perbedaan pandangannya. Skinner menganggap paradigma fakta sosial sebagai sesuatu yang mengandung ide yang bersifat tradisional khususnya mengenai nilai-nilai sosial. Skinner juga berusaha menghilangkan konsep “voluntarisme” Parsons, pada paradigma sosial yang menurutnya mengandung ide kebebasan manusia, seakan-akan manusia serba memiliki kebebasan bertindak tanpa kendali.

Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan obyek nonsosial. Perbedaan pandangan antara paradigma perilaku sosial dengan paradigma fakta sosial terletak pada sumber pengendalian tingkah laku individu.

Teori-teori yang termasuk pada paradigma perilaku sosial adalah teori sosiologi perilaku (behavioral sociology) dan teori pertukaran (exchange theory). Teori perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah laku aktor dengan tingkah laku lingkungannya. Konsep dasarnya adalah reinforcement yang dapat diartikan sebagai ganjaran. Sesuatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan diulangi.

Teori ini tidak bisa dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh para pendahulu misalnya Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill. Berdasarkan ide-ide mereka tersebut dikembangkanlah asumsi-asumsi yang mendasari teori tingkah laku sosial, antara lain: (1) manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain; (2) manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi dalam setiap hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berpikir untung-rugi; (3) manusia tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai dasar untuk mengembangkan alternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung-rugi tersebut; (4) manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap berkompetesi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain; (5) meski manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan dari hasil interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia; dan (6) manusia berusaha memperoleh hasil dalam wujud material, tetapi mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non-material, misalnya emosi, perasaan suka dan sentiment.21

Beberapa pakar dalam teori paradigma perilaku sosial ini antara lain George C. Homans dan Peter M. Blau. Teori ini memiliki bentuk-bentuk

21Zamroni, Pengantar Pengembangan, p. 66.

Page 11: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

11

perilaku sosial.22 Bentuk-bentuk perilaku sosial ini adalah (1) proposisi keberhasilan, (2) proposisi stimulus, (3) proposisi nilai, (4) proposisi kejenuhan-kerugian, (5) proposisi persetujuan-perlawanan.

Pada tahap operasionalnya, teori perilaku sosial dapat digunakan oleh seseorang (peneliti atau lainnya) untuk menganalisis pola terjadinya perilaku santri dalam proses pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren, sehingga dengan teori ini dapat diinterpretasikan perilaku-perilaku santri dan dapat dipahami rasionalitas di balik perilaku tersebut.

3. Teori Tindakan

Teori tindakan (action theory) sebagai suatu teori tersendiri sebenarnya berpotensi untuk berdiri di “tengah” untuk merujukkan kutub sosiologisme (fakta sosial) dengan kutub interpretativisme (definisi sosial). Sebab elemen-elemen dasar dalam teori tindakan mengandung “benih” kemampuan untuk mengkombinasikan (mensintesiskan) kedua kutub paradigma yang saling berlawanan tersebut. Dalam ikhtisar Hinkle yang dikutip oleh Ritzer, menyebutkan ada tujuh elemen dasar dalam teori tindakan yaitu (1) aktivitas-aktivitas sosial manusia tumbuh dari kesadaran mereka tentang dirinya sebagai subyek beserta kesadarannya tentang orang lain dan situasi eksternal sebagai obyek; (2) sebagai subyek, manusia bertindak untuk mencapai suatu maksud, tujuan dan sasaran-sasaran subyektif mereka; (3) mereka menggunakan cara, metode, prosedur, teknik dan alat tertentu yang dinilainya sesuai; (4) tindakan yang mereka lakukan dibatasi oleh kondisi-kondisi atau keadaan-keadaan yang tidak dapat dimodifikasi; (5) ada unsur evaluasi yang dilakukan terhadap tindakan yang ingin, akan, sedang dan telah dilakukan; (6) mempertimbangkan norma, aturan atau kaidah-kaidah moral yang berlaku untuk sampai pada suatu pilihan keputusan; dan (7) adalah suatu keperluan bagi para penulis yang mengkaji hubungan sosial apa pun untuk menggunakan teknik-teknik investigasi subyektif seperti verstehen, rekonstruksi imanjinatif atau yang semacamnya.23

Menurut pandangan Ritzer, karya monumental Talcott Parsons tentang struktur tindakan sosial yang juga terbit dalam masa yang disebutkan terakhir, sebenarnya bisa disebut sebagai suatu rintisan ke arah mengintegrasikan kutub paradigma fakta sosial (sosiologisme) Durkheim dengan kutub paradigma definisi sosial (sociology interpretativisme) Weber.24 Hal ini tercermin dari perhatiannya pada unit tindakan, yang menurut

22RA. Wallace dan Wolf Alison, Contemporary Sociologi Theory: Contiunng The Classical

Tradition, (Englewood, N.J: Prentice Hall, Inc., 1986), pp. 145-186. 23George Ritzer, Contemporary Sociological Theory, p. 327. 24Ibid., pp. 327-328.

Page 12: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

12

Parsons mengandung empat komponen, yaitu: (1) aktor, (2) tujuan atau suatu keadaan masa depan ke arah mana tindakan itu diorientasikan, (3) situasi dimana tindakan itu terjadi, yang elemennya terdiri atas kondisi yang dapat dan tidak dapat dikendalikan oleh aktor; (4) nilai dan norma-norma yang oleh aktor digunakan untuk menentukan cara-cara pencapaian tujuan dari tindakan.25

Parsons sebagai pengikut utama Weber, mengembangkan teori tindakan dan menginginkan pemisahan yang jelas antara teori tindakan dengan aliran behaviorisme. Parsons lebih memilih menggunakan istilah “Action” bukan “behavior”. Istilah behavior secara tidak langsung menyatakan kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respons) dengan rangsangan dari luar (stimulus), sedangkan istilah “action” menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan diri individu. Menurut Parsons bahwa suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dan mengabaikan aspek subyektif tindakan manusia tidak termasuk kedalam teori aksi (tindakan).

Parsons menyusun skema unit-unit tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut: (1) adanya individu selaku aktor, (2) aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu, (3) aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya, (4) aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakanya dalam mencapai tujuan, (5) aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih, dan (6) aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh tujuan aktor yang memilih. Kemampuan inilah yang disebut Parsons sebagai voluntarism. Voluntarism adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya.

Konsep voluntarism Parsons inilah yang menempatkan teori tindakan ke dalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarism ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total, namun ia mempunyai kemampuan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya, kesemuanya membatasi

25Ibid., p. 328.

Page 13: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

13

kebebasan aktor.26 Namun, di sisi lain, aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan penting seperti Weber dalam konsep interpretative understanding.

Pada tataran individual, pandangan tentang nilai dan norma sebetulnya merupakan hasil pengedepanan dari cara berpikir masa lampau, dengan demikian tidak harus cocok atau sesuai dengan masa kini, karena situasi dan kondisinya memang berbeda. Proses pengambilan keputusan nilai dan norma individual harus cocok dengan tindakan yang hendak diambil. Pilihan bertindak dengan demikian harus mampu dijalankan atas kesadaran yang mandiri, artinya semua tindakan yang dipilih harus sesuai dengan kesadarannya. Pada tataran kelembagaan, Talcott Parsons berpendapat bahwa semua lembaga yang ada pada hakekatnya adalah suatu sistem dan setiap lembaga akan menjalankan 4 (empat) fungsi dasar yang disebut A-G-I-L yang berasal dari empat konsep utama yaitu Adaption, Goal Attantion, Integration and Latent Pattern Maintenance.27

Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses, di mana aktor terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan, oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide, dan nilai-nilai sosial. Dalam menghadapi situasi yang penuh dengan kendala atau hambatan, aktor mempunyai sesuatu di dalam dirinya berupa kemauan bebas.

Dengan menggunakan teori tindakan ini, seseorang dapat menginterpretasikan tindakan-tindakan para santri dan memahami rasionalitas di balik tindakan santri tersebut. Sejalan dengan kajian santri dalam proses pembelajaran kitab kuning, seseorang dapat melakukan interpretasi terhadap tindakan-tindakan sosial atau memahami interaksi sosial santri dengan kiai, santri dengan ustadz, santri dengan santri serta memahami motif yang mendasari pelanggaran santri di pondok pesantren.

4. Teori Konflik Lewis A. Coser

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakkan landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx. Masalah mendasar dalam teori konflik adalah bahwa teori ini tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural fungsionalnya. Teori ini lebih merupakan sejenis

26Malcolm Waters, Modern Sociological Theory, p. 41; Doyle Paul Johnson, Sociological

Theory Classical Founders and Contemporary Perspectives, jilid II, terj. Robert M.Z. Lawang, (Jakarta: Gramedia, 1986), p. 106.

27Doyle Paul Johnson, Sociological Theory, pp. 128-135.

Page 14: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

14

fungsionalisme struktural yang angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis terhadap masyarakatnya.28

Secara teoritis, konflik merupakan bagian dari dinamika sosial yang lumrah terjadi dan merupakan salah satu bentuk dari proses interaksi sosial dalam tatanan pergaulan masyarakat.29 Konflik juga dapat berperan sebagai pemicu proses menuju terciptanya suatu keseimbangan sosial. Melalui proses tawar menawar, konflik dapat membantu terciptanya tatanan baru dalam interaksi sosial sesuai dengan kesepakatan bersama.30 Bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena konflik melekat erat dalam jalinan kehidupan suatu masyarakat.

Konflik merupakan proses sosial yang tidak diidealkan, karena berlawanan dengan integrasi maupun pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan rasa aman. Apalagi dalam masyarakat majemuk, dimana konflik merupakan patologi sosial yang kronis.31 Dalam hal ini, teori konflik yang digunakan adalah teori konflik menurut Coser.

Menurut Coser, konflik dapat bersifat fungsional positif maupun negatif. Fungsional positif apabila konflik tersebut berdampak untuk memperkuat kelompok, sebaliknya bersifat negatif apabila melawan struktur.32 Dalam kaitan dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat, konflik dapat bersifat fungsional apabila menyerang suatu nilai inti.33 Selanjutnya Coser mengatakan bahwa konflik seringkali disebabkan oleh adanya kelompok masyarakat lapisan bawah yang semakin mempertanyakan legitimasi dan keberadaan distribusi sumber-sumber langka. Pertanyaan tentang legitimasi tersebut diakibatkan oleh kecilnya saluran untuk menyampaikan keluhan-keluhan yang ada.34

Coser mengemukakan proposisi tentang kekerasan konflik (the violence of conflict) sebagai berikut: a. Semakin suatu kelompok dalam suatu konflik yang terjadi karena isu-

isu yang realistis terhadap tujuan yang akan dicapai (obtainable goals), maka semakin cenderung mereka melihat kompromi sebagai alat untuk

28Eva Etzioni-Halcvy and Amitai Etzioni, Social Change: Sources, Patterns, and

Consequences, (New York: Basic Books, Inc., 1973), p. 72-73. 29Doyle Paul Johnson, Sociological Theory Classical Founders and Contemporary

Perspectives, jilid I, terj. Robert M.Z. Lawang, (Jakarta: Gramedia, 1988), p. 158. 30K.J. Veeger, Realitas Sosial, p. 78. 31W. Hendricks, Bagaimana Mengelola Konflik Petunjuk Praktis untuk Manajemen

Konflik yang Eefektif, penj. Arief Santoso, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), p. 195. 32Lewis A. Coser, Masters of Sociological Thought (Ideas in Historical and Social Text),

(New York: Horcout Brace Javanovich Publisher, 1971), p. 37-39. 33Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), p. 35. 34Bryan S. Turner, Religion and Social Theory, (London: Sage Publication, 1991), p.

113.

Page 15: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

15

merealisasikan keinginan/kepentingannya. Oleh karenanya, maka konflik kekerasan akan semakin berkurang.

b. Semakin suatu kelompok dalam suatu konflik yang terjadi karena isu-isu yang tidak realistis terhadap tujuan yang sulit dicapai (unobtainable goals), maka semakin besar tingkat emosional yang dapat membangun keterlibatan dalam konflik. Oleh karenanya, konflik akan semakin keras. Dengan demikian, semakin konflik terjadi karena nilai-nilai pokok, maka semakin cenderung mengarah pada isu-isu yang tidak realistis. Demikian juga, semakin konflik yang realistis berlangsung lama, maka semakin cenderung akan memunculkan atau meningkatnya isu-isu yang tidak realistis.

c. Semakin kurang hubungan independensi diantara unit-unit sosial di dalam suatu sistem, maka semakin kurang tersedianya alat-alat institusi untuk menahan konflik dan semakin keras suatu konflik. Artinya semakin besar perbedaan kekuasaan diantara super dan subordinat di dalam sistem, semakin kurang fungsi interdependensinya. Demikian pula, jika semakin besar tingkat isolasi sub populasi di dalam sistem, maka semakin kurang fungsi interdependensinya.

Berdasarkan pemikiran Coser di atas, secara teoritis dapat dijelaskan bahwa kekerasan yang terjadi bisa disebabkan oleh adanya isu-isu yang tidak realistis. Isu yang tidak realistis adalah isu yang tujuannya tidak dapat direalisir. Coser mencontohkan isu tentang agama, etnis dan suku merupakan sesuatu yang tidak realistis. Konflik yang terjadi karena isu tersebut dikonsepsikan akan berlangsung secara keras.35

Pierre van den Berghe (1963) dalam Ritzer,36 mencoba mempertemukan kedua teori struktural fungsional dan teori konflik, yang menunjukkan beberapa persamaan analisa yaitu sama-sama bersifat holistik, dalam arti sama-sama melihat masyarakat sebagai bagian yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, dan perhatian utamanya ditujukan kepada adanya hubungan antar bagian-bagian. Kedua teori tersebut mengakui bahwa konflik dapat memberikan sumbangan terhadap integrasi, dan sebaliknya integrasi dapat pula melahirkan konflik.

Di sisi lain, Berger mengemukakan empat fungsi konflik, yaitu: a. Sebagai alat memelihara solidaritas b. Membantu menciptakan ikatakan aliansi dengan kelompok lain c. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi

35Eva Etzioni-Halcvy and Amitai Etzioni, Social Change, p. 114-120. 36George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan, p. 28.

Page 16: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

16

d. Fungsi komunikasi, dimana sebelum konflik kelompok tertentu mungkin tidak mengetahui posisi lawan, tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih jelas.

Lebih lanjut, menurut Wayan Gerya dalam Iskandar37 terdapat beberapa jenis konflik dan karakteristiknya masing-masing. Jenis-jenis konflik dan karakteristiknya tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Jenis-jenis Konflik dan Karakteristik Menurut Kajian Tekstual

No. Jenis Konflik Elaborasi Cara dan Media

Aktor Provokasi

1. Konflik horisontal Desa vs Desa Pemuda vs Pemuda Suku vs Suku Agama vs Agama Negara vs Negara

Spontan Face to Face Multi Media Kode Alam Simbul Budaya Premanisme

Aktor Internal: Elit Kelas menengah Preman

2. Konflik vertikal Buruh vs Majikan Staf vs Atasan Rakyat vs Raja Daerah vs Negara

Aktor eksternal: Agen Rahasia Teroris

3. Konflik tanpa pola - Amuk massa lokal

- Amuk massa nasional

- Revolusi sosial

Selanjutnya, menurut Kusnadi38 apabila konflik-konflik yang terjadi

tersebut diidentifikasi, maka akan tampak bahwa dalam konflik itu terdapat berbagai macam gejala. Gejala-gejala konflik tersebut menurut bidang perhatiannya meliputi sikap, perilaku, dan struktur. Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

37Syaifuddin Iskandar, “Konflik Etnis Sumbawa dengan Etnis Bali dalam

Perspektif Konstruksi Sosial Masyarakat Sumbawa”, Disertasi, (Malang: PPs UNMER Malang, 2005), p. 64.

38HMA. Kusnadi, Masalah, Kerjasama, Konflik dan Kinerja (Kontemporer dan Islam), (Malang: Penerbit Taroda, 2002), pp. 84-85.

Page 17: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

17

Tabel 2 Gejala Konflik Menurut Bidang Perhatian (Sikap, Perilaku, dan Struktur)

Bidang

Perhatian Isu Umum Gejala Banyak Konflik Gejala Sedikit Konflik

1 2 3 4

Sikap Adanya kesadaran yang sangat tinggi akan persamaan dan perbedaan Adanya peengalaman tentang hubungan antar kelompok Adanya perasaan dan persepsi diri terhadap kelompok lain

Ketergantungan yang kabur Adanya ketidaksadaran dinamika dan biaya konflik Meniru yang menguntungkan diri dan yang tidak menguntung kan diberi kepada kelompok lain

Konflik persaingan yang kabur Adanya ketidaksada-ran dinamika dan biaya kolusi (perse-kongkolan) Kurangnya kesadaran kelompok diri dan adanya perbedaan dari kelompok lainnya

Perilaku Perilaku dalam kelompok Gaya manajemen konflik kelompok

Keeratan kesesuaian dan mobilisasi yang sangat tinggi Persaingan sangat tinggi

Terpecah dan mobilisasi yang rendah Kerjasama sangat tinggi

Perilaku antar kelompok

Perilaku sangat agresif, meledak dan menyerang

Menghindari konflik dan mengutamakan keadaan tenang

Struktur Sifat sistem besar Keteraruran interaksi Mekanisme struktur cukup relevan

Sistem besar akan tetapi kurang jelas dan agak terpisah Sedikit aturan yang membatasi eskalasi (meluasnya) interaksi Tidak ada pihak ketiga yang dapat menghambat

Sistem cenderung mereduksi konflik Banyak aturan yang menahan (mempersempit) perbedaan Tidak ada pihak ketiga yang dapat menekan (mereduksi) perbedaan

Berdasarkan teori konflik tersebut di atas, maka dalam prakteknya,

teori konflik ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran kitab kuning di pesantren, khususnya berkaitan dengan perilaku santri dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Page 18: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

18

Interaksi-interaksi santri yang dipelajari dan kemudian dideskripsikan dengan teori ini adalah interaksi sosial santri, baik dengan kiai, ustadz, sesama santri maupun dengan masyarakat sekitar. Termasuk perilaku santri dalam menghadapi berbagai pranata sosial yang ada di pondok pesantren. Karena sebagaimana dalam penjelasan teori konflik ini bahwa tidak akan pernah terlewatkan sesuatu yang terjadi di masyarakat (pesantren), tanpa adanya sebuah konflik. Walaupun dalam kenyataannya, intensitas konflik itu sendiri berbeda-beda, ada yang kecil atau ada yang besar, ada yang berbahaya dan ada yang tidak berbahaya. Demikian juga dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren, baik di pesantren salaf maupun khalaf, baik yang mengenai pembelajaran secara umum maupun pembelajaran secara khusus, yaitu pembelajaran kitab kuning, sehingga keberadaan teori ini sudah merupakan suatu keniscayaan untuk dipergunakan dalam berbagai kajian.

C. Penutup

Pada dasarnya dalam kajian sosial, teori-teori sosial dimaksudkan untuk mengetahui proses atau makna secara umum, termasuk apa alasan yang dikemukakan bisa diberlakukan secara umum. Namun, perilaku seseorang (santri) sering ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan konteksnya, atau dimaknai bernilai sesuai dengan persepsi dan sikap individu. Sehingga hal yang demikian ini mengakibatkan beragamnya tindakan yang berkaitan dengan perilaku itu.

Perilaku dan perubahan perilaku seseorang (santri) ada kemungkinan dibangun atas dua hal, yaitu (1) atas dasar realitas subyektif yang bersifat internal, berupa pengalaman yang berada di balik kesadaran dan jiwa terdalam seseorang, dan (2) atas dasar internalisasi terhadap realitas obyektif yang dihadapi. Untuk itu diperlukan adanya interpretative understanding.

Setiap orang dapat memberikan definisi maupun makna yang berbeda tentang interaksi sosial seseorang; misalnya santri-kiai, santri-ustadz, sesama santri, dan santri-lingkungan di pondok pesantren; perilaku santri dalam menghadapi pranata sosial di pondok pesantren; perilaku santri dalam proses pembelajaran dan perilaku santri dalam proses pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren, dan mereka memiliki argumentasi serta rasionalitas yang berbeda terhadap setiap perilaku yang mereka berikan.

Setiap orang dapat memberikan makna atau definisi sosial yang berbeda terhadap sesuatu sesuai dengan persepsi dan sikapnya, maka sebagai konsekuensinya akan melahirkan tindakan sosial yang berbeda pula. Tindakan sosial santri yang tampak pada tindakan berperilaku atau

Page 19: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

19

tidak berperilaku berikut perubahan-perubahannya, di samping muncul dari pemaknaan mereka terhadap perilaku santri, juga terkait dengan persepsi dan informasi yang dimilikinya serta sikap-sikapnya sebagai aktor yang aktif.

Page 20: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

20

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Coser, Lewis A., Masters of Sociological Thought (Ideas in Historical and Social Text), New York: Horcout Brace Javanovich Publisher, 1971.

Craib, Ian, Teori-teori Sosial Modern dari Parson Sampai Habermas, penj. Paul S. Baut dan T. Efendi, Jakarta: PT. Rajawali, 1992.

Etzioni-Halcvy, Eva and Amitai Etzioni, Social Change: Sources, Patterns, and Consequences, New York: Basic Books, Inc., 1973.

Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang: YA3, 1998.

_______, Sosiologi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1975.

Gunawan, Ary H., Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1977.

Hendricks, W., Bagaimana Mengelola Konflik Petunjuk Praktis untuk Manajemen Konflik yang Eefektif, penj. Arief Santoso, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Iskandar, Syaifuddin, “Konflik Etnis Sumbawa dengan Etnis Bali dalam Perspektif Konstruksi Sosial Masyarakat Sumbawa”, Disertasi, Malang: PPs UNMER Malang, 2005.

Johnson, Doyle Paul, Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspectives, jilid I, terj. Robert M.Z. Lawang, Jakarta: Gramedia, 1988.

_______, Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspectives, jilid II, terj. Robert M.Z. Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986.

Kusnadi, HMA., Masalah, Kerjasama, Konflik dan Kinerja (Kontemporer dan Islam), Malang: Penerbit Taroda, 2002.

Parsons, Talcott, Action Theory and the Human Condition, New York: Free Press, 1978.

Poloma, Margaret, Sosiologi Kontemporer, terj., Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, penyadur: Ali Mandan, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1992.

Page 21: 05 Binti Maunah - aifis-digilib.com€¦ · 1Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), pp.

Binti Maunah: Perilaku Santri dalam Perspektif Teori-Teori Sosial…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

21

_______, Contemporary Sociological Theory, New York: Alfred A Knopft, 1988.

Ritzer, George, dan Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, Sixth edition, McGraw Hill, 2003.

Skinner, G. William, The Chenise Menority in Indonesia, New Heaven: Human Relation Area Files, inc., 1963.

Soekanto, Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987.

Soelaiman, M. Munandar, Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan, Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 1998.

Soeprapto, Riyadi HR., Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, Jakarta: PT. Pustaka pelajar dan Averoes Press Malang, 2002.

Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Turner, Bryan S., Religion and Social Theory, London: Sage Publication, 1991.

Veeger, K.J., Seri Filsafat Admajaya: Redaksi Dr. Bertens & Drs. A.A. Nugroho, Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala sejarah Sosiologi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990.

_______, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1985.

Wallace, RA. dan Wolf Alison, Contemporary Sociologi Theory: Contiunng The Classical Tradition, Englewood, N.J: Prentice Hall, Inc., 1986.

Waters, Malcolm, Modern Sociological Theory, London: SAGE Publications, 1994.

Weber, Max, The Methodology of The Social Scientest, edited and translated by Edward A. Shills and Henry A. Finch, New York: Free Press, 1949.

Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta: Tiara wacana, 1992.