03. Operasi Sistem PLTU

21

Click here to load reader

description

operasi sistem pltu

Transcript of 03. Operasi Sistem PLTU

Page 1: 03. Operasi Sistem PLTU

KURSUS KURSUS PENYEGARAN OPERATOR UNIT PLTU PENYEGARAN OPERATOR UNIT PLTU

(REFRESHER 1)(REFRESHER 1)

03. OPERASI SISTEM PLTU

PT PLN ( Persero )UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

Page 2: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLATUNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

OPERASI SISTEM PLTU

DAFTAR ISI 1. START DAN DIAGRAM START - 1

1.1. Klasifikasi Start - 1 • Start Dingin (Cold Start) - 1 • Start Hangat (Warm Start) - 1 • Start Panas (Hot Start) - 1

1.2. Diagram (Prosedur) Start - 2 2. PENGATURAN PUTARAN (GOVERNING) - 4

2.1. Speed Droop - 05 2.2. Pengaruh Gesekan (Frictional Effect) – 06 2.3. Governor Hidrolik - 06

3. MODE KENDALI OPERASI - 10

3.1. Operasi Beban Dasar - 11 3.2. Operasi Beban Puncak - 11 3.3. Operasi Pengendali Frekuensi - 11 3.4. Operasi Dengan Governor Free - 11 3.5. Operasi dengan Load Limit - 12 3.6. Operasi dengan Sliding Pressure - 12

4. PROTEKSI TURBIN UAP - 13

4.1. Initial Presure Regulator (IPR) - 13 4.2. Vacum Unloader - 13 4.3. Over Speed Protection Controller (OPC) - 14 4.4. Over Speed Trip Mechanisme - 14 4.5. Low Vacuum Trip - 15 4.6. Penyemprot Ruang (Hood) LP - 15

5. SISTEM PENGATURAN TURBIN - 16

5.1. Turbomaster Control – 16 5.2. Unit Coordinator - 18

a. Boiler Follow Mode - 18 b. Turbin Follow Mode - 18 c. B-T Coordinate control Mode - 19

ICT/TtB/Mien

i

Page 3: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

1. START DAN DIAGRAM START

1.1. Klasifikasi Start

Pada dasarnya jenis start unit PLTU dapat dibedakan menjadi 3, yaitu start dingin (cold start), start hangat (warm start) dan start panas (hot start). Pada saat akan mengoperasikan unit PLTU, terlebih dahulu harus ditentukan jenis start apa yang akan dilaksanakan. Pada umumnya sebagai pedoman untuk menentukan jenis start menggunakan parameter yang sama, yaitu ‘temperatur metal tingkat pertama’ (first stage metal temperature) turbin. Harga batas dari parameter temperatur ini diberikan oleh pabrik dan disarankan untuk mengikutinya karena boleh jadi ketentuan dari satu pabrik berbeda dengan pabrik lainnya.

Adapun kriteria dari masing-masing jenis start adalah sebagai berikut :

• Start Dingin (Cold Start). Operasi unit PLTU dikategorikan dalam start dingin apabila temperatur first stage metal < 120 0C. Temperatur first stage metal < 120 0C ini tercapai ketika turbin telah stop (shutdown) lebih dari 72 jam atau 3 hari.

Start dingin memerlukan total waktu start yang paling lama. Hal ini disebabkan karena temperatur metal dari seluruh komponen masih dalam keadaan dingin sehingga memerlukan waktu yang cukup lama guna mencapai pemerataan panas (heat soak). Faktor lain yang juga perlu diperhatikan pada start dingin adalah kemungkinan terjadinya termal stress akibat perbedaan temperatur. Yakinkan bahwa perbedaan temperatur dari setiap komponen tidak melebihi batas yang diizinkan oleh pabrik.

• Start Hangat (Warm Start). Start unit diklasifikasikan menjadi start hangat apabila temperatur first stage metal turbin berada diantara 120 0C s.d 350 0C. Temperatur ini terjadi apabila turbin telah stop selama sekitar 30 jam.

Karena temperatur metal turbin masih cukup tinggi, maka lama start menjadi lebih singkat dibanding start dingin. Hal yang perlu dipertimbangkan pada start hangat diantaranya adalah pengaturan temperatur uap keluar boiler agar pada saat start turbin, temperatur uap sesudah proses throtling pada stop valve sesuai dengan temperatur metal.

• Start Panas (Hot Start). Start panas merupakan jenis start yang membutuhkan waktu start paling cepat dibanding jenis start yang lain. Start panas dilakukan apabila temperatur first stage metal turbin > 350 0C. Start panas dilakukan ketika turbin baru shut down sebentar, yaitu sekitar 12 jam.

Hal yang perlu dipertimbangkan pada start hangat juga berlaku untuk start panas.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

1

Page 4: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Selain ketiga jenis start diatas, pada sebagian PLTU menambah satu lagi jenis start, yaitu ‘start sangat panas’ (very hot start). Start sangat panas dilakukan apabila temperatur metal turbin masih > 450 0C. Hal ini terjadi ketika turbin trip akibat gangguan dari luar seperti saluran (transmisi) interkoneksi terganggu atau rele MFT salah operasi. Masing-masing jenis start memerlukan perlakuan yang berbeda dan hal ini ditampilkan pada kurva start. Kurva start dibuat oleh pabrik pembuat mesin dan harus digunakan sebagai acuan untuk melakukan start. Daftar perkiraan waktu untuk tiap jenis start

Jenis Start

Dari penyalaan hingga start

turbin

Dari turbin start hingga

paralel

Dari paralel hingga beban

penuh

Totaldari penyalaan hingga

beban penuh

1. Start Dingin (Cold Start)

240 menit

220 menit

190 menit

650 menit

2. Start Hangat (Warm Start)

80 menit

70 menit

90 menit

240 menit

3. Start Panas (Hot Start )

40 menit

15 menit

35 menit

90 menit

4. Start Sangat Panas (Very Hot Start)

10 menit

10 menit

30 menit

50 menit

1. 2. Diagram (Prosedur) Start

Start unit merupakan suatu hal yang cukup kompleks. Sebelum melakukan start, terlebih dahulu harus dilakukan persiapan atau pemeriksaan sebelum start (pre start check / PSC). Mengingat komponen dan peralatan PLTU demikian banyak, maka mustahil untuk mengingat seluruh item PSC yang harus dilakukan.

Guna membantu kelancaran pelaksanaaan start, biasanya digunakan daftar item-item yang harus diperiksa sebelum start berupa list (pre start check list) untuk semua komponen. Start unit dapat dirinci menjadi start untuk tiap komponen utama yang meliputi start boiler, start turbin, start alat bantu dan sebagainya.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

2

Page 5: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

BOILER TURBIN

Pemeriksaan dan Persiapan Start

Operasikan Sistem Pendingin Utama dan Pendingin Bantu

Operasikan Sistem Pelumas dan Turning gear, Perapat dan Hidrogen

Purging Boiler

Operasikan Sistem Udara kempa

Operasikan Sistem Udara dan Gas (Draft)

RESET Turbin dan Rolling - Speed up

Pressure Up (Kenaikan tekanan) Gland seal steam dan Vacuum up

Eksitasi dan Sinkronisasi generator

Rub check – Heat Soak

RESET Boiler dan Light Off ( Penyalaan – Pembakaran )

Pengisian air ke boiler (boiler filling ) - Isi hotwell - Isi deaerator - Isi drum hingga level minimum

Kontrol kenaikan temperatur per jam Kontrol Drum level dan Pembakaran

Start mill pulveriser

Kontrol Pembakaran, Temperatur dan Drum level

Naikkan Beban, Transfer PS dan Etraction/bleed steam

Pemeriksaan dan Persiapan Start

Gambar 1. Blok Diagram Start

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

3

Page 6: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Untuk keperluan praktis, urutan kegiatan start mulai dari persiapan hingga beban penuh dapat dibuat dalam bentuk diagram blok urutan start. Salah satu contoh diagram blok urutan start ada pada gambar 1. Diagram ini mengaitkan kegiatan pada operasi boiler dan turbin.

Dengan diagram tersebut dapat dilihat apa saja yang dilakukan di boiler dan mana yang dapat dilakukan secara bersamaan antara boiler dan turbin. Diagram ini tentunya berbeda dari satu unit pembangkit dengan unit pembangkit yang lain. Karena itu disarankan agar setiap unit memiliki diagram alur start masing-masing karena hal ini sangat membantu dalam kelancaran start unit.

2. PENGATURAN PUTARAN (GOVERNING)

Sistem governing pada turbin berfungsi untuk mengontrol aliran uap agar dapat mempertahankan putaran sesuai dengan yang dikehendaki (3000 rpm untuk 5 0 Hz). Sebenarnya apabila beban turbin itu konstan maka Govering tidak diperlukan lagi sebab putaran akan tetap konstan.

Tetapi apabila terjadi beban turbin turun dengan pembukaan katup uap yang tetap, maka putaran akan naik akibat jumlah uap melebihi yang dibutuhkan. Untuk mengembalikan keputaran normal maka perlu memperkecil pembukaan katup uap agar menyesuaikan jumlah uap yang dibutuhkan. Begitu juga sebaliknya bila terjadi beban turbin naik, maka kebutuhan uap harus disesuaikan lagi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas, maka governor dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai kebutuhan secara automatik (gambar 2, konstruksi governor dengan 6 katup).

Gambar 2. Kontruksi Governor dengan 6 Katup.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

4

Page 7: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

2.1 Speed Droop

Pada gambar 8 memperlihatkan salah satu model dari pengaturan Governor. Bila turbin berputar pada 100 % speed dan flyweight pada posisi masuk (weights in) berputar melalui lingkaran dengan radius R, maka akan timbul gaya F yang harus ditahan oleh speeder spring sebesar :

F = M. R (rpm) 2

dimana : M = massa fly-weights.

R = Radius perputaran Rpm = Putaran permenit.

Naik turunnya gaya F ini tergantung radius perputarannya (R) pada putaran konstan, sebagai contoh lihat gambar 3.b, untuk putaran konstan yang berbeda antara 98%, ke 102 %.

Gambar 3a Gambar 3b.

Bila kita anggap turbin berputar pada I00 % dan pada posisi setimbang maka kurva speeder spring akan bertemu pada suatu titik perpotongan. Bila beban turun maka putaran naik sehingga kenaikan gaya pada flyweights akan mengungguli spring force dan mengangkat speeder rod untuk mengurangi pembukaan steam valve yang akan membatasi kenaikan putaran. Selanjutnya spring force akan mengimbangi gaya fly weight yang lebih besar pada suatu posisi putaran baru yang lebih tinggi. Sebaliknya bila beban naik maka putaran turbin akan turun, akibatnya spring force akan mengungguli gaya pada flyweight dan menggerakan turun speeder rod untuk menambah pembukaan stem valve dan membatasi penurunan putaran. Sementara spring force juga mengalami penurunan yang akhirnya akan bertemu dengan gaya flyweight pada posisi putaran baru yang lebih rendah.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

5

Page 8: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Dengan demikian pada setiap titik sepanjang Governor travel, turbin akan beroperasi pada suatu putaran tertentu tergantung dari beban, lebih cepat pada no load dan lebih lambat pada full load. Pada gambar 3.b, dapat dilihat variasi putaran sebesar 4% dimana ada saat no load putaran 102% dan saat full load putaran 98%. Hubungan antara respon governor terhadap perubahan kecepatan disebut speed droop. Jadi speed droop yang ditunjukkan pada gambar 8 adalah 4% , artinya ketika turbin/alternator dari beban penuh dengan katup-katup uap terbuka penuh, bila kecepatan turbin mendadak naik hingga 4% atau lebih (dari 3000 rpm menjadi > 3120 rpm), maka katup uap akan tertutup. Terjadinya peruhahan putaran inilah yang disebut SPEED DROOP" dan didefinisikan sebagai berikut :

%10021 xn

nnS −=

dimana : n1 = Putaran turbin saat no Load

n2 = Putaran turbin saat full load

n = Putaran nominal.

2.2 Pengaruh Gesekan (Frictional Effect) Pada gambar 3.b. dapat dilihat putaran turbin 98 % dan fly weight pada posisi masuk (weight in). Bila kemudian terjadi putaran turbin naik maka gaya fly weight akan naik, tetapi karena adanya gesekan pada linkage dan glands maka Governor tidak segera bergerak sampai putaran turbin mencapai 99% baru governor akan bergerak sepanjang garis putus-putus karena gayanya sudah mengungguli gaya gesekan tersebut. Sekarang kita tinjau pada putaran operasi turbin lOl % dan posisi Governor pada titik A. Bila beban turbin dinaikkan, ternyata putaran turbin turun lebih dulu sampai 99% dan Governor berada pada titik B sebelum Governor bereaksi turun bergerak sepanjang garis putus-putus. Selanjutnya jarak vertikal antara kedua garis putus-putus itu menyatakan sensitivitas dari Governor atau Dead Band yaitu perubahan putaran yang diperlukan sebelum Governor bereaksi karena adanya gesekkan .

2.3 Governor Hidrolik

Pada pembahasan sebelumnya dapat kita simpulkan bahwa Governor akan mengubah-ubah putaran turbin (speed out curve) sesuai dengan beban turbin, sedangkan yang kita perlukan tentunya putaran tetap pada beban turbin yang berbeda-beda. Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka pada Governor Hidrolik menggunakan pompa sentrifugal khusus (Governor impeler pump) yang berfungsi sebagai sensor putaran menggantikan fly weight dan oil press. Tekanan keluar akan bervariasi sebanding dengan kwadrat dari putaran turbin yang selanjutnya sebagai pengatur orifice press, dari HP oil dengan melalui sebuah bellow dalam speed changer assembly. Bellow ini akan mengontrol cup valve untuk menghasilkan regulating pressure yang juga berfungsi sebagai pressure transformer untuk menggerakkan Governor (lihat gambar 10 effect of speed changer). Namun kini

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

6

Page 9: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

sensor speed dengan tekanan minyak GIP sudah diganti dengan magnetic speed yang dihubungkan dengan rangkaian elektronik. Perbandingan tekanan pada pressure transformer inilah yang menentukan berapa besarnya speed droop pada turbin (ditunjukkan pada gambar 3).

Gambar 4. Diagram Sistem Governor Hidrolik

dimana : ∆P1 = Perubahahan tekanan minyak pompa sentrifugal. A1 = Luas penampang bellow L1 = Jarak lengan bellow ke titik tumpu. ∆PG = Peruhahan tekanan minyak kontrol governor. A2 = Luas penampang cup valve.

L2 = Jarak lengan cup valve ke titik tumpu.

Contoh : Pada gambar 5, dapat diketahui bahwa keseimbangan gaya yang terjadi adalah :

∆P1 x A1 x L1 = - ∆PG x A2 x L2 maka :

1

22

11

22

11

1

PxxLAxLAP

xLAxLA

PP

G

G

∆−=∆

−=∆∆

Contoh tipikal Standard Mitsubishi untuk Suralaya :

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

7

Page 10: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Perbandingan antara = ∆PG dan ∆P1

5 : 1P

PG

∆∆

= 5

GP∆ antara full load s/d no load adalah: 1 : GP∆ = 1

Tekanan pompa pada nominal speed : P1 = 2,15 kg/cm2. Perhitungan speed droop :

Speed Droop s : nn∆

Tekanan sebanding dengan kwadrat dari putaran,maka : P1 = n2

Secara matematik bila kita mengambil ring kecil tertentu, dapat dipenuhi hubungan antara n dan Pl adalah : n = ½ P1

Maka :

Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa :

Bila terjadi load rejection sebesar 100 % beban maka putaran Turbin akan merjadi 104,65 %, Sebelum speed changer bekerja. .

Contoh : n1 = 2940 rpm (Putaran turbin saat no Load) n2 = 3060 rpm (turbin saat full load)

n3 = 3000 rpm (Putaran nominal)

maka : %4%1003000

29403060=

−=∆ xS

Harga S turbin berubah artinya menunjukan siftat dari suatu turbin dimana makin besar harga S, turbin tersebut makin malas dalam arti apabila terjadi perubahan beban, turbin tersebut tidak segera memberikan reaksi sehingga tidak terjadi perubahan putaran.

%65.4=

0465.0515.2

121

21

21

21

11

1

1

1

1

==

∆∆

∆=

∆∆∆

=

∆=

∆=

xxs

PP

xP

PP

PxPP

s

PP

nns

g

GG

G

s

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

8

Page 11: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Sifat dari turbin ini penting pada sistem interkoneksi, karena berhubungan dengan pengaturan pembangkit mana yang harus menampung perubahan beban yang terjadi pada sistem selama 24 jam. Hal ini sangat erat hubungannya dengan effisiensi. Untuk pembangkit yang harga kWh-nya murah akan ditetapkan menjadi beban dasar (base load) dan turbinnya harus bersifat malas (speed droop besar), agar dapat beroperasi pada beban tetap maksimum sepanjang waktu tanpa dipengaruhi oleh frekuensi dari sistem. Sebaliknya pembangkit yang harga kwhnya mahal akan menjadi penanggung beban puncak (peak load) dan turbirnnya harus bersifat rajin (speed droop kecil), Dengan pengaturan speed droop pada setiap pembangkitan didalam sistem interkoneksi, maka frekwensi sistem akan dapat dipertahankandengan stabil pada 50 Hz.

Gambar 5. Komposisi Pembebanan Pembangkit.

Apabila pada sistem interkoneksi bebannya dicatu oleh 2 unit pembangkit (gambar 11) dengan putaran rata-rata Fs, bila tiba-tiba beban sistem naik sebesar beban tertentu, maka putaran turbin kedua unit pembangkit berubah pada FSl.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

9

Page 12: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Disini terlihat bahwa pada Unit A yang mempunyai speed droop lebih kecil akan menerima porsi kenaikkan beban lebih banyak (∆LA), sedangkan Unit B yang mempunyai speed droop lebih besar porsi kenaikannya lebih kecil (∆LB). Begitu juga sebaliknya bila terjadi beban sistem turun .

Gambar 6: Sistem Interkoneksi 2 Pembangkit

3. MODE KENDALI OPERASI.

Mode kendali pengoperasian unit PLTU umumnya disesuaikan dengan karakteristik maupun kondisi unit yang bersangkutan. Dalam keadaan interkoneksi dengan sistem jaringan, beban pada jaringan merupakan demand sedang unit - unit pembangkit berfungsi sebagai suply. Untuk mencapai kondisi stabil, maka harus senantiasa ada keseimbangan antara suply dengan demand. Besaran yang dipakai untuk menyatakan kesimbangan ini adalah frekuensi. Sistem dengan harga sama normalnya adalah 50 Hz. Bila frekuensi sistem turun hingga rendah dari 50 Hz, berarti demand lebih besar dari suply. Sebaliknya bila frekuensi sistem lebih tinggi dari 50 Hz, berarti demand lebih kecil dari suply.

Dalam suatu sistem jaringan listrik, demand senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Dalam rangka untuk senantiasa mencapai keseimbangan, maka unit-unit pembangkit harus selalu siap mengikuti perubahan tersebut setaip saat. Disinilah letaknya peran dari sistem kendali operasi pada unit pembakit.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

10

Page 13: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Dari contoh pada gambar diatas terlihat bahwa luas daerah dibawah kurva dibagi menjadi beberapa segmen antara lain segmen beban dasar (base load) dan segmen beban puncak (pick load). Segmen beban dasar boleh dikata hampir tidak mengalami perubahan sepanjang periode. Sedangkan segmen bahan puncak dari waktu kewaktu mengalami perubahan yang cukup. 3.1. Operasi Beban Dasar.

Sesuai dengan pola keutuhan sisi demand, ada unit-unit pembangkit tertentu yang diberi tugas memikul beban dasar. Berdasarkan pertimbangan ekonomis, maka unit pembangkit yang dipilih untuk tugas ini umumnya unit pembangkit yang biaya produksinya rendah. Selain itu, sensitivitas unit terhadapa perubahan frekuensi juga rendah. Dengan kata lain, unit ini hampir tidak terpengaruh oleh perubahan frekuensi sistem sehingga boleh dikata unit ini tetap beroperasi pada beban yang konstan meskipun frekuensi sistem berubah-ubah.

3.2. Operasi Beban Puncak.

Pada segmen beban puncak, suply harus senantiasa mengikuti perubahan demand setiap saat. Karena itu, unit yang difokuskan untuk melayani segmen beban puncak agak berbeda dengan unit yang difokuskan untuk beroperasi guna memenuhi beban dasar. Manakala demand berubah, maka sesuai terjadi ketidak seimbangan antara suply dengan demand yang mengakibatkan perubahan frekuensi sistem. Untuk mencapai keseimbangan kembali. Suply harus segera berubah dan menyesuaikan dengan kondisi demand yang baru.

Tugas penyesuaian ini dilaksanakan oleh unit yang difokuskan untuk melayani segmen beban puncak. Dengan demikian maka unit yang difokuskan untuk melayani beban puncak harus memiliki sensitivitas yang cukup perubahan frekuensi sistem sebatas harga tertentu, maka unit ini mulai bereaksi untuk mengembalikan frekuensi sistem ke kondisi normal. Karena itu, beban unit yang beroperasi untuk melayani beban puncak senantiasa bervariasi dalam skala terbatas dari waktu kewaktu.

3.3. Operasi Pengendali Frekuensi.

Dewasa ini, tuntutan akan mutu listrik dari sisi demand demikian tinggi. Salah satu parameter yang dipakai sebagai acuan untuk menentukan mutu listrik adalah frekuensi. Seuai dengan kompleksitas kebutuhan listrik, sisi demand menghendaki agar frekuensi tetap konstan (flat) setiap saat tanpa ada perubahan. Tuntutan yang demikian menyebabkan sisi suply harus menyediakan unit pembangkit khusus untuk mengendalikan frekuensi agar tetap konstan setiap saat.

Unit pembangkit yang difokuskan untuk ini disebut Unit Pengendali Frekuensi. Unit pengedali frekuensi memiliki sensitivitas sangat tinggi sehingga akan segera bereaksi manakala ada tendensi perubahan frekuensi sistem sekecil apapun juga. Jadi beban unit pengendali frekuensi senantiasa bervariasi bahkan mungkin dari detik ke detik.

3.4 Operasi Dengan Governor Free.

Prinsip dari mode operasi free governor adalah dengan membiarkan kendali pembebanan unit sepenuhnya kepada sistem governor guna mengikuti perubahan frekeunsi sistem. Dalam kondisi ini, bila frekuensi sistem naik, maka governor akan menurunkan beban unit dan sebaliknya manakala frekuensi sistem turun, maka governor akan menaikkan beban unit.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

11

Page 14: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Presentase kenaikkan atau penurunan beban dalam mengantisipasi perubahan frekuensi tergantung pada karakteristik governor atau yang lebih populer dengan istilah droop dari unit yang bersangkutan. Untuk dapat beroperasi dalam mode free governor, maka tekanan minyak “pembatas beban/load limit”, harus dibuat maksimum.

3.5 Operasi dengan Load Limit.

Mode operasi load lomit prinsipnya adalah tidak membiarkan kendali pembebanan unit sepenuhnya kepada sistem governor. Dengan kata lain, governor akan melaksanakan sebagian tugas kendali pembebanan sementara sebagian lagi dilaksanakan oleh load limit.

Berfungsi membatasi pergerakan Governor untuk mempertahankan beban maximum pada suatu harga yang dikehendaki oleh Operator, Sitem ini bekerja dengan kontrol oil berupa relief valve yang terdiri dari spring loaded yang sensitif dan dapat diatur untuk membatasi tekanan minyak pengatur (control oil pressure) sesuai yang diinginkan. Selama masih berada dibawah limit ini, kendali pembebanan unit sepenuhnya dilakukan oleh governor dalam arti beban unit dapat naik atau turun mengikuti kondisi frekuensi sistem. Lewat dari limit, governor tidak lagi dapat menaikkan beban unit meskipun frekuensi sistem masih rendah. Hal ini disebabkan karena lewat dari limit, maka signal dari governor akan diblokir dan diambil alih oleh signal load limit.

Mode operasi ini umumnya hanya diterapkan pada waktu unit start up dan memberikan posisi sesuai dengan kemampuan unit saat itu atau pada unit pembangkit yang mengalami derated. Bila pada kondisi normal operasi, pengoperasian Load Limitter ini harus seizin P3B (Pusat Penyalur dan Pengatur Beban) sebab dapat mempengaruhi frekwensi dari sistim in-terkoneksi bila terjadi gangguan pada unit lain.

3.6 Operasi dengan Sliding Pressure.

Umumnya, variasi beban unit diperoleh melalui perubahan aliran uap (steam flow) ke Turbin yang diatur oleh katup governor, ini berarti bahwa perbedaan antara kondisi beban rendah dan beban tinggi hanya terletak pada aliran uap sementara tekanan dan temperatur ketel ketika beroperasi pada beban tinggi sama dengan ketika beroperasi pada beban rendah. Cara ini ternyata mengandung banyak kerugian terutama ketika beroperasi pada beban parsial dimana antara lain terjadi kerugian throtling. Untuk mengurangi kerugian, ada cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan metode sliding pressure. Dalam cara ini, variasi pembebanan dilakukan melalui variasi tekanan ketel. Jadi manakala kebutuhan beban sisi demand rendah, maka beban unit diturunkan dengan cara menurunkan tekanan uap dalam boiler. Ketika kebutuhan baban meningkat, beban unit dinaikkan dengan menaikkan ketel, Dengan demikian, ketika beroperasi pada beban rendah, karena tekanan ketel yang diturunkan, maka kerugian throtling juga akan berkurang. Selain itu, karena ketika beroperasi pada beban rendah, tekanan ketel juga rendah, berarti stress pada ketel juga berkurang. Kerja dari pompa air pengisi ketel juga menjadi lebih ringan. Karena itu, metode operasi sliding pressure menjanjikan lebih banyak keuntungan.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

12

Page 15: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

4. PROTEKSI TURBIN UAP

a. Initial Presure Regulator (IPR) Peralatan ini berfungsi untuk mencegah kerusakan turbin oleh aliran uap basah (carry over) akibat gangguan pada boiler sehingga tekanan uap utama masuk turbin turun. IPR bekerja dengan cara mengontrol GV untuk menurunkan beban turbin bila tekanan uap drop hingga mencapai settingnya (lihat gambar 6).

Gambar 6. Kurva Kerja IPR

Pada tekanan uap 90%, IPR akan menurunkan beban secara automatis sampai mencapai harga limitnya yaitu pada tekanan uap 80% dan beban 20%. Dengan demikian bila terjadi gangguan diluar rentang dari IPR maka. Operator harus mengambil tindakan. IPR dapat diposisikan in (masuk) atau Out (keluar) dari panel Turbomaster di Control Room sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan kondisi Unit.

b. Vacum Unloader

Peralatan ini berfungsi untuk mencegah kerusakan sudu turbin karena overheating akibat terjadinya vacuum kondensor turun (tekanan absolutnya naik). Vacum Unloader juga bekerja dengan cara mengontrol GV untuk menurunkan beban turbin bila terjadi tekanan absolut kondensornya naik {lihat gambar 7}.

Gambar 7 : Kurva Vakum Unloader

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

13

Page 16: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Pada tekanan kondensor 125 mmHg, vacuum unloader akan menurukan beban secara automatic sampai mencapai harga limitnya yaitu pada tekanan 140 mmHg dan beban 20%. Pada kejadian diluar rentang kerja vacuum unloader, maka harus diambil alih oleh Operator. Seperti halnya IPR, Vacuum Unloader`ini juga bisa di posisi “ in” atau “out” dari panel Turbomaster di Control Room sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan kondisi Unit.

c. Over Speed Protection Controller (OPC).

OPC Berfungsi untuk mencegah kerusakan turbin akibat kenaikan putaran yang tiba-tiba pada saat tejadi kehilangan beban secara mendadak (load unbalance = ketidak seimbangan tenaga turbin dengan beban Generator).

Gambar 8 : Kurva Kerja Over Speed Protection

OPC bekerja dengan cara membuka drain selenoid valve yang dipasang di line Governor Control Oil sehingga governing valve dan Interceptor valve menutup. Sistem ini bekerja bila terjadi keadaan sebagai berikut :

a. Bila putaran turbin melebihi 107,5% dari putaran normalnya (rate speed) terjadi. b. Bila load unbalance. c. Bila load unbalance antara 30% s/d 70 %, OPC akan bekerja setelah adanya

kenaikkan putaran antara 100% s/d 107,5 % dari rate speed (lihat gambar 24)

d. Over Speed Trip Mechanism. Apabila OPC sudah bekerja, tetapi putaran turbin masih naik terus maka mekanismeOver Speed Trip ini akan bekerja untuk men-trip turbin. Mekanisme ini terdiri dari suatu baut eksentrik yang dipasang pada ujung poros turbin dan posisinya diimbangi oleh tekanan pegas (spring) sampai putarannya naik 100%. Tenaga sentrifugal kemudian diteruskan ke pegas dan bautnya keluar menyentuh suatu tuas yang kemudian men-trip Over Speed Trip Valve dan membuka tekanan auto stop oil ke drain sehingga semua katup-katup yang mengalirkan uap ke turbin menutup dan katup searah uap pengambilan juga akan menutup.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

14

Page 17: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

e. Low Vaccum Trip Proteksi ini dipasang bertujuan untuk mencegah terjadinya overheating pada exhaust dan timbulnya stress pada sudu turbin tingkat akhir yang diakibatkan oleh vakum kondensor yang rendah.

Panas juga dapat terjadi bila semua katup uap menutup dan generatornya menjadi motor (motoring), sehingga sudu tingkat akhir memutar sisa uap yang terjebak (windage). Cara kerjanya juga dengan melepas tekanan auto stop oil ke drain melalui over speed trip oil (lihat gambar 9).

Gambar 9 . Selenoid Trip.

Bila vacuum kondensor turun mencapai harga limit (standard Mitsubitsi < 550 mmHg)` maka pegas yang telah di set akan menaikkan trip plunyer sehingga over speed trip oil terbuka ke drain sehingga tekanan auto stop oil habis ke drain.

f. Penyemprot Ruang (Hood) L.P

Ketika uap melintasi turbin, uap akan memanaskan sudu-sudu, casing-casing dan lain-lain. Panas juga dihasilkan oleh pengaruh-pengaruh gesekan pusar (windage) antara uap dan sudu-sudu. Pada kondisi normal operasi, efek tambahan panas ini tidak menimbulkan masalah karena panas yang ditimbulkan akan dibawa oleh uap itu sendiri. Terlepas dari masalah penurunan efisiensi turbin, proses ini akan memperbaiki kondisi uap pada sisi pembuangan (Exhaust). Tetapi bila turbin beroperasi pada aliran uap yang sangat rendah, pengaruh panas akibat windage menjadi lebih besar daripada pengaruh proses pendinginan oleh uap sehingga temperatur dari sudu-sudu L.P dan casing akan naik. Kondisi akan menjadi lebih buruk bila ditambah dengan vacum yang rendah. Untuk mencegah kerusakan akibat masalah ini, turbin dilengkapi dengan “LP Hood Spray”.

Air kondensat akan disemprotkan baik antara casing-casing L.P pada desain casing dobel atau langsung kearah uap saat ia meninggalkan baris-baris akhir sudu-sudu turbin.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

15

Page 18: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

5. SISTEM PENGATURAN TURBIN

5.1. Turbomaster Control.

Mengatur dan mengontrol posisi pembukaan katup- katup uap sehingga jumlah uap atau energi yang masuk turbin dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan pembangkitan. Ada dua jenis katup yang menentukan aliran serta jumlah uap masuk turbin,yaitu : • Main Stop Valve ( MSV ). • Governor valve ( GV ). Kedua katup ini pada prinsipnya berbeda tetapi pada kondisi tertentu mempunyai pengertian yang sama dalam menentukan jumlah uap masuk ke turbin. MSV bekerja hanya pada awal start-up sampai putran mencapai sekitar 2900 RPM yaitu setelah terjadi proses VALVE TRANSFER dan selanjutnya kendali aliran dan jumlah uap diambil alih oleh GOVERNOR VALVE. Gambar dibawah memperlihatkan diagram dasar dari Turbomaster Control. Gambar berikut ini merupakan gambar pengaturan putaran turbin dimana terlihat peralatan lain yang terkait pada pengaturan tersebut,yaitu : • Initial Pressure Regulator ( IPR ). • Impulses Stage Pressure Control ( IMP ). • Vacum Unloader. • Over Speed Protection Control ( OPC ).

Pada gambar terlihat bahwa pada kondisi dimana IMP pada posisi IN, maka informasi dari MSV INLET STEAM PRESSURE akan mengambil alih apabila sinyal tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan sinyal TURBINE LOAD DEMAND. Demikian pula jika kondisi Vacum Unloader IN, maka kondisi kevacuman kondensor akan menentukan pembukaan governor apabila sinyal tersebut lebih kecil bila dibandingkan sinyal output turbin lainnya (Load Demand maupun IPR). Kondisi tersebut diatas akan berfungsi bila IMP pada posisi IN sehingga sinyal dari output controller Turbine Load Demand maupun sinyal IPR dan Vacum Unloader dengan sinyal First Stage Pressure akan merupakan sinyal perbedaan/selisih yang menjadi sinyal input dari pengaturan governor valve,artinya harga perbandingan antara tekanan pada First Stage akan menjadi harga referensi atas sinyal sinyal dari Turbine load demand atau sinyal IPR maupun Vacum Unloader.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

16

Page 19: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Gambar 10. Basic Turbo Master Control Diagram

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

17

Page 20: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

5.2. UNIT COORDINATOR Unit coordinator adalah suatu sarana dimana pembangkit dapat dioperasikan melalui satu sistem pengaturan yang bertugas mengkoordinasi antara fungsi sisi boiler dan fungsi turbin sehingga mampu beraksi atas perubahan sistem secara terkoordinasi. Suatu sinyal MW Demand akan menjadi sisi input bagi pengaturan pada boiler controller maupun turbine controller. Sedangkan secara blok diagram sistem kontrol Unit Coordinator dapat dibuat seperti gambar 11.

Gambar 11. Unit Coordinate

Ada tiga macam metode yng adapat dipilih pada panel kontrol unit coordinator, yaitu:

a. Boiler Follow Mode Pada kondisi ini actual MW ditentukan oleh sisi turbin dan tekanan Main Steam diatur oleh boiler. Gambar 33 memperlihatkan sistem BOILER FOLLOW mode.

b. Turbin Follow Mode Pada kondisi ini actual MW ditentukan oleh sisi boiler dan tekanan Main steam dikontrol

oleh sisi turbin dan mode ini dapat dipilih pada waktu Turbomaster posisi AUTO.

Gambar 12 memperlihat kondisi Turbine Follow mode.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

18

Page 21: 03. Operasi Sistem PLTU

1 DASAR-DASAR PLTG

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENYEGARAN OPERATOR UNIT

PENGOPERASIAN UNIT PLTU

Gambar 12. Boiler Follow Control Diagram

Gambar 13. Kondisi Turbin Follow Mode

c. B-T Coordinate control Mode Pada coordinate control mode,sinyal MW demand diberikan pada sisi boiler maupun sisi turbin dan tekanan main steam dikontrol oleh duanya turbin dan boiler. Kondisi ini dapat dipilih jika Boiler dan Turbin kontrol pada posisi AUTO dan generator sudah berbeban lebih dari 30 %.

_______________________________________________________________________________________________ ICT/TtB/ UNJ Doc.OpTerm/L3/2006

19