03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

8
KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET KUBOTA J310 BERBAHAN BAKAR CRUDE-OIL DENGAN PEMBANDING BIO-SOLAR PADA KONDISI BEBAN 100% Spesific Fuel Consumption Kubota J310 Generator with Crude-Oil Compare to Bio-Diesel Fuel at 100% Load Muhammad Ihsan Sofyan Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gedung 620 Kawasan PUSPIPTEK Serpong - Tangerang Selatan 15314 Email: [email protected] Abstract This research aim is to make initial analysis fuel consumption with crude-oil as an alternative fuel other than bio-diesel that already exists, in order to be considered applying in market. Performance Test of this research using Kubota J310 diesel generator engine was done, based on SNI 0119:2012 standard or method. The results of performance testing in term of different usage of fuel consumption test equipment showed that fuel consumption required by engine when operating on 3000 rpm at 100% load or WOT (Wide Open Throttle) condition showed 20% less consumption crude-oil fueled engines compared to bio-diesel. On the other hands, data showed that liquid fuel flow (LFF) or flow rate whether from crude-oil or bio-diesel has a tendency to be directly proportional to fuel consumption and has a relationship with the value of carbon hydro emissions and the opacity released. Keywords: diesel fuel, crude-oil, palm-oil, performance test, Kubota, generator, SNI Abstrak Riset ini bertujuan untuk membuat analisis awal konsumsi bahan bakar dengan minyak mentah sebagai bahan bakar alternatif selain bio-solar yang sudah ada, agar dapat dipertimbangkan untuk diterapkan di pasar. Uji Kinerja dari penelitian ini menggunakan generator diesel Kubota J310 dilakukan berdasarkan standar atau metode SNI 0119: 2012. Hasil pengujian performa dalam hal penggunaan yang berbeda dari alat uji konsumsi bahan bakar menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan oleh mesin saat beroperasi pada 3000 rpm pada kondisi beban 100% atau WOT (Wide Open Throttle) menunjukkan konsumsi bahan bakar minyak mentah yang lebih rendah 20% dibandingkan dengan bio-solar. Selain itu, data menunjukkan bahwa aliran bahan bakar cair (LFF) atau laju aliran baik dari minyak mentah atau bio-diesel memiliki kecenderungan berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar dan memiliki keterkaitan dengan nilai emisi hidrokarbon dan opasitas yang dikeluarkannya. Kata kunci: bahan bakar diesel, minyak mentah, bio-solar, pengujian unjuk kerja, Kubota, genset, SNI Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Genset ................ (Muhammad Ihsan Sofyan) 23 1. PENDAHULUAN Penggunaan generator diesel engine atau disebut juga dengan genset diesel dalam dunia industri berkembang pesat seiring kebutuhan akan konsumsi daya oleh industri kecil, besar dan menengah di Indonesia maupun di dunia. Secara umum, genset diesel adalah kombinasi dari mesin diesel dengan alternator untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumah tangga maupun industri. Bahan bakar genset diesel sebagaimana lazimnya adalah solar industri atau bio-solar. Namun tidak tertutup kemungkinan adanya penemuan sumber energi baru maupun pengembangan suatu produk turunan dari suatu sumber energi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar genset diesel. Crude petroleum atau disebut juga dengan crude-oil atau minyak mentah, merupakan salah satu jenis sumber energi tidak terbarukan, yang ditemukan di area dalam bumi yang disebut reservoir, serta berbentuk cairan ketika diangkat ke permukaan bumi. Crude-oil tersusun oleh hidrokarbon dan senyawa organik yang berwarna hitam kekuningan. Ia memiliki massa jenis 0,8 3 o gr/cm dan viskositas kinematik 2,94 cST@100 F o dan 1,65 cST@140 F (Intertek Utama Services, PT, 2018). Kedua karakteristik tersebut dapat dijadikan alternatif bahan bakar pengganti bio-solar. Oleh karena itu sangat penting mengetahui unjuk kerja atau performance dari genset diesel J310 dengan bahan bakar crude-oil ini, sebagai pembanding dari bahan bakar bio-solar yang sudah ada di pasaran.

Transcript of 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

Page 1: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET KUBOTA J310 BERBAHAN BAKAR CRUDE-OIL

DENGAN PEMBANDING BIO-SOLAR PADA KONDISI BEBAN 100%

Spesific Fuel Consumption Kubota J310 Generator with Crude-Oil Compare to Bio-Diesel Fuel at 100% Load

Muhammad Ihsan Sofyan Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)Gedung 620 Kawasan PUSPIPTEK Serpong - Tangerang Selatan 15314

Email: [email protected]

AbstractThis research aim is to make initial analysis fuel consumption with crude-oil as an alternative fuel other than bio-diesel that already exists, in order to be considered applying in market. Performance Test of this research using Kubota J310 diesel generator engine was done, based on SNI 0119:2012 standard or method. The results of performance testing in term of different usage of fuel consumption test equipment showed that fuel consumption required by engine when operating on 3000 rpm at 100% load or WOT (Wide Open Throttle) condition showed 20% less consumption crude-oil fueled engines compared to bio-diesel. On the other hands, data showed that liquid fuel flow (LFF) or flow rate whether from crude-oil or bio-diesel has a tendency to be directly proportional to fuel consumption and has a relationship with the value of carbon hydro emissions and the opacity released.

Keywords: diesel fuel, crude-oil, palm-oil, performance test, Kubota, generator, SNI

AbstrakRiset ini bertujuan untuk membuat analisis awal konsumsi bahan bakar dengan minyak mentah sebagai bahan bakar alternatif selain bio-solar yang sudah ada, agar dapat dipertimbangkan untuk diterapkan di pasar. Uji Kinerja dari penelitian ini menggunakan generator diesel Kubota J310 dilakukan berdasarkan standar atau metode SNI 0119: 2012. Hasil pengujian performa dalam hal penggunaan yang berbeda dari alat uji konsumsi bahan bakar menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan oleh mesin saat beroperasi pada 3000 rpm pada kondisi beban 100% atau WOT (Wide Open Throttle) menunjukkan konsumsi bahan bakar minyak mentah yang lebih rendah 20% dibandingkan dengan bio-solar. Selain itu, data menunjukkan bahwa aliran bahan bakar cair (LFF) atau laju aliran baik dari minyak mentah atau bio-diesel memiliki kecenderungan berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar dan memiliki keterkaitan dengan nilai emisi hidrokarbon dan opasitas yang dikeluarkannya.

Kata kunci: bahan bakar diesel, minyak mentah, bio-solar, pengujian unjuk kerja, Kubota, genset, SNI

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Genset ................ (Muhammad Ihsan Sofyan) 23

1. PENDAHULUANPenggunaan generator diesel engine atau disebut juga dengan genset diesel dalam dunia industri berkembang pesat seiring kebutuhan akan konsumsi daya oleh industri kecil, besar dan menengah di Indonesia maupun di dunia. Secara umum, genset diesel adalah kombinasi dari mesin diesel dengan alternator untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumah tangga maupun industri. Bahan bakar genset diesel sebagaimana lazimnya adalah solar industri atau bio-solar. Namun tidak tertutup kemungkinan adanya penemuan sumber energi baru maupun pengembangan suatu produk turunan dari suatu sumber energi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar genset diesel.

Crude petroleum atau disebut juga dengan

crude-oil atau minyak mentah, merupakan salah satu jenis sumber energi tidak terbarukan, yang ditemukan di area dalam bumi yang disebut reservoir, serta berbentuk cairan ketika diangkat ke permukaan bumi. Crude-oil tersusun oleh hidrokarbon dan senyawa organik yang berwarna hitam kekuningan. Ia memiliki massa jenis 0,8

3 ogr/cm dan viskositas kinematik 2,94 cST@100 F odan 1,65 cST@140 F (Intertek Utama Services, PT,

2018). Kedua karakteristik tersebut dapat dijadikan alternatif bahan bakar pengganti bio-solar. Oleh karena itu sangat penting mengetahui unjuk kerja atau performance dari genset diesel J310 dengan bahan bakar crude-oil ini, sebagai pembanding dari bahan bakar bio-solar yang sudah ada di pasaran.

Page 2: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

2. BAHAN DAN METODE

2.1. PeralatanGambar 1 menunjukkan peralatan yang digunakan untuk pengujian unjuk kerja yang terdiri dari dynamometer, flowmeter bahan bakar beserta tangki, peralatan emisi serta peralatan pendukung lainnya. Untuk pengujian performa dengan bahan bakar crude-oil dikarenakan sifat fisisnya mempengaruhi sistem f lowmeter , maka pengukuran menggunakan peralatan substitusi flowmeter berupa tangki bahan bakar eksternal, buret dan stopwatch.

Gambar 1. Peralatan Uji Unjuk Kerja

Keterangan gambar 1 (a) dynamometer, sebagai alat utama yang dikopel ke flywheel engine untuk menghasilkan torsi dengan spesifikasi: maximum power 30 kW, maximum

2torque 95,5 Nm, momen inersia 0,13 kgm , (b) flowmeter bahan bakar dengan spesifikasi: flowrate range 0-90 lt/jam, maximum pressure 10 bar, akurasi +- 0,25% dari full scale output, maximum flowrate pump 240 lt/jam dan maximum heat/cool input 240 Watt, (c) peralatan emisi opasitas AVL, (d) peralatan pendukung blower. Untuk sensor temperatur digunakan termokopel tipe-K.

Untuk peralatan emisi THC (Total Hydro Carbon) menggunakan gas analyser Horiba dengan input berupa sensor yang dipasang di saluran knalpot atau exhaust system. Dalam kajian ini nilai emisi lainnya yang dihasilkan gas analyser diabaikan, mengacu ke standar pengujian yang dipakai (Badan Standardisasi Nasional, 2012) serta untuk mempermudah analisis awal. Nilai emisi lainnya yang dimaksud adalah yang termasuk kategori polutan (Baukal, Charles E. 2001) yaitu CO , CO, NOx 2

dan lainnya.Untuk karakteristik bahan bakar, telah

dilakukan pengambilan sampel untuk masing-masing bahan bakar yaitu bio-solar dan crude-oil (yang telah difilter) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 dan 2. Sedangkan untuk besaran massa jenis, juga telah dilakukan pengukuran untuk kedua bahan bakar yaitu 805,6 gr/lt untuk

bio-solar dan 800 gr/lt untuk crude-oil.

Gambar 2. Tangki Bahan Bakar Eksternal dan Buret

Gambar 3. Pemasangan sensor emisi di exhaust system

Hasil sampel menunjukkan bahwa dalam crude-oil terkandung wax, sedangkan bio-solar kandungannya sangat kecil bahkan hampir tidak ada. Kedua bahan bakar juga memiliki perbedaan

o oflash point yaitu <-5 C untuk crude-oil dan 57 C untuk bio-solar. Sedangkan untuk besaran kinematic viscosity perbedaannya yaitu sebesar 21% lebih rendah crude-oil dibandingkan bio-solar. Hal ini cukup signifikan.

24 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 14, No. 1, Juni 2018 Hlm. 23-30

Page 3: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

Tabel 1. Uji sampel bio-solar

Tabel 2. Uji sampel crude-oil

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Genset ................ (Muhammad Ihsan Sofyan) 25

Page 4: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

2.2 Metode PengujianPengujian dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Balai Teknologi Termodinamika Motordan Propulsi BPPT dengan menggunakan acuan standar SNI 0119:2012. Acuan yang dimaksud meliputi: Ÿ pemetaan rpm pengujian dan langkah

pengujian berdasarkan spesifikasi mesin atau engine yang diberikan oleh pabrikan, yaitu 3000 rpm yang disebut putaran kerja atau engine speed atau rated rpm, sebagaimana ditunjukkan Tabel 3.

Ÿ Selanjutnya dilakukan setting kenaikan per 100 rpm hingga tercapai daya pengereman maksimum, atau sebaliknya yaitu terjadi penurunan daya maka lakukan setting penurunan per 100 rpm hingga tercapai torsi maksimum;

Ÿ pengkondisian engine dengan parameter suhu +-tertentu (suhu ruang / ambient temperature 27

o +-2 C, tekanan ruang / barometer 100 2 kPa abs, +- osuhu pelumas 80 5 C, suhu coolant / pendingin

+- o85 5 C); danŸ pengambilan data setelah parameter suhu

tercapai dan kondisi beban 100% atau WOT (Wide Open Throttle), yaitu kondisi tuas atau katup bukaan aliran bahan bakar disetting terbuka penuh. Pengambilan data (logging data) dilakukan

sedikitnya 5 menit untuk setiap titik putaran. Stabilitas kondisi mesin bisa diamati berdasarkan stabilitas bacaan daya, putaran mesin dan temperatur yang terlihat pada monitor (Sistem Mutu

Balai Termodinamika Motor dan Propulsi. 2013).

Tabel 3. Spesifikasi Kubota J310 (Operator's Manual

Kubota Diesel Generator, 2012)

Secara umum data yang terekam meliputi berbagai data utama dan data pendukung, namun untuk penyederhanaan penyajian, hanya beberapa data utama saja yang disajikan yaitu: torsi, daya, laju aliran, SFC, emisi THC dan emisi opasitas / smoke.

3. HASIL DAN PEMBAHASANEngine pada generator, pada umumnya beroperasi dengan working cycle atau siklus piston empat langkah (four-stroke). Dalam siklus piston empat langkah (atau dua putaran), stroke atau pergerakan piston dari Titik Mati Atas (TMA) - Titik Mat i Bawah (TMB) untuk mengh isap, mengkompresi udara lalu melakukan pembakaran yang menghasilkan usaha serta mengeluarkan gas sisa keluar sistem terjadi dalam setiap dua putaran atau revolusi (L.L.J. Mahon, 1992). Engine empat langkah ini kemudian dikopel dengan dynamometer tipe motor DC untuk keperluan pengujian.

Secara umum dalam sistem dynamometer, daya keluaran pada poros flywheel engine dinamakan Daya Pengereman (P ) yang dihitung berdasarkan b

keluaran Momen Puntir atau Torsi (T). Keluaran Torsi diperoleh ketika dynamometer melakukan pengereman sehingga terjadi gaya reaksi yang terbaca oleh loadcell seperti ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 5. Pengukuran Torsi dalam Sistem Dynamometer (R. Ferguson, Colin, and

Allan T.Kirkpatrick, 2001)

Jika gaya yang diterapkan oleh strut adalah F, maka torsi yang diterapkan ke engine melalui poros penggerak adalah (R. Ferguson, Colin, and Allan

T.Kirkpatrick, 2001):

T = F . R .........................................................(1)0

dimana R adalah lengan momen sebagaimana 0

yang ditunjukkan dalam Gambar 2. Untuk

26 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 14, No. 1, Juni 2018 Hlm. 23-30

Page 5: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

keperluan kalibrasi, lengan pengungkit terletak di R dan R untuk menggantung beban yang 1 2

dibutuhkan. Setelah torsi diketahui dari bacaan loadcell, maka Pb dapat dihitung melalui persamaan:

P = 2 . π . n . T / 60 .....................………………(2)b

dimana n adalah putaran engine per menit (rpm), sedangkan pembagi 60 menunjukkan konversi satuan dalam detik atau second.

P = Daya Pengereman / Brake Power (Watt), b

T = Torsi (Nm).

Konsumsi bahan bakar spesifik atau lebih dikenal dengan Brake Spesific Fuel Consumption atau lazim disebut SFC, merupakan salah satu parameter penting untuk mengukur kinerja suatu engine.

Diperoleh dengan cara menghitung laju aliran atau debit yang terukur dari flowmeter bahan bakar atau buret dikalikan dengan massa jenis bahan bakar yang digunakan, dibagi dengan daya yang dihasilkan. Secara empiris dituliskan dalam persamaan (R. Ferguson, Colin, and Allan T.Kirkpatrick,

2001):

................................(3)

SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)Q = laju aliran bahan bakar (liter/jam)ρ = massa jenis bahan bakar (g/liter)

Hasil pengujian unjuk kerja yang telah dilakukan di laboratorium menunjukkan trend laju aliran bahan bakar dan konsumsi bahan bakar yang digambarkan dalam tabel dan grafik berikut :

Tabel 4. Hasil Pengujian Performa Bio-Solar

Pengujian dilakukan dengan kondisi beban WOT di putaran 2000 sampai dengan 3200 rpm. Dari grafik dalam gambar 6 dapat dikaji beberapa hal: pertama, secara umum laju aliran kedua bahan bakar jika dibandingkan dengan spesifikasi pabrikan hasilnya melebihi standar pabrikan yaitu 3,2 lt/hr di rated 3000 rpm (lihat tabel 3), dimana hasil pengujian bio-solar menunjukkan nilai 5,48

lt/hr di 3000 rpm dan crude-oil menunjukkan nilai 4,40 lt/hr di 3000 rpm. Kedua, bahwa laju aliran bahan bakar crude-oil lebih rendah dari laju aliran bio-solar. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh sifat fisik dan karakteristik bahan bakar yang berbeda. Kinematic viscosity (W. Stachowiak, Gwidon,

Andrew W. Batchelor. 2014 , yang didefinisikan sebagai )rasio viskositas (μ) terhadap densitas cairan (ρ) dengan satuan cSt (centi Stokes) yang ekuivalen

2dengan satuan mm /detik, dalam data hasil sampel diketahui memiliki perbedaan yang cukup signfikan di dalam kedua bahan bakar tersebut. Nilai kinematic viscosity crude-oil lebih rendah dibandingkan bio-solar, artinya semakin kecil nilainya maka alirannya akan semakin lambat. Selanjutnya adalah properties nya, di mana dalam crude-oi l terkandung wax yang diduga menyebabkan laju aliran bahan bakar melambat.

Tabel 5. Hasil Pengujian Performa Crude-Oil

Gambar 6. Grafik Laju Aliran Bahan Bakar

Gambar 7 menunjukkan nilai konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumption) pada pengujian dengan beban WOT dengan variasi putaran 2000 rpm s.d. 3200 rpm. Terlihat bahwa engine yang menggunakan bahan bakar crude-oil memiliki konsumsi bahan bakar spesifik yang lebih sedikit pada daya keluaran yang sama.

Terlihat SFC bahan bakar crude-oil 20% lebih rendah dibandingkan dengan bio-solar pada putaran kerja engine / rated rpm. Hal ini terjadi selain karena laju aliran yang berbeda, juga disebabkan karena densitas atau massa jenis bahan bakar yang juga berbeda. Densitas crude-oil sebagaimana diketahui dalam uji sampel lebih

Putaran Daya Torsi LFF SFC

Rpm kW Nm l/jam g/kWh

2000 7,94 36,89 2,90 292,61

2200 8,53 36,77 3,25 304,48

2400 9,04 36,67 3,57 315,85

2600 9,68 36,03 3,85 318,04

2800 9,88 34,93 4,19 339,07

3000 10,15 33,14 4,40 347,02

3200 10,14 29,78 4,38 345,48

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Genset ................ (Muhammad Ihsan Sofyan) 27

Page 6: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

kecil dibandingkan dengan bio-solar sehingga turut mempengaruhi nilai SFC sesuai data pengujian maupun secara matematis melalui rumus.

Gambar 7. Grafik SFC (Specific Fuel Consumption)

Dalam gambar 8 terlihat kecenderungan peningkatan emisi THC pada bio-solar yang signifikan mulai putaran 2000 s.d. 3200 rpm, sedangkan pada crude-oil kadar emisi THC yang dihasilkan dari putaran 2000 s.d. rpm masih terlihat volatile atau naik-turun. Menurut teori pembakaran internal (R. Ferguson, Colin, and Allan T.Kirkpatrick, 2001), semakin tinggi putaran kerja semakin rendah emisi THC yang dihasilkan dikarenakan putaran kerja tinggi menyebabkan suhu liner atau ruang bakar semakin tinggi yang menyebabkan pembakaran lebih sempurna sehingga didapatkan efisiensi termal dalam engine, yang menyebabkan jumlah komposisi udara dan bahan bakar terbakar secara ideal.

Gambar 8. Grafik THC (Total Hydro Carbon)

Maka kecenderungan emisi THC yang tinggi dalam bio-solar terutama dalam rated rpm disininyalir terjadi karena pengaturan beban WOT yang menyebabkan laju aliran bahan bakarnya menjadi semakin tinggi. Selain itu secara empirik, semakin tinggi angka cetane pada bio-solar idealnya dapat mempercepat dan menyem-purnakan pembakaran (Celebi, Yahya, Huseyin Aydin.

2018) serta adanya unsur biodiesel dalam bio-solar

dapat menurunkan nilai THC ( ) Hsiung Tsai, et al. 2010

namun data bio-solar menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan crude-oil yang notabene kadar wax / hidrokarbon jenis parafinnya lebih banyak (lihat tabel 2), sehingga tendensi inefisiensi semakin terlihat. Sedangkan dalam crude-oil tendensi penurunan emisi terjadi seiring peningkatan rpm terutama terlihat dalam rated rpm-nya.

Gambar 9. Grafik Opasitas (Smoke)

Selanjutnya adalah emisi opasitas atau smoke yang dikeluarkan oleh engine sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 9. Terlihat dalam rated rpm kadar opasitas atau Filter Smoke Number (FSN) yang tinggi yaitu sebesar 7,6 untuk bio-solar dan 6,5 untuk crude-oil. Hasil tersebut telah melewati batas persyaratan apabila kita mengacu ke standar SNI 0119:2012 yang mensyaratkan nilai maksimum 5 di rated rpm-nya (Badan Standardisasi

Nasional, 2012). Menurut ISO/DIS 8178-3 (Organisation Interna-

tionale de Normalisation, 2019), Filter Smoke Number adalah kadar yang menyatakan karak-teristik asap dari gas buang berupa tingkat penghitaman pada filter yang disebabkan oleh jelaga atau karbon yang tersaring dalam filter. Laju aliran bahan bakar dengan settingan beban WOT pada kedua bahan bakar menyebabkan komposisi bahan bakar menjadi lebih banyak dari settingan normal pabrikan sehingga pada saat pembakaran atau proses pembentukan api, wilayah yang kaya akan bahan bakar akan berpotensi membentuk jelaga.

Kadar FSN yang tinggi pada bio-solar selain dipengaruhi laju aliran bahan bakarnya juga dipengaruhi oleh rantai hidrokarbon dari bahan bakarnya. Secara teoritis (Strehlow, Roger A, 1985), rantai aromatis (hidrokarbon dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya) dan parafin (hidrokarbon alkana dengan formula C H ) pada masing-masing n 2n+2

bahan bakar memiliki tendensi yang paling tinggi untuk membentuk jelaga. Dengan demikian semakin memperkuat analisa grafik THC yang menunjukkan tendensi hidrokarbon yang belum terbakar sempurna, terutama pada bahan bakar bio-solar di rated rpm.

28 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 14, No. 1, Juni 2018 Hlm. 23-30

Page 7: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

Untuk putaran >3000 rpm dalam grafik opasitas terlihat penurunan nilai FSN yang menunjukkan bahwa suhu dan tekanan dalam ruang bakar semakin tinggi sehingga proses pembakaran sedikit lebih baik dari putaran sebelumnya.

4. KESIMPULANDari pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, pengujian performa dilakukan dengan kondisi beban WOT, dimana dalam kondisi operasi lapangan belum tentu dikondisikan sama. Dalam hasil pengujian pengkondisian beban WOT ini menyebabkan peningkatan laju aliran kedua bahan bakar (LFF) terutama pada bio-solar, yang melebihi acuan spesifikasi pabrikan.

Selanjutnya yang kedua, pengukuran laju aliran bahan bakar dan konsumsi bahan bakar spesifik menggunakan dua peralatan yang berbeda sebagaimana disebutkan di bagian sebelumnya, dikarenakan kendala sifat fisis material crude-oil yang tidak dapat diterapkan di flowmeter bahan bakar yang dimiliki laboratorium.

Ketiga, riset sementara menunjukkan bahwa trend laju aliran bahan bakar pada bahan bakar crude-oil lebih kecil dibandingkan bahan bakar bio-solar untuk berbagai variasi putaran, juga trend konsumsi bahan bakar spesifik pada bahan bakar crude-oil lebih kecil dibandingkan bahan bakar bio-solar untuk berbagai variasi putaran, dengan acuan utama putaran kerja (rated-rpm) di 3000 rpm dengan perbedaan sebesar 20% lebih kecil dibanding bio-solar.

Keempat, pengkondisian pengujian unjuk kerja dengan beban WOT menyebabkan tendensi bahan bakar tidak terbakar sempurna, baik itu bio-solar maupun crude-oil, yang ditunjukkan dari nilai emisi THC dan opasitas / smoke yang cenderung tinggi di putaran kerja atau rated rpm-nya. Jika kadar ketinggiannya dibandingkan antara kedua bahan bakar, maka kadar emisi THC dan opasitas dari crude-oil lebih rendah dibandingkan dengan bio-solar.

Kelima, pengujian unjuk kerja yang telah dilakukan ini masih membutuhkan penyem-purnaan di masa yang akan datang dengan cara mengumpulkan data lain yang dibutuhkan untuk analisis lanjutan. Penyempurnaan yang dimaksud meliputi pemrosesan bahan bakar crude-oil untuk memisahkan material wax dari bahan bakar, metode penyimpanan bahan bakar (Paryanto, Imam,

dkk. 2018), pengkondisian peralatan pengukuran konsumsi bahan bakar secara ekuivalen, pengkondisian pengujian dengan variasi beban

( yaitu beban 25%, 50%, Gabina, Gorka, et al. 2019) 75%, dan 100%, perhitungan AFR (Air Fuel Ratio) dan lambda (λ) sebagai analisa rich/lean mixture (Salvador, Roberto, et al. 2010) dan penyajian data emisi lain seperti CO , CO, NOx, dan lainnya.2

DAFTAR PUSTAKABadan Standardisasi Nasional. 2012. Standar Nasional

Indonesia (SNI) 0119:2012 Motor Bakar Penyalaan Kompresi Gerak Bolak Balik Untuk Kegunaan Umum-Spesifikasi, Unjuk Kerja dan Metode Uji. Jakarta: BSN, Hlm. 7.

Baukal, Charles E. 2001. The John Zink Combustion Handbook. U.S: CRC Press LLC, Hlm. 191-218.

Celebi, Yahya, Huseyin Aydin. 2018. Investigation of the effects of butanol addition on safflower biodiesel usage as fuel in a generator diesel engine. Fuel Journal. Vol.222, Elsevier, 2018, Hlm. 391.

Gabina, Gorka, et al. 2018. Performance of marine diesel engine in propulsion mode with a waste oil-based alternative fuel. Fuel Journal. Vol.235, Elsevier, 2019, Hlm. 261.

Hsiung Tsai, Jen, et al. 2010. PM, carbon, and PAH emissions from a diesel generator fuelled with soy-biodiesel blends. Journal of Hazardous Materials. Vol.179, Elsevier, 2010, Hlm. 238.

Intertek Utama Services, PT. 2018. Report: Fuel and Crude Oil Analysis. Jakarta: Intertek, Hlm.3, 5.

L.L.J. Mahon. 1992. Diesel Generator Handbook. Oxford: Butterworth-Heinemann, Hlm. 3.

O p e r a t o r ' s M a n u a l K u b o t a D i e s e l G e n e r a t o r, https://www.manualslib.com/manual/1133926/Kubota-J106-Std.html, akses 05/06/2018.

Organisation Internationale de Normalisation (ISO), https://www.iso.org/obp/ui/#iso:std:iso:8178:-3:dis:ed-2:v1:en, akses 18/10/2018.

Paryanto, Imam, dkk. 2018. Pedoman Umum Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Bio Diesel (B100) dan Campuran Bio Diesel (BXX). Jakarta: Direktorat Jendral Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Hlm. 4.

R. Ferguson, Colin, Allan T.Kirkpatrick. 2001. Internal Combustion Engines Applied Thermosciences. New York: John Wiley & Sons, Inc, Hlm. 7, 106-107 dan 287.

Salvador, Roberto, et al. 2010. Characterization of an ethanol fueled heavy-duty engine powering a generator set. Applied Thermal Engineering Journal. Vol. 102, Elsevier, 2010, Hlm. 1399.

Sistem Mutu Balai Termodinamika Motor dan Propulsi. 2013. Instruksi Kerja Uji Unjuk Kerja Mesin, Tangerang Selatan: BTMP, Hlm. 5.

Strehlow, Roger A, 1985. Combustion Fundamental. Singapore: Mc.Graw-Hill Inc., Hlm. 478.

W. Stachowiak, Gwidon, Andrew W. Batchelor. 2014. Engineering Tribology. UK: Elsevier Inc., Hlm.13

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Genset ................ (Muhammad Ihsan Sofyan) 29

Page 8: 03. KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK GENSET Sofyan1

30 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 14, No. 1, Juni 2018 Hlm. 23-30