02MembangunEkonomiRakyat.pdf

9
www.ginandjar.com 1 MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA BARU YANG KITA CITA-CITAKAN Oleh: Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita Disampaikan di depan Gerakan Mahasiswa Pasundan Bandung, 27 September 2001 Pendahuluan Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial seperti diamanatkan UUD 1945, masalah keadilan harus diberi perhatian dan tekanan khusus untuk menyongsong Indonesia Baru yang kita cita-citakan. Ini merupakan titik tolak dari usaha di dalam menyelesaikan pekerjaan rumah sebagai bangsa. Tidak dapat disangkal masalah yang sangat mendasar yang terjadi selama era Orde Baru adalah kesenjangan. Di bidang ekonomi kesenjangan ini sangat terasa terutama a) kesenjangan antara daerah seperti kota-desa, jawa-luar jawa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia; b) antara sektor pertanian dan sektor Industri/Jasa; dan c) antara golongan masyarakat seperti pribumi dan non pribumi yang melahirkan kesenjangan sosial yang sangat dalam. Masalah kesenjangan, baik antargolongan ekonomi, antarsektor, maupun antardaerah ini terutama dialami oleh perekonomian rakyat karena terbatasnya akses terhadap faktor modal, informasi, dan teknologi, baik dari sisi pemilikannya, maupun dari sisi distribusinya. Sebagai akibat terbatasnya akses ini, peningkatan fungsi dan peran serta posisi perekonomian rakyat juga sangat terbatas dibandingkan dengan perekonomian modern lainnya. Konsentrasi kegiatan perekonomian yang memperlebar jurang kesenjangan jelas tidak mencerminkan amanat para pendiri Republik yang tertuang dalam UUD/45 terutama asas Demokrasi Ekonomi, yang memaksudkan produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dan dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Di dalam Demokrasi Ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh karena itu salah satu tantangan besar yang dihadapi perekonomian nasional dalam menyongsong Indonesia Baru adalah bagaimana agar konsentrasi ekonomi dan penguasaan aset nasional tadi dapat dikendalikan dan diarahkan dengan berpegang pada asas kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan berkelanjutan. Hal ini semua bisa dan hanya bisa terwujud kalau kita secara konsisten kembali kepada amanat UUD 1945 yang pada dasarnya membangun Demokrasi Ekonomi yang berpedoman pada Sistem Ekonomi Kerakyatan yang dalam wujud operasionalnya adalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan yang mengandung makna sebuah sistem ekonomi partisipatif yang memberikan akses sebesar -besarnya secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi nasional serta meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat, maupun dalam suatu mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia secara berkelanjutan. Maksud seperti itu juga terkandung dalam pemikiran dasar sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana yang secara inheren termaktub dalam filosofi dasar negara kita. Perekonomian rakyat itu sendiri hendaknya diartikan sebagai semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan orang banyak, baik dalam kedudukannya sebagai produsen, pedagang, maupun konsumen.

description

Buku tentang hal - hal yang bisa di kembangkan dalam kehidupan masyarakat

Transcript of 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

Page 1: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 1

MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA BARU YANG KITA CITA-CITAKAN

Oleh:

Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita

Disampaikan di depan Gerakan Mahasiswa Pasundan Bandung, 27 September 2001

Pendahuluan

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial seperti diamanatkan UUD 1945, masalah keadilan harus diberi perhatian dan tekanan khusus untuk menyongsong Indonesia Baru yang kita cita-citakan. Ini merupakan titik tolak dari usaha di dalam menyelesaikan pekerjaan rumah sebagai bangsa. Tidak dapat disangkal masalah yang sangat mendasar yang terjadi selama era Orde Baru adalah kesenjangan.

Di bidang ekonomi kesenjangan ini sangat terasa terutama a) kesenjangan antara daerah seperti kota-desa, jawa-luar jawa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia; b) antara sektor pertanian dan sektor Industri/Jasa; dan c) antara golongan masyarakat seperti pribumi dan non pribumi yang melahirkan kesenjangan sosial yang sangat dalam.

Masalah kesenjangan, baik antargolongan ekonomi, antarsektor, maupun antardaerah ini terutama dialami oleh perekonomian rakyat karena terbatasnya akses terhadap faktor modal, informasi, dan teknologi, baik dari sisi pemilikannya, maupun dari sisi distribusinya. Sebagai akibat terbatasnya akses ini, peningkatan fungsi dan peran serta posisi perekonomian rakyat juga sangat terbatas dibandingkan dengan perekonomian modern lainnya.

Konsentrasi kegiatan perekonomian yang memperlebar jurang kesenjangan jelas tidak mencerminkan amanat para pendiri Republik yang tertuang dalam UUD/45 terutama asas Demokrasi Ekonomi, yang memaksudkan produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dan dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Di dalam Demokrasi Ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh karena itu salah satu tantangan besar yang dihadapi perekonomian nasional dalam menyongsong Indonesia Baru adalah bagaimana agar konsentrasi ekonomi dan penguasaan aset nasional tadi dapat dikendalikan dan diarahkan dengan berpegang pada asas kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan berkelanjutan. Hal ini semua bisa dan hanya bisa terwujud kalau kita secara konsisten kembali kepada amanat UUD 1945 yang pada dasarnya membangun Demokrasi Ekonomi yang berpedoman pada Sistem Ekonomi Kerakyatan yang dalam wujud operasionalnya adalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.

Sistem ekonomi kerakyatan yang mengandung makna sebuah sistem ekonomi partisipatif yang memberikan akses sebesar -besarnya secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi nasional serta meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat, maupun dalam suatu mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia secara berkelanjutan. Maksud seperti itu juga terkandung dalam pemikiran dasar sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana yang secara inheren termaktub dalam filosofi dasar negara kita.

Perekonomian rakyat itu sendiri hendaknya diartikan sebagai semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan orang banyak, baik dalam kedudukannya sebagai produsen, pedagang, maupun konsumen.

Page 2: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 2

Berdasarkan batasan tersebut, jelaslah bahwa ekonomi rakyat memiliki dimensi yang luas dan mencakup jumlah penduduk yang sangat besar. Pada umumnya usaha ekonomi rakyat memiliki karakteristik: berskala kecil, berkemampuan ekonomi lemah, serta bersifat informal/tradisional, meskipun ada juga yang berskala menengah dan modern.

Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat

Dalam rangka menangkap semangat reformasi, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi; maka perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan terus-menerus keseluruhan program pembangunan seyogyanya mengacu pada paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development) atau pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centered development). Konsep pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat tersebut antara lain berlandaskan azas-azas: (a) komitmen penuh pemerintah dengan keterlibatan minimal (fully committed with less involvement), pemerintah berintervensi hanya apabila terjadi distorsi pasar dengan cara selektif dan bijaksana (smart intervention); (b) peran-serta aktif (participatory process) dari seluruh komponen masyarakat madani (civil society); (c) keberlanjutan (sustainability); serta (d) pendanaan bertumpu pada prinsip-prinsip: efisiensi, efektivitas , transparansi, dan accountability serta dapat langsung diterima oleh masyarakat yang betul-betul memerlukan (intended beneficiaries). Sebagai konsekuensinya semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) atau semua unsur masyarakat madani (pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi serta masyarakat dan/atau LSM) haruslah dilibatkan di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah/lokal.

Upaya menegakkan kemandirian nasional dalam rangka mengurangi/ menghapuskan beban hutang dan ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri serta upaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional harus dibangun melalui penggalian dan mobilisasi dana masyarakat serta peningkatan partisipasi segenap unsur masyarakat madani (Indonesia Incorporated) dalam proses pembangunan berlandaskan paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development). Dengan demikian pengembangan investasi akan berlangsung secara berkelanjutan dan berakar dari kemampuan sumberdaya nasional dengan partisipasi luas masyarakat dan dunia usaha, terutama UKM dan Koperasi sebagai komponen terbesar usaha nasional, sehingga terbentuk keandalan daya saing investasi nasional. Pembangunan investasi bagi perkuatan usaha nasional, perlu lebih didorong untuk memperluas pemerataan kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku ekonomi dalam rangka memperkuat basis perekonomian nasional yang tangguh dan mandiri serta untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan.

Pembangunan Dunia Usaha dan Kemandirian Nasional

Pelaksanaan reformasi ekonomi dan implikasinya terhadap dunia usaha berlandaskan pada perspektif sebagai berikut:

1. Pembangunan yang berkelanjutan dan berakar pada sumberdaya nasional dengan partisipasi luas dari dunia usaha/masyarakat dan peran pemerintah sebagai fasilitator.

2. Ketahanan dan daya saing perekonomian merupakan faktor penentu. Ketahanan dibangun dengan memperluas basis ekonomi, sedangkan daya saing dibangun dengan meningkatkan produktivitas yang bersumber dari kualitas SDM, teknologi, dan efisiensi penggunaan sumberdaya.

3. Perkuatan daya saing sekaligus untuk mengurangi kesenjangan usaha nasional melalui pemberdayaan ekonomi rakyat, terutama yang lemah dan tertinggal, merupakan agenda utama pembangunan. Hal ini merupakan syarat perlu bagi terjaminnya ketahanan dan stabilitas ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Page 3: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 3

Dunia usaha, termasuk UKM dan Koperasi, diharapkan mampu memiliki daya tahan dan daya saing yang tinggi, dengan ciri-ciri: (a) mempunyai keluwesan (fleksibilitas); (b) memiliki produktivitas tinggi; dan (c) dikelola dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dan kaidah ekonomi modern. Koperasi, usaha negara, dan usaha swasta (termasuk usaha kecil dan menengah) diharapkan mampu melaksanakan fungsi dan perannya masing-masing secara optimal dalam perekonomian nasional, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 melalui terjalinnya tata hubungan dan kerjasama serta kemitraan usaha yang serasi, selaras dan seimbang serta saling menguntungkan. UKM dan Koperasi mampu menjadi tulang punggung perekonomian yang makin handal; mampu berkembang sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat dan mandiri; serta menjadi wadah yang efektif untuk menggalang kekuatan ekonomi rakyat di semua kegiatan/sektor perekonomian.

Setelah secara bertahap keluar dari krisis ekonomi, Indonesia diharapkan mampu membangun ketahanan ekonomi yang semakin kuat yang dilandasi oleh: (a) basis kegiatan ekonomi yang semakin luas bersamaan dengan berkembangnya produk-produk andalan yang bernilai tambah tinggi; (b) neraca pembayaran yang semakin mantap; (c) lembaga-lembaga ekonomi yang makin berfungsi dengan mantap dan bekerja dengan efisien; dan (d) produktivitas SDM meningkat, angkatan kerja makin terdidik dan terampil, serta peran tenaga profesional, teknisi dan manajemen meningkat seiring berkembangnya spesialisasi.

Selanjutnya pada sepuluh atau duapuluh tahun yang akan datang diharapkan telah dicapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan Indonesia. Artinya, pada saat itu sumber utama investasi ekonomi telah bertumpu pada pemupukan, akumulasi serta mobilisasi aliran modal (dana) dari dalam negeri. Ini tidak berarti bahwa tidak ada aliran modal dari luar negeri, termasuk yang berupa pinjaman dalam dunia usaha. Namun pinjaman luar negeri tidak menjadi faktor yang terlalu menentukan kesehatan perekonomian nasional. Dengan demikian pengembangan investasi akan berlangsung secara berkelanjutan dan berakar dari kemampuan sumberdaya nasional dengan partisipasi luas masyarakat dan dunia usaha, terutama UKM dan Koperasi, sehingga terbentuk ketahanan ekonomi dan keandalan daya saing nasional.

Pengembangan UKM dan Koperasi sebagai pilar utama sistem ekonomi kerakyatan

Keberadaan UKM dan Koperasi sebagai bagian terbesar dari seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud nyata kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Posisi seperti itu seharusnya menempatkan peran UKM dan Koperasi sebagai salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan, namun hingga kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain. Oleh karena itu pengembangan UKM dan Koperasi harus menjadi salah satu strategi utama pembangunan nasional yang pelaksanaannya diwujudkan secara sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat serta didukung oleh upaya-upaya sistematis dan konseptual secara konsisten dan terus -menerus dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat di tingkat nasional, regional, maupun lokal). Barang tentu hal ini juga harus dibarengi dengan strategi pengembangan usaha besar dalam kerangka sistem ekonomi kerakyatan.

Konsep pengembangan UKM dan Koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan seyogyanya mempunyai perspektif tentang pentingnya: (a) peranserta aktif seluruh komponen masyarakat; (b) jiwa dan semangat kewirausahaan yang tinggi; (c) kebebasan berusaha, berkreasi dan berinovasi; (d) kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, teknologi dan informasi; (e) sistem ekonomi yang terbuka, transparan dan efisien; dan (f) mekanisme pasar yang berkeadilan.

Pengembangan UKM dan Koperasi menjadi komponen penting bagi program pembangunan nasional untuk meletakkan landasan pembangunan sistem ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Proses dan cara untuk mencapai tujuan pembangunan

Page 4: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 4

tersebut sangat penting, terutama melalui upaya penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas. Pendekatan demikian diharapkan lebih menjamin terwujudnya perekonomian yang lebih adil dan merata, berdaya saing dengan basis efisiensi di berbagai sektor dan keunggulan kompetitif untuk memenangkan persaingan global, berwawasan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang lestari, dengan partisipasi masyarakat yang lebih menonjol dan desentralisasi pembangunan untuk meningkatkan kapasitas dan memaksimalkan potensi daerah, serta bersih dari KKN.

Program penyelamatan dan pemulihan ekonomi nasional hendaknya tidak hanya dipandang sebagai crash-program yang bersifat sementara, tetapi juga harus dipandang sekaligus sebagai proses percepatan transformasi struktural dan pembangunan yang berkelanjutan untuk meletakkan landasan bagi terwujudnya struktur ekonomi yang kuat dengan peran serta masyarakat dan dunia usaha yang lebih besar, terutama kontribusi UKM dan Koperasi dalam pembentukan nilai tambah, kepemilikan aset, dan daya saing. Artinya upaya pengembangan UKM dan Koperasi sekaligus merupakan pilihan strategis dalam rangka membangun daya saing dan ketahanan ekonomi nasional serta untuk mewujudkan sistem eknomi kerakyatan.

Peningkatan daya saing usaha nasional dalam persaingan harus dicapai secara bersamaan dengan pembangunan kemampuan ekonomi masyarakat yang tertinggal. Peran UKM dan Koperasi cukup berarti di dalam proses pembangunan, karena industri besar terbukti tidak bisa menjadi pemeran tunggal dalam memecahkan: (a) pengangguran dan setengah pengangguran di negara-negara berkembang, (b) ketidak-merataan distribusi pendapatan, dan (c) ketidak-seimbangan struktur pembangunan ekonomi sektoral dan regional atau desa-kota.

Masalah, Tantangan, dan Kesempatan

Data BPS dan Menegkop & UKM menunjukkan bahwa pada tahun 1999 di Indonesia terdapat sekitar 37,86 juta unit usaha yang hampir keseluruhannya (37,8 juta atau 99,9 persen) adalah usaha mikro (beromset ≤ Rp. 50 juta per tahun) dan usaha kecil (beromset ≤ Rp. 1 miliar per tahun), sedangkan sisanya sejumlah 51,8 ribu adalah usaha menengah (0,14 persen) dan 1,9 ribu usaha besar (0,005 persen). Sekitar 59,6 juta orang tenaga kerja (88,9 persen dari 67,1 juta lapangan kerja nasional) diserap oleh usaha mikro dan kecil, namun perannya dalam pembentukan PDB nasional (non-migas) hanya 41,3 persen, sedangkan usaha menengah dan besar berturut-turut sebesar 16,3 dan 33,1 persen.

Jumlah unit usaha serta tenaga kerja yang besar dengan rata-rata kualitas sumberdaya manusia yang rendah menjadi hambatan mendasar dalam pengembangan UKM dan Koperasi. Di samping itu terdapat berbagai permasalahan kebijakan, termasuk regulasi, birokrasi dan retribusi yang berlebihan, sehingga menyebabkan beban biaya transaksi yang besar pada UKM dan Koperasi dan keterbatasan akses terhadap sumberdaya produktif seperti modal, teknologi, pasar dan informasi.

Tantangan eksternal yang mendasar adalah pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan pesatnya mobilitas dana investasi. Demikian pula perkembangan teknologi yang diikuti dengan cepatnya perubahan selera konsumen semakin memperpendek daur hidup produk (product life cycle). Sementara itu dari segi potensi, usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan skala usaha yang dinamis yang memiliki daya responsif, fleksibilitas dan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan teknologi dan pasar.

Dalam kaitannya dengan krisis ekonomi yang tengah terjadi saat ini, usaha nasional perlu diselamatkan, dibangkitkan kembali, dan diperkuat, terutama UKM dan Koperasi yang terbukti memiliki fleksibilitas lebih tinggi untuk beradaptasi terhadap perubahan. Dengan demikian dalam krisis ini UKM dan Koperasi diharapkan mampu lebih berperan dalam mengatasi pengangguran, pemenuhan ketersediaan kebutuhan masyarakat, dan menggerakkan kembali roda perekonomian nasional.

Page 5: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 5

Pembangunan dunia usaha yang kondusif bagi pemberdayaan UKM dan Koperasi

Tantangan bagi dunia usaha agar kondusif bagi upaya-upaya pemberdayaan dan pengembangan UKM dan Koperasi mencakup aspek yang luas, antara lain: (a) peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal kemampuan manajemen, organisasi, dan teknologi; (b) kompetensi kewira-usahaan; (c) akses yang lebih meluas terhadap permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor masukan produksi lainnya; dan (d) iklim usaha yang sehat yang mendukung tumbuhnya inovasi dan kewira-usahaan, praktek bisnis berstandar internasional, serta persaingan yang sehat.

Tantangan lain yang paling mendasar adalah bagaimana membenahi krisis moral (moral hazard) yang telah melanda, baik kalangan pemerintah maupun dunia usaha, dan telah melahirkan “monster” KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang telah merusak sendi-sendi etika berusaha (business ethic) dan iklim usaha sehingga kurang sehat dan kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya pelaku-pelaku ekonomi nasional yang mandiri (bukan karena fasilitas), tangguh dan mampu bersaing di arena internasional.

Implikasi krisis ekonomi yang kita alami dewasa ini sekaligus juga tantangan bagi upaya pengembangan investasi dan dunia usaha antara lain adalah, pertama-tama seluruh energi bangsa perlu dipadukan, termasuk dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah (Indonesia incorporated) untuk saling memberi dukungan moral untuk memperkuat percaya diri sebagai bangsa untuk keluar dari krisis. Kemudian sikap kita harus dilandasi optimisme yang realistis, antara lain melalui pemanfaatan peluang-peluang ekspor serta kegiatan-kegiatan usaha yang mengandalkan pada sumber alam (resource-based industries) dan bahan baku lokal seperti sektor pertanian (agroindustries/agrobusiness) dan pariwisata. Yang juga penting, dunia usaha perlu menghayati pentingnya kemampuan akses dan penguasaan informasi sebagai sumber keunggulan kompetitifnya.

Selain itu dunia usaha harus segera menyiapkan diri untuk menghadapi terjadinya reorientasi, pergeseran, serta restrukturisasi di bidang masing-masing. Reformasi untuk membangun good corporate governance juga harus segera dilaksanakan dan diperluas agar dunia usaha nasional dapat dipercaya dan diterima oleh masyarakat dunia usaha internasional. Yang terakhir namun justru sangat penting adalah bahwa reformasi perbankan harus segera dituntaskan, antara lain melalui: (a) rasionalisasi, restrukturisasi, dan rekapitalisasi bank-bank swasta dan nasional agar lebih sehat, termasuk Lembaga Keuangan Masyarakat seperti Antara lain Bank Perkereditan Rakyat (BPR), Balaiusaha Mandiri Terpadu (BMT), Koperasi/Unit Simpan-Pinjam (KSP/USP), Badan Kredit Desa (BKD), Modal Ventura Daerah (MVD), Koperasi Kredit (Credit Union), dan lumbung nagari; (b) kebijaksanaan moneter yang seksama untuk mencegah terjadinya hiperinflasi; serta (c) mengupayakan mengalirnya kembali sumber-sumber pembiayaan, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang vital seperti ekspor, produksi pangan, usaha kecil dan menengah, dan sebagainya.

Pengembangan Investasi dan Dunia Usaha

Disadari bahwa terdapat beberapa persoalan pokok yang masih belum terselesaikan selama pembangunan di masa Orde Baru. Diantaranya adalah iklim investasi yang belum sepenuhnya mendukung: (a) peningkatan kapasitas dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan; (b) penciptaan lapangan kerja; (c) pemerataan pembangunan dan kesempatan berusaha; serta (d) pemberdayaan masyarakat, terutama yang tertinggal. Masalah lain yang bersifat internal, di samping sumber daya manusia dan kelembagaan, adalah menyangkut efisiensi dan efektivitas penggunaan dana investasi, terutama masih adanya aliran dana kepada kegiatan investasi kurang produktif serta spekulatif. Hal terakhir ini bisa menghambat upaya penanganan

Page 6: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 6

masalah-masalah ekonomi dan sosial yang mendesak antara lain seperti penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat secara lebih merata.

Permasalahan tersebut menampakkan banyak hal yang perlu dibangun, terutama adalah bagaimana meningkatkan kapasitas, kapabilitas, efisiensi dan efektivitas dari bekerjanya baik sistem dan kelembagaan investasi maupun kelembagaan pendukungnya. Dengan demikian menjadi sangat penting dalam pembangunan investasi adalah kegiatan pembangunan kelembagaan untuk melancarkan serta menjamin berlangsungnya kegiatan investasi. Terutama yang sangat penting dan mendasar adalah pembangunan investasi juga harus mampu mendorong berkembangnya prakarsa dan partisipasi luas masyarakat, terutama UKM dan Koperasi.

Tantangan yang semakin berat di masa mendatang, adalah mengembalikan momentum laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang diiringi oleh pemerataan dan transformasi struktural dalam perekonomian nasional. Tantangan pembangunan investasi dalam jangka menengah antara lain adalah: pertama, meningkatkan ketersediaan dana investasi terutama yang bersumber dari masyarakat di dalam negeri melalui upaya penggalian, pemanfaatan dan pengembangan berbagai sumber dana dan bentuk pembiayaan investasi, baik melalui perbankan dan lembaga keuangan bukan bank maupun lembaga pembiayaan yang telah berkembang dan mengakar di masyarakat; dan kedua, kebijaksanaan mengarahkan penggunaan dana investasi pada kegiatan produktif yang melibatkan peranserta masyarakat yang luas terutama melalui berkembangnya UKM dan Koperasi, dan yang memberikan sebesar-besarnya manfaat langsung bagi masyarakat, serta peningkatan daya saing nasional.

Rekomendasi Kebijakan

Reformasi Sistem Perbankan dan Rekapitalisasi Lembaga Keuangan Masyarakat

Hal mendasar yang nampaknya perlu segera dilaksanakan adalah reformasi sistem perbankan nasional sehingga betul-betul kondusif bagi pengembangan UKM, yaitu dengan membagi fungsi dan peran bank-bank besar di pusat (yang menerapkan sistem cabang) dan bank-bank di daerah (dengan menerapkan sistem unit/jaringan). Oleh karena itu seyogyanya diterapkan salah satu dari dua alternatif sistem perbankan, yaitu “unit banking system” (dewasa ini secara unik hanya diterapkan di Amerika Serikat) atau “hybrid banking system” (sebagaimana di Jepang, Jerman, India, dan Perancis); bukan “branch banking system” sebagaimana diterapkan di Inggris, Australia, Kanada, New Zealand, dan Afrika Selatan.

Di dalam sistem unit, suatu bank hanya diperkenankan membuka cabang di dalam suatu wilayah tertentu saja, misalnya di dalam satu propinsi atau negara bagian (state), tidak boleh keluar dari wilayah domisilinya. Bank tersebut diperkenankan membuka cabangnya di wilayah lain melalui sistem jaringan “correspondence bank” atau bisa saja diperbolehkan bilamana terdapat perjanjian kesepakatan antar wilayah (propinsi) mengenai izin membuka cabang. Sedangkan sistem campuran (hybrid) ditengarai oleh adanya sejumlah kecil bank-bank besar dengan sistem cabangnya yang memegang sebagian tertentu deposito nasional dan sejumlah besar sisanya adalah bank-bank kecil (dalam sistem jaringan) yang melayani kegiatan ekonomi (UKM dan Koperasi) regional/lokal.

Penerapan sistem jaringan bagi bank-bank besar tersebut akan sekaligus merupakan proses “re-engineering”, “re-inventing”, dan restrukturisasi perusahaan antara lain melalui “down-sizing” dan “leaning-down” ke dalam unit-unit mandiri yang lebih kecil (misalnya dalam unit/divisi propinsi atau kabupaten/kota) namun tetap berinteraksi dengan atau dikendalikan oleh kantor pusatnya melalui suatu jaringan agar lebih responsive, adaptif, dan fleksibel terhadap pesatnya perubahan teknologi dan lingkungan pasar. Sistem tersebut telah banyak diterapkan dengan sukses oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti General Electric (GE) dan IBM dalam upaya mengantisipasi kecenderungan dan persaingan global di masa depan.

Page 7: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 7

Bank-bank besar seyogyanya hanya melayani usaha-usaha besar di pusat dan subsidiary/affiliated company mereka di daerah melalui cabang; sedangkan bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan daerah/lokal melayani UKM setempat. Namun bank-bank besar juga didorong (melalui sistem insentif yang kondusif) untuk juga melayani UKM melalui Lembaga Keuangan Masyarakat setempat yang menjadi correspondence bank mereka (melalui sistem jaringan, bukan cabang). Dengan demikian diharapkan dana dari masyarakat yang dihimpun dalam suatu wilayah (propinsi atau kabupaten/kota) tidak tersedot ke (kantor) pusat, melainkan berputar dan dimanfaatkan oleh masyarakat atau UMKMK wilayah tersebut bahkan dapat ditambah dana dari pusat.

Rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan nasional hendaknya tidak ditujukan hanya kepada bank-bank besar (dengan sistem cabangnya) saja, melainkan juga bagi lembaga-lembaga keuangan lokal atau LKM. Misalnya melalui rekapitalisasi dan pembentukan lembaga-lembaga penjaminan lokal (LPL) yang diwajibkan mendepositkan dana rekapitalisasi tersebut (sebagai dana “abadi”) kepada lembaga-lembaga keuangan lokal dalam sistem jaringan. Dana rekapitalisasi tersebut dapat dialokasikan dari sebagian dana hasil penjualan asset BPPN atau dari sebagian dana APBN yang dianggarkan bagi pembayaran bunga obligasi/ rekapitalisasi perbankan yang tahun ini saja sudah mencapai sekitar Rp. 40 triliun. Pembayaran bunga obligasi tersebut (yang notabene hanya diperuntukkan bagi sekitar 129 bankir) lebih besar dari dana pembangunan (diperuntukkan bagi sekitar 210 juta rakyat Indonesia). Dana juga dapat diperoleh dari Pemerintah Daerah setempat (berupa pinjaman, subsidi, atau penyertaan) dan dana-dana masyarakat lainnya (berupa pinjaman atau penyertaan dari UKM dan Koperasi, usaha besar, bank, Lembaga Keuangan Masyarakat, BUMN, dan individual).

Perlu digaris-bawahi bahwa rekapitalisasi sebaiknya lebih difokuskan pada lembaga penjaminan lokal atau LPL melalui deposito “abadi” dana penjaminannya kepada Lembaga Keuangan Masyarakat agar memudahkan akses UKM dan Koperasi kepada sumber-sumber pembiayaan setempat. Sekali UKM dan Koperasi tersebut mendapat jaminan dari LPL maka akan mudah baginya untuk memperoleh pinjaman dari Lembaga Keuangan Masyarakat karena sebagian dana tersebut merupakan dana deposito dari LPL. Keberadaan lembaga-lembaga penjaminan dan keuangan di tingkat lokal (kabupaten, kecamatan, atau desa) merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sistem pembiayaan UKM dan Koperasi, karena akan sangat membantu UKM dan Koperasi dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. Selama ini sebenarnya kita sudah mempunyai lembaga penjaminan serupa (Perum PKK) namun hanya berdomisili di Jakarta dan beberapa ibukota propinsi sehingga sulit diakses UKM dan Koperasi.

Lembaga penjaminan lokal tersebut perlu dikembangkan melalui suatu sistem jaringan dengan membentuk semacam asosiasi atau koperasi baik di tingkat kabupaten dan propinsi maupun di tingkat nasional. Selain dibutuhkan dukungan suatu sistem dan jaringan teknologi informasi, maka untuk mencegah timbulnya moral hazard sistem pembiayaan UKM dan Koperasi ini juga perlu diatur dan dijamin oleh Undang-undang. LPL tersebut juga perlu menjaminkan/ mengasuransikan kembali dana penjaminan tersebut kepada lembaga tertentu di tingkat nasional, agar lebih aman dan untuk mencegah kemungkinan terburuk di masa yang akan datang, misalnya bila terjadi kemacetan pengembalian pinjaman kredit UKM dan Koperasi di Lembaga Keuangan Masyarakat.

Pengembangan jaringan layanan pengembangan usaha

Selanjutnya UKM dan Koperasi yang telah dijamin oleh lembaga penjaminan tersebut (tentu saja setelah didiagnosa, dibantu dan direkomendasi oleh semacam lembaga konsultasi usaha atau business development service center – BDSC) dapat langsung mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan setempat tanpa harus menyerahkan agunan. Lembaga penjaminan tersebut dalam menentukan/memilih lembaga keuangan lokal calon mitranya harus melalui mekanisme

Page 8: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 8

seleksi yang terbuka dan mentaati azas-zas prudential perbankan, antara lain melalui fit and proper test dengan mencermati kinerjanya di masa lalu (track record).

Jelas bahwa sistem pembiayaan UKM dan Koperasi tersebut perlu didukung oleh adanya suatu jaringan pusat-pusat layanan pengembangan usaha (business development service center – BDSC) tingkat lokal. Lembaga di tingkat lokal ini membantu perkembangan UKM dan Koperasi dalam hal manajemen, teknis, pelatihan, dan kemudahan akses terhadap pasar, informasi, teknologi, dan modal. Misalnya membuatkan proposal pengembangan usaha bagi UKM dan Koperasi dalam rangka mendapatkan penjaminan dari LPL agar dapat memperoleh pinjaman kredit dari LKM.

Pemerintah dapat memberikan bantuan/subsidi berupa voucher kepada UKM dan Koperasi untuk memperoleh bantuan layanan dari BDSC setempat. UKM dan Koperasi tersebut hanya akan membayar (berupa voucher) kepada bantuan layanan BDSC apabila layanan tersebut memang betul-betul dirasakan bermanfaat. Dengan demikian sistem voucher ini selain dapat membantu UKM dan Koperasi, juga sekaligus dapat membantu BDSC dan memacunya agar betul-betul memberikan layanan secara profesional. Sebagian Lembaga Keuangan Masyarakat, terutama yang melayani usaha mikro, juga memer lukan penjaminan (antara lain bila memerlukan tambahan pendanaan dari sumber-sumber lain untuk meningkatkan kapasitasnya) maupun layanan pengembangan usaha. Sedangkan untuk usaha mikro, barangkali belum memerlukan penjaminan mengingat jumlah pinjamannya yang relatif sangat kecil sehingga penjaminan akan kurang efisien dan efektif.

Seyogyanya dibentuk suatu lembaga semacam konsorsium yang mempunyai wewenang melaksanakan pengujian dan menebitkan lisensi/sertifikat bagi konsultan dan akreditasi bagi BDSC. Konsorsium tersebut seyogyanya beranggotakan antara lain perusahaan konsultan manajemen/teknik swasta (domestik dan internasional), asosiasi UKM dan Koperasi, dan perguruan tinggi yang mempunyai reputasi baik secara nasional maupun internasional. Biaya pelatihan serta pengujian lisensi/sertifikat dan akreditasi bisa sebagian atau seluruhnya ditanggung/disubsidi oleh pemerintah untuk yang pertama kali saja dan diutamakan bagi konsultan UKM dan Koperasi dan BDSC yang sudah ada. Untuk biaya ujian yang kedua dan seterusnya (pengulangan) ditanggung sepenuhnya oleh peserta.

Penutup

Liberalisasi perdagangan dunia yang akan segera kita hadapi (AFTA 2003) menuntut semua sumber daya nasional untuk mempunyai kemampuan posisi tawar yang lebih tinggi. Kondisi ini sebenarnya merupakan tantangan besar sekaligus juga merupakan peluang yang besar pula bagi usaha ekonomi rakyat untuk mengembangkan dirinya. Untuk itu, tantangannya adalah bagaimana agar dalam waktu secepatnya dapat meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya. Peningkatan kualitas SDM diperlukan untuk meraih berbagai peluang dan kemudahan yang timbul, baik oleh kondisi pasar sendiri maupun yang diberikan pemerintah. Untuk membangun perekonomian nasional yang kuat dan mandiri diperlukan usaha menengah dan usaha kecil termasuk koperasi yang kuat dan andal, yang merupakan bagian integral dari perekonomian nasional sebagai usaha yang saling mendukung dengan usaha besar.

Dalam upaya memberdayakan ekonomi rakyat peran perguruan tinggi dan lembaga pendidikan sangat menentukan dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang berkebudayaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berahklak mulia. Membangun sikap mental seperti ini merupakan keharusan bagi kita, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan sebagai pribadi untuk memasuki rimba persaingan bebas yang pasti semakin memerlukan energi, kreatifitas dan kerja keras.

Akhirnya, posisi perjalanan bangsa Indonesia saat ini merupakan momentum sejarah yang sangat tepat untuk kita dalam merumuskan kembali makna-makna kebersamaan, keadilan dan

Page 9: 02MembangunEkonomiRakyat.pdf

www.ginandjar.com 9

pencapaian terhadap kesejahteraan sebagaimana dirumuskan dalam haluan dasar kita bernegara. Kita harus yakin, langkah-langkah koreksi dan proses dialektika perkembangan masyarakat, selama didasarkan pada ahklak dan tujuan mulia, pada akhirnya akan bermuara pada perbaikan kualitas hidup kita sebagai bangsa. Oleh sebab itu, sewajarnya setiap elemen masyarakat perlu memberikan sumbangsih maksimalnya untuk membangun sebuah Indonesia yang kita cita-citakan.