01_Gaya Kepemimpinan.pdf

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kepemimpinan adalah suatu hal yang urgen sekali dalam suatu organisasi, khususnya dalam lembaga pendidikan, kerena kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi anggota untuk mengubah sikap, tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya (Kartini Kartono, 1998: IX) Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi. Kualitas pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya, sebab pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, bisa mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan menunjukkan jalan serta prilaku yang benar yang harus dilakukan secara bersama. Dia juga mampu membawa organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Sehingga pemimpin mempunyai kesempatan paling banyak untuk mengubah “jerami menjadi emas” atau justru sebaliknya bisa menggantii “setumpuk uang menjadi abu” jika pemimpin salah langka. Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah system manajemen yang sentralistik diganti dengan system manajemen desentralistis melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Hal ini menuntut perubahan berbagai komponen dalam organisasi dan juga gaya kepemimpinan. Artinya setuasi yang tidak menentu penuh dengan perubahan dan ketidakpastian diperlukan keahlian dalam bidang kepemimpinan.

Transcript of 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Page 1: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kepemimpinan adalah suatu hal yang urgen sekali dalam suatu

organisasi, khususnya dalam lembaga pendidikan, kerena kepemimpinan merupakan

kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu

mempengaruhi anggota untuk mengubah sikap, tingkah laku kelompok atau organisasi

menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh interpersonal pemimpin

terhadap anak buahnya (Kartini Kartono, 1998: IX)

Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu

organisasi. Kualitas pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya,

sebab pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, bisa mempengaruhi

secara konstruktif orang lain, dan menunjukkan jalan serta prilaku yang benar yang

harus dilakukan secara bersama. Dia juga mampu membawa organisasi kepada sasaran

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Sehingga pemimpin mempunyai

kesempatan paling banyak untuk mengubah “jerami menjadi emas” atau justru

sebaliknya bisa menggantii “setumpuk uang menjadi abu” jika pemimpin salah langka.

Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah system

manajemen yang sentralistik diganti dengan system manajemen desentralistis melalui

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Hal ini menuntut

perubahan berbagai komponen dalam organisasi dan juga gaya kepemimpinan. Artinya

setuasi yang tidak menentu penuh dengan perubahan dan ketidakpastian diperlukan

keahlian dalam bidang kepemimpinan.

Page 2: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Kepemimpinan transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh

dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika menerima segala

apa yang menimpanya, yaitu zaman dimana manusia dapat mengkritik dan meminta

yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Bahkan dalam terminologi

maslow, manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan

mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan

penghargaan pada manusia itu sendiri.

Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan

penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat yang

terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang

memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling

berpengaruh.(Aam Qomariah:2006:77)

Pemimpin transformasional yang efektif yaitu pemimpin yang melihat dirinya

sebagai agen perubahan, pemimpin berhati-hati dalam mengambill resiko, peka

terhadap kebutuhan organisasi, fleksibel dan terbuka terhadap pelajaran dan

pengalaman, mempunyai keterampilan kognitif dan memiliki visi yang mempercayai

intuisi mereka. (gary yulk,1998: 304-307)

Gibson dkk. Mengatakan: kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan

yang memberi inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil yang

lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.

Kepemimpinan tranformasional bukan hanya sekedar mempengaruhi pengikutnya

untuk mencapai tujuan yang diinginkan, melainkan lebih dari itu bermaksud ingin

merubah sikap dan nilai-nilai dasar pengikutnya melalui pemberdayaan dan

membangun budaya dalam organisasi. Pengalaman pemberdayaan para pengikutnya

Page 3: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

meningkatkan rasa percaya diri dan tekad untuk terus melakukan perubahan walaupun

ia sendiri akan terkena dampaknya dengan perubahan itu. (Gibson dkk, 1996:86).

Menurut Kanungo dan medonca dalam bukunya Ethical Dimensions of

leadership, bahwa sumber pengaruh kepemimpinan tranformasional ada dua yaitu

kekuasaan keahlian dan kekuasaan referensi. Kekuasaan keahlian membuatnya kridibel

dan dipercaya pengikutnya, kekusaan referensi membuatnya menarik bagi para

pengikutnya dan tidak mementingkan diri sendiri. Strategi pemberdayaan yang

dilakukannya membawa perubahan sikap para pengikutnya melalui proses internalisasi

dan identifikasi, proses tersebut didesain untuk meningkatkan para pengikutnya untuk

tumbuh sendiri, memperbaiki harga diri sendiri yang berfungsi sebagai pribadi yang

mandiri.

Sedangkan menurut Bass, para pemimpin transformasional membuat para

pengikutnya menjadi lebih peka akan pentingnya nilai dan hasil-hasil pekerjaan,,

mengaktifkan pada tingkatan yang lebih tinggi yang mengakibatkan para pengikut

memindahkan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan organisasi. Hasil pengaruh

tersebut, para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap

pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan yang lebih dari pada

yang semula diharapkan oleh mereka. Efek-efek transformasional dicapai dengan

menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang individualisasi,

serta stimuli intlektual

Keberhasilan para pemimpin bukan merupakan fenomena kebetulan, melainkan

salah satunya karena memiliki kompetensi untuk membangun budaya organisasi.

Budaya organisasi mengacu pada kesatuan sistem makna yang dianut oleh anggota

yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini

Page 4: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

bila diamati lebih seksama merupakan karakteristik utama yang dihormati oleh

organisasi tersebut. Budaya organisasi adalah watak, karakter, dan kepribadian

organisasi yang dibangun oleh para anggota komunitas organisasi atau sebaliknya

justru budaya organisasi menentukan prilaku para anggota organisasi.

Keunggulan sebuah organisasi bukan semata-mata ditentukan oleh factor yang

tampak atau dapat diamati (tangible) seperti kemegahan gedung, kelengkapan fasilitas,

gelar akademik, SDM, melainkan lebih ditentukan oleh factor yang tidak tampak(

intangible), yaitu budaya organisasi. Menurut Ochi budaya organisasi adalah: nilai,

kepercayaan filosofi, hal itu yang dapat berperan membimbing komunitas organisasi

delam menentukan visi dan misi dan prilaku organisasi. (Ouchi, WG. theory z: New

York: Addison-Wesley: 98)

Organisasi yang efektif adalah organisasi yang memiliki budaya, pribadi dan

karakter yang kuat yaitu organisasi yang memiliki kekuatan untuk mengembangkan

dan memobilitas seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan.. Sedangkan organisasi

yang memilki budaya yang lemah bersifat sebaliknya dimana kekuatan organisasi

digrogoti oleh para anggota dan untuk mencapai tujuan anggota itu sendiri, bukan

tujuan organisasi (Robins, 1989;96)

Budaya organisasi yang dikelola dengan baik akan menciptakan iklim organisasi

yang kondusif. Iklim organisasi menurut Tagiuri sebagaimana yang dikutip oleh

Owens adalah: “As the charaterristics of the total environtment in organization

building “, yaitu meliputi ecologi (factor fisik dan material), miliu (dimensi social

dalam organisasi ) dan social sistem ( struktur administrasi organisasi). Dan culture

(berhubungan dengan nilai, system kepercayaan, norma cara berfikir terhadap

Page 5: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

masyarakat yang ada dalam organisasi). (Owens, R.G Orgazational Behavior in

Education Bnuston: Allyin and Bacon: 1999:178).

Organisasi akan efektif apabila budaya organisasi dapat terinternalisasi dalam

anggota komunitas organisasi, mempengaruhi prilaku mereka menumbuhkan suasana

iklim kerja yang menyenangkan. Karena budaya organisasi yang terpelihara dengan

baik akan mampu menampilkan perilaku iman, kreatif, inovatif, dan dapat bergaul

harus terus dikembangkan. Sehingga dapat menjamin hasil kerja dengan kualitas yang

lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaaan dan kebersamaan,

kegotongroyongan, kekeluargaan dan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan

yang terjadi di luar.

Sehat dan tidaknya budaya sebuah organisasi ditentukan oleh beberapa hal dan

yang terpenting adalah individu memiliki integritas sesuai yang diharapakan untuk

mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang sehat sebagaimana yang

dikemukakan oleh Robin’s memiliki ciri-ciri berikut ini:

a. Inisiatif individual, yang meliputi tingkat tanggungjawab, kebebasan dan

indepedensi yang dipunyai individu.

b. Toleransi terhadap pengambilan resiko, yaitu sejauh mana para pegawai

dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan pengambilan resiko.

c. Identitas, tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara

keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau

dengan bidang keahlian professional.

d. Toleransi terhadap konflik, tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk

mengungkapkan konflik dan kritik secara terbuka

Page 6: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Keempat ciri budaya organisasi yang sehat tersebut secara langsung berkaitan

dengan integritas individu yang ada di dalamnya Lembaga yang efektif yang mampu

melakukan perubahan cepat, terarah dan konsisiten adalah lembaga yang memilikii

budaya organisasi yang kuat. Untuk membangun budaya yang kuat diperlukan core

belief, core volues, visi dam misi yang mampu menjadi paradigma dan sekaligus

kekuatan penggerak untuk melakukan perubahan.(Tobroni, 2005:115)

Para ahli manajemen mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat

mempengaruhi persepsi, pandangan dan cara kerja orang di dalamnya. Apakah

karyawan menunjukkan kegairahan, disiplin, rasa suka atau moral-moral yang negative

seperti malas, kurang reponsif, apatis dan sebagainya, dapat ditentukan oleh pengaruh

budaya yang terjadi pada organisasi.

Keberadaan budaya di dalam suatu organisasi tidak bisa dilihat oleh mata tapii

bisa dirasakan. Budaya organisasi itu bisa dirasakan keberadaanya melalui prilaku

anggota/karyawan di dalam organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut memberikan

pola cara-cara berfikir, merasa, menaggapi dan menuntun para anggota organisasi

dalam mengambil keputusan maupun kegiatan lainnya. Oleh karena itu budaya

organisasi akan berpengaruh besar terhadap efektif tidaknya organisasi.

Sebagai salah contoh dalam lembaga pendidikan tinggi Islam, untuk

meningkatkan kualiatas mutu pendidikan di pergurtuan tinggi Islam, tidak hanya

melalui peningkatan sumber dana dan sumber daya manusia akan tetapi malalui

paradigma yang berkembang di lembaga perguruan tinggi Islam dalam proses I

pembentukan dan internalisasi budaya organisasi (Theodore Brameld dalam Tilar:

1999:07)

Page 7: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Lembaga pendidikan di Perguruan Tinggi sebagai salah satu pusat budaya

haruslah diartikan secara luas, yaitu kebudayaan yang merupakan keseluruhan nilai-

nilai hidup manusia di dalam suatu proses kehidupannya. Berkenaan dengan system

nilai dalam kebudayaan ada lima masalah dasar dalam kebudayaan manusia, yang

dikemukakan oleh klucklin, yaitu; Hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia,

hakikat manusia dalam ruang dan waktu, hakikat manusia dengan alam sekitarnya dan

hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. (Kluckhon dalam Koentjara Ningrat,

1992:27)

Dalam kegiatan yang dilakukan di lembaga perguruan tinggi memiliki filosofi

perjuangan idiologi nilai-nilai, asumsi-asumsi, keyakinan dan harapan, sikap yang

dilakukan, kemudian norma-norma tersebut merajut dalam kehidupan kampus sehari-

hari dapat kita katakan sebagai kebudayaan. Pandangan tersebut sesuai dengan yang

dirumuskan oleh Owens (1987:167) mengatakan bahwa “ values, assumption, belief,

acpectation, attitude, anf norms that knit acommunity together”.

Dengan demikian perspektif dari budaya akan sangat membantu kita

memahami lingkungan dengan orang-orang yang berinteraksi di dalamnya.serta

merekrut dan menyeleksi anggota dan pimpinan yang terpercaya dan dapat diterima

dalam perserikatan, dan bagaimana mereka mengembangkan diri sesuai dengan budaya

organisasi yang selalu mempengaruhi tugas sehingga perlu memilih calon pemimpin

yang sesuai dengan organisasi tersebut. Dalam kenyataan yang ada masalah besar yang

dihadapi Perguruan tinggi Islam ialah belum mampu mencerminkan ciri khas atau

identitas apalagi budaya organisasi.

Untuk dapat mengelola budaya organisasi yang mampu menciptakan iklim

organisasi baik sehingga dapat terealiasasinya visi dan misi lembaga pendidikan yang

Page 8: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

akhirnya dapat menghasilkan out put yang sesuai dengan harapan steackholdres, maka

dalam lembaga pendidikan memerlukan kepemimpinan yang mampu membangun

budaya organisasi dengan baik, yaitu kepemimpinan transformasional yang dapat

memahami filisofi organisasi, mampu merumuskana visi dan misi organisasi dan

menerapkannya melalui budaya organisasi

Tindakan manajeman puncak memiliki dampak utama terhadap budaya

organisasi. Para pemimpin membentuk norma-norma penyaring yang menyeluruh di

dalam organisasi melalui apa yang mereka katakan dan lakukan, apakah pengambilan

resiko lebih dikehendaki, seberapa banyak keluasan yang harus diberikan manajer

kepada bawahannya, tindakan apa yang harus dilakukan untuk kenaikan gaji, promosi

dan pengahargaan lainnya.

Hubungan antara budaya organisasi dengan kepemimpinan Edgar H. schein

membahas dalam bukunya yang berjudul “The Role Of Leadership In Building

Culture”, dari hasil pengamatan terhadap tiga perusahaan, Schein mengambil

Kesimpulan bahwa:

1. Budaya organisasi terbentuk melalui tindakan dan prilaku para pendiri sebagai

Strong Leaders para pemimpin perusahaan yang sudah mapan dan mengakui

bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para

pendirinya.

2. Nilai-nilai dasar dihadirkan menjadi budaya oleh para pemimpin melalui enam

mekanisme primer dan juga enam mekanisme skunder

Mekanisme Primer yaitu:

a. What Leader pay attention to measure and control on a regeler basic?

Page 9: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Para pemimpin mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian

mereka melalui pilihan mereka mengenai sesuatu untuk menanyakan,

mengukur, memberi pendapat tentang memuji dan mengkritik, komunikasi

tersebut terjadi selama kegiatan-keguatan memantau dan merencanakan.

b.How leader react to critical incidents and organizational crises?

Bagaimana para pemimpin reaksi terhadap krisis yang disignifakasikan

karena emosionalitas di sekelilingnya meningkatkan potensi untuk

mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi

c. Observed criteria by Which Leader allocate scarce resources.

Para pemimpin mengalokasikan imbalan dengan menggunakan criteria yang

digunakan sebagai dasarnya, atau mengkomonikasikan apa yang dinilai oleh

pemimpin dan organisasi tersebut.

d.Deliberate role modeling, teaching and coaching, observed crtiria by which

leader allocate rewards and status

Pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan melalui

tindakan mereka sendiri

e. Observed criteria by Which leaders recrcruit, select, promote, retire and

excommunicate organizational members.

Para pemimpin merekrut orang-orang yang mempunyai nilai-nilai,

keterampilan-keterampilan atau ciri-ciri tertentu dengan memposisikan

mereka ke posisi kekuasaan

Mekanisme sekunder diantaranaya:

f. Orgazation design and structur (Desain struktur)

g.Organization sistem procedures (Desain dari system dan prosedur-prosedur)

Page 10: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

h.Organizational rites and rituals (Desain fasilitas-fasilitas)

i. Design of Physical space, facades and buildings, stories, lagends, and mytohs

abaut people and even (kisah-kisah mengenai peristiwa dan orang–orang

penting dalam organisasi membantu memindahkan nilai dan asumsi-asumsi)

j. formal statement or organizational philosophy, values, and creed (

Pernyataan formal oleh publik mengenai nilai-nilai pemimpin)

(Talidizuhu Ndraha:1997:116)

Pembentukan budaya organisasi salah satunya melalui seorang pemimpin dengan

gaya dan prilakunya bisa menciptakan nilai, aturan kerja yang dipahami dan disepakati

bersama serta mampu mempengaruhi atau mengatur prilaku individu yang ada di

dalamnya. Sehingga nilai-nilai tersebut menjadi prilaku panutan bersama

Selain itu, pendiri dan pemilik organisasi juga dapat mempengaruhi pembentukan

budaya organisasi, sehingga dapat kita ketahui bahwa pemimpin dan pendiri dalam

suatu organisasi memiliki peran besar dalam membangun budaya organisasi, maka

dibutuhkan kepemimpinan yang positif dan inovatif dalam suatu organisasi, Sehingga

budaya organisasi tersebut menjadi kuat. Konsep kepemimpinan transformasioanal

yang akan mampu untuk membangun budaya organisasi dengan baik (Drs Ach Mohyi,

1999:193)

Hal tersebut belum terjadi di kepemimpinan di lembaga perguruan Tinggi Islam

Tebuireng Jombang yaitu di Institut Keislaman Hasyim As’ari, lembaga ini tidak lain

adalah merupakan perubahan nama “Universitas Hasyim As’ari yang didirikan pada

tanggal 11 Maret 1967. Sebagai pendiri saat itu adalah KH. Bisyri Syamsuri,(alm) dari

Denanyar, KH. Abdul Wahab Habullah (alm) Tambakberas, KH. Mahrus Aly, (alm)

Lirboyo, KH. Adlan Ali (alm), KH. Syamsuri Badawi (alm) serta tokoh-tokoh lainya

Page 11: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

yang diresmikan oleh menteri agama Republik Indonesia Prof. KH. Syaifuddin Zuhri.

Perubahan nama “UNHASY” menjadi Institut Keislaman Hasyim As’ary mulai

diberlakukan sejak tanggal 1 September 1988, Setelah terbitnya Surat keputusan

Menteri Agama Nomor: 3 Tahun 1987 Tentang pengaturan Perguruan Tinggi Islam

Swasta yang berada dalam naungan Departeman Agama.

Dalam perjalanan sejarahnya Institut Hasyim As’ari telah mengalami

pergantian Kepemimpinan empat kali Yaitu:

1. Rektor Pertama: Bpk KH. Mohammad Iljas (almarhum) Menteri Agama RL

Tahun 1967-1971

2. Rektor Kedua: Bpk Dr. KH. Tholha Mansoer, SH (almarhun) tahun 1971-1985

3. Rektor ketiga : Bpk K.H. Syamsuri badawi (almarhum) Mantan anggota DPR RI,

tahun 1985-1997)

4. Bapak Drs H. Moh. Fauzi Makarim Tahun 1997-sekarang (Buku Panduan Tahun

akademik 2005-2006:8: 2005)

5. Bapak Mansur zawawi, S.H. Tahun 2007 sampai sekarang

Dari beberapa pergantian kepemimpinan di atas maka kepemimpinan yang ada

belum bisa dikatakan sebagai kepemimpinan transformasional, Sehingga budaya

organisasi di lembaga tersebut masih belum kondusif, hal ini dapat dibuktikan dengan

kepemimpinanya yang melakukan perubahan kurang mendapatkan respon dari para

anggota dan juga belum berhasil dalam membangun budaya organisasi dengan baik,

Sehingga Cita-cita untuk meningkatkan mutu pendidikan belum terealiasai dengan

sempurna

Padahal kalau kita melihat realita Pemimpin di Perguruan Tinggi Islam memiliki

peluang besar untuk melakukan tipe kepemimpinan transformasional, karena menurut

Page 12: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Bass bahwa formulasi teori kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen

yaitu memiliki prilaku harisma yaitu proses seorang pemimpin mempengaruhi para

pengikut dengan menimbulkan emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin

tersebut.

kepemimpinan transformasional memiliki gaya harismatik yaitu pemimpin yang

lahir didasarkan atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin memilki kemampuan

dan kepribadin yang luar biasa dengan sebuah visi yang memberikan pemecahan

terhadap persoalan dalam organisasi tersebut, Sehingga mampu dengan mudah untuk

memotivasi para pengikutnya.

Selain itu, Kepemimpinan memiliki stimulasi intlektual (intellectual stimulation)

yaitu seorang pemimpin yang mampu meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap

masalah dan mempengaruhinya untuk memandang masalah dari sebuah perspektif

yang baru, serta memilki perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi

dukungan, membesarkan hati, sehingga para pengikut menghasilkan kinerja

sebagaimana yang diharapkan bahkan melebihi apa yang diharapkan oleh lembaga

tersebut. Ketiga komponen tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan oleh

kepemimpinan di lembaga IKAHA, akan tetapi hal tersebut belum bisa teealisasi

Pemimpin Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang telah mempunyai visi dan

misi yang jelas, yaitu membentuk manusia yang berkualitas baik dalam ilmu

pengetahuan dan spritiual, akan tetapi pemimipin tersebut belum mempunyaii

kebutuhan yang tinggi akan kekuasan, rasa percaya diri, serta keyakinan dan cita-cita

mereka sendiri dalam menjalankan kepemimipinannya, Sehingga kurang mengerti

akan kondisi organisasi yang dipimpinanya.

Page 13: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Institut Keislaman Hasyim As’ari atau yang biasa disingkat IKAHA bertujuan

mencetak tenaga akademik professional yang sukses masa depannya, serta berguna dan

berpendirian teguh dan mampu berdakwah diseluruh penjuru dunia. IKAHA dengan

nuansa khas Pesantren Tebuireng menguatkan orientasi program pendidikanya pada

spektrum yang harmonis antara keahlian dan moral, antara pengetahuan dan

metodologi ilmu. Serta sikap akademik yang dikembangkan adalah menjunjung tinggi

nilai ilmu, edikasi, kreatif, kejujuran, keterbukaan, dialog serta tanggungjawab moral

ilmiah.

Dari visi misi tersebut maka tampak bahwa perguruan tinggi Islam Tebuireng

jombang dibangun atas dasar komitmen yang kokoh dalam upaya mengembangkan

kehidupan yang disinari oleh ajaran Islam dan menjadi pusat pemantapan akidah,

pengembangan akhlak yang luhur sebagai sendi masyarakat yang damai dan sejahtera.

Dalam konteks perubahan di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang adalah

perubahan dilakukan dalam berbagai bidang. Dalam kegiatan bidang produksi,

misalnya pemimpin mengadakan perubahan kurikulum yang ada di beberapa fakultas

dengan kurikulum yang berbasis kompetensi., menambah beberapa jurusan di fakultas

Tarbiyah yaitu adanya PGTK dan PGMI dan menambah program Pascasarjana,

lembaga-lembaga tersebut dikelola oleh para dosen staff pendidikan yang telah

memiliki kompetensi.

Dalam meningkatkan kompetensi tersebut pemimpin sering mengadakan

workshop dan pelatihan untuk para stafnya dan melakukan job diskription sesuai

dengan ahlinya. Serta sering mengadakan studi komperatif dalam upaya pengendalian

mutu pendidikanya dan tenaga kerjanya. Dan juga kesedian sarana dan prasarana yang

Page 14: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

mendukung kegiatan di Perguruan Tinggi Islam seperti perpustakaan, lab bahasa, lab

komputer dan Unit-unit Kegiatan Mahasiswa

Hal itulah yang merupakan upaya pemimpin Perguruan Tinggi Islam di

Tebuireng Jombang sebagai perubahan. Melihat kondisi demikian, seharusnya kondisi

budaya organisasi di Perguruan Tinggi Islam itu kuat, karena pemimpin telah

melakukan berbagai inovasi baru dalam lembaga Perguruan Tinggi Islam di Tebuireng

Jombang, namun relitasnya kondisi para tenaga staff tidak sesuai yang diharapkan, hal

ini terlihat pada staff anggota di Perguruan Tinggi Islam masih banyak mengalami

permasalahan.

Secara umum permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya kinerja pengurus

dalam melaksanakan tugasnya yang optimal, kurangnya kesadaran dan semangat

sebagaian masyarakat akademik untuk mengelola secara professional baik dalam pola

pikir, sikap dan tindakannya., kurang merespon adanya inovasi baru dalam lembaga

tersebut. Dalam sebagaian anggaota staff masih mempunyai anggapan bahwa hanya

pimpinan sebagai penanggung jawab semua kegiatan di Perguruan Tinggi Islam, hal

ini menyebabkan kurangnya kerja sama dan tanggung jawab terhadap kemajuan

perguruan Tinggi Islam di Tebuireng Jombang.

Hal tersebut juga dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada

lembaga tersebut yaitu kurang adanya nilai-nilai religius yang terinternalisasi di

dalamnya. padahal lingkungan sangat mendukungnya, karena tempatnya strategis

dalam menciptakan suasana religius yaitu dengan adanya beberapa pesantren yang ada

di sekelilingnya

Melihat fenomena tersebut maka dapat diambil benang merah bahwa budaya

organisasi akan terbangun dengan kuat apabila memiliki kualitas kepemimpinan yang

Page 15: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

transformasional, seorang pemimpin itulah yang bisa menciptakan budaya organisasi

dalam lembaga tersebut.

Dalam realitanya kondisi Budaya organisasi di Perguruan Tinggi Islam

Tebuireng Jombang masih belum baik, karena pemimpin tersebut masih jauh dari pola

prilaku kepemimpinan transformasional, padahal dalam realitas kondisi real di

lapangan kepemimpinannya seharusnya memiliki peluang besar untuk melakukan

kepemimpinan transformasional karena telah melakukan inovasi-inovasi baru, serta

prilaku yang harismatik yang biasa dimiliki oleh kepemimpinan dalam lembaga

pendidikan Islam khususnya dalam lingkungan pesantren, akan tetapi hal tersebut

masih belum ditemukan dalam kepemimpinan di Lembaga Perguruan Tinggi Islam

tebuireng Jombang, maka dari sinilah menurut penulis hal tersebut menarik untuk

diteliti, tentang prilaku kepimpinan Perguruan Tinggi Islam yang belum bisa

membangun budaya organisasi dengan baik.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi dii

Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang?

b. Apa Faktor-faktor kepemimpinan di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng

Jombang belum bisa membangun budaya organisasi dengan baik?

c. Mengapa prilaku kepemimpinan di Peguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang

belum bisa melakukan tipe kepemimpinan Transformasional ?

Page 16: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

B. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi

di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang

b. Untuk mengetahui factor-faktor prilaku kepemimpinan di Perguruan Tinggi

Islam Tebuireng Jombang yang belum bisa membangun budaya organisasi

dengan baik

c. Untuk mengetahui sebab kepemimpinan yang belum bisa melakukan

kepemimpinan Transformasional di Perguruan Tinggi Islam di Tebuireng

Jombang

C. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis dapat memberikan perkembangan teori-teori dalam ilmu

manajemen Pendidikan Islam, Khususunya mengkaji masalah kepemimpinan

dalam membangun budaya organisasi yang berada dalam lembaga-lembaga di

perguruan Tinggi Islam. Sehingga dapat memperluas wawasan penelitian dalam

kajian ilmu Manajemen

2. Secara Praktis dapat memberikan problem solving terhadap problematika

kepemimpinan di lembaga pendidikan Islam khususnya dalam membangun

budaya organisasi, Dan mampu meningkatkan kualitas organisasi dengan

membangun budaya organisasi yang kuat di lembaga pendidikan Islam,

Sehigga akan terealisasi lembaga pendidikan Islam yang dapat bersaing dengan

lembaga pendidikan non Islam lainnya. Serta memberikan sumbangan ke arah

pengembangan dan peningkatan kualitas di lembaga Perguruan tinggi Islam.

Page 17: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Dan pada akhirnya akan dapat memberikan jawaban kepada para steakholders

atas terealisasinya out put yang diharapkan

D. Ruang Lingkup Penelitian

Masalah kepemimpinan bisa dilihat dari berbagai pendekatan dalam

kepemimpinan, baik dalam pendekatan ciri-ciri, prilaku kepemimpinan, kekuasaan-

pengaruh dan situasional yang difokuskan dalam aktivitas membangun budaya

organisasi yang ada di Perguruan Tinggi Islam.

Dari pendekatan ciri akan menekankan pada atribut pribadi dari para pemimpin,

sedangkan kepemimpinan dilihat dari pendekatan tingkah laku, berorientasi pada tugas

keorganisasian dan hubungannya dengan anggota kelompok Tingkah laku ini

menitikbertkan pada fungsi dan gaya kepemimpinan dalam melaksanakan tugas

manajerialnya, sedangkan kepemimpinan dilihat dari pengaruh-kekuasaan mencoba

memperoleh pengertian kepemimpinan dengan mempelajari proses mempengaruhi

antara pemimpin dan para pengikutnya serta menjelaskan kepemimipinan dalam

kaitannya dengan jumlah dan jenis kekuasan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan

cara kekuasaan tersebut dijalankan dalam membangun budaya organisasi. Sedangkan

dari pendekatan situasional akan menekankan pada pentingnya factor–faktor

kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh oleh pemimpin, sifat

lingkungan eksternal dan karakteristik pengikutnya.

Dari berbagai pendekatan tersebut, dalam penelitian ini yang menjadi fokus

penelitian adalah menggunakan pendekatan tingkah laku yang mana hal tersebut akan

dikembangkan ke dalam teori-teori kepemimpinan transformasional sebagai salah satu

tipe kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi, Adapun fokus dalam

Page 18: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

penelitian ini pada kepemimpinan di Perguruan tinggi Islam dalam membangun

budaya organisasi. Kepemimpinan yang ada dalam lembaga tersebut belum bisa

melakukakan prilaku kepemimpinan transformasinal sehingga para pemimpin belum

bisa membangun budaya organisasi dengan baik di lembaga tersebut. Padahal kondisi

lapangan yang ada dalam lembaga tersebut sangat mendukung adanya prilaku

kepemimpinan yang transformasional karena banyak prasyarat kepemimpinan

transformasional yang seharusnya dimiliki oleh kepemimpinan di Tebuireng Jombang

seperti memiliki sifat harismatik, perhatian individualisasi.

Budaya organisasi di sini adalah sistem nilai, norma aturan, falsafah organisasi,

kepercayaan dan sikap atau prilaku yang dianut bersama para anggota organisasi yang

berpengaruh pada pola kerja serta pola kepemimpinan organisasi. Budaya organisasi di

sini juga dapat diartikan pada sekumpulan keyakinan bersama, sikap serta tata

hubungan serta asumsi yang digunakan oleh seluruh anggota yang membedakan

dengan organisasi lain. Dalam kajian ini budaya diartikan sikap dan tata hubungan,

asumsi serta kebiasaan dan nilai-nilai atau norma yang dilakukan sehari-hari oleh

segenap tenaga staff dan civitas akademik yang ada di Perguruan Tinggi Islam dalam

melaksanakan aktifitasnya

Bila ruang lingkup itu kita analisa maka terdapat beberapa kawasan yang perlu

kita jelajahi, yaitu;

1. Bagaimana prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi di

IKAHA Tebuireng Jombang.

2. Apa factor-faktor prilaku kepemimpinan di Institut Hasyim As’ari Tebuireng

Jombang belum bisa membangun budaya organisasi dengan baik

Page 19: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

3. factor-factor apa saja yang menyebabkan Prilaku kepemimpinan di Institut

Hasyim As’ari Tebuireng Jombang belum bisa melaksanakan prilaku

kepemimpinan transformasional

E. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang Kepemimpinan inovatif dalam membangun budaya

organisasi mengambil lokasi di lembaga Perguruan Tinggi Islam Institut Hasyim

As’ari Tebuireng Jombang yang beralamat di Jl. Irian Jaya No33 Tebuireng jombang,

yang saat ini di ketuai oleh Rektor.Bpk Drs Fauzi Makarim, MHI. yang sudah

menjalani selama tiga periode.

Pemilihan lokasi penelitian saat ini didasari oleh banyak Pertimbangan serta

pemikiran yang mendasar dan adanya daya tarik sendiri untuk memilih lokasi ini.hal-

hal yang mendasari peneliti untuk mengambil lokasi penelitian ini:

1. IKAHA Tebuireng Jombang adalah lembaga Perguruan Tinggi Islam Swasta

yang terlihat mulai berkembang sampai sekarang, hal ini dapat dilihat di IKAHA

Tebuireng Jombang telah mengembangkan beberapa jurusan yang ada sesuai

dengan tuntutan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang masih dilakukan oleh

Perguruan Tinggi Islam swasta. Seperti adanya jurusan Tarbiyah, Syar’ah dan

da’wah serta Program PGMI dan PGTK serta program Pasca Sarjana yang sudah

dilaksanakan selama tiga periode

2. Terlihat kurang adanya dukungan yang kuat baik dari masyarakat kampus

maupun masyarakat umum dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini

dapat dibuktikan dengan kurangnya kerja sama dan komunikasi dalam

melaksanakan inovasi dan juga kurang memperlihatkan semangat kerja yang

Page 20: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

tinggi dan rasa memiliki serta tanggung jawab dan menciptakan kampus yang

lebih maju

3. IKAHA Tebuireng Jombang adalah merupakan lembaga pendidikan Islam yang

memiliki letak strategis, karena di dukung oleh beberapa lembaga pendidikan

pesantren, akan tetapi keadaan tersebut tidak melihatkan kegiatan yang

mengembangkan nilai-nilai Islam yang dilakukan oleh warga kampus sebagai ciri

khas lembaga yang memegang budaya kepesantrenan

F. Kajian Terdahulu

Penelitian oleh Tichi dan Defanna memberi pengetahuan mengenai cara para

pemimpin di perusahaan mengubah budaya dan strategi sebuah organisasi, menurut

mereka adalah dengan memformulasikan sebuah fisi dan mengembangkan komitmen

terhadap para pengikutnya baik internal maupun eksternal, melaksanakan srategi untuk

mencapai fisi tersebut, menanamkan nilai-nilai baru serta asumsi dalam budaya

organisasi di dalam perusahaan. Dan di dalam organisasi perusahaan tersebut

kepemimpinannya memiliki pola kepemimpinan transformasional

Penelitian oleh Conger (1989) mengadakan penelitian dalam memperkuat

budaya organisasi dalam perusahaan yaitu dengan mengembangkan visi yang jelas dan

menarik. Bertindak dengan rasa percaya diri dan optimis serta menggunakan tindakan

yang dramatis untuk menekankan nilai-nilai agama. Penelitian yang dilakukan adalah

tentang identifikasi nilai-nilai budaya dan pengaruh terhadap sikap pegawai, hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap sikap pegawai

yang ada di perusahaan

Page 21: 01_Gaya Kepemimpinan.pdf

Tesis Imron arifin tentang kepemimpinan dalam mngubah sistem pengajaran

kitab-kitab Islam (Studi kasus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang) tahun 1992, tesis

tersebut mengahasilkan temuan bahwa adanya perubahan pola kepemimpinan di dalam

melaksanakan system pengajaran.

Penelitian Ely Fahima (2005) mengadakan penelitian Kepemimpinan dalam

masalah meningkatkan mutu pendidikan pesantren dengan hasil penelitian bahwa

kepemimpinan yang ada dipondok modern Ar-Risalah Ponorogo masih belum bisa

melakukan perubahan pendidikan hanya dalam bentuk fisik dan kepemimpinannya

masih bersifat otoriter.

Dari beberapa penelitian di atas masih belum ada yang mengkaji kepemimipinan

dalam membangun budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam. Dan mengkajii

pola kepemimpinan transformasioanal yang belum terealisasinya di IKAHA Tebuireng

jombang, yang seharusnya ada dalam kepemimpinan tersebut karena di dukung adanya

kondisi lapangan di IKAHA Tebuireng Jombang. Sehingga budaya organisasi di

lembaga tersebut masih belum baik.

Maka disini penulis mengadakan penelitian prilaku kepemimipinan dalam

membangun budaya organisasi yang ada di perguruan tinggi Islam Tebuireng

Jombang. Hal ini sangat penting di kaji karena dengan budaya organisasi yang kuat

akan dapat memajukan kualitas manajerial organisasi dengan baik, serta berpengaruh

terhadap efektifitas kerja para anggota staff di lembaga tersebut.