01_Gaya Kepemimpinan.pdf
-
Upload
ida-bagus-arsana -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
Transcript of 01_Gaya Kepemimpinan.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kepemimpinan adalah suatu hal yang urgen sekali dalam suatu
organisasi, khususnya dalam lembaga pendidikan, kerena kepemimpinan merupakan
kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu
mempengaruhi anggota untuk mengubah sikap, tingkah laku kelompok atau organisasi
menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh interpersonal pemimpin
terhadap anak buahnya (Kartini Kartono, 1998: IX)
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu
organisasi. Kualitas pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya,
sebab pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, bisa mempengaruhi
secara konstruktif orang lain, dan menunjukkan jalan serta prilaku yang benar yang
harus dilakukan secara bersama. Dia juga mampu membawa organisasi kepada sasaran
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Sehingga pemimpin mempunyai
kesempatan paling banyak untuk mengubah “jerami menjadi emas” atau justru
sebaliknya bisa menggantii “setumpuk uang menjadi abu” jika pemimpin salah langka.
Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah system
manajemen yang sentralistik diganti dengan system manajemen desentralistis melalui
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Hal ini menuntut
perubahan berbagai komponen dalam organisasi dan juga gaya kepemimpinan. Artinya
setuasi yang tidak menentu penuh dengan perubahan dan ketidakpastian diperlukan
keahlian dalam bidang kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh
dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika menerima segala
apa yang menimpanya, yaitu zaman dimana manusia dapat mengkritik dan meminta
yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Bahkan dalam terminologi
maslow, manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan
mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan
penghargaan pada manusia itu sendiri.
Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan
penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat yang
terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang
memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling
berpengaruh.(Aam Qomariah:2006:77)
Pemimpin transformasional yang efektif yaitu pemimpin yang melihat dirinya
sebagai agen perubahan, pemimpin berhati-hati dalam mengambill resiko, peka
terhadap kebutuhan organisasi, fleksibel dan terbuka terhadap pelajaran dan
pengalaman, mempunyai keterampilan kognitif dan memiliki visi yang mempercayai
intuisi mereka. (gary yulk,1998: 304-307)
Gibson dkk. Mengatakan: kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan
yang memberi inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil yang
lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.
Kepemimpinan tranformasional bukan hanya sekedar mempengaruhi pengikutnya
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, melainkan lebih dari itu bermaksud ingin
merubah sikap dan nilai-nilai dasar pengikutnya melalui pemberdayaan dan
membangun budaya dalam organisasi. Pengalaman pemberdayaan para pengikutnya
meningkatkan rasa percaya diri dan tekad untuk terus melakukan perubahan walaupun
ia sendiri akan terkena dampaknya dengan perubahan itu. (Gibson dkk, 1996:86).
Menurut Kanungo dan medonca dalam bukunya Ethical Dimensions of
leadership, bahwa sumber pengaruh kepemimpinan tranformasional ada dua yaitu
kekuasaan keahlian dan kekuasaan referensi. Kekuasaan keahlian membuatnya kridibel
dan dipercaya pengikutnya, kekusaan referensi membuatnya menarik bagi para
pengikutnya dan tidak mementingkan diri sendiri. Strategi pemberdayaan yang
dilakukannya membawa perubahan sikap para pengikutnya melalui proses internalisasi
dan identifikasi, proses tersebut didesain untuk meningkatkan para pengikutnya untuk
tumbuh sendiri, memperbaiki harga diri sendiri yang berfungsi sebagai pribadi yang
mandiri.
Sedangkan menurut Bass, para pemimpin transformasional membuat para
pengikutnya menjadi lebih peka akan pentingnya nilai dan hasil-hasil pekerjaan,,
mengaktifkan pada tingkatan yang lebih tinggi yang mengakibatkan para pengikut
memindahkan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan organisasi. Hasil pengaruh
tersebut, para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap
pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan yang lebih dari pada
yang semula diharapkan oleh mereka. Efek-efek transformasional dicapai dengan
menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang individualisasi,
serta stimuli intlektual
Keberhasilan para pemimpin bukan merupakan fenomena kebetulan, melainkan
salah satunya karena memiliki kompetensi untuk membangun budaya organisasi.
Budaya organisasi mengacu pada kesatuan sistem makna yang dianut oleh anggota
yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini
bila diamati lebih seksama merupakan karakteristik utama yang dihormati oleh
organisasi tersebut. Budaya organisasi adalah watak, karakter, dan kepribadian
organisasi yang dibangun oleh para anggota komunitas organisasi atau sebaliknya
justru budaya organisasi menentukan prilaku para anggota organisasi.
Keunggulan sebuah organisasi bukan semata-mata ditentukan oleh factor yang
tampak atau dapat diamati (tangible) seperti kemegahan gedung, kelengkapan fasilitas,
gelar akademik, SDM, melainkan lebih ditentukan oleh factor yang tidak tampak(
intangible), yaitu budaya organisasi. Menurut Ochi budaya organisasi adalah: nilai,
kepercayaan filosofi, hal itu yang dapat berperan membimbing komunitas organisasi
delam menentukan visi dan misi dan prilaku organisasi. (Ouchi, WG. theory z: New
York: Addison-Wesley: 98)
Organisasi yang efektif adalah organisasi yang memiliki budaya, pribadi dan
karakter yang kuat yaitu organisasi yang memiliki kekuatan untuk mengembangkan
dan memobilitas seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan.. Sedangkan organisasi
yang memilki budaya yang lemah bersifat sebaliknya dimana kekuatan organisasi
digrogoti oleh para anggota dan untuk mencapai tujuan anggota itu sendiri, bukan
tujuan organisasi (Robins, 1989;96)
Budaya organisasi yang dikelola dengan baik akan menciptakan iklim organisasi
yang kondusif. Iklim organisasi menurut Tagiuri sebagaimana yang dikutip oleh
Owens adalah: “As the charaterristics of the total environtment in organization
building “, yaitu meliputi ecologi (factor fisik dan material), miliu (dimensi social
dalam organisasi ) dan social sistem ( struktur administrasi organisasi). Dan culture
(berhubungan dengan nilai, system kepercayaan, norma cara berfikir terhadap
masyarakat yang ada dalam organisasi). (Owens, R.G Orgazational Behavior in
Education Bnuston: Allyin and Bacon: 1999:178).
Organisasi akan efektif apabila budaya organisasi dapat terinternalisasi dalam
anggota komunitas organisasi, mempengaruhi prilaku mereka menumbuhkan suasana
iklim kerja yang menyenangkan. Karena budaya organisasi yang terpelihara dengan
baik akan mampu menampilkan perilaku iman, kreatif, inovatif, dan dapat bergaul
harus terus dikembangkan. Sehingga dapat menjamin hasil kerja dengan kualitas yang
lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaaan dan kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan dan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan
yang terjadi di luar.
Sehat dan tidaknya budaya sebuah organisasi ditentukan oleh beberapa hal dan
yang terpenting adalah individu memiliki integritas sesuai yang diharapakan untuk
mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang sehat sebagaimana yang
dikemukakan oleh Robin’s memiliki ciri-ciri berikut ini:
a. Inisiatif individual, yang meliputi tingkat tanggungjawab, kebebasan dan
indepedensi yang dipunyai individu.
b. Toleransi terhadap pengambilan resiko, yaitu sejauh mana para pegawai
dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan pengambilan resiko.
c. Identitas, tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara
keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau
dengan bidang keahlian professional.
d. Toleransi terhadap konflik, tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk
mengungkapkan konflik dan kritik secara terbuka
Keempat ciri budaya organisasi yang sehat tersebut secara langsung berkaitan
dengan integritas individu yang ada di dalamnya Lembaga yang efektif yang mampu
melakukan perubahan cepat, terarah dan konsisiten adalah lembaga yang memilikii
budaya organisasi yang kuat. Untuk membangun budaya yang kuat diperlukan core
belief, core volues, visi dam misi yang mampu menjadi paradigma dan sekaligus
kekuatan penggerak untuk melakukan perubahan.(Tobroni, 2005:115)
Para ahli manajemen mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat
mempengaruhi persepsi, pandangan dan cara kerja orang di dalamnya. Apakah
karyawan menunjukkan kegairahan, disiplin, rasa suka atau moral-moral yang negative
seperti malas, kurang reponsif, apatis dan sebagainya, dapat ditentukan oleh pengaruh
budaya yang terjadi pada organisasi.
Keberadaan budaya di dalam suatu organisasi tidak bisa dilihat oleh mata tapii
bisa dirasakan. Budaya organisasi itu bisa dirasakan keberadaanya melalui prilaku
anggota/karyawan di dalam organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut memberikan
pola cara-cara berfikir, merasa, menaggapi dan menuntun para anggota organisasi
dalam mengambil keputusan maupun kegiatan lainnya. Oleh karena itu budaya
organisasi akan berpengaruh besar terhadap efektif tidaknya organisasi.
Sebagai salah contoh dalam lembaga pendidikan tinggi Islam, untuk
meningkatkan kualiatas mutu pendidikan di pergurtuan tinggi Islam, tidak hanya
melalui peningkatan sumber dana dan sumber daya manusia akan tetapi malalui
paradigma yang berkembang di lembaga perguruan tinggi Islam dalam proses I
pembentukan dan internalisasi budaya organisasi (Theodore Brameld dalam Tilar:
1999:07)
Lembaga pendidikan di Perguruan Tinggi sebagai salah satu pusat budaya
haruslah diartikan secara luas, yaitu kebudayaan yang merupakan keseluruhan nilai-
nilai hidup manusia di dalam suatu proses kehidupannya. Berkenaan dengan system
nilai dalam kebudayaan ada lima masalah dasar dalam kebudayaan manusia, yang
dikemukakan oleh klucklin, yaitu; Hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia,
hakikat manusia dalam ruang dan waktu, hakikat manusia dengan alam sekitarnya dan
hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. (Kluckhon dalam Koentjara Ningrat,
1992:27)
Dalam kegiatan yang dilakukan di lembaga perguruan tinggi memiliki filosofi
perjuangan idiologi nilai-nilai, asumsi-asumsi, keyakinan dan harapan, sikap yang
dilakukan, kemudian norma-norma tersebut merajut dalam kehidupan kampus sehari-
hari dapat kita katakan sebagai kebudayaan. Pandangan tersebut sesuai dengan yang
dirumuskan oleh Owens (1987:167) mengatakan bahwa “ values, assumption, belief,
acpectation, attitude, anf norms that knit acommunity together”.
Dengan demikian perspektif dari budaya akan sangat membantu kita
memahami lingkungan dengan orang-orang yang berinteraksi di dalamnya.serta
merekrut dan menyeleksi anggota dan pimpinan yang terpercaya dan dapat diterima
dalam perserikatan, dan bagaimana mereka mengembangkan diri sesuai dengan budaya
organisasi yang selalu mempengaruhi tugas sehingga perlu memilih calon pemimpin
yang sesuai dengan organisasi tersebut. Dalam kenyataan yang ada masalah besar yang
dihadapi Perguruan tinggi Islam ialah belum mampu mencerminkan ciri khas atau
identitas apalagi budaya organisasi.
Untuk dapat mengelola budaya organisasi yang mampu menciptakan iklim
organisasi baik sehingga dapat terealiasasinya visi dan misi lembaga pendidikan yang
akhirnya dapat menghasilkan out put yang sesuai dengan harapan steackholdres, maka
dalam lembaga pendidikan memerlukan kepemimpinan yang mampu membangun
budaya organisasi dengan baik, yaitu kepemimpinan transformasional yang dapat
memahami filisofi organisasi, mampu merumuskana visi dan misi organisasi dan
menerapkannya melalui budaya organisasi
Tindakan manajeman puncak memiliki dampak utama terhadap budaya
organisasi. Para pemimpin membentuk norma-norma penyaring yang menyeluruh di
dalam organisasi melalui apa yang mereka katakan dan lakukan, apakah pengambilan
resiko lebih dikehendaki, seberapa banyak keluasan yang harus diberikan manajer
kepada bawahannya, tindakan apa yang harus dilakukan untuk kenaikan gaji, promosi
dan pengahargaan lainnya.
Hubungan antara budaya organisasi dengan kepemimpinan Edgar H. schein
membahas dalam bukunya yang berjudul “The Role Of Leadership In Building
Culture”, dari hasil pengamatan terhadap tiga perusahaan, Schein mengambil
Kesimpulan bahwa:
1. Budaya organisasi terbentuk melalui tindakan dan prilaku para pendiri sebagai
Strong Leaders para pemimpin perusahaan yang sudah mapan dan mengakui
bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para
pendirinya.
2. Nilai-nilai dasar dihadirkan menjadi budaya oleh para pemimpin melalui enam
mekanisme primer dan juga enam mekanisme skunder
Mekanisme Primer yaitu:
a. What Leader pay attention to measure and control on a regeler basic?
Para pemimpin mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian
mereka melalui pilihan mereka mengenai sesuatu untuk menanyakan,
mengukur, memberi pendapat tentang memuji dan mengkritik, komunikasi
tersebut terjadi selama kegiatan-keguatan memantau dan merencanakan.
b.How leader react to critical incidents and organizational crises?
Bagaimana para pemimpin reaksi terhadap krisis yang disignifakasikan
karena emosionalitas di sekelilingnya meningkatkan potensi untuk
mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi
c. Observed criteria by Which Leader allocate scarce resources.
Para pemimpin mengalokasikan imbalan dengan menggunakan criteria yang
digunakan sebagai dasarnya, atau mengkomonikasikan apa yang dinilai oleh
pemimpin dan organisasi tersebut.
d.Deliberate role modeling, teaching and coaching, observed crtiria by which
leader allocate rewards and status
Pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan melalui
tindakan mereka sendiri
e. Observed criteria by Which leaders recrcruit, select, promote, retire and
excommunicate organizational members.
Para pemimpin merekrut orang-orang yang mempunyai nilai-nilai,
keterampilan-keterampilan atau ciri-ciri tertentu dengan memposisikan
mereka ke posisi kekuasaan
Mekanisme sekunder diantaranaya:
f. Orgazation design and structur (Desain struktur)
g.Organization sistem procedures (Desain dari system dan prosedur-prosedur)
h.Organizational rites and rituals (Desain fasilitas-fasilitas)
i. Design of Physical space, facades and buildings, stories, lagends, and mytohs
abaut people and even (kisah-kisah mengenai peristiwa dan orang–orang
penting dalam organisasi membantu memindahkan nilai dan asumsi-asumsi)
j. formal statement or organizational philosophy, values, and creed (
Pernyataan formal oleh publik mengenai nilai-nilai pemimpin)
(Talidizuhu Ndraha:1997:116)
Pembentukan budaya organisasi salah satunya melalui seorang pemimpin dengan
gaya dan prilakunya bisa menciptakan nilai, aturan kerja yang dipahami dan disepakati
bersama serta mampu mempengaruhi atau mengatur prilaku individu yang ada di
dalamnya. Sehingga nilai-nilai tersebut menjadi prilaku panutan bersama
Selain itu, pendiri dan pemilik organisasi juga dapat mempengaruhi pembentukan
budaya organisasi, sehingga dapat kita ketahui bahwa pemimpin dan pendiri dalam
suatu organisasi memiliki peran besar dalam membangun budaya organisasi, maka
dibutuhkan kepemimpinan yang positif dan inovatif dalam suatu organisasi, Sehingga
budaya organisasi tersebut menjadi kuat. Konsep kepemimpinan transformasioanal
yang akan mampu untuk membangun budaya organisasi dengan baik (Drs Ach Mohyi,
1999:193)
Hal tersebut belum terjadi di kepemimpinan di lembaga perguruan Tinggi Islam
Tebuireng Jombang yaitu di Institut Keislaman Hasyim As’ari, lembaga ini tidak lain
adalah merupakan perubahan nama “Universitas Hasyim As’ari yang didirikan pada
tanggal 11 Maret 1967. Sebagai pendiri saat itu adalah KH. Bisyri Syamsuri,(alm) dari
Denanyar, KH. Abdul Wahab Habullah (alm) Tambakberas, KH. Mahrus Aly, (alm)
Lirboyo, KH. Adlan Ali (alm), KH. Syamsuri Badawi (alm) serta tokoh-tokoh lainya
yang diresmikan oleh menteri agama Republik Indonesia Prof. KH. Syaifuddin Zuhri.
Perubahan nama “UNHASY” menjadi Institut Keislaman Hasyim As’ary mulai
diberlakukan sejak tanggal 1 September 1988, Setelah terbitnya Surat keputusan
Menteri Agama Nomor: 3 Tahun 1987 Tentang pengaturan Perguruan Tinggi Islam
Swasta yang berada dalam naungan Departeman Agama.
Dalam perjalanan sejarahnya Institut Hasyim As’ari telah mengalami
pergantian Kepemimpinan empat kali Yaitu:
1. Rektor Pertama: Bpk KH. Mohammad Iljas (almarhum) Menteri Agama RL
Tahun 1967-1971
2. Rektor Kedua: Bpk Dr. KH. Tholha Mansoer, SH (almarhun) tahun 1971-1985
3. Rektor ketiga : Bpk K.H. Syamsuri badawi (almarhum) Mantan anggota DPR RI,
tahun 1985-1997)
4. Bapak Drs H. Moh. Fauzi Makarim Tahun 1997-sekarang (Buku Panduan Tahun
akademik 2005-2006:8: 2005)
5. Bapak Mansur zawawi, S.H. Tahun 2007 sampai sekarang
Dari beberapa pergantian kepemimpinan di atas maka kepemimpinan yang ada
belum bisa dikatakan sebagai kepemimpinan transformasional, Sehingga budaya
organisasi di lembaga tersebut masih belum kondusif, hal ini dapat dibuktikan dengan
kepemimpinanya yang melakukan perubahan kurang mendapatkan respon dari para
anggota dan juga belum berhasil dalam membangun budaya organisasi dengan baik,
Sehingga Cita-cita untuk meningkatkan mutu pendidikan belum terealiasai dengan
sempurna
Padahal kalau kita melihat realita Pemimpin di Perguruan Tinggi Islam memiliki
peluang besar untuk melakukan tipe kepemimpinan transformasional, karena menurut
Bass bahwa formulasi teori kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen
yaitu memiliki prilaku harisma yaitu proses seorang pemimpin mempengaruhi para
pengikut dengan menimbulkan emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin
tersebut.
kepemimpinan transformasional memiliki gaya harismatik yaitu pemimpin yang
lahir didasarkan atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin memilki kemampuan
dan kepribadin yang luar biasa dengan sebuah visi yang memberikan pemecahan
terhadap persoalan dalam organisasi tersebut, Sehingga mampu dengan mudah untuk
memotivasi para pengikutnya.
Selain itu, Kepemimpinan memiliki stimulasi intlektual (intellectual stimulation)
yaitu seorang pemimpin yang mampu meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap
masalah dan mempengaruhinya untuk memandang masalah dari sebuah perspektif
yang baru, serta memilki perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi
dukungan, membesarkan hati, sehingga para pengikut menghasilkan kinerja
sebagaimana yang diharapkan bahkan melebihi apa yang diharapkan oleh lembaga
tersebut. Ketiga komponen tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan oleh
kepemimpinan di lembaga IKAHA, akan tetapi hal tersebut belum bisa teealisasi
Pemimpin Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang telah mempunyai visi dan
misi yang jelas, yaitu membentuk manusia yang berkualitas baik dalam ilmu
pengetahuan dan spritiual, akan tetapi pemimipin tersebut belum mempunyaii
kebutuhan yang tinggi akan kekuasan, rasa percaya diri, serta keyakinan dan cita-cita
mereka sendiri dalam menjalankan kepemimipinannya, Sehingga kurang mengerti
akan kondisi organisasi yang dipimpinanya.
Institut Keislaman Hasyim As’ari atau yang biasa disingkat IKAHA bertujuan
mencetak tenaga akademik professional yang sukses masa depannya, serta berguna dan
berpendirian teguh dan mampu berdakwah diseluruh penjuru dunia. IKAHA dengan
nuansa khas Pesantren Tebuireng menguatkan orientasi program pendidikanya pada
spektrum yang harmonis antara keahlian dan moral, antara pengetahuan dan
metodologi ilmu. Serta sikap akademik yang dikembangkan adalah menjunjung tinggi
nilai ilmu, edikasi, kreatif, kejujuran, keterbukaan, dialog serta tanggungjawab moral
ilmiah.
Dari visi misi tersebut maka tampak bahwa perguruan tinggi Islam Tebuireng
jombang dibangun atas dasar komitmen yang kokoh dalam upaya mengembangkan
kehidupan yang disinari oleh ajaran Islam dan menjadi pusat pemantapan akidah,
pengembangan akhlak yang luhur sebagai sendi masyarakat yang damai dan sejahtera.
Dalam konteks perubahan di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang adalah
perubahan dilakukan dalam berbagai bidang. Dalam kegiatan bidang produksi,
misalnya pemimpin mengadakan perubahan kurikulum yang ada di beberapa fakultas
dengan kurikulum yang berbasis kompetensi., menambah beberapa jurusan di fakultas
Tarbiyah yaitu adanya PGTK dan PGMI dan menambah program Pascasarjana,
lembaga-lembaga tersebut dikelola oleh para dosen staff pendidikan yang telah
memiliki kompetensi.
Dalam meningkatkan kompetensi tersebut pemimpin sering mengadakan
workshop dan pelatihan untuk para stafnya dan melakukan job diskription sesuai
dengan ahlinya. Serta sering mengadakan studi komperatif dalam upaya pengendalian
mutu pendidikanya dan tenaga kerjanya. Dan juga kesedian sarana dan prasarana yang
mendukung kegiatan di Perguruan Tinggi Islam seperti perpustakaan, lab bahasa, lab
komputer dan Unit-unit Kegiatan Mahasiswa
Hal itulah yang merupakan upaya pemimpin Perguruan Tinggi Islam di
Tebuireng Jombang sebagai perubahan. Melihat kondisi demikian, seharusnya kondisi
budaya organisasi di Perguruan Tinggi Islam itu kuat, karena pemimpin telah
melakukan berbagai inovasi baru dalam lembaga Perguruan Tinggi Islam di Tebuireng
Jombang, namun relitasnya kondisi para tenaga staff tidak sesuai yang diharapkan, hal
ini terlihat pada staff anggota di Perguruan Tinggi Islam masih banyak mengalami
permasalahan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya kinerja pengurus
dalam melaksanakan tugasnya yang optimal, kurangnya kesadaran dan semangat
sebagaian masyarakat akademik untuk mengelola secara professional baik dalam pola
pikir, sikap dan tindakannya., kurang merespon adanya inovasi baru dalam lembaga
tersebut. Dalam sebagaian anggaota staff masih mempunyai anggapan bahwa hanya
pimpinan sebagai penanggung jawab semua kegiatan di Perguruan Tinggi Islam, hal
ini menyebabkan kurangnya kerja sama dan tanggung jawab terhadap kemajuan
perguruan Tinggi Islam di Tebuireng Jombang.
Hal tersebut juga dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
lembaga tersebut yaitu kurang adanya nilai-nilai religius yang terinternalisasi di
dalamnya. padahal lingkungan sangat mendukungnya, karena tempatnya strategis
dalam menciptakan suasana religius yaitu dengan adanya beberapa pesantren yang ada
di sekelilingnya
Melihat fenomena tersebut maka dapat diambil benang merah bahwa budaya
organisasi akan terbangun dengan kuat apabila memiliki kualitas kepemimpinan yang
transformasional, seorang pemimpin itulah yang bisa menciptakan budaya organisasi
dalam lembaga tersebut.
Dalam realitanya kondisi Budaya organisasi di Perguruan Tinggi Islam
Tebuireng Jombang masih belum baik, karena pemimpin tersebut masih jauh dari pola
prilaku kepemimpinan transformasional, padahal dalam realitas kondisi real di
lapangan kepemimpinannya seharusnya memiliki peluang besar untuk melakukan
kepemimpinan transformasional karena telah melakukan inovasi-inovasi baru, serta
prilaku yang harismatik yang biasa dimiliki oleh kepemimpinan dalam lembaga
pendidikan Islam khususnya dalam lingkungan pesantren, akan tetapi hal tersebut
masih belum ditemukan dalam kepemimpinan di Lembaga Perguruan Tinggi Islam
tebuireng Jombang, maka dari sinilah menurut penulis hal tersebut menarik untuk
diteliti, tentang prilaku kepimpinan Perguruan Tinggi Islam yang belum bisa
membangun budaya organisasi dengan baik.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi dii
Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang?
b. Apa Faktor-faktor kepemimpinan di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng
Jombang belum bisa membangun budaya organisasi dengan baik?
c. Mengapa prilaku kepemimpinan di Peguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang
belum bisa melakukan tipe kepemimpinan Transformasional ?
B. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi
di Perguruan Tinggi Islam Tebuireng Jombang
b. Untuk mengetahui factor-faktor prilaku kepemimpinan di Perguruan Tinggi
Islam Tebuireng Jombang yang belum bisa membangun budaya organisasi
dengan baik
c. Untuk mengetahui sebab kepemimpinan yang belum bisa melakukan
kepemimpinan Transformasional di Perguruan Tinggi Islam di Tebuireng
Jombang
C. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis dapat memberikan perkembangan teori-teori dalam ilmu
manajemen Pendidikan Islam, Khususunya mengkaji masalah kepemimpinan
dalam membangun budaya organisasi yang berada dalam lembaga-lembaga di
perguruan Tinggi Islam. Sehingga dapat memperluas wawasan penelitian dalam
kajian ilmu Manajemen
2. Secara Praktis dapat memberikan problem solving terhadap problematika
kepemimpinan di lembaga pendidikan Islam khususnya dalam membangun
budaya organisasi, Dan mampu meningkatkan kualitas organisasi dengan
membangun budaya organisasi yang kuat di lembaga pendidikan Islam,
Sehigga akan terealisasi lembaga pendidikan Islam yang dapat bersaing dengan
lembaga pendidikan non Islam lainnya. Serta memberikan sumbangan ke arah
pengembangan dan peningkatan kualitas di lembaga Perguruan tinggi Islam.
Dan pada akhirnya akan dapat memberikan jawaban kepada para steakholders
atas terealisasinya out put yang diharapkan
D. Ruang Lingkup Penelitian
Masalah kepemimpinan bisa dilihat dari berbagai pendekatan dalam
kepemimpinan, baik dalam pendekatan ciri-ciri, prilaku kepemimpinan, kekuasaan-
pengaruh dan situasional yang difokuskan dalam aktivitas membangun budaya
organisasi yang ada di Perguruan Tinggi Islam.
Dari pendekatan ciri akan menekankan pada atribut pribadi dari para pemimpin,
sedangkan kepemimpinan dilihat dari pendekatan tingkah laku, berorientasi pada tugas
keorganisasian dan hubungannya dengan anggota kelompok Tingkah laku ini
menitikbertkan pada fungsi dan gaya kepemimpinan dalam melaksanakan tugas
manajerialnya, sedangkan kepemimpinan dilihat dari pengaruh-kekuasaan mencoba
memperoleh pengertian kepemimpinan dengan mempelajari proses mempengaruhi
antara pemimpin dan para pengikutnya serta menjelaskan kepemimipinan dalam
kaitannya dengan jumlah dan jenis kekuasan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan
cara kekuasaan tersebut dijalankan dalam membangun budaya organisasi. Sedangkan
dari pendekatan situasional akan menekankan pada pentingnya factor–faktor
kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh oleh pemimpin, sifat
lingkungan eksternal dan karakteristik pengikutnya.
Dari berbagai pendekatan tersebut, dalam penelitian ini yang menjadi fokus
penelitian adalah menggunakan pendekatan tingkah laku yang mana hal tersebut akan
dikembangkan ke dalam teori-teori kepemimpinan transformasional sebagai salah satu
tipe kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi, Adapun fokus dalam
penelitian ini pada kepemimpinan di Perguruan tinggi Islam dalam membangun
budaya organisasi. Kepemimpinan yang ada dalam lembaga tersebut belum bisa
melakukakan prilaku kepemimpinan transformasinal sehingga para pemimpin belum
bisa membangun budaya organisasi dengan baik di lembaga tersebut. Padahal kondisi
lapangan yang ada dalam lembaga tersebut sangat mendukung adanya prilaku
kepemimpinan yang transformasional karena banyak prasyarat kepemimpinan
transformasional yang seharusnya dimiliki oleh kepemimpinan di Tebuireng Jombang
seperti memiliki sifat harismatik, perhatian individualisasi.
Budaya organisasi di sini adalah sistem nilai, norma aturan, falsafah organisasi,
kepercayaan dan sikap atau prilaku yang dianut bersama para anggota organisasi yang
berpengaruh pada pola kerja serta pola kepemimpinan organisasi. Budaya organisasi di
sini juga dapat diartikan pada sekumpulan keyakinan bersama, sikap serta tata
hubungan serta asumsi yang digunakan oleh seluruh anggota yang membedakan
dengan organisasi lain. Dalam kajian ini budaya diartikan sikap dan tata hubungan,
asumsi serta kebiasaan dan nilai-nilai atau norma yang dilakukan sehari-hari oleh
segenap tenaga staff dan civitas akademik yang ada di Perguruan Tinggi Islam dalam
melaksanakan aktifitasnya
Bila ruang lingkup itu kita analisa maka terdapat beberapa kawasan yang perlu
kita jelajahi, yaitu;
1. Bagaimana prilaku kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi di
IKAHA Tebuireng Jombang.
2. Apa factor-faktor prilaku kepemimpinan di Institut Hasyim As’ari Tebuireng
Jombang belum bisa membangun budaya organisasi dengan baik
3. factor-factor apa saja yang menyebabkan Prilaku kepemimpinan di Institut
Hasyim As’ari Tebuireng Jombang belum bisa melaksanakan prilaku
kepemimpinan transformasional
E. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang Kepemimpinan inovatif dalam membangun budaya
organisasi mengambil lokasi di lembaga Perguruan Tinggi Islam Institut Hasyim
As’ari Tebuireng Jombang yang beralamat di Jl. Irian Jaya No33 Tebuireng jombang,
yang saat ini di ketuai oleh Rektor.Bpk Drs Fauzi Makarim, MHI. yang sudah
menjalani selama tiga periode.
Pemilihan lokasi penelitian saat ini didasari oleh banyak Pertimbangan serta
pemikiran yang mendasar dan adanya daya tarik sendiri untuk memilih lokasi ini.hal-
hal yang mendasari peneliti untuk mengambil lokasi penelitian ini:
1. IKAHA Tebuireng Jombang adalah lembaga Perguruan Tinggi Islam Swasta
yang terlihat mulai berkembang sampai sekarang, hal ini dapat dilihat di IKAHA
Tebuireng Jombang telah mengembangkan beberapa jurusan yang ada sesuai
dengan tuntutan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang masih dilakukan oleh
Perguruan Tinggi Islam swasta. Seperti adanya jurusan Tarbiyah, Syar’ah dan
da’wah serta Program PGMI dan PGTK serta program Pasca Sarjana yang sudah
dilaksanakan selama tiga periode
2. Terlihat kurang adanya dukungan yang kuat baik dari masyarakat kampus
maupun masyarakat umum dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kurangnya kerja sama dan komunikasi dalam
melaksanakan inovasi dan juga kurang memperlihatkan semangat kerja yang
tinggi dan rasa memiliki serta tanggung jawab dan menciptakan kampus yang
lebih maju
3. IKAHA Tebuireng Jombang adalah merupakan lembaga pendidikan Islam yang
memiliki letak strategis, karena di dukung oleh beberapa lembaga pendidikan
pesantren, akan tetapi keadaan tersebut tidak melihatkan kegiatan yang
mengembangkan nilai-nilai Islam yang dilakukan oleh warga kampus sebagai ciri
khas lembaga yang memegang budaya kepesantrenan
F. Kajian Terdahulu
Penelitian oleh Tichi dan Defanna memberi pengetahuan mengenai cara para
pemimpin di perusahaan mengubah budaya dan strategi sebuah organisasi, menurut
mereka adalah dengan memformulasikan sebuah fisi dan mengembangkan komitmen
terhadap para pengikutnya baik internal maupun eksternal, melaksanakan srategi untuk
mencapai fisi tersebut, menanamkan nilai-nilai baru serta asumsi dalam budaya
organisasi di dalam perusahaan. Dan di dalam organisasi perusahaan tersebut
kepemimpinannya memiliki pola kepemimpinan transformasional
Penelitian oleh Conger (1989) mengadakan penelitian dalam memperkuat
budaya organisasi dalam perusahaan yaitu dengan mengembangkan visi yang jelas dan
menarik. Bertindak dengan rasa percaya diri dan optimis serta menggunakan tindakan
yang dramatis untuk menekankan nilai-nilai agama. Penelitian yang dilakukan adalah
tentang identifikasi nilai-nilai budaya dan pengaruh terhadap sikap pegawai, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap sikap pegawai
yang ada di perusahaan
Tesis Imron arifin tentang kepemimpinan dalam mngubah sistem pengajaran
kitab-kitab Islam (Studi kasus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang) tahun 1992, tesis
tersebut mengahasilkan temuan bahwa adanya perubahan pola kepemimpinan di dalam
melaksanakan system pengajaran.
Penelitian Ely Fahima (2005) mengadakan penelitian Kepemimpinan dalam
masalah meningkatkan mutu pendidikan pesantren dengan hasil penelitian bahwa
kepemimpinan yang ada dipondok modern Ar-Risalah Ponorogo masih belum bisa
melakukan perubahan pendidikan hanya dalam bentuk fisik dan kepemimpinannya
masih bersifat otoriter.
Dari beberapa penelitian di atas masih belum ada yang mengkaji kepemimipinan
dalam membangun budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam. Dan mengkajii
pola kepemimpinan transformasioanal yang belum terealisasinya di IKAHA Tebuireng
jombang, yang seharusnya ada dalam kepemimpinan tersebut karena di dukung adanya
kondisi lapangan di IKAHA Tebuireng Jombang. Sehingga budaya organisasi di
lembaga tersebut masih belum baik.
Maka disini penulis mengadakan penelitian prilaku kepemimipinan dalam
membangun budaya organisasi yang ada di perguruan tinggi Islam Tebuireng
Jombang. Hal ini sangat penting di kaji karena dengan budaya organisasi yang kuat
akan dapat memajukan kualitas manajerial organisasi dengan baik, serta berpengaruh
terhadap efektifitas kerja para anggota staff di lembaga tersebut.