017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

6
Maret 2004 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Penggunaan Tembakau dan Efeknya terhadap Kesehatan Besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ke 5 diantara negara-negara dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia pada tahun 2002 dengan tingkat konsumsi sebesar 182 milyar batang. Konsumsi tembakau meningkat secara persisten sejak tahun 1970-an dari 33 milyar pada tahun tersebut menjadi 217 milyar tahun 2000. Prevalensi merokok penduduk dewasa usia 15 tahun keatas meningkat dari 26,9% tahun 1995 menjadi 31,5% pada tahun 2001 yang disebabkan karena meningkatnya prevalensi merokok pada laki-laki dari 53,4% menjadi 62,2% selama kurun waktu tersebut. Hanya 1,3% wanita dilaporkan merokok pada tahun 2001. Perbedaan sangat mencolok dapat dilihat pada tingkat pendidikan dimana sebanyak 73,0% laki-laki tanpa pendidikan dan tidak lulus SD yang merokok, dibandingkan dengan 44,2% laki-laki dengan pendidikan tinggi. Remaja khususnya, merupakan kelompok yang rentan. Kebiasaan merokok dimulai pada masa anak-anak, sementara batas usia mulai merokok cenderung semakin bertambah muda. Pada tahun 1995, rata-rata usia mulai merokok adalah 18,8 tahun yang kemudian menurun menjadi 18,4 tahun pada tahun 2001. Kebanyakan perokok (68,8%) memulai kebiasaan mereka sebelum berusia 19 tahun. Remaja laki-laki berusia 15-19 tahun mengalami peningkatan prevalensi sebesar 77%, lebih tinggi dari kelompok umur lainnya yaitu dari 13,7% tahun 1995 menjadi 24,2% pada tahun 2001 Sebagian besar (88%) perokok Indonesia memilih kretek yaitu rokok yang mengandung cengkeh. Bagian terbesar (60-70%) dari rokok kretek adalah tembakau yang memberikan resiko yang sama pada kesehatan seperti produk-produk tembakau lainnya. Dampak negatif penggunaan tembakau pada kesehatan telah lama diketahui, dan kanker paru merupakan penyebab kematian nomer satu di dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Penggunaan tembakau diperkirakan mengakibatkan 70% kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit paru kronik, bronkitis kronik dan emfisema, 40% kematian karena stroke, dan 90% kematian karena kanker paru. Pada tahun 2020, WHO memprediksikan penyakit yang berkaitan dengan tembakau sebagai satu-satunya penyebab kematian terbesar yang secara global mengakibatkan sekitar 8,4 juta kematian per tahun. Diperkirakan bahwa separuh dari kematian ini akan terjadi di Asia karena penggunaan tembakau yang bertambah dengan cepat. Kematian di Asia akan meningkat hampir empat kali lipat dari 1,1 juta di tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 2020. Berbagai penelitian independen membultikan bahwa Asap Tembakau di Lingkungan (ETS=Environmental Tobacco Smoke) berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak khususnya adalah yang paling rentan. Pada tahun 1999, lebih dari separuh rumah tangga di Indonesia (57%) memiliki paling sedikit satu anggota keluarga yang merokok. Hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah ketika sedang bersama dengan anggota keluarga lainnya. Diperkirakan lebih dari 97% penduduk Indonesia terpapar secara tetap pada asap tembakau lingkungan di rumah mereka sendiri, 43 juta diantaranya adalah anak-anak berusia 0-14 tahun. Bahaya asap tembakau lingkungan tidak banyak diketahui xi

Transcript of 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Page 1: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif Penggunaan Tembakau dan Efeknya terhadap Kesehatan Besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ke 5 diantara negara-negara dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia pada tahun 2002 dengan tingkat konsumsi sebesar 182 milyar batang. Konsumsi tembakau meningkat secara persisten sejak tahun 1970-an dari 33 milyar pada tahun tersebut menjadi 217 milyar tahun 2000. Prevalensi merokok penduduk dewasa usia 15 tahun keatas meningkat dari 26,9% tahun 1995 menjadi 31,5% pada tahun 2001 yang disebabkan karena meningkatnya prevalensi merokok pada laki-laki dari 53,4% menjadi 62,2% selama kurun waktu tersebut. Hanya 1,3% wanita dilaporkan merokok pada tahun 2001. Perbedaan sangat mencolok dapat dilihat pada tingkat pendidikan dimana sebanyak 73,0% laki-laki tanpa pendidikan dan tidak lulus SD yang merokok, dibandingkan dengan 44,2% laki-laki dengan pendidikan tinggi.

Remaja khususnya, merupakan kelompok yang rentan. Kebiasaan merokok dimulai pada masa anak-anak, sementara batas usia mulai merokok cenderung semakin bertambah muda. Pada tahun 1995, rata-rata usia mulai merokok adalah 18,8 tahun yang kemudian menurun menjadi 18,4 tahun pada tahun 2001. Kebanyakan perokok (68,8%) memulai kebiasaan mereka sebelum berusia 19 tahun. Remaja laki-laki berusia 15-19 tahun mengalami peningkatan prevalensi sebesar 77%, lebih tinggi dari kelompok umur lainnya yaitu dari 13,7% tahun 1995 menjadi 24,2% pada tahun 2001

Sebagian besar (88%) perokok Indonesia memilih kretek yaitu rokok yang mengandung cengkeh. Bagian terbesar (60-70%) dari rokok kretek adalah tembakau yang memberikan resiko yang sama pada kesehatan seperti produk-produk tembakau lainnya.

Dampak negatif penggunaan tembakau pada kesehatan telah lama diketahui, dan kanker paru merupakan penyebab kematian nomer satu di dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Penggunaan tembakau diperkirakan mengakibatkan 70% kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit paru kronik, bronkitis kronik dan emfisema, 40% kematian karena stroke, dan 90% kematian karena kanker paru. Pada tahun 2020, WHO memprediksikan penyakit yang berkaitan dengan tembakau sebagai satu-satunya penyebab kematian terbesar yang secara global mengakibatkan sekitar 8,4 juta kematian per tahun. Diperkirakan bahwa separuh dari kematian ini akan terjadi di Asia karena penggunaan tembakau yang bertambah dengan cepat. Kematian di Asia akan meningkat hampir empat kali lipat dari 1,1 juta di tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 2020.

Berbagai penelitian independen membultikan bahwa Asap Tembakau di Lingkungan (ETS=Environmental Tobacco Smoke) berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak khususnya adalah yang paling rentan. Pada tahun 1999, lebih dari separuh rumah tangga di Indonesia (57%) memiliki paling sedikit satu anggota keluarga yang merokok. Hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah ketika sedang bersama dengan anggota keluarga lainnya. Diperkirakan lebih dari 97% penduduk Indonesia terpapar secara tetap pada asap tembakau lingkungan di rumah mereka sendiri, 43 juta diantaranya adalah anak-anak berusia 0-14 tahun. Bahaya asap tembakau lingkungan tidak banyak diketahui

xi

Page 2: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

orang. Survey remaja sekolah (Global Youth Tobacco Survey) di Jakarta tahun 2000 menunjukkan bahwa 83,5% remaja sekolah terpapar asap tembakau di tempat-tempat umum. Walaupun 90% dari mereka setuju adanya pelarangan merokok di tempat umum, tetapi hanya 43% yang tahu bahaya asap rokok orang lain bagi kesehatan

Tembakau dan Pertanian Cengkeh Lahan pertanian tembakau di Indonesia menyumbang sekitar 4,4% dari jumlah lahan pertanian di dunia yang diperuntukkan bagi tanaman tembakau dan menghasilkan 2,3% dari seluruh produksi tembakau dunia; Sebanyak 65% tembakau dunia diproduksi oleh 4 negara: Cina, Brazil, India dan Amerika Serikat. Di Indonesia, lahan pertanian tembakau pada tahun 2000 adalah 0,82% dari luas lahan pertanian semusim atau 0,30% dari seluruh lahan pertanian. Proporsi ini menurun sejak awal tahun 1990-an.

Hampir seluruh (96%) produksi tembakau berasal dari tiga propinsi: Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa tenggara Barat.

Jumlah tenaga kerja sector formal tahun 2001 adalah 90,8 juta orang, 43,8% di antaranya bekerja di sektor pertanian, 32,6% di sektor jasa, dan 23,6% di sektor industri. Data Departemen Pertanian tahun 2002 menunjukkan jumlah petani yang terlibat dalam pertanian tembakau sekitar 900.000 orang, yang merupakan 2% dari seluruh pekerja pertanian atau kurang dari 1% seluruh pekerja di sektor formal.

Cengkeh merupakan bahan mentah dalam produksi rokok kretek setelah tembakau. Produksi cengkeh Indonesia adalah 63% dari produksi dunia dengan luas lahan sebesar 2% dari luas lahan pertanian di Indonesia, dimana 81,8%nya terdapat di 3 pulau: Sulawesi, Jawa, dan Sumatera. Sebagian besar (90%), lahan pertanian cengkeh dimiliki oleh para petani kecil. Data Departemen Pertanian menunjukkan bahwa produksi cengkeh dalam negeri tahun 1997-2000 tidak dapat memenuhi konsumsi domestik, sehingga cengkeh masih harus diimpor. Impor cengkeh cukup tinggi antara tahun 1998 dan 2001 walaupun kecenderungannya menurun. Karena ketidakpuasan petani cengkeh terhadap harga cengkeh dalam negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan melarang impor cengkeh ke Indonesia sejak pertengahan tahun 2002.

Pengolahan Tembakau Produksi rokok meningkat cepat antara tahun 1969 dan 2000, dari 14,3 milyar batang menjadi 230,7 milyar di tahun 2000 yang diukur dari jumlah pesanan pita cukai. Lebih dari 97% pesanan pita cukai diperuntukkan bagi produk tembakau berupa rokok yaitu: rokok kretek buatan mesin (SKM), kretek buatan tangan (SKT), dan rokok putih buatan mesin (SPM). Produk hasil olahan tembakau lainnya yang terkena cukai adalah cerutu, rokok klobot, klembak menyan dan tembakau iris. Tiga perusahaan besar yaitu: Gudang Garam, Djarum, dan Sampoerna mendominasi sekitar 76% pasar tembakau.

Peran industri pengolahan tembakau sebagai lapangan kerja menurun secara mencolok sejak masuknya teknologi mekanisasi industri rokok tahun 1970-an; Pada tahun 1970, industri pengolahan tembakau menyerap 38% dari seluruh jumlah pekerja industri pengolahan yang menurun daya serapnya menjadi 5,6% pada tahun 2000. Jumlah perusahaan besar dan sedang yang terlibat dalam pengolahan tembakau meningkat dari

xii

Page 3: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

785 pada tahun 1998 menjadi 861 tahun 2001 atau sekitar 3,8% dari jumlah industri pengolahan. Sebanyak 2/3 (66,5%) dari perusahaan ini bergerak di bidang pengeringan dan pemrosesan daun tembakau sedangkan 26% adalah pengusaha rokok kretek. Diperkirakan terjadi penambahan sekitar 155 perusahaan sangat kecil pada tahun 2002; Jumlah ini meningkat cepat, karena tingkat cukai tembakau untuk perusahaan dengan produksi sebanyak 6 juta batang atau kurang adalah yang paling rendah setiap tahunnya.

Pekerja pengolahan tembakau sedikit meningkat selama periode 1996 - 2000, dan merupakan 5 sampai 6% jumlah pekerja di industri pengolahan atau 1% jumlah seluruh pekerja di sector industri dan 0,3% pekerja sector formal. Faktor terpenting yang berpengaruh pada lapangan kerja industri tembakau adalah mekanisasi dan teknologi yang meningkatkan efisiensi sebagaimana ditunjukkan dengan penurunan penyerapan tenaga selama tahun 1970-2000 setelah dimulainya mekanisasi industri rokok tahun 1970. Proporsi biaya produksi untuk upah kerja pada industri rokok kretek buatan tangan (SKT) adalah 12% dibandingkan dengan 0,4% pada industri rokok kretek buatan mesin (SKM). Kondisi lain yang diperkirakan akan mempengaruhi tenaga kerja industri produk tembakau adalah tuntutan kenaikan upah kerja. Saat ini, upah kerja di Indonesia masih relative rendah; Data BPS tahun 1987-2002 menunjukkan pendapatan bulanan pekerja industri pengolahan tembakau sebesar rata-rata 2/3 dari upah bulanan sektor pengolahan lain; Sebagian besar (82,3%) pekerja industri pengolahan tembakau adalah perempuan.

Perdagangan Tembakau Pada tahun 2001, nilai impor daun tembakau di Indonesia adalah US$ 48 juta lebih besar daripada nilai ekspornya. Sebagian besar daun tembakau yang diimpor adalah dari jenis Virginia, yang digunakan sebagai bahan mentah dalam produksi rokok putih. Nilai ekspor neto rokok pada tahun yang sama berjumlah lebih dari US$ 176 juta; Secara keseluruhan, jumlah nilai ekspor neto produk tembakau baik yang diolah maupun tidak diolah adalah US$ 54 juta. Nilai ekspor rokok putih merupakan separuh (54%) dari seluruh nilai ekspor rokok, dimana 88% dari rokok putih diekspor ke Thailand dan Kamboja. Lebih dari 72% ekspor rokok kretek ditujukan ke Malaysia. Pada tahun 1999, sebanyak 11% rokok yang diproduksi di dalam negeri merupakan konsumsi ekspor. Terdapat kecenderungan peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Namun demikian, nilai ekspor rokok masih kurang dari 1% dari nilai total ekspor pada tahun 2002.

Tarif Cukai Tembakau Pada tahun 2002, penerimaan cukai tembakau merupakan 9,8% dari seluruh penerimaan negara. Meskipun biasanya pemerintah menyesuaikan tarif cukai tembakau sedikitnya sekali setahun untuk mencapai target penerimaan, tarif cukai tidak dinaikkan pada tahun 2004 karena pada evaluasi tengah tahun 2003, pemerintah tidak dapat mencapai target-awal yang ditetapkan untuk tahun 2003, sehingga dilakukan penyesuaian target tahun 2003 dari 27,9 trilyun menjadi 26,3 trilyun. Walaupun demikian, penerimaan cukai tetap meningkat secara mencolok dalam nilai nominal dari Rp 23 trilyun tahun 2002 menjadi Rp 26,4 trilyun pada akhir tahun 2003. Cukai tembakau merupakan dari lebih 90 %

xiii

Page 4: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

seluruh jumlah penerimaan dari cukai, dan proporsi terbesar (68,4%) penerimaan cukai berasal dari rokok kretek buatan mesin (SKM), diikuti oleh rokok kretek buatan tangan (SKT) sebesar 23,7% dan rokok putih buatan mesin (SPM) 6,8%. Proporsi penerimaan cukai rokok kretek buatan tangan (SKT) meningkat dari 13,6% dari jumlah penerimaan cukai tahun 1995 menjadi 23,7% proporsinya pada tahun 2002. Peningkatan ini mungkin disebabkan karena sistem cukai berjenjang dimana SKT adalah jenis yang memiliki tingkat cukai terendah, disamping kemudahan untuk memulai usaha kecil dari kretek buatan tangan (SKT).

Tarif cukai tembakau dan harga dasar ditetapkan berdasarkan skala produksi dan jenis produksi. Cukai rokok kretek buatan mesin (SKM) dan rokok putih (SPM) berkisar antara 26% dan 40% tergantung pada skala produksinya dan tarif cukai rokok buatan tangan (SKT) berkisar antara 4% dan 22%. Peraturan yang berlaku menetapkan tariff cukai tembakau tidak boleh melebihi 55% harga jual eceran.

Sistem penjejangan cukai dan harga jual berdampak ganda: pada tingkat perusahaan, tarif cukai berjenjang memberikan insentif bagi perusahaan besar untuk membeli atau mengontrak perusahaan-perusahaan kecil untuk mengolah produk tembakau / memproduksi rokok dan mendapatkan keuntungan dari tarif cukai serta harga jual yang rendah. Pada tingkat konsumen, rokok dan berbagai produk tembakau lainnya dapat saling menggantikan. Sebagai contoh, kenaikan harga suatu jenis produk tembakau, akan menyebabkan peningkatan konsumsi produk tembakau lain yang harganya lebih murah. Pengeluaran rumah tangga untuk produk tembakau adalah 9,6% pada tahun 2001, suatu peningkatan mencolok dari tahun 1995 sebesar 6,4%.

Strategi Pokok Peningkatan Harga dan pajak. Di tingkat global telah dibuktikan bahwa menaikkan harga produk tembakau merupakan satu-satunya strategi yang paling efektif untuk mengurangi beban kerusakan kesehatan akibat penggunaan tembakau. Bertentangan dengan kepercayaan masyarakat bahwa tarif cukai tembakau yang lebih tinggi akan mengurangi penerimaan pemerintah, – sebaliknya, kenaikan tarif cukai tembakau justru akan menaikkan penerimaan negara. Studi di Indonesia dan di negara-negara Asia Tenggara lainnya menunjukkan bahwa kenaikan harga secara umum tidak terlalu berpengaruh pada konsumsi tembakau, atau persentase kenaikan harga lebih besar daripada persentase penurunan tingkat permintaan. Kenaikan harga rokok akan mengurangi kosumsi tembakau, namun dengan proporsi yang lebih sedikit dibandingkan kenaikan harga. Dengan cukai rokok yang lebih tinggi maka lebih sedikit jumlah bungkus rokok yang dijual; Tetapi cukai rokok yang lebih tinggi per bungkus akan berakibat peningkatan penerimaan pemerintah yang berasal dari cukai. Studi di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan harga sebesar 10% akan mengurangi konsumsi rokok antara 3,5% dan 6,1%, dimana penerimaan pemerintah akan meningkat 6,7 sampai 9%. Di Indonesia, cukai rokok yang merupakan proporsi dari harga rokok, saat ini sebesar rata-rata 31%, yang merupakan tarif cukai terendah di Asia Tenggara sesudah Kamboja.

xiv

Page 5: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Pemberian Sponsor pada Tembakau. Beberapa studi menyimpulkan bahwa iklan tembakau meningkatkan konsumsi melalui beberapa cara: menciptakan lingkungan dimana penggunaan tembakau dilihat sebagai sesuatu yang positif dan biasa, mengurangi motivasi perokok untuk berhenti merokok, mendorong anak-anak untuk mencoba merokok, dan tidak mendorong terjadinya diskusi terbuka tentang bahaya penggunaan tembakau karena adanya kepentingan pemasukan dari iklan. Efek larangan sebagian terhadap iklan, promosi dan pemberian sponsor, hampir atau bahkan tidak ada sama sekali. Ketika ada jenis iklan yang dilarang, maka perusahaan akan beralih ke jenis iklan lainnya. Di Indonesia, iklan rokok merupakan 7% dari total penerimaan semua jenis iklan utama televisi tahun 2002. Umumnya, perusahaan sangat bergantung pada metode pengiklanan yang tidak langsung, termasuk diantaranya pemberian sponsor olah raga, konser, acara-acara kebudayaan, pembagian sample gratis atau kupon diskon untuk pembelian produk tembakau, ataupun iklan yang dibayar melalui film dan melalui bintang-bintang film. Jenis iklan yang terselubung ini sangat efektif untuk menciptakan citra positif dari merokok bagi para remaja. Pemerintah memiliki peran dalam membatasi iklan dan promosi zat adiktif bagi masyarakat, terlebih lagi dengan adanya kampanye pemasaran yang agresif dari industri produk tembakau dengan sasaran utama anak-anak dan remaja.

Penyuluhan dan Pemberian Informasi kepada Masyarakat. Masyarakat umumnya berpendapat bahwa membeli rokok dan merokok merupakan pilihan perokok sendiri berdasarkan pengetahuan yang cukup. Dengan demikian diasumsikan bahwa para perokok yang membuat keputusan berdasarkan pengetahuan yang cukup akan menyadari sepenuhnya bahaya merokok dan yakin bahwa keputusannya tidak mempengaruhi orang lain. Di Indonesia, hampir 70% perokok memulai kebiasaan mereka sebelum mencapai usia 19 tahun. Adalah sangat mungkin bahwa anak-anak dan remaja tidak sepenuhnya sadar akan resiko kesehatan yang serius dari penggunaan tembakau, yang baru akan terjadi 20 - 25 tahun setelah mereka mulai merokok. Demikian juga tentang tembakau yang mengandung nikotin yaitu suatu zat adiktif yang menimbulkan efek ketagihan. Hanya sedikit diantara orang yang ingin berhenti merokok, benar-benar berhasil berhenti, karena adanya efek ketagihan dari tembakau. Perokok juga memberikan beban fisik dan ekonomi pada orang lain, termasuk didalamnya resiko kesehatan karena terpapar asap tembakau di lingkungan. Undang-undang Udara Bersih. Sekitar sepertiga orang dewasa di Indonesia (31,5%) yang merokok. Merokok di tempat umum melanggar hak bukan perokok akan udara bersih dan memberikan beban fisik dan ekonomi pada orang lain. Asap tembakau di lingkungan (ETS) adalah beracun bagi manusia, dan tidak ada tingkat paparan yang disebut “aman”. Bukan-perokok yang menikah dengan perokok mengalami peningkatan resiko penyakit kanker paru dan penyakit jantung. Anak-anak yang terpapar secara tetap pada asap tembakau di lingkungan menunjukkan peningkatan infeksi saluran pernafasan kronis, infeksi telinga bagian tengah, penurunan fungsi paru, asma, dan kematian mendadak pada bayi (Sudden Infant Death Syndrome=SIDS). Sekitar 43 juta anak Indonesia terpapar secara tetap pada asap tembakau lingkungan di rumahnya sendiri. Studi menunjukkan bahwa pelarangan atau pembatasan ketat merokok di tempat kerja

xv

Page 6: 017-Petani Tembakau Dan Cengkeh Indonesia

Maret 2004 Ringkasan Eksekutif

menurunkan beban ekonomi. Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membersihkan dan memelihara bangunan, resiko kebakaran, dan kerusakan karena asap tembakau akan berkurang. Teknologi ventilasi yang paling canggih sekalipun tidak dapat menghilangkan racun asap tembakau di lingkungan yang berbahaya dari udara. Pengepakan dan Pelabelan. Tempat yang terbatas pada bungkus produk tembakau dapat dipakai untuk 2 kepentingan yang saling bertolak belakang yaitu: memberikan peringatan kesehatan, dan mempromosikan produk tembakau. Tanpa adanya peraturan pemerintah, bagian yang disediakan untuk peringatan kesehatan akan sangat kecil sehingga memberikan lebih banyak tempat untuk promosi produk. Peringatan kesehatan seharusnya menempati 30% (idealnya 50%) dari permukaan bungkus, mudah dibaca, kata-katanya jelas dan disertai dengan pesan dan gambar yang diganti-ganti. Promosi yang menyesatkan dan tidak benar harus dilarang, termasuk kata-kata seperti “rendah tar,” “light,” dan “mild.” Ini dianggap sebagai penipuan konsumen karena iklan “mild” dan “light” bertujuan untuk meyakinkan para perokok bahwa mereka menggunakan produk yang kurang berbahaya. Bukti menunjukkan bahwa produk tembakau dengan kandungan tar rendah seperti yang diukur oleh standar industri ISO, mempunyai akibat kesehatan negatif yang sama dengan produk tembakau lainnya. Mencantumkan kandungan tar dan nikotin pada bungkus rokok merupakan suatu bentuk iklan menyesatkan yang seharusnya dilarang. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO adalah traktat atau konvensi internasional yang pertama dalam pengendalian tembakau. Tujuannya adalah untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena penggunaan tembakau. FCTC merupakan instrumen yang mengikat secara hukum dalam strategi kesehatan masyarakat global untuk membantu negara-negara anggota WHO dalam penyusunan program-nasional pengendalian tembakau. Pemerintah Indonesia ikut serta selama empat tahun penuh dalam serangkaian negosiasi sebelum FCTC disepakati secara aklamasi dalam sidang WHA (World Health Assembly) pada bulan Mei 2003.

xvi