prasastidwi08.student.ipb.ac.idprasastidwi08.student.ipb.ac.id/.../Spodoptera-litura1.docx · Web...
Transcript of prasastidwi08.student.ipb.ac.idprasastidwi08.student.ipb.ac.id/.../Spodoptera-litura1.docx · Web...
Spodoptera litura
Sistematika dan Daerah Sebaran
Menurut Kalshoven (1981), ulat bawang atau Spodoptera litura, termasuk dalam :
kingdom : Animalia
Family : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : litura
S. litura di temukan di Eropa, Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan biasanya banyak terdapat
pada daerah yang beriklim panas. Di daerah tropic yang di temukan di Negara-negara seperti
Indonesia, India, Arab, bagian selatan Yaman, Somalia, Ethopia, Sudan, Nigeria, Mali, Kamerun
dan Madagaskar (Kalshoven, 1981). Di Indonesia hama ini terutama banyak di temukan pada
pertanaman bawang merah di Brebes, Jawa Tengah (Moeksan dan Supryadi, 1983): dan
Sulawesi Selatan khususnya Jeneponto sebagai sentra produksi bawang merah.
Bioekologi
Telur
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur berbentuk bulat sampai bulat lonjong telur
di letakkan secara berkelompok di atas permukaan daun tanaman bawang merah. Dalam satu
kelompok jumlah telur antara 30 – 100 butir, telur-telur dapat menetas dalam waktu 2 – 4 hari.
Kelompok telur di tutupi oleh rambut-rambut halus yang berwarna putih, kemudian telur berubah
menjadi kehitam-hitaman pada saat akan menetas. Telur umumnya menetas pada pagi hari
(Rahayu dan Nur Berlian, 1994).
Larva
Larva instar satu S. litura atau yang beru menetas hidup berkelompok tetapi setelah besar
menyebar dan hidup sendiri-sendiri. (Rukmana, 1994). Perkembangan larva instar awal terutama
menyebar ke bagian pucuk-pucuk tanaman dan membuat lubang gerekan pada daun kemudian
masuk kedalam kapiler daun. Larva mengalami perubahan warna sesuai dengan perubahan instar
yang di alaminya. Larva instar satu biasanya berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi
hijau tua pada saat memesuki instar dua. Pada instar tiga dan empat warnanya menjadi hijau
kehitam-hitaman pada bagian abdomen, pada abdomen terdapat garis hitam yang melintang.
Pada saat larva memasuki instar lima warnanya berubah menjadi coklat muda (Anonim; 2004).
Panjang ulat penggerek daun sekitar 2,5 cm (Rahayu dan Nur Berlian; 2004).
Aktivitas larva terutama terjadi pada malam hari, namun larva instar akhir juga sering ditemukan
berada pada permukaan daun bawang untuk melakukan aktivitas makan pada pagi dan sore hari.
Stadium larva S. litura hidup pada tanaman bawang merah berkisar 9 – 14 hari (Khalshoven,
1981). Larva instar akhir bergerak dan menjatuhkan diri ketanah dan setelah berada di dalam
tanah larva tersebut memasuki pro pupa dan kemudian berubah menjadi pupa.
Pupa
Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan menjadi imago berubah menjadi
cokelat kehitam-hitaman. Pupa memiliki panjang 9-12 mm, dan bertipe obtek, pupa berada di
dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering di jumpai pada pangkal batang, terlindung di
bawah daun kering atau di bawah partikel tanah. Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada
ketinggian tempat di atas eprmukaan laut (Anonim, 2004).
Imago
Imago memiliki panjang yang berkisar 10-14 mm dengan jarak rentangan sayap 24-30 mm.
Sayap depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang
bintik-bintik yang berwarna perak.sayap belakang berwarna putih dan pada bagian tepi berwarna
cokelat gelap (Kalshoven, 1981).
Ekologi
Larva S. litura mulai di temukan pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam,
sedangkan stadium awal pertumbuhan tanaman bawang merah yang biasanya ditemukan adalah
kelompok telur. Populasi S. litura mulai meningkat pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam
(Moekasan dan Supriyadi, 1993 dalam Fatahuddin, 1999).
Pada musim kemarau populasi S, litura sangat tinggi dan kemampuan imagonya meletakkan
telur sangat tinggi. Pada periode tersebut rata-rata populasi larva adalah 11,52 ekor per rumpun
tanaman dengan intensitas serangan 63 % pada umur tanaman 7 minggu setelah tanam (Sutarya,
1996 dalam Fatahuddin, 1999). Pada selembar daun bawang sering di temukan larva instar 1
dalam jumlah banyak.
Tanaman Inang
Tanaman inang adalah tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan serangga baik yang
berhubungan dengan perilaku maupun dengan kebutuhan gizi serangga. Hubungan antara
tanaman inang dan serangga merupakan serangkaian proses interaksi antara lain mekanisme
pemilihan tanaman inang. Pemanfaatan tanaman tersebut sebagai sumber makanan serta tempat
berlinung dan tempat bertelur. Serangga berkembang biak lebih cepat pada tanaman inang yang
sesuai dan sebaliknya perkembangan serangga menjadi lambat pada tanaman inang yang kurang
sesuai. Perbedaan tingkat kesesuaian dapat terjadi baik pada tanaman yang sama maupun pada
tanaman yang berbeda spesiesnya (Fadruddind, 1980).
Tanaman bawang merah merupakan salah satu inang utama S. litura. Tanaman inang lainnya
adalah tanaman padi, terutama yang di tanam pada dataran tingg (Kalshoven, 1981). Selain itu
S.exiqua juga dapat meyerang tanaman tomat, lombok, tembakau, orok-orok, kapri, jagung dan
sayuran lainnya (Sunarjono dan Soedomo, 1983).
Iklim
Kehidupan serangga sangat erat hubungan dengan keadaan lingkungan dan serangga memiliki
cara hidup tersendiri berbeda-beda menurut jenisnya. Faktor iklim yang berperan dalam berbagai
aspek kehidupan serangga antara lain suhu, udara, curah hujan, dan cahaya matahari. Aspek-
aspek tersebut erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya (Sunjaya, 1970).
Menurut Smith (1987 dalam Sutarya 1996), bahwa lamanya daur hidup ulat bawang ini sangat
tergantung dari temperature. Temperatur yang tinggi akan memperpendek stadium larva, pupa
dan imago. Dengan demikian, daur hidup ulat bawang ini di dataran tinggi memerlukan waktu
yang relative lama di bandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang di butuhkan oleh C
(HILL, 1983).serangga ini adalah 28
Gejala Serangan dan Arti Ekonomi
Bagian tanaman yang terserang terutama pada bagian daun di mana telur yang baru menetas
segera menggigit daun tanaman bawang yang masih muda, kemudian larva tersebut masuk
kedalam daun bawang yang berbentuk pipa dan makan dari dalam, akibatnya daun bawang
berlubang dan ada kalanya sampai patah. Dari luar dapat di ketahui dengan melihat gejala yang
ditimbulkan pada daun tersebut, yakni pada daun bawang tampak berat putih memanjang seperti
membrane, kemudian layu, berlubang, dan di dekat lubang tersebut terdapat kotoran ulat
(Sunarjono dan Soedomo, 1983).
Larva S. litura kadang-kadang meyerang sampai ke umbi yang terjadi apabila populasi hama ini
cukup tinggi (Rahayu dan Nur Berlian, 2004). Apabila tidak di kendalikan maka daun bawang di
areal pertanaman akan habis.
Kerusakan yang di timbulkan oleh larva S. litura di pertanaman dapat mengakibatkan kehilangan
hasil 57 %, bahkan gagal panen dapat terjadi utamanya di musim kemerau apabila tidak di
lakukan pengendalian (Rukmana, 2005).
Pengendalian
Prinsip pengendalian hama tanaman yang di kembangkan dewasa ini adalah menekan jumlah
populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan.
Komponen pengendalian hama yang dapat di terapkan untuk mencapai sasaran tersebut antara
lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian secara kultur
teknis dan pengendalian secara kimiawi.
Pengendalian hayati yaitu suatu teknik pengendalian hama secara biologi yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami seperti prodator, parasitoid dan pathogen. Keuntungan pengendalian
hayati ini adalah aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan tidak menyebabkan
resistensi (Jumar, 2000). Beberapa spesies predator dari S. litura adalah Solenopsis sp, Paedorus
sp, Euberellia sp, Lycosa sp, dan laba-laba.
Pengendalian secara kultur teknis adalah pengendalian serangga hama dengan memodifikasi
kegiatan pertanian agar lingkungan pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan
hama. Usaha-usaha tersebut mencakup sanitasi, pengolahan tanah, pergiliran tanaman,
pemupukan berimbang, penggunaan mulsa, penggunaan tanaman perangkap (Endah dan
Novisan, 2003).
Pengendalian kimiawi adalah usaha mengendalikan hama dengan menggunakan bahan kimia
pestisida yang mempunyai daya racun terhadap serangga hama yang di sebut Insektisida.
Insektisida dapat bersifat racun perut, racub konkak, dan racun pernapasan. Insektisida yang
dapat bersifat racun perut seperti : Curacron 500EC dan Decis 2,5 EC (Anonim, 1994).
Pengendalian S. litura pada tanaman bawang merah hingga saat ini masih mengandalkan
penggunaan insektisida secara intensik baik dengan meningkatkan dosis maupun dengan
meningkatkan interval waktu penyemprotan dengan system kelender (Moeksan dan Supriyadi,
1993).
Pestisida adalah semua zat campuran zat yang khusus di gunakan untuk mengendalikan,
mencegah gangguan serangga, binatang mengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, jasad renik
yang di anggap hama. Pestisida dapat di golongkan berdasarkan sasaran yaitu insektisida untuk
mengendalikan serangga hama, fungisida untuk mengendalikan cendawan, rodentisida untuk
mengendalikan binatang pengerat, nematisida untuk mengendalikan nematode, mulliksisida
untuk mengendalikan molluska atau siput, akarisida untuk mengendalikan akarina atau tungau,
herbisida untuk mengendalikan gulma dan bakterisida untuk mengendalikan bakteri (Rukmana
dan Sugandi, 2002).
Insektisida yang di izinkan untuk pengendalian hama pada tanaman bawang merah yaitu Atabron
50 EC, Buldok 25 EC, Curacron 500 EC, Larvin 375 AS, Larvin 75 WP, Matador 25 EC,
Lannate 25 WP, Decis 2,5 EC, Drusband 20 EC, Metal 30 EC (Anonim, 2004).
Insektisida Pratenofos 500 g/l dengan nama dagang Curacron 500 EC merupakan racun kontak
dan racun lambung den termasuk dalam golongan organofosfat, Decis 2,5 EC berbahan aktif
Deltametrin 25 g/l dan termasuk golongan piretroid yang bersifat racun kontak dan racun
lambung serta Dursband 200 EC barbahan aktif klorpiritos 200 g/l dan termasuk golongan
organotostak yang bersifat racun kontak dan lambung.
II.TINJAUAN PUSTAKA
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Menurut Direktorat Perlindungan Hortikulutura (2007), ulat grayak
(Spodoptera litura) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Subfamili : Amphipyrinae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F
Hama ini termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang
terdiri dari empat stadia hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago . Pada siang hari ulat grayak
tidak tampak, karena umumnya bersembunyi di tempat-tempatyang teduh, di bawah batang dekat
leher akar. Pada malam hari ulat grayak akan keluar dan melakukan searangan. Serangga ini
merusak pada stadia larva, yaitu memakan daun, sehingga menjadi berlubang-lubang. Biasanya
dalam jumlah besar ulat garayak bersama-sama pindahdari tanaman yang telah habis dimakan
daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 1995)
Biologi
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna
keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang
sejauh lima kilometer. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000-3000 telur.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun
dua lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi
25-500 butir)yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya.
Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung
ngengat betina. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon),
berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60
hari (lama stadium telur 2-4 hari, larvayang terdiri dari 5 instar : 20-46 hari, pupa : 8-11 hari)
(Ardiansyah, 2007).
Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada
segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning.
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan
dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, larva
menyebar dengan menggunakan benang suteradari mulutnya. Siang hari bersembunyi dalam
tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Biasanya ulat berpindah
ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir
mirip ulat tanah, perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis
punggung warna gelap memanjang. Umur dua minggu panjang ulat sekitar lima centimeter,
(Hera, 2007).
Morfologi
Umumnya larva mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap abdomen (Samharinto,1990).
Larva muda berwarna kehijau-hijauan. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (1994), instar
pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-
bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau
dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama
terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks
hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar
ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian
kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang
tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Untuk panjang tubuh instar ke
empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat
warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada
segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning.
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-
coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna
coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam
kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan
kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih, (Ardiansyah, 2007).
Gejala dan Kerusakan Yang Ditimbulkan
Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian
atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja dan ulat yang besar memakan tulang daun
dan buahnya. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan, bahkan kadang-kadang hama ini
juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Serangan
berat umumnya terjadi pada musim kemarau (Wikipedia, 2007).
Tanaman Inang
Hama ini bersifat polifag, selain tomat juga menyerang kubis, cabai, buncis, bawang merah,
terung, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-
kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp.,
dan Trema sp (Hera,2007).
Musuh Alami
Beberapa musuh alami yang menyerang ulat ini yaitu Apenteles sp. Telenomeus sp, Brachymeria
sp, Charops longiventris, Chelonus sp, Euplecectrus platyphenae, Microplitis manilae, Nythobia
sp, Tachinidae, Podomya setosa dan Harpactor sp (Sudarmo, 1987).
globalgreenlifestyle.blogspot.co
*********************
Siklus hidup R. linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar,dan stadium
imago. Imago (Gambar 1a) berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis
putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976). Imago datang
pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan meletakkan telur satu
per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70
butir selama 4– 47 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu
imago jantan ramping dengan panjang 11– 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13–14
mm. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter
1,20 mm. Telur berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram (Gambar 1b).
Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari (Gambar 1c). Pada
stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali. Setiap berganti kulit terlihat
perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60
mm, instar II 4,20 mm, instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan
Dunuyaali 1976). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai
dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat
kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji.
Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan
Turnipseed 1974). Serangan R. linearis pada fase pembentukan polong menyebabkan polong
kering dan gugur. Serangan pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan
polong dan biji kempes kemudian polong mengering dan akhirnya gugur. Serangan pada fase
pengisian biji menyebabkan biji berwarna hitam dan busuk, sedangkan pada fase pematangan
polong mengakibatkan biji keriput. Serangan pada polong tua menjelang panen menyebabkan
biji berlubang (Todd dan Turnipseed 1974; Tengkano 1985).
Gambar 1. Hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis; (a) imago, (b) telur,(c) nimfa instar I, dan (d) nimfa instar V (Prayogo dan Tengkano 2003,
tidak diterbitkan).
Ardiansyah, Hama Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Mengganas
Hera. Ulat Grayak (Spodoptera litura) Makalah. http://www.deptan.go.id/ditlinhorti
Pracaya. 1995. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta
Samharinto. 1990. Biologi Ulat Grayak (Spodoptera litura F) pada beberapa Varietas
Sudarmo, S., 1987. Insektisida Nabati Sebagai Sumber Alternatif Pengendalian