arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web...

32
REVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono, Reinaldo Arifin, Serly, Stephanie Veronica W, Yulistiawati, Yulia Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, BINUS UNIVERSITY Jl.Kebon Jeruk Raya No.27 Kemanggisan, Jakarta Barat 11530 ABSTRAK Kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan kebutuhan yang penting bagi sebuah instansi. Ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan akan mendukung kelancaran aktivitas instansi. Sistem pengadaan secara elektronik dinilai menjadi solusi yang tepat untuk memaksimalkan proses pengadaan barang dan jasa. Melalui website Layanan pengadaan barang dan jasa, panitia pengadaan dan pelaku usaha dapat mengikuti keseluruhan kegiatan pelelangan secara elektronik. SPSE diharapkan dapat mewujudkan good corporate governance dan merealisasikan e-government. Namun LPSE ternyata masih memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya instansi yang memiliki banyak LPSE khususnya dibahas pada Kementrian Pekerjaan Umum yang cakupan memiliki wilayah kerja yang luas, kelemahan dalam pemrosesan data, masalah volume data dan sebagainya. Dengan menggunakan metode studi pustaka dan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya, ditemukan beberapa solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut antara lain penggunaan satker remote server, virtualisasi serta cloud computing, untuk memaksimalkan kinerja dari LPSE. Kata kunci : e-procurement, LPSE, e-government

Transcript of arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web...

Page 1: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

REVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN

SECARA ELEKTRONIK

Bob Wibisono, Reinaldo Arifin, Serly, Stephanie Veronica W, Yulistiawati, Yulia

Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, BINUS UNIVERSITYJl.Kebon Jeruk Raya No.27 Kemanggisan, Jakarta Barat 11530

ABSTRAK

Kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan kebutuhan yang penting bagi sebuah instansi. Ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan akan mendukung kelancaran aktivitas instansi. Sistem pengadaan secara elektronik dinilai menjadi solusi yang tepat untuk memaksimalkan proses pengadaan barang dan jasa. Melalui website Layanan pengadaan barang dan jasa, panitia pengadaan dan pelaku usaha dapat mengikuti keseluruhan kegiatan pelelangan secara elektronik. SPSE diharapkan dapat mewujudkan good corporate governance dan merealisasikan e-government. Namun LPSE ternyata masih memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya instansi yang memiliki banyak LPSE khususnya dibahas pada Kementrian Pekerjaan Umum yang cakupan memiliki wilayah kerja yang luas, kelemahan dalam pemrosesan data, masalah volume data dan sebagainya. Dengan menggunakan metode studi pustaka dan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya, ditemukan beberapa solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut antara lain penggunaan satker remote server, virtualisasi serta cloud computing, untuk memaksimalkan kinerja dari LPSE.

Kata kunci : e-procurement, LPSE, e-government

Page 2: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

PENDAHULUAN

Pengadaan barang atau jasa pemerintah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, di mana pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memiliki badan usaha untuk dapat berkesempatan mengikuti kegiatan pengadaan barang dan jasa yang diadakan oleh pemerintah sesuai dengan jenis badan usaha yang dimilikinya. Pemerintah dalam hal ini bisa disebut sebagai customer yang membutuhkan suatu barang atau jasa dari pihak penyedia barang atau jasa yang kita sebut sebagai supplier. Peran pemerintah sebagai customer tentunya membutuhkan suatu barang atau jasa dengan memperhatikan beberapa atribut utama, seperti harga yang kompetitif, barang yang berkualitas tinggi, pelayanan yang bagus, garansi atau layanan purna jual yang baik, reputasi perusahaan yang bagus, bahkan kondisi keuangan perusahaan juga perlu diketahui.

Pada awalnya, pengadaan barang atau jasa bagi pemerintah dilakukan secara konvensional. Penyebaran informasi akan kebutuhan barang dan jasa terbatas hanya melalui pihak-pihak tertentu seperti referensi atau penyedia barang dan jasa yang sebelumnya sudah pernah mengikuti kegiatan tersebut. Kelemahan pada sistem konvensional ini adalah sulitnya menemukan pihak penyedia barang dan jasa sehingga proses pengambilan keputusan pemenang membutuhkkan waktu yang lama. Selain itu penyebaran informasi terbatas menyebabkan proses tender terkesan lebih tertutup, sehingga rentan akan berbagai praktek kecurangan seperti, adanya peluang menang besar bagi pemain-pemain lama karena mereka sudah mengerti bagaimana cara kerja dalam proses pengadaan barang dan jasa, terjadinya suap, kolusi dan nepotisme. Adanya berbagai macam permasalahan dalam sistem konvensional ini akan berdampak pada rendahnya pelayanan publik pada instansi pemerintahan.

Salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan transparansi publik adalah dengan Inpres nomor 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government. Pengembangan e-government merupakan upaya pengembangan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Selain permasalahan rendahnya layanan publik pada instansi pemerintahan, kegiatan pengadaan barang atau jasa pada sektor publik masih mempunyai banyak masalah baik itu prosedur maupun hasilnya. Prinsip dasar pengadaan barang dan jasa yang sesuai dengan pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah tahun 2013 yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil, dan akuntabel, masih menyisakan berbagai kasus korupsi yang banyak ditemukan.

Kementrian Pekerjaan Umum (PU) merupakan salah satu instansi pemerintah yang sudah melaksanakan sistem pengadaan barang atau jasa melalui e-procurement yaitu website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE sendiri merupakan salah satu bentuk e-commerce, dimana kegiatan perdagangan dilakukan dengan mekanisme elektronik menggunakan media internet. Dengan demikian dapat menghilangkan proses manual yang menyita waktu serta membutuhkan biaya yang cukup besar.

Kementrian PU sendiri memiliki jangkauan wilayah kerja yang mencakup seluruh Indonesia, sampai dengan tingkat kabupaten dan kota. Dengan adanya LPSE tentunya dapat membantu keseluruhan proses pengadaan barang dan jasa. Namun ternyata masih terdapat beberapa masalah di dalam LPSE tersebut, masalah utamanya adalah timbulnya LPSE yang terdesentralisasi, sehingga banyaknya gagasan LPSE

1

Page 3: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

tingkat provinsi dan sebagainya. Selain itu, adanya beberapa kelemahan pada LPSE yang sudah berjalan selama ini, antara lain dalam pemrosesan data, tampilan dan sebagainya, yang akan dibahas lebih rinci pada bagian pembahasan. Dalam penulisan ini, akan membahas bagaimana permasalahan yang terjadi dalam sistem e-procurement yang sudah berjalan dalam pemerintahan khususnya pada kementrian PU, serta solusi yang dapat diterapkan untuk mengembalikan fungsi awal dari LPSE yaitu memperbaiki sistem layanan publik dalam mendukung tujuan pemerintah untuk mengadakan tata kelola pemerintahan yang bersifat transparan.

Metode penelitian yang digunakan adalah melalui studi literatur dari jurnal, textbook, internet, serta berbagi studi kasus yang pernah terjadi, dengan mempelajari dan meneliti informasi yang berkaitan dengan ha-hal yang dibahas dalam paper ini.

LANDASAN TEORI

E-commerceSecara umum, dapat dikatakan bahwa Electronic Commerce (E-commerce)

adalah sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. Menurut Rainer dan Cegielski (2011), E-commerce adalah menjelaskan proses pembelian, penjualan, transfer atau pertukaran produk, layanan atau informasi dengan menggunakan jaringan komputer termasuk penggunaan internet.

Sejarah perkembangan e-commerce diawali dengan pengiriman dokumen pemesanan pembelian dan tagihan atas pembelian melalui media elektronik. Dalam sebuah transaksi komersial kemudian berkembang menjadi suatu media yang disebut perdagangan global pada tahun 1994, yang meliputi semua kegiatan jual beli dimana telah menggunakan piranti khusus yang menjamin kerahasiaan transaksi jual beli. Kematangan tahap ini terjadi pada awal tahun 2000 yang ditandai dengan adanya penggunaan secara masal para pebisnis di Amerika dan Eropa.

E-commerce memiliki dua jenis, yaitu pure e-commerce dan partial e-commerce. Pure e-commerce adalah transaksi yang sepenuhnya dilakukan secara digital, baik dari pembelian, transaksi pembelian, produk, dan penyampaian produk kepada pelangga juga dilakukan secara digital. Partial e-commerce adalah transaksi yang tidak sepenuhnya menggunakan teknologi digital. (Rainer & Cegielski, 2011, p201)Kategori e-commerce meliputi:

1. Business to Business (B2B). Umumnya menggunakan mekanisme Electronic Data Interchange (EDI), dimana aktivitas pada kategori ini melibatkan pasar e-business dan hubungan pasar langsung antar perusahaan. Penjual dan pembeli merupakan organisasi.

2. Business to Consumer (B2C). Bisa dikatakan penjual merupakan suatu organisasi dan pembeli adalah perorangan. Mekanisme pendekatan terhadap konsumen dapat menggunakan berbagai cara misalnya portal atau e-shopping mall.

3. Consumer to Consumer (C2C). proses transaksi suatu individu terhadap individu yang lain. (Rainer & Cegielski, 2011, p201).

Dalam penggunaan teknologi e-commerce, kita dapat membagi beberapa kategori lagi yang bisa disebut sebagai potential buyer. Kategori-kategori tersebut adalah

1. Business to Employee (B2E). Dalam B2E ini, suatu organisasi memanfaatkan e-commerce secara internal dan hanya ditujukan untuk melayani pembelian para karyawannya saja. Perusahaan mengijinkan karyawan untuk mengelola benefit,

2

Page 4: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

melakukan pembelian bahan baku dan material secara internal. Dewasa ini banyak perusahaan memanfaatkan e-commerce sebagai sarana untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan bagi karyawan dengan harga yang murah.

2. E-government. Dengan menggunakan teknologi internet, pemerintah dapat menyampaikan informasi layanan masyarakat dan rekan bisnis dan pengadaan barang atau jasa secara digital. E-government dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyampaian informasi.

3. Mobile Commerce. M-commerce adalah suatu penjualan elektronik yang menggunakan teknologi nirkabel dan memiliki fungsi mobilitas seperti handphone dapat berfungsi untuk melakukan transaksi jual beli secara digital. (Rainer & Cegielski, 2011, p201-202).

E-GovernmentSecara konseptual, konsep dasar dari e-Government sebenarnya adalah

bagaimana memberikan pelayanan melalui elektronik (e-service), seperti melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer, serta multimedia. Melalui pengembangan e-Gov ini, maka sejalan dengan itu dilakukan pula penataan system manajemen informasi dan proses pelayanan publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. (Rusli, 2004)

Adapun ruang lingkup dari e-Gov ini adalah mencakup interaksi antara pemerintah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar pemerintah (G2G-inter-agency relationship). Sementara itu, Forman memberikan defenisi e-government secara lebih spesifik lagi yakni penggunaan teknologi digital untuk mentransformasi kegiatan-kegiatan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian layanan. Dari defenisi yang dikemukakan oleh Forman tadi bermakna bahwa penyampaian layanan melalui teknologi digital dapat memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaan pemerintah yang lebih baik. Efisiensi dalam hal ini baik dari segi waktu, biaya, maupun tenaga. (Forman, 2005)

E-procurementProcurement adalah pembelian dan penjualan dari barang dan jasa secara B2B.

(Motiwalla & Thompshon, 2009, p333) E-Procurement adalah penggunaan teknologi dengan berbasis web untuk

mendukung proses kunci dalam pengadaan termasuk permintaan, sumber, kontraktor, pemesanan dan pembayaran (Motiwalla & Thompshon, 2009, p335).

E-Procurement merupakan bagian dari e-bisnis dan digunakan untuk mendesain proses pengadaan berbasis internet yang dioptimalkan dalam sebuah perusahaan. E-procurement tidak hanya terkait dengan proses pembelian itu saja tetapi juga meliputi negosiasi-negosiasi elektronik dan pengambilan keputusan atas kontrak-kontrak dengan pemasok. Karena proses pembelian disederhanakan dengan penanganan elektronik untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan operasi, tugas-tugas yang berhubungan dengan strategi dapat diberi peran yang lebih penting dalam proses tersebut.

Tugas-tugas baru yang berhubungan dengan strategi pembelian ini meliputi manajemen kontrak kepada pemasok lama maupun baru serta penciptaan struktur pasar baru dengan secara aktif mengkonsolidasikan sisi pemasokan atau suplai. Sedangkan procurement system adalah sistem perangkat lunak untuk pembelian secara elektronikm yaitu pengadaan barang dan jasa.

3

Page 5: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Proses procurement melibatkan dua pelaku bisnis, yaitu pembeli dan penyedia barang atau jasa yang bisa disebut sebagai pemasok. Pembeli dapat menjalin hubungan dengan beberapa pemasok yang menyediakan barang atau jasa sejenis ataupun berbeda. Oleh karena itu, pembeli harus mengelola data pemasok yang dimilikinya, proses untuk mengelola data-data penyedia barang atau jasa ini bisa disebut sebagai Supply Chain Management (SCM). (Motiwalla & Thompshon, 2009)

Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh Direktorat e-

Procurement - LKPP untuk digunakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh K/L/D/I. Aplikasi ini dikembangkan dengan semangat efisiensi nasional sehingga tidak memerlukan biaya lisensi, baik lisensi SPSE itu sendiri maupun perangkat lunak pendukungnya.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ( LKPP ) LKPP merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dibentuk berdasarkan Perpres No 106 tahun 2007. LKPP merupakan lembaga pemerintah satu-satunya yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah, dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya LKPP dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan

Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN yang tidak membentuk LPSE dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik. Selain memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik LPSE juga melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.(LKPP, 2006)

PEMBAHASAN

LPSE yaitu sistem yang dibentuk atau dibuat untuk mencapai nilai – nilai good governance di dalam suatu bagian pengadaan barang atau jasa, dimana di lindungi oleh APENDO (aplikasi pengamanan dokumen) dari BIN (Badan Inteligen Negara). LPSE dirancang guna mengurangi kontrak antara panitia pengadaan dan rekanan yang dapat memungkinkan terjadinya korupsi, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Selain itu guna proses pengadaannya lebih transparan dan accountable. Di LPSE juga menyediakan pelatihan, akses internet dan bantuan teknis didalam mengoperasikan sistem e-procurement kepada panita seta penyedia barang/jasa.

4

Page 6: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Gambar 1 Fungsi LPSE

Gambar diatas menunjukkan fungsi LPSE adalah sebagai jembatan penghubung antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan para pelaku usaha, sehingga segala mekanisme kegiatan tender akan dikelola melalui LPSE. Dengan demikian tidak perlu dilakukan pertemuan secara langsung antara panitia pengadaan dengan pelaku usaha. Hal tersebut dinilai dapat mengurangi tindakan kecurangan yang mungkin dilakukan jika ada pertemuan langsung. LPSE akan menjalankan fungsi sebagai berikut :

a. Mengelola Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE);b. Menyediakan pelatihan kepada PPK/Panitia dan Penyedia barang/jasa;c. Menyediakan sarana akses internet bagi PPK/Panitia dan Penyedia barang/jasa;d. Menyediakan bantuan teknis untuk mengoperasikan SPSE kepada PPK/Panitia

dan Penyedia barang/jasa;e. Melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap PPK/Panitia dan Penyedia

barang/jasa

Berikut beberapa aspek pada LPSE ketika menerapkan solusi e-procurement :1. Pemasok yang mampu mendukung fitur elektronik2. Kebutuhan akan kolaborasi yang kuat beserta penyampaiannya3. Biaya transaksi4. Ketersediaannya content dan transparasi proses

Beberapa peranan e-procurement dalam peningkatan proses pengadaan adalah sebagai berikut :

1. Penghematan biaya dalam proses pengadaan, seperti tidak perlu lagi menggunakan kertas, pengiriman, surat-menyurat kepada supplier dan biaya operasional lainya.

2. Efisiensi waktu, karena setiap informasi mengenai barang dan jasa yang diperlukan perusahaan ataupun yang disediakan supplier dapat diakses secara real-time, dimana saja dan kapan saja. Selain itu dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses pengadaan dapat langsung dikirimkan melalui internet.

5

Page 7: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

3. Perusahaan memperoleh informasi barang dan jasa yang diperlukan dari supplier yang beragam, sehingga proses penyeleksian supplier dapat lebih mudah, karena sudah menggunakan sistem.

4. Dapat melakukan tanya jawab tanpa harus mengadakan pertemuan, tetapi bisa melalui aplikasi e-procurement.

5. Pengontrolan inventaris lebih efektif.6. Meningkatkan siklus manufaktur / produksi

Perbedaan antara proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara manual dan elektronik.

No. Tahapan Manual Elektronik1. Pembuatan user ID dan

password untuk Panitia Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ)

Tidak Ada Panitia PBJ mengajukan pembuatan user ID dan password kepada admin agency

2. Penyusunan jadwal dan Dokumen Pengadaan

Jadwal yang telah disusun oleh PPBJ disampaikan kepada PPK, Dokumen Pengadaan juga disampaikan kepada PPK untuk ditandatangani PPK

Jadwal dan Dokumen Pengadaan yang telah disusun oleh PPBJ, disampaikan kepada PPK agar disetujui PPK, melalui komunikasi online

3. Penetapan HPS Dilakukan oleh PPBJ Dilakukan oleh PPK4. Pengumuman

PelelanganMelalui website instansi dan media cetak

Melalui website instansi, aplikasi SPSE, dan Portal Pengadaan Nasional

5. Pendaftaran Lelang  dan Pengambilan Dokumen Pengadaan oleh peserta lelang

Datang langsung (tatap muka)

Pendaftaran melalui aplikasi SPSEDokumen Pengadaan dapat di-download melalui aplikasi SPSE

6. Penjelasan pekerjaan (aanwijzing) dan Pengambilan Berita Acara aanwijzing

Datang langsung (tatap muka)

Melalui komunikasi/tanya jawab online pada aplikasi SPSE.Berita Acara aanwijzing dapat di-download melalui website instansi dan aplikasi SPSE

7. Pengambilan Perubahan Dokumen Pengadaan/Adendum (jika ada) oleh peserta lelang

Datang langsung (tatap muka)

Dapat di-download melalui aplikasi SPSE

8. Penyampaian dan Datang langsung Berbentuk dokumen

6

Page 8: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Pembukaan Dokumen Penawaran

(tatap muka) elektronik yang disandikan (encrypt) dan dikirim (upload) melalui aplikasi SPSE dan dibuka (decrypt) secara elektronik

9. Pengambilan Berita Acara Evaluasi Penawaran oleh peserta lelang

Datang langsung (tatap muka)

Dapat di-download melalui website instansi dan aplikasi SPSE

10. Pengambilan Berita Acara Hasil Pelelangan oleh peserta lelang

Datang langsung (tatap muka)

Dapat di-download melalui website instansi dan aplikasi SPSE

11. Pengumuman Pemenang Lelang

Media pengumuman kantor serta dikirimkan juga melalui faks kepada seluruh peserta lelang

Melalui website instansi dan aplikasi SPSE serta dikirimkan juga melalui e-mail kepada seluruh peserta lelang

12. Sanggah Hasil Lelang Datang langsung (tatap muka) atau surat menyurat

Melalui komunikasi online atau mengirim file sanggahan melalui aplikasi SPSE

Tabel 2 Perbedaan proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara manual dan elektronik

(Sumber referensi: http://www.setneg.go.id/index.php)

Beberapa prinsip dalam hal pengelolaan sistem IT pada LPSE :1. Security is a Process Not a Product2. Admin System Full Control IT System3. Admin System Improve IT System More Secure, Stable & Reliable4. Layanan menjamin kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan

ketersediaan(availability) informasi

7

Page 9: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Gambar 2 Tampilan LPSE Kementrian Pekerjaan Umum(Sumber: https://eproc.pu.go.id/publik/eproc2014/fulleprocv40/default.asp)

Dengan adanya LPSE, setiap pelaku usaha dapat mengetahui informasi yang rinci mengenai barang dan jasa yang dibutuhkan oleh panitia pengadaan. Pelelangan tersebut bersifat terbuka bagi setiap pelaku usaha yang memenuhi kualifikasi yang telah diberikan. Melalui website tersebut pelaku usaha dapat melakukan pendaftaran, memenuhi setiap dokumen administratif yang dibutuhkan untuk kegiatan pelelangan yang diikuti. Pihak panitia akan melakukan verifikasi dan menetapkan pemenang dari lelang tersebut yang juga akan diumumkan pada website yang sama. Sehingga pelaku usaha tidak perlu datang langsung ke tempat pengadaan.

Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (LKPP, 2006)Selain memiliki fungsi sebagai pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang dan jasa, LKPP memiliki beberapa fitur atau modul yang terintegrasi. Berikut adalah modul-modul yang terdapat pada LKPP :

1. INAPROCMerupakan portal pengadaan barang dan jasa dengan ruang lingkup nasional.

2. Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP)SIRUP adalah sistem informasi yang dirancang untuk mengumumkan rencana pengadaan barang dan jasa secara nasional dan memudahkan masyarakat dalam mencari, melihat dan mengetahui segala hal tentang pengadaan barang dan jasa.

3. E-catalogE-catalog menyediakan katalog-katalog secara digital yang berupa laporan tentang penyedia barang dan jasa pada daerah tertentu di Indonesia, laporan

8

Page 10: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

berapa biaya yang dikeluarkan untuk penyedia barang atau jasa. Selain itu E-catalog juga menyediakan dokumentasi digital mengenai regulasi, undang-undang yang berlaku untuk proses pengadaan barang atau jasa secara digital atau e-procurement.

4. Monitoring dan Evaluasi (Monev)Monev merupakan portal yang menyediakan laporan-laporan tentang kebutuhan pemerintah akan permintaan barang atau jasa, proyek-proyek pengadaan yang telah disetujui oleh pemerintah dan bagaimana kondisi keuangan pemerintah dalam melakukan pembayaran kepada penyedia barang atau jasa. Portal ini berfungsi untuk melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah dalam menentukan pemenuhan kebutuhannya.

5. Whistle Blowing System (WBS)WBS salah satu portal yang dibuat dengan tujuan menghilangkan usaha dalam melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang sering terjadi dalam proses pembelian. Masyarakat yang memiliki informasi dan bukti akan praktek kecurangan dapat menyampaikan informasi melalui portal ini.

6. Standar Dokumen Pengadaan Barang atau Jasa Elektronik (E-SDP)E-SDP adalah portal yang menyediakan format-format dokumen khusus yang diperlukan penyedia barang atau jasa agar dapat lebih mudah untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti e-procurement.

Standar konsolidasi data LPSE1. Konsolidasi data untuk Sistem Single Sign On

Contoh : mengkonsolidasikan ADP (Agregasi Data Penyedia) dan proses pembaharuan data ke server ADP dengan mengupayakan load minimal ke server LPSE agar tidak membuat server LPSE down.

2. Informasi Log akses ke server LPSE yang dilakukan oleh LKPPAgar LKPP lebih transparan pada saat proses akses ke server internal LKPP, dengan tujuan evaluasi kinerja server dapat lebih akurat.

3. Upgrade aplikasi SPSE diharuskan untuk dapat berkoordinasi dengan pengelola LPSEDiharapkan LKPP memiliki sistem penjadwalan proses upgrade aplikasi SPSE ke LPSE di seluruh Indoseia, degan dikoorsinasikan dengan pengelola LPSE mengenai kapan proses upgrade tersebut akan dilaksanakan.

4. Monitoring LKPP mengenai ketersediaan LPSEMencatat setiap activity log mengenai LPSE uptime, kapan dan berapa lama downtime dan kapan terakhir kali adanya pengecekan terhadap status dari si LPSE itu sendiri.

Standar Evaluasi Security Sistem IT LPSE1. Evaluasi Security Flaw IT LPSE System, seperti lakukannya diskusi melalui

online mengenai keamanan flaw sistem IT LPSE, yang dapat disebabkan karena vulnerability sistem operasi, aplikasi yang diinstal di server LPSE, penerapan firewall, compile kernel sistem operasi yang tidak sempurna, dan sebagainya.

2. Penilaian tingkat keamanan dan rekomendasi terhadap solusi, didapatkan dari hasil evaluasi security flaw IT LPSE system, dengan menampilkan rekomendasi terhadap solusi untuk meningkatkan nilai tingkat keamanan yang dapat dilakukan oleh Admin LPSE System Provider. Dimana dilakukannya evaluasi

9

Page 11: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

secara berkala dan dikoordinasikan kapan akan dilakukan proses evaluasi keamanan sistem IT LPSE.

3. Protab Upgrade Level Security yang aman, dibutuhkannya protab bagi admin LPSE System Provider dalam melakukan peningkatan tingkat keamanan sesuai dengan rekomendasi solusi yang didapat dari hasil evaluasi keamanan flaw pada sistem IT LPSE, seperti adanya pemisahan partisi untuk sistem dan data, diperlukannya backup sistem state awal agar dapat dilakukan rollback ketika ditemukannya permasalahan setelah dilakukan peningkatan atau upgrade system.

4. Workshop dengan praktisi keamanan IT nasional atau internasional, dikarenakan perkembangan teknologi keamanan IT sangat cepat untuk diikuti, oleh karena itu diperlukannya pembaharuan pengetahuan dan pengalaman dengan praktisi IT nasional ataupun internasional, bahkan dapat online melalui webinar atau offline melalui workshop terbatas

Seiring dengan perkembangan LPSE, diperlukan integrasi dengan sistem lain terutama dalam perpajakan dan keuangan. Yang dimana dengan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pemprosesannya, yang memudahkan baik panitia pengadaan maupun para peserta. Sehingga para panitia LPSE dan pengembang LPSE ini harus membuat inovasi agar memudahkan berbagai pihak, yang dapat menyajikan informasi dan kejelasan informasinya terhadap yang membutuhkan. Serta diharuskan untuk memikirkan dalam mengintegrasikan platform pengadaan dengan sistem yang sudah ada, dan memperbaiki setiap kelemahan atau kekurangan yang ada.

Selain itu dengan memperhatikan jalur-jalur rantai supply dalam sektor B2C (Bussiness – to – Consumer) agar dapat diterima dengan cepat atau tidak lambat. Ini sebabkan karena tidak banyaknya pemasok yang memiliki perlengkapan untuk dapat berpartisipasi dalam proses e-procurement, yang memaksa mereka untuk harus berinvestasi dalam pembuatan tampilan atau interface yang sesuai dan dalam beberapa kasus customer yang enggan untuk ikut berpartisipasi.

Terdapat beberapa masalah di dalam LPSE pemerintah yang membuat sistem tersebut tidak dapat bekerja secara maksimal yaitu :

1. Satu instansi memiliki banyak LPSEPada awalnya LKPP memiliki SPSE yang berada di Jakarta dan siftanya terpusat, sehingga dapat digunakan oleh seluruh instansi pemerintah. Namun, dikhwatirkan akan terjadi bottleneck baik dari sisi penyedia maupun panitia pengadaan barang dan jasa. Sehingga diberlakukan LPSE secara desentralisasi atau terdistribusi. Untuk menghindari bottleneck dari sisi penyedia, maka diberlakukan access point, dan pengalokasian bandwidth yang ada pada satelit secara dinamis. Sehingga kecepatan internet akan didasarkan pada kebutuhan setiap wilayah. Contoh di Jakarta sedang mengadakan upload penawaran, sedangkan Medan tidak, maka secara otomatis alokasi bandwidth akan diberikan besar di Jakarta, dan medan akan dikurangi.

Sistem alokasi bandwidth dinilai kurang efektif, karena pada umumnya jadwal pengadaan barang dan jasa hampir merata di beberapa wilayah, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi upload penawaran secara bersamaan.

10

Page 12: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Sehingga tidak ada wilayah yang dapat dikurangi alokasi bandwidthnya, dan secara otomatis akan terjadi bottleneck kembali.

Konsep desentralisasi tersebut juga menjadi kendala bagi sebagian instansi yang memiliki cakupan wilayah yang luas, sampai pada tingkat kabupaten dan kota seperti salah satunya Kementrian Pekerjaan Umum (PU). Akses internet yang dibutuhkan akan dibebankan pada masing-masing instansi dan bukan merupakan tanggung jawab dari LKPP. Kementrian PU terdiri dari beberapa balai seperti Balai Pendidikan dan Pelatihan, Balain Peningkatan Keahilian, Balai Besar Wilayah Sungai dsb. Masing-masing balai dibagi di dalam beberapa wilayah ataupun satuan kerja. Munculan permasalahan dimana adanya gagasan-gagasan untuk membentuk LPSE tingkat provinsi, bahkan LPSE tingkat kota. Hal tersebut terjadi karena tidak ada pedoman rinci mengenai ketentuan pendirian sebuah LPSE bagi suatu instansi.

Alasan utama munculnya gagasan diatas adalah pada umumnya panitia serta peserta lelang / pengadaan barang dan jasa tentunya berada pada cakupan wilayah tertentu. Apabila dilakukan secara terpusat maka verifikasi akan menyulitkan peserta untuk datang ke lokasi verifikasi pusat, selain itu adanya kegiatan upload dan download dokumen yang tentunya memerlukan bandwith yang cukup besar.

Kementrian PU dengan wilayah kerja yang luas misalnya memiliki sebuah server LPSE di Jakarta, setiap balai ataupun satuan kerja di daerah lain berada di bawah tanggung jawab pusat, sehingga kegiatan pelelangan dan pengadaan barang dan jasa seharusnya dilakukan pada server pusat. Hal tersebut dinilai kurang efektif dikarenakan adanya kemungkinan jaringan yang tidak memadai dan tidak merata di setiap daerah, dan perlunya pendanaan untuk melakukan instalasi terkait internet dan bandwith. Ditambah dengan adanya otonomi pada setiap daerah yang memungkinkan instansi terkait tidak merasa berkewajiban untuk memberikan layanan kepada pusat.

Pada awalnya permasalahan tersebut akan dipecahkan dengan pendekatan geografis, dimana kegiatan pelelangan akan dilakukan pada LPSE terdekat, tidak harus menggunakan server induk. Namun hal tersebut dianggap kurang tepat, karena akan menghilangkan fungsi pengawasan dari pusat, dan dikhwatirkan akan menimbulkan redudansi data dan masalah lainya.

Sehingga solusi yang dinilai cukup tepat adalah dengan menggunakan server satker remote. Dimana setiap satker tetap menggunakan server pusat untuk aplikasi dan database. Namun jika diperlukan meng-upload atau men-download file dengan ukuran yang besar dokumen tersebut tidak perlu di lagi dikirimkan kepada server pusat, cukup pada server satker masing-masing. Kementrian PU harus memilah dengan baik wilayah mana yang memerlukan satker remote dan wilayah mana yang tidak.

11

Page 13: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

2. Kelemahan LPSE mengenai volume dan pemrosesan dataHal kritikal yang menjadi point penting bagi LPSE yaitu mengenai :

A. Volume data Volume data transaksi yang masih harus di antisipasi, karena dari pihak LPSE sendiri telah melakukan pengujian sample terhadap setiap paket pengadaan sebagai berikut

Tabel 2 Prediksi Ukuran Dokumen dan Database(Sumber referensi: http://lpse.blogdetik.com)

Dari data di atas, terlihat bahwa satu paket pengadaan memerlukan 171 MB. Sehingga ini di kalikan dengan jumlah paket dalam satu tahun. Dengan demikian pengelola LPSE harus memantau secara periodik atau berkala terhadap kapasitas free space di server mereka. Ketika free space tersisa 20%, pihak pengelola LPSE harus segera menambah kapasitas hard disk server, atau melakukan pembersihan. Ini dilakukan guna file – file yang tidak perlu atau tidak di butuhkan lagi serta log – log file yang lama dapat di pindakan ke DVD atau external disk.

Cara tersebut dapat mengantisipasi masalah dalam peningkatan volume data transaksi, dan dapat menguntungkan setiap pihak. Karena apabila volume data transaksi penuh, ada memungkinkan untuk terhambatnya aliran pengaksesan informasi, bahkan dapat terhilangnya data atau informasi yang dimana harus dilakukannya capture atau record dan di simpan sebagai arsip. Mengingat file atau dokumen yang ada didalam server LPSE merupakan dokumen penting, maka pengelola LPSE berkewajiban untuk melakukan backup secara berkala juga, dimana membantu dalam hal pelaksanaan backup data, dan meringankan serta mempercepat kinerja dari server. Selain itu dapat dilakukan beberapa pembaharuan pada aplikasi LPSE yang ada yaitu :

1. Virtualisasi, pembuatan bentuk atau versi virtual dari sesuatu yang bersifat fisik. Seperti contoh, sistem operasi, perangkat storage atau penyimpanan data atau sumber data jaringan.

2. Cloud Computing, sistem komputerisasi berbasis jaringan atau internet, dimana sumberdaya, perangkat lunak, informasi dan aplikasi disediakan untuk dapat digunakan oleh komputer lain yang membutuhkannya.

12

Rata-rataPer Paket

Prediksi

200 Paket 500 Paket

Ukuran Dokumen 164 MB 32,0 GB 80,1 GB

Ukuran Database 7 MB 1,37 GB 3,4 GB

Page 14: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Keuntungan dari penerapan virtualisasi dan cloud computing yaitu :1. Pengurangan biaya investasi perangkat keras / hardware, karena

dengan adanya virtualisasi hanya mendayagunakan kapasitas yang telah ada, sehingga tidak diperlukan penambahan perangkat komputer, server dan pheriperal secara fisik. Jikalau ada itu hanya penambahan kapasitas hardisk dan memori, yang dimana ditujukan untuk mendukung stabilitas kerja komputer induk.

2. Kemudahan dalam backup and recovery, server yang dijalankan dalam mesin virtual dapat disimpan dalam 1 buah image yang bebrisi seluruh konfigurasi sistem. Andaikata server tersebut crash, kita tidak perlu melakukan instalasi dan konfigurasi ulang, hanya mengambil salinan yang telah disimpan, melakukan resotre data hasil backup terakhir dan server berjalan seperti sedia kala.

3. Kemudahan dalam deployment, memampukan kloning sebanyak mungkin dan dapat dijalankan pada mesin lain dengan mengubah sedikit konfigurasi. Sehingga mengurangi beban kerja staff IT dan mempercepat proses implementasi sistem.

4. Mengurangi panas, berkaitan erat dengan perangkat, dimana ketika jumlah perangkat berkurang, maka mengurangi panasnya ruang server atau data center. Sehigga akan berimbas pada pengurangan biaya pendingin ruangan (AC) dan akhirnya mengurangi biaya penggunaan listrik.

5. Mengurangi biaya space, berkaitan dengan jumlah server, yang mana semakin dikit jumlahnya akan semakin dikit pula ruang untuk menyimpan perangkat. Jika server dilokasikan pada suatu co-location server atau data center, akan berdampak pada pengurangan biaya sewa.

6. Kemudahan dalam maintenance and manage,ketika jumlah server yang lebih sedikit, akan mengurangi waktu dan biaya untuk pengelolaan, seperti semakin sedikitnya jumlah server yang harus ditangani.

7. Kemudahan dalam replacement, hanya dengan melakukan upgrade spesifikasi atau memindahkan virtual machine ke server lain yang lebih powerful jika server induk sudah overload dan spesifikasinya tidak mencukupi lagi.

B. Pemrosesan DataAda tantangan yang di hadapi saat pemrosesan data adalah server yang down dan website dari LPSE tidak bisa diakses dalam waktu sekian jam sehingga bisa menyebabkan gagalnya proses upload penawaran karena telah melewati batas waktu yang ditentukan. Kemudian rawan terjadinya kesalahan pada dokumen karena ketidakjelasan prosedur dokumen sehingga bisa dinyatakan gugur oleh panitia lelang. (Septaviani, 2011) Bukan hanya itu saja, keluhan pada saat mengirim penawaran pada saat login yang lama juga menjadi salah satu faktor lamanya pemrosesan data. Hal itu terjadi karena space HDD dan memory server pada website LPSE sedang penuh sehingga perlu malakukan migrasi data ke server baru.

13

Page 15: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Tantangan lainnya yang dapat memperlambat pemrosesan adalah konsistensi data. Konsep dasar dari interkoneksi data LPSE adalah penyedia barang atau jasa yang terdaftar di LPSE A dapat mengikuti lelang di LPSE B tanpa mendaftar ulang di LPSE B, data penyedua yang telah dimasukkan di LPSE A dapat digunakan di LPSE B tanpa mengisi ulang, data penyedia yang dimasukkan untuk lelang di LPSE B dapat digunakan untuk lelang di LPSE A, dan interkoneksi antara LPSE A dan B melalui protokol HTTP/HTTPS. Kasusnya mirip dengan proses ATM, saat pengambilan uang di ATM A, maka secara otomatis saldo akan berkurang. Jika dilihat di ATM B, maka saldo akan sama persis dengan sewaktu dilihat di ATM A.

Dengan memperhatikan konsep LPSE, interkoneksi dapat dibuat dengan satu server pusat data penyedia. Server ini akan dikelola dan menjadi tanggung jawab LPSE pusat. Server ini hanya menyimpan data penyedia saja tanpa berisi data terkait lelang. Adapun teknisnya sebagai berikut:

1. Saat penyedia mendaftar di LPSE A, data dari LPSE A akan segera di update ke LPSE Pusat.

2. Setiap kali penyedia login di LPSE B, LPSE B akan mengecek ke LPSE Pusat apakah penyedia ini telah terdafta atau tidak.

3. Jika LPSE Pusat menyatakan bahwa penyedia X terdaftar maka ia akan diperbolehkan masuk ke LPSE B. Setelah penyedia X menyelesaikan aktifitasnya di LPSE B, semua data penyedia tersebut dikirim kembali ke LPSE Pusat.

Namun desain terpusat ini memiliki kekurangan, seperti:1. Kurang efisien. Pada setiap transaksi yang dilakukan oleh

penyedia, terjadi komunikasi dengan LPSE Pusat. Padahal, hanya sedikit penyedia barang atau jasa yang mengikuti lelang di LPSE luar kabupaten atau kota.

2. Semakin banyak penyedia barang atau jasa serta jumlah LPSE akan menyebabkan perlu resource yang cukup besasr di LPSE Pusat, baik berupa perangkat keras maupun bandwidth internet.

3. Jika di LPSE Pusat terjadi masalah, maka seluruh penyedia yang terdaftar di LPSE tidak dapat login ke LPSE manapun.

Adapun desain terdistribusi dimana tidak perlu ada LPSE Pusat yang menyimpan data semua penyedia. LPSE Pusat cukup menyimpan informasi di LPSE di mana penyedia terdaftar. Desain teknisnya sebagai berikut:

1. Penyedia X mendaftar di LPSE A (selanjutnya disebut LPSE home)

2. LPSE A mengirim informasi ke LPSE Pusat bahwa penyedia X terdaftar di LPSE A

3. Saat penyedia X login di LPSE B (selanjutnya disebut LPSE visisted), LPSE B akan menanyakan ke LPSE Pusat apakah penyedia ini telah terdaftar? Jika ya, terdaftar di LPSE mana?

14

Page 16: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

4. Selanjutnya data penyedia direplikasi dari LPSE A ke LPSE B dan disebut dengan roaming. Istilah roaming diadopsi dari konsep jaringan telepon selular

5. Setelah transaksi di LPSE B selesai, perubahan data yang terjadi di LPSE B dikirim kembali ke LPSE A.

Namun, seperti halnya desai terpusat, sistem desentralisasi ini juga memiliki kelemahan, yaitu;

1. Jika LPSE home ada gangguan, semua LPSE visied tidak dapat melayani penyedia yang terdaftar di LPSE home tersebut. Hierarkhi organisasi LPSE tidak memungkinkan LPSE visisted untuk “memerintahkan” LPSE home untuk memperbaiki sistemnya agar roaming tetap bisa berjalan

2. Jika jumlah penyedia di LPSE home banyak yang mengikuti lelang di LPSE lain (melakukan roaming), beban jaringan di LPSE home untuk menyediakan data roaming cukup besar. Ini bisa mengganggu resource di LPSE primer karena bandwidth akan termakan banyak untuk ini.

Solusi untuk masalah yang dapat dilakukan adalah:1. Pengumunan pemenang

Untuk pengumuman pemenang lelang, dapat digunakan konsep desentralisasi dimana ada satu server pengumuman terpusat yang menjadi tempat berkumpulnya semua pengumuman pengadaan dari seluruh LPSE. Secara bertahap, keseluruhan LPSE mengambil data pengumuman yang ada di server pusat untuk ditampilkan di wabsitenya

2. Authentication dan data user atau penyediaSeluruh user LPSE harus memiliki satu sertifikat, hal ini untuk menghilangkan kemungkinan user yang memiliki dua account atau lebih untuk keseluruhan LPSE. Dengan kata lain, seorang penyedia hanya diperkenankan untuk terdaftar di satu LPSE saja. Kemudian, untuk otentikasi awal masing-masing penyedia tetap menggunakan form login dari LPSE Home. Setelah login, penyedia sudah akan langsung dapat melihat pengumuman lelang dari seluruh LPSE.

3. Proses lelangPenyedia yang akan mengikuti lelang selain di LPSE Home, seolah-pleh memberikan perintah kepada LPSE Home untuk mengambil data lelang yang ada di LPSE bersangkutan dapat mengurangi kesibukan jalur komunikasi data dibandingkan mengirimkan data penyedia ke LPSE yang bersangkutan, karena satu data lelang sudah pasti dapat digunakan oleh lebih dari satu penyedia yang mengikuti lelang yang sama dari LPSE Home yang sama. Data lelang yang didapatkan oleh LPSE Home di-run oleh LPSE Home seolah-olah lelang tersebut beada pada domainnya. Selanjutnya, LPSE Home dan LPSE yang mengadakan lelang men-sinkronisasikan datanya. Sinkronisasi

15

Page 17: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

dapat dilakukan berdasarkan tahapan lelang atau jadwal yang disusun oleh panitia lelang tersebut.

4. Pengumuman pemenangMekanisme pengumuman pemenang sama dengan pengumuman lelang, yaitu dengan mem-push pengumuman ke server pusat.

Dengan cara ini, ada beberapa keuntungan yang didapat, seperti:1. Setiap transaksi yang dilakukan oleh penyedia, selalu dengan

LPSE Home-nya sendiri, tidak perlu interkoneksi dengan LPSE yang lain, sehingga proses bisa jadi akan lebih cepat, terlebih khusu jika menggunakan bidding room yang ada di LPSE

2. Tidak diperlukan adanya server agregator yang besar untuk mengumpulakn dan mendistribusikan data yang besar milik penyedia barang atau jasa, karena yang dikumpulkan dan didistribusikan hanya data pengumuman lelang saja.

3. Jika terjadi gangguan pada server pengumuman di pusat, masing-masing LPSE akan tetap dapat menjalankan lelangnya dalam wilayah lokal, sehingga tidak akan menghambat proses pembangunan.

4. Pertambahan jumlah penyedia yang tersebar di LPSE, tidak akan terlalu membebani sistem secara menyeluruh, jika dibandingkan dengan cara mengumpulkan semua data penyedia ke server LPSE pusat.

5. Pertambahan jumlah LPSE, tidak akan menambah beban yang besar bagi server pusat, karena yang akan menjadi objek agregasi hanya berupa data pengumuman lelangnya saja, sehingga justru akan lebih mempermudah untuk mencapai tujuan untuk menjadi pasar pengadaan nasional. (Admin, 2009)

Selain kedua masalah yang telah dibahas sebelumnya, dari segi tampilan website LPSE terdapat beberapa hal pula yang perlu disempurnakan yaitu :

1. Tampilan website yang kurang interaktif, dan menarik, sehingga menyulitkan pengguna ataupun peserta lelang pada saat mengikuti keseluruhan kegiatan pengadaan. Seharusnya dengan dana yang cukup besar yang dianggarkan untuk pembuatan website LPSE dapat dihasilkan web yang lebih powerful dan menarik.

2. Ditampilkannya peringatan atau pemberitahuan kepada pengelola LPSE jika masa berlaku ijin usaha penyedia akan atau bahkan telah habis, supaya pengelola tidak harus melakukan pengecekan secara manual

3. Memperbaharui aplikasi LPSE agar ketika penarikan data penyedia, data yang diberikan atau informasi yang diberikan merupakan hasil yang paling baru, sehingga diperlukannya proses penarikan yang real time.

4. Menyajikan informasi yang lengkap pada menu helpdesk, dimana setiap pertanyaan yang ada di dalam aplikasi dapat dilengkapi dengan kategori, asal pertanyaan, dan sebagainya. Ini bertujuan agar setiap orang yang membacanya dapat lebih paham dan mengerti terhadap pertanyaan yang dibutuhkan, dan meminimalisir tingkat kesalahpahaman oleh orang yang membacanya.

16

Page 18: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Kasus :Kasus LPSE memang marak terjadi di Indonesia. Hal ini umumnya melibatkan

banyak pihak antara lain pemerintah, kontraktor sendiri dan penyedia (provider) penyimpanan data dalam melakukan LPSE. Permasalahan – permasalahan seperti usaha memenangkan tender membuat proses dan system yang berjalan dalam kegiatan LPSE tidaklah valid. Sebagai contoh kasus, salah satu daerah di Jawa Timur menggambarkan bagaimana proses LPSE merupakan sesuatu yang belum siap dilakukan dan juga butuh kerjasama antara berbagai pihak untuk mendukung proses yang berjalan.

Pada daerah Trenggalek, provinsi Jawa Timur penggunaan pelayanan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) memang sudah sarat dengan permasalahan dalam system pelelangannya. Dilihat dari prosesnya LPSE yang terjadi di Trenggalek mengalami kendala pada bagian penerimaan proposal saat pelelangan. Sabotase yang terjadi di saat proses pelelangan diexploitasi oleh pihak – pihak tertentu untuk kepentingan mereka sendiri baik untuk kepentingan pelelangan ataupun kepentingan politik yang dilakukan.

Pelelangan di Trenggalek secara garis besar memiliki dua masalah utama yang meyebabkan kegagalan. Masalah pertama adalah perusakan dengan sengaja pada fisik infrastruktur pada LPSE, sedangkan masalah lain yang terjadi adalah penyerangan lewat dunia maya untuk melumpuhkan proses yang terjadi pada web LPSE.

Infrastruktur dari LPSE di Trenggalek dihubungkan dengan kabel Fiber Optic (FO) yang dimilik oleh PT. Telkom. Gangguan yang terjadi adalah ada orang tak dikenal yang memotong kabel tersebut sehingga pengiriman paket data gagal dilakukan dan akibatnya proposal yang disampaikan oleh para kontraktor tidak sampai ke LPSE.

Lewat dunia maya, LPSE juga mengalami hambatan karena adanya pengiriman bom data yang meyebabkan jaringan lumpuh dan tidak bias diakses kembali. Menurut Dirjen Perhubungan (Dishub) dari Komunikasi dan Informasi (Kominfo), jaringan LPSE yang ada memiliki bandwith yang cukup besar sejumlah 2 megabyte. Dengan bandwith tersebut seharusnya LPSE mampu menerima sekitar 1000 paket data sekali kirim. Dibandingkan dengan jumlah kontraktor yan mengirim sehari – hari, jumlah tersebut seharusnya sudah mencukupi kebutuhan di LPSE. Hal ini dipercaya sebagai usaha yang disengaja oleh para cracker untuk melumpuhkan proses pengadaan di LPSE. Pasalnya menurut data yang didapat, jumlah data yang dikirim bias mencapai 8 megabyte. Dilihat dari jumlah data yang terkirim dapat dipastikan bahwa ini memang merupakan usaha yang disengaja untuk menggagalkan pelelangan di daerah Trenggalek.

Melihat masalah yang terkait, kejadian pelumpuhan di Trenggalek menjadi contoh nyata bagaimana proses pelelangan secara online yang terjadi di Indonesia berserta dengan permasalahan yang terjadi di dalamnya.

Pembahasan Masalah :Dilihat dari kasus yang ada, dapat di ketahui bahwa adanya usaha

melumpuhkan LPSE memang merupakan sesuatu yang disengaja dan bersifat merusak. Hal ini tentu saja menyebabkan kerugian bagi pihak pemerintah dan juga pihak kontraktor sendiri.

Sebagaimana yang telah dibahas di atas, salah satu masalah yang terjadi adalah kelemahan dari LPSE untuk menerima data mengatasi serangan data dalam jumlah yang besar (volume data). Hal ini menjadi duri dalam daging pada proses pelelangan barang dan jasa yang terjadi di Trenggalek, Jawa Timur dan harus segera ditemukan solusinya agar tidak kembali terulang.

17

Page 19: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Selain dilihat dari sisi keamanan dunia maya, perlu diketahui juga bahwa kita seharusnya mengamankan infrastruktur dari LPSE sendiri. Dilihat dari kasus di atas pengrusakan infrastruktur kabel fiber optic menjadi masalah yang seharusnya tidak terjadi apabila LPSE ingin berjalan dengan baik.

Dilihat secara sekilas dapat disetujui bahwa sebenarnya daerah Trenggalek masih belum siap untuk meluncurkan program LPSE milik mereka sendiri. Hal tersebut dinilai dari adanya kegagalan Trenggalek dalam mengantisipasi serangan yang menyebabkan server mengalami Denial of Service (DoS), seharusnya merupakan salah satu hal dasar yang diperhitungkan dalam membangun infrastruktur pembuatan website server yang baik.

Berikut merupakan solusi – solusi yang mungkin dapat diterapkan pada LPSE di daerah Trenggalek, Jawa Timur:

1. Limitasi atau pelarangan pemberian bandwith pada user tertentu yang sudah dicurigasi melakukan tindakan perusakan di website LPSE atau melakukan pengiriman data yang mencurigakan atau dalam ukuran yang cukup besar. Melalui hal ini usaha penyerangan yang menyebabkan kelumpuhan website bisa diminimalisir

2. Sosialisasi dan sanksi yang tegas pada orang – orang yang melakukan tindakan vandalisme pada infrastruktur yang dimiliki oleh Negara. Perusakan fasilitas Negara seharusnya bukanlah sesuatu yang bisa ditolerir karena secara langsung hal ini telah mengganggu berjalannya proses pelelangan barang dan jasa yang seharusnya dapat digunakan untuk mengembangkan dan mensejahterahkan rakyat sendiri.

3. File RHS (file upload proposal) dilakukan pencatatan seperti waktu diunggah(Upload) , waktu terakhir modifikasi (Last Modified) dan hash code yang dihasilkan setiap kali data dimodifikasi sehingga menggagalkan kemungkinan untuk orang dalam melakukan kecurangan dalam pelelangan yang ada di LPSE

4. Adanya Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas dalam proses pengadaan sehingga kontraktor yang terlibat tidak kebingungan dalam mengikuti pelelangan baik yang baru pertama kali maupun yang sudah lama. Dengan SOP ini juga dapat dijelaskan peraturan – peraturan yang dapat menghapus kecurangan – kecurangan yang dapat terjadi di LPSE sendiri yang dilakukan oleh para oknum – oknum yang hanya ingin mendapat keuntungan pribadi. SOP yang jelas tentu saja juga dapat membantu

Melalui solusi – solusi yang diberikan diharapkan supaya LPSE di Trenggalek dapat memberikan pelayanan yang dapat mengakomodasi kebutuhan baik pemerintah ataupun kontraktor yang melakukan pelelangan lewat LPSE.

18

Page 20: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :1. Proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik memberikan dampak positif

bagi peningkatan proses dan mendukung terciptanya good governance serta e-government.

2. Tingginya tingkat kebutuhan barang dan jasa bagi instansi pemerintahan, terutama pada Kementrian Pekerjaan Umum, menuntut LPSE yang sifatnya desentralisasi, dikarenakan isntalasi jaringan dan internet yang belum memadai di beberapa wilayah kerja apabila harus terhubung penuh pada server pusat.

3. Sistem Pengadaan secara elektronik ternyata memiliki beberapa kelemahan baik dari segi tampilan ataupun mekanisme pemrosesan data dan volume data. Sehingga diperlukan pengembangan dan perbaikan untuk memaksimalkan sistem pengadaan tersebut.

Saran yang dapat penulis berikan antara lain :1. Penggunaan virtualisasi ataupun cloud computing dimana sistem komputerisasi

akan berbasis jaringan atau internet,sehingga berbagai sumber daya disediakan untuk dapat digunakan oleh komputer lain yang membutuhkannya.

2. Untuk permasalahan LPSE yang desentralisasi, solusi penggunaan remote server pada beberapa satker dinilai cukup tepat. Hanya saja perlu dipertimbangkan dengan tepat wilayah mana yang membutuhkan remote server dan tidak, agar server tersebut dapat dipergunakan dengan maksimal. Dan dipastikan bahwa tidak akan terjadi redudansi data ataupun kesalahan dalam verifikasi data apabila kewenangan tersebut diberikan pada masing-masing wilayah.

19

Page 21: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

REFERENSI

Admin. (2009, Juni 2). Teknis Interkoneksi Data LPSE (3): Desain. Retrieved Maret 8, 2014, from LPSE: http://lpse.blogdetik.com/2009/06/02/teknis-interkoneksi-data-lpse-3-desain/

Forman, M. A. (2005). E-government: Using IT to Transform the Effectiveness and Efficiency of Government.

har. (2012, Mei 24). Mulyadi Di Goyang LPSE Trenggalek Disabotase. Retrieved from Surabayapagi.com: http://www.surabayapagi.com/index.php?read~Mulyadi-Di-Goyang-LPSE-Trenggalek-Disabotase-;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81298296229fcf4614c3735ee259a3f979cce8a26

LKPP. (2006). Tentang Kami. Retrieved from LPSE LKPP: http://lpse.lkpp.go.id/eproc/tentangkami

Motiwalla, L. F., & Thompshon, J. (2009). Enterprise Systems For Management. New Jersey: Pearson Education Inc.

Rainer Jr, R. K., & Cegielski, C. G. (2011). Introduction to Information Systems Enabling and Transforming Business. John Wiley & Sons, Inc.

Rusli, A. (2004). Telematika Indonesia: Kebijakan dan Perkembangan. . Jakarta: Tim Koordinasi Telematika Indonesia Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.

Septaviani, A. A. (2011, Januari 6). Tender Online, Suka Duka & Kelebihan Serta Kelemahannya. Retrieved Maret 8, 2014, from Kompasiana: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/01/06/tender-online-suka-duka-kelebihan-serta-kelemahannya-330876.html

Sugeng, Sudarni. (2006). Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (SPSE), diakses dari http://www.x-solutions.poet.com/eu/newsevents/glossar

Suryanto. (2012, Mei 25). Polisi selidiki dugaan sabotase laman LPSE Trenggalek. Retrieved from AntaraNews.com: http://www.antaranews.com/berita/312481/polisi-selidiki-dugaan-sabotase-laman-lpse-trenggalek

RIWAYAT PENULIS

Bob Wibisiono, lahir di kota Malang, pada 10 Januari 1986. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.

Serly, lahir di kota Jakarta, pada 20 Mei 1994. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.

Stephanie Veronica Watuna, lahir di kota Tembagapura, pada 17 September 1993. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.

Reinaldo Arifin, lahir di kota Jakarta, pada 21 Agustus 1992. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.

Page 22: arifinreinaldo.blog.binusian.orgarifinreinaldo.blog.binusian.org/files/2014/03/PAPER-02.doc · Web viewREVIEW PENGEMBANGAN E-PROCUREMENT: LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Bob Wibisono,

Yulia, lahir di kota Jakarta, pada 08 Juli 1993. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.

Yulistiawati, lahir di kota, pada 09 Juli 1993. Saat ini menempuh pendidikan S1 di Binus University, dalam bidang sistem informasi, Binusian 2015.