karyatulisilmiah.com · Web viewPENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di...

35
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar. Sumberdaya perikanan tersebut berpeluang dan dapat sesuai apabila dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aceh sebagai propinsi yang telah memiliki berbagai komunitas perikanan, salah satunya udang pisang (panaeus spp), udang pisang yang di duga untuk saat ini belum di temukan di wilayah lain. Potensi udang pisang (panaeus spp) sekarang dilakukan berbagai upaya untuk dapat di domestifikasikan. Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam usaha budidaya udang, benur udang pisang (panaeus spp) merupakan kendala pertama terhadap usaha budidaya di tambak. Pada proses pemeliharaan udang pisang (panaeus spp) sering terjadi kematian, ketika memasuki stadia post larva (PL) udang pisang sering melemah akibat stres,oleh karena itu perlu dilakukan proses upaya untuk mengatasi hal tersebut 1

Transcript of karyatulisilmiah.com · Web viewPENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di...

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumber

daya perikanan yang sangat besar. Sumberdaya perikanan tersebut berpeluang dan dapat

sesuai apabila dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aceh

sebagai propinsi yang telah memiliki berbagai komunitas perikanan, salah satunya udang

pisang (panaeus spp), udang pisang yang di duga untuk saat ini belum di temukan di

wilayah lain. Potensi udang pisang (panaeus spp) sekarang dilakukan berbagai upaya

untuk dapat di domestifikasikan.

Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam usaha budidaya udang, benur udang

pisang (panaeus spp) merupakan kendala pertama terhadap usaha budidaya di tambak.

Pada proses pemeliharaan udang pisang (panaeus spp) sering terjadi kematian, ketika

memasuki stadia post larva (PL) udang pisang sering melemah akibat stres,oleh karena itu

perlu dilakukan proses upaya untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengaplikasikan

vitamin C pada media pemeliharaan benur udang pisang (panaeus spp)

Vitamin C merupakan salah satu suplemen makanan bagi udang yang berguna untuk

melancarkan metabolisme dalam tubuh, mengatasi stres dan untuk menjaga daya tahan

tubuh udang. Aplikasi vitamin C pada pemeliharaan benur udang pisang (panaeus spp)

merupakan salah satu cara untuk mengurangi mortalitas pada proses pemeliharaan udang

pisang .

Dari uraian di atas, perlu di teliti aplikasi vitamin C pada pemeliharaan post larva

udang pisang dengan dosis yang berbeda untuk mengetahui laju pertumbuhan dan

kelangsungan hidup udang pisang (panaeus spp).

1

1.2 Identifikasi Masalah

Pada pemeliharaan benur udang pisang (panaeus spp) masih ditemukan tingkat

kematian benur yang relatif tinggi yang disebabkan kondisi stress karena adaptasi

lingkungan. Kondisi stress tersebut dapat diatasi dengan cara pemberian vitamin c karena

vitamin c dapat mengatasi stress dan menjaga daya tahan tubuh.

Berdasarkan uraian diatas permalahan dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai

berikut :

a) Apakah pemberian vitamin C yang berpengaruh pada post larva udang pisang dapat

meningkatkan laju pertumbuhan dan daya tahan tubuh bagi post larva udang pisang

(panaeus spp).

b) Brapa dosis vitamin C yang bagus bagi kelangsungan hidup benur udang pisang

(panaeus spp).

c) Berapa dosis vitamin C yang bagus bagi laju pertumbuhan benur udang pisang

(panaeus spp)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

a) pemberian vitamin C berpengruh terhadap pemeliharaan udang pisang

(panaeus spp)

b) dosis vitamin C yang berbeda terhadap kelangsungan hidup post larva udang

pisang (panaeus spp) yang bagus.

c) dosis vitamin C yang berbeda terhadap laju pertumbuhan post larva udang

pisang (panaeus spp) yang bagus.

2

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemeliharaan

post larva udang pisang (panaeus spp). dengan pencampuran vitamin C pada media

air sehingga dapat menjadi pedoman bagi pengusaha hatchery swasta serta menjadi

leteratur bagi proses belajar mengajar.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang di ajukan pada penelitian ini adalah tanpa pemberian vitamin

C yang dilarutkan kedalam media, pemeliharaan post larva udang pisang (panaeus

spp) dapat mengurangi laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang pisang

(panaeus spp).

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Penaeidae

Beberapa udang laut yang hidup di tambak kebanyakan dari famili

penaeidae, yakni udang windu (panaeus monodon) ,udang putih (panaeus

marguensis) ,udang vaname (liponeus vanamee) dan udang pisang

(panaeus spp). Berikut beberapa jenis udang ekonomis penting dari hasil

tambak.

Adapun dari jenis – jenis udang penaeidae yang dibudidayakan di

tambak lebih unggul dari komunitas udang windu (panaeus monodon)

dikarnakan dari bobot tubuh yang lebih besar, pakan yang sedikit serta

udang windu dapat tembus ke pasar internasional dengan harga yang

relatif tinggi.

Gambar 1. Morfologi Udang Penaeidae (Google image, 2014)

4

Tubuh udang agak melengkung (bongkok), udang berjalan dengan

cara merayap di dasar air menggunakan kaki-kakinya (pleopod) yang juga

dapat digunakan untuk berenang, sedangkan bagian ekornya yang terdiri

atas telson dan uropod digunakan sebagai pengendali.

2.1.1. Udang windu (panaeus monodon)

Udang windu adalah Nama populer yang dikenal diseluruh wilayah

Indonesia. Sedangkan nama – nama lokal dari udang ini yaitu udang

bango, udang sotong.sedangkan nama internasional adalah tiger prawn

lantaran berukuran besar dan warnanya yang bergaris- garis hitamputih

seperti harimau.

Udang windu dapat di klasifikasi sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Panaeus

Spesies : Panaeus monodon

Gambar 2. Udang windu

5

Menurut (Mintardjo 1970) habitat hidup udang windu stadia yuwana

adalah wilayah pantai berair payau pada daerah hutan bakaudan

berlumpur dengan campuran pasir subur, menjelang dewasa udang windu

akan bermigrasi ke laut lepas tempat udang tumbuh dewasa serta

melakukan pemijahan untuk bertelur kedalam laut bersalinitas tinggi,

serta benur akan di bawa ke pinggiran pantai oleh arus air laut.

2.1.2. udang putih (panaeus marguensis)

Diwilayah Indonesia ada dua spesies udang putih yaitu panaeus

marguensis dan panaeus indicus beberapa daerah mengenalnya sebagai

udang cucuk atau udang pengantin. Sifat morfologi yang khas sebagai

tanda pengenal udang ini ialah warna tubuhnya yang putih, sedangkan

ujung dan tepi ekor serta kaki udang berwarna merah kulitnya relatif tipis

dan dagingnya lebih lunak dibanding udang windu.

Adapun klasifikasi udang putih adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Panaeus

Spesies : Panaeus marguensis

6

Gambar 3. Udang putih

Menurut (Cook dan Rabanal) perbedaan antara panaeus marguensis

dan panaeus indicus sukar dikenali oleh karna itu jenis udang ini di

golongkan dalam kelompok panaeus marguensis. Meskipun pertumbuhan

udang marguensis lambat jika di budidayakan di tambak hanya mencapai

ukuran 20 gram selama tiga bulan tetapi benih alamnya sangat bayak.

Oleh karna itu petani gemar membudidayakan udang putih karena benur

udang windu sukar didapatkan.

2.1.3. udang vanname (Litopenaeus vanname)

Udang vaname adalah salah satu spesies udang yang berasal dari

perairan america dan hawai yang sukses di budidayakan di beberapa

negara di Asia. Secara ekologis udang vaname mempunyanyi siklus hidup

indentik dengan udang windu dan udang putih yang melepaskan telurnya

di perairan laut lepas.

Udang vaname dapat di klasifikasi :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

7

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vanname

Gambar 4. Udang vanname

Menurut kordi 2007 udang vanname juga dapat di serang penyakit,

jamur, protozoa, bakteri dan virus. Virus spesifik yang menyerang udang

ini adalah taura symdrom virus (TSV) dan pertama kali ditemukan virus ini

di muara sungai Taura, Equador. Virus ini sangat mematikan menyerang

benur udang di hatchery maupun di tambak pembesaran.

2.1.4. udang pisang (Panaeus spp)

Secara fisik, Udang pisang, Panaeus spp menyerupai udang windu.

Mulai dari rostrum, hepatic carina, morfologis dan bagian tubuh lainnya.

Tapi sifat dan warnanya mirip udang marguensis. Udang ini aktif di malam

hari dan memiliki sifat kanibalisme serta hidup dan mencari makan di

dasar perairan. Warna tubuh dan antenanya polos tidak berbelang serta

8

kaki renannya merah. Sedangkan unutk ukuran tubuh udang pisang lebih

besar dari marguensis dan vannamei.

Udang pisang dapat diklasifikan dengan udang windu karena jenis

udang ini masih satu famili dengan udang windu adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Panaeus

Spesies : Panaeus spp

Gambar 5.Udang Pisang (subang, 2014)

Udang pisang atau udang kelong termasuk ke dalam genus Panaeus

yang termasuk Decapoda, tubuhnya terdiri atas dua bagian yaitu bagian

kepala dan bagian perut. Semua bagian badan beserta anggotanya terdiri

dari ruas-ruas (segmen). Bagian kepala terdiri atas 13 ruas, diantaranya 5

9

ruas bagian utama kepala dan 8 ruas merupakan bagian dada. Sedangkan

bagian perut dari udang pisang ini terdiri atas 6 ruas. Tiap ruas badan

mempunyai sepasanga anggota badan yang beruas-ruas pula. Seluruh

tubuhnya tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang

terbuat atas chitin. Kerangka tersebut mengeras, kecuali sambungan-

sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan, sehingga

memudahkan udang untuk bergerak.

2.2 Habitat Hidup Udang penaeidae

Lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempunyai peranan penting.

Kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh udang dan kondisi

lingkungan yang baik akan menunjang kecepatan pertumbuhan udang. Udang pisang ini

bersifat Nocturnal yaitu aktif pada malam hari.Pada siang hari, udang ini lebih suka

beristirahat.

Udang penaeidae juga mempunyai siklus hidup (Toro dan Soegiarto,1979).Adapun

siklus hidup penaeidae adalah sebagai berikut :

a) Fase ditengah Laut

Udang dewasa berkembang biak ditengah laut.Beberapa saat sbelum kawin

udang betina molting terlebih dahulu.Matang telur ditandai dengan ovari yang

memanjang di bagian Dorsal yang melebar kekiri dan kekanan yang berwarna

kehijauan. Keadaan tersebut menandakan udang betina sudah siap bertelur, dan

spermatophora telah siap diterima dari udang jantan. Induk udang betina akan

melepaskan telurnya pada malam hari dan diletakkan didasar laut dan akan menetas

menjadi larva ( dalam bantuk beberapa tingkatan ) dan bersifat Planktonik.

10

Tingkat pertama larva adalah nauplius yang menjadi zoea dan kemudian

menjadi mysis,lalu menjadi post larva ( Pl ). Setelah menjadi post larva sampai

juvenil, larva akan terbawa arus ke daerah-daerah manggrov yang dekat ke muara

sungai.

b) Fase Peranan Di Muara Sungai

Post larva hidup secara merayap atau melekat pada benda-benda didasar

perairan muara sungai, di daerah-daerah hutan manggrov yang berfungsi sebagai

tempat perlindungan (ajukan ) dan tempat mencari makan ( feeding ground ).

Anakan udang hidup menyesuaikan diri pada salinitas yang bervariasi, antara

4-35 ppt, dengan suhu yang tinggi dan tumbuh menjadi juvenil muda sehingga siap

migrasi lagi kelaut ( Paula, 1998 ).

2.3 Kebutuhan Pakan Dan Kelangsungan Makan Udang

Semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous- scavenger artinya

ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian

selanjutnya dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat

karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta.

Oceanic Institute di Hawai membuktikan bahwa bacteria dan algae yang banyak

tumbuh di badan (kolom) air kolam yang agak keruh, ternyata berperan penting sebagai

makanan udang, menyebabkan udang tumbuh lebih cepat 50% dibanding dengan udang yang

dipelihara didalam kolam/bak yang berair sangat bersih. Catatan ini membuktikan bahwa

udang tumbuh optimum dikolam.

11

karena adanya komunitas microbial (Wyban & Sweeney,1991). udang bersifat

nocturnal. Sering ditemukan udang memendamkan diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila

siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam budidaya jika siang hari

diberi pakan maka udang akan bergerak untuk mencarinya, ini berarti sifat nocturnal tidak

mutlak udang memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %. Ini lebih rendah

dibanding dengan kebutuhan budidaya ikan kakap yang kebutuhan protein pakannya

mencapai 45 % untuk tumbuh baik. Ini berarti dari segi pakan udang lebih ekonomis.

12

Gambar 6. Morfologi dan sistem saluran makanan udang windu

13

2.4 Pertumbuhan Udang

Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai sebagai ukuran panjang atau berat dalam

sewaktu-waktu (Effendie, 1997). Kecepatan tumbuh pada udang dipengaruhi oleh 2 faktor,

yaitu frekuensi molting (ganti kulit) dan kenaikan berat tubuh setelah setiap kali ganti

kulit.Karena daging tubuh tertutup oleh kulit yang keras, secara periodik kulit keras itu akan

lepas dan diganti dengan kulit baru yang semula lunak untuk beberapa jam, memberi

kesempatan daging untuk bertambah besar, lalu kulit menjadi keras kembali.

14

Keterangan gambar

A. Fase postlarva (PL-1)

B. Dewasa

1. Carapace

2. Rostrum

3. Mata majemuk

4. Antennules

5. Prosartema

6. Antena

7. Maxilliped

8. Pereopoda

9. Pleopoda

10. Uropoda

11. Telson

(Sutaman, 1993).

a. Oesophagus

b. Ruang cardiac

c. Ruang pyloric

d. Cardiac plate

e. Gigi-gigi cardiac

f. Cardiac ossicle

g. Hepatopancreas

h. Usus

i. Anus

Proses molting dimulai dari lokasi kulit diantara karapas dan intercalary sclerite (garis

molting dibelakang karapas) yang retak/ pecah memungkinkan cephalothorax dan kaki-kaki

(appendiges) depan ditarik keluar. Udang dapat lepas sama sekali dari kulit yang lama dengan

cara sekali melentikkan ekornya. Semula kulit yang baru itu lunak, lalu mengeras yang

lamanya tak sama menurut ukuran/umur udangnya. Udang yang masih kecil, kulitnya yang

baru akan mengeras dalam 1-2 jam, pada udang yang besar bisa sampai 1-2 hari.

Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi frekuensi molting.

Misalnya, suhu semakin tinggi semakin sering molting. Ketika sedang molting, penyerapan

oksigen kurang efisien, sehingga seringkali udang mati disebabkan hypoxia (kurang oksigen).

Udang yang menderita stress, dapat melakukan molting secara tiba-tiba, karena itu tehnisi

harus waspada dengan keadaan yang menyebabkan stress itu (molting merupakan proses

fisiologi). Secara alamiah, udang yang sedang molting membenamkan diri didalam pasir

dasar perairan untuk menyembunyikan diri terhadap predator.

2.5 Kebutuhan Lingkungan Benur Udang

Suhu air adalah parameter fisika yang di pengaruhi oleh kecerahan air untuk

mempengaruhi suhu tubuh udang, selanjutnya akan mempengaruhi laju metabolisme dan laju

pertumbuhan . DO atau Disoved Oxygen tergantung pada phytoplankton yang berada dalam

perairan, karena sangat berperan penting terhadap DO yang ada di dalam perairan ( Herlena,

2005 ).salinitas sangat berpengaruh pada proses pemeliharaan benur udang di hatchery

karena harus di sesuaikan dengan keadaan di laut lepas,salinitas yang optimal 30-36 ppt.

2.6 Faktor faktor penyebab daya tahan tubuh menurun pada benur udang pisang

15

Turunnya daya tahan tubuh benur udang pisang disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya:

a) Aklimatisasi

Proses aklimatisasi bisa menyebabkan benur udang stress dikarnakan pada saat

pemindahan benur udang terjadi perubahan pada parameter fisika kimia.

b) Penurunan suhu drastis

pada saat suhu tidak stabil benur akan terkejut dan menyebabkan stress pada

benur karena suhu sangat berpengaruh terhadap pemeliharaan benur udang di

hatchery.

c) Kekurangan DO pada media

Di saat kekurangan DO pada wadah sering diakibatkan oleh banyaknya

organisme yang hidup pada perairan tersebut baik protozoa maupun bakteri,

hingga mengakibatkan persaingan DO dalam perairan wadah penelitian.

2.7 Sifat Sifat Umum Vitamin C

Vitamin merupakan senyawa organik yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan

sebagai pemacu metabolisme tubuh.Jumlah yang dibutuhkan sedikit,tapi bila

kekurangan akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan penyebab penyakit

( Mujiman,1995 ). Telah banyak penelitian tentang peranan dan kebutuhan

vitamin C pada udangseperti halnya untuk meningkatkan pertumbuhan,mengatasi

stress,meningkatkan reproduksi dan meningkatkan imunitas terhadap serangan

penyakit.Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil

bagi sejumlah fungsi biokimia dan umumnya tidak dapat disentesis oleh tubuh

sehingga harus di campurkan pada media air.

16

Penambahan vitamin C yang cukup perlu diberikan karena untuk

mengimbangi hilangnya vitamin C dalam proses pembuatan,penyimpanan dan

pencucian selama pemberian pakan ( Kanazawa,1990). Kekurangan vitamin C dapat

menimbulkan pertumbuhan yang menurun,daya tahan tubuh menurun dan kehilangan

keseimbangan tubuh. Selain itu vitamin C dapat digunakan sebagai bentuk

perlindungan terhadap serangan penyakit ( Sukmawati dkk, 1994 ).

2.8 Peran Vitamin C Secara Biologi

Vitamin C merupakan salah satu nutrien yang penting pada media ikan. Ikan

tidak dapat mensistesis vitaminC dalam tubuh, karena tidak adanya enzim L-

gulanolactoneoxidase yang diperlukan dalam sintesis vitamin C (Wilson, 1973 dalam

Al-amoudi, 1992).

Masumotomo et al. (1991) menyatakan bahwa vitamin C mutlak diperlukan

untuk pertumbuhan yang baik, karena vitamin mempertahankan atom besi pada status

terduksi dan memelihara aktivitas enzim hydroxylase, yang berfungsi untuk

pembentukan kerangka tubuh. Jika vitamin C cukup tersedia dalam tubuh, maka

proses sintesis kalogen akan sempurna , sehingga pertumbuhan ikan akan baik.

Hidroksilasi proline dan lysine terjadi setelah bersatunya proline dan lysine dalam

rantai peptida. Proses ini membutuhkan oksigen, ion besi, a-ketoglutarat, dan vitamin

C. Masumoto et al, (1991) menambahkan bahwa asam askorbat juga mempunyanyi

peran khusus dalam biosintesis katekholamin terjadi di sel kromafin. Saraf pusat ikan

sangat sensitif menerima rangsangan stres yang mengakibatkan peningkatan

kosentrasi plasma katekholamin. Vitamin C berperan dengan efektif menjaga bentuk

reduksi ion tembaga (Cu+) sebagai kofaktor yang dibutuhkan oleh enzim dopamineb-

hydroxylase pada produksi adrenalin dalam biosintesis katekkholamin, maka dalam

kondisi linngkungan yang tidak normal dan perubahan lingkungan secara cepat,

17

produksi katekholamin akan meningkat dan memacu hati untuk memproduksi glukosa

sebagai sumber energi untuk mengatasi stress, sehingga ikan mampu

mempertahankan tubuhnya dari goncangan fisiologis (masumoto et al, 1991)

Vitamin C dalam media air terbukti mampu meningkatkan daya tahan benur

udang dan ikan terhadap stress akibat kondisi lingkungan yang buruk maupun

penyakit. Kanazawa, 1996.vitamin di butuhkan untuk pertumbuhan yang normal,

pemeliharaan jaringan tubuh, dan reproduksi lingkungan , dan adanya stres fisiologis.

Kebutuhan vitamin C berpariasi sesuai dengan tubuh ikan Hunter et al (1979).

2.9 Definisi kebutuhan Vitamin C

Terjadinya gejala definisi vitamin C dalam tubuh. Defisiensi vitamin C pada

ikan disebabkan kurang terjadinya senyawa ini dalam ransum yanng diberikan, sedangkan

ikan tidak mampu untuk mensitesis Vitamin C dalam tubuh. Defisiensi Vitamin C pada ikan

menyebabkan pendarahan, pertumbuhan lambat, kelainan untuk bertulang serta peka terhadap

infeksi, defisiensi asam askorbat dapat menyebabkan skoliosis, lordosis, luka pada mata dan

menurunkan pertumbuhan. Bedasarkan penelitiann deshimaru dan kokarkin (2002) dalam

singkong terdapat p. Japonicus dilaporkan bahwa udang yang diberi ransum tanpa vitamin C

atau yang kurang, menunjukan gejala menjadi abu abu pada batas karapas, bagian bawah

abdomen dan pada ujung kaki penjalan.

Sedangkan litner et,al. (1979) menemukan gejala kekurangan vitamin C pada

p.californiensis yaitu luka yang berwana hitam pada seluruh permukaan tubuh, pada jaringan

di bawah kulit, pada dinding esophangus, usus, insang dan celah insang.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

18

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di BBAP II, Jln. Laksamana malahayati, km. 16 Ujong Batee,

Gampong Neuhen kecamatan Baiturrahman, Aceh Besar. Dari tanggal 5 April 2014

sampai 24 April 2014.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat No

Nama Alat Satuan

Kegunaan

1 Thermometer oC Alat ukur suhu2 pH Meter Alat ukur kadar asam (pH)3 DO Meter ppm Alat ukur kadar oksigen

terlarut (DO)4 Refraktometer ppt Alat ukur salinitas5 Pipet suntik ml Untuk pemberian vitamin C6 Jangka sorong cm/

mmAlat ukur komoditas

7 aerasi Melarutkan oksigen8 Timbangan digital g Alat timbangan komoditas,

racun, kapur, pupuk, mollase, fermentasi dll

9 Skopnet unit Alat panen10 Gelas ukur ml Untuk melihat benur11 Terpal m Untuk menstbilkan suhu

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

19

Tabel 2. Bahan No

Nama Bahan Kegunaan

1 Benur Udang pisang

Biota Uji

2 silikat Kultur pakan alami3 Pupuk Kultur pakan alami4 Bibit skeletonema Pakan alami5 PK Sterilisasi6 Artemia Pakan Alami7 Vitamin C Bahan uji

3.3 Prosedur Penelitian

a. Persiapan media/Wadah penelitian

Wadah penelitian berupa toples yang bervolume 25 liter sebanyak 12 buah, tiap-

tiap wadah diisi air payau yang steril yang diambil dari bak tandon

b. Pemasangan aerasi pada media

Aerasi yang bertujuan untuk meningkatkan oksigen terlarut dalam media

penelitian, agar oksigen terlarut dalam wadah mencapai >3,0 ppt

c. Penebaran benur udang pisang paneus spp

Penebaran benur udang pisang dengan jumlah tiap-tiap wadah berjumlah 1000

ekor/20 liter air, pada saat penebaran harus dengan hati-hati supaya tidak terjadi stres

pada saat aklimatisas

d. Pemberian pakan

Pemberian pakan berlangsung selama masa pemeliharaan dengan limit waktu 4

jam sekali pakan yang diberikan berupa artemia dan monodon

20

e. Pemberian vitamin C

Pemberian vitamin C dengan dosis yang berbeda pada perlakuaan yang berbeda-

beda sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore) dengan cara melarutkan kedalam media

air dengan dosis yang berbeda-beda (1ml, 2ml, 3ml, 0 ml )

f. Pengontrolan

Pengontrolan setiap saat hingga mencapai masa panen benur selama 12 hari agar

mengetahui agar mengtahui parameter air dan daya tahan tubuh benur udang pisang

g. Panen

Panen dilakukan disaat stadia PL12 agar mengetahui sulvivarate dan laju

pertumbuhan benur udang pisang.

3.4 Rancangan penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak

Lengkap Non Faktorial, dengan 4 perlakuan dan masing-masing 3 pengulangan.

3.4.1. Rancangan Perlakuan

Perlakuan A = 0 vitamin C

Perlakuan B = 1 ml vitamin C/20 liter air

Perlakuan C = 2 ml vitamin C/20 liter air

Perlakuan D = 3 ml vitamin C/20 liter air

21

3.4.2. Rancangan Percobaan

Menggunakan Metode Rangcangan Acak Lengkap (RAL) Nonfaktorial dengan 4

perlakuan dan 3 ulangan data SR, pertumbuhan benur udang pisang ,dan jenis-jenis bakteri

yang di analisis dengan analisa ragam (Annova) bila berbeda nyata maka di lanjutkan dalam

uji lanjut. (sleel 1997.)

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1. kelangsungan hidup

Kelangsungan hidup udang pisang dihitung dengan membandingkan jumlah

udang pisang pada hari ke N pemeliharaan,terhadap jumlah benur udang pisang

dihitung dengan menggunakan rumus (efendi 1997) :

SR = NT : NO x 100%

Keterangan

SR = kelangsungan hidup benur udang pisangNT = jumlah benur di akhir penelitian NO = jumlah benur di awal penelitian

Monitoring pertumbuhan udang untuk mengetahui laju pertumbuhannya dilakukan

dengan cara mencatat data pertumbuhan udang pada blanko monitoring pertumbuhan yang

dilakukan per minggu dengan sampling ukuran udang (Tribawono. 1972), dimana hasil

pengukuran tersebut dibandingkan normal udang sehingga nantinya akan diketahui apakah

terjadi stagnasi pertumbuhan atau tidak.

22

3.5.2. pertumbuhan benur udang pisang

Pertumbuhan udang pisang dapat dihitung berdasarkan rumus Pebriana et al. (2012)

yaitu :

G = Wt – W0

Keterangan :G = Pertambahan bobotWt = Bobot akhirW0 = Bobot awal

Pengamatan pertumbuhan harian dilakukan 7 hari sekali dengan menimbang bobot

total udang pisang. Laju pertumbuhan relatif udang pisang dapat di hitung berdasarkan rumus

De Silva (1995), sebagai berikut:

SGR=¿ (W 2 )−¿(W 1)

t 2−t 1 x100 %

Keterangan : SGR= laju pertumbuhan harian (%) W1 = Berat awal udang W2= Berat akhir udang t = Waktu pemeliharaan (hari)

3.5.3. parameter kualitas air

Pengamatan parameter kualitas air selama penelitian meliputi oksigen terlarut, pH,

salinitas, suhu. Data parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

23

Tabel 3. Parameter pengukuran

No Parameter yang di ukur Alat yang digunakan

1 Tingkat keasaman (pH) pH Pen2 Salinitas Handrefrakto meter3 Oksigen terlarut (DO) DO pen4 Suhu Termometer

3.6 Analisa statistik

Menggunakan Metode Rangcangan Acak Lengkap (RAL) Nonfaktorial dengan 3

perlakuan dan 3 ulangan.data SR, pertumbuhan udang pisang yang di analisis dengan analisa

ragam (Annova) bila berbeda nyata maka di lanjutkan dalam uji lanjut. sleel 1997.

24

Daftar pustaka

Cook and Rabanal .,poblem in shrimp in the south china sea region (Makati, Philiphines 1976).

Effendie, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Dwi Sri. Bogor

Fisher, W.L., 1985, Seismic Stratigraphic Interpretation and Petroleum Exloration, AAPG Department of Education, Texas

Hunter, J.E. 1979. The vitamins, pp. 32-102. In: Fish nutrition, J.E. Halver (ed.). Academic Press, Inc., California.

Kordi, 2007. Budidaya udang vanname. Surabaya : penerbit indah.

Kanazawa, A., S. Teshima, and K. Ono. 1979. Conversion of Linoleic Acid to n-3 Highly Unsaturated Fatty Acids in Marine Fishes and Rainbow Trout. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish.,, 46: 1231-1233.

Kokarkin, C., 2002. “Petunjuk Teknis Budidaya Udang Rostris”. Dirjen Perikanan. Jakarta.

Litner, M.C. 1979. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta.

Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. New York: Van Nostrans Reinhold.

Mintarjo,k, dkk” result of pond culture of penaidae shrimp at the jepara center in 1970 ,bul.brackishwater, jepara. 3 (1&2):213-222.,1971.

Mujiman ,A. suyanto 2001. Morfologi udang genus panaeus jakarta

_______ , A. 1987. Morfologi udang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mujiman. A .1995., makanan ikan . penebar jakarta swadaya.

Masumoto, T., H. Hokokawa, S. Shimeno.1991. ascorbic acid’s role in aquaculture nuttrition. P.42 in akiyama, D.M and R.K.H.Tan (editors) Proceedings of the aqua culture feed processing and nutrition workshop. American soybean Association. Singapura.

25

Purnomo.2008. Fisika Universitas. Erlangga. Jakarta.

Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1997. Principles and procedures of statistics. McGraw-Hill, Book Company, INC. London: 487 pp.

Sukmawati, D. 1994. Stres Oksidatif, Antioksidan Vitamin dan Kesehatan.

Tribawono, D., “pengenalan yuvenile udang windu sebbagai sarana pengembangan kultur udang tambak di jawa timur”, bul Disperikan Prop. Jatim. 1(3) :1-6.1972

Toro, V., dasn K. A. Soegiarto, 1979. Udang. Biologi Potensi, Budidaya dan Produksi di Indonesia. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi. (LON. Lipi). Jakarta, 229 hal.

Wilson, R. P. 1973. Utilization of dietary carbohydrate by fish. Aquaculture, 124 : 67-80.

26