sutiyonokudus.files.wordpress.com · Web viewMata pelajaran matematika perlu diberikan kepada...
Transcript of sutiyonokudus.files.wordpress.com · Web viewMata pelajaran matematika perlu diberikan kepada...
2
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dengan memberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab1. Dalam mewujudkan fungsi dan tujuan serta penyelenggaraan pendidikan
yang tertata baik dan sistematis dalam upaya meningkatkan pembelajaran yang
berkualitas diperlukan guru atau pendidik yang berkualitas, maka pendidik perlu
diberikan pelatihan-pelatihan, pembinaan, dan bimbingan tentang masalah
kurikulum, dedaktik dan metodik agar dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik.
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, Bab II Pasal 3 (Fungsi dan Tujuan), hlm.4
3
Hasil penelitian pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh penyelenggara dan penanggungjawab pendidikan baik
pemerintah, maupun masyarakat. Namun belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Keberhasilan suatu pembelajaran ditandai dengan perubahan
tingkah laku, kemajuan prestasi, serta bertambahnya kemampuan dan
keterampilan peserta didik. Prestasi belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain adalah kelengkapan fasilitas belajar serta pemanfaatan
bagi kepentingan belajarnya. Selain itu keberhasilan dalam proses belajar
mengajar dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dalam diri siswa) yaitu faktor
jasmaniah (kesehatan jasmani) dan faktor rohani (psikologis), sedangkan faktor
eksternal (dari luar siswa) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Sedangkan keberhasilan dalam proses belajar mengajar
dipengaruhi oleh guru dan cara belajar. Untuk mendukung cara belajar yang
efektif dan efisien maka perlu didukung dengan metode pembelajaran yang tepat,
media atau alat peraga yang sesuai, dan motivasi belajar.
1
4
Peningkatan kualitas guru adalah salah satu kunci memajukan pendidikan
yang ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak terutama masyarakat, sebab salah satu
aktor penting dalam dunia pendidikan adalah guru. Guru adalah orang yang
langsung berinteraksi dengan peserta didik, memberikan keteladanan, motivasi,
dan inspirasi untuk terus bersemangat dalam belajar, berkarya, dan prestasi2.
Dalam kaitan itu, kualitas dan kinerja guru sangat perlu ditingkatkan dalam
pembelajaran maupun administrasinya, karena masih banyak yang mengalami
kendala sehingga hasilnya belum sesuai dengan harapan. Kenyataan ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, kurang memadainya pengetahuan
tentang model-model pembelajaran, kurangnya keterampilan dalam
pembelajaran, kurang kreatif dan inovatif dalam implementasi pembelajaran,
serta kurangnya pengalaman dalam memahami dan menyusun administrasi, serta
kurang intensifnya kegiatan supervisi berkelanjutan bagi guru, yang berupa
bimbingan, penggerakan motivasi, nasihat, dan pengarahan yang bertujuan untuk
meningkatkan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa3.
Selain hal tersebut, peningkatan kualifikasi akademik guru pada satuan
pendidikan jalur formal juga perlu ditingkatkan, mencakup kualifikasi akademik,
yaitu guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana
(S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi
yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi4. Guru wajib memiliki
Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi Guru tersebut meliputi
2 Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional (Ciputat : DIVA Press, 2009), hlm.58
3 Sahertian, Piet A, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan SDM (Jakarta:Rineka Cipta, 2000), hlm.16-18
4 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, (Lampiran Permendiknas No. 16/2007 tgl 14-05-2007).
5
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi
Guru tersebut bersifat holistik5.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar ada tiga tahap yang
harus dilalui; yaitu (1) penanaman konsep, (2) pemahaman konsep, dan (3)
pembinaan keterampilan. Menurut Hudoyo (2003;24) matematika merupakan
suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Oleh karena itu matematika
sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi
kemajuan IPTEK. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan
matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan
matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau
gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, (Bab II Pasal 2 dan 3 tentang Kompetensi dan Sertifikasi), Hlm.5
6
penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan,
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah
kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep
matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga,
atau media lainnya6.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh;
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah7.
Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran matematika kelas IV SD 2 Besito
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus dengan kompetensi dasar “melakukan
operasi perkalian dan pembagian” menunjukkan bahwa pembelajaran yang
6 Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
7 ? Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
7
dilaksanakan selama ini belum mencapai hasil yang maksimal. Hasil prestasi
peserta didik masih di bawah tingkat ketuntasan belajar (KKM). Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain metode yang digunakan dalam materi
pembelajaran tersebut kurang sesuai, motivasi guru terhadap belajar siswa masih
kurang, masih kurangnya buku-buku matematika di sekolah, pemanfaatan
media/alat peraga yang belum maksimal, sehingga membuat rendahnya minat
siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, ditambah lagi adanya suatu
paradigma bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan.
Di sisi lain, perhatian orangtua terhadap anak dalam belajar di rumah juga masih
kurang.
Dari hasil observasi atau pengamatan terhadap aktivitas guru dan peserta
didik dalam proses pembelajaran serta hasil evaluasi terhadap materi
pembelajaran matematika, penulis berhasil mengidentifikasi beberapa
permasalahan yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran, antara lain
(1) peserta didik kurang mampu menjelaskan tentang bilangan, (2) peserta didik
kurang mampu menyebutkan macam-macam operasi hitung, (3) peserta didik
kurang memahami konsep perkalian dan pembagian, (4) peserta didik kurang
mampu dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Melalui diskusi bersama teman sejawat dan konsultasi dengan
pembimbing tentang permasalahan yang telah teridentifikasi tersebut di atas,
penulis berkesimpulan bahwa permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya
peserta didik dalam memahami konsep perkalian dan pembagian.
Untuk memecahkan ketidakberhasilan dalam pembelajaran matematika
tentang perkalian dan pembagian tersebut, penulis mengimplementasikan teori
belajar Piaget, James Atherton, Jerome S. Bruner, dan Zoltan P. Dienes. Dalam
teori belajar kognitif menurut Piaget (tokoh aliran konstruktivisme) berpendapat
bahwa perkembangan kognitif individu melalui empat tahapan yaitu : (1) sensory
motor; (2) pre operational; (3) concrete operational; (4) formal operational.
Proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James
Atherton (2005) menyebutkan bahwa asimilasi adalah “the process by which a
person takes material into their mind from the environment, which may mean
8
changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”8
Jerome S. Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses
aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar
informasi yang diberikan kepada dirinya. Agar pembelajaran dapat
mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari suatu
pengetahuan (konsep matematika-perkalian dan pembagian), maka materi
pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif
atau pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran
(struktur kognitif) anak tersebut. Proses internalisasi akan terjadi sungguh-
sungguh berarti proses belajar terjadi secara optimal, jika dipelajari melalui tiga
tahapan, yaitu: (1) tahap enaktif (belajar aktif menggunakan benda
nyata/kongkret); (2) tahap ikonik (belajar dalam bentuk bayangan visual,
gambar, atau diagram); (3) tahap simbolik (belajar dalam bentuk simbol-simbol
abstrak = huruf, kata-kata, kalimat, lambang)9.
Zoltan P. Dienes, seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada
Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa
sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang
mempelajarinya. Menurut Zoltan P. Dienes, permainan matematika sangat
penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan
secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika
pada anak didik. Dalam permainan yang disertai aturan, siswa sudah mulai
meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam
konsep yang lainnya.
Berdasarkan teori belajar tersebut di atas, maka peneliti berpendapat
bahwa kekurangmampuan peserta didik dalam memahami konsep perkalian dan
pembagian dapat diantisipasi melalui pembelajaran matematika dengan
8 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teoribelajar 9 http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-model-pembelajaran-inovatif
9
permainan tradisional “DAKON”. Hal tersebut peneliti terapkan dengan alasan
bahwa untuk memahami konsep perkalian dan pembagian, maka peserta didik
harus memahami penjumlahan dan pengurangan, karena perkalian merupakan
penjumlahan berulang, sedangkan pembagian adalah pengurangan berulang. Oleh
karena itu, pembelajaran matematika tentang operasi perkalian dan pembagian
dengan menerapkan suatu permainan tradisional Dakon akan lebih menarik
perhatian peserta didik, karena peserta didik akan mengikuti pembelajaran
dengan aktif, menantang, sesuai tahap perkembangan anak, serta kontekstual,
yaitu dengan memanfaatkan benda-benda kongkret yang dapat diperoleh dengan
mudah di lingkungan sekitar, serta menyenangkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan permainan tradisonal Dakon dalam pembelajaran
matematika?
2. Apakah terjadi peningkatan kemampuan melakukan operasi perkalian dan
pembagian yang signifikan melalui penerapan permainan tradisional Dakon?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan:
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan melakukan operasi perkalian dan
pembagian melalui permainan tradisional Dakon.
b. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan penerapan permainan tradisional Dakon dalam
pembelajaran matematika.
b. Mengetahui peningkatan kemampuan peserta didik dalam melakukan
operasi perkalian dan pembagian melalui permainan tradisional Dakon.
10
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian secara teoretis diharapkan dapat memberikan
masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang
berhubungan dengan masalah peningkatan kemampuan memahami konsep
perkalian dan pembagian melalui permainan tradisional Dakon dalam
pembelajaran matematika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi :
a. Bagi Peneliti
Dapat memberikan sumbangan pemikiran berupa metode dan langkah-
langkah perbaikan pembelajaran melalui penerapan permainan tradisional
Dakon dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam operasi
perkalian dan pembagian.
b. Bagi Siswa
Dapat digunakan sebagai motivasi belajar agar prestasi belajar
matematika dapat lebih meningkat.
11
c. Bagi Sekolah
Sekolah dapat meningkatkan mutu dan prestasi siswa dalam
pembelajaran matematika.
d. Bagi Guru
1) Dapat memotivasi guru dalam mengelola pembelajaran dengan
memperhatikan kemampuan awal siswa.
2) Dapat memberikan alternatif kepada guru dalam memilih metode
pembelajaran sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi siswa
dalam pembelajaran matematika.
3) Dapat memberikan wawasan kepada guru dalam menanamkan
konsep matematika.
E. Indikator Keberhasilan
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian ini, dapat dilihat dari
indikator keberhasilan penelitian berikut ini.
Tabel 1. Indikator Keberhasilan
Aspek yang
Diukur
PersentaseTarget Capaian Cara Mengukur
Siklus IIKeaktifan siswa
selama apersepsi
85%
Diamati saat pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi oleh
peneliti dan dihitung dari jumlah siswa
yang menampakkan kesungguhan
dalam pembelajaran.
Keaktifan siswa
dalam mengikuti
pembelajaran 85%
Diamati saat pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi oleh
peneliti dan dihitung dari jumlah siswa
yang menampakkan kesungguhan
dalam pembelajaran.
12
Aspek yang
Diukur
PersentaseTarget Capaian Cara Mengukur
Siklus IIKerja sama siswa
dalam kelompok 85%
Diamati saat pembelajaran secara
kelompok dengan menggunakan lembar
observasi.
Ketuntasan hasil
belajar 85%
Dihitung dari jumlah siswa yang
memperoleh nilai 75 ke atas
berdasarkan tes yang dilakukan oleh
guru.
13
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Peningkatan
Kata peningkatan atau meningkatkan merupakan kegiatan peneliti
membangun atau mengusahakan tercapainya suatu kemampuan yang lebih
baik dari sebelumnya. Peneliti berupaya meningkatkan kemampuan peserta
didik dalam melakukan perkalian dan pembagian melalui permainan
tradisional Dakon. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam penelitian
ini, peneliti mengadakan kegiatan pembelajaran dengan disertai pemberian
bimbingan secara langsung terhadap peserta didik, dalam bentuk petunjuk,
nasihat, ajakan, perintah, pemberian contoh atau latihan, agar peserta didik
benar-benar belajar sehingga tercapai hasil belajar yang optimal.
Secara ringkas pemberian bimbingan secara langsung terhadap
peserta didik di atas adalah sebagai berikut:
a. Petunjuk; guru pembimbing memberikan petunjuk kepada peserta didik
bahwa untuk mencapai sesuatu harus berusaha membangkitkan
semangat, keberanian, dan rasa percaya diri.
b. Nasihat; guru pembimbing memberikan nasihat kepada peserta didik
bahwasanya mereka mampu mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam diri.
c. Ajakan; guru pembimbing tidak henti-hentinya selalu mengajak untuk
bekerjasama dan bersosialisasi dengan teman sebayanya.
d. Perintah; guru pembimbing menyuruh peserta didik untuk
melaksanakan tugas dan mengusahakan agar dapat terlibat di dalam
suatu kegiatan.
e. Latihan-latihan; guru pembimbing memberikan latihan-latihan misalnya
latihan melakukan perkalian dan pembagian.
11
14
2. Pengertian Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa; sanggup
melakukan sesuatu10. Kemampuan berarti menguasai, Dalam kaitan ini
kemampuan dapat diartikan adanya tingkat penguasaan baik yang bersifat
pengetahuan, pemahaman, maupun keterampilan dalam melakukan operasi
perkalian dan pembagian. Penguasaan tersebut dapat berupa :
a. Pengetahuan mencakup aspek kognitif, antara lain:
1) Pengertian operasi hitung.
2) Prinsip-prinsip operasi hitung
3) Mekanisme dalam melakukan operasi hitung
b. Pemahaman mencakup aspek sikap, antara lain:
1) Konsep perkalian
2) Konsep pembagian
c. Keterampilan mencakup aspek psikomotor, antara lain:
1) Melakukan operasi penjumlahan
2) Melakukan operasi pengurangan
3) Melakukan operasi perkalian
4) Melakukan operasi pembagian
5) Melakukan operasi campuran
3. Pengertian Belajar
Belajar merupakan adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000;143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya11. Skinner berpandangan bahwa
belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya
menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi
menurun. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut
10 Poerwadarminta. (1994:628). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.11 http://id.wikipedia.org/wiki/ Teori_Belajar_Behavioristik .
15
kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha (berlatih dsb.)
supaya mendapat suatu kepandaian12.
Menurut Slameto (1991:22) “Belajar adalah suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan menurut Winkel (1984:162) mengutarakan pengertian belajar
suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan, kecakapan / skill,
kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan
sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif.
Dari pengertian belajar tersebut di atas, maka dapat peneliti
simpulkan bahwa, belajar adalah usaha secara fisik dan mental dengan cara
mengetahui dan memahami apa yang diperoleh kemudian dilaksanakan,
sehingga tercipta suatu tingkah laku menuju perkembangan secara utuh.
Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang diberikan oleh guru
agar mampu menguasai apa yang telah diterimanya dalam hal ini adalah
belajar perkalian dan pembagian bilangan.
4. Pembelajaran Matematika
Dasar pengembangan pendidikan yang bermutu tinggi adalah
prinsip belajar sepanjang hayat (Puskur, 2002:2) dan empat pilar belajar
yang dikemukakan UNESCO (Yabe, T., 2001:1) yaitu (1) learning to know,
(2) learning to do, (3) learning to be, (4) learning to live together. Prinsip-
prinsip tersebut mendasari pengembangan pendidikan untuk menghasilkan
kompetensi peserta didik sesuai dengan tingkatan belajar di sekolah. Peserta
didik yang kompeten artinya peserta didik yang cerdas, cakap, dan mampu
memahami dengan baik bahan yang diajarkan, mampu bersikap, bernalar,
dan bertindak sesuai prosedur yang benar, dan mengembangkan integritas
kebersamaan dalam perbedaan.
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman
belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana
12 Poerwadarminta. (1994:108). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
16
sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika
yang dipelajari. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu komponen yang
menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi
pembelajaran matematika, yang sesuai dengan; (1) topik yang sedang
dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual peserta didik, (3) prinsip
dan teori belajar, (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5) keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran
matematis. Beberapa strategi pembelajaran matematika yang
konstruktivistik dan dianggap sesuai, antara lain; (1) problem solving, (2)
problem posing, (3) open-ended problems, (4) mathematical investigation,
(5) guided discovery, (6) contextual learning, (7) cooperative learning13.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan
simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu
memperjelas dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran matematika di SD dapat bermanfaat untuk
membentuk pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis, dengan penuh
kecermatan.
Matematika pada hakikatnya merupakan suatu ilmu yang cara
bernalarnya deduktif, formal, dan abstrak, harus diberikan anak-anak sejak
sekolah dasar yang cara berfikirnya masih pada tahap operasi kongkret.
Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam menanamkan konsep matematika
tersebut. Hudoyo (2003:24) mengatakan bahwa matematika itu obyek-obyek
penelaahannya abstrak, yaitu hanya ada dalam pemikiran manusia sehingga
matematika hanyalah suatu hasil karya dari kerja otak manusia14.
Karakteristik matematika menurut Soejadi (2000:13) adalah
memiliki objek kajian abstrak (fakta berupa konvensi-konvensi yang
diuangkap dengan symbol tertentu dan konsep yaitu ide abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan
13 Gatot Muhsetyo. (2008:1.24-1.26). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka.14 http://www.majalahpendidikan.com/2012/05/ hakikat-matematika.html
17
objek), bertumpu pada kesepakatan (aksioma adalah kebenaran yang tidak
perlu dibuktikan, dan konsep yaitu pengertian yang diabstrakkan dari yang
peristiwa kongkret), berpola pikir deduktif (pemikiran yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diarahkan pada hal yang bersifat khusus), memiliki
symbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan dan
konsisten dalam sistemnya15.
Ruang lingkup dalam mata pelajaran matematika di sekolah dasar
adalah :
a. Bilangan
b. Geometri dan pengukuran
c. Pengolahan data.
Pembelajaran operasi bilangan cacah meliputi: (1) penjumlahan, (2)
pengurangan, (3) perkalian, (4) pembagian16.
a. Untuk mempelajari penjumlahan dapat dilakukan melalui:
1) Himpunan;
3 + 2 = 5
2) Garis bilangan;
5
3 2 3 + 2 = 5
0 1 2 3 4 5 6 7
3) Membilang benda.
1 2 3 4 5 = 5
b. Mempelajari pengurangan dapat dilakukan melalui:
1) Himpunan;
15 http://www.majalahpendidikan.com/2012/05/ hakikat-matematika.html 16 Moch. Ichsan. 2003. Modul Pembelajaran Diklat Fungsional Guru SD Pengampu Mapel
Matematika: Strategi Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Kudus: Pemerintah Kabupaten Kudus
18
6 - 2 = 4
2) Garis bilangan;
7 – 4 = 3
0 1 2 3 4 5 6 7 7
3) Kalimat penjumlahan (pengurangan adalah kebalikan/invers dari
penjumlahan);
7 – 4 = …. 4 + … = 7
4) Pemasangan.
5 – 3 = 2
c. Sedangkan dalam mempelajari operasi perkalian dapat dilakukan
dengan cara penjumlahan berulang.
4 x 3 = 12 4 x 3 = 12 = 3 + 3 + 3 + 3
d. Dan belajar pembagian dapat melalui :
1) Pengurangan berulang;
8 : 2 = 44 X
2) Garis bilangan;
0 1 2 3 4 5 6 7 8
826242220
8 : 2 = 4 8 – 2 – 2 – 2 – 2 = 0
19
3) Kalimat perkalian
8 : 2 = …. 2 x … = 8
5. Permainan Tradisional
Permainan tradisional terdiri dari dua kata “permainan” dan
“tradisional”. Permainan berasal dari kata main, yang berarti melakukan
perbuatan untuk tujuan bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau
tidak); berbuat sesuatu dengan sesuka hati, berbuat asal saja. Tradisional
berasal dari kata tradisi yang berarti segala sesuatu (spt. Adat, kepercayaan,
kebiasaan, ajaran dsb) yang turun-temurun dari nenek moyang. Tradisional
berarti bersifat turun-temurun (pandangan hidup, kepercayaan, kesenian,
tarian, upacara, dsb)17.
Permainan tradisional berupaya membentuk sebagian dari
kehidupan yang dilalui oleh nenek moyang kita. Yang menjadi jaminan
kesinambungan permainan tradisional pada masa lalu adalah keseragaman
cara hidup nenek moyang kita. Permainan tradisional disebut juga
permainan rakyat. Yang termasuk permainan tradisional, antara lain : (1)
wau, (2) batu seremban, (3) sepak raga, (4) gasing, (5) dakon/congkak, dan
lain-lain18.
6. Permainan Dakon
Dakon adalah permainan tradisional yang diambil dari bahasa
Jawa. Dalam bahasa Indonesia disebut permainan congkak atau congklak.
Congkak adalah lokan yang dipakai untuk
permainan, ada bermacam-macam spt-
baiduri; putih, dsb, ; permainan dengan
kulit lokan (biji-bijian dsb) dan kayu yang
bentuknya spt perahu yang berlubang-
17 Poerwadarminta. (1994:1088). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.18 http://tradisional-bib.blogspot.com.
Gambar 2.1 Anak-anak sedang bermain dakon (http://budaya-indonesia.org)
20
lubang (di Jawa disebut dakon); buah -,
biji-bijian (kulit lokan dsb) yang dipakai
dalam permainan congkak; papan -, kayu
bentuknya seperti perahu berlubang-
lubang untuk bermain congkak19.
Permainan congkak/congklak merupakan permainan yang
dimainkan oleh dua orang yang biasanya perempuan. Alat yang digunakan
terbuat dari kayu atau plastik berbentuk mirip perahu dengan panjang sekitar
75 cm dan lebar 15 cm. Pada kedua ujungnya terdapat lubang yang disebut
induk. Di antara keduanya terdapat lubang yang lebih kecil dari induknya
berdiameter kira-kira 5 cm. Setiap deret berjumlah 7 buah lubang. Pada
setiap lubang kecil tersebut diisi dengan kerang atau biji-bijian sebanyak 7
buah.
Cara bermainnya adalah dengan mengambil biji-bijian yang ada di lubang
bagian sisi milik kita kemudian mengisi biji-bijian tersebut satu persatu ke
lubang yang dilalui termasuk lubang induk milik kita (lubang induk sebelah
kiri) kecuali lubang induk milik lawan, jika biji terakhir jatuh di lubang yang
terdapat biji-bijian lain maka bijian tersebut diambil lagi untuk diteruskan
mengisi lubang-lubang selanjutnya. Begitu seterusnya sampai biji terakhir
jatuh kelubang yang kosong. Jika biji terakhir tadi jatuh pada lubang yang
kosong maka giliran pemain lawan yang melakukan permainan. Permainan
ini berakhir jika biji-bijian yang terdapat di lubang yang kecil telah habis
dikumpulkan. Pemenangnya adalah anak yang paling banyak
mengumpulkan biji-bijian ke lubang induk miliknya. Permainan ini
merupakan sarana untuk mengatur strategi dan kecermatan20.
Bagi masyarakat di pedesaan, biasanya bermain dakon dengan
menggunakan peralatan sederhana, yaitu membuat lubang pada tanah dan
menggunakan kerikil. Dalam perkembangannya, permainan dakon atau
congkak atau congklak ini menggunakan papan kayu atau plastic yang
19 Poerwadarminta. (1984:211). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
20 http://budaya-indonesia.org/iaci/congklak.
21
dimodifikasi, baik bentuk maupun variasi asesorisnya. Seperti gambar
berikut ini21.
Dalam pembelajaran matematika materi perkalian dan pembagian
dengan permainan dakon/congkak/congklak ini, tidak menggunakan aturan
baku dalam permainan dakon, tetapi aturan dimodifikasi dan disesuaikan
kebutuhan untuk tujuan mencapai kompetensi peserta didik tentang
melakukan operasi perkalian dan pembagian, sebagai berikut:
a. Permainan dilakukan oleh dua orang peserta didik (kelompok
berpasangan);
b. Masing-masing kelompok mengambil lokan berupa biji-bijian, atau
kerikil, kelereng, kulit kerang, dan lain-lain sebanyak 100 – 150 butir.
c. Dalam permainan ini, anggota kelompok bekerja sama dan berkompetisi.
Satu anggota kelompok memegang dan memainkan, sedangkan satu
anggota lainnya memberi soal, menulis jawaban, dan menilai temannya
yang sedang bermain.
Missal:
7 x 5 = ….
Langkah-langkah :
21 Posts tagged with”Congklak”
Gambar 2.2 Variasi bentuk papan dakon(Posts tagged with "Congklak")
22
1) Pemain dakon, mengambil biji-bijian sebanyak 5 dan dimasukkan ke
lubang sebanyak 7 lubang/kali.
2) Kemudian dihitung dengan cara menjumlahkan isi semua lubang =
5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35
3) Pemain menyebutkan jawabannya 7 x 5 = 35, dan temannya
menuliskan pada lembar kerja siswa.
4) Penilai memberi nilai, dan seterusnya sampai selesai semua soal.
d. Setelah permainan selesai menyelesaikan lima soal dan mendapat nilai,
maka permainan dilakukan bergantian dengan soal yang berbeda.
e. Permainan selesai, masing-masing kelompok melaporkan hasil
permainannya kepada guru.
B. Kerangka Pikir
Dalam setiap kegiatan, tentu terdapat sekurang-kurangnya tiga unsur
yang terkait, yaitu : (1) jenis atau isi kegiatan, (2) cara yang digunakan, (3) orang
yang melakukan. Selain hal tersebut masih ada hal-hal yang juga dapat
dikategorikan sebagai unsur kegiatan, misalnya waktu, sarana, dan sifat kegiatan.
Tiga unsur yang sangat menentukan dalam proses pendidikan dan pengajaran,
yakni siswa, guru, dan kurikulum. Melalui guru berlangsung proses transformasi
dan penanaman nilai-nilai ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kreativitas
5
5
5
5
5
5
5
5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 =
7 x 5 = 35
23
merupakan satu istilah yang terkait dengan upaya meningkatkan daya pikir atau
gagasan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya.
Pembelajaran dengan permainan dakon/congkak ini bertujuan untuk
melatih dan menanamkan kepada peserta didik untuk belajar teliti, cermat,
berstrategi22. Selain itu peserta didik akan mudah memahami konsep bahwa
perkalian merupakan penjumlahan berulang dan pembagian merupakan
pengurangan berulang.
Untuk menarik perhatian dan mendorong motivasi belajar peserta didik
di dalam pembelajaran, maka guru harus kreatif untuk mengembangkan,
membangkitkan, dan memotivasi peserta didik agar dapat menciptakan
kepedulian, ketertarikan, kesenangan, minat, gairah, dan lain sebagainya dalam
diri peserta didik untuk menjalankan proses belajarnya23. Kreativitas guru
merupakan hal penting dalam pembelajaran dan menjadi pintu masuk dalam
meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa. Selain itu keterlibatan langsung
peserta didik dalam pembelajaran dapat mempercepat penerimaan dan
penyerapan terhadap bahan ajar/materi pelajaran.
Pada tahap awal sebelum guru menerapkan pembelajaran dengan
permainan dakon/congkak/congklak, hasil belajar matematika siswa kelas IV SD
2 Besito sangat rendah. Kemudian guru berupaya melakukan variasi dan strategi
pembelajaran dengan mengemas dalam bentuk permainan tradisional dakon.
Penelitian ini akan membuktikan adanya peningkatan hasil belajar matematika di
kelas IV SD 2 Besito Gebog Kudus.
Untuk lebih mempermudah pemahaman dalam kerangka piker, dapat
digambarkan dalam skema berikut.
22 [email protected]. File:///H:/590-cermat-berstrategi-dalam-permainan-congklak.htm 23 Iskandar Agung. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran bagi Guru. Jakarta : Bestari
Buana Murni.
24
Gambar 2.3 Kerangka Pikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas maka dirumuskan
hipotesis penelitian “Melalui permainan dakon, diharapkan kemampuan
melakukan operasi perkalian dan pembagian pada siswa kelas IV SD 2 Besito
dapat meningkat”
BAB III
METODE PENELITIAN
Sebuah penelitian ilmiah dalam menguraikan permasalahan harus
menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu cara yang teratur dan
Kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika kurang.
Hasil belajar matematika rendah Penggunaan pendekatan/strategi/ /metode
kurang efektif dan efisien.
Menggunakan buku-buku sumber yang relefan
Pembelajaran perkalian dan pembagian melalui permainan dakon/congkak
Kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian melalui permainan dakon meningkat mencapai batas minimal 85 %
MASALAH
TINDAKAN
HASIL
25
berfikir dengan baik guna memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Metode
merupakan suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam setiap penelitian,
sebab merupakan kunci keberhasilan dalam mengungkap, menganalisa, dan
menyimpulkan hasil suatu penelitian pada objek yang diteliti. Metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya24.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ilmiah merupakan langkah
yang hierarkis (berjenjang dan berurutan) dan logis. Secara tipikal, langkah-langkah
dalam penelitian dapat dirinci sebagai berikut : (1) mengenali dan menentukan
masalah yang akan diteliti, (2) mengkaji teori yang sudah ada yang relevan dengan
masalah yang hendak diteliti, (3) mengajukan hipotesis atau pertanyaan penelitian,
(4) membuat desain penelitian untuk menguji hipotesis tersebut, (5) mengumpulkan
data dengan menggunakan prosedur yang mengacu pada desain penelitian, (6)
menganalisis data, (7) menginterprestasikan data dan menarik kesimpulan25. Metode
penelitian tindakan kelas ini, sebagai berikut.
a. Lokasi, Ruang Lingkup, dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi/tempat penelitian ini dilaksanakan SD 2 Besito di Kecamatan
Gebog Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis SD 2
Besito terletak di Desa Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Jarak
orbitasi SD 2 Besito dengan Kantor Balai Desa ± 0,1 km, dengan Kantor
Kecamatan Gebog berjarak ± 1 Km, dengan pusat kota Kabupaten Kudus 6
km, Ibu kota provinsi berjarak 56 km dan Ibu kota negara 606 Km. SD 2
Besito walaupun berada di pedesaan namun mudah dijangkau sarana
transportasi karena terletak di tepi jalan raya Kudus – Gebog.
24 Suharsimi Arikunto. (2003;151). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
25 M. Toha Anggoro, dkk. (2008;1.1-1.2). Metode Penelitian. Jakarta : universitas Terbuka-Departemen Pendidikan Nasional.
23
26
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian tindakan kelas (classroom action research)
ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan dalam pembelajaran
matematika untuk melakukan operasi perkalian dan pembagian melalui
permainan tradisional dakon pada siswa kelas IV SD 2 Besito tahun
pelajaran 2011/2012.
3. Subjek Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa kelas IV
berjumlah 24 peserta didik dengan perincian 10 putra dan 14 putri. Alasan
yang mendasari penelitian dilaksanakan di SD 2 Besito Gebog Kudus yaitu:
a. Penerapan permainan dakon/congkak/congklak dalam pembelajaran
matematika belum pernah diteliti di SD 2 Besito Gebog Kudus.
b. Tersedianya buku sumber dan data-data yang mengupas tentang
permainan dakon/congkak/congklak.
c. Penghematan waktu dan biaya karena lokasi penelitian merupakan
sekolah tempat peneliti bertugas.
b. Desain Penelitian
Kreativitas pembelajaran guru sering menjadi bahan perbincangan
berbagai pihak, karena berhubungan dengan pencapaian hasil pendidikan. Guru
sebagai ujung tombak berlangsungnya kegiatan pembelajaran, memiliki peran
dan fungsi sebagai sumber belajar dan transformator nilai ilmu pengetahuan
kepada peserta didik. Oleh karena itu kreatifitas guru dalam pembelajaran sangat
diperlukan. Kreativitas guru bukan merupakan sikap dan perilaku yang bersifat
bawaan atau bakat lahiriah seseorang, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.
Kreativitas merupakan hasil kemampuan nalar yang mendorong seseorang untuk
berupaya dan mencari sesuatu yang baru. Kegagalan merupakan jalan
keberhasilan, sehingga dalam mewujudkan kreativitasnya seseorang tidak boleh
takut terhadap kegagalan. Pemikiran kreatif merupakan pencerahan harapan
27
untuk meraih hasil dan tujuan yang lebih baik, sehingga keberhasilan di sekolah
ditentukan oleh kreativitas orang-orang di dalamnya termasuk guru26.
Pembelajaran matematika dengan materi melakukan operasi perkalian
dan pembagian melalui permainan tradisional dakon dirancang dengan
menggunakan skenario sebagai berikut;
1. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menerapkan permainan tradisional dakon menggunakan aturan yang telah
dimodifikasi;
2. Guru menyiapkan peralatan permainan dakon (papan dakon, biji-bijian:
saga, kecik, dsb);
3. Guru membentuk kelompok belajar berpasangan dengan tugas; (1) sebagai
pemain, dan (2) sebagai penyampai soal dan penilai;
4. Guru menjelaskan aturan permainan kepada peserta didik;
5. Permainan selesai setelah kedua anggota kelompok berpasangan melakukan
permainan secara bergantian dan masing-masing telah memperoleh nilai;
6. Pemenang dari permainan dakon, adalah pemain yang memperoleh nilai
lebih tinggi;
7. Pemenang kelompok yang satu akan dipertemukan dengan pemenang
kelompok yang lain.
c. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
adalah : (1) metode dokumentasi untuk data kondisi awal, (2) metode observasi
untuk mengamati proses pembelajaran, (3) metode tes untuk mengetahui hasil
belajar.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari subjek penelitian dan bukan
subjek penelitian yang berupa data primer dan sekunder, seperti nilai siswa,
hasil observasi/pengamatan, dan analisis peneliti
26 Iskandar Agung. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran bagi Guru. Jakarta : Bestari Buana Murni.
28
2. Alat Pengumpulan Data
Sesuai dengan prosedur penelitian, alat pengumpulan data dapat berupa tes
maupun non tes melalui studi dokumentasi dengan cara tes.
a) Tes. Pada penelitian ini tes yang digunakan adalah tes hasil belajar
untuk mengukur kemampuan siswa melakukan operasi perkalian dan
pembagian, mengetahui efektivitas model, metode, media
pembelajaran, dan permainan dakon yang diterapkan dan mengukur
tingkat ketuntasan siswa dalam pembelajaran matematika.
b) Non Tes. Data non tes dapat dilakukan dengan cara wawancara terhadap
siswa secara langsung pada atau setelah kegiatan pembelajaran
berakhir, maupun melalui observasi saat proses pembelajaran
berlangsung. Wawancara dengan siswa difokuskan pada tanggapan
terhadap pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan selama
proses pembelajaran. Sedangkan hasil observasi sebagai data primer
yang ikut dianalisis sebagai bahan refleksi pembelajaran.
d. Metode Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan mulai saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah pengumpulan data. Teknis analisis yang dipergunakan
adalah analisis logis yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu analisis yang
berdasar pada penalaran logika yang menggambarkan kenyataan atau fakta
sesuai dengan data yang diperoleh. Analisis ini dilakukan dengan
mempertimbangan jenis data yang berupa kalimat-kalimat dan hasil kerja siswa.
Analisis data yang digunakan saat pengumpulan data menggunakan
model analisis mengalir. Model ini terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Ketiga model ini dilakukan secara
berurutan. Untuk mereduksi data dilakukan dengan menyeleksi, memfokuskan
dan menyederhanakan data. Penyajian data dilakukan dengan mengorganisasi
kan data hasil reduksi. Kegiatan penyimpulan dilakukan setelah reduksi data dan
penyajian data. Apabila kesimpulan dirasakan tidak kuat, perlu diadakan
verifikasi dan peneliti kembali mengumpulan data di lapangan. Di samping
29
analisis di atas data kuantitatif yang ada yang merupakan hasil deskriptif
komparatif dari membandingkan hasil belajar siswa pada kondisi awal, dengan
hasil belajar setelah siklus I dan hasil belajar setelah siklus II juga dijadikan
sebagai sumber analisis bagi peneliti untuk mengkomparasi sehingga tingkat
ketercapaian ketuntasan belajar siswa dapat diketahui dengan pasti. Untuk
mengetahui tingkat ketercapaian pembelajaran matematika ditetapkan kriteria
ketuntasan minimal sebesar 75.
1. Analisis Nilai Tes
Dalam menganalisis nilai hasil tes siswa, dilakukan dengan
menjumlahkan nilai yang diperoleh semua siswa, selanjutnya dibagi dengan
jumlah populasi siswa, sehingga diperoleh rata-rata hasil tes. Oleh karena itu
rata-rata hasil tes dirumuskan sebagai berikut.
∑X
X =∑N
Keterangan :
X = nilai rata-rata
∑X = jumlah semua nilai siswa
∑N = jumlah siswa
2. Analisis Ketuntasan Belajar
Dalam menganalisis ketuntasan belajar siswa, dilakukan dengan
merujuk pada petunjuk pelaksanaan belajar mengajar yaitu siswa telah
tuntas belajar bila di kelas tersebut mendapat minimal 85% siswa tuntas
artinya setidak-tidaknya 85% siswa telah menguasi materi pelajaran. Untuk
menghitung persentase ketuntasan belajar kelas IV digunakan rumus sebagai
berikut.
∑ siswa yang tuntas belajar
P(persentase) = x 100%∑ seluruh siswa
30
3. Analisis Hasil Observasi
Analisis dilakukan terhadap hasil observasi proses pembelajaran
siswa dan pelaksanaan pembelajaran guru dengan cara memberi tanda ()
pada kolom skor (B, S, K) sesuai dengan kriteria sebagai berikut.
B = Baik = 3
S = Sedang = 2
K = Kurang = 1
Sedangkan untuk mengetahui persentase efektivitas pembelajaran
digunakan rumus sebagai berikut.
XP(persentase) = x 100%
∑ nilai skor
Di samping analisis-analisis di atas, dilakukan juga analisis terhadap
aspek mental dan spiritual siswa yang meliputi aspek : (1) afektif, yaitu anak
mempunyai sikap gembira, santun dalam tindakan, jujur dalam bicara,
menghargai pendapat teman, serta punya sikap rendah hati, (2) kognitif,
yaitu anak memiliki pengetahuan tentang perkalian dan pembagian, dan (3)
psikomotorik, yaitu anak mampu melakukan permainan tradisional dakon
dengan benar.
e. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas (classroom action research) ini dilaksanakan
dalam 2 siklus tindakan yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing siklus
melalui empat tahapan proses, yakni (1) Perencanaan (planning), (2)
Pelaksanaan tindakan (acting), (3) Pengamatan (Observing), (4) refleksi
(Reflecting), seperti mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2008) sebagai
berikut.
31
Gambar 3.1. Tahapan dan siklus PTK, menurut Suharsimi Arikunto (2008)
Tahapan-tahapan kegatan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang berupa kegiatan
untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti
dalam rangka mencari solusi / jalan keluar pemecahan masalah yang
dihadapi. Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
kooordinasi dengan Kepala Sekolah dan teman sejawat mengenai waktu
penelitian, materi yang akan diberikan dan rencana pelaksanaan penelitian.
Permasalahan yang muncul berdasarkan data observasi dan wawancara
dengan siswa dan teman sejawat, ternyata bahwa siswa kelas IV SD 2 Besito
memperoleh nilai yang cukup rendah dalam melakukan perkalian dan
pembagian bilangan.
Langkah- langkah yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan
adalah sebagai berikut:
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
32
b. Menyusun pedoman observasi,
c. Menyusun rancangan evaluasi
d. Mempersiapkan alat dokumentasi
2. Tindakan
Tindakan penelitian merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah
dibuat sebelumnya.
Tindakan yang dilakukan adalah pembelajaran matematika tentang perkalian
dan pembagian dengan menerapkan permainan tradisional dakon.
Tindakan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan/Pendahuluan
Tahap persiapan dilakukan agar siswa merasa siap untuk mengikuti
pembelajaran dengan baik. Guru memberikan pertanyaan yang
berhubungan dengan perkalian dan pembagian melalui tanya jawab.
b. Tahap Pelaksanaan/ Kegiatan Inti
Tahap pelaksanaan merupakan tahap inti dari penelitian tindakan kelas
ini. Pada tahap ini, guru memberikan contoh melakukan operasi
perkalian dan pembagian. Setelah itu siswa diminta untuk melakukan
perkalian dan pembagian secara bergantian.
c. Tahap Tindak Lanjut/ Penutup
Tahap tindak lanjut bertujuan untuk membuktikan pemahaman siswa
terhadap pembelajaran yang baru dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemampuan peserta didik dalam
melakukan operasi perkalian dan pembagian.
3. Observasi
Pada tahap observasi ini, peneliti mengobservasi hasil tes dan nontes.
Observasi mengenai proses pembelajaran. Selain itu, pada observasi ini
peneliti dapat melihat bagaimana sikap siswa pada saat mengikuti
pembelajaran. Melalui kegiatan ini dapat diketahui pula sikap positif dan
negatif siswa pada waktu mengikuti pembelajaran. Kegiatan observasi tidak
hanya pada data tes saja, melainkan juga data nontes. Data nontes berupa
observasi, wawancara, dan dokumentasi foto. Kegiatan observasi pada data
33
nontes ini dilakukan pada awal hingga akhir pembelajaran. Pada saat
observasi ini, peneliti dibantu oleh teman sejawat untuk mengambil data
menggunakan lembar observasi. Lembar observasi berisi pernyataan
mengenai kegiatan atau sikap peserta didik pada waktu pembelajaran
berlangsung.
Lembar observasi ini diisi dengan memberikan tanda check list (√)
pada setiap kolom yang sesuai dengan sikap siswa pada saat itu. Melalui
kegiatan observasi ini, dapat diketahui sikap siswa yang positif maupun
yang negatif selama pembelajaran.
Pada kegiatan observasi wawancara dilakukan di luar pembelajaran,
misalnya saat istirahat. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui pendapat
peserta didik secara lisan tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Adapun observasi pada data nontes berupa dokumentasi foto
dilakukan untuk memperkuat hasil observasi data nontes lainnya. Observasi
ini sebagai bukti visual selama pembelajaran berlangsung. Hasil keseluruhan
observasi baik data tes maupun nontes ini digunakan sebagai hasil
observasi . Observasi data tes berupa keterangan hasil tes dan sikap siswa
pada saat melakukan operasi perkalian dan pembagian. Sedangkan observasi
data nontes berupa keterangan sikap siswa pada saat dilakukan observasi,
wawancara, dan dokoumentasi foto. Data observasi yang diperoleh pada
siklus I sebagai acuan untuk perbaikan pada siklus II, serta dijadikan bahan
refleksi.
4. Refleksi
Refleksi di dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi, apa yang telah dihasilkan atau apa yang belum berhasil dituntaskan
dengan tindakan perbaikan yang dilakukan. Refleksi dilakukan pada akhir
pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan
pembelajaran. Refleksi ini digunakan untuk menerapkan langkah
selanjutnya, baik berupa perbaikan maupun pengayaan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang dimaksud.
34
f. Deskripsi Per Siklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan Siklus I
Tahap pertama dalam siklus I adalah tahap perencanaan
pembelajaran. Dalam tahap ini peneliti menyusun Rencana
Pembelajaran berdasarkan hasil konsultasi dengan pembimbing pada
tanggal 10 April 2012. Konsultasi ini diadakan untuk menentukan
materi pembelajaran yang akan disajikan pada siklus I. Materi yang
dipilih adalah materi yang selama ini sulit dikuasai oleh siswa. Sesuai
dengan diskusi dengan pembimbing dan teman pengamat maka
ditentukan yakni perkalian dan pembagian.
b. Tahap Pelaksanaan Siklus I
Rencana Pembelajaran yang telah disusun, dikonsultasikan
dengan pembimbing dan Kepala SD 2 Besito Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus untuk disajikan dalam pembelajaran Siklus I.
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 April 2012
dengan diamati oleh dua teman pengamat sebagai kolaborator yakni
Saudara Sulipah, S.Pd. dan Sri Zunarti, S.Pd. Pada tahap pelaksanaan
pembelajaran Siklus I, instrumen yang digunakan adalah Rencana
Pembelajaran, lembar pengamatan, lembar kerja siswa, lembar tes, dan
alat dokumentasi.
Langkah-langkah pembelajaran pada siklus I yang dilaksanakan
oleh guru mencakup Pra KBM, kegiatan awal, kegiatan inti, dan
kegiatan akhir. Pada pembelajaran Pra KBM guru menyiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan. Kegiatan awal dilaksanakan
selama ±10 menit dengan melakukan doa, mengabsen siswa, dan
apersepsi. Apersepsi berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang
digunakan untuk menjajagi seberapa besar pengetahuan peserta didik.
Pada saat guru memberikan apersepsi dengan melontarkan beberapa
pertanyaan, siswa masih pasif dan terdiam.
35
Kegiatan inti dilaksanakan guru selama ± 35 menit. Adapun langkah-
langkah pembelajaran kegiatan inti sebagai berikut :
1) Guru menjelaskan materi pembelajaran tentang perkalian dan pembagian.
2) Guru memberi contoh teknik mengerjakan perkalian dan pembagian.
3) Setelah menyampaikan materi pembelajaran, guru meminta lima siswa
secara berurutan untuk menjawab pertanyaan guru. Dari lima siswa yang
mampu menjawab dengan benar 2 siswa sedangkan 3 siswa mengalami
kesulitan.
4) Guru melanjutkan pembelajaran dengan mengulang memberikan contoh
perkalian dan pembagian.
5) Siswa mengerjakan soal-soal latihan tentang perkalian dan pembagian.
Kegiatan akhir dilaksanakan guru selama ± 20 menit. Pada kegiatan
akhir ini mencakup :
1) Guru memberikan tes formatif
2) Siswa siswa mengerjakan tes formatif
3) Guru menilai dan menganalisis hasil tes.
Tindak lanjut dilaksanakan guru selama ± 5 menit
1) Remedial bagi siswa yang nilainya kurang dari 75.
2) Pengayaan bagi siswa yang nilainya lebih dari 75.
c. Tahap Pengumpulan Data Siklus I
Pengumpulan data siklus I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 April
2012. Peneliti dibantu teman sejawat mengumpulkan data pelaksanaan
pembelajaran, melalui lembar pengamatan, peneliti bersama-sama teman sejawat
berdiskusi tentang kelemahan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Pada pembelajaran Siklus I ditemui beberapa kelemahan/ kekurangan baik
guru maupun siswa. Kelemahan yang dialami guru yakni :
1) Guru kurang memperhatikan pada semua siswa sehingga pada saat
disampaikan materi pembelajaran, siswa banyak yang kurang memperhatikan.
2) Guru kurang memberi motivasi sehingga pada saat penyampaian materi
pembelajaran siswa pasif bahkan banyak yang bermain sendiri.
36
3) Guru dalam menyampaikan materi pelajaran tentang perkalian dan
pembagian, kurang dapat diterima dan dipahami siswa karena guru dalam
menyampaikan materi pelajaran terlalu cepat dan kurang dalam memberikan
contoh-contoh.
4) Guru kurang memaksimalkan penggunaan media, sehingga siswa banyak
yang pasif.
5) Guru kurang memberikan latihan soal kepada para siswa.
Pada siklus I kekurangan yang dialami siswa yakni :
1) Siswa kurang memperhatikan guru dalam menerima materi pelajaran
sehingga pada saat mengerjakan masih mengalami kesulitan.
2) Siswa kurang latihan dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian.
3) Keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat masih
kurang.
Dari hasil tes, analisis hasil tes, ditemukan bahwa pada siklus I siswa
nilainya rendah dan di bawah KKM. Hal ini disebabkan penjelasan guru dalam
materi pembelajaran kurang dipahami siswa. Guru dalam menjelaskan masih
dangkal dan belum dimengerti siswa. Dari hasil nilai proses siklus I, dikatakan
kurang berhasil karena siswa masih banyak yang pasif sehingga dalam kategori
nilai kurang, sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
d. Tahap Refleksi Siklus I
Pengumpulan data dimulai sejak proses pembelajaran dilaksanakan pada
Siklus I, dibantu oleh teman sejawat. Dari permasalahan yang dicatat, kemudian
dikonsultasikan kepada pembimbing. Adapun instrumen yang dievaluasi berupa
hasil tes, analisis hasil tes, lembar pengamatan. Hasilnya berupa permasalahan
yang harus diperbaiki dalam pembelajaran baik guru maupun siswa sehingga pada
siklus II pembelajaran dapat meningkat.
Permasalah yang harus diperbaiki guru dalam pembelajaran yakni :
1) Perhatian guru terhadap siswa hendaknya menyeluruh tidak membeda-
bedakan dengan pilih kasih sehingga suasana pembelajaran dapat berjalan
dengan baik.
37
2) Guru hendaknya memberi dorongan/motivasi kepada anak sehingga siswa
aktif dalam mengikuti KBM.
3) Guru dalam menyampaikan konsep materi pelajaran hendaknya jangan terlalu
cepat sehingga siswa dapat mengikuti KBM dengan baik.
4) Guru pada waktu mengajar seyogyanya menggunakan bahasa yang mudah
dipahami dan dimengerti siswa.
5) Guru mengubah pembelajaran dari cara konvensional dengan pembelajaran
kooperatif melalui permainan tradisional dakon.
6) Guru hendaknya mampu menjadi fasilitator yang dapat mengarahkan siswa
dengan baik sehingga suasana diskusi menjadi hidup dan bermakna.
Pada siklus I kekurangan yang dialami siswa perlu diperbaiki dengan
cara:
1) Siswa memperhatikan guru sehingga pada saat menerima materi pelajaran
tidak mengalami kesulitan.
2) Siswa hendaknya memiliki keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat.
3) Siswa hendaknya kreatif memanfaatkan media untuk berlatih.
Catatan pelaksanaan yang dibuat dan lembar observasi dikonsultasikan
dengan pembimbing pada tanggal 21 April 2012 untuk merefleksi atau
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran. Dari konsultasi dengan pembimbing
diketahui bahwa tingkat ketuntasannya masih rendah. Hasil konsultasi ini peneliti
gunakan untuk menyusun perencanaan siklus II. Hasil revisi pembelajaran berupa
Rencana Perbaikan Pembelajaran melalui permainan tradisional dakon yang akan
ditampilkan pada Siklus II.
2. Siklus II
Pembelajaran siklus II yang akan dilaksanakan dengan langkah-
langkahnya sama seperti pada siklus I, melalui empat tahap yaitu : tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengumpulan data dan tahap refleksi.
Adapun kegiatan pada siklus II diuraikan sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan Siklus II
38
Berdasarkan hasil refleksi Siklus I diketahui bahwa masalah yang
dihadapi siswa kelas IV SD 2 Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus dalam
pembelajaran matematika khususnya materi perkalian dan pembagian adalah
kurang. Tahap perencanaan siklus II dilaksanakan bersamaan dengan tahap
refleksi Siklus I, yaitu pada hari Sabtu, 21 April 2012. Dari hasil konsultasi
dengan pembimbing, peneliti akan memperbaiki proses pembelajaran pada Siklus
II tentang melakukan operasi perkalian dan pembagian melalui permainan
tradisional dakon.
b. Tahap Pelaksanaan Siklus II
Setelah mengkonsultasikan Rencana Perbaikan Pembelajaran Siklus II
dengan pembimbing dan Kepala SD 2 Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus
dan mendapatkan persetujuan maka segera dilaksanakan pembelajaran Siklus II.
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Senin tanggal 23 April 2012 dengan diamati
oleh dua teman pengamat sebagai kolaborator yakni Saudara Sulipah, S.Pd. dan
Sri Zunarti, S.Pd.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran Siklus II, instrumen yang digunakan
adalah Rencana Pembelajaran, media pembelajaran (peralatan dakon), lembar
pengamatan, lembar kerja siswa, lembar tes, lembar analisis, dan kamera
dokumentasi..
Pembelajaran pada siklus II langkah-langkah yang dilaksanakan oleh guru
mencakup Pra KBM, kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada
pembelajaran Pra KBM guru menyiapkan peralatan permainan dakon. Kegiatan
awal dilaksanakan selama ±10 menit dengan berdoa, mengecek kehadiran siswa,
dan apersepsi. Apersepsi dilakukan untuk mengingatkan kembali materi
pembelajaran yang diberikan pada siklus I dan menjajagi seberapa besar
pengetahuan siswa dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Kegiatan inti pembelajaran Siklus II yang dilaksanakan guru selama ± 35
menit. Langkah-langkah pembelajaran kegiatan inti meliputi :
39
1) Guru menjelaskan dan memberi contoh cara melakukan permainan tradisional
dakon.
2) Setelah menyampaikan informasi dan memberi contoh, guru membentuk
kelompok belajar siswa secara berpasangan.
3) Kemudian guru melanjutkan pembelajaran dengan menjelaskan langkah-
langkah permainan dan aturan yang harus dilaksanakan.
4) Masing-masing kelompok melakukan permainan tradisional dakon.
5) Guru melakukan bimbingannya secara dekat ke kelompok-kwlompok yang
mengalami kesulitan.
Kegiatan akhir dilaksanakan guru selama ± 20 menit. Pada kegiatan akhir
ini mencakup :
1) Siswa melakukan tes formatif.
2) Guru menilai dan menganalisis hasil tes.
c. Tahap Pengumpulan Data Siklus II
Pengumpulan data siklus II dilaksanakan pada hari Senin tanggal 23 April
2012. Peneliti dibantu teman sejawat mengumpulkan data pelaksanaan
pembelajaran, melalui lembar pengamatan, peneliti bersama-sama teman sejawat
berdiskusi tentang kelemahan guru dan siswa dalam pembelajaran Siklus II.
Pada Siklus II, hasil pembelajaran sangat meningkat, kelemahan guru dan
siswa dalam pembelajaran sangat berkurang dibandingkan pada Siklus I. Pada
pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat menampakkan hasil yang maksimal
karena kelemahan guru maupun siswa telah berkurang.
Berdasarkan hasil tes formatif tentang perkalian dan pembagian, analisis
hasil tes, ditemukan bahwa pada siklus II siswa nilainya cukup baik. Hal ini
disebabkan penjelasan guru, pemberian contoh-contoh dalam pembelajaran
mudah dipahami dan dimengerti siswa. Dari hasil nilai belajar siklus II, dapat
dinyatakan berhasil karena siswa aktif dan senang dalam pembelajaran.
40
d. Tahap Refleksi Siklus II
Pengumpulan data dimulai sejak proses pembelajaran dilaksanakan pada
Siklus II, dibantu oleh teman sejawat. Dari permasalahan yang dicatat, kemudian
dikonsultasikan kepada pembimbing. Adapun instrumen yang dievaluasi berupa
hasil tes, analisis hasil tes, dan lembar pengamatan. Hasilnya berupa masalah yang
harus diperbaiki dalam pembelajaran baik guru maupun siswa.
Catatan pelaksanaan yang dibuat penulis dan lembar observasi
dikonsultasikan dengan pembimbing pada tanggal 25 April 2012 untuk merefleksi
atau mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran. Dari konsultasi dengan
pembimbing diketahui bahwa tingkat ketuntasannya cukup tinggi dan penelitian
dianggap berhasil dan tidak dilanjutkan lagi.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari hasil pengumpulan data dan analisis penilaian tes dari pembelajaran
siklus I, dan II disajikan dalam bab IV. Adapun secara keseluruhan hasil
penelitian dari masing-masing siklus sebagai berikut :
1. Siklus I
Berdasarkan pencapaian hasil pembelajaran pada siklus I dapat
diwujudkan dalam bentuk nilai hasil tes pada tabel nilai berikut.
Tabel 4.1
Nilai Tes Formatif Matematika Siswa Kelas IV Siklus I
No. Nama Siswa NilaiKetuntasan
Ket.Tuntas Belum
1 NOFI AYU NUR 10 √2 ADI SURYANTO 100 √3 DITA PUSPITASARI 40 √4 ARINI FATMAWATI 100 √5 GALIH SANJAYA 70 √6 GALIH INDRA LESMANA 70 √7 SHELA SAFITRI 100 √8 SYAH REZA ADI KUSUMA 70 √9 AHMADANIA MAULA HABIBAH 70 √10 AHMAD RIZQI FAHREZI 100 √11 DINA PUTRI JULIASARI 90 √12 FITRI HANDAYANI 100 √13 FARID NOR HIDAYAT 90 √14 KAEYZA NASYAWA Z. 70 √15 LISA FITRIYANI 70 √16 MUHAMMAD RIKIY ZAKARIA 90 √17 MUHAMMAD EDEN SAPUTRA 80 √18 RIZKI AYU NADZIRA 100 √19 SAFA DHEANI 90 √
42
No. Nama Siswa NilaiKetuntasan
Ket.Tuntas Belum
20
SITTATI ANYSAH
90 √
21 TAUFIQ IQBAL BAIHAQI 100 √22 YENNY NOVIANDA 90 √23 AVIVA RIDA 70 √24 ILHAM 'ALIMUL PUTRA 70 √
Jumlah 1930 14 10Rata-rata / Persentase 80,4 58,3% 41,7%
Dari hasil penilaian tes formatif di atas, diperoleh nilai tertinggi 100, nilai
terendah 10, dan nilai rata-rata 80,4. Hasil ini menunjukkan bahwa penguasaan
materi pembelajaran perkalian dan pembagian pada siswa kelas IV SD 2 Besito,
belum mencapai hasil yang diharapkan karena Standar Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) adalah 75 dengan persentase prestasi klasikal 85%.
Adapun data ketuntasan nilai tes formatif matematika pada siswa kelas IV
SD 2 Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2
Hasil Tes Formatif Matematika Siswa Kelas IV Siklus I
Sik lus
Jumlah Siswa
Banyak siswa yang mendapat nilai Rata rata
Ketun tasan siswa
Persen tase
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tts Blm
I 24 - 1 - - 1 - - 8 1 6 7 80,4 14 10 58,3%
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perolehan nilai
tes formatif yang dilakukan oleh 24 siswa kelas IV hanya 14 siswa yang tuntas, dan
39
43
10 siswa belum tuntas. Sedangkan data frekuensi hasil belajar siswa dapat dilihat
pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas IV Siklus 1
Nilai Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
10 1 4 4,2 4,220 0 0 0 030 0 0 0 040 1 4 4,2 4,250 0 0 0 060 0 0 0 070 8 34 33,3 33,380 1 4 4,2 4,290 6 25 25,0 25,0100 7 29 29,1 29,1
Total - 24 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa perolehan nilai yang dicapai oleh
siswa terbanyak adalah nilai 70 atau 33,3% dan yang frekuensi siswa terendah adalah
nilai 10, 40, dan 80 dengan persentase 4,2% serta nilai rata-rata 80,4. Data perolehan
nilai tes dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut ini :
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
44
Grafik di atas menunjukkan bahwa penguasaan kemampuan siswa pada
pembelajaran matematika diperoleh nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah 10, dan
perolehan nilai terbanyak yang dicapai siswa adalah 70.
Dari hasil penilaian hasil belajar pada siklus I dapat dilihat pada interval
nilai dan kualitas frekuensi dalam tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4
Data Interval Nilai dan Kualitas Frekuensi Nilai Siswa Kelas IV Siklus 1
No. Interval Frekuensi Persentase (%) Kategori
1. 100-90 13 54,1 BaikSekali
2. 89-70 9 37,5 Baik
3. 69-55 0 0 Cukup
4. 54-40 1 4,2 Kurang
5. 39-25 0 0 Kurang sekali
6. 24-0 1 4,2 Buruk
Jumlah 24 100
45
Berdasarkan indicator keberhasilan dan sesuai kriteria menurut Muslich
(1994:25), penelitian dikatakan berhasil bila prestasi belajar siswa secara individu
menunjukkan sekurang-kurangnya 75 dan klasikal menunjukkan 85%. Jadi
kesimpulannya hasil penelitian siklus I belum berhasil sebab jumlah siswa per
individu yang mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75 belum mencapai 85% dan
secara klasikal nilai rata-rata siswa dikatagorikan baik.
Adapun perhitungan ketuntasan belajar pada siklus I adalah sebagai berikut
r % = X 100 %
= X 100 %
= 58,3%
Keterangan :
n = Jumlah siswa yang mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75.
N = Jumlah siswa.
Berdasarkan uraian di atas ketuntasan belajar yang diperoleh siswa baru
mencapai 58,3% berarti tingkat standar ketuntasannya masih di bawah 85%.
Dari hasil penilaian prestasi belajar matematika pada siswa kelas IV SD 2
Besito diperoleh mean sebagai berikut :
=
=
= 80,4
Keterangan :
X = Jumlah skor seluruh siswa
N = Jumlah siswa
46
Jadi, mean yang didapatkan dari hasil penilaian siklus I adalah 80,4. Ini
berarti secara rata-rata telah mencapai ketuntasan yang diharapkan yakni di atas 75.
Bertitik tolak dari hasil analisis nilai di atas yang menunjukkan bahwa rata-
rata nilai telah mencapai KKM yang diharapkan, tetapi secara klasikal baru mencapai
58,3%, maka penulis memutuskan untuk mengadakan perbaikan pembelajaran pada
siklus ke II.
2. Siklus II
Berdasarkan pencapaian hasil pembelajaran pada siklus II dapat
diwujudkan dalam bentuk nilai hasil tes pada tabel nilai berikut.
Tabel 4.5
Nilai Tes Formatif Matematika Siswa Kelas IV Siklus II
No. Nama Siswa Nilai Ketuntasan Ket.Tuntas Belum1 NOFI AYU NUR 40 √2 ADI SURYANTO 100 √3 DITA PUSPITASARI 80 √4 ARINI FATMAWATI 100 √5 GALIH SANJAYA 100 √6 GALIH INDRA LESMANA 100 √7 SHELA SAFITRI 100 √8 SYAH REZA ADI KUSUMA 100 √9 AHMADANIA MAULA HABIBAH 100 √10 AHMAD RIZQI FAHREZI 100 √11 DINA PUTRI JULIASARI 70 √12 FITRI HANDAYANI 100 √13 FARID NOR HIDAYAT 100 √14 KAEYZA NASYAWA Z. 90 √15 LISA FITRIYANI 90 √16 MUHAMMAD RIKIY ZAKARIA 100 √17 MUHAMMAD EDEN SAPUTRA 100 √18 RIZKI AYU NADZIRA 100 √19 SAFA DHEANI 90 √20 SITTATI ANYSAH 100 √21 TAUFIQ IQBAL BAIHAQI 100 √22 YENNY NOVIANDA 100 √23 AVIVA RIDA 80 √24 ILHAM 'ALIMUL PUTRA 90 √
Jumlah 2230 22 2
47
No. Nama Siswa Nilai Ketuntasan Ket.Tuntas BelumRata-rata / Persentase 92,9 91,6% 8,4%
Dari hasil penilaian tes formatif di atas, diperoleh nilai tertinggi 100, nilai
terendah 40, dan nilai rata-rata 92,9. Hasil ini menunjukkan bahwa penguasaan
materi pembelajaran perkalian dan pembagian pada siswa kelas IV SD 2 Besito, telah
mencapai hasil yang diharapkan karena Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
adalah 75 dengan persentase prestasi klasikal 85%.
Adapun data ketuntasan nilai tes formatif matematika pada siswa kelas IV
SD 2 Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.6
Hasil Tes Formatif Matematika Siswa Kelas IV Siklus II
Sik lus
Jumlah Siswa
Banyak siswa yang mendapat nilai Rata rata
Ketun tasan siswa
Persen tase
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tts Blm
II 24 - - - - 1 - - 1 2 4 16 92,9 22 2 91,6%
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perolehan nilai
tes formatif yang dilakukan oleh 24 siswa kelas IV, 22 siswa telah tuntas, dan 2 siswa
yang belum tuntas. Sedangkan data frekuensi hasil belajar siswa dapat dilihat pada
tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7
Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas IV Siklus II
48
Nilai Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
10 0 0 0 020 0 0 0 030 0 0 0 040 1 4 4,3 4,350 0 0 0 060 0 0 0 070 1 4 4,3 4,380 2 8 8,2 8,290 4 17 16,7 16,7100 16 67 66,7 66,7
Total - 24 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa perolehan nilai yang dicapai oleh
siswa terbanyak adalah nilai 100 atau 66,7% dan yang frekuensi siswa terendah
adalah nilai 40 dengan persentase 4,3% serta nilai rata-rata 92,9. Data perolehan nilai
tes dapat dilihat pada grafik 4.2 berikut ini :
Grafik di atas menunjukkan bahwa penguasaan kemampuan siswa pada
pembelajaran matematika diperoleh nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah 40, dan
perolehan nilai terbanyak yang dicapai siswa adalah 100.
Dari hasil penilaian hasil belajar pada siklus II dapat dilihat pada interval
nilai dan kualitas frekuensi dalam tabel 4.8 di bawah ini:
Tabel 4.8
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
49
Data Interval Nilai dan Kualitas Frekuensi Nilai Siswa Kelas IV Siklus II
No. Interval Frekuensi Persentase (%) Kategori
1. 100-90 20 83,3 BaikSekali
2. 89-70 3 12,5 Baik
3. 69-55 0 0 Cukup
4. 54-40 1 4,2 Kurang
5. 39-25 0 0 Kurang sekali
6. 24-0 0 0 Buruk
Jumlah 24 100
Berdasarkan indikator keberhasilan dan sesuai kriteria menurut Muslich
(1994:25), penelitian dikatakan berhasil bila prestasi belajar siswa secara individu
menunjukkan sekurang-kurangnya 75 dan klasikal menunjukkan 85%. Jadi
kesimpulannya hasil penelitian siklus II telah berhasil sebab jumlah siswa per
individu yang mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75 telah mencapai 91,6% dan
secara klasikal nilai rata-rata siswa dikatagorikan baik sekali.
Adapun perhitungan ketuntasan belajar pada siklus II adalah sebagai berikut
r % = X 100 %
= X 100 %
= 91,6%
Keterangan :
n = Jumlah siswa yang mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75.
N = Jumlah siswa.
50
Berdasarkan uraian di atas ketuntasan belajar yang diperoleh siswa telah
mencapai 91,6% berarti tingkat standar ketuntasannya melampaui 85%.
Dari hasil penilaian prestasi belajar matematika pada siswa kelas IV SD 2
Besito diperoleh mean sebagai berikut :
=
=
= 92,9
Keterangan :
X = Jumlah skor seluruh siswa
N = Jumlah siswa
Jadi, mean yang didapatkan dari hasil penilaian siklus II adalah 92,9. Ini
berarti secara rata-rata telah mencapai ketuntasan yang diharapkan yakni di atas 75.
Bertitik tolak dari hasil analisis nilai di atas yang menunjukkan bahwa rata-
rata nilai telah mencapai KKM yang diharapkan, dan secara klasikal telah mencapai
91,6%, maka penulis memutuskan untuk mengakhiri penelitian tindakan kelas ini.
B. Pembahasan
Pada siklus I penggunaan metode ceramah dan pemberian tugas tanpa
pemberian contoh, ternyata berdampak pada hasil prestasi yang kurang sesuai
dengan harapan dan nilai rata-rata hasil tes formatifnya serta tingkat penguasaan
materi pembelajaran rendah. Siswa banyak yang belum menguasai materi dan
memahami konsep sehingga keaktifan siswa sangat kurang. Siklus I nilai rata-rata
hanya 80,4, dan tingkat ketuntasan prestasi belajar siswa dari siklus I 58,3%.
Pada siklus II pembelajaran dirancang dengan model pembelajaran yang
menggunakan permainan tradisional dakon, ternyata sangat membantu siswa dalam
memahami konsep perkalian dan pembagian. Dengan pemanfaatan media, sarana,
dan prasarana yang cukup, sehingga keaktifan siswa meningkat melalui permainan
tradisional dakon, maka hasil belajar dan kemampuan siswa dapat optimal. Siklus II
51
nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 92,9 dan tingkat ketuntasan
belajarnya mencapai 91,6%.
Pembelajaran melalui penerapan permainan tradisonal dakon/congkak/
congklak, hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD 2 Besito Kecamatan
Gebog Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkat.
52
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Hasil prestasi belajar siswa terhadap materi pelajaran yang telah
disampaikan guru dalam suatu pembelajaran, akan selalu berbeda. Hal ini adalah
wajar-wajar saja, karena banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada
saat pembelajaran berlangsung. Selama berbagai masalah masih ada, sulit kiranya
untuk bisa mencapai hasil yang maksimal. Dalam kondisi seperti ini maka
perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas merupakan upaya
yang cukup efektif dalam meningkatkan prestasi siswa. Keefektifan ini dapat
dilihat pada setiap langkah pembelajaran yang selalu diikuti dengan evaluasi dari
guru, sehingga guru dapat mengetahui apakah pembelajaran itu berhasil atau
tidak. Bila ada terjadi kegagalan, dicari penyebab kegagalan tersebut kemudian
dicari solusi untuk memperbaikinya, dan bila terjadi keberhasilan, pendekatan/
strategi/teknik/metode tersebut kemudian dikembangkan seterusnya. Apabila hal
ini dilakukan dengan sungguh-sungguh maka tercapailah tujuan pembelajaran.
Kenyataan itulah yang peneliti lakukan untuk memperbaiki
pembelajaran yang kurang berhasil. Rencana pembelajaran yang penulis susun
dengan mengambil kompetensi dasar melakukan operasi perkalian dan
pembagian, merupakan materi yang menjadi fokus dalam penelitian tindakan
kelas ini. PTK tersebut dilaksanakan melalui dua siklus dan menunjukkan bahwa:
1. Pembelajaran melalui permainan tradisional dakon/congkak/congklak, dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep perkalian dan
pembagian;
2. Pembelajaran melalui permainan tradisional dakon/congkak/congklak, dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan operasi perkalian dan
pembagian;
49
53
A. Saran
Berdasarkan dari pengalaman keberhasilan dalam pembelajaran
matematika tentang melakukan operasi perkalian dan pembagian melalui
permainan tradisional dakon, maka penulis menyampaikan beberapa saran yang
perlu diperhatikan:
1. Guru sebaiknya selalu berupaya mencari pendekatan/strategi/metode/model
pembelajaran yang cocok untuk siswanya (misal: pengembangan dan
penerapan pendekatan, strategi, teknik, metode, atau pemanfaatan media atau
alat peraga), agar pembelajaran menarik perhatian siswa sehingga
pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM) sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa;
2. Guru sebaiknya sering memberikan latihan-latihan dan tugas tentang materi
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan
prestasi hasil belajar.
54
DAFTAR PUSTAKA
[email protected]:///H:/590-cermat-berstrategi-dalam-permainan-
congklak.htm
Copyright@ http://budaya-indonesia.org/iaci/congklak
Copyright@http://www.majalahpendidikan.com/2012/05/ hakikat-matematika.html
Iskandar Agung. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru. Jakarta :
Bestari Buana Murni.
Jamal Ma’mur Asmani. 2009. Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan
Pendidikan Profesional. Yogyakarta : DIVA Press.
M. Toha Anggoro, dkk. 2008. Metode Penelitian. Jakarta : universitas Terbuka-
Departemen Pendidikan Nasional.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 74 Tahun 2008 Tentang
Guru. Jakarta : Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : Menteri Pendidikan nasional
Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Jakarta : Menteri Pendidikan nasional Republik Indonesia.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sahertian, Piet A. 2004. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta.
51