a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang...

26
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pakar psikologi sosial antara lain: Cattel, Bennis dan Sheppard, Schutz (Sarwono, 2005) menempatkan penelitian dan pembahasan tentang perilaku kelompok dalam prioritas yang cukup tinggi. Keterpaduan kelompok (group cohesiveness) diterangkan oleh berbagai teori. Sebagian tidak berdasarkan eksperimen seperti diusung Le Bon, Mc Dougall, dan Bion, sebagian lagi berdasarkan eksperimen seperti yang diusung oleh Festinger dan Lott dan Lott. Menurut Mc Dougal (dalam Sarwono, 2005) kohesivitas kelompok dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut untuk waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi dan kebiasaan, ada organisasi dalam kelompok (ada deferensiasi dan spesialisasi fungsi), dan kesadaran diri kelompok (setiap anggota tahu siapa saja yang termasuk kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok, bagaimana struktur dalam kelompok), pengetahuan tentang kelompok, keterikatan (attachment) kepada kelompok. Menurut Festinger (dalam Sarwono, 2005) keterpaduan kelompok diawali oleh ketertarikan terhadap kelompok dan 1

Transcript of a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang...

Page 1: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pakar psikologi sosial antara lain: Cattel, Bennis dan Sheppard, Schutz

(Sarwono, 2005) menempatkan penelitian dan pembahasan tentang perilaku kelompok

dalam prioritas yang cukup tinggi. Keterpaduan kelompok (group cohesiveness)

diterangkan oleh berbagai teori. Sebagian tidak berdasarkan eksperimen seperti diusung

Le Bon, Mc Dougall, dan Bion, sebagian lagi berdasarkan eksperimen seperti yang

diusung oleh Festinger dan Lott dan Lott.

Menurut Mc Dougal (dalam Sarwono, 2005) kohesivitas kelompok dipengaruhi

oleh faktor-faktor, antara lain kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut untuk

waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi dan

kebiasaan, ada organisasi dalam kelompok (ada deferensiasi dan spesialisasi fungsi),

dan kesadaran diri kelompok (setiap anggota tahu siapa saja yang termasuk kelompok,

bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok, bagaimana struktur dalam

kelompok), pengetahuan tentang kelompok, keterikatan (attachment) kepada

kelompok.

Menurut Festinger (dalam Sarwono, 2005) keterpaduan kelompok diawali oleh

ketertarikan terhadap kelompok dan anggota kelompok dan dilanjutkan dengan

interaksi sosial dan tujuan-tujuan pribadi yang menuntut adanya saling ketergantungan.

Pada gilirannya kekuatan-kekuatan di lapangan itu akan menimbulkan perilaku

kelompok yang berupa kesinambungan keanggotaan dan penyesuaian terhadap standar

kelompok, misalnya kelompok suporter tim sepak bola yang tetap konsisten dengan

standar kelompoknya untuk memberikan dukungan terhadap tim tersebut.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan

masalahnya adalah apakah ada hubungan antara konformitas terhadap fanatisme pada

1

Page 2: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

supporter tim sepak bola yang menimbulkan agresifitas?.

3. TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah agar dapat mengerti lebih

jauh masalah dalam suatu kelompok.

4. MANFAAT

Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat

menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam suatu kelompok.

2

Page 3: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONFLIK

A. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain

dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun

yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam

suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan

dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi

yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah

mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,

konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik

bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di

masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi

yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Konflik Menurut Robbin (1996) mengatakan konflik dalam organisasi disebut

sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat

meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan

organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi

tiga bagian, antara lain:

3

Page 4: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan

bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus

dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irra-

tionality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi

yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang- orang, dan kega-

galaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini

menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi

di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang

tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi

perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik

harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong pen-

ingkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai

motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok

atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung

mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini dise-

babkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung

menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menu-

rut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara

berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap seman-

gat, kritis – diri, dan kreatif.

B. Faktor Penyebab Konflik

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian

dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor

penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu

4

Page 5: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan

pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa

terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-prib-

adi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan

pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan

menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang

berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau

kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat

melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,

misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para

tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian

dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.

Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka

untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang

dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.

Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga

harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu

kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di

masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut

bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok

atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh

dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para

buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan

pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume

usaha mereka.

5

Page 6: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu

berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya

konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses

industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama

pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah

menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai

kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan

menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan

struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan

berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang

cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal

kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara

cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,

bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena

dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

C. Jenis-Jenis Konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-

peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

konflik antar atau tidak antar agama

konflik antar politik.

6

Page 7: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

D. Akibat Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami

konflik dengan kelompok lain.

keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,

saling curiga dll.

kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat

memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian

terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini

akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan per-

cobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan per-

cobaan untuk "memenangkan" konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan per-

cobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk

menghindari konflik.

2.2 AGRESIVITASA. Pengertian Agresivitas

Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan marah

permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan fisik,

verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh. Tindakan agresi

7

Page 8: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan tertentu. Heri

Widodo (Anantasari, 2006) perilaku agresif pada anak agaknya cukup meresahkan

apalagi bila kita melihat dari akibat yang mungkin ditimbulkannya. Orang tua

hendaknya lebih bijak untuk melihatnya dalam perspektif yang lebih lengkap dari

berbagai sudut pandang. Dengan demikian akan dapat dilakukan langkah-langkah yang

tepat dalam menghadapi anak dengan perilaku agresifnya.

Perilaku agresif lebih menekan pada suatu yang bertujuan untuk menyakiti

orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Ada dua utama agresi yang saling

bertentangan yakni untuk membela diri dan di pihak lain adalah untuk meraih

keuntungan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. Istilah kekerasan (violence) dan

agresif (agresion) memiliki makna yang hampir sama, sehingga sering kali

dipertukarkan. Perilaku - perilaku agresif selalu dipersepsi sebagai kekerasan terhadap

pihak yang dikenai perilaku tersebut. Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia

adalah tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap

sesamanya. Menurut Sadorki dan Sadock (2003) bahaya atau pencederaan yang

diakibatkan oleh perilaku agresif bisa berupa pencederaan fisikal, namun pula bisa

berupa pencederaan non fisikal atau semisal yang terjadi akibat agresi verbal

(Anantasari, 2006). Dampak buruk bagi korban perilaku agresif ;

(1) perasaan tidak berdaya,

(2) kemarahan setelah menjadi korban perilaku agresif,

(3) perasaan bahwa dirinya sendiri mengalami kerusakan permanent,

(4) ketidakmampuan mempercayai orang lain,

(5) terpaku pada tindakan agresif atau kriminal,

(6) hilangnya keyakinan bahwa dunia bisa berada dalam tatanan yang adil.

B. Jenis-jenis Agresivitas

Perilaku agresif ditujukan pada orang lain yang bertujuan untuk menyakiti dan

merugikan orang lain. Agresivitas dilakukan secara fisik dan secara verbal. Fisik yakni

mendorong, memukul, menggigit, menggoda, membantah, dan memperolok - olok.

Buss dan Perry (Rita, 1992) menambahkan dua bentuk agresivitas, yakni kemarahan

dan kebencian. Agresi umumnya terjadi adalah Hostile Aggression yaitu agresi yang

8

Page 9: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

ditujukan kepada orang lain akibat kesal atau marah kepada seseorang. Sikap agresif

dominasi terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, Hal ini berkaitan

erat dengan pandangan anak laki-laki tidak boleh cengeng atau menangis.Merasa

pelampiasannya dibatasi maka anak laki-laki mengalihkan dengan perilaku agresif.

Sasaran perilaku agresif ini adalah pendidik atau teman,serta sasaran fisik. Bentuk-

bentuk agresivitas ini perlu dicermati pada anak sejak usia ini karena secara potensial

dapat menjadi pemicu timbulnya permasalahan perilaku pada tahap selanjutnya.

C. Penyebab Tingkah Laku Agresif

Agresi adalah bagian normal dalam perkembangan anak yang belajar berjalan.

Selama masa tersebut keterampilan berbahasa anak belum berkembang baik. Bila

mereka berniat melakukan tindakan secara fisik, mereka belum memliki kendali diri

untuk memehami bahwa ia harus menghindari perbuatan yang mereka lakukan. (sering

kali anak merasa ingin mencekik atau memukul, anak tahu bahwa orang beradab tidak

boleh melakukan hal itu akan tetapi anak tidak menghiraukannya (Kate, 2005).

Penyebab perilaku agresif digolongkan dalam beberapa factor yakni :

1. Faktor Biologis

a. Sistem Otak

Para peneliti yang menyelidiki kaitan antara cedera kepala dan perilaku

kekerasan mengidentifikasikan betapa kombinasi pencederaan fisikal yang pernah

dialami. Cedera kepala mungkin ikut melandasi perilaku agresif. Sistem otak yang

tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau memperlambat sirkuit

neural yang mengendalikan agresi. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang

yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang

yang pernah mengalami kesenangan, kegembiraan cenderung untuk melakukan

kekejaman atau penghancuran. Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk

menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurangnya rangsangan

sewaktu bayi.

b. Gen

Merupakan faktor yang tampaknya berpengaruh pada ditemukan pada faktor

9

Page 10: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresif (Rita, 2005).

2. Faktor Lingkungan

a. Kemiskinan

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku

agresif mereka secara alami mengalami perbuatan (Byod Mc Cendles dalam Davidoff).

Hal ini dapat dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari apalagi di kota-kota

besar, dalam antrian lampu merah, perempatan jalan. Model agresi modeling sering kali

diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dan pertahanan hidup.

b. Anonimitas

Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia menjadi sangat

impersonal artinya antara satu orang dengan orang yang lain tidak saling mengenal.

Setiap individu menjadi anonim tidak mempunyai identitas. Bila seorang mempunyai

anonim ia cenderung berperilaku menyendiri.

c. Suhu Udara Panas

Pengaruh polusi udara, kebisingan dan kesesakan karena kondisi manusia yang

terlalu berjejal. Kondisi-kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif (Rita, 2005)

3. Faktor Psikologis

a. Perilaku Naluriah

Menurut Sigmund Freud, dalam diri manusia ada naluri kematian yang ia sebut

pula thanatos yaitu energi yang tertuju untuk perusakan. Agresi terutama berakar dalam

naluri kematian yang diarahkan bukan ke dalam diri sendiri melainkan diarahkan pada

orang lain.

b. Perilaku Yang Dipelajari

Menurut Albert Bandura perilaku agresif berakar dalam respons-respons yang

dipelajari manusia lewat pengalamanpengalaman di masa lampau (Anantasari, 2006).

10

Page 11: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

4. Faktor Sosial

a. Reaksi Emosi Terhadap Frustasi

Tidak diragukan lagi pengaruh frustasi dalam peryakan perilaku agresif. John

Dollad berpendapat frustasi bias mengakari agresif. Kendati demikian tidak setiap anak

yang mengalami frustasi seta merupakan agresi. Agresivitas muncul akibat banyaknya

larangan yang diperbuat guru dan orang tua. (Rosmala, 2005).

b. Provokasi Langsung

Pencederaan fiskal dan ejekan verbal dari orang-orang lain bisa memicu

perilaku agresif. Perilaku ini biasanya dilakukan karena anak kurang mendapatkan

perhatian dari orang-orang di sekelilingnya dan anak akan terus akan mencari

perhatian. Orang tua anak yang agresif biasanya mempunyai gejolak emosi yang buruk

dan situasi emosional perkawinan sebagai reaksi dari penolakan. Akibatnya anak

melakukan agresi sebagai reaksi dari penolakan oleh orang tua.

c. Peniruan (Modeling)

Semua perilaku tidak terkecuali agresif lingkungan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Peniruan tidak dilakukan pada semua orang tetapi terhadap

figur tertentu seperti ayah, ibu, kakak, atau teman bermainnya yang memiliki perilaku

agresif. Orang tua sering bertengkar menyebabkan anak juga akan sering bertengkar.

Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan lewat televisi. Semakin

banyak anak menonton kekerasan lewat televisi, maka tingkatan agresi anak terhadap

orang lain bisa meningkat pula. Ternyata pengaruh tontonan kekerasan lewat televisi

bersifat komulatif artinya makin panjang paparan tontonan kekerasan semakin

meningkat pula perilaku agresinya.

Aletha Stein (Davidoff, 1991) mengemukakan bahwa anak yang memiliki kadar

agresi di atas normal akan lebih cenderung berlaku agresif. Maka setelah menyaksikan

adegan kekerasan ia akan bertindak seperti terhadap orang lain. (Anantasari, 2006).

5. Faktor Situasional

11

Page 12: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

Termasuk dalam faktor ini antara lai adalah rasa sakit, terluka yang dialami

anak. Perasaan anak yang terluka entah karena rasa kesal, marah, kecewa, sedih dan ia

tidak tahu bagaimana cara semestinya untuk mengungkapkan perasaan-perasaan itu,

maka ia melampiaskan dengan perilaku agresif. (Anantasari, 2006).

D. Karakteristik Perilaku Agresif (Anantasari, 2006)

Individu yang sering mengalami perilaku yang menyimpang atau perilaku agresifnya

biasanya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menyakiti/merusak diri sendiri, orang lain. Perilaku agresif termasuk yang di-

lakukan individu hampir pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan

yang dapat dialami oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain.

2. Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya. Perilaku agresif,

terutama agresi yang keluar pada umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu

tidak diinginkan oleh organisme yang menjadi sasarannya.

3. Seringkali merupakan perilaku yang melanggar norma sosial.Perilaku agresif

pada umumnya selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma sosial.

2.3 PEMBAHASAN JURNALTheodore Caplov (dalam Sarwono, 2005) membagi kelompok kecil menjadi

dua jenis berdasarkan ukurannya antara lain, kelompok primer dan non-primer.

Kelompok primer adalah kelompok yang jumlah anggotanya 2-20 orang dan tiap

anggota berinteraksi dengan setiap anggota lainnya dalam kelompok (keluarga,

sahabat). Sedangkan, kelompok non-primer adalah kelompok yang jumlah anggotanya

3-30 orang dan interaksi antar anggotanya tidak seintensif pada kelompok primer

(teman sekelas, kelompok arisan, panitia kecil). Aristoteles (dalam Budiyanto, 2004)

mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon atau makhluk yang pada dasarnya

selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Status makhluk

social melekat pada diri setiap individu. Ia tidak dapat bertahan hidup secara utuh

hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir sampai meninggal dunia

manusia memerlukan bantuan atau kerja sama dengan orang lain.

12

Page 13: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

Dalam ilmu-ilmu sosial seperti Ekonomi, Hukum, Sosiologi, dan sebagainya,

termasuk juga Psikologi Sosial, sering memasukkan istilah-istilah seperti kelompok

umur, kelompok urban, kaum imigran, generasi muda, golongan menengah, dan

sebagainya. Istilah-istilah itu bermaksud untuk menggambarkan satu kumpulan

(agregat) manusia dengan ciri-ciri tertentu walaupun individu-individu manusia

anggota kumpulan itu sama sekali belum pernah saling berhubungan, dan sebagaimana

kita ketahui tidak setiap kumpulan orang dapat dipertimbangkan sebagai kelompok.

Pengertian kelompok berbeda dengan pengertian agregat. Agregat lebih

menunjuk pada kumpulan individu yang tidak berinteraksi satu sama lain namun

bagaimanapun juga dapat terjadi bahwa suatu agregat dapat berubah menjadi sebuah

kelompok (Sarwono, 2005). Menurut Johnson (Sarwono, 2005) kelompok adalah dua

individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang

masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing

menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing

menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mancapai tujuan bersama.

Bebearapa ahli psikologi sosial seperti Durkheim dan Warriner berpandangan

bahwa kelompok merupakan sesuatu yang riil yang dapat diperlakukan sebagai objek di

dalam lingkungan kita (dalam Sarwono, 2005). Sejalan dengan pandangan ini, adalah

pandangan yang mendukung bahwa perilaku sosial lebih dapat dijelaskan dengan

menekankan keunikan proses-proses kelompok daripada dijelaskan dalam tingkat

individu. Dengan demikian, sebuah kelompok itu lebih dari sekedar berkumpulnya

secara kebetulan orang-orang yang bersama-sama berbagi ide. Sebagai contoh, sebuah

kerusuhan yang muncul setelah selesainya suatu pertandingan olah raga. Interaksi

sosial semacam ini hanya dapat dipahami dengan menganalisa perilaku dalam tingkat

kelompok, sebagai kebalikan dari tingkat individual. Tajfel (dalam Sarwono, 2005)

mendukung analisa perilaku kelompok, dan berpandangan bahwa untuk perilaku sosial

perlu mempertimbangkan kelompok sebagai entitas sederhana yang nyata, karena

keanggotaan dalam kelompok merupakan bagian integral dari konsep diri (self-

concept).

Analisa perilaku kekerasan penonton sepak bola di luar dan di dalam negeri:

1. Peristiwa perkelahian antarpenonton ada pertama sekali tahun 1980-an pada

13

Page 14: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

Liga SepakBola Indonesia yang dalam pertandingan ini diikuti oleh

kesebelasan kota-kota besar di Indonesia dan hal ini yang mengundang para

fanatic dari tiap kesebelasan datang untuk memberi dukungan dalam jumlah

yang besar.

2. Para penonton tidak hanya menyukai tim kesebelasannya, namun menyukai

pemain dari tim tersebut. Seperti yang telah diketahui adanya terbentuk

‘fans’ Persija yang bernama ‘The Jak’, Persib ‘Viking’, Panser Biru

‘Bobotoh’, dll. Tidak disangka bahwa pembentukan fans klub dari tiap tim

ini menyebabkan perselisihan seperti : The Jak dan Viking yang telah terjadi

distadium Cimahi, Jawa Barat; stadion Benteng Tangerang, kemudian di

stadion Gelora Bung Karno yang menyebabkan banyak korban tewas dan

luka-luka serta membuat jalan raya menjadi terhambat karena massa

diantara kedua tim yang cukup besar.

3. Kekerasan dianggap suatu ancaman bagi masyarakat karena menyangkut

dengan ancaman dan mengubah pola hubungan yang ada di masyarakat.

4. Ditarik kesimpulan pendapat dari Neal, Syneder dan Spreitzer mengatakan

bahwa kekerasan merupakan ancaman dan meyebabkan ketakutan. Dan

dalam olahraga, kekerasan yang terjadi dapat melanggar aturan olahraga itu

sendiri.

5. Negara-negara di Benua Eropa banyak melahirkan para pemain dan tim

sepakbola yang professional dan banyak menggelar acara pertandingan

internasional yang banyak melibatkan pemain kelas dunia untuk bermain di

liga eropa serta disaksikan oleh ribuan penonton.

6. Dalam liga eropa sering terjadi kerusuhan dalam pertandingan, terutama di

Negara inggris. Inggris mempunyai catatan sejarah terpanjang dengan

kerusuhan yang terjadi. Peristiwa yang paling dramatis di Stadion Heysel

Brussel Belgia yang menewaskan 39 orang dari Negara Italia, kejadian

tersebut telah diketahui dari seluruh dunia.

7. Kerumunan penonton olahraga awalnya memperlihatkan gejolak dan

reaksinya dengan proses yang disebut milling, yakni proses dimana individu

menjadi tegang, takut, dan menjadi gairah dan semakin meningkat dapat

14

Page 15: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

membuat bertindak impulsive di bawah pengaruh impuls bersama. Gejolak

dan reaksi yang semakin meningkat dapat mempengaruhi orang sekitar dan

dapat menyebabkan kerusuhan.

8. Contagion Teori berguna untuk meneliti perilaku penonton dan menegaskan

bahwa individu-individu penonton telah berubah menjadi individu yang

sukar untuk di control setelah dijangkiti oleh penularan social. Sedangkan

convergen teori adalah kerumunan penonton terdiri dari kelompok orang-

orang yang datang dengan kemauan sendiri dan berkumpul bersama-sama

dan menunjukan sifat kebersamaan.

9. Perbedaannya : liga pertandingan di Negara-negara Eropa sering terjadi

kerusuhan yang menewaskan penonton yang bukan hanya berasal dari

Negara inggris melainkan penonton dari luar Negara inggris , dan banyak

disaksikan seluruh dunia. Di salah satu Negara di Eropa terdapat julukan

BLACK WEDNESDAY dikarenakan pada hari itu bertepatan dengan

rusuhnya di stadion Italia yang menewaskan puluhan penonton yang berada

di tempat.

10.Di Indonesia, kerusuhan dalam pertandingan olahraga sepakbola jarang

terjadi sesuatu yang berujung kematian.

11.Kebanyakan para penonton sepakbola merupakan sekelompok orang-orang

yang fanatic terhadap tim sepakbola yang didukungnya. Orang-orang ini

sering menggunakan atribut kesayangannya, seperti mempunyai foto

idolanya, selalu membeli tiket untuk menyaksikan kesebelasan

kesayangannya dimanapun bertandingan. Bahkan para penonton ini rela

melakukan tindak apa saja demi tim kesayangannya. Tindakan-tindakan

tersebut misalya: berkelahi dengan para penonton pendukung kesebelasan

lain, mencemooh atau melempar wasit yang dianggap berat sebelah

memihak lawan dan bahkan rela melawan pihak keamanan.

15

Page 16: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

BAB III

PENUTUP

3.1KESIMPULAN

Suporter sebuah tim adalah salah satu faktor pendukung yang tidak bisa

dilepaskan dari sisi luar lapangan pertandingan. Bahkan keberadaan supporter ini

sendiri mampu memberikan dukungan moral yang cukup besar bagi para pemainnya.

Gemuruh suara para supporter ketika pertandingan seringkali terdengar sebelum hingga

pertandingan berakhir, bahkan dukungan pun terus diberikan oleh para supporter yang

tidak dapat menyaksikan pertandingan secara langsung. Inilah mengapa dukungan

supporter menjadi hal yang sangat penting bagi semangat para pemain. Sepak bola

adalah permainan yang sangat lekat dengan masyarakat Indonesia. Olah raga ini

digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terlepas dari faktor umur, jenis kelamin,

dan status sosial di masyarakat.

Menurut McDougall (dalam Sarwono, 2005) kohesivitas dalam kelompok dapat

dipengaruhi oleh kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut dalam waktu yang

lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi kebiasaan dan

adat, ada organisasi dalam kelompok, kesadaran diri kelompok (setiap anggota tahu

siapa saja yang termasuk dalam kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam

kelompok, bagaimana struktur dalam kelompok, dan sebagainya), pengetahuan tentang

kelompok, keterikatan (attachment) kepada kelompok.

16

Page 17: a62747.files.wordpress.com file · Web viewMakalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang agresivitas dalam

DAFTAR PUSTAKA

Bilal, dkk. 2005. Aggressiveness Behaviours of Soccer Spectators and Preven-

tion of these Behaviours. University of Firat. The Online Journal of Social Science.

Kirchler Zani. 1991. When Violence Overshadows of the Spirit of Sporting

Competition: Italian Football Fans and their Clubs. University of Bologna. The Online

Journal Community and Applied Social Psychology.

Sunaryadi,dkk. 2010. Analisis Perilaku Kekerasan Penonton Sepak Bola. Ban-

dung. Jurnal Psychology.

Walgito, B. (2007). Psikologi kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wicaksono, B. 2010. Kohesivitas Suporter Tim Sepak Bola Persija. Universitas

Gunadarma.The Online Journal of Psychology.

Wikipedia. (2007). Jakmania. http://id.wikipedia.org/wiki/the_jakmania.ht m.

23 Okteber 2010.

17