agribisnisunja2015.files.wordpress.com …  · Web viewPertanian Kuno atau Purba3. Pertanian...

46
PERKEMBANGAN PERTANIAN DI INDONESIA Disusun oleh kelompok 1: 1. Anggi Yolanda Siahaan D1B015005 2. Jujur E.P. Damanik D1B015006 3. Nestalida Saragih D1B015009 4. Erwin Perwira Negara D1B015013 5. Gresgita Anriyani D1B015016 6. Novi Elda Virginia D1B015017 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

Transcript of agribisnisunja2015.files.wordpress.com …  · Web viewPertanian Kuno atau Purba3. Pertanian...

PERKEMBANGAN PERTANIAN DI INDONESIA

Disusun oleh kelompok 1:

1. Anggi Yolanda SiahaanD1B015005

2. Jujur E.P. DamanikD1B015006

3. Nestalida SaragihD1B015009

4. Erwin Perwira NegaraD1B015013

5. Gresgita AnriyaniD1B015016

6. Novi Elda Virginia D1B015017

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2016

PERKEMBANGAN PERTANIAN DI INDONESIA

Dosen pengampu

Ir. Gusniwati, M.P.

Ir. Ardiyaningsih Puji Lestari, M.P

Laporan disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Dasar-Dasar Agronomi

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2016

i

KATA PENGANTAR

Doa puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya makalah PERKEMBANGAN PERTANIAN DI INDONESIA. Berkat limpahan rahmat dan karunianya, maka penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar tanpa ada kendala yang berarti.

Penyusunan laporan ini bertujuan sebagai tugas mata kuliah Dasar-Dasar Agronomi, di samping itu laporan ini juga bertujuan sebagai bahan referensi yang dapat di gunakan dalam menambah wawasan mengenai ilmu Agronomi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan laporan ini, kepada yang terhormat ibu Ir. Gusniwati, M.P. dan ibu Ir. Ardiyaningsih Puji Lestari, M.P yang memberikan mata kuliah Dasar-Dasar Agronomi. Semoga Allah swt. memberikan kesehatan serta rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.

Penyusunan laporan ini semoga dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca agar lebih memahami tentang ilmu Agronomi.

Penulis menyadari bahwa baik isi maupun penyajian laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai penyempurnaan laporan ini, sehingga dikemudian hari laporan ini dapat lebih bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, 5 September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDULi

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii

DAFTAR GAMBARiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang1

1.2. Rumusan masalah1

1.3. Tujuan2

1.4. Manfaat2

BAB II PEMBAHASAN

1.

2.

2.1. Pertanian Kuno atau Purba3

2.2. Pertanian Tradisional5

2.3. Pertanian Modern atau Revolusi Hijau9

2.4. Pertanian Sehat atau Organik15

BAB III PENUTUP

3.

3.1. Kesimpulam21

3.2. Saran22

DAFTAR PUSTAKA23

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Negara-negara kawasan Asia Tenggara3

Gambar 2.2 Ilustrasi manusia Alitik atau Prepaleolitik4

Gambar 2.3 Manusia purba berburu binatang buruan4

Gambar 2.4 Manusia purba mengkonsumsi umbi-umbian hasil sulur yang ditanamkan ke tanah5

Gambar 2.5 Alur ladang berpindah (shifting cultivation) pada pertanian primitif6

Gambar 2.6 Aktivitas maritim di pelabuhan9

Gambar 2.7 Sistem Terasering pada pembah atau pegunungan12

Gambar 2.8 Dampak penggunaan pestisida kimia16

Gambar 2.9 Bintil akar menandakan adanya aktivitas bakteri Rhizobium sp.18

Gambar 2.10 Insektisida nabati yang dibuat dari daun Mimba20

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia dikenal oleh masyarakat dunia sebagai negara agraris. Sebutan demikian itu antara lain dikaitkan dengan mata pencarian pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dalam bidang pertanian. Masyaratkat Indonesia dimanapun ia berada tidak asing dengan istilah pertanian. Pertanian di Indonesia ini didukung oleh keadaan tanah yang subur, iklim yang ditandai dengan suhu yang sangat seragam, curah hujan dan kelembaban tinggi dan angin yang tidak begitu kencang.

Pertanian dalam arti umum yaitu usaha-usaha pertanian dibidang produksi tanaman pangan, holtikultura, tanaman industri, perikanan, peternakan dan teknologi hasil pertanian. Sedangkan pertanian dalam arti khusus yaitu budidaya tanaman untuk menghasilkan bahan pangan dan industri bagi keperluan manusia. Untuk mempercepat proses pencapaian kebutuhan manusia perlu ilmu yang mendukung usaha tersebut adalah ilmu pertanian. Ilmu pertanian yaitu ilmu yang mempelajari usaha-usaha pengendalian proses produksi biologis tumbuhan dan hewan sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi manusia.

Dengan berkembangnya ilmu pertanian, maka berkembang pula cara bertani dari zaman kuno, tradisional, modern hingga pertanian sehat yang semakin peduli dengan alam yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi. Seiring dengan perkembangan zaman, pertanian di Indonesia juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pertanian berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang di peroleh oleh manusia dalam menciptakan pertanian yang mampu menghasilkan produk pertanian yang dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia.

1.2. Rumusan masalah

1. Bagaimana situasi pertanian di masa kuno atau purba?

2. Bagaimana situasi pertanian di masa tradisional?

3. Bagaimana situasi pertanian di masa modern atau revolusi hijau?

4. Bagaimana situasi pertanian di masa pertanian sehat atau organik?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui situasi pertanian di masa kuno atau purba

2. Untuk mengetahui situasi pertanian di masa tradisional

3. Untuk mengetahui situasi pertanian di masa modern atau revolusi hijau

4. Untuk mengetahui perkembangan situasi pertanian sehat (sustainable agriculture)

1.4. Manfaat

1. Mengetahui situasi pertanian di masa kuno atau purba

2. Mengetahui situasi pertanian di masa tradisional

3. Mengetahui situasi pertanian di masa modern atau revolusi hijau

4. Mengetahui perkembangan situasi pertanian sehat (sustainable agriculture)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pertanian Kuno atau Purba

Wilayah Indonesia secara geografis termasuk dalam wilayah asia tenggara. Wilayah ini dihuni oleh masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam kelompok dengan berbagai macam tingkat perekonomian. Jika ditelusuri terjadinya keberagaman masyarakat tersebut dari sejarah awal kehidupannya, maka akan tampak bahwa dulunya mereka memiliki kehidupan yang relatif seragam yaitu sebagai manusia pemburu dan pengumpul makanan. Keberagaman masyarakat terbentuk oleh perkembangan zaman dan karena adanya faktor pengaruh kebudayaan dari luar. Dari waktu ke waktu perkembangan budaya tersebut terlihat semakin maju hingga terbentuk corak masyarakat dengan adat dan budaya seperti yang ada saat ini.

Gambar 2.1 Negara-negara kawasan Asia Tenggara

Para ahli sejarah mencatat adanya manusia pertama yang menempati daerah hutan tropika sekitar Laut Cina Selatan yaitu yang disebut manusia Alitik atau Prepaleolitik. Kehidupan manusia tersebut disokong oleh makanan yang mereka kumpulkan dari alam sekitarnya yaitu hutan tropika. Jenis makanan yang mereka konsumsi berupa tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan, hewan-hewan yang hidupnya di hutan yang mereka tangkap dengan cara berburu, dan jenis-jenis ikan yang mereka tangkap di perairan sekitar tempat hidup mereka. Kehidupan masyarakat seperti itu sebetulnya masih dapat ditemui di tengah-tengah hutan belantara di belahan dunia tertentu dan uumnya kehidupan mereka adalah terasing dari kehidupan era digital sekarang ini.

Gambar 2.2 Ilustrasi manusia Alitik atau Prepaleolitik

Sebagai manusia pengumpul makanan dan pemburu hewan liar mereka hidup secara berpindah-pindah tempat alias tidak menetap. Dikatakan manusia yang hidupnya suka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tergantung pada ketersediaan sumberdaya alam untuk menyokong pola hidup seperti yang dimiliki oleh manusia dizaman prepaleolitik atau paleolitik biasanya hidup di dalam gua-gua atau lubang-lubang di kaki tebing batu. Jenis makanan yang mereka konsumsi umumnya berupa dedaunan tertentu, bunga, biki, kulit, umbi-umbian, dan akar tanaman yang mereka dapatkan di hutan tempat mereka hidup. Mereka sudah memiliki pengetahuan untuk menghilangkan racun yang mungkin ada dalam bahan makanan yang hendak mereka konsumsi. Selain itu mereka juga bisa mengawetkan jenis-jenis makanan tertentu untuk persediaan.

Gambar 2.3 Manusia purba berburu binatang buruan

2.2. Pertanian Tradisional

Dari waktu ke waktu jumlah manusia pengembara di hutan-hutan tropika tersebut semakin bertambah banyak. Sementara jumlah makanan yang mereka butuhkan untuk kelangsungan hidup mereka tidak bertambah justru menyusut jumlahnya. Keadaan seeprti itu dari waktu ke waktu terus menimbulkan permasalahan bagi mereka sehingga mereka berpikir untuk mencari jalan keluarnya agar dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapai. Lambat laun mereka mengubah pola hidup mereka dari yang tadinya sebagai manusia pengumpul makanan atau pemburu menjadi manusia yang mengusahakan sendiri bahan pangan yang hendak mereka konsumsi. Hal ini dicontohkan oleh tindakan yang dilakukan oleh orang semang yang suka makan buah durian. Mereka akan tinggal di dekat pohon durian untuk menghalau monyet atau binatang-binatang lain agar tidak menghabiskan buah durian dimaksud. Orang semang selain senang sekali makan buah durian mereka juga menyukai makan umbi-umbian. Mereka akan menanan kembali sulur ke dalam tanah agar bisa memperoleh kembali umbi yang tadinya telah mereka ambil dan konsumsi, demikian seterusnya. Tindakan mereka itu mebuat tanaman umbi-umbian tumbuh dan berkembang secara lebih baik. Lambat laun mereka mengenal juga jenis umbi-umbian yang dapat dimakan misalnya Dioscorea dan Colocasa (talas).

Gambar 2.4 Manusia purba mengkonsumsi umbi-umbian hasil sulur

yang ditanamkan ke tanah

Dari waktu ke waktu pengetahuan mereka seputar tanaman dan cara mengembangbiakkan hewan semakin bertambah banyak dan berkembang terus. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan yang telah mereka lakukan merupakan tonggak sejarah munculnya pertanian primitif (Soetriono, Anik Suwandari, dan Rijanto, 2006).

Semula pertanian dilakukan orang masih dengan cara yang berpindah-pindah tempat. Sebidang tanah ditanami sekali atau dua kali kemudian tanah tersebut mereka tinggalkan karena dirasa sudah tidak subur lagi. Hal itu ditengarai hasil yang diperoleh tidak sebanyak atau sebagus dengan hasil yang mereka panen sebelumnya. Oleh karena itu mereka berpindah tempat mencari sebidang tanah untuk mereka tanami kembali. Demikian seterusnya yang dapat mereka lakukan. Umumnya mereka mencari lahan baru untuk pertanian mereka dengan menebangi kayu-kayu yang tumbuh di hutan belukar. Kayu-kayu tersebut mereka bakar begitu saja tanpa ada pikiran untuk membuang atau menanamnya kembali sehingga cara membuka lahan baru untuk kegiatan pertanian primitf seperti itu seringkali disebut shifting cultivation (ladang berpindah). Mereka melakukan tebang, bakar dan tanam.

Gambar 2.5 Alur ladang berpindah (shifting cultivation)

pada pertanian primitif

Pemikiran mereka berkembang terus ke arah yang lebih maju. Dari yang semula mereka bercocok tanam dengan lahan yang berpindah-pindah kemudia mereka bercocok tanam pada lahan yang menetap. Perubahan sistem bercocok tanam yang demikian itu merupakan era baru menuju sistem pertanian tradisional. Dengan demikian tampak perbedaan antara sistem bercocok tanam atau pertanan primitif dengan pertanian tradisional. Meskipun dalam pertanian tradisional masih terdapat keterbatasan tetapi hal itu dipandang jauh lebih baik dari sistem primitif.

Pada pertanian tradisional dilakukan padi lahan menetap alias tidak berpindah-pindah. Keberhasilan sistem pertanian menetap yang dilakukan secara tradisional tergantung kepada keadaan lahan (tanah), curah hujan dan varietas tanaman yang diberikan oleh alam (tidak ada campur tangan manusia). Bangun terhadap pertumbuhan tanaman sebatas pada tingkatan tertentu yang relatif masih sederhana misalnya, pemberian pengairan sesuai dengan yang disediakan alam sekitarnya, menghilangkan tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh disekitar tanaman, dan melindungi tanaman dari gangguan hewan liar seperti serangga atau hewan-hewan liar lainnya dengan cara-cara yang telah diturunkan oleh nenek moyang mereka. Carannya dengan mengusir hewan pengganggu tanaman itu atau dengan memagari tanaman menggunakan bahan-bahan lain seperti kayu,bambu, dll. Kegiatan peternakan tradisional mereka lakukan sebatas menjinakan hewan liar kemudian memanfaatkan tenaganya untuk pengangkutan. Misalnya menjinakan kerbau, sapi, kuda, gajah, dan lain-lain untuk dimanfaatkan tenaganya guna meringankan pengangkutan barang-barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Kegiatan perikanan tradisional dilakukan dengan cara penangkapan dan pemeliharaan ikan secara sederhana dan sangat tergantung kepada kondisi alam. Kegiatan kehutanan misalnya pengambilan kayu di huta-hutan secara alami (sederhana). Di beberapa tempat atau wilayah di Indonesia terutama didaerah-daerah pelosok pedesaan di Indonesia masih mudah kita jumpai penerapan bercocok tanam secara tradisional.

Sementara itu diluar hutan belantara atau masyarakat pedalaman khususnya masyarakat yang tinggalnya di dekat pantai sedikit demi sedikit mereka mengenal perdagangan bahari (maritim). Bangsa India dan Cina merupakan dua bangsa dengan peradaban tinggi telah melakukan perdagangan lintas pulau atau bahkan lintas benua. Ditilik dari sistem perdagangan melalui jalur bahari (maritim) posisi wilayah Indonesia mempunyai nilai sangat strategis. Hal itu disebabkan wilayah Indonesia yang dulu lebih dikenal dengan sebutan Nusantara secara geografis terletak di jalur perdagangan kuno antara peradaban India dan Cina yang telah lebih dulu berkembang secara pesat. Posisi yang startegis ini mereka jadikan sebagai jalur perdagangan lintas benua. Seiring dengan dinamika perdagangan tersebut terjadi pula imigran purba yang datang dan menempati wilayah Nusantara. Kejadian itu berlangsung selama berabad-abad lamanya. Para imigran purba tersebut kemudian tercatat sebagai nenek moyang Bangsa Melayu yang sekarang menempati pulau Jawa dan Sumatera. Mereka kemudian membangun kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Kedua jenis kerajaan tersebut mempunyai arti penting dalam menyokong perkembangan pertanian di Indonesia. Sepanjang abad ketiga belas ketika kerajaan Majapahit yang berkedudukan di Jawa Timur menguasai berbagai kerajaan kecil yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara memberlakukan cukai atas hasil pertanian dan tenaga kerja yang harus dipasok ke kerajaan sebagai pengganti pajak (Palmier,1965). Lebih lanjut Palmier membedakan kekuatan politik pada saat itu menjadi dua yaitu Sriwijaya sebagai kerajaan maritim menguasai jalur pelayaran dan pelabuhan, sedangkan Majapahit sebagai kekuatan agraris mengatur tenaga kerja dari kalangan penduduk yang jumlahnya relatif tidak banyak.

Seiring dengan perkembangan transportasi yang lebih baik menjadikan para pedagang dari India dan Persia yang datang ke Indonesia dari tahun ke tahun semakin banyak. Para pedagang dari manca negara itu membeli lada, rempah-rempah, kayu wangi, dan produk pertanian yang lain di Indonesia. Dari Indonesia produk-produk pertanian tersebut sebagian mereka gunakan atau dikonsumsi sendiri dan sebagian yang lain mereka jual kembali ke Cina. Rute perjalanan laut yang dilakukan oleh pedagang-pedagang dari India dan Persia seperti itu mereka lakukan secara terus-menerus dan diikuti oleh pedagang-pedagang yang lain. Hal itu logis jika kebutuhan bahan-bahan hasil pertanian yang mereka butuhkan semakin banyak jumlahnya. Tuntunan kebutuhan barang-barang hasil pertanian dari Indonesia yang dibutuhkan para pedagang dari manca negara tersebut memotivasi petani di Indonesia untuk mengusahakan pertanian lebih giat lagiagar dapat memenuhi kebutuhan para pedagang dari manca negara waktu itu.

Gambar 2.6 Aktivitas maritim di pelabuhan

Disisi lain wilayah-wilayah pertanian di Indonesia dicirikan dengan keadaan agroekosistem yang bervariasi. Ketika itu ada dua pembagian wilayah pertanian di Indonesia yaitu Indonesia dalam dan Indonesia luar. Indonesia dalam terdiri dari wilayah-wilayah sebagian pulau Jawa, Madura, Bali Selatan, dan Lombok Barat berbeda keadaan agroekosistemnya dengan wilayah-wilayah pertanian yang ada di Indonesia luar. Sedangkan wilayah-wilayah pertanian yang termasuk Indonesia Luar meliputi Jawa Barat Daya dan pulau-pulau Indonesia yang lain. Di Indonesia Dalam yang paling sering dijumpai yaitu pertanian di dataran rendah. Sedangkan pertanian yang kerap kali dijumpai di Indonesia luar berupa perladangan-perladangan dalam ekosistem hutan tropika. Masyarakat desa mulai mengenal perdagangan secara barter mulai dari tingkat lokal dan kemudian berkembang ke tingkatan regional. Terjadilah pertukaran barang-barang kebutuhan hidup atar manusia dari satu daerah dengan daerah yang lain. Bahkan barter terjadi antarpulau dan antarnegara. Kegiatan tersebut mencerminkan dinamika tersendiri pada masyarakat petani zaman itu. Oleh karena tuntunan kebutuhan dalam kehidupan yang terus-menerus berkembang dengan pesatnya, maka muncul tuntutan penerapan sistem pertanian yang lebih canggih sehingga memenuhi tuntutan zaman.

2.3. Pertanian Modern atau Revolusi Hijau

A. Pengertian Revolusi Hijau

Revolusi hijau sering dikenal dengan revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Definisi lain menyebutkan revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari varietas gandum, padi, jagung yang membawa dampak tingginya hasil panen. Tujuan revolusi hijau adalah meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara penelitian dan eksperimen bibit unggul.

B. Latar Belakang Munculnya Revolusi hijau

Adapun latar belakang munculnya revolusi hijau adalah sebagai berikut.

1. Hancurnya lahan pertanian akibat PD I dan PD II.

2. Pertambahan penduduk meningkat sehingga kebutuhan pangan juga meningkat.

3. Adanya lahan tidur.

4. Upaya peningkatan produksi pangan.

Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas Robert Malthus (1766 – 1834) yang berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan peningkatan produksi pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat dihitung dengan deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst.) sedangkan peningkatan produksi pertanian dihitung dengan deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dst.)”. Pengaruh tulisan Robert Malthus tersebut, yaitu:

1. Gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan cara pengontrolan jumlah kelahiran

2. Gerakan usaha mencari dan meneliti bibit unggul dalam bidang pertanian.

C. Perkembangan Revolusi Hijau

Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan pertanian. Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat Improvement Centre) merupakan pusat penelitian di Meksiko. Sedangkan di Filipina, IRRI (International Rice Research Institute) berhasil mengembangkan bibit padi baru yang produktif yang disebut padi ajaib atau padi IR-8.

Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR (Consultative Group for International Agriculture Research) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian international. Pada tahun 1970 juga, Norman Borlang mendapatkan hadiah nobel karena gagasannya mencetuskan revolusi hijau dengan mencari jenis tanaman biji-bijian yang bentuknya cocok untuk mengubah energi surya menjadi karbohidrat pada tanah yang diolah menjadi subur dengan tanaman yang tahan terhadap hama penyakit. Upaya meningkatkan produktivitas pertanian antara lain dengan cara sebagai berikut.

1. Pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.

2. Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern seperti bajak dan mesin penggiling.

3. Penggunaan pupuk-pupuk baru.

4. Penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan alat penyemprot hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.

Perkembangan Revolusi Hijau juga berpengaruh terhadap Indonesia. Upaya peningkatan produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

1. Intensifikasi Pertanian

Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan menerapkan formula pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul, pemupukan, irigasi, dan pemberantasan hama).

2. Ekstensifikasi Pertanian

Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan memperluas lahan pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.

3. Diversifikasi Pertanian

Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara lahan sawah ditanami kacang panjang, jagung, dan sebagainya).

4. Rehabilitasi Pertanian

Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara pemulihan kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.

Faktor-faktor penyebab timbulnya lahan kritis adalah sebagai berikut.

1. Penanaman yang terus menerus.

2. Penggunaan pupuk kimia

3. Penggunaan obat-obatan kimia seperti pestisida, herbisida, fungisida

4. Erosi karena penebangan liar.

5. Irigasi yang tidak teratur.

Upaya untuk memperbaiki lahan pertanian antara lain dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

1. Reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan.

2. Melakukan tebang pilih.

3. Pembibitan kembali.

4. Penanaman sejuta pohon (Go Green)

5. Seleksi tanaman (tanaman pelindung/tua).

6. Penanaman tanah lembah ataupegunungan dengan terasering/sengkedan.

Gambar 2.7 Sistem Terasering pada lembah atau pegunungan

D. Keuntungan Revolusi Hijau

Adapun keuntungan dari adanya Revolusi Hijau, adalah berikut ini.

1. Ditemukannya berbagai jenis tanaman dan biji-bijian/varietas unggul.

2. Meningkatnya produksi pertanian yang berarti dapat mengatasi pangan.

3. Pendapatan petani meningkat yang berarti meningkatnya kesejahteraan petani.

4. Tahun 1988, Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil dalam swasembada pangan.

E. Kelemahan Revolusi Hijau

Sedangkan kelemahan dari Revolusi Hijau adalah berikut ini.

1. Menghabiskan dana yang besar untuk biaya penelitian.

2. Menurunnya daya produksi tanah karena ditanami terus menerus.

3. Polusi tanah dan air akibat penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan.

4. Dengan mekanisasi pertanian mengakibatkan tenaga manusia digantikan mesin.

F. Masa Revolusi Hijau di Indonesia

Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi hijau juga telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya memakai sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para petani mulai menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program revolusi hijau.

Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI penjelasannya sebagai berikut:

1. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian.

Pencapaian Pelita I yaitu:

· Produksi beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun.

· Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.

· Perbaikan jalan raya.

· Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.

· Semakin majunya sektor pendidikan.

2. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.

Pencapaian Pelita II, yaitu:

· Berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.

· Perbaikan dalam hal irigasi.

· Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi.

· Banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

3. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan dalam berbagai langkah kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja, kesempatasn kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan,dll

4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)

Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri.

Hasil yang dicapai pada Pelita IV yaitu Swasembada Pangan pada tahun 1984 yang membuat Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia.

5. Pelita V(1 April 1989 – 31 Maret 1994)

Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.

6. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)

Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Repelita berakhir ketika masa orde reformasi bermula.

2.4. Pertanian Sehat (Sustainable Agriculture)

Menghilang dan melambungnya harga pupuk kimia seperti Urea, TSP dan KCl dan obat-obatan kimia dipasaran selalu terjadi setiap musim tanam seperti saat ini, sehingga membuat kita untuk berfikir ulang akan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia. Menyimak perkembangan praktik pertanian masa lalu, praktik penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang ternyata menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Demikian juga halnya dengan dampak negatif dari penggunaan pestisida ini mulai meresahkan masyarakat, antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati.

Penggunaan obat-obatan kimia dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kepunahan musuh alami hama dan penyakit, dan kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Bahkan saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global. Oleh karena itu perlu dicari pupuk dan obat-obatan yang ramah lingkungan, sehingga aman dan tidak menjamin kelestarian sumber daya lahan kita.

Gambar 2.8 Dampak penggunaan pestisida kimia

Pada awal tahun 2000, para pakar pertanian ramai membahas mengenai konsep pertanian sehat. Namun para petani sebagai pelakunya tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk mencapai pertanian sehat tersebut. Pertanian sehat pada prinsipnya adalah sistem pertanian yang dapat mempertahankan keberlanjutan kesuburan dan produktivitas tanah, menciptakan konservasi tanah dan mengurangi degradasi tanah.

A. Konsep pertanian sehat

Prinsip sistem pertanian sehat ini meliputi:

1. Memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas dari senyawa/polutan anorganik racun) dalam jumlah yang cukup

2. Memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman

3. Mengelola dan meningkatkan kelestarian kesuburan tanah

4. Meminimalkan segala bentuk kerusakan dan polusi dalam tanah

5. Memanfaatkan dan menghasilkan produk pertanian organik yang mudah dirombak dari sumber yang dapat didaur ulang

Berbagai istilah yang sering kita dengar dalam mewujudkan pertanian sehat antara lain seperti pertanian ramah lingkungan dan pertanian selaras dengan alam yang pada prinsipnya sama, yaitu suatu sistem budidaya pertanian sehat dengan masukan rendah yang akan menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Sistem pertanian ini bukan merupakan sistem usahatani tradisional yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan secara lestari. Upaya-upaya strategis dalam menciptakan pertanian sehat ramah lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah

2. Penerapan konsep pengendalian hama terpadu.

B. Pertanian Ramah lingkungan

Salah satu kunci terciptanya pertanian sehat adalah tersedianya tanah yang sehat, sehingga akan menghasilkan pangan yang sehat yang pada gilirannya akan menghasilkan manusia yang sehat pula. Sementara tanah yang sehat adalah tanah subur yang produktif, yaitu yang mampu menyangga bagi pertumbuhan tanaman dan bebas dari berbagai pencemar. Untuk itu keberadaan bahan organik penting untuk penyediaan hara dan untuk mempertahankan struktur tanah.

Sistem pertanian organik ini dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya. Salah satu upaya dalam memelihara kesuburan tanah yaitu dengan penggunaan pupuk organik, yang mempunyai kelebihan tidak hanya meningkatkan kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur lebih baik) dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya, serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.

Dalam praktik penerapan sistem pertanian organik sekarang ini, masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahan organik yang dapat digunakan. Untuk itu kita harus mencari sumber bahan organik potensial setempat, yang tersedia dan mempunyai hara tinggi. Misalnya dari sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos.

Dalam praktik pertanian organik secara murni, pemupukan organik secara penuh memang sangatlah sulit, karena jumlah unsur hara yang dikandung dalam bahan organik memang relatif rendah, sehingga memerlukan bahan yang relatif banyak. Oleh karena itu selain pupuk organik, penggunaan pupuk anorganik masih dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan hara. Praktik penggunaan variasi pupuk organik dengan anorganik ini, sering kita sebut sebagai semi-organik.

C. Pupuk hayati

Dalam rangka mewujudkan pertanian sehat dapat dilakukan dengan memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman. Misalnya pada tanaman kacang-kacangan mempunyai potensi untuk berswasembada hara nitrogen, melaui aktivitas bakteri Rhizobium sp.. Nitrogen yang digunakan berasal dari udara, dan melalui aktivitas bakteri Rhizobium sp., maka mampu menambat nitrogen di udara untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman akan mempunyai kemampuan menambat nitogen tersebut jika bakteri Rhizobium sp. tersebut sudah berada dalam tanah. Untuk tanah tanah yang jarang digunakan untuk budidaya kacang-kacangan umumnya keberadaan bakteri tersebut rendah. Untuk keperluan tersebut perlu adanya pemupukan hayati yang berupa spora dari Rhizobium sp., yang salah satu nama dagangnya Legin. Nitrogen ini dibutuhkan tanaman dalam jumlah paling banyak, sehingga jika tanaman mampu mempu memenuhi kebutuhan nitrogen sendiri, akan menekan pengeluaran untuk pupuk. Penggunaan legin ini tidak secara terus menerus, jika tanaman telah efektif dalam memfiksasi nitrogen, maka sudah tidak perlu pemupukan legin lagi. Hal ini dapat kita lihat dari banyak sedikitnya bintil akar yang ada.

Gambar 2.9 Bintil akar menandakan adanya aktivitas bakteri Rhizobium sp.

Pupuk hayati legin ini cara penggunaanya cukup mudah, yaitu biji (misal kedelai) kita basahi kemudian kita campur dengan legin, dan langsung kita tanam dilahan. Karena pupuk ini merupakan bahan hidup maka baik penyimpanan maupun penggunaan agar terhindar dari matahari langsung. Disamping bakteri Rizobium sp., penggunaan jamur Mycoriza sp. mampu membantu terhadap penyerapan hara tanah dan air. Penggunaan Mycoriza sp. ini telah banyak digunakan pada tanaman kehutanan dan perkebunan.

D. Pengendalian hama terpadu

Praktik penggunaan pestisida tak terkendali akan berdampak luas, antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati. Bahkan saat ini residu pestisida pada hasil akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global. Oleh karena itu, dalam upaya dengan pengendalian hama dan penyakit, dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida biologi, varietas toleran, maupun penggunaan agensia hayati. Sehingga pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalikan tingkat populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

Konsep pengelolaan hama terpadu ini tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang ekonomi, lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor-faktor alami, misalnya menggunakan musuh alami dan selalu didasari oleh pertimbangan ekologi. Penerapan Pengelolaan hama terpadu secara konsekwen akan mampu menekan penggunaan pestisida kimia sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Selain itu pendapatan petani meningkat dan kualitas hasil meningkat sehingga akan memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Selain itu lebih bersifat ramah lingkungan, dan mampu menjamin keberlanjutan usaha pertanian.

Pestisida Organik, berbagai upaya dilakukan untuk mengganti pestisida sintetik (kimia), salah satunya dengan mengembangkan pestisida organik terutama untuk mengatasi masalah hama dan penyakittumbuhan pada tanaman sayuran, buah, dan tanaman pangan. Kita yang berada di daerah tropis sangat memungkinkan untuk mengembangkan pestisida organik, mengingat melimpah sumber keragaman hayati di negara kita ini. Yang termasuk pestisida organik meliputi pestisida biologi dan pestisida nabati. Pestisida biologi ini bahan aktifnya berupa mikrobia yang digunakan untuk pengendalian hayati. Misalnya Bacillus thuringiensis yang mampu mengendalikan hama jenis ulat. Tricoderma koninggi untuk mengendalikan jamur akar karet dan layu pada cabe.

Pestisida nabati sekarang banyak dikembangkan, yaitu pestisida yang dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan atau produk tumbuhannya. Banyak tanaman yang mempunyai potensi sebagai pestisida nabati baik dari akarnya, batangnya, daunnya, bunganya bahkan buangan (limbah) dari produk yang telah diproses, misalnya limbah pabrik rokok dan jamu. Para peneliti telah banyak menguji tentang efektivitasnya antara lain daun kecubung, daun mimba, daun serai, daun secang, umbi bawang putih, rimpang lempuyang gajah dan emprit dan sebagainya.

Gambar 2.10 Insektisida nabati yang dibuat dari daun Mimba

Menyadari praktik pola pembangunan pertanian masa lalu dengan masukan tinggi (penggunaan pupuk kimia dan obat berlebih) ternyata berdampak negatif luas pada kesehatan dan lingkungan, maka kita perlu mengembangkan pola masukan rendah (Low Input Sustainable Agriculture, LISA) dengan penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan obat-obatan organik, yang sehat dan ramah lingkungan.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perkembangan pertanian di Indonesia sangatlah komplek karena tuntutan zaman yang berawal dari hanya mengumpulkan makanan hingga sekarang mulai merambah pada pertanian sehat atau berkelanjutan yang merupakan pertanian dari alam dan dikembalikan kealam. Dari makalah ini dapat ditarik kesimpulan:

1. Adanya manusia pertama yang menempati daerah hutan tropika sekitar Laut Cina Selatan yaitu yang disebut manusia Alitik atau Prepaleolitik. Kehidupan manusia tersebut berpindah-pindah dan disokong oleh makanan yang mereka kumpulkan dari alam sekitarnya yaitu hutan tropika yang merupakan tanda pertanian purba dimulai.

2. Pertanian Tradisional berawal ketika manusia sudah sulit untuk memperoleh makanan dikarenakan terus dimakan tanpa ada penanaman kembali. Mereka menancapkan sulur atau umbi dari tanaman yang dimakan kemudian mereka berpindah dan kembali ke tempat tersebut dalam kurun waktu tertentu (shifting cultivation). Pada saat ini sudah dimulai pertanian tetap, dimana pertanian ini hanya bergantung kepada keadaan alam. Dimasa ini perdagangan menggunakan jalur maritim.

3. Revolusi hijau adalah perkembangan paling berarti dalam sejarah pertanian dikarenakan pertumbuhan manusia diukur dengan deret ukur sedangkan produksi pertanian dengan deret hitung. Dampak negatif yang sangat besar untuk manusia dan lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara serta berbahaya bagi kesehatan manusia karena menggunakan bahan-bahan kimia. Tetapi adapun manfaatnya seperti penemuan bibit baru, alsintan modern, peningkatan hasil produksi dan pernah menjadikan Indonesia swasembada pangan pada tahun 1984 melalui program Repelita di orde baru.

4. Pertanian sehat berfokus pada berkesinambungan alam dan meminimalkan kerusakan. Pertanian ini berprinsip pada teori Biosentrissme atau kearifan terhadap alam, manusia dan benda laini. Pengunaan bahan kimia ditekan sedikit mungkin karena akan mengganggu keberlangsungan alam. Dimasa sekarang ini pertanian berkelanjutan sangat ditekankan kepada produsen pertanian.

3.2. Saran

Seperti yang telah kita ketahui bahwa revolusi hijau cukup banyak mengganggu keberlangsungan makhluk hidup karena polusi yang ditimbulkannya, kita sebagai mahasiswa pertanian selayaknya terus mengusahakan pertanian sehat yang berkearifan kepada lingkungan agar keberlangsungan makhluk hidup terus terjaga.

Kami sebagai penulis begitu menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat berharap saran yang bersifat membangun baik dari mahasiswa, dosen atau cendekiawan yang lebih memahami topik bahasan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Tuhana Taufiq. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Global Pustaka Utama

http://contoh-materi-pelajaran.blogspot.nl/2014/01/makalah-pertanian-di-indonesia.html (diakses pada tanggal 27 Agustus 2016)

http://maritimtours.com/wp-content/uploads/2015/10/Kajian-Singkat-Sejarah-Maritim-Indonesia.jpg (diakses pada tanggal 27 Agustus 2016)

http://vovworld.vn/id-id/Kebudayaan-Vietnam/Budaya-cocok-tanam-sawah-terasering-di-daerah-pegunungan-Vietnam-Utara/193952.vov (diakses pada tanggal 27 Agustus 2016)

https://gamapenta.blogspot.com%2F2012%2F03%2Fnegara-negara-di-kawasan-asia-tenggara.html (diakses pada tanggal 31 Agustus 2016)

http://4.bp.blogspot.com (diakses pada tanggal 31 Agustus 2016)

https://i.ytimg.com (diakses pada tanggal 31 Agustus 2016)

https://2.bp.blogspot.com/-xsNVZk-Nq_8/UtNoULwzpYI/AAAAAAAAAPY/-Mlh8x_jI-M/s1600/dr.jpg (diakses pada tanggal 7 September 2016)

https://pertaniansehat.com/v01/wp-content/uploads/2012/06/produk_pasti.jpg (diakses pada tanggal 7 September 2016)

https://www.nudge.nl/media/uploads/zinnia/rhizobium1.jpg (diakses pada tanggal 9 September 2016)

http://image.slidesharecdn.com/jenispestisida-150603075058-lva1-app6891/95 /jenis- pestisida- 15-638.jpg?cb=1433317919 (diakses pada tanggal 9 September 2016)

16