pramudyarum.files.wordpress.com  · Web viewHans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori...

147
1.1. Latar Belakang Peningkatan pembangunan sebagai akibat dari peningkatan realisasi investasi di Kabupaten Gresik, perlu diimbangi dengan upaya pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Pengaturan dan pengendalian dilakukan dengan tujuan agar terjadi kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan terkendalinya pelaksanaan pembangunan sesuai dengan fungsi sehingga perencanaan tata ruang bisa berlangsung optimal. Selain itu, pengaturan dan pengendalian bertujuan untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan, menjamin keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan, maka setiap pendirian bangunan harus berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik selama ini sudah memiliki dasar hukum dalam pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan yaitu NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Hal. 1 1 1 PENDAHULUAN

Transcript of pramudyarum.files.wordpress.com  · Web viewHans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori...

1.1. Latar BelakangPeningkatan pembangunan sebagai akibat dari peningkatan

realisasi investasi di Kabupaten Gresik, perlu diimbangi dengan upaya pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Pengaturan dan pengendalian dilakukan dengan tujuan agar terjadi kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan terkendalinya pelaksanaan pembangunan sesuai dengan fungsi sehingga perencanaan tata ruang bisa berlangsung optimal. Selain itu, pengaturan dan pengendalian bertujuan untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan, menjamin keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan, maka setiap pendirian bangunan harus berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik selama ini sudah memiliki dasar hukum dalam pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Dengan telah diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu dan berlakunya dasar-dasar hukum baru dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha akan pelayanan publik yang prima, maka dipandang perlu untuk menyusun Peraturan Daerah

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 1

11PENDAHULUAN

Baru mengenai Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Peraturan Daerah yang baru ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pemberian izin untuk melakukan pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan.

Berdasarkan hal tersebut, kegiatan kajian kebijakan penanaman modal pada Tahun 2015 ini ditujukan untuk Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan melalui pembuatan Naskah Akademik sebagai dasar dalam perumusan Rancangan Peraturan Daerah.

1.2. Identifikasi MasalahNaskah akademik ini akan menganalisis 4 (empat) permasalahan

yang terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Gresik. Empat permasalahan tersebut antara lain:1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam perizinan bangunan di

Kabupaten Gresik serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi?

2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut?

3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut?

4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan?

1.3. Tujuan dan Kegiatan Penyusunan Naskah AkademikSesuai ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di

atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah:1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam perizinan bangunan

di Kabupaten Gresik serta bagaimana mengatasi permasalahan tersebut.

2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 2

penyelesaian atau solusi permasalahan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.

3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.

4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah.

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan.

1.4. MetodeTerkait dengan metode penyusunan Naskah Akademik ini adalah

metode penelitian hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan hukum yang telah dirumuskan. Metode tersebut terkait dengan aspek jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, dan teknik pengumpulan data.1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam rangka penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Pemberian IMB ini dilakukan berdasarkan metode penelitian sosio legal. Metode penelitian sosio legal adalah metode penelitian yang bukan hanya mengkaji aspek hukum dengan pendekatan doktrinal tetapi juga dengan pendekatan nondoktrinal. Oleh karena itu penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum.

2. Jenis DataData yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah kondisi empiris perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik. Kondisi empiris tersebut terkait dengan kondisi bangunan gedung maupun prosedur perizinan secara empiris. Data sekunder dalam penelitian ini

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 3

mencakup literatur atau kajian maupun bahan hukum yang terkait dengan proses perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik.

3. Pendekatan PenelitianPendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan pendekatan ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan secara kualitatif. Oleh karena data yang diperoleh dan dipaparkan bersifat kualitatif, maka pemaparan data akan menekankan pada interpretasi terhadap data yang telah diperoleh. Interpretasi tersebut terkait makna dari data yang diperoleh untuk menjawab identifikasi permasalahan yang telah dirumuskan. Terkait dengan bahan hukum sebagai data sekunder akan dianalisis dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Penggunaan pendekatan perbandingan dalam penyusunan naskah akademik ini digunakan untuk memetakan best practices penyelenggaraan IMB pada daerah-daerah dengan karakteristik yang sejenis dengan Kabupaten Gresik.

4. Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data pada Naskah Akademik ini dilakukan dengan memperhatikan jenis data yang akan dikumpulkan. Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui observasi, dokumentasi, maupun wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi pertanyaan sesuai dengan situasi ketika wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan terhadap informan, dalam hal ini pihak yang berwenang maupun masyarakat yang terkait dengan proses perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik. Oleh karena pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka jumlah informan dalam pengumpulan data primer tidak menjadi patokan kualitas data. Penekanan pengumpulan data melalui informan adalah pemaknaan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 4

terhadap realitas yang terkait dengan permasalahan dalam proses perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 5

2.1. Kajian Teoretis2.1.1. Konsep Negara Hukum

Istilah negara hukum seringkali dipertukarkan dengan istilah rule of law ataupun rechtsstaat. Pemakaian kedua istilah tersebut secara bergantian untuk menggantikan istilah negara hukum terkesan mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda. Rule of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan rechtsstaat merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa Kontinental. Berdasarkan latar belakang dan dari sistem hukum yang melatarbelakanginya tentu saja akan memunculkan perbedaan. Namun dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan lagi karena kedua konsep tersebut mengarah pada pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.1

Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran itu sudah muncul sebelum abad tersebut. Istilah rule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul “Introduction to the Study of the Law of the Constitution”. Namun satu abad sebelum A.V.Dicey sebenarnya di Amerika Serikat telah muncul istilah yang memiliki makna yang serupa dengan rule of law yaitu: “government of laws, not of men”. Intinya

1 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Surabaya: Peradaban, 2007, hlm. 67.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 6

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

22

adalah negara akan menjauhkan diri dari pemerintahan absolut (tanpa pembatasan kekuasaan). Istilah “a government of laws and not of men” pertama kali dikenalkan John Adams di tahun 1774 dalam artikelnya di Boston Gazette. Prinsip ini juga yang dipakai hakim John Marshall dalam mengadili perkara Marbury v Madison yang akhirnya melahirkan konsep judicial review.2

Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey terdiri dari tiga aspek. Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular law untuk menentang pengaruh dan meniadakan kesewenang-wenangan, hak prerogatif, serta kekuasaan diskresi yang luas dari pemerintah. Kedua, persamaan di hadapan hukum atau penundukan secara sama dari semua golongan kepada hukum umum dari negara yang dilaksanakan oleh peradilan umum. Artinya, tidak ada orang yang berada di atas hukum sehingga baik pejabat maupun warga negara biasa wajib mentaati hukum yang sama. Implikasinya adalah tidak adanya peradilan administrasi. Ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land. Hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Dengan demikian konstitusi dalam rule of law adalah konstitusi yang berdasarkan pada hak-hak asasi manusia.3

Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey kemudian berkembang lebih jauh. International Commission of Jurists di tahun 1959 (deklarasinya dikenal sebagai Deklarasi Delhi) merumuskan ciri-ciri yang seharusnya ada dalam rule of law. Ciri-ciri tersebut yaitu:4

a. keberadaan pemerintahan yang representatif;

2 Brian Z. Tamanaha, “Rule of Law in The United States”, dalam Asian Discourses of Rule of Law, ed.Randall Peerenboom, London: RoutledgeCurzon, 2004, hlm. 58.

3 A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 264. Lihat juga Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm. 75.

4 Alex Carroll, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited, 2007, hlm. 46.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 7

b. penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia di Tahun 1950;

c. tiadanya hukum pidana yang berlaku surut;d. adanya hak untuk mengajukan gugatan terhadap negara;e. adanya hak atas pengadilan yang adil termasuk di antaranya adalah

pemberlakuan praduga tak bersalah, bantuan hukum, dan hak atas upaya hukum banding;

f. peradilan yang mandiri;g. adanya pengawasan atas peraturan perundang-undangan yang

berfungsi sebagai pelaksana undang-undang.

A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengemukakan tiga aspek rule of law yang menjadikan rule of law lebih layak dipilih ketimbang negara berdasarkan kekuasaan belaka. Pertama, rule of law mewujudkan tatanan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat (law and order) dan bukannya kondisi anarki yang memunculkan tiadanya rasa aman bagi individu. Stabilitas, menurut Bradley dan Ewing, adalah prakondisi bagi eksistensi sistem hukum. Kedua, rule of law berdasarkan pada prinsip fundamental yang penting, yaitu bahwa pemerintahan dijalankan dengan mengacu pada hukum dan setiap kasus yang terjadi diselesaikan melalui putusan pengadilan. Ketiga, rule of law mengacu pada pengumpulan pendapat, baik tentang bagaimana wewenang yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah dan bagaimana seharusnya wewenang tersebut dijalankan.5

Seperti halnya rule of law, konsep rechtsstaat juga mengalami perkembangan dari konsep klasik hingga ke konsep modern. Konsep klasik diistilahkan sebagai klassiek liberale en democratische rechtsstaat atau democratische rechtsstaat. Sedangkan konsep modern, khususnya di Belanda, biasa disebut sociale rechtsstaat atau juga disebut sociale democratische rechtsstaat.

5 A.W.Bradley dan K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited, 2007, hlm. 99.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 8

Prinsip-prinsip dasar dari rechtsstaat yang bersifat liberal dan demokratis, menurut Van Der Pot sebagaimana dikutip Hadjon, meliputi tiga aspek. Pertama, adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat. Kedua, adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi: kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat tetapi juga antara penguasa dan rakyat dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur). Ketiga, diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (vrijheidsrechten van de burger). Ciri-ciri tersebut menunjukkan prinsip sentral rechtsstaat adalah pada pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia serta kebebasan dan persamaan.6

Konsep sociale rechtsstaat merupakan varian dari liberale rechsstaat yang memunculkan interpretasi baru terhadap hak-hak klasik dengan memunculkan konsep hak-hak sosial, konsepsi baru tentang kekuasan politik dalam hubungannya dengan kekuasaan ekonomi, konsepsi baru tentang makna kepentingan umum, dan karakter baru dari wet dan wetgeving. Interpretasi terhadap hak-hak klasik tentang kebebasan dan persamaan memunculkan pandangan bahwa kebebasan dan persamaan bukan hanya bersifat formal yuridis saja tetapi secara riil dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan kultural. Legitimasi kekuasaan politik dilihat dari sudut pandang kaitannya dengan kekuasaan ekonomi. Kepentingan umum tidak diartikan sebagai kepentingan negara atau kepentingan kaum borjuis tetapi kepentingan dari demokratisasi nasional, yaitu setiap orang dapat menjadi bagian dari cabang kekuasaan. Watak undang-undang dalam konsep liberal yang restriktif dan sebagai instrumen stabilitasi mulai luntur karena fungsi pembentukan undang-undang hanyalah sebagai landasan yuridis formal bagi kebijakan pemerintah yang

6 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm.71.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 9

berorientasi sosial. Dengan demikian watak ratio scripta atau aturan tertulis dalam undang-undang direduksi menjadi instrumen hukum untuk mewujudkan kebijakan. Pergeseran-pergeseran tersebut mengarahkan sociale rechsstaat pada tiga unsur pokok: hak-hak dasar, peluang ekonomi, dan distribusi sosial.7

Pendapat yang serupa tentang konsep rechtsstaat juga dikemukakan oleh Van Wijk dan Konijnbelt. Menurutnya rechtsstaat memiliki unsur-unsur sebagai berikut:8

a. pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), yang meliputi kewenangan yang dinyatakan dengan tegas, tentang perlakuan yang sama, dan tentang kepastian hukum;

b. jaminan atas hak-hak asasi;c. pembagian kekuasaan yang meliputi struktur kewenangan atau

desentralisasi dan tentang tentang pengawasan dan kontrol;d. pengawasan oleh kekuasaan peradilan.

Keempat unsur tersebut serupa dengan unsur rechtsstaat menurut Zippelius yang menyatakan bahwa rechtsstaat memiliki unsur pemerintahan menurut hukum, jaminan hak asasi, pembagian kekuasaan, dan pengawasan yudisial terhadap pemerintah.9

2.1.2. Konsep WewenangWewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan

hukum administrasi. Wewenang dalam hukum tata negara dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Sedangkan wewenang, jika mengacu pada pengertian authority dalam Black’s Law Dictionary, diartikan sebagai: “the right or permission to act legally on another’s behalf; the power of one person to affect another’s legal relations by acts

7 Ibid, hlm.73.8A.Hamid S.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990, hlm.45.

9 Ibid.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 10

done in accordance with the other’s manifestation of assent; the power delegated by a principal to an agent.”10

Menurut Van Maarseveen, sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon, wewenang terdiri atas tiga komponen, yaitu:11

a. pengaruh, menunjukkan bahwa wewenang ditujukan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum;

b. dasar hukum, yaitu wewenang harus memiliki dasar hukum;c. konformitas, menunjukkan bahwa adanya standar wewenang.

Wewenang dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu:a. atribusi

Atribusi menurut Van Wijk dan Konijnenbelt merupakan cara normal dalam memperoleh wewenang pemerintahan. Atribusi dalam memperoleh wewenang membuat keputusan (besluit) bersumber langsung kepada undang-undang dalam arti materiil. Dengan demikian yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.12

b. DelegasiTidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menjelaskan pengertian delegasi. Pengertian delegasi dapat mengacu pada pengertian yang dirumuskan oleh Algemene Wet Bestuursrecht (AWB) Artikel 10:13, yaitu: “Onder delegatie wordt verstaan: het overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het nemen van besluiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent (terjemahan GALA: ‘Delegation’ means the transfer by an administrative authority of its power to make orders to another one, who assumes responsibility for the exercise of this power)”

10 Black Law’s Dictionary, Eds. Bryan A.Garnet et.al, St.Paul: West Publishing, 2009, hlm.152.

11 Philipus M.Hadjon, Tentang Wewenang, Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor 5 dan 6 Tahun XII (September – Desember 1997), hlm.1.

12 Ibid, hlm.3.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 11

Dengan demikian konsep delegasi merupakan konsep pengalihan wewenang dari satu badan tata usaha negara kepada badan tata usaha negara lainnya. Tanggung jawab atas wewenang tersebut menjadi tanggung jawab delegataris (yang menerima wewenang). Hal tanggung jawab inilah yang nantinya membedakan konsep delegasi dan mandat.

c. MandatMandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan kepada bawahan misalnya untuk membuat keputusan atas nama pejabat yang member mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat yang memberi mandat.13 Pengertian yang serupa dapat dilihat pada Artikel 10:1 AWB, bahwa mandat disebut sebagai: “…de bevoegdheid om in naam van een bestuursorgaan besluiten te nemen.” (…the power to make orders in the name of an administrative authority). Dengan demikian tanggung jawab jabatan tetap pada pemberi. Inilah yang membedakan antara mandat dan delegasi. Oleh karena itu penerima mandat tidak dapat menjadi tergugat dalam sengketa tata usaha negara.14 Selain itu pembeda antara mandat dan delegasi adalah pemberi mandat dapat menggunakan lagi wewenang atas mandat tersebut.Setiap wewenang dibatasi oleh isi/materi wewenang, wilayah wewenang, dan waktu. Jika wewenang yang dilaksanakan melampaui batas-batas tersebut maka yang timbul adalah kondisi-kondisi berikut:15

a. onbevoegdheid ratione materiae atau ketidakwenangan karena materi yaitu pemerintah oleh peraturan perundang-undangan tidak diberikan wewenang untuk melakukan tindakan yang dilakukannya. Misalnya, seorang walikota tidak berwenang untuk

13 Ibid, hlm.12.14 Lihat Pasal 1 Angka 12 UU PTUN. 15Philipus M.Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 10 Oktober 1994.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 12

mencabut Peraturan Daerah karena Peraturan Daerah hanya dapat dicabut oleh Peraturan Daerah yang dibuat bersama-sama oleh walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

b. Onbevoegdheid ratione loci atau ketidakwenangan karena pemerintah tidak berwenang untuk melakukan tindakan pemerintahan di wilayah tersebut. Misalnya, Pemerintah Kota Surabaya tidak berhak untuk membuat Peraturan Daerah yang mengatur rencana tata ruang wilayah yang cakupan wilayahnya termasuk wilayah Kabupaten Gresik.

c. Onbevoegdheid ratione temporis atau ketidakwenangan pemerintah karena terlampauinya batas waktu. Misalnya, tindakan pemerintah dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang tidak berlaku lagi.

Wewenang memang memiliki batas, tetapi bisa terjadi suatu kondisi tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan padahal tindakan pemerintah diperlukan dalam kondisi tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak mungkin semua kondisi diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di sinilah pentingnya konsep diskresi atau freies ermessen.16

Menurut Darumurti, diskresi dapat didefinisikan sebagai bentuk wewenang pada badan atau pejabat pemerintah yang memungkinkan mereka untuk melakukan pilihan-pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup tindakan pemerintah. Diskresi dimiliki oleh pemerintah karena pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan pemerintah tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih terjadi kekosongan pengaturan

16 Diskresi (discretionary power) merupakan konsep hukum administrasi Inggris. Sedangkan freies ermessen merupakan konsep hukum administrasi Jerman. Kedua istilah ini biasa digunakan untuk menyebut kekuasaan bebas. Untuk selanjutnya akan digunakan istilah diskresi sebagai istilah untuk kekuasaan bebas. Lihat Philipus M.Hadjon et.al, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011, hlm.14.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 13

hukum. Pemerintah diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam lapangan kehidupan masyarakat dan pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah dinamika kehidupan masyarakat.17

Namun diskresi bukan berarti bebas tanpa batas sama sekali. Black’s Law Dictionary menjelaskan discretion sebagai: “wise conduct and management; cautious discernment; prudence” atau “individual judgement; the power of free decision making”.18 Sedangkan administrative discretion diartikan sebagai: “a public official’s or agency’s power to exercise judgement in the discharge of its duties”.19 Pengertian diskresi menurut Black’s Law Dictionary ini menunjukkan bahwa di balik kebebasan untuk membuat keputusan terdapat juga aspek kehati-hatian yang perlu diperhatikan. Kebebasan bertindak yang ada dalam konsep diskresi tidak dapat dilakukan dengan benar-benar bebas. Kebebasan bertindak dalam diskresi tidak pula menunjukkan bahwa administrasi negara bebas dari Undang-Undang. Menurut Kranenburg, sebagaimana dikutip Hadjon, kebebasan yang dimaksud dalam diskresi adalah kebebasan karena tidak ada pengaturan. Diskresi perlu dilakukan karena Undang-Undang tidak merinci apa yang terjadi secara konkret dan hal itulah yang harus dicari sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu tetap ada keterikatan pada peraturan perundang-undangan saat tindakan pemerintah dilakukan atas dasar diskresi.20 Perlunya batasan-batasan dalam diskresi juga dikemukakan oleh Ronald Dworkin yang menganalogikan diskresi sebagai lubang roti donat yang dikelilingi oleh pembatasnya berupa roti itu sendiri. Secara paradoksal, diskresi tidak akan eksis jika tidak terdapat batasan-batasan yang mengelilinginya.21

17 Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hlm.57 – 58.

18 Black’s Law Dictionary, Op.cit, hlm.534.19 Ibid. 20 Philipus M.Hadjon, Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan, Surabaya:

Djumali, 1985, hlm.45.21 Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Cambridge: Harvard University Press,

1978, hlm.31.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 14

Tidak absolutnya kebebasan bertindak juga diutarakan Matthew Groves, sebagaimana dikutip Enrico Simanjuntak, yang mendefinisikan diskresi sebagai: “…choice-namely, that an official who is granted power to act or decide is also granted the freedom to choose from a range of possible outcomes which an exercise of that power might allow. But administrative law has long decreed that this freedom is not absolute. Even the most discretionary powers are not taken to be arbitrary power.”22

Konsep diskresi yang penting bagi kajian ini adalah bahwa ketika diskresi digunakan dalam pemerintahan maka berlaku perlindungan hukum kepada badan/pejabat yang bersangkutan. Perlindungan hukum bagi badan/pejabat yang melakukan diskresi adalah jaminan imunitas dari tindakan judicial review oleh hakim. Hal ini terkenal dengan adagium “kebijakan tidak dapat diadili”. Dalam hukum tata negara atau hukum administrasi Amerika Serikat, isu pengujian terhadap kebijakan termasuk dalam kategori political question atau nonjusticiable issue yaitu pengadilan akan menahan diri untuk tidak melakukan intervensi (self-restraint) atas kekuasaan pemerintah yang sifatnya sangat teknikal. Menurut Cass R. Sunstein, sebagaimana dikutip Darumurti, dasar pertimbangan pengadilan untuk tidak melakukan intervensi terhadap tindakan diskresi pemerintah adalah argumen pragmatisme, yaitu judges lack expertise and they are not politically accountable.23

2.1.3. Konsep Teoretis PerizinanKajian teoretis aspek perizinan bangunan terkait dengan aspek

hukum dalam perizinan. Persoalan perizinan akan menjadi menarik dilihat jika dihubungkan dengan tatanan negara yang ada sekarang. Pelaksanaan

22 Enrico Simanjuntak, Peradilan Administrasi dan Problematika Peraturan Kebijakan, Varia Peradilan Tahun XXVI Nomor 305 April 2011, hlm.33

23 Krishna D. Darumurti, Op.cit, hlm.36 – 37.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 15

negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintah harusnya ditempatkan dalam dimensi negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu tentu perizinan tidak dapat dipahami asal maunya aparatur pemerintah tetapi harus memperhatikan hak-hak warga negara dalam kehidupan demokrasi. Adanya perizinan bukanlah menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya mampu menciptakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.24

Pengendalian setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti dispensasi dan konsesi.25 Perizinan sebagai salah satu instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa diterapkan sebagai salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasannya, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggungjawab publik.26

Menurut Sjachran Basah, izin merupakan perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.27 Izin juga dapat diartikan sebagai persetujuan penguasa berdasarkan peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.28

Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah sebagai norma penutup untuk menerapkan peraturan perundang-

24 Agus Ngadino, “Perizinan dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”, Makalah, Universitas Sriwijaya, hlm. 4.

25 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1988, hlm. 129.

26 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa, 2009, hlm. 99.

27 Ibid, hlm. 92.28 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1983, hlm. 94.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 16

undangan dan mewujudkan keadaan tertentu dalam negara hukum. Izin adalah instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Adapun dalam dalam arti sempit menyatakan bahwa izin adalah pengikatan aktivitas-aktivitas.29

2.2. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan NormaAsas berbeda dengan norma. Asas memiliki wilayah penerapan

yang lebih luas daripada norma. Dalam suatu sistem hukum, asas hukum merupakan kaidah penilaian fundamental. Asas hukum memberikan suatu nilai. Nilai tersebut kemudian menjadi bentuk yang lebih khusus dalam sebuah norma hukum yang memberikan pedoman yang jelas bagi perbuatan. Sebagai sebuah nilai, menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum menjadi pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum.30

Asas hukum berisi nilai sehingga asas hanya memberikan pedoman secara tidak langsung. Oleh karena itu asas hukum tidak selalu dipositifkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga sulit untuk mengkonstatasi kapan asas hukum telah kehilangan keberlakuannya. Selain itu, asas hukum tidak memiliki sifat ’semua atau tidak’ (alles of niets karakter). Artinya, dalam kejadian yang sama dapat diterapkan berbagai asas hukum dan semua asas tersebut memiliki peranan pada interpretasi peraturan perundang-undangan yang akan diterapkan.31

29 Agus Ngadino, Op.cit, hlm. 8.30 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003, hlm. 34.31 J.J.H. Bruggink, Rechts-Reflecties: Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Refleksi

tentang Hukum, diterjemahkan Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 127.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 17

Selain digunakan dalam hal interpretasi peraturan perundang-undangan, asas juga digunakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Munculnya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan resultan dari sebuah sejarah yang panjang dalam perkembangan hukum. Dulunya pembentukan peraturan perundang-undangan dianggap sebuah seni. Namun dalam perkembangannya pembentukan peraturan perundang-undangan dianggap tidak membutuhkan bakat manusia tetapi teknik yang dapat dipelajari. Walaupun merupakan sebuah teknik, tetapi pembentukannya tetaplah membutuhkan nilai-nilai sebagai pedoman bagi perancangnya.

Keberadaan asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga tidak dapat dilepaskan dari fungsinya. Fungsi asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain:32

a. Memberikan pedoman dan bimbingan penuangan isi peraturan perundang-undangan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai sehingga tepat penggunaan metode pembentukannya serta sesuai dengan proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.

b. Sebagai dasar pengujian dalam pembentukan peraturan perundang-undangan maupun sebagai dasar pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Mencegah peraturan perundang-undangan sekedar sebagai produk politik oleh lembaga legislatif maupun eksekutif.

d. Menjamin agar peraturan perundang-undangan tersebut diterimadan dipahami dengan baik oleh mayoritas khalayak yang dituju.

Beberapa ahli mengemukakan asas-asas yang menjadi pedoman atau nilai dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Selain para ahli, UU No. 12 Tahun 2011 telah mengatur asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.33 Tidak ada keseragaman

32 Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2014, hlm. 56-58.

33 Pengaturan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011 tentunya bertentangan dengan pendapat yang telah dikemukakan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 18

antara pendapat para ahli maupun dengan asas dalam UU No. 12 Tahun 2011. Namun jika diteliti dengan seksama, asas yang terdapat dalam UU No. 12 Tahun 2011 telah mengelaborasi berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli.

Menurut Van Der Vlies, terdapat 10 (sepuluh) asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Sepuluh asas tersebut antara lain:34

a. Asas tujuan yang jelasAsas ini menghendaki adanya suatu tujuan peraturan perundang-undangan yang jelas, yang harus tampak pula dalam penjelasannya.

b. Asas organ yang tepatAsas ini menghendaki agar suatu peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh organ atau lembaga yang tepat, yaitu organ atau lembaga yang berwenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan tersebut.

c. Asas kemendesakanAsas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan dibentuk atas dasar adanya kebutuhan.

d. Asas dapat dilaksanakanAsas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan yang dibentuk agar dapat ditegakkan dalam praktiknya.

e. Asas konsensusAsas ini menghendaki pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

f. Asas peristilahan dan sistematika yang jelas

sebelumnya bahwa asas hukum tidak perlu dipositifkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan.

34 I.C.van der Vlies, Handboek Wetgeving, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan, diterjemahkan oleh Linus Doludjawa, Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005, hlm. 238-308.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 19

Asas ini menghendaki suatu perundang-undangan mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan tesebut.

g. Asas kemudahan untuk diketahuiAsas ini menghendaki suatu peraturan perundang-undangan dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah seharusnya membuat ikhtisar umum peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.

h. Asas kesamaan hukumAsas ini berkaitan dengan masalah apakah pembedaan perlakuan yang diadakan oleh pembuat suatu peraturan perundang-undangan dapat dibenarkan atau tidak.

i. Asas kepastian hukumAsas ini menghendaki harapan-harapan atau ekspektasi yang wajar dihormati oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Namun asas ini tidak menutup kemungkinan sebuah peraturan perundang-undangan diubah.

j. Asas penerapan hukum yang khususAsas ini menghendaki peraturan perundang-undangan memberikan jaminan atau perlindungan terhadap keadaan-keadaan khusus yang diakibatkan oleh penerapan peraturan perundang-undangan tersebut.

Selain Van Der Vlies, pendapat lain dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi. Attamimi membagi asas pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi dua jenis yaitu asas hukum formal dan asas hukum material. Asas hukum formal meliputi asas tujuan yang jelas, asas perlunya pengaturan, asas organ/lembaga yang tepat, asas materi muatan yang tepat, asas dapat dilasanakan, asas dapat dikenali. Asas hukum material meliputi asas sesuai dengan norma fundamental negara, asas kesesuaian dengan hukum negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum, asas sesuai dengan prinsip-prinsip

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 20

pemerintahan berdasarkan konstitusi.35 Jika diperhatikan, sepuluh asas yang dikemukakan oleh Attamimi hampir tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Van Der Vlies. Perbedaan antara kedua pendapat menyangkut asas yang berkaitan dengan substansi peraturan perundang-undangan.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Lon Fuller, sebagaimana dikutip oleh Imer B. Flores. Fuller mengistilahkan asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut sebagai ’internal morality of law’. Asas-asas yang tercakup dalam ’internal morality of law’ antara lain:36

a. Asas umumBerdasarkan asas ini peraturan perundang-undangan harus bersifat umum untuk kepentingan bersama.

b. Asas publisitasPeraturan perundang-undangan harus diumumkan agar diketahui oleh seluruh subjek hukum.

c. Asas non-retroaktifPeraturan perundang-undangan tidak boleh diterapkan terhadap kondisi lampau sebelum peraturan perundang-undangan tersebut dibuat.

d. Asas kejelasanPeraturan perundang-undangan harus jelas dan tepat untuk diikuti.

e. Asas non-kontradiksiPeraturan perundang-undangan harus koheren dan tidak memiliki kontradiksi atau inkonsistensi dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

f. Asas posibilitasPeraturan perundang-undangan tidak boleh memerintahkan sesuatu yang mustahil dan oleh karena itu seharusnya tidak diberikan

35 Bayu Dwi Anggono, Op.cit, hlm. 5536 Imer B. Flores, “Legisprudence: the Role and Rationality of Legislators – Vis a Vis

Judges – Towards the Realization of Justice”, Mexican Law Review Volume 1, Number 2, January – June 2009, hlm. 107.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 21

sekedar efek simbolis dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

g. Asas keajeganPeraturan perundang-undangan tidak boleh sering diubah atau diberlakukan dalam waktu singkat. Oleh karena itu substansinya harus ditujukan untuk pelaksanaan yang konstan atau ajeg.

h. Asas kesesuaianPeraturan perundang-undangan harus diterapkan sesuai dengan tujuan pembentukannya.

Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang dikemukakan para ahli, selanjutnya yang perlu dikemukakan adalah asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12 Tahun 2011. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, asas hukum merupakan nilai yang menjadi panduan bagi sebuah peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, pengaturan asas hukum dalam sebuah peraturan perundang-undangan merupakan ketidaklaziman. Walaupun asas-asas tersebut telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011, hal tersebut tidak kemudian menutup kemungkinan pembentuk peraturan perundang-undangan mengacu pada asas-asas lain di luar UU No. 12 Tahun 2011.

Jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011, asas-asas tersebut dibagi dalam dua jenis, yaitu asas pembentukan (Pasal 5) dan asas materi muatan (Pasal 6). Asas pembentukan meliputi:a. Asas kejelasan tujuan

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Kejelasan tujuan tersebut dapat dilihat pada konsideran ’Menimbang’ maupun pada penjabarannya dalam Naskah Akademik.

b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 22

Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatanPembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

d. Asas dapat dilaksanakanSetiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaanSetiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. Asas kejelasan rumusanSetiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas keterbukaanPembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 23

Asas materi muatan dalam UU No. 12 Tahun 2011 meliputi:a. Asas pengayoman

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Asas kemanusiaanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

c. Asas kebangsaanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Asas kekeluargaanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Asas kenusantaraanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

f. Asas bhinneka tunggal ikaMateri muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. Asas keadilan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 24

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Asas ketertiban dan kepastian hukumSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasanSetiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan negara.

2.3. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada, serta Permasalahan yang dihadapi MasyarakatBerdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, telah

diidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam praktik penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik. Praktik penyelenggaraan selama ini mengalami kesulitan di lapangan karena adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Berikut ini adalah beberapa praktik dan permasalahan yang telah diidentifikasi berdasarkan data empiris.1. Tersebarnya dasar hukum Perda yang terkait IMB di Kabupaten

GresikPermasalahan pokok dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik adalah tersebarnya dasar hukum terkait perizinan bangunan antara Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Daerah yang mengatur IMB dalam beberapa Perda. Kabupaten Gresik telah

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 25

memiliki Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Perda No. 29 Tahun 2011). Perda No. 29 Tahun 2011 juga mengatur dengan cukup spesifik perihal penerbitan IMB (Pasal 45 – Pasal 60), tetapi sampai saat ini pada praktiknya penerbitan IMB masih lebih banyak mengacu pada Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di tingkat daerah. Sebelumnya IMB diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan juncto Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Perda Retribusi IMB). Perda Retribusi IMB juga secara detil mengatur perihal penerbitan IMB sehingga terjadi tumpang tindih pengaturan penerbitan IMB di Kabupaten Gresik. Prosedur penerbitan IMB juga mengacu kepada Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2006 tentang Prosedur Tetap Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan. Tentu saja hal ini menimbulkan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang tersusun secara sistematis, melainkan pada peraturan perundang-undangan yang tersebar dan saling tumpang tindih. Hal ini berdampak pada praktik penerbitan IMB, pimpinan SKPD yang terkait – dalam hal ini Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik – seringkali harus membuat kebijakan secara kasuistis ketika muncul permasalahan.

2. Kekosongan hukum terkait SIPPTSalah satu persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB adalah Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).37 IPPT diatur dalam Peraturan 37 IPPT dalam Perda Kabupaten Gresik No. 7 Tahun 2005 didefinisikan sebagai

pemberian izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah atas penggunaan tanah kepada Badan Usaha dan atau perseorangan yang akan menggunakan tanah di wilayah Kabupaten Gresik.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 26

Daerah Kabupaten Gresik Nomor 7 Tahun 2005 tentang Retribusi Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (Perda No. 7 Tahun 2005). Jika merujuk pada Perda No. 7 Tahun 2005, pengaturan IPPT dalam Perda tersebut juga belum memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta, yaitu bahwa pengaturannya seharusnya dirumuskan secara jelas dan tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Perda No. 7 Tahun 2005 juga diatur persyaratan ijin prinsip, ijin lokasi, dan ijin tata ruang tetapi tidak diatur secara jelas hubungan antara ketiga jenis ijin tersebut dengan IPPT. Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi kemudian diatur juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Namun Perda No. 8 Tahun 2012 tidak mencabut ketentuan Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi dalam Perda No. 7 Tahun 2005. Hal ini mengakibatkan tumpang tindih pengaturan.Ketiga jenis izin tersebut – dalam implementasinya – diposisikan sebagai syarat untuk mendapatkan IPPT. Oleh karena itu, jika IPPT nantinya diatur dalam Peraturan Daerah tentang IMB maka harus dirumuskan secara jelas pengertian dan ruang lingkupnya. Selain itu persyaratan memperoleh IPPT nantinya tidak tumpang tindih dengan persyaratan memperoleh IMB – yang merupakan produk akhir dari permohonan yang diajukan. Pengaturan tersebut perlu juga memperhatikan prinsip dalam sistem perizinan berantai. Dengan sistem tersebut berarti bahwa untuk setiap kegiatan usaha hanya ada satu izin pada puncaknya. Izin yang menjadi puncak dalam sistem perizinan berantai adalah Izin yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam melakukan kegiatan dan/atau usaha. Adapun yang diterpadukan dalam sistem perizinan berantai adalah prosedur. Dalam sistem perizinan berantai pada IMB maka izin-izin tersebut bukanlah merupakan izin yang mandiri. Izin-izin tersebut dikaitkan dengan IMB. Penerbitan IMB hendaknya dikoordinasikan dengan izin-izin tersebut sehingga izin tersebut merupakan satu mata rantai terpadu. Dengan sistem mata rantai

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 27

maka pencabutan salah satu izin dalam mata rantai tersebut berakibat izin untuk mendirikan bangunan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

3. Praktik pembatalan permohonan IMBSeringkali pemohon melakukan pembatalan permohonan IMB oleh pemohon ketika retribusi sudah dibayar. Jika mengacu pada Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Permendagri No. 32 Tahun 2010), Bupati/Walikota menerbitkan IMB paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima. Oleh karena itu penerbitan IMB setelah pembayaran retribusi IMB tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.Namun Perda yang sudah ada saat ini tidak mengatur mekanisme yang harus ditempuh ketika permohonan IMB dibatalkan oleh pemohon ketika retribusi justru sudah dibayar. Pembatalan tersebut akan menyulitkan bagi Pemerintah Kabupaten Gresik karena retribusi yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kepada pemohon. Di sisi lain, pemohon akan merasa dirugikan. Oleh sebab itu perlu kepastian hukum terhadap permasalahan ini berupa pengaturan secara tegas dan juga kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan permohonan IMB. Kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan tersebut akan berdampak bagi pemohon sehingga permohonan yang diajukan nantinya telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemohon.

4. Keringanan retribusi sudah diatur tetapi tidak diatur batasannyaBerdasarkan Pasal 62 Perda Retribusi IMB, Kepala Daerah dapat menetapkan pembebasan atau pengurangan besarnya retribusi yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Perda IMB. Namun tidak diatur secara jelas batasan bagi Bupati untuk memberikan pembebasan atau pengurangan retribusi. Perda Retribusi IMB

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 28

kemudian dicabut dengan Perda No. 5 Tahun 2011, tetapi Perda No. 5 Tahun 2011 juga mengatur perihal keringanan retribusi (Pasal 52) tetapi didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan hanya mengatur prinsip dalam pemberian keringanan retribusi, yaitu prinsip keadilan, kemampuan ekonomi masyarakat dan fungsi pelayanan pemerintah kepada masyarakat.Jika mengacu pada Pasal 23 Permendagri No. 32 Tahun 2010, Bupati/Walikota dapat memberikan keringanan retribusi IMB berdasarkan kriteria bangunan fungsi sosial dan budaya serta bangunan fungsi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu Bupati/Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi IMB berdasarkan kriteria fungsi keagamaan dan bangunan bukan gedung sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial. Pengaturan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 menunjukkan bahwa daerah diberikan wewenang untuk mengatur lebih rinci perihal pembebasan dan keringanan dengan tetap mengacu pada kriteria tersebut.Oleh karena itu perlu pengaturan yang lebih detil terkait pembebasan dan pengurangan retribusi tetapi lebih tepat jika diatur dalam Peraturan Bupati sebagaimana didelegasikan oleh Pasal 52 Perda No. 5 Tahun 2011. Pengaturan tersebut idealnya tetap mengacu pada kriteria yang telah diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010.

5. Perda IMB saat ini tidak mengatur batasan waktuTerkait dengan pelayanan prima, Perda IMB saat ini tidak mengatur batasan waktu terlama dalam proses pengurusan IMB. Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dokumen IMB diterbitkan dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 29

Walaupun tidak diatur dalam Perda, tetapi pada praktiknya batasan waktu tersebut diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Gresik. SOP tersebut ditetapkan dengan Keputusan Kepala BPMP Nomor 050/SK/437.74/2014. SOP tersebut mengatur lebih detil prosedur penerbitan IMB di Kabupaten Gresik beserta diagram alir dalam proses penerbitan IMB di Kabupaten Gresik (lihat Gambar 2.01).Perihal jangka waktu penerbitan IMB jika hanya diatur dalam SOP tentunya sulit untuk diketahui oleh masyarakat secara luas. Jika diketahui oleh masyarakat secara luas tentunya akan mendorong pelayanan prima dalam proses perizinan bangunan di Kabupaten Gresik. Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan kemanfaatan hukum sebaiknya pengaturan tersebut nantinya tidak hanya diatur dalam SOP tetapi juga dalam Peraturan Daerah tentang IMB.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 30

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 31

Pembuatan SK

Kasubid (koreksi kesesuian ketentuan teknis dengan dokumen , gambar, ukuran bangunan dll)

Kepala Bidang ( koreksi kedua )

Proses pengesahan

Register SK

Sekretaris

Kepala BadanTanda tangan pengantar

pengesahanParaf SK

Publikasi melalui WEB

Penyerahan SK kepada pemohonTanda Terima SK

Perhitungan Volume(BA Perhitungan rencana bangunan)

Pembuatan SKR Pengesahan SKR

Penyerahan SKRPenomoran oleh

bendahara penerima

Pembayaran retribusi

Kepala BidangDisposisi kepada kasubid, kasubid

menunjuk stafMenandatangani SP BAP

BACK OFFICE

Berkas diberi nama staf pemroses

Pemeriksaaan lapangan

(BAP lapangan)

Dokumen Benar

Dokumen

Lengkap

Dokumen kurang sesuai. diperlukan persyaratan

tambahanKepala Bidang

Surat permintaan kekurangan berkas

Dokumen Kurang

Register PermohonanTanda terima

register permohonan bernomor

Berkas diberi nomor register

FRONT OFFICE

Publikasi aplikasi melalui WEB

Cek dokumen : Persyaratan

administrasiPertanahanGambar

Pemohon menyerahkan

Berkas

Gambar 2.01. Diagram Alur Permohonan IMB

2.4. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Negara

2.4.1. Implikasi terhadap Aspek Kehidupan MasyarakatPraktik penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik

selama ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlindungi dalam kepastian hukum karena tidak adanya sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang mencegah tumpang tindih pengaturan perizinan bangunan. Secara spesifik, hal ini disebabkan tidaknya peraturan perundang-undangan di tingkat daerah (Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati) yang secara khusus mengatur prosedur penerbitan IMB dari aspek administratif maupun teknis.

Akibatnya dalam praktik penyelenggaraan perizinan bangunan, permasalahan yang dihadapi lebih banyak diselesaikan melalui diskresi. Penggunaan diskresi yang tidak diminimalkan tidak akan berdampak baik bagi kepastian hukum. Padahal dalam hukum administrasi negara dikenal adanya asas pengharapan yang layak. Asas pengharapan yang layak mensyaratkan adanya kejelasan dalam pengaturan sehingga tidak ada multitafsir yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam pembuatan kebijakan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Pasal 24) telah mengatur persyaratan yang harus dipenuhi pejabat pemerintahan dalam menggunakan diskresi. Persyaratan tersebut antara lain sesuai dengan tujuan diskresi, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik. Adanya persyaratan yang ketat dalam penggunaan diskresi menunjukkan bahwa penggunaan diskresi seharusnya sebisa mungkin dihindari, dan hal tersebut dapat dihindari jika

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 32

terdapat pengaturan yang jelas dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.

Adanya Peraturan Daerah tentang IMB juga dapat memastikan adanya pelayanan prima bagi masyarakat ketika mengajukan permohonan IMB. Pelayanan prima tersebut mengacu kepada prinsip prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007. Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dalam proses penerbitan IMB pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah provinsi (untuk bangunan gedung fungsi khusus) melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima. Selain itu pelayanan prima diimbangi dengan penerapan persyaratan administratif dan teknis yang ditetapkan dalam rencana teknis. Penerapan persyaratan tersebut untuk menjamin pengendalian penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Gresik.

Pengaturan IMB dengan penormaan yang jelas juga dapat membantu dalam penataan ruang di Kabupaten Gresik. Adanya kesemrawutan tata ruang pada umumnya disebabkan tidak adanya pengendalian penyelenggaraan bangunan dalam konteks kewilayahan. Padahal tata ruang juga berimplikasi pada kemajuan perekonomian dalam kewilayahan. Kemajuan perekonomian pada akhirnya juga akan berdampak pada perkembangan ekonomi masyarakat.

Berbagai implikasi tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Daerah tentang IMB nantinya akan berperan sebagai instrumen rekayasa sosial. Masyarakat akan diarahkan lewat peraturan perundang-undangan untuk tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keandalan teknis dari bangunan yang didirikan. Oleh karena itu, secara umum Peraturan Daerah tentang IMB nantinya akan memiliki implikasi positif bagi masyarakat.

2.4.2. Dampak terhadap Beban Keuangan NegaraWalaupun tidak ada data valid tentang jumlah pemegang IMB di

Kabupaten Gresik, tetapi fenomena yang lazim di berbagai daerah adalah tingginya jumlah bangunan yang tidak memiliki IMB. Faktor yang berperan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 33

besar terhadap fenomena tersebut adalah tidak responsifnya Peraturan Daerah yang mengatur perizinan bangunan.

Penelitian dalam implementasi perizinan bangunan di Kota Tangerang menunjukkan peran vital Peraturan Daerah yang mengatur perizinan bangunan. Penelitian Suparman menunjukkan bahwa kebijakan IMB di Kota Tangerang belum sesuai dengan harapan masyarakat yaitu cepat, murah, dan dekat. Keengganan masyarakat banyak dipengaruhi oleh faktor tersebut.38 Fenomena ini tentunya berpengaruh pada potensi retribusi yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah daerah dari penerbitan IMB. Daerah seharusnya dapat menambah Pendapatan Asli Daerah jika masyarakat tidak enggan mengajukan permohonan penerbitan IMB ketika akan melakukan pembangunan.

Penelitian Sonya Imelda Samosir di Kota Gunungsitoli juga menunjukkan bahwa implementasi penerbitan IMB di Kota Gunungsitoli belum berjalan efektif bila dilihat dari perspektif organisasi, interpretasi serta penerapan.39 Hal tersebut kembali akan berdampak pada potensi Pendapatan Asli Daerah yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah daerah.

Oleh karena itu, adanya Peraturan Daerah tentang IMB tidak secara signifikan menambah beban keuangan negara. Secara tidak langsung, adanya Peraturan Daerah tentang IMB justru akan menambah Pendapatan Asli Daerah terutama jika Peraturan Daerah tersebut mampu membentuk pelayanan prima perizinan bangunan yang mendorong kepatuhan hukum masyarakat dalam pengajuan permohonan IMB. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kejelasan pengaturan retribusi IMB, terutama terkait dengan keringanan retribusi IMB maupun disinsentif retribusi IMB.

38 Suparman, “Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang (Studi Kasus di Kecamatan Ciledug), Tesis, Depok: FISIP UI, 2002.

39 Sonya Imelda Samosir, “Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli”, Skripsi, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 34

Sebelum menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan terkait, perlu dipahami sistematika pengaturan perizinan bangunan gedung secara hierarkis. Sistematika tersebut untuk memahami bagaimana relasi antara peraturan perundang-undangan yang ada hingga di tataran daerah. Dengan demikian, dapat diharmonisasikan pengaturan perizinan bangunan antara Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan yang bersifat atribusi. Peraturan perundang-undangan yang bersifat atribusi merupakan peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada institusi yang bersangkutan, dalam hal ini Pemerintah Daerah, untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dalam hal ini peraturan daerah. Kedua, peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan yang bersifat delegasi. Peraturan perundang-undangan yang bersifat delegasi merupakan peraturan perundang-undangan yang memberikan delegasi atau amanah untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan turunannya, dalam hal ini peraturan daerah mengenai perizinan bangunan. Keterkaitannya dapat dilihat pada Gambar 3.01

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 35

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

UU NO. 28

TAHUN 2002

UUD NRI 1945

UU NO. 23

TAHUN 2014

UU NO. 12 TAHUN

1950 JO. UU NO. 2 TAHUN 1965

PERMEN PU NO.

24/PRT/M/2007

PERMEN-DAGRI NO. 32 TAHUN

2010

RAPERDA

TENTANG IMB

PERDA NO. 29 TAHUN 2011

PERDA NO. 22 TAHUN 2000 JO. PERDA NO. 23 TAHUN 2004

PERDA NO. 5 TAHUN 2011

PP NO. 36

TAHUN 2005

33

Keterangan: Peraturan perundang-undangan atribusiPeraturan perundang-undangan delegasi

Gambar 3.01Hierarki Pengaturan IMB dalam Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan hierarki pada Gambar 3.01 maka Bab ini akan menganalisis dan mengevaluasi 10 (sepuluh) peraturan perundang-undangan, yaitu UUD NRI 1945, UU No. 12 Tahun 1950, UU No. 28 Tahun 2002, UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 36 Tahun 2005, Permen PU No. 24/PRT/M/2007, Permendagri No. 32 Tahun 2010, dan Perda No. 29 Tahun 2011. Analisis dan evaluasi tersebut untuk kemudian merumuskan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 36

preskripsi terkait pencabutan pasal-pasal yang terkait dengan IMB dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan pengaturan yang sebaiknya dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB.

3.1. Peraturan Perundang-undangan Bersifat Atribusi3.1.1. UUD NRI 1945 [Pasal 18 ayat (6)]

UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah untuk dapat menetapkan peraturan daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945, yang berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, maka salah satu kewenangan pemerintahan daerah adalah menetapkan peraturan daerah. Terkait dengan peranan peraturan daerah tersebut dalam hal otonomi, Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 terkait pula dengan UU No. 23 Tahun 2014 (akan dibahas selanjutnya) yang secara khusus mengatur pemerintahan daerah. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan nampak bahwa pengaturan perizinan bangunan dengan peraturan daerah menjadi wewenang pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah yang diberikan berdasarkan undang-undang.

3.1.2. UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965)UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tidak dibentuk

untuk mengatur secara khusus pembentukan Kabupaten Gresik. Undang-

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 37

undang tersebut juga mengatur pembentukan kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Timur. Undang-undang ini dibentuk dengan mengacu pada Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar sebelum diamandemen).

Pasal-pasal yang menjadi dasar tersebut terkait dengan wewenang pembentukan undang-undang. Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa: “Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa setiap Undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Begitu pula Pasal IV Aturan Peralihan mengatur wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dipegang oleh Presiden dibantu Komite Nasional sebelum kedua lembaga negara tersebut dibentuk. Ketentuan-ketentuan itulah yang menjadi dasar bagi pembentukan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965. UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi penting dalam setiap pembentukan Perda Kabupaten Gresik karena Undang-Undang tersebut menjadi landasan terbentuknya Kabupaten Gresik dengan segala wewenang yang melekat pada Pemerintah Kabupaten Gresik pascapembentukan Kabupaten Gresik.

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tersebut, daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 diatur pula urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan kewajiban kabupaten-kabupaten yang dibentuk tersebut. Namun dasar urusan wajib yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Gresik bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU No. 23 Tahun 2014. UU No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam pembentukan setiap peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk menunjukkan dasar yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Gresik. Ketika Pemerintah Kabupaten Gresik terbentuk itulah juga eksis wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 38

3.1.3. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan DaerahUU No. 23 Tahun 2014 merupakan pengganti dari Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dianggap sudah tidak dapat mengakomodir perkembangan kebutuhan pengaturan pemerintahan daerah. Namun UU No. 23 Tahun 2014 masih memegang prinsip desentralisasi dalam pemerintahan daerah.

Keberadaan desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 dapat dipandang sebagai perwujudan negara hukum karena pada desentralisasi terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat. Hans Kelsen menyatakan pendapatnya bahwa kerakyatan bisa juga terdapat di dalam negara yang pemerintahannya menganut sentralisasi namun adanya asas desentralisasi lebih demokrasi daripada sentralisasi.40

Menurut Hans Kelsen adanya desentralisasi dapat menghindarkan negara dari kecenderungan otokrasi. Hal ini disebabkan desentralisasi membuat pemimpin di pusat harus memberikan beberapa kewenangannya kepada pemimpin di daerah padahal seorang otokrat cenderung memusatkan fungsi sebanyak-banyaknya pada pribadinya sendiri. Ia akan berusaha untuk mengatur sebanyak mungkin masalah melalui norma-norma hukum di pusat.41

Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014, penyelenggaraan urusan pemerintahan di Daerah dilaksanakan berrdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 didefinisikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi (lihat Pasal 1 Angka 8).

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada

40 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2010, hlm 93.41Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori Umum Tentang Hukum dan

Negara, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, 2006, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hlm. 441-442.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 39

Pemerintah Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain:a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan;d. yustisi;e. moneter dan fiskal nasional; danf. agama.

Urusan Pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah Daerah adalah Urusan Pemerintahan konkuren. Dalam UU No. 23 Tahun 2014, Urusan Pemerintahan konkuren kemudian dibagi dalam matriks pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Pembagiannya mencakup kewenangan dalam pengelolaan unsur manajemen dan kewenangan dalam penyelenggaraan fungsi manajemen. Kewenangan tersebut melekat pada masing-masing tingkatan atau susunan pemerintahan, kecuali jika diatur pengecualiannya.

Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)]. Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), pengaturan bangunan dan gedung dapat diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

Jika melihat Tabel pembagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang pada Lampiran UU No. 23 Tahun 2014, sub urusan bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungannya menjadi salah satu urusan wajib pemerintahan daerah. Dua sub urusan tersebut menjadi dasar yuridis bagi pemerintah daerah untuk mengaturnya dalam peraturan daerah. Urusan wajib yang menjadi urusan kabupaten/kota adalah penyelenggaraan bangunan gedung, yang

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 40

termasuk dalam hal ini adalah pengaturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Tabel 3.01Pembagian Urusan Wajib Terkait Perizinan Bangunan

Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi

Pemerintah Kabupaten/Kota

a. penetapan bangunan gedung untuk kepenting-an strategis nasional;

b. penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyeleng-garaan bangunan gedung fungsi khusus.

a. penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis Provinsi;

b. penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis Provinsi.

Penyelenggaraan bangunan gedung di kab/kota, termasuk pemberian izin mendirikan bangunan dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

Sumber: Lampiran UU No. 23 Tahun 2014

UU No. 23 Tahun 2014 berusaha mencari keseimbangan antara desentralisasi dengan sentralisasi. Pengalaman menunjukkan pendulum kebijakan desentralisasi ataupun sentralisasi yang ekstrim cenderung akan menciptakan instabilitas pemerintahan yang akan bermuara pada konflik yang elitis dan tidak berpihak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu selalu terdapat upaya untuk menyeimbangkan antara kebijakan yang desentralistik dengan kebijakan yang sentralistik sebagai suatu continuum kebijakan.

Selain itu dalam Pasal 241 dan 242 UU No. 23 Tahun 2014 diatur bahwa penyusunan, pengajuan dan penetapan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD, merupakan bagian dari tugas dan wewenang kepala daerah. Atas dasar itu, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan kewenangan pemerintahan daerah dalam penetapan Perda, yaitu antara pemerintah daerah bersama dengan DPRD.

3.2. Peraturan Perundang-Undangan Bersifat DelegasiNASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 41

3.2.1. UU No. 28 Tahun 2002UU No. 28 Tahun 2002 mengamanahkan disusunnya Peraturan

Daerah mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini. Penyusunan Peraturan Daerah mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah diamanahkan di dalam UU No. 28 Tahun 2002 pada bagian Penjelasan Umum. Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2002 berbunyi: “... Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.”

Ketentuan dalam UUNo. 28 Tahun 2002 tidak secara tegas mendelegasikan wewenang pengaturan perizinan bangunan di tingkat daerah. Namun beberapa pasal menunjukkan perlunya pengaturan beberapa hal spesifik yang terkait dengan perizinan bangunan, antara lain:a. Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa: “Fungsi bangunan gedung

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.” Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) bahwa penetapan fungsi bangunan gedung tersebut diberikan dalam proses perizinan mendirikan bangunan. Oleh karena itu penetapan fungsi bangunan gedung terkait dengan prosedur pemberian izin mendirikan bangunan perlu diatur lebih detail dalam peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan.

b. Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa setiap bangunan gedung harus memiliki izin mendirikan bangunan gedung. Selain itu dalam Pasal 8 ayat (4) diatur bahwa ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

c. Pasal 39 ayat (1) mengatur bahwa bangunan gedung dapat dibongkar apabila, salah satunya, karena tidak memiliki izin

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 42

mendirikan bangunan. Karena izin mendirikan bangunan merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota maka hal-hal terkait pembongkaran tentunya memerlukan pengaturan dalam suatu peraturan daerah yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan.

3.2.2. PP No. 36 Tahun 2005a. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan

gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Pasal 14 ayat (2) menunjukkan adanya wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB.

b. Pasal 112 ayat (1) menegaskan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung.

3.2.3. Permen PU No. 24/PRT/M/2007Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2002, Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) merupakan salah satu persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan proses pembangunan gedung bangunan gedung. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 43

Terkait dengan persyaratan Izin Mendirikan Bangunan, pengaturan mengenai bangunan gedung dalam suatu Perda juga harus memperhatikan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 (Permen PU No. 24/PRT/M/2007) dan juga Perda lain yang mengatur aspek yang berkaitan dengan IMB.

Dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007 diatur tentang tata cara penerbitan, persyaratan, dan retribusi terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan, serta proses pembinaan, dan ketentuan lainnya yang diperlukan terkait dengan implementasi IMB. a. Berkaitan dengan tata cara penerbitan IMB, Permen memberikan

pengaturan mengenai pola umum pengaturan IMB, Proses IMB, Tata cara pengesahan dokumen rencana teknis, Pemeriksaan permohonan IMB, Kelengkapan dokumen IMB,Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi, Jangka waktu proses penerbitan IMB, Pembekuan dan pencabutan IMB, dan Pendataan/pendaftaran bangunan gedung.

b. Dalam hal persyaratan IMB, Permen menegaskan perlunya persyaratan administratif untuk permohonan IMB, persyaratan teknis untuk permohonan IMB, penyedia jasa dan pelaksana pengurusan permohonan IMB.

c. Berkaitan dengan retribusi IMB, dijelaskan mengenai pengaturan mengenai Ketentuan khusus perizinan; Jenis kegiatan dan objek yang dikenakan retribusi; Penghitungan besarnya retribusi IMB; Indeks penghitungan besarnya retribusi IMB; Harga satuan (tarif) retribusi IMB; dan Dokumen IMB.

Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara Bertahap, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 44

Gedung untuk Pembangunan dengan Strata Title. Permen juga menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB).

Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan ini. Dalam hal daerah belum mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini. Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini.

3.2.4. Permendagri No. 32 Tahun 2010Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, pedoman dalam penerbitan

IMB juga diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010. Pengaturan penerbitan IMB dalam dua peraturan menteri yang berbeda ini tentu saja menimbulkan tumpang tindih beberapa pengaturan karena terdapat beberapa aspek pengaturan yang berbeda dari kedua peraturan menteri tersebut.

Perbedaan paling utama di antara Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 adalah terkait fokus pengaturannya.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 45

Fokus pengaturan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 lebih banyak terkait dengan aspek teknis dalam penerbitan IMB, sedangkan fokus Permendagri No. 32 Tahun 2010 adalah aspek administratif penerbitan IMB. Selain itu diundangkannya Permendagri No. 32 Tahun 2010 dilatarbelakangi oleh tidak relevannya lagi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-Undang Gangguan Bagi Perusahaan Industri pascadiundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Oleh karena itu perlu diundangkan Permendagri yang telah disinkronisasikan dengan UU No. 28 Tahun 2002. Tabel 3.02 mendeskripsikan perbedaan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007.

Tabel 3.02Perbandingan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU

No. 24/PRT/M/2007Aspek Permendagri No. 32 Tahun

2010Permen PU No. 24/PRT/M/2007

Definisi IMB Izin mendirikan bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untukbangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Ruang Objek IMB

Meliputi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. Bangunan gedung dikategorisasi secara fungsional meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, ganda/campuran.

Bangunan gedung digolongkan berdasarkan fungsi dan diklasifikasikan. Berdasarkan fungsinya digolongkan menjadi bangunan gedung fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 46

Bangunan bukan gedung dirinci dengan mencakup:a. pelataran untuk parkir,

lapangan tenis, lapangan basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya;

b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;

c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;

d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya;

e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;

f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;

g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;

h. jembatan penyeberangan orang,jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya;

i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang l istrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya;

j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan

k. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisnya.

budaya, serta fungsi khusus.Klasifikasi bangunan gedung sebagai berikut:a. Tingkat kompleksitas

(sederhana, tidak sederhana, khusus).

b. Tingkat permanensi (permanen, semi permanen, darurat atau sementara).

c. Tingkat risiko kebakaran (risiko kebakaran tinggi, sedang, rendah).

d. Tingkat zonasi gempa (Zona I – VI).

e. Lokasi (padat, senggang, renggang).

f. Ketinggian (>8 lantai, 5 s/d 8 lantai, 1 s/d 4 lantai).

g. Kepemilikan (milik negara, milik badan usaha, perorangan).

Ruang Lingkup Permohonan IMB

a. pembangunan baru, b. merehabilitasi/renovasi,

atauc. pelestarian/pemugaran.

a. Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung;

b. Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 47

perbaikan/perawatan,perubahan, perluasan/ pengurangan; dan

c. Pelestarian/pemugaran.Dokumen administrasi

a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah;

b. data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi);

c. data pemilik bangunan; d. surat pernyataan bahwa

tanah tidak dalam status sengketa;

e. surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan; dan

f. dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban.

1. Status hak atas tanaha. Surat bukti status hak

atas tanah berupa:1)Sertifikat tanah; 2)Surat Keputusan

Pemberian Hak Penggunaan atas Tanah oleh pejabat yang berwenang di bidang pertanahan;

3)Surat kavling dari pemerintah daerah, atau Pemerintah;

4)Fatwa tanah, atau rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional;

5)Surat girik/petuk/akta jual beli,yang sah disertai surat pernyataan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa, yang diketahui lurah setempat;

6)Surat kohir verpondingIndonesia, disertai pernyataan bahwa pemilik telah menempati lebih dari 10 tahun, dan disertaiketerangan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa yang diketahui lurah setempat; atau

7)Surat bukti kepemilikan tanah lainnya.

b. Surat perjanjian pemanfaatan/ penggunaan tanah, merupakan perjanjian tertulis antara pemilik

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 48

bangunan gedung dengan pemilik tanah, apabila pemilik bangunan gedung bukan pemilik tanah.

c. Data kondisi/situasi tanah, merupakan data-data teknis tanah yang memuat informasi meliputi:1)Gambar peta

lokasi/lengkap dengancontournya;

2)Batas-batas tanah yang dikuasai;

3)Luas tanah; dan 4)Data bangunan

gedung eksisting (kalau ada).

2. Status kepemilikan bangunan gedung yaitu dokumen keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB dan kepemilikan atas bangunan gedung.

3. Dokumen/surat-surat terkait berupa:a. SIPPT untuk

pembangunan di atas tanah dengan luas minimum tertentu;

b. Rekomendasi instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang fungsi khusus (untuk bangunan gedung fungsi khusus);

c. Dokumen AnalisisMengenai Dampak Lingkungan/UPL/UKL; dan/atau

d. Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 49

Dokumen rencana teknis

Dokumen rencana teknis disesuaikan dengan klasifikasi bangunan meliputi:a.gambar rencana/arsitektur

bangunan;b.gambar sistem struktur; c. gambar sistem utilitas; d.perhitungan struktur

dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (dua) lantai atau lebih;

e.perhitungan utilitas bagi bangunan gedung bukan hunian rumah tinggal; dan

f. data penyedia jasa perencanaan.

1.Data umum bangunan gedung meliputi:a. Fungsi/klasifikasi

bangunan gedungb. Luas lantai dasar

bangunan gedungc. Total luas lantai

bangunan gedungd. Ketinggian/jumlah lantai

bangunan gedunge. Rencana pelaksanaan

2.Rencana teknis bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai atau lebih – dan bangunan gedung lainnya pada umumnya.a. Gambar rancangan

arsitektur, terdiri atas gambar site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung;

b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung;

c. Gambar rancanganutilitas (mekanikal dan elektrikal), terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal dan elektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung;

d. Spesifikasi umum bangunan gedung;

e. Perhitungan struktur NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 50

untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; dan

f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal).

3.Rencana teknis bangunan gedung hunian rumah tinggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai.a. Gambar rancangan

arsitektur, terdiri atas gambar site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung;

b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung;

c. Gambar rancanganutilitas (mekanikal dan elektrikal), terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal dan elektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung;

d. Spesifikasi umum bangunan gedung;

e. Perhitungan struktur untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m;NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 51

f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal);

g. Rancangan struktur secara sederhana/prinsip; dan

h. Rancangan utilitas bangunan gedung secara sederhana/prinsip.

4.Rencana teknis bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana - 2 lantai ataulebih - dan bangunan gedung lainnya pada umumnya, serta rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum.a. Gambar rancangan

arsitektur, terdiri atas gambar site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung;

b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung;

c. Gambar rancangan utilitas (mekanikal dan elektrikal),terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal danelektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung;

d. Spesifikasi umum bangunan gedung;

e. Perhitungan struktur NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 52

untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; dan

f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal).

5. Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus Sama dengan rencana

teknis pada nomor 4 ditambah dengan rekomendasi instansi terkait.

6. Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing,dan bangunan gedung diplomatik lainnya mengikuti ketentuan untuk proses penerbitan IMB untuk bangunan gedung kepentingan umum, dan selain mengikuti persyaratan teknis setempat dapat mempertimbangkan persyaratan teknis tertentu yang disyaratkan oleh Negara yang bersangkutan.

Persyaratan teknis pelaksanaan pembangunan

a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;

b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan koefisien tapak basement (KTB) yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah;

d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;

e. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum yang

Persyaratan teknis pelaksanaan pembangunan tercakup dalam keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi ketentuan meliputi:a. Fungsi bangunan gedung

yang dapatdibangun pada lokasi bersangkutan;

b. Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

c. Jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan, apabila membangun di

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 53

diizinkan; f. koefisien lantai

bangunan(KLB)maksimum yang diizinkan;

g. koefisien daerah hijau (KDH)minimum yang diwajibkan;

bawah permukaan tanah; d. Garis sempadan dan jarak

bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;

e. KDB maksimum yang diizinkan;

f. KLB maksimum yang diizinkan;

g. KDH minimum yang diwajibkan;

h. KTB maksimum yang diizinkan;

i. Jaringan utilitas kota; dan j. Keterangan lainnya yang

terkait.Jangka waktu penerbitan IMB

Bupati/Walikota menerbitkan permohonan IMB paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima.

Dokumen IMB diterbitkan dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu.

Pembekuan dan pencabutan IMB

1. Pembekuan IMBPasal 16 ayat (2): Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB.

2. Pencabutan IMBPasal 17: Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dikenakan sanksi berupa

1. IMB dibekukan jika dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak peringatan ketiga atas pelanggaran, pemilik bangunan gedung tidak melakukan perbaikan.

2. IMB dicabut jika dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak dikenakan sanksi atas pelanggaran, pemilikbangunan gedung tidak melakukan perbaikan dan/atau penyelesaian atas sanksi yang dikenakan.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 54

penghentian tetap pembangunan, pencabutan IMB, dan surat perintah pembongkaran bangunan.

Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat tidak diatur.

1. Masyarakat dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau lingkungan melalui sarana yang mudah diakses; dan

2. Laporan tertulis dibuat berdasarkan fakta dan pengamatan secara objektif dan perkiraan kemungkinan secara teknis gejala konstruksi bangunan gedung yang tidak laik fungsi.

3.2.5. Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004

mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Namun ketentuan terkait retribusi IMB telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tenrtentu (akan dibahas pula dalam bab ini). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB.

Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundang-

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 55

undangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung.42 Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda Retribusi IMB. Oleh karena itu, sebaiknya Perda Retribusi IMB nantinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku jika Perda IMB telah diundangkan.

3.2.6. Perda No. 5 Tahun 2011Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur IMB secara khusus. Perda

No. 5 Tahun 2011 mengatur retribusi perizinan tertentu, salah satunya adalah retribusi IMB yang kemudian, berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011, mencabut dan menyatakan tidak berlaku ketentuan retribusi IMB dalam Perda No. 22 Tahun 2000 jo. Perda No. 23 Tahun 2004.

Peraturan Daerah pada umumnya mengatur prosedur perizinan dan retribusi perizinan dalam dua Peraturan Daerah yang terpisah. Namun substansi Perda No. 5 Tahun 2011 juga mengatur ketentuan yang terkait dengan prosedur dalam penerbitan IMB. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 9 yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 9(1) Setiap permohonan IMB dilengkapi dengan gambar rencana

tapak dan gambar rencana konstruksi bangunan berdasarkan rencana tapak.

(2) Gambar rencana tapak berupa:a. Site Plan untuk penggunaan tanah dibangun pabrik, hotel,

apartemen, restoran, rumah sakit, dan bangunan tunggal lainnya;

42 Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur persyaratan tata bangunan.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 56

b. Block Plan untuk penggunaan tanah di bangun Kawasan Perumahan (Real Estate), Kawasan Industri (Industrial Estate), Kawasan Pergudangan, Kawasan Perdagangan/Perkantoran/ Pertokoan, Kawasan Pelabuhan atau Dermaga, Bangunan Bawah Air, Bangunan Bawah Tanah; dan

c. Surat Ketentuan Persyaratan dan Perencanaan Pembangunan (SKP3) untuk rumah tinggal dan usaha kecil.

(3) Gambar Rencana Tapak dan Gambar Rencana Konstruksi Bangunan disusun berdasarkan Ketentuan Teknis Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (KT – RTRW) Persetujuan Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi.

(4) Dalam menyusun Rencana Tapak harus memperhatikan ketentuan tentang Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (FUFS) yang berlaku.

(5) Dalam menyusun Gambar Rencana Konstruksi Bangunan harus memperhatikan tentang Ketentuan Teknis Bangunan (KTB) yang berlaku.

Ketentuan tersebut tentu saja menimbulkan kerancuan dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 karena Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tidak mengatur bahwa siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi pembangunan pabrik, hotel, apartemen, restoran, rumah sakit, dan bangunan tunggal lainnya. Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur bahwa siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi:a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi

rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana.

b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai.

c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai atau lebih – dan bangunan gedung lainnya pada umumnya.

d. Rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum.e. Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus.f. Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing dan

bangunan gedung diplomatik lainnya.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 57

Oleh karena itu, syarat siteplan dalam dokumen rencana teknis melalui pengaturan dalam Raperda IMB perlu disinkronisasikan dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007. Pengaturan terkait siteplan juga seharusnya diatur hanya dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang perizinan bukan pada Peraturan Daerah yang mengatur retribusi perizinan.43

Selain itu terminologi block plan perlu diatur secara lebih jelas ruang lingkup dan batasannya karena ketentuan umum Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur dengan jelas terkait block plan. Hal ini untuk mencegah adanya kerancuan penggunaan istilah block plan dalam hal lain, misalnya penggunaan istilah block plan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK).

3.2.7. Perda No. 29 Tahun 2011Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur bangunan gedung secara

umum di Kabupaten Gresik. Pengaturan bangunan gedung tersebut merupakan dalam Peraturan Daerah merupakan amanat dari UU No. 28 Tahun 2002. Namun pengaturan tersebut justru terlalu detil untuk ruang lingkup pengaturan IMB untuk ruang lingkup Peraturan Daerah yang mengatur tentang bangunan gedung. Pada akhirnya, pengaturan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti lebih lanjut. Hal ini disebabkan Perda No. 29 Tahun 2011 juga tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut terkait IMB pada Peraturan Bupati. Padahal jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011, pengaturan ketentuan lebih lanjut dari sebuah peraturan perundang-undangan harus didelegasikan secara tegas. Oleh karena itu, perlu adanya Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur IMB dengan berdasarkan pendelegasian pengaturan dari Pasal 4 Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Pasal 8 ayat (1) Permen PU No. 24/PRT/M/2007.

43 Perihal block plan justru diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Izin Block Plan diatur untuk penggunaan tanah bagi kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan pergudangan, kawasan perdagangan/perkantoran/pertokoan, kawasan pelabuhan atau dermaga, bangunan bawah air, bangunan atas air dan bangunan bawah tanah.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 58

4.1. Landasan FilosofisLandasan Filosofis (pandangan hidup, kultur, keyakinan agama,

filsafat hukum, kesadaran hukum, adat, dan  wawasan kebangsaan). Maka dalam pembentukan Peraturan Daerah, para pembentuk harus menyadari bahwa pandangan hidup masyarakat setempat: yang tercermin dalam budaya masyarakat harus menjadi sumber moral, demikian halnya dengan kenyakinan agama yang dianut oleh masyarakat, pemikiran atau filsafat hukum yang dianut masyarakat daerah, termasuk kesadaran hukum masyarakat lokal, serta dalam konteks NKRI dperhatikannya  wawasan kebangsaan dalam penyusunan Peraturan Daerah. Karena itu maka asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 diberikan rambu-rambunya.

Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan. Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-sifat yang mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada sifat akan kebijaksanaan, maka filosofis tidak lain adalah pandangan hidup suatu bangsa yakni nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.

Dasar filosofis berkaitan dengan rechtsidee dimana semua masyarakat mempunyainya, yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum atau rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik atau buruk, pandangan terhadap hubungan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 59

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS44

individu dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, kedudukan wanita dan sebagainya.

Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan mengenai hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Akan tetapi adakalanya sistem nilai tersebut telah terangkum dengan baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrin-doktrin resmi (Pancasila).

Dalam tataran filsafat hukum, pemahaman mengenai pemberlakuan moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundang-undangan dan Perda) ini dimasukan dalam pengertian yang disebut dengan rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat.

Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda tentang Izin Mendirikan Bangunan memiliki landasan filosofis yaitu: “pendirian bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang wilayah”.

Jika ditelusuri lebih mendalam, Ranperda Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan dapat ditemukan pada pandangan hidup (way of life) yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila. Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran dalam

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 60

peraturan perundang-undangan untuk mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang dicita-citakan.

Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Dalam konteks negara kesatuan yang mendesentralisasikan wewenang ke daerah, pengaturan perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila.

Ketuhanan yang Maha Esa, secara filosofis menunjukkan bahwa segala kerangka bernegara harus berdasarkan pandangan bahwa segala yang di dunia ini mengikuti kebajikan tertinggi dari semesta alam. Melalu sila pertama, manusia Indonesia ingin menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri di atas manusia lain. Semua manusia setara kedudukannya (egaliter) namun sebaliknya inferior terhadap nilai-nilai kebajikan yang asalnya dari sumber yang tidak disebabkan lagi. Dalam konteks pengaturan perizinan bangunan, Ketuhanan yang Maha Esa menunjukkan bahwa pendirian bangunan sebagai produk kebudayaan tentunya merepresentasikan pula kecerdasan dan kehebatan olah pikir manusia. Namun intelektualitas tersebut haruslah diposisikan sebagai entitas yang inferior terhadap nilai-nilai yang absolut, yaitu nilai-nilai kebaikan bagi manusia. Misalnya, bangunan yang akan didirikan bukan hanya ditujukan semata untuk menunjukkan kemegahan, tetapi bagaimana bangunan tersebut selaras dengan tata ruang wilayah yang telah diatur dalam Peraturan Daerah. Dalam hal ini perizinan menjadi instrumen kontrol agar pendirian bangunan dapat menuju pada arah nilai kebaikan tersebut.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 61

Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ketiga Persatuan Indonesia harus tercermin dalam pengaturan perizinan bangunan sehingga menunjukan bahwa pendirian bangunan harus mencerminkan sisi kemanusiaan. Pencerminan sisi kemanusiaan dalam pendirian bangunan dapat dilihat pada fungsi perizinan bangunan untuk mencegah adanya pendirian bangunan yang dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan sekitar dan masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007 yang mengatur peran serta masyarakat. Masyarakat berdasarkan ketentuan dalam Permen PU tersebut dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang indikasi bangunan yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau lingkungan melalui sarana yang mudah diakses. Hal ini menunjukkan bahwa perizinan bangunan berfungsi untuk menempatkan pendirian bangunan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan ketika dikaitkan dengan masyarakat dan lingkungan.

Sila keempat, yang menunjukkan pandangan bangsa Indonesia yang memperhatikan nilai-nilai kerakyatan untuk mencapai keadilan sosial, dengan jalan musyawarah dan sebagaimana dinyatakan pada sila kelima harus pula menjadi dasar pengaturan perizinan bangunan untuk mencapai keadilan sosial. Dalam pandangan filosofis ini jelas bahwa bangsa Indonesia menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga setiap bentuk aturan hukum harus memperhatikan masyarakat yang dalam stratifikasi sosial berada di lapisan bawah. Oleh karena itu, pengaturan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik sebaiknya tidak kemudian mempersulit masyarakat dari kelas ekonomi yang kurang mampu untuk membangun tempat tinggal yang aman dan nyaman.

Bangunan sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Perizinan bangunan perlu

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 62

diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, serta untuk mewujudkan pendirian bangunan yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Pengaturan perizinan bangunan tersebut tidak dapat dihindarkan karena kebutuhan akan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut akan terus ada dan berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban. Perbaikan mutu hidup masyarakat yang diwujudkan melalui pembangunan nasional harus diikuti dan disertai secara seimbang dengan ketertiban pendirian bangunan. Aspek ketertiban pendirian bangunan difokuskan pada aspek kualitatif dengan memungkinkan terselenggaranya perizinan bangunan yang sesuai dengan hakekat dan fungsinya.

Dengan landasan filosofis tersebut, diharapkan perizinan bangunan dapat menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Pada akhirnya, tujuan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicapai.

4.2. Landasan SosiologisPeraturan Daerah harus mempunyai landasan sosiologis, atau

keberlakuan faktual yaitu ‘kebutuhan dan aspirasi ril masyarakat’, yang mendasari mengapa Peraturan Daerah mengenai hal tertentu harus dibentuk dalam suatu Daerah.

Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 63

Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Tanpa memasukan faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka peraturan perundang-undangan hanya sekedar merekam seketika (moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal dari dinamika masyarakat. Bahkan peraturan perundang-undangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah pengukuhan kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat.

Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh negara dengan harapan dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara sadar tanpa kecuali. Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memperhatikan secara lebih seksama setiap gejala sosial masyarakat yang berkembang. Terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi.

Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda Izin Mendirikan Bangunan memiliki landasan sosiologis. Landasan sosiologis adanya

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 64

pengaturan Izin Mendirikan Bangunan yaitu perlunya perizinan bangunan yang dapat:44

1. Mewujudkan pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan.2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin

keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

3. Mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya.

Landasan sosiologis tersebut memperlihatkan adanya kontribusi atau dampak dari perizinan bangunan terhadap lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan hidup lainnya. Agar perizinan bangunan dapat menjamin ketertiban pendirian bangunan sehingga terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan.

4.3. Landasan YuridisPembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu

pada landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah.

Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar.

Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan sanksi, disebutkan bahwa sanksi adalah cara-cara

44 Mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2010.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Hal. 65

menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen mengenai konsekuensi-konsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-janji atau ancaman.

Dalam pembentukan peraturan daerah harus memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig);

2. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan dengan materi muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud;

3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan;

4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.

Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Perda Bangunan Gedung memiliki landasan yuridis yaitu “untuk melaksanakan ketentuan Pasal 109 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 66

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung”. Dimana dalam Pasal 109 ayat (1) tersebut diatur bahwa “pengaturan (sebagai bagian dari pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung) dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunan peraturan daerah di bidang bangunan gedung berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat”.

Dengan demikian, landasan yuridis tersebut telah memperkuat dasar penyusunan Peraturan Daerah tentang Penataan Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan, yaitu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat delegasi atau amanah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.1. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945

Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menjadi salah satu landasan yuridis untuk menunjukkan landasan wewenang Pemerintahan Daerah untuk membentuk peraturan daerah tentang bangunan gedung. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dalam hal untuk menjalankan otonomi daerah itulah Pemerintah Kabupaten Gresik memiliki wewenang untuk membentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik.

2. UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965)UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi landasan yuridis Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan karena berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 67

Tahun 1965 daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 diatur pula urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan kewajiban kabupaten-kabupaten yang dibentuk tersebut. Namun dasar urusan wajib yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Gresik bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU No. 23 Tahun 2014. UU No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam pembentukan setiap peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk menunjukkan dasar yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Gresik. Ketika Pemerintah Kabupaten Gresik terbentuk itulah juga eksis wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut.

3. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan GedungUU No. 28 Tahun 2002 merupakan undang-undang yang menjadi rujukan dalam pembentukan setiap peraturan daerah tentang bangunan gedung di berbagai daerah. UU No. 28 Tahun 2002 secara eksplisit dalam bagian Penjelasan juga menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah. Dalam Penjelasan dinyatakan bahwa UU No. 28 Tahun 2002 hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif saja, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002.

4. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan DaerahBerdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain:g. politik luar negeri;

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 68

h. pertahanan; i. keamanan;j. yustisi;k. moneter dan fiskal nasional; danl. agama.

Urusan pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah Daerah adalah Urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)]. Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), pengaturan bangunan dan gedung dapat diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, sub urusan bangunan gedung. Berdasarkan pembagian urusan dalam UU No. 23 Tahun 2014, wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam sub urusan bangunan gedung adalah pemberian IMB dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.

5. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan GedungPP No. 36 Tahun 2005 menjadi salah satu landasan yuridis pengaturan peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan karena merupakan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mendelegasikan pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah. Beberapa contoh pendelegasian pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah antara lain:c. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan

gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Pasal 14 ayat (2)

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 69

menunjukkan adanya wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB.

d. Pasal 112 ayat (1) menegaskan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung.

6. Permen PU No. 24/PRT/M/2007Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara Bertahap, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan dengan Strata Title. Permen juga menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB).

Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan ini. Dalam hal daerah belum

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 70

mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini. Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini.

7. Permendagri No. 32 Tahun 2010Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, Permendagri No. 32 Tahun 2010 juga menjadi landasan yuridis karena mendelegasikan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Daerah. Pendelegasian tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) yang mengatur bahwa Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan berpedoman pada Permendagri No. 32 Tahun 2010 paling lambat 2 (dua) tahun sejak Permendagri No. 32 Tahun 2010 ditetapkan.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 71

5.1. SasaranSasaran dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik

tentang Izin Mendirikan Bangunan (Raperda IMB) ini adalah:1. Terbentuknya dasar hukum yang mengatur Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kabupaten Gresik secara sistematis dan tidak lagi tersebar pada berbagai peraturan perundang-undangan. Analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan maupun praktik empiris menunjukkan bahwa sistematika pengaturan IMB di Kabupaten Gresik tersebar dalam berbagai Peraturan Daerah. Hal ini tentunya akan menyulitkan masyarakat dalam memahami prosedur penerbitan IMB di Kabupaten Gresik. Jika dilihat dari perspektif investasi, hal ini dapat berdampak buruk karena investor dapat menurun keyakinannya terhadap kepastian hukum bagi perizinan di Kabupaten Gresik.

2. Tersebarnya pengaturan IMB di Kabupaten Gresik juga berdampak pada tumpang tindih pengaturan. Oleh karena itu Raperda IMB akan mensinkronisasikan berbagai pengaturan tersebut sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih pengaturan yang menyulitkan penerbitan IMB akibat multitafsir. Pengaturan IMB di Kabupaten Gresik dengan adanya Raperda IMB ini menjadi terpisah dari Perda yang mengatur retribusi IMB.

3. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut maka melalui Raperda IMB ini juga akan dicabut Perda maupun ketentuan pada beberapa Perda untuk mencegah tumpang tindih. Melalui pencabutan tersebut

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 72

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

55

diharapkan adanya pengaturan IMB yang sistematis dan terunifikasi dalam satu produk hukum daerah. Berdasarkan analisis dan evaluasi dalam Bab III, terdapat beberapa ketentuan yang akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, antara lain:a. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur

dalam Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004.

b. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011.

c. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No. 29 Tahun 2011.

5.2. Jangkauan dan Arah PengaturanBerdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

diidentifikasi jangkauan dan arah pengaturan dalam Raperda IMB ini meliputi:1. Prinsip dan manfaat dari pengaturan penerbitan IMB dengan

Peraturan Daerah.2. Kelembagaan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.3. Tahap Permohonan Penerbitan IMB

Pengaturan tahap permohonan ini merupakan tahap yang mendapat porsi pengaturan lebih besar. Hal ini disebabkan dalam tahap inilah fungsi kontrol dalam perizinan dapat berperan. Fungsi kontrol tersebut ditunjukkan dalam proses verifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gresik terhadap permohonan yang masuk. Jangkauan dan arah dalam tahap ini meliputi:a. Persyaratan-persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB.b. Tata cara permohonan IMB.c. Jangka waktu penerbitan IMB.

4. Tahap Penerbitan IMB, yaitu terkait pembayaran retribusi IMB oleh pemohon.

5. Tahap Pascapenerbitan IMB

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 73

a. Pelaksanaan pembangunan.b. Pembongkaran.c. Penertiban.d. Pengawasan dan pengendalian.e. Sanksi.

5.3. Ruang Lingkup Materi MuatanRuang lingkup materi muatan dalam Raperda IMB ini meliputi:1. Ketentuan Umum

Ketentuan umum dalam Raperda IMB memuat rumusan akademik dari pengertian istilah dan frasa yang digunakan dalam Raperda. Ketentuan umum dalam Raperda IMB ini antara lain:a. Daerah adalah Kabupaten Gresik.b. Bupati adalah Bupati Gresik.c. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,

adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

d. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik.e. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan

gedung.f. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

g. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 74

kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

h. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

i. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon untuk membangun baru, memperbaiki, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

j. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan IMB kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada pemerintah.

k. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.

l. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang memuat zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 75

m. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat rencana tapak atau tata letak dan tata bangunan beserta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum.

n. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

o. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

p. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.

q. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.

r. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.

s. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

t. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 76

2. Prinsip penerbitan IMB yang meliputi:a. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;b. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;c. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha;

dand. aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum

pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan.

3. Manfaat penerbitan IMB bagi Pemerintah Daerah, yaitu:a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang

menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;

c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan

d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

4. Manfaat penerbitan IMB bagi pemegang IMB, yaitu:a. pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan; dan b. memperoleh pelayanan utilitas umum seperti

pemasangan/ penambahanc. jaringan listrik, air minum, hydrant, telepon, dan gas.

5. Ruang lingkup penerbitan IMB ditujukan bagi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran. Ruang lingkup dari bangunan gedung adalah bangunan gedung dengan fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta bangunan gedung dengan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 77

fungsi ganda/campuran. Ruang lingkup dari bangunan bukan gedung adalah:a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan

basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya; b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya; c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain

sejenisnya; d. bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain

sejenisnya; e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya; f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain

sejenisnya; g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya; h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan

perumahan, dan lain-lain sejenisnya; i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan

pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya;

j. pipa atau kabel yang dibangun di atas tanah atau di bawah tanah;

k. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan

l. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisnya.

6. IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini:a. Memperbaiki bangunan dengan tidak mengubah bentuk

dan luas serta menggunakan jenis bahan semula.b. Memperbaiki saluran air hujan dan selokan dalam

pekarangan bangunan.c. Membuat bangunan yang sifatnya sementara bagi

kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 78

melebihi garis sempadan belakang dan samping serta tidak mengganggu kepentingan orang lain atau umum.

d. Membuat pagar halaman yang sifatnya sementara yang tingginya tidak melebihi 120 (seratus dua puluh) centimeter kecuali adanya pagar ini mengganggu kepentingan orang lain atau umum.

e. Membuat bangunan yang sifat penggunaannya sementara waktu.

7. Aspek kelembagaan dalam penerbitan IMB yang mengatur sebagai berikut:a. Bupati berwenang dalam penerbitan IMB.b. Bupati mendelegasikan wewenang penerbitan IMB

kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan di Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Kepala satuan kerja perangkat daerah tersebut dalam melaksanakan pendelegasian wewenang penerbitan IMB melaporkan pelaksanaannya kepada Bupati.

8. Pengaturan tata cara permohonan IMB secara prosedural diatur sebagai berikut:a. Pemohon mengajukan permohonan penerbitan IMB

kepada Bupati melalui satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan di Daerah.

b. Permohonan dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

c. Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 79

administratif dan persyaratan teknis. Dokumen tersebut kemudian dievaluasi untuk menjadi dasar persetujuan dalam penerbitan IMB. Dokumen administratif, dan/atau dokumen rencana teknis yang belum memenuhi persyaratan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi/diperbaiki.

d. Bupati memberikan persetujuan terhadap permohonan IMB dan menetapkan retribusi IMB setelah dokumen administratif dan dokumen rencana teknis memenuhi persyaratan.

9. Persyaratan administratif permohonan IMB, antara lain:a. Status hak atas tanah. Sebagai kelengkapan dokumen

terkait status hak atas tanah tempat pendirian bangunan maka harus ditunjukkan tanda bukti penguasaan atau kepemilikan tanah yang dibuktikan dan/atau dilengkapi dengan:1) Surat bukti status hak atas tanah.2) Surat perjanjian pemanfaatan/penggunaan tanah.3) Data kondisi/situasi tanah.

b. Status kepemilikan bangunan.Untuk permohonan IMB pembangunan bangunan gedung baru, status kepemilikanbangunan gedung yaitu dokumen keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB dan kepemilikan atas bangunan gedung.

c. Dokumen/surat yang terkait, antara lain:1) Surat pernyataan dari pemohon bahwa tanah tidak

sedang dalam sengketa;

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 80

2) Surat pernyataan dari pemohon untuk bertanggungjawab dalam keamanan konstruksi bangunan;

3) Surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan;

4) Izin Tata Ruang untuk pembangunan di atas tanah dengan luas minimum tertentu;

5) Dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban; dan/atau

6) Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum.

10. Penggolongan bangunan, untuk menentukan pembedaan persyaratan teknis dokumen permohonan IMB, yang digolongkan sebagai berikut:a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal

sederhana, meliputi: rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana;

b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai –;

c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 (dua) lantai atau lebih – bangunan gedung lainnya pada umumnya;

d. Bangunan gedung untuk kepentingan umum, yaitu bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya;

e. Bangunan bukan gedung

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 81

11. Persyaratan teknis permohonan IMB berupa dokumen rencana teknis. Dokumen rencana teknis meliputi data umum bangunan dan rencana teknis bangunan. Setiap golongan bangunan dalam data umum bangunan pada dokumen rencana teknis menyampaikan informasi antara lain:a. Fungsi/klasifikasi bangunan.b. Luas lantai dasar bangunan.c. Total luas lantai bangunan.d. Ketinggian/jumlah lantai bangunan.e. Rencana pelaksanaan.

12. Substansi rencana teknis bangunan, sebagai bagian dari dokumen rencana teknis, berbeda pada setiap penggolongan bangunan. Golongan bangunan yang lebih kompleks memiliki substansi rencana teknis yang juga lebih kompleks daripada golongan bangunan yang lebih sederhana.

13. Bupati dapat menolak permohonan IMB yang diajukan Pemohon apabila bangunan yang akan dibangun tidak memenuhi persyaratan administratif dan teknis, penggunaan tanah yang akan didirikan bangunan tidak sesuai dengan rencana kota, atau terdapat keberatan tertulis dari masyarakat karena bangunan yang akan didirikan secara objektif diperkirakan akan mengganggu lingkungan, lalu lintas, aliran air, atau cahaya pada bangunan yang ada di sekitarnya. Penolakan permohonan IMB oleh Bupati disampaikan secara tertulis kepada Pemohon dengan disertai alasan penolakan.

14. Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB wajib sesuai dengan persyaratan teknis.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 82

15. Bupati melakukan pemutihan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK. Pemutihan tersebut hanya dilakukan 1 (satu) kali.

16. Bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah tidak dikenakan retribusi IMB.

17. Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah tentang IMB melalui satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan dan/atau pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan, dan keandalan bangunan. Kegiatan pengendalian meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat, dan pengenaan sanksi. Pengawasan dan pengendalian tersebut dapat melibatkan masyarakat dengan mengembangkan sistem pemberian penghargaan berupa tanda jasa dan/atau insentif untuk meningkatkan peran masyarakat.

18. Sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan Perda IMB mencakup peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan IMB, pencabutan IMB, pembongkaran bangunan.

19. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 83

dimaksud pada ayat (1) dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.

20. Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.

21. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK tetapi tidak melakukan pemutihan. dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.

22. Bangunan yang sudah terbangun tetapi memiliki IMB yang diterbitkan berdasarkan data dan informasi yang tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.

23. Bangunan yang pelaksanaan pembangunannya menyimpang dari dokumen rencana teknis yang telah disahkan dan/atau persyaratan yang tercantum dalam IMB dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 84

24. Bangunan yang dalam waktu 6 (enam) bulan sejak IMB diterbitkan tidak terdapat kegiatan fisik atau konstruksi di lapangan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.

25. Bangunan yang telah memiliki IMB tetapi kegiatan pembangunannya terhenti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan tidak dilanjutkan lagi berdasarkan pemberitahuan tertulis dari Pemilik Bangunan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.

26. Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini tetap berlaku. Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan wajib mengajukan permohonan IMB. Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

27. Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang IMB maka terdapat beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah yang dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Peraturan Daerah tersebut antara lain:a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun

2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B);

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 85

b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);

c. Ketentuan tentang IMB yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor ).

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 86

6.1. SimpulanBerdasarkan kajian yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:1. Permasalahan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik

disebabkan tidak adanya Peraturan Daerah yang mengatur penerbitan IMB secara komprehensif. Ketiadaan Peraturan Daerah tersebut berdampak pada praktik perizinan bangunan di Kabupaten Gresik yang banyak bergantung pada kebijakan yang dibuat satuan kerja perangkat daerah. Aspek-aspek prosedural dalam perizinan bangunan juga diatur dalam beberapa Peraturan Daerah yang terpisah sehingga tidak berdampak pada kesatuan sistem perizinan bangunan walaupun pengurusan IMB selama ini ditangani oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik.

2. Pengaturan permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB karena pengaturan IMB telah didelegasikan oleh Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010 untuk diatur dengan Peraturan Daerah. Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya akan disinkronkan dengan berbagai peraturan perundang-undangan terkait.

3. Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat dirumuskan konsiderans dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB yang mencakup landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut antara lain:

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 87

PENUTUP66

a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif maupun teknis agar menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungannya;

b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya;

c. bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan mendelegasikan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah.

4. Sasaran yang dituju dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB adalah terbentuknya dasar hukum yang mengatur IMB di Kabupaten Gresik secara sistematis dan tersinkronisasinya ketentuan-ketentuan di dalamnya dengan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan IMB.

6.2. Saran1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB setelah

disahkan dan diundangkan menjadi Peraturan Daerah harus ditindaklanjuti dengan penyesuaian oleh Peraturan Daerah lainnya yang terkait.

2. Setelah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB disahkan dan diundangkan maka harus ditindaklanjuti dengan pembentukan peraturan pelaksana – dalam bentuk Peraturan Bupati - yang didelegasikan pembentukannya. Pembentukan peraturan pelaksana tersebut untuk menjamin ketentuan dalam Peraturan Daerah lebih aplikatif.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 88

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 89

BUPATI GRESIK

PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIKNOMOR TAHUN 2016

TENTANG

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GRESIK,

Menimbang : a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif maupun teknis agar menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungannya;

b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanatkan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 90

membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah dalam Lingkungan Provinsi Djawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2930) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 91

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);

11. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 92

12. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 221);

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;

14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 276);

16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan;

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 8);

19. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 29);

20. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembentukan Perundang-undangan di Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2012 Nomor 2);

Dengan Persetujuan Bersama

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 93

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GRESIKdan

BUPATI GRESIK

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:u. Daerah adalah Kabupaten Gresik.v. Bupati adalah Bupati Gresik.w. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten

Gresik.x. SKPD pengawasan dan pengendalian bangunan

adalah Dinas Pekerjaan Umum.y. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan

bukan gedung.z. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

aa. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 94

yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

bb. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon untuk membangun baru, memperbaiki, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

cc. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah Kabupaten, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada pemerintah.

dd. Pemilik Bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.

ee. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, yang selanjutnya disebut RTRW, adalah RTRW Kabupaten Gresik.

ff. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah RDTRK Kabupaten Gresik.

gg. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah RTRK Kabupaten Gresik.

hh. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah RTBL Kabupaten Gresik

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 95

ii. Reklamasi perairan adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan.

jj. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

kk. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.

ll. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.

mm. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.

nn. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

oo. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.

pp. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, serta menyampaikan pendapat dan pertimbangan berkaitan dengan perizinan bangunan.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 96

qq. Bangunan gedung cagar budaya adalah bangunan gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai bangunan cagar budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya.

rr. Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energy, air, dan sumberdaya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.

ss. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien atas perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling/pekarangan.

tt. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi.

uu. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah koefisien atas perbandingan antara total luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan.

vv. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat dengan KDH, adalah koefisien atas perbandingan antara luas daerah hijau dengan luas kavling/pekarangan.

BAB IIPRINSIP, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 97

IMB diterbitkan berdasarkan prinsip:e. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;f. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;g. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia

usaha; danh. kesesuaian aspek rencana tata ruang, kepastian

status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan bangunan.

Pasal 3Penerbitan IMB bertujuan untuk:e. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;f. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan

yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;

g. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan

h. menjadi salah satu syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

Pasal 4

(1)Ketentuan IMB dalam Peraturan Daerah ini ditujukan untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

(2)Ruang lingkup dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:a. bangunan gedung dengan fungsi hunian; b. bangunan gedung dengan fungsi keagamaan; c. bangunan gedung dengan fungsi pemerintahan; d. bangunan gedung dengan fungsi usaha; e. bangunan gedung dengan fungsi sosial dan budaya;f. bangunan gedung dengan fungsi khusus; dan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 98

g. bangunan gedung dengan fungsi ganda/campuran.(3)Ruang lingkup dari bangunan bukan gedung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:a. perkerasan; b. pondasi, pondasi tangki;c. pagar tembok/besi, dinding penahan tanah

(tanggul)/ turap; d. bak/tangki penampungan bahan cair/gas;e. sumur resapan, IPAL, dan septictank;f. teras tidak beratap;g. jembatan; h. dermaga dan jetty beserta fasilitas kepelabuhanan,

bagunan pengeboran minyak, dan fasilitasnya;i. penanaman tangki/reservoir, bangunan

pengolahan air, menara, tiang listrik/telepon;j. pipa dan kabel yang berada di atas dan di bawah

tanah/air;k. kolam; l. monumen, penanda masuk, bangunan reklame;m. instalasi/gardu; dann. shelter.

Pasal 5

(1)IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang akan melakukan kegiatan: a. pembangunan baru;b. rehabilitasi/renovasi;c. pelestarian/pemugaran; ataud. penambahan bangunan.

(2)IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini:

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 99

a. memperbaiki saluran air hujan dan selokan dalam pekarangan bangunan;

b. mendirikan bangunan yang sifatnya sementara bagi kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak melebihi garis sempadan belakang dan samping serta tidak mengganggu kepentingan orang lain atau umum;

c. tambahan bangunan tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus) atau maksimal seluas 50 m2 (lima puluh meter persegi) dari luas bangunan yang dizinkan dalam IMB.

d. utilitas untuk pelayanan umum.

BAB IIIKEWENANGAN

Pasal 6(1)Bupati memiliki wewenang untuk menerbitkan IMB.(2)Bupati dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD yang membidangi perizinan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(3)SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatan penerbitan IMB kepada Bupati minimal 6 (enam) bulan sekali.

BAB IVPERMOHONAN IMB

Bagian KesatuKetentuan Tata Ruang dan Ketentuan Teknis

Pasal 7

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 100

IMB dapat diterbitkan untuk bangunan yang peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL. Apabila RDTR dan RTBL belum ditetapkan maka mengacu pada RTRW.

Pasal 8(1)IMB yang diterbitkan harus memenuhi ketentuan

mengenai :a. Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pagar

(GSP), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Sungai (GSS), Garis Sempadan Pantai yang diizinkan;

b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) tertinggi yang diizinkan;

c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) terluas yang diizinkan;

d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) terendah yang diizinkan;

e. Tinggi Lantai Bangunan (TLB) tertinggi yang diizinkan.

(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Peraturan Daerah yang mengatur tentang tata ruang dan bangunan.

Bagian KeduaPersyaratan Perizinan

Pasal 9 (1)Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada SKPD

yang diberi kewenangan menerbitkan izin.(2)Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif dan dokumen persyaratan teknis.

(3)Dokumen persyaratan administrasi, dokumen persyaratan teknis sebagai kelengkapan permohonan

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 101

IMB dan Mekanisme tata cara penerbitan IMB, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Pasal 10(1)IMB berlaku selama bangunan yang bersangkutan

berdiri sepanjang tidak mengalami perubahan bentuk, struktur, luas, dan fungsi bangunan.

(2)Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, IMB berlaku menyesuaikan masa sewa.

Bagian KetigaAdministrasi IMB

Pasal 11(1)Terhadap IMB yang telah diterbitkan dapat diberikan

Pelayanan Administrasi IMB berupa :a. balik nama IMB;b. pemecahan dan balik nama IMB;c. salinan IMB;d. legalisir IMB; dane. perubahan fungsi bangunan.

(2)Pelayanan administrasi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan.

Pasal 12Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, diwajibkan terhadap setiap perubahan kepemilikan tanah dan/atau bangunan gedung.

Pasal 13Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila:

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 102

a. unit bangunan yang dipecah, secara fisik terpisah tanpa memerlukan kegiatan perubahan bangunan gedung;

b. tidak ada bagian bangunan yang merupakan fasilitas bersama;

c. tidak ada perubahan atau gangguan terhadap fungsi bangunan gedung yang diakibatkan oleh pemecahan izin.

Pasal 14Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c dapat diberikan apabila :a. terdapat surat keterangan kehilangan atau rusak dari

instansi yang berwenang; danb. tidak terdapat perubahan bangunan baik luas, struktur

maupun fungsinya.

Pasal 15Perubahan fungsi bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e dapat diberikan apabila perubahan peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL atau jika belum terdapat RDTR dan RTBL maka disesuaikan dengan RTRW.

BAB VRETRIBUSI, DENDA DAN KERINGANAN IMB

Pasal 16(1)Retribusi pelayanan pemberian IMB merupakan

retribusi perizinan tertentu.(2)Retribusi IMB dikenakan kepada bangunan gedung dan

bangunan bukan gedung.(3)Ketentuan retribusi IMB mengacu pada Peraturan

Daerah yang mengatur retribusi perizinan tertentu.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 103

Pasal 17

Retribusi perubahan fungsi bangunan dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari retribusi pengajuan baru.

Pasal 18(1)Bangunan yang telah berdiri dan/atau telah

melaksanakan kegiatan pekerjaan pembangunan sebelum ada izin dari Bupati, dikenakan denda yaitu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (RIMB) dikalikan prosentase pembangunan yang telah dilaksanakan atau dengan rumus Retribusi Denda bangunan (RDB) = RIMB X % Fisik Bangunan.

(2)Bupati dapat memberikan pengurangan dan/atau keringanan denda retribusi IMB.

(3) Bupati dapat memberikan pembebasan denda prosentase fisik bangunan yang memperoleh izin investasi langsung konstruksi sesuai Peraturan Perundang-undangan.

(4)Prosentase fisik pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 19(1)Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada

Bupati terhadap besarnya denda retribusi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu sebelum jatuh tempo atau 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan denda retribusi.

(2)Bupati menetapkan keputusan atas keberatan denda retribusi yang diajukan.

(3)Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Bupati tidak menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 104

ayat (2), maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

Bagian KesatuPembongkaran Bangunan

Pasal 20(1)Pembongkaran bangunan dapat dikenakan pada :

a. Setiap bangunan yang tidak memiliki IMB; b. pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak

sesuai dengan IMB serta ketentuan lain yang berlaku; dan

c. bangunan dengan IMB yang telah dicabut.(2)Bupati menetapkan bangunan yang akan dibongkar

dengan surat penetapan pembongkaran atas rekomendasi tim teknis.

(3)Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(4)Surat penetapan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat batas waktu pembongkaran, prosedur pembongkaran, dan sanksi terhadap setiap pelanggaran.

(5)Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan.

(6)Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh pemilik bangunan, Pemerintah Kabupaten dapat melakukan pembongkaran.

Bagian keduaSanksi Administrasi IMB

Pasal 21

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 105

(1)Setiap pemilik bangunan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administratif.

(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :a. peringatan tertulis;b. pembatasan kegiatan pembangunan;c. penghentian sementara atau tetap pada

pelaksanaan pembangunan;d. penghentian sementara atau tetap pada

pemanfaatan bangunan gedung;e. pencabutan IMB; danf. pembongkaran.

Pasal 22Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIPENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 23(1)Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan dan

pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini melalui SKPD yang membidangi pengendalian dan pengawasan.

(2)Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan, dan keandalan bangunan.

(3)Kegiatan pengendalian meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat, dan pengenaan sanksi administratif.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 106

(4)Prosedur tentang pengawasan dan pengendalian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB VIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24(1)Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum

diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku.

(2)Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan wajib mengajukan permohonan IMB.

(3)Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB VIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 25Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun

2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B);

b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);

c. Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 52 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 107

Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor ).Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 26Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai wajib disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

Pasal 27Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik.

Ditetapkan di Gresikpada tanggal

BUPATI GRESIK,

Dr. Ir. H. SAMBARI HALIM RADIANTO, S.T., M.Si.

PENJELASANATAS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIKNOMOR TAHUN 2016

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 108

TENTANG

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

I. UMUM

Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Namun sistem nilai tersebut telah terangkum dengan baik dalam Pancasila.

Dalam tataran filosofis, pemahaman mengenai pemberlakuan moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundangundangan) dimasukkan dalam pengertian yang disebut denganrechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan memiliki landasan filosofis yaitu pendirian bangunan yang dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang wilayah.

Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran dalam peraturan perundang-undangan untuk mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan perundangundangan di bawah undang-

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 109

undang. Dalam konteks negara kesatuan yang men-desentralisasikan wewenang ke daerah, pengaturan perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila – maupun peraturan perundang-undangan di atasnya.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas.

Pasal 3 Cukup jelas.

Pasal 4 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.

Huruf b

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 110

Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara, kelenteng, dan tempat ibadah lainnya.

Huruf c Bangunan gedung fungsi pemerintahan meliputi bangunan gedung kantor milik Negara kecuali bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha

Huruf dBangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan.

Huruf eBangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.

Huruf fbangunan gedung dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung yang mempunyai kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional, bangunan bunker, bangunan pangkalan pertahanan beserta instalasi, laboratorium forensik dan depo amunisi.

Huruf gBangunan gedung fungsi ganda/campuran meliputi bangunan gedung dapat berupa bangunan rumah dengan toko (ruko), bangunan rumah dengan kantor (rukan), bangunan gedung mal-apartemen-perkantoran, bangunan gedung mal-apartemen-perkantoran-perhotelan, dan sejenisnya.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 111

Ayat (3) Huruf a

Perkerasan meliputi : jalan aspal, jalan macadam, jalan beton atau paving stone, jalan rel, lapangan parker (beton/aspal,paving), lapangan upacara, lapangan olah raga terbuka (komersial), lantai jemuran, pematangan tanah, gudang terbuka (beton/aspal,paving).

Huruf b Cukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas

Huruf h Cukup jelas

Huruf i Cukup jelas

Huruf j Cukup jelas

Huruf k Kolam meliputi: kolam renang, kolam pengolahan air dan kolam pengolahan limbah

Huruf l Cukup jelas

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 112

Huruf m Cukup jelas

Huruf nCukup jelas

Pasal 5 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Utilitas untuk pelayanan umum meliputi jaringan distribusi listrik, PDAM, instalasi milik pemerintah/pemda yang sifatnya untuk kepentingan umum.

Pasal 6 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah satuan kerja perangkat daerah yang memiliki tugas, pokok, dan fungsi di bidang perizinan sebagaimana diatur dengan Peraturan Daerah yang mengatur tentang organisasi perangkat daerah.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 7

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 113

Cukup jelas. Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 10Cukup jelas.

Pasal 11Cukup jelas.

Pasal 12Cukup jelas.

Pasal 13Cukup jelas.

Pasal 14 Cukup jelas.

Pasal 15 Cukup jelas.

Pasal 16 Cukup jelas.

Pasal 17

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 114

Cukup jelas.Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19 Cukup jelas.

Pasal 20 Cukup jelas.

Pasal 21 Cukup jelas.

Pasal 22 Cukup jelas

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24 Cukup jelas.

Pasal 25 Cukup jelas.

Pasal 26 Cukup jelas.

Pasal 27 Cukup jelas

Pasal 28

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 115

Cukup jelas.

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN

MENDIRIKAN BANGUNANHal. 116