repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1...

90

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1...

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

iv

ABSTRAK

REZA HARYO MAHENDRA PUTRA 1111048000078 SYARAT HAL IHWAL

KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM PEMBUATAN PERATURAN

PEMERINTA PENGGANTI UNDANG-UNDANG (Studi Analisis Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota) Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum

Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1436 H/ 2015 M. xi + 77 halaman + hal lampiran. Penelitian ini menganalisa

bagaimana tolak ukur dan kedudukan Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian pustaka yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang ada dalam perundang-undangan, kepustakaan, pendapat

ahli, dan jurnal. Penulis menganalisa bagaimana suatu Perpu itu dikeluarkan harus

berdasarkan asas kegentingan yang memaksa yang menyangkut kepentingan rakyat

Indonesia khususnya Perpu No 1 Tahun 2014 dengan melihat putusan MK No

138/PUU-VII/2009 tentang penafsiran asas kegentingan yang memaksa. Dengan

mengacu pada putusan MK No 138/PPU-VII/2009, Perpu No 1 Tahun 2014 dinilai

tidak mengandung unsur kegentingan yang memaksa, desakan penolakan dari rakyat

Indonesia sebagai alasan kegentingan yang memaksa tidak menjadi unsur yang tepat

untuk dikeluarkanya Perpu ini.

Kata Kunci : Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa, Perpu

No 1 Tahun 2014, Perpu Pilkada, dan

Kewenangan Presiden mengeluarkan Perpu.

Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1990 Sampai Tahun 2014

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah swt, atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “SYARAT

HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM PEMBUATAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (Studi Analisis

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota).”

Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh

ilmu dan keberkahan.

Penulisan skripsi ini dilakukan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak

mungkin diselesaikan dengan baik dan tepat oleh penulis tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Syarifuddin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

vi

2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H, M.A. dan Arip Purqon, SHI, M.A. Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode

sebelumnya. Drs. H.Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. dan Drs. Abu Thamrin, SH.,

M.Hum Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Periode sekarang.

3. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalantung, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan

dalam menyusun skripsi ini. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat

bagi penulis dan mendapat balasan yang berlimpah dari Allah swt.

4. Burhandduin M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu

membantu penulis dari semester I hingga semester VIII, semoga bapak selalu

mendapat keberkahan.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya dosen-dosen Ilmu Hukum

yang telah memberikan ilmu-ilmunya selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu

Hukum. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat bagi penulis dan

mendapat balasan yang berlimpah dari Allah SWT.

6. Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta serta staff Perpustakaan Universitas Indonesia yang

telah memberikan fasilitas untuk penulis mengadakan studi kepustakaan guna

menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua R. Eddy Prasetyo S.H dan Yetty Sri Supriyati S.H yang selalu

memberikan doa dan dukungan baik materil maupun moril, khususnya untuk

Mama yang tanpa kenal lelah bekerja keras hingga penulis selesai menyelesaikan

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

vii

skripsi ini. Semoga beliau selalu mendapatkan lindungan dan rahmat dari Allah

SWT, amin.

8. Untuk kedua saudara Penulis Denny Prastiaji Budi Tama dan Muhammad Daffa

Roihandro yang memberi semangat serta membantu menciptakan kehangatan di

dalam rumah dan insyallah selalu berada dalam lindungan-Mu dalam mencapai

kesuksesan dunia dan akhirat.

9. Terimakasih untuk keluarga tante Zaidah, keluarga Cibubur, dan keluarga

Bandung yang telah membantu dalam hal materil sampai penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga untuk Bude Neni yang selalu

membantu administrasi kampus dari awal masuk perkuliahan sampai saat ini

penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga kebaikan yang sudah diberikan akan

dibalas berlipat ganda oleh Allah Swt dan selalu mendapatkan perlindungan serta

rahmat dari Allah swt. Amin.

10. Teman-teman Ilmu Hukum M. Rizki Firdaus, Marwan, Dwi Puji Apriyantok,

Nanda Narendra Putra, Gary Ichsan Putro, Ridwan Ardy Prasetya, Ade Putra

Indrawan, Azhar Nur Fajar Alam, Lidia Asrida, Rizki Arisandi, Zaimi Multazim,

Ahmad Bustomi Kamil, dan M. Hisyam Rasfanjani terima kasih atas

kebersamaan semangat, dan wawasannya sehingga penulis bisa mencapai

kelulusan dan seluruh teman-teman Ilmu Hukum 2011 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu-persatu, semoga kita semua bisa menjadi orang yang berguna bagi

nusa, bangsa, dan agama. Amin

11. Terima kasih untuk para sahabat yang setia memberikan semangat dan dukungan

dalam pertemanan yakni Deo Rino Hendro, Annisa Dwi Nur Amalina, Milla Sari,

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

viii

terutama untuk Febrina Erni Ratna Sari yang selalu setia menemani dan

memberikan dukungan positif kepada penulis. Semoga kita semua selalu

diberikan perlindungan dan kesuksesan oleh Allah swt. Amin.

12. Terimakasih untuk Ade Azaz Rachman dengan kebaikanya memfasilitasi rumah

dan wifinya untuk Penulis mengerjakan skripsi ini sampai dengan selesai.

13. Kepada Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum yang telah

memberikan ilmu berorganisasi selama 4 tahun perkuliahan, dan kepada Pusat

Studi Hukum Ketatanegaraan serta Angkatan Muda Peduli Hukum yang

memberikan wadah keilmuan bagi penulis. Semoga eksistensi dan regenerasi

yang baik terus dicetak oleh lembaga kajian ini, amin.

14. Para Senior Irfan Kamil Siregar S.H, Rizky Hariyo Wibowo S.H, Eko Yulianto

S.H, Satyawan Pari Kresno S.H, Andi Komara S.H dan semua yang tergabung

dalam Ikatan Keluarga Ilmu Hukum UIN Syarifhidayatullah Jakarta yang telah

memberi inspirasi positif dan motivasi penulis dalam menyusun skripsi ini.

Semoga semua senior bisa meraih impiannya dan mendapat berkah dari Allah

swt.

15. Terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam membantu penulis, baik

membantu dalam segi materil maupun moril hingga bisa menyelesaikan skripsi

ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan maaf yang sebesar-

sebesarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan yang kurang berkenan bagi

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

ix

pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan di Indonesia khususnya bagi penulis.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 2 Juli 2015

Reza Haryo Mahendra Putra

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

x

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN …………...……………………………………..……. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………. iii

ABSTRAK ………………………….…………………………………………..…. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..… v

DAFTAR ISI ……………………………………………………………................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……….…………............ 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………............. 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual..................................... 7

E. Tinjauan Studi Terdahulu ………………………………... 12

F. Metode Penelitian ………………………………………... 14

G. Sistematika Penulisan …………………………………..... 17

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

xi

BAB II TEORI KEWENANGAN DAN KEWENANGAN PRESIDEN

A. Pengertian Kewenangan dan Jenis-Jenis Kewenangan....... 20

1. Pengertian Kewenangan................................................ 20

2. Jenis-Jenis Kewenangan ............................................... 25

B. Tugas Pokok dan Fungsi Presiden....................................... 27

C. Pemisahan Kekuasaan DPR dan Presiden........................... 30

1. Kekuasaan DPR.............................................................. 32

2. Kekuasaan Presiden........................................................ 35

BAB III PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-

UNDANG DAN HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG

MEMAKSA

A. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang……..... 38

1. Pengertian Perpu........................................................... 38

2. Sejarah Perpu................................................................ 39

3. Kedudukan Perpu Dalam Peraturan

Perundang-undangan..................................................... 43

B. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa ............................. 46

1. Pengertian Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa...... 46

2. Urgensi Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam

Pembuatan Perpu........................................................... 51

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

xii

BAB IV ANALISIS PERPU NO 1 TAHUN 2014 TERKAIT DENGAN

HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA

A. Proses Pembentukan Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati......................... 55

B. Perbedaan Pendapat Dalam Memahami Perpu No 1 Tahun

2014 Tentang Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa........ 60

C. Analisis Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota.......................................... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 72

B. Saran .................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara yang dilandasi oleh norma adalah istilah lain dari Negara

Hukum, yaitu aturan-aturan yang berlaku disebuah negara selalu ditempatkan

pada tempat yang tinggi (junjung tinggi).1 Sebagai sebuah negara, Indonesia

merupakan negara hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945. Pencantuman dalam UUD 1945 sebagai bukti bahwa hukum diletakkan

pada posisi penting dalam kehidupan bernegara sebagai perwujudan dari

paham kedaulatan hukum.

Kedaulatan hukum diletakkan pada posisi tertinggi dan sebagian besar

ide-ide dalam norma hukum tersebut dituangkan dalam peraturan tertulis.

Dalam struktur (hierarki) norma hukum, Indonesia menempatkan konstitusi

UUD 1945 sebagai aturan dasar bagi norma-norma hukum lain dibawahnya,

hal ini merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu perundang-

undangan dibawahnya.2

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi-II, cetakan kedelapan (Jakarta : Balai

Pustaka, 1966), h.685

2 Maria Farida Indarti Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan “Dasar-Dasar dan

Pembentukanya”, Cetakan ke 11 (Jakarta: Kanisius, 2006), h.31

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

2

Didalam peraturan perundang-undangan terdapat peraturan yang

berasal dari produk pemerintah, salah satunya adalah Perpu. Perpu di

keluarkan atas dasar prerogatif Presiden dengan melihat situasi negara dalam

keadaan genting dan memaksa. Hak prerogatif Presiden yaitu hak istimewa

yang dimiliki oleh Presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta

persetujuan lembaga lain yakni pembuatan Peraturan pemerintah pengganti

undang-undang oleh Presiden3. Perpu dibuat berdasarkan hal ihwal

kegentingan yang memaksa. Kewenangan ini sebagai konsekuensi

keterbatasan DPR dalam membuat Undang-Undang dalam hal waktu. DPR

sebagai lembaga legislatif tidak mempunyai waktu yang cukup untuk

membuat Undang-Undang dalam waktu yang singkat padahal pengaturan

setingkat Undang-Undang tersebut harus dibuat secepatnya mengingat

kondisinya yang darurat dan bersifat memaksa untuk segera dibuat.

Soehino mengatakan bahwa Perpu ditetapkan untuk mengatur suatu

materi yang seharusnya diatur dengan undang-undang, tetapi karena keadaan

yang mendesak sehingga tidak bisa ditangguhkan sampai adanya sidang di

DPR untuk membicarakan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang

mengatur materi tersebut. Untuk mengatasi keadaan agar keselamatan negara

terjamin oleh pemerintah, terpaksa pemerintah bertindak cepat yaitu

menetapkan Perpu yang mempunyai kekuasaan dan derajat yang sama

3 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi , cet I, (Gama Media,

Yogjakarta, 1999), h.256

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

3

setingkat dengan Undang-Undang tanpa persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat.4

UUD 1945 menekankan kedaulatan rakyat dan demokrasi dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono tanggal 2 Oktober 2014 telah menandatangani Perpu

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dengan syarat 10 perbaikan. Perpu yang berisi 206 Pasal dimaksudkan sebagai

pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota yang ditetapkan dalam Rapat Paripura DPR-

RI. Undang-Undang yang mengatur tentang mekanisme pemilihan kepala

daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

mendapat penolakan yang tegas dari rakyat Indonesia dan proses pengambilan

keputusannya dinilai tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang selama ini

dijunjung tinggi oleh bansgsa Indonesia.5

Berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 kedaulatan rakyat dan

demokrasi perlu ditegaskan dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati,

dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan melakukan beberapa

perbaikan mendasar atas permasalahan pemilihan langsung yang selama ini

4 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan “Dasar-Dasar dan

Pembentukanya”, h.150

5 http://www.demokrat.or.id/2014/10/inilah-pokok-pokok-perpu-pilkada,diunduh

pada tanggal 10 April 2015

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

4

telah dilaksanakan. Dijelaskan juga tentang pertimbangan mengenai hal ihwal

kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 yang intinya ada keadaan yaitu kebutuhan

mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan

Undang-Undang. Kemudian Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum

ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak

memadai, serta kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara

membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan

waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu

kepastian untuk diselesaikan

Perpu adalah hak konstitusional Presiden sebagaimana diatur dalam

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,

presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-

undang." Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa perppu itu harus mendapat

persetujuan DPR dalam persidangan berikut. Kemudian Mahkamah Konstitusi

memperjelas frasa "kegentingan yang memaksa" bagi presiden untuk

menerbitkan perpu. Dalam hal kondisi yang memaksa dan darurat pembuatan

Perpu oleh presiden dapat dilakukan, menginggat Presiden sebagai kepala

Pemerintahan sekaligus kepala negara merupakan pihak yang paling tahu

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

5

tentang kondisi negara, meskipun alasan dalam keadaan yang memaksa

tersebut dilandaskan pada pertimbangan subjektif dan prerogatif Presiden.6

Terkait dengan hal di atas penulis tertarik untuk membahasnya

dengan judul Syarat Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam

Pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Studi

Analisis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun

2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan penelitian ini, maka permasalahan

penelitian ini akan dibatasi. Pembuatan Perpu didasarkan oleh Asas Hal

Ihwal Kegentingan Yang Memaksa dan penilaian subjektifitas Presiden.

Penelitian ini hanya membahas tolak ukur Asas Hal Ihwal Kegentingan

Yang Memaksa terhadap pembuatan Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

6 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Cetakan kedua, (Jogjakarta: FH UII Pres

1997), h.153

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

6

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran dan batasan masalah

tersebut diatas maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah

sebagai berikut :

a. Bagaimana kedudukan Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

dalam pembuatan Perpu No.1 Tahun 2014 ?

b. Apa tolak ukur Presiden dalam pembuatan Perpu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kedudukan Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

dalam pembuatan Perpu No.1 Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui tolak ukur Presiden dalam pembuatan Perpu.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat secara teoritis, praktis, dan akademis yakni:

a. Secara teoritis, penelitian ini memberikan penjelasan tentang tolak ukur

subjektif Presiden dan asas Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

dalam pembuatan Perpu No.1 Tahun 2014.

b. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada para

peminat hukum tata negara, dan praktisi ketatanegaraan dalam melihat

produk Perpu yang berkualitas atas dasar kepentingan rakyat.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

7

c. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar

Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

a. Kewenangan Presiden Menurut UUD 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 pada Pasal 22 ayat (1) menyatakan bahwa : “Dalam hal ihkwal

kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan

pemerintah sebagai pengganti undang-undang”. Di dalam penjelasan

Pasal 22 sebelum perubahan amandemen UUD 1945 dijelaskan

bahwa, pasal ini mengenai Noodverordeningsrecht Presiden.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

adalah suatu peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal

kegentingan yang memaksa, yang berarti pembentukannya

memerlukan alasan-alasan tertentu, yaitu adanya keadaan mendesak,

memaksa atau darurat. Dikatakan juga bahwa dapat dirumuskan

sebagai keadaan yang sukar, penting dan terkadang krusial sifatnya

yang tidak dapat diduga, diperkirakan atau diprediksi sebelumnya,

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

8

serta harus ditanggulangi segera pembentukan peraturan perundang-

undangan yang setingkat dengan undang-undang.

Diterbitkanya Perpu oleh Presiden adalah suatu hal yang tidak

melanggar konstitusional atau mengakibatkan inkonstitusional, karena

secara jelas termaktub di dalam UUD 1945.7 Permasalahan yang

mungkin terjadi ketika Presiden mengeluarkan Perpu tidak mengacu

pada asas “hal ihwal kegentingan yang memaksa”.

c. Pendapat Pakar Hukum Tentang Asas Hal Ihwal Kegentingan Yang

Memaksa

Menurut Jimlly Ashidiqie terdapat 3 (tiga) unsur penting yang

dapat menimbulkan suatu kegentingan yang memaksa yakni, unsur

ancaman yang membahayakan, unsur yang mengharuskan, dan unsur

keterbatasan waktu.8 Menurut Profesor Lauddin Marsuni dapat

dirumuskan kegentingan yang memaksa adanya situasi bahaya atau

situasi genting, kedua adanya situasi bahaya atau genting mengancam

keselamatan negara jika pemerintah tidak cepat mengambil tindakan

hukum konkrit, ketiga adanya situasi yang sangat mendesak sehingga

7 Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Dalam hal ihkwal kepentingan yang

memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-

undang”.

8 Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.207-208

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

9

diperlukan tindakan pembentukan hukum pemenrintah tanpa

menunggu mekanisme DPR RI.9 Bagir Manan mengemukakan

pendapatnya tentang unsur kegentingan memaksa yang harus

menunjukan dua ciri umum10

, yaitu adanya keadaan krisis dan

mendesak. Keadaan krisis yang dimaksud adalah dimana suatu

keadaan dapat dikatakan sebagai krisis apabila terdapat suatu

gangguan yang menimbulkan kegentinganya. Kemudian adanya sifat

mendesak, artinya adalah suatu keadaan dapat dikatakan kegentingan

memaksa apabila suatu tindakan atau pengaturan dengan segera tanpa

menunggu permusyawaratan terlebih dahulu.

2. Kerangka Konseptual

a. Kewenangan

Secara bahasa, kata kewenanangan berasal dari kata wewenang

yang berarti hak dan kekuasaan untuk bertindak atau juga berarti

kekuasaan membuat keputusan yang memiliki akibat hukum setelah

dikeluarkannya keputusan tersebut.11

Philipus M. Hadjon membagi

9http://sumbar.antaranews.com/berita/117575/perppu-untuk-negara-dalam-keadaan-

genting diunduh pada tanggal 20 Juni 2015

10 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, h.157

11 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, 1988), h. 1011

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

10

wewenang atas dua cara yaitu atribusi dan delegasi12

. Atribusi

merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang

langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil.

Delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang untuk membuat

besluit oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain tersebut. Dengan

kata penyerahan, berarti adanya perpindahan tanggung jawab dan yang

memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi

(delegetaris).

b. Demokrasi Langsung

Demokrasi langsung diselenggarakan atas kedaulatan rakyat

(democratie) melalui sistem secara langsung. Penyaluran kedaulatan

rakyat secara langsung (direct democracy) dilakukan melalui

pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pelaksanaan referendum

untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap rencana

perubahan atas pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang Dasar.

Dapat juga disalurkan melalui pelaksanaan hak atas kebebasan

berpendapat, berorganisasi, berserikat, dan pers, serta hak-hak yang

dijamin lainya oleh konstitusi.13

12

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid),

Pro Justitia Tahun XVI Nomor I Januari 1998, h. 90 13

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2011), h.59

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

11

c. Demokrasi Perwakilan

Demokrasi perwakilan diwujudkan dalam tiga cabang

kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) sebagai pemegang kekuasaan legislatif.

Dalam menjalankan kebijakan pokok Pemerintahan dan mengatur

ketentuan hukum berupa UUD dan Undang-Undang pelembagaan

kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan. Di daerah

provinsi dan kabupaten/kota, pelembagaan demokrasi perwakilan

disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

d. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Segala sesuatu yang membahayakan negara dan kedaulatan

rakyat tentu selalu memiliki sifat yang menimbulkan “kegentingan

yang memaksa”, tetapi kegentingan yang memaksa tidak selalu

membahayakan. Terkait dengan penafsiran mengenai kegentingan

yang memaksa oleh Presiden, memang belum ada literatur yang dapat

menjelaskan tentang ukuran secara jelas ataupun patokan perihal

klasifikasi khusus tentang keadaan memaksa. Semua pertimbangan

tersebut diserahkan sepenuhnya oleh Presiden secara subjektif, artinya

penentuan adanya “kegentingan yang memaksa” tersebut baru bersifat

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

12

objektif setelah hal itu dinilai dan dibenarkan oleh DPR berdasarkan

ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945.14

E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

1. Skripsi

Membahas tentang Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perpu) Terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia yang ditulis oleh Rizki Masapan Sarjana Strata 1 (S1)

Program Studi Ilmu Hukum UI. Penelitian ini dilakukan bertujuan

mengetahui pelaksanaan pengujian terhadap sebuah peraturan perundang-

undangan dalam hal ini pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar yang diberikan kepada

Mahkamah Konstitusi.

2. Jurnal Hukum

Membahas tentang Multitafsir Pengertian Tentang “Hal Ihwal

Kegentingan Yang Memaksa” Dalam Penerbitan Perpu yang di tulis oleh

Janpantar Simamora. Jurnal ini menjelaskan bagaimana sebenarnya

batasan asas tentang “Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa” menurut

UUDNRI 1945 dan pakar-pakar hukum seperti Jimly Asshiddiqie dan

Vernon Bogdanor. Ketika sebuah perpu diterbitkan oleh Presiden maka

14

Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.13

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

13

logika penerbitan Perpu dikarenakan yang pertama adanya situasi bahaya

dan genting. Kedua situasi bahaya ini dapat mengancam keamanan negara

jika pemerintah tidak secepatnya mengambil tindakan yang konkret.

Ketiga karena situasinya amat mendesak dibutuhkan tindakan pemerintah

secepatnya sebab jika peraturan yang diperlukan untuk menangani situasi

genting itu menunggu mekanisme DPR menunggu waktu yang cukup

lama.15

3. Buku

Buku “Hukum Tata Negara Darurat” yang ditulis oleh Prof. Dr.

Jimly Asshiddiqie, S.H. Buku ini membahas tentang pandangan teoritis

dan praktik keadaan darurat, hal ihwal kegentingan yang memaksa, dan

hukum tata negara darurat. Dalam buku ini banyak dimuat hal penting

yang jarang dibahas dalam studi hukum ataupun dalam praktik

penyelenggaraan hukum di Indonesia, yaitu hukum tata negara darurat.

Dalam praktik, disamping kondisi negara dalam keadaan biasa (ordinary

condition) atau normal (normal condition) kadang-kadang timbul keadaan

yang tidak normal. Suatu negara yang tertimpa keadaan bersifat tidak

biasa atau tidak normal itu memerlukan pengaturan yang bersifat

tersendiri sehingga fungsi-fungsi negara dapat terus bekerja secara efektif

15 Mimbar.hukum.ugm.ac.id , diakses pada tanggal 16 Februari 2015

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

14

dalam keadaan yang tidak normal itu.16

Dalam hal ini adalah pembuatan

perpu oleh Presiden yang dilandaskan oleh asas hal ihwal kegentingan

yang memaksa.

Sehubungan dengan itu penelitian diatas memiliki hubungan

dengan penelitian penulis tentang asas hal ikhwal kegentingan yang

memaksa studi analisis pembuatan peraturan pemerintah pengganti

undang-undang No. 1 Tahun 2014 terkait dengan pembahasan dalam

skripsi ini. Yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian

sebelumnya adalah, penelitian sebelumnya lebih bersifat umum multitafsir

asas Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa dan pengujianya, sedangkan

penelitian yang akan penulis lakukan lebih mengerucut kepada tolak ukur

Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa dalam pembuatan Perpu No.1

Tahun 2014 oleh Presiden.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai

kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang

16 Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.v

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

15

dianggap pantas.17

Penelitian ini berlandaskan norma-norma hukum yang

berlaku yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pendekatan Masalah

Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan.

Dengan pendekatan ini, Penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian hukum normatif yaitu:18

pendekatan perundang-undangan,

pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan

pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini pendekatan yang Penulis

gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach),

pendekatan kasus dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum bersifat

otoritatif, artinya sumber-sumber hukum yang dibentuk oleh pihak

yang berwenang. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan, catatan resmi dalam pembuatan perundang-

17

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.I,(Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2004), h.118.

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VI, (Jakarta: Kencana,2010), h.93.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

16

undangan.19

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

138/PUU-VII/2009 Tentang Pertimbangan Mengenai Hal Ihwal

Kegentingan Yang Memaksa, dan Undang-Undang No. 22 Tahun

2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer.20

Terdiri dari buku-buku,

jurnal hukum, kamus hukum, hasil penelitian yang berkaitan dengan

asas hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam Perpu No.1 Tahun

2014.

4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder diklasifikasikan sesuai isu hukum yang

akan dibahas. Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk

mendapatkan penjelasan yang sistematis. Pengolahan bahan hukum

19

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV,

(Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h.141.

20

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h.119.

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

17

bersifat deduktif yaitu menarik kesimpulan yang menggambarkan

permasalahan secara umum ke permasalahan yang khusus atau lebih

konkret. Setelah bahan hukum itu diolah dan diuraikan kemudian penulis

menganalisisnya (melakukan penelitian ilmiah) secara maksimal untuk

menjawab isu hukum dan permasalahan yang telah dirumuskan dalam

rumusan masalah yang telah dibuat.

5. Metode Penulisan Skripsi

Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet. 1. 2012.”

G. Sistematika Penulisan

Pada bagian ini, penulis akan mensistematiskan persoalan-persoalan

yang akan dibahas dengan membagi ke dalam beberapa bab sebagai langkah

sistematisasi agar penulisan ini mengahsilkan kesimpulan yang baik dan

berkualitas. Pada setiap bab terdiri dari sub-sub bab akan membuat tulisan

lebih terarah, saling mendukung dan menjadi satu kesatuan yang utuh, sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

18

penelitian, tinjauan studi terdahulu, kerangka konseptual, dan

metode penelitian.

BAB II Tentang peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan

hal ihwal kegentingan yang memaksa. Bab ini membahas

secara menyeluruh tentang pengertian, sejarah, dan kedudukan

perpu dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian

membahas tentang sejarah dan penafsiran Hal Ihwal

Kegentingan Yang Memaksa.

BAB III Landasan teori umum tentang kewenangan dan kewenangan

presiden. Bab ini membahas secara umum tentang pengertian

dan jenis-jenis kewenangan. Kemudian membahas tentang

kewenangan Presiden secara umum dan kewenanganya

terhadap pembuatan perpu secara khusus.

BAB IV Tentang analisis perpu no 1 tahun 2014 terkait dengan asas hal

ihwal kegentingan yang memaksa. Bab ini membahas secara

kritis kewenangan Presiden dalam pembuatan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No 1 Tahun

2014 dikaitkan dengan asas “hal ihwal kegentingan yang

memaksa”

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

19

BAB V Penutup, bab ini dikemukakan rangkuman hasil penelitian dan

analisis bab-bab terdahulu sehingga dapat ditarik

kesimpulannya serta ditambahkan dengan saran yang terkait

dengan pokok bahasan.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

20

BAB II

TEORI KEWENANGAN DAN KEWENANGAN PRESIDEN

A. Pengertian Kewenangan dan Jenis-Jenis Kewenangan

1. Pengertian Kewenangan

Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering

disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (Yang berarti

wewenang atau berkuasa). Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI)

sebagaimana dikutip oleh Kamal Hidjaz, kata wewenang disamakan

dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk

bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang/badan lain.21

Kewenangan yang diberikan

langsung oleh peraturan perundang-undangan, contohnya Presiden

berwenang membuat Undang-Undang, Perpu, PP adalah kewenangan

Atributif.

Kewenangan dalam bahasa Inggris disebut dengan Authority, di

dalam Black S Law Dictionary diartikan sebagai “Legal power; a right to

command or to act; the right and power of public officers to require

obedience to their orders lawfully issued in scope of their public duties”.22

21

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia (Makasar: Pustaka Refleksi, 2010), h. 35.

22

Henry Campbell Black, Black’S Law Dictionary ( West Publishing, 1990), h. 133.

20

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

21

Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Kewenangan atau

wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau

bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan

hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik.

Dalam Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara juga dikenal

istilah kewenangan, istilah kewenangan diberikan kepada suatu organ

Negara. Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam

kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya

kedudukan wewenang ini sehingga F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek

menyatakan: “Het begrip bevoegdheid is dan ook een kembegrip in het

staats-en administratief recht”.23

Dari pernyataan tersebut diartikan

bahwa wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan

hukum administrasi.

Ada beberapa definisi kewenangan yang diartikan oleh para pakar

hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Ferrazi kewenangan yaitu sebagai hak untuk menjalankan

satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi

23

E.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief

Recht (Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985), h. 26.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

22

dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan

(supervisi) atau suatu urusan tertentu.24

b. Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian

kewenangan dan wewenang.25

Atas hal tersebut harus dibedakan

antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence,

bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal,

kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-

undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”

(bagian) tertentu saja dari kewenangan.

c. Bagir Manan menyatakan wewenang mengandung arti hak dan

kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk

melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk

melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu dalam hukum

administrasi negara wewenang pemerintahan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu

atribusi, delegasi dan mandat.

24

Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2007), h. 93.

25

Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih

dan Bertanggung Jawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung, Universitas Parahyangan,

2000), h. 22.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

23

d. Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan

sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum

publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.26

e. Menurut S. F. Marbun, Kewenangan dan wewenang harus dibedakan.

Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan

baik terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap sesuatu

bidang pemerintahan tertentu secara bulat. Sedangkan wewenang

(competence, bevoegdheid) hanya mengenal bidang tertentu saja.

Dengan demikian, kewenangan berarti kumpulan dari wewenang-

wewenang (rechsbevoegdheden). Jadi, wewenang adalah kemampuan

bertindak yang diberikan peraturan perundang-undangan untuk

melakukan hubungan hukum.27

f. Menurut F.P.C.L. Tonner berpendapat sebagaimana dikutip oleh

Ridwan HR “Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als

het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus

rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te

scheppen”. Dari kalimat tersebut dapat diterjemahkan bahwa

kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai

26

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, YURIDIKA, No.5&6 Tahun XII,

September – Desember, 1997 , h.1.

27

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia (Pustaka Refleksi, Makasar, 2010), h. 35.

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

24

kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu

dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan warga

Negara.28

Dari definisi yang dijelaskan oleh para ahli, bila dilihat dari sisi

tata Negara dan administrasi Negara, penulis berpendapat bahwa

kewenangan adalah suatu hak yang dimiliki oleh suatu organ

Negara/lembaga Negara berupa wewenang yang diberikan oleh suatu

peraturan perundang-undangan atau peraturan tertentu untuk menjalankan

tugas dan fungsinya sebagai organ Negara/lembaga Negara. Kewenangan

yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu organ Negara/lembaga

Negara adalah kewenangan yang memiliki legitimasi, sehingga

munculnya kewenangan adalah membatasi agar penyelenggara negara

dalam melaksanakan pemerintahan dapat dibatasi kewenangannya agar

tidak berlaku sewenang-wenang.

Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada lembaga

negara atau pemerintah dalam hal ini Presiden, adalah kewenangan yang

memiliki legitimasi. Dalam mengaplikasikan suatu kewenangan yang

dimiliki oleh Presiden, penulis memberi contoh mengenai kewenangan

Presiden untuk mengeluarkan sebuah produk hukum Perpu sebagai akibat

negara dalam keadaan genting dan memaksa.

28

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 100.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

25

2. Jenis-Jenis Kewenangan

Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe

voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik,

lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang

membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang

dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta

distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan. Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-

akibat hukum.29

Dalam memperoleh kewenangan ada tiga cara untuk

memperoleh kewenangan yaitu antara lain:

a. Atribusi, yaitu pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang

sendiri kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada

maupun yang baru sama sekali.30

Artinya kewenangan itu bersifat

melekat terhadap organ pemerintahan tersebut yang dituju atas jabatan

dan kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintahan tersebut.

b. Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ

pemerintahan kepada organ yang lain.31

Dalam delegasi mengandung

29

Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1994), h. 65.

30

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008),

h. 104. 31

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, h. 105.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

26

suatu penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan orang pertama,

untuk selanjutnya menjadi kewenangan orang kedua. Kewenangan

yang telah diberikan oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi

tanggung jawab penerima wewenang.

c. Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.

Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk

membuat keputusan a/n (atas nama) pejabat Tata Usaha Negara yang

memberi mandat.32

Tanggungjawab tidak berpindah ke mandataris,

melainkan tanggungjawab tetap berada di tangan pemberi mandat, hal

ini dapat dilihat dan kata a.n (atas nama). Dengan demikian, semua

akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya keputusan yang

dikeluarkan oleh mandataris adalah tanggung jawab dari pemberi

mandat.33

Dari penjelasan diatas maka, penulis menghubungkan dengan

pembahasan tentang penerbitan Perpu No 1 Tahun 2014. Dalam

penjelasan kewenangan Atribusi yaitu pemberian kewenangan oleh

pembuat undang-undang sendiri kepada suatu organ pemerintahan, artinya

pemerintahan yang dimaksud dalam hal ini adalah Presiden. Presiden

diberikan kewenangan untuk membuat Perpu dalam keadaan genting yang

32

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”,

Pro Justitia Tahun XVI, no.I (Januari 1998), h. 90.

33

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”,

h. 94.

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

27

memaksa. Pemberian kewenangan ini sesuai dengan Pasal 22 ayat (1)

UUD 1945 dan UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pembuatan Peraturan

Perundang-undangan. Kemudian arti selanjutnya mengenai Atribusi yakni

kewenangan ini bersifat melekat terhadap organ pemerintahan tersebut

yang dituju atas jabatan dan kewenangan yang diberikan kepada organ

pemerintahan tersebut, artinya ada rasa tanggungjawab yang harus bisa

dipertanggungjawabkan bila kewenangan ini sudah dilakukan. Secara

langsung atau tidak langsung kewenangan ini akan memberikan dampak

hukum yang harus di pertanggungjawabkan.

B. Tugas Pokok dan Fungsi Presiden

Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah lembaga yang

dapat diartikan sebagai institusi atau jabatan organisasi yang dalam sistem

pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 memiliki tugas dan jabatan sekaligus Presiden dan wakil Presiden.

Jabatan seorang Presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan

sekaligus sebagai kepala negara yang merupakan penanggungjawab dari

sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Sistem ini pada hakikatnya

merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara

dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara.

Pada dasarnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tidak

membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga negara

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

28

secara keseluruhan. Dalam arti sempit, istilah penyelenggaraan negara tidak

mencakup lembaga-lembaga negara yang tercantum dalam UUD 1945

sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara mengacu pada

tataran supra struktur politik maupun pada tataran infra struktur politik.

Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem penyelenggaraan negara

sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif yang dipimpin

oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan maupun kepala negara.34

Dalam UUD 1945 terdapat beberapa tugas dan fungsi yang dimiliki

Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, yakni:

1. Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, Pasal 4 ayat (1) yang

menyatakan “Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan

menurut Undang-Undang Dasar”

2. Kekuasaan dibidang peraturan perundang-undangan, Pasal 5 ayat (1) yang

menyatakan “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang

kepada Dewan Perwakilan Rakyat” dan Pasal 22 yang menyatakan

“Dalam hal ihkwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

3. Kekuasaan di bidang Yudisial, Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan

“Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

34

Salamoen Soeharyo & Nasri Effendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2006), h.3

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

29

pertimbangan Mahkamah Agung” dan ayat (2) “Presiden memberi

amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat”.

4. Kekuasaan di bidang hubungan luar negeri, Pasal 11 ayat (1) “Presiden

dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.” dan Pasal 13

ayat (3) “Presiden mengangkat duta dan konsul”.

5. Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya, Pasal 12 “Presiden menyatakan

keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan

dengan undang-undang”.

6. Kekuasaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata.

Pasal 10 “Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.”

7. Kekuasaan mengangkat dan membberhentikan menteri-menteri, Pasal 17

ayat (1) “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Ayat (2)

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Sehubungan dengan permasalahan yang ingin diselesaikan dalam

tulisan ini, maka penulis akan mengkaitkannya dengan kekuasaan Presiden

dalam bidang peraturan perundang-undangan, khususnya kekuasaan Presiden

menetapkan Perpu. Kewenangan dalam membuat Perpu dibuat berdasarkan

hal ihwal kegentingan yang memaksa, kewenangan ini diberikan oleh

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

30

pemerintah sebagai konsekuensi keterbatasan DPR dalam membuat Undang-

Undang dalam hal waktu. DPR sebagai lembaga legislatif tidak mempunyai

waktu yang cukup lama untuk membuat Undang-Undang dalam waktu yang

singkat padahal pengaturan setingkat Undang-Undang tersebut harus dibuat

secepat mungkin mengingat kondisinya yang daryrat dan bersifat memaksa

untuk segera dibuat. Menurut Wirjono Prodjodikoro, saat DPR dalam masa

reses atau tidak dalam masa sidang, sementara pemerintah (Presiden)

menganggap perlu diadakan suatu peraturan yang seharusnya adalah Undang-

Undang, seperti misalnya peraturan itu merupakan perubahan dari suatu

Undang-Undang, atau materinya memuat ancaman hukuman pidana sehingga

harus dibuat dalam bentuk Undang-Undang. Dalam kondisi yang demikian,

maka Presiden mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan Perpu.35

C. Pemisahan Kekuasaan DPR dan Presiden

Bentuk dan paradigma dari pemisahan dan pembagian kekuasaan telah

memperlihatkan corak yang beragam di berbagai negara. Bagaimanapun

bentuk perwujudannya, tidak lepas dan merupakan perkembangan lebih lanjut

dari ajaran pemisahan kekuasaan (Separation Of Power) yang dipelopori dua

pemikir besar yaitu John Locke dan Montesquieu.36

Dalam buku Two Treaties

35

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Cetakan-6,

(Jakarta: Dian Rakyat, 1989), h.77-78

36

Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, (Yogyakarta:

Total Media, 2009), h.46

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

31

on Civil Goverment yang diterbitkan tahun 1960 Masehi, mengemukakan

bahwa untuk mencapai keseimbangan dalam suatu negara, kekuasaan negara

harus dipiliah kepada tiga bagian, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan

eksekutif, dan kekuasaan federatif. Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan yang

berwenang untuk membuat Undang-Undang, kekuasaan lain harus tunduk

pada kekuasaan ini. Kekuasaan eksekutif meliputi kekuasaan melaksanakan

atau mempertahankan Undang-Undang termasuk mengadili. Kekuasaan

federatif adalah kekuasaan yang meliputi semua yang tidak termasuk

kekuasaan legislatif dan eksekutif, meliputi kekuasaan keamanan negara,

urusan perang dan damai dalam keterkaitannya dengan hubungan luar negeri.

Dari ketiga kekuasaan itu, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif harus

berada pada tangan yang sama dan harus ada supremasi kekuasaan legislatif

atas kekuasaan yang lain.37

Versi lain teori pemisahan kekuasaan, oleh Immanuel Kant disebut

sebagai doktrin “Trias Politika”, dikemukakan oleh Montesquieu dalam

bukunya L‟esprit des Loi.38

Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah

pernah dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian dikembangkan oleh Jhon

Locke.39

Secara garis besar ajaran Montesquieu sebagai berikut: Pertama,

37

Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradlian Administrasi Terhadap Tindakan

Pemerintah. (Bandung: Alumni,2004), h.138

38

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 Dengan Delapan Negara Maju, h.11

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

32

terciptanya masyarakat yang bebas. Kedua, jalan untuk mencapai masyarakat

yang bebas adalah pemisahan antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan

eksekutif. Ketiga, kekuasaan yudisial harus dipisah dengan fungsi legislatif.40

1. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat

Kekuasaan legislatif tidak memahami keseluruhan fungsi membuat

hukum, melainkan satu aspek khusus dari fungsi ini yaitu pembentukan

norma-norma hukum. “Hukum” suatu produk dari legislatif pada

hakikatnya adalah norma hukum, atau sekumpulan norma umum.

(“hukum” digunakan sebagai sebutan bagi keseluruhan norma-norma

hukum hanya karena kita cenderung untuk menyamakan “hukum” dengan

bentuk hukum umum dan secara keliru mengabaikan eksistensi norma-

norma hukum khusus). 41

Kedaulatan rakyat (Demokrasi) di Indonesia diselenggarakan

secara langsung dan melalui sistem perwakilan. Secara langsung,

kedaulatan rakyat diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang

tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah sebagai

39

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan

Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Cetakan-2, (Jakarta,Gramedia Pustaka

Utama,2004), h.200-203

40

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta: Sekjen Mahkamah Konstitusi, 2006), h.30-35

41

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan-1, (Bandung:

Nusamedia, 2006), h.362

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

33

pemegang kewenngan legislatif, Presiden dan wakil Presiden sebagai

pemegang kekuasaan eksekutif, dan Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Dalam menentukan

kebijakan pokok pemerintahan dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum

berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang serta dalam

menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalanya pemerintahan,

pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan,

yaitu melalui DPR dan DPD.42

Terkait dengan kedudukan DPR sebagai bagian dari demokrasi

perwakilan, dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum, susunan Dewan

Perwakilan Rakyat diatur dengan Undang-Undang, dan Dewan

Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Sesuai

dengan Pasal 20A UUD 1945, DPR sebagai lembaga negara pelaksana

demokrasi perwakilan memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang

diatur dalam Pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, DPR mempunyai

hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain hak

yang diatur dalam Pasal-Pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap

anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan

usul dan pendapat, serta hak imunitas.

42

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, h. 71-72

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

34

Menurut ketentuan Pasal 21 ayat (1) UUD sebelum amandemen,

anggota DPR berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang

sebagaimana disebutkan yakni “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

berhak mengajukan usul rancangan undang-undang”. Sedangkan di ayat

(2) menyatakan jika rancangan undang-undang itu, meskipun disetujui

oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka

rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan

Perwakilan Rakyat masa itu.

Diantara perubahan penting dalam rumusan-rumusan tersebut

diatas adalah terjadinya pergeseran mendasar dalam fungsi legislatif dari

tangan Presiden ke tangan DPR. Semula dalam Pasal 5 ayat (1) UUD

1945 (sebelum perubahan) menyatakan bahwa “Presiden memegang

kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR”, dan

dalam Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa “DPR memegang kekuasaan

membentuk undang-undang”, dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa

“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR”.

Untuk memastikan kuatnya kedudukan DPR maka dalam rangka

perubahan kedua UUD 1945 ditambahkan lagi ayat (5) yang menyatakan

“Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut

tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjang

rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang

tersebut sah berlaku undang-undang dan wajib diundangkan.”

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

35

2. Kekuasaan Presiden

Menurut tata bahasa, kata President adalah derivatif dari to preside

yang artinya memimpin atau tampil di depan. Sedangkan kata latin

Presidere berasal dari kata prae yang artinya di depan, dan kata sedere

yang artinya duduk.43

Jabatan Presiden erat hubunganya dengan bentuk

republik, meskipun tidak selalu berkaitan. Dalam sejarah politik romawi

telah muncul istilah republik, disamping kerajaan, prinsipat, dan dominat,

namun belum muncul istilah Presiden.

Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah lembaga

yang dapat diartikan sebagai institusi atau organisasi jabatan yang dalam

sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 berisi dua jabatan yaitu

Presiden dan wakil Presiden. Dalam struktur ketatanegaraan dengan

sistem pemerintahan presidensil, patut dicatat bahwa yang menyangkut

lembaga kepresidenan adalah pertama, kedudukan sebagai kepala negara

dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensil seperti di Indonesia

menyatu dalam jabatan Presiden dan wakil Presiden. Dengan demikian

Presiden memimpin penyelenggaraan negara dalam pemerintahan sehari-

hari. Kedua Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Ketitga

Presiden dan Parlemen memiliki kedudukan yang sejajar sehingga

43

Webster‟s New World Dictionary, Collage Edition, New York: The World

Publishing Company, 1962 h. 1153 dalam Harun Al Rasid, Pengisian Jabatan Presiden,

(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), h. 10

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

36

Presiden tidak dapat membubarkan Parlemen, demikian pula parlemen

tidak dapat memberhentikan Presiden.44

Dalam konteks Indonesia Presiden merupakan penanggungjawab

dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Sistem ini pada

hakikatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme

pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang

kekuasaan pemerintahan negara. Sistem penyelenggaraan pemerintahan

negara ialah sistem bekerjanya pemerintahan sebagai fungsi yang ada pada

Presiden.45

Pengertian pemerintahan dalam rangka hukum administrasi

digunakan dalam arti pemerintah umum atau pemerintah negara.

Pemerintahan dapat dipahami melalui dua pengertian, diatu pihak dalam

arti “fungsi pemerintahan”, di lain pihak dalam arti “organisasi

pemerintahan”.46

Pada dasarnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tidak

membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga

negara secara keseluruhan. Dalam arti sempit istilah penyelenggaraan

negara tidak mencakup lembaga-lembaga negara yang tercantum dalm

44

Agustin Teras Narang, Reformasi Hukum: Pertanggungjawaban Seorang Wakil

Rakyat, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h.49

45

Salamoen Soeharyo & Nasri Effendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia,h.3

46

Philipus M. Hadjon, “Pengantar Hukum Administrasi Negara”, Cetakan-3,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Pres, 1994), h.6

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

37

UUD 1945. Sedangkan dalam arti luas istilah penyelenggaraan negara

mengacu pada tataran supra struktur politik (Lembaga negara dan

Lembaga pemerintahaan), maupun pada tataran infra struktur politik

(Organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan). Dengan demikian

yang dimaksud dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara

sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif yang

dipimpin oleh Presiden baik selaku kepala negara maupun sebagai kepala

pemerintahan.47

47

Salamoen Soeharyo & Nasri Effendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia,h.4

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

38

BAB III

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

DAN HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA

A. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

1. Pengertian Perpu

Istilah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

sepenuhnya adalah ciptaan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

yang ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi,

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

Produk hukum Perpu murni atas dasar subjektifitas Presiden, dikarenakan

kegentingan yang memaksa (noodstaatsrecht) yang sedang dialami oleh

negara. Istilah noodstaatsrecht merupakan hukum tata negara yang

berlaku atau baru berlaku pada waktu negara berada dalam keadaan

genting.48

Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang

bentuknya adalah Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden

menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang

sebagaimana mestinya”. Jika biasanya bentuk Peraturan Pemerintah itu

48

W.F Prins, Buitengewone Regelingsbevoegdheden in het indische staatsrecht,

(Ind. Tijdschrift van het Recht, 1941), h.29

38

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

39

adalah peraturan yang ditetapkan untuk menjalankan Undang-Undang

sebagaimana mestinya, maka dalam keadaan kegentingan yang memaksa

bentuk Peraturan Pemerintah itu dapat dipakai untuk menuangkan

ketentuan-ketentuan yang semestinya dituangkan dalam bentuk Undang-

Undang dan untuk menggantikan Undang-Undang.49

Kata ”Perpu” itu

sendiri bukanlah nama resmi yang diberikan oleh UUD 1945. Namun,

dalam praktiknya Peraturan Pemerintah yang demikian lazim dinamakan

sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau disingkat

Perpu. Menurut Prof Jimly Asshiddiqie kelaziman itu diterima saja apa

adanya sehingga produk hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang itu dapat secara resmi disebut sebagai Perpu.50

2. Sejarah Perpu

Dalam perkembanganya diawal kemerdekaan Republik Indonesia

pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan 31 Desember 1945,

Presiden tidak pernah menetapkan Perpu.51

Pada tahun 1946 barulah

Presiden menetapkan Perpu sebanyak 10 buah dan pada tahun yang sama

ditetapkan 2 buah menjadi undang-undang. Pengaturan mengenai

eksistensi Perpu dalam Konstitusi Republik Indonesia merupakan salah

49

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.55

50

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, h.56

51

Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara

Indonesia,h.183-184

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

40

satu substansi yang tidak ikut diubah dalam proses amandemen Undang-

Undang Dasar 1945, sehingga eksistensi Perpu sebagai salah satu jenis

peraturan perundang-undangan di Indonesia secara esensial selalu diakui

baik berdasarkan Pasal 22 UUD 1945, Pasal 139 (1) UUD-RIS, Pasal 96

(1) UUDS, meskipun tiap-tiap konstitusi tersebut pada masa berlakunya

mengatur hal tersebut dalam rumusan yang berbeda.

Memahami sejarah Perpu di Indonesia maka perlu mengetahui

beberapa aturan yang mirip diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen.

Aturan yang mirip seperti Perpu sudah dijelaskan sebelumnya didalam

UUD-RIS, UUDS, dan UUD 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Serikat (UUD-RIS) Tahun 1949, istilah yang dipakai

adalah keadaan yang mendesak dan Undang-Undang Darurat. Pasal 139

ayat (1) menyatakan, “Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab

sendiri menetapkan Undang-Undang darurat untuk mengatur hal-hal

penyelenggaraan pemerintahan federal yang karena keadaan-keadaan

yang mendesak perlu diatur dengan segera”.

Ketentuan yang sama diadopsikan dalam Undang-Undang Dasar

Sementara (UUDS 1950), yaitu pada Pasal 96 ayat (1) yang berbunyi,

“Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan

Undang-Undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan

pemerintahan federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

41

perlu diatur dengan segera”. Dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) ketentuan mengenai ini

diatur dalam dua Pasal, yaitu Pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 menyatakan,

“Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang “, dan Pasal 22

menyatakan, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden

berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-

undang”.

Pada masa UUD-RIS Tahun 1949, UUDS Tahun 1950, dan UUD

Tahun 1945, bentuk-bentuk peraturan yang diterapkan berupa Undang-

Undang darurat, Perpu, Emergency Legislation (Inggris), Emergency Law

(Amerika), dan yang disebut dengan istilah lain. Oleh karena itu baik

UUD-RIS Tahun 1949 maupun UUDS 1950 sama-sama menggunakan

istilah Undang-Undang Darurat, sementara itu UUD 1945 menggunakan

istilah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Sejarah penempatan Perpu dalam peraturan perundang-undangan52

secara lebih rinci dapat dilihat dari Undang-Undang No 1 Tahun 1950

yaitu Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Pusat yang ditetapkan pada tanggal 2 Februari 1950 Pasal 1

52 Soimin, Pembentukan Peturan Perundang-undangan Negara di Indonesia,

(Yogyakarta: UII Press, 2010), h.56

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

42

Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah Undang-Undang dan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Menteri. Kemudian Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966

tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik

Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia

yang tercantum pada lampiran II yakni Bentuk-bentuk Peraturan

Perundangan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945

ialah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Keputusan Presiden Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti:

e. Peraturan Menteri;

f. Instruksi Menteri.

Selanjutnya Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang

Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan pada

Pasal 2 yaitu tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan

pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan

peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

43

c. Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

e. Peraturan Pemerintah;

f. Keputusan Presiden;

g. Peraturan Daerah.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 (Pasca UU

No.12 Tahun 2011) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 7 (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah

sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

3. Kedudukan Perpu Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Dalam sistem norma hukum negara Republik Indonesia, norma-

norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berjenjang,

sekaligus berkelompok-kelompok, dimana suatu norma itu berlaku,

bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih

tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

44

demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar

(staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia yaitu Pancasila 53

Dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan diketahui bahwa

Undang-Undang dan Perpu memiliki kedudukan yang sama, sejajar, atau

sederajat. Perpu mempunyai hirarki setingkat dengan Undang-Undang,

tetapi Perpu terkadang dikatakan tidak sama dengan Undang-Undang

karena belum adanya persetujuan dari DPR.54

Kedudukan Perpu dalam

peraturan perundang-undangan tertulis dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

menyatakan bahwa jenis dan hirearki Peraturan Perundang-undangan

terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan

Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi dan; g.

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selama ini Undang-Undang selalu

dibentuk oleh Presiden atas persetujuan DPR, dan dalam keadaan normal

atau menurut UUD 1945 dibentuk oleh DPR dan disetujui bersama oleh

DPR dan Presiden, serta disahkan oleh Presiden. Sedangkan Perpu

53

Maria Farida Indarti, Ilmu Perunang-Undangan: Jenis, Fungsi, Materi Muatan,

Edisi Revisi,(Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h.57

54

Maria Farida Indarti, Ilmu Perundang-Undangan “Dasar-Dasar dan

Pembentukanya”, h.96

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

45

dibentuk oleh Presiden tanpa persetujuan DPR karena adanya suatu hal

ihwal kegentingan yang memaksa.55

Dari penjelasan diatas bahwa sebenarnya Undang-Undang dan

Perpu dalam hirarki peraturan perundang-undangan memang memiliki

kedudukan yang sama, hanya saja kedua produk hukum ini dibentuk

dalam keadaan yang berbeda. Undang-Undang dibentuk oleh Presiden

dalam keadaan normal dengan persetujuan DPR, sedangkan Perpu

dibentuk oleh Presiden dalam keadan kegentingan yang memaksa.

Kondisi seperti ini kemudian membuat kedudukan Perpu yang dibentuk

tanpa persetujuan DPR terkadang dianggap memiliki kedudukan di bawah

Undang-Undang.

Perpu sebagai emergency legislation berdasarkan UUD 1945

adalah produk peraturan yang mempunyai kedudukan sama kuat dan

bahkan sederajat dengan Undang-Undang. Dari segi bentuknya Perpu

adalah Peraturan Pemerintah (PP), namun dari segi isisnya Perpu identik

dengan Undang-Undang. Karena itu Perpu dapat disebut sebagai Undang-

Undang dalam arti materil atau wet in materiele zin, sebagai produk

Undang-Undang dalam arti materil penerbitan dan pelaksanaan Perpu

harus diawasi ketat oleh DPR. Maka dari itu dapat disimpulakan bahwa

Perpu secara materil adalah Undang-Undang juga, hanya bentuknya bukan

55

Maria Farida Indarti, Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik

Pembentukanya, (Jakarta: Kanisius, 1998), h. 80

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

46

Undang-Undang. Bajunya Peraturan Pemerintah (PP), namun isinya

adalah Undang-Undang, yaitu Undang-Undang dalam arti materiil.

Dengan demikian Perpu sebagai Undang-Undang dalam arti materil dapat

saja diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana

mestinya.56

B. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

1. Pengertian Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa.

Hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam pengertian praktis

yaitu keadaan yang dikecualikan dari keadaan yang bersifat normal atau

state of exception. Keadaan the state of exception itu digambarkan oleh

Kim Lane Scheppele sebagai the situation in which a state is confronted

by a mortal threat and responds by doing things that would never be

justifiable in normal times, given the working principles of that state57

(keadaan dimana suatu negara dihadapkan pada ancaman hidup atau mati

yang memerlukan tindakan responsif yang dalam keadaan normal tidak

mungkin dapat dibenarkan menurut prinsip-prinsip yang dianut oleh

negara yang bersangkutan).

56

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, h.60

57

Kim Lane Scheppele, Law In A Time Of Emergency: States Of Exception And The

Temptations Of 9/11, HeinOnline- 6 U. Pa. Journal Of Constitutional Law, Vol.6:5, 2003-

2004, h.1004

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

47

Pengertian kegentingan yang memaksa memiliki sifat darurat atau

emergency yang memberikan alas kewenangan kepada Presiden untuk

menetapkan Perpu. Kegentingan yang memaksa lebih menekankan aspek

kebutuhan hukum yang bersifat mendesak atau kemendesakan yang terkait

dengan persoalan waktu yang terbatas. Disatu pihak ada unsur reasonable

necessity, tetapi dipihak lain terhadap kendala limited time. Pasal 22

menjelasakan adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai syarat

objektif, namun syarat tersebut sepenuhnya menjadi subjektif atas dasar

penilaian Presiden apakah kondisi negara berada dalam keadaan genting

dan memaksa atau terdapat hal ihwal kegentingan yang memaksa untuk

ditetapkanya Perpu.

Pasal 22 UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden

secara subjektif menilai keadaan negara atau hal ihwal yang terkait dengan

negara yang menyebabkan suatu Undang-Undang tidak dapat dibentuk

segera, sedangkan kebutuhan akan pengaturan materil mengenai hal yang

perlu diatur sudah sangat mendesak sehingga Pasal 22 UUD 1945

memberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang atau Perpu. Jika kelak Perpu itu telah dinilai

oleh DPR sebagaimana mestinya dan selanjutnya diterima maka, dapat

dikatakan keadaan atau hal ihwal kegentingan yang memaksa yang

menjadi syarat pemberlakuan Perpu yang bersangkutan menjadi keadaan

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

48

atau hal ihwal yang memang bersifat kegentingan yang memaksa

berdasarkan penilaian yang objektif atas keadaan atau hal ihwal dimaksud

yang dilakukan bersama-sama oleh DPR bersama-sama dengan

pemerintah.

Dalam perspektif Islam dibahas tentang arti dari keadaan bahaya

atau darurat dalam menanggapi suatu masalah umum atau masalah hukum

yang terjadi. Dalam hal dikeluarkanya Perpu salah satunya ada keadaan

kegentingan yang memaksa dan darurat hukum, maka Islam pun

membahas tentang keadaan darurat dan hukumnya seperti apa.

Darurat secara bahasa berasal dari kalimat "adh dharar" yang

berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Dalam

pengertian darurat para ulama berbeda pendapat. Menurut Abu Bakar

darurat adalah kekhawatiran adanya kesulitan atau kerusakan jiwa atau

sebagian anggota badan bila tidak memakan yang diharamkan. Kemudian

menurut ulama Malikyah darurat adalah kekhawatiran akan adanya

kerusakan jiwa, baik secara meyakinkan maupun dugaan.58

Hukum darurat menempati posisi yang amat penting dalam syariah

karena mengandung berbagai keuntungan seperti memberikan kemudahan

bagi orang yang ditimpa kesulitan. Darurat memiliki cakupan yang luas

untuk menghadapi setiap keadaan yang membahayakan dalam hidup tanpa

58

Jaih Mubarok, Kaidah fiqih, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 150

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

49

mengubah hukum. Hukum tidak diubah karena peraturan ini, karena

hukum darurat dan apa yang merupakan perkenan bebas untuk mengubah

hukum dan apa yang diperbolehkan dalam hukum darurat ini memiliki

batasan waktu dan jangkauannya.59

Jika dikorelasika dengan peraturan di

Indonesia ini sama halnya dengan Perpu.

Dilihat dari perspektif Islam, dikeluarkanya Perpu harus

mengandung keadilan bagi rakyat banyak, sebagaimana dijelasakan dalam

Q.S An-Nisa ayat 58 :

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan

adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat”.

Seperti yang dijelaskan Quran Surah An-nisa ayat 58 bahwa Allah

menyuruh untuk menetapkan hukum atau amanat bagi yang berhak

59

Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis,

(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 145

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

50

menerimanya, artinya ketika suatu Perpu itu dikeluarkan oleh Presiden

maka penetapannya harus mengedepankan kepentingan rakyat bukan

kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Allah Swt menyuruh untuk

menetapkan hukum seadil-adilnya agar tidak ada yang dirugikan.

Sesungguhnya penetapan hukum yang merugikan atas ketidakadilan

pemimpin hukumnya haram dan dibenci Allah Swt.

Kemudian menurut Hadits dari Ali radhiallahu „anhu, Ahmad

Syakir di dalam Tahkik Musnad (1095) yakni:

اَل َطاَعَة ِلَمْخُلْوٍق ِفْي َمْعِصَيِة اهلِل

Artinya: “Tidak ada taat pada makhluk dalam perbuatan yang maksiat

pada Allah Ta’ala”. 60

Ali radhiallahu „anhu, Ahmad Syakir berpendapat bahwa hadits tersebut

shahih. Apabila peraturan tersebut dapat mendatangkan kemaslahatan

untuk kaum Muslimin dan tidak terdapat madharat serta tidak

bertentangan dengan syari‟at Allah Ta‟ala, maka peraturan itu harus

ditaati dan tidak boleh dilangar. Tapi jika peraturan itu bertentangan

dengan syari‟at Allah Ta‟ala dan mengandung unsur maksiat kepada Allah

dan Rasul-Nya, maka janganlah di dengar dan ditaati.

60

Imam Ahmad di dkalam Musnadnya Juz I h. 131- 409

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

51

2. Urgensi Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam Pembuatan Perpu.

Polemik terus terjadi sampai saat ini mengenai urgensi tentang

kegentingan yang memaksa sebagai dasar politis dan sosiologis bagi

pembentukan Perpu. Seiring berlangsungnya zaman, seringkali muncul

pameo di masyarakat bahwa Perpu umumnya dibentuk bukan karena

adanya kegentingan yang memaksa, melainkan karena adanya

kepentingan yang memaksa.

Perpu hanya dapat ditetapkan oleh Presiden apabila persyaratan

“kegentingan yang memaksa” terpenuhi sebagaimana mestinya. Keadaan

“kegentingan yang memaksa” yang dimaksud disini berbeda dan tidak

boleh dicampuradukan dengan pengertian “keadaan bahaya”61

sebagaimana ditentukan oleh Pasal 12 UUD 1945. Pasal 12 menyatakan,

“Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Kedua ketentuan

Pasal 12 dan Pasal 22 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 tersebut sama-sama

berasal dari ketentuan asli UUD 1945, yang tidak mengalami perubahan

dalam perubahan pertama sampai perubahan keempat. Artinya norma

dasar yang terkandung didalamnya tetap tidak mengalami perubahan.

61

Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.207-208

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

52

Menurut I.C Van der Viles dalam bukunya yang berjudul

Handboek wetgeving, asas-asas pembuatan peraturan perundang-undangan

dalam hal ini termasuk Perpu, dibagi menjadi dua bagian, yaitu62

:

a. Asas Formil

Asas Tujuan, yakni tujuan yang jelas (beginsel van duidelijk)

perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan mafaat yang jelas

untuk apa dibuat. Asas Organ/Lembaga (beginsel van het juiste

orgaan), yakni setiap jenis peraturan perundang-undangan harus

dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan perundang-

undangan yang berwenang. Asas Kedesakan Pembuatan Pengaturan

(het noodzakelijkheidsbeginsel). Asas Kedapatlaksanakan atau dapat

dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid) yakni setiap

pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada

perhitungan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk

nantinya akan berlaku secara efektif di masyarakat karena mendapat

dukungan secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Asas zkonsensus

(het beginsel van de consensus).

62

A. Hamid SA, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan, (Jakarta: Disertasi, 1990),h.321-331

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

53

b. Asas Materil

Asas terminologi dan sistematika yang benar. Asas dapat dikenali.

Asas perlakuan yang sama dalam hukum. Asas kepastian hukum. Asas

pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.

Kriteria dikeluarkanya Perpu oleh Presiden yaitu dikeluarkan

dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, tidak mengatur mengenai

hal-hal yang diatur dalam UUD 1945. Tidak mengatur mengenai

keberadaan dan tugas wewenang lembaga negara, dan tidak boleh ada

Perpu yang dapat menunda dan menghapuskan kewenangan lembaga

negara, hanya boleh mengatur ketentuan Undang-Undang yang berkaitan

dengan penyelenggaraan pemerintahan.63

Urgensi hal ihwal kegentingan yang memaksa bukan hanya karena

ada keadaan bahaya, ancaman, dan berbagai kegentingan lain yang

langsung berkenaan dengan negara atau rakyat banyak. Dalam sejarahnya

ada Perpu yang ditetapkan untuk menangguhkan berlakunya Undang-

Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Undang-

Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perpu yang dimaksud adalah Perpu No. 1 Tahun 1984 tentang

Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Pajak Pertambahan

63

Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara

Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), h. 151

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

54

Nilai 1984. Menurut ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 8 Tahun

1983, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1984.

Menjelang tanggal tersebut ternyata belum siap sehingga perlu

ditangguhkan. Demikian juga Undang-Undang Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, menurut ketentuan Pasal 74 Undang-Undang tersebut

mulai berlaku pada tanggal 1 September 1994. Namun menjelang tanggal

tersebut ternyata belum siap. Keadaan “Belum Siap” menjadi dasar

membuat Perpu penangguhan. Maka dari itu, urgensi kegentingan yang

memaksa tidak semata-mata dikarenakan adanya keadaan mendesak.64

64

Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945, Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2009) h. 102

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

55

BAB IV

ANALISIS PERPU NO 1 TAHUN 2014 TERKAIT DENGAN HAL

IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA

A. Proses Pembentukan Perpu No.1 Tahun 2014

Perjalanan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubenur,

Bupati, dan Walikota tidak lepas dari permasalahan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang

membuat rakyat menjadi resah. Alasan ini secara logis dapat diterima rakyat

karena regulasi yang diatur Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota ini mengenai pemilihan kepala

daerah secara tidak langsung oleh rakyat, tetapi dipilih secara proses politik

oleh anggota DPRD. Hal ini dianggap mencederai rasa demokrasi yang

dijunjung bangsa Indonesia, meskipun banyak pakar hukum menganggap

dengan pemilihan dilakukan oleh DPRD masuk kedalam demokrasi juga

yakni demokrasi perwakilan, karena demokrasi diartikan sebagai

pemerintahan rakyat yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan

yang dilaksanakan secara langsung maupun perwakilan.

55

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

56

Implikasi dari permasalahan tersebut menimbulkan banyak kelemahan

dalam RUU Pilkada. Oleh karena itu Susilo Bambang Yudhoyono memberi

opsi dengan 10 perbaikan yakni:65

1. Ada uji publik calon kepala daerah. Dengan uji publik dapat mencegah

calon dengan integritas buruk dan kemampuan rendah, karena masyarakat

tidak mendapatkan informasi yang cukup, atau hanya karena yang

bersangkutan merupakan keluarga dekat dari incumbent. Uji publik

semacam ini diperlukan, meskipun tidak menggugurkan hak seseorang

untuk maju sebagai calon Gubernur, Bupati ataupun Walikota.

2. Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena

dirasakan selama ini biayanya terlalu besar.

3. Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar biaya bisa

lebih dihemat dan untuk mencegah benturan antar massa.

4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yang

sering disalahgunakan. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya

indikasi korupsi.

5. Melarang politik uang, termasuk serangan fajar dan membayar parpol

yang mengusung. Banyak kepala daerah yang akhirnya melakukan

korupsi, karena harus menutupi biaya pengeluaran seperti ini.

65

www.hukumonline.com diakses pada tanggal 30 Mei 2015

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

57

6. Melarang fitnah dan kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik

dan juga sangat merugikan calon yang difitnah. Demi keadilan para pelaku

fitnah perlu diberikan sanki hukum.

7. Melarang pelibatan aparat birokrasi. Ditengarai banyak calon yang

menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas dari

pemilihan kepala daerah.

8. Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena pada saat

Pilkada calon yang terpilih atau menang merasa tidak didukung oleh

aparat birokrasi tersebut.

9. Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada secara akuntabel, pasti, dan tidak

berlarut-larut. Perlu ditetapkan sistem pengawasan yang efektif agar tidak

terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme serta penyuapan.

10. Mencegah kekerasan dan menuntut tanggung jawab calon atas kepatuhan

hukum pendukungnya. Tidak sedikit terjadinya kasus perusakan dan aksi-

aksi destruktif karena tidak puas atas hasil Pilkada.

Dengan usulan 10 perbaikan yang dijelaskan di atas maka, Susilo

Bambang Yudhoyono menegaskan dirinya dan Partai Demokrat mendukung

RUU tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dengan 10

perbaikan, agar tidak dipaksakan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh

DPRD atau pemilihan kepala daerah secara tidak langsung. Hal ini

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

58

menimbulkan besarnya desakan dari berbagai kalangan rakyat Indonesia yang

menginginkan Pilkada secara langsung.

Pada tanggal 25 September 2014 DPR menggelar rapat paripurna

pengesahan RUU Pilkada yang berakhir dengan disahkannya RUU Pilkada

dengan opsi pemilihan melalui DPRD berdasarkan suara 226 anggota. RUU

Pilkada dimungkinkan tidak akan disahkan oleh DPR apabila Partai mayoritas

di parlemen yakni Partai Demokrat tidak melakukan walkout. Keputusan

walkout Partai Demokrat bukan tanpa alasan, melainkan tidak disetujuinya

usulan 10 perbaikan untuk RUU Pilkada oleh Parlemen. Akibat dari

keputusan walkout membuat tidak kuatnya suara di parlemen untuk

mendukung RUU Pilkada secara langsung, dan secara langsung disahkan atas

perolehan suara terbanyak.

Kemudian pada tanggal 2 Oktober 2014 Susilo Bambang Yudhoyono

sebagai Presiden menyerahkan dua Perpu kepada DPR atas pengesahan

Undang-Undang Pilkada yang disahkan pada tanggal 26 September 2014.

Salah satunya Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan

Gubenur/Bupati/Walikota sekaligus mencabut UU No 22 tahun 2014 yang

mengatakan pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengacu pada

pemilihan kepala daerah tak langsung oleh DPRD.

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

59

Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengeluarkan Perpu di

sinyalir akan mendapat penolakan terutama dari Koalisi Merah Putih, yang

untuk saat itu menguasai Parlemen. Masalah lain adalah Perpu harus

mendapat persetujuan DPR. Jika dihitung-hitung secara matematika, maka

perhitungannya adalah sebagai berikut:66

Dugaan ditolakanya Perpu No. 1 Tahun 2014 oleh DPR akhirnya

terbantahkan. Babak baru perjalanan Perpu No.1 Tahun 2014 berakhir dengan

disahkannya Perpu No.1 Tahun 2014 tentang Pilkada dan Perpu No. 2 Tahun

2014 tentang Pemda menjadi Undang-Undang. Dengan disahkanya oleh DPR

maka rakyat kembali bisa memilih Gubernur-Wakil Gubernur, Wali Kota-

Wakil Wali Kota, Bupati-Wakil Bupati secara langsung. Presiden Susilo

66

www.masshar2000.com diakses pada tanggal 28 Mei 2015

NO SETUJU PERPU TIDAK SETUJU

1 PDI-P (109 Kursi) Golkar (91 kursi)

2 Demokrat (61 kursi) Gerindra (71 kursi)

3 PKB (47 kursi) PAN ( 49 Kursi)

4 Nasdem (35 kursi) PKS (40 kursi)

5 Hanura (16 kursi) PPP (39 kursi)

Total 268 kursi 290 kursi

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

60

Bambang Yudhoyono pada saat itu harus melakukan pendekatan politik

kepada sejumlah pimpinan partai agar Perpu bisa mendapat persetujuan oleh

DPR. Langkah yang diambil menurut Sacipto Rahardjo adalah pengertian

politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk

mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu didalam masyarakat yang

cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar.67

B. Perbedaan Pendapat Dalam Memahami Perpu No 1 Tahun 2014 Terkait

Dengan Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Pada pembahasan sebelumnya unsur politik menjadi kekuatan yang

besar pengaruhnya terhadap perjalanan Perpu No.1 Tahun 2014, seperti yang

dijelaskan Prof. Moh. Mahfud MD, hukum dipandang sebagai dependent

variable (Variabel terpengaruh), sedangkan politik diletakan sebagai

independent variable (Variabel berpengaruh)68

. Terlepas dari unsur politik di

parlemen pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Penulis lebih

menekankan alur permasalahan hukumnya. Aturan UUD 1945 menjelaskan

keberadaan Perpu adalah hak Presiden yang diakomodir dalam Pasal 22 UUD

1945 Amandemen ke empat, menyatakan “dalam hal ihwal kegentingan yang

memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai

67

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h.352

68

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, cet-4, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009), h. 10

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

61

pengganti Undang-Undang”. Seperti halnya penerbitan Perpu No.1 Tahun

2014 dianggap sebagai langkah terbaik bagi negara dalam keadaan genting

dan memaksa atas dasar desakan dan kehendak rakyat Indonesia.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapakah yang berhak

menafsirkan Perpu No 1 Tahun 2014 itu dalam keadaan genting yang

memaksa dan apa yang menjadi tolak ukurnya? Prof. Jimly menyatakan yang

menilai suatu keadaan yang genting dan mendesak tersebut adalah

subjektifitas dari Presiden. Meski begitu tentu diperlukan pertimbangan-

pertimbangan yang matang agar subjektifitas itu tidak disalahgunakan, dalam

arti ketika diterbitkan hanya semata-mata ditujukan untuk kepentingan bangsa

dan negara.69

Permasalahan mengenai tolak ukur hal ihwal kegentingan yang

memaksa dari Perpu No. 1 Tahun 2014 menimbulkan banyak perbedaan

pendapat. Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan sering terjadi

ketika suatu Perpu dikeluarkan oleh seorang Presiden. Berikut beberapa

pernyataan mengenai tolak ukur hal ihwal kegentingan yang memaksa Perpu

No. 1 Tahun 2014, yakni:

1. Menurut Prof. Dr. Saldi Isra, terlepas dari perbedaan sikap dalam

memandang Perpu No. 1 Tahun 2014, pilihan politik untuk menyetujui

69

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, h. 101

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

62

produk hukum yang lahir dari hak subjektif presiden ini jelas merupakan

upaya untuk memulihkan kedaulatan rakyat dalam memilih kepala daerah.

Kemudian jika dibaca risalah pembahasan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,70

maksud frase “dipilih secara demokratis” sama dengan model pemilihan

presiden dan wakil presiden. Dalam hal tindak lanjut Perpu, Pasal 52 ayat

(3) UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan bahwa DPR hanya memberikan

persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu. Jika DPR

setuju, Perpu ditetapkan menjadi Undang-Undang. Artinya, secara

konstitusional, tindak lanjut Perpu untuk memenuhi Pasal 22 UUD 1945

tidak memungkinkan dilakukan perubahan substansi.

Mengenai Perpu No 1 Tahun 2014, yang harus diperdebatkan

dalam proses pembahasannya adalah alasan-alasan Presiden sebagaimana

tertuang dalam konsideran menimbang. Dalam hal ini, apakah alasan

menghormati daulat rakyat, perbaikan mendasar atas berbagai masalah

pemilihan langsung, dan penolakan luas rakyat benar-benar telah

menimbulkan kegentingan yang memaksa? Secara hukum, untuk menilai

kondisi kegentingan yang memaksa tersebut DPR dapat menggunakan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/ PUU-VII/2009. Merujuk pada

putusan ini, Perpu diperlukan apabila adanya keadaan kebutuhan

70

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-

masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara

demokratis.”

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

63

mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan

Undang-Undang, Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga

terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai

untuk menyelesaikan masalah, dan kekosongan hukum tidak dapat diatasi

dengan membuat Undang-Undang secara prosedur karena memerlukan

waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak perlu dengan

segera untuk mendapatkan penyelesaian. Berdasarkan pada putusan MK

tersebut, sangat terbuka kemungkinan memperdebatkan alasan subjektif

presiden dalam menerbitkan Perpu No 1 Tahun 2014. Namun jika dilacak

dan ditelusuri semua Perpu yang pernah ada dan kemudian disetujui

menjadi Undang-Undang, sebagian besar dapat dinilai tidak memenuhi

alasan objektif ditetapkannya Perpu. Artinya pengalaman selama ini

proses persetujuan Perpu lebih banyak ditentukan oleh “komunikasi”

presiden dan kekuatan politik di DPR.71

2. Menurut H. M. Helmi Faisal Zaini (Pimpinan Fraksi PKB di DPR Periode

2009-2014) menyatakan bahwa sikap yang jelas, tegas dan terang, yaitu

mendukung penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Demokrasi yang berprinsip pada kedaulatan rakyat hanya bisa ditegakkan

jika pemimpin daerah dipilih langsung oleh rakyat, bukan ditentukan oleh

wakil-wakil rakyat. Pilkada secara langsung lebih memberikan jaminan

71

http://www.rumahpemilu.org Persetujuan Perpu Pilkada oleh Saldi Isra diakses

pada tanggal 13 Juni 2015

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

64

pada peningkatan dan perluasan partisipasi politik rakyat, pembentukan

kultur politik yang lebih matang, pembelajaran kompetisi politik yang

sehat, fair, dan terbuka serta memberikan peluang yang lebih besar bagi

individu-individu berkualitas untuk naik ke tangga puncak kepemimpinan

daerah.

Secara historis harus diingat bahwa pemilukada secara langsung

pada mulanya muncul sebagai antitesa atas pemilihan kepala daerah yang

sebelumnya berlangsung tertutup, terbatas, elitis dan sarat dengan kolusi.

Ketika jarum sejarah yang sudah bergerak maju itu hendak diputar

kembali ke belakang melalui UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur

pemilukada dikembalikan lagi lewat DPRD, maka wajar jika kemudian

muncul penolakan dan protes meluas di masyarakat. Pemilukada oleh

DPRD dianggap sebagai keputusan anti demokrasi, maka Perpu No. 1

Tahun 2014 adalah pilihan yang terbaik bagi masa depan demokrasi di

Indonesia.72

Pernyataan tersebut memberikan pandangan bahwa Perpu No. 1 Tahun

2014 sebagai langkah tepat untuk mempertahankan kedaulatan rakyat dalam

memilih pemimpinnya. Maka ketika banyak penolakan dan desakan dari

rakyat atas pemilihan secara tidak langsung dianggap menjadi suatu alasan

sebagai keadaan yang mendesak dan kegentingan yang harus diselesaikan

72

www.fpkb-dpr.or.id diakses pada tanggal 22 Mei 2015

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

65

dengan cepat. Pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau dengan

perwakilan DPRD dinilai sebagai langkah mundur dari apa yang sudah

dilakukan bangsa ini yang sudah menjadikan demokrasi langsung sebagai

suatu langkah maju. Kesimpulanya Perpu lebih banyak ditentukan oleh

“komunikasi” presiden dan kekuatan politik di DPR dilihat dari pengalaman

beberapa Perpu yang disahkan oleh DPR. Hukum dipandang sebagai

dependent variable (Variabel terpengaruh), sedangkan politik diletakan

sebagai independent variable (Variabel berpengaruh)73

.

Pernyataan kontra terhadap dikeluarkanya Perpu No. 1 Tahun 2014

membuat para pakar hukum tata negara memberikan argumentasinya, yakni

sebagai berikut:

1. Menurut Irman Putra Sidin sebaik apapun materi sebuah Perpu,

perdebatan pertama dan utamanya adalah apakah Perpu tersebut telah

memenuhi syarat hal ihwal kegentingan memaksa menurut Pasal 22 ayat

(1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau tidak. Hal ini yang menjadi

acuan pertama dan utama baik DPR dan Mahkamah Konstitusi guna

menilai Perpu tersebut. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota inkonstitusional, bahkan bisa

dikategorikan penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut karena perpu

tidak memenuhi syarat formil yang menjadi syarat mutlak pembentukan

73

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, h. 10

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

66

Perpu, yakni hal ihwal kegentingan memaksa. Jika Perpu tidak memenuhi

syarat tersebut, maka semulia apapun materinya, Perpu itu tidak dapat

disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan harus dinyatakan

inkonstitusional oleh MK. MK sudah memiliki kerangka konstitusional

tentang syarat formil perpu, yaitu pada putusan MK Perkara Nomor

03/PUU-III/2005 hingga Perkara Nomor 1 dan 2/PUU-XII/2014.

Berdasarkan syarat formil tersebut, Perpu sesungguhnya memiliki syarat

umum dan syarat khusus yang harus terpenuhi oleh Presiden untuk dapat

mengeluarkan Perpu.74

2. Menurut Andi Muhammad Asrun mengatakan sejumlah norma dalam

Perpu Pilkada tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa. Sebagai

contoh Pasal 167 atau bab 23 pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan

wakil walikota, ini tidak ada kegentingan memaksa untuk mengatur hal

ini, hal ini bisa diatur dengan sebuah undang-undang yang biasa. Selain

itu, dengan tidak berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 digantikan dengan

UU No. 22 Tahun 2014. Kemudian datang Perpu menyatakan UU No. 22

Tahun 2014 tidak berlaku. Maka akan dipakai yang mana? Ini tidak ada

rujukannya dan tidak jelas. Dengan demikian, Perpu Pilkada telah

menimbulkan ketidakpastian dan tidak mengandung unsur kegentingan

yang memaksa.75

74

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id diakses pada tanggal 22 Mei 2015

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

67

3. Menurut Prof Moh. Mahfud MD mengatakan yang harus wajib diingat

adalah syarat disahkannya suatu Undang-Undang adalah dengan

persetujuan bersama dari DPR dan Presiden dalam suatu rapat paripurna

yang dijelaskan dalam Pasal 69 UU No. 12 Tahun 2011. Ini berarti bahwa

segala hak veto Presiden sudah diatur pada saat rapat paripurna yang

menyetujui Undang-Undang tersebut. Pasal 69 Ayat (3) UU No. 12 Tahun

2011 bahkan sudah jelas menegaskan bahwa apabila RUU tidak disetujui

bersama antara Presiden dan DPR, maka RUU tersebut tidak dapat

diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu. Dengan kata lain,

satu-satunya alasan mengapa Undang-Undang Pilkada bisa lolos di

pertengahan tahun 2014 adalah karena Undang-Undang tersebut sudah

disetujui secara bersama-sama oleh DPR dan Presiden. Maka jangan

dilupakan, Undang-Undang tersebut tidak bisa dikeluarkan jika Presiden

dan DPR tidak menyepakati isinya. Dengan demikian menjadi tidak

masuk akal ketika mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

kemudian seenaknya tanpa ada kegentingan yang memaksa mengeluarkan

Perpu Pilkada yang mencabut Undang-Undang yang sudah disetujuinya

sendiri.76

Pernyataan tersebut memberikan pandangan bahwa Perpu No. 1 Tahun

2014 inkonstitusional, bahkan bisa dikategorikan penyalahgunaan

76 https://www.selasar.com politik perpu pilkada diakses pada tanggal 22 Mei 2015

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

68

kewenangan. Hal tersebut karena Perpu tidak memenuhi syarat formil yang

menjadi syarat mutlak pembentukan Perpu, yakni hal ihwal kegentingan

memaksa. Sebagai contoh Pasal 167 atau bab 23 pengisian wakil gubernur,

wakil bupati, dan wakil walikota, ini tidak ada kegentingan memaksa untuk

mengatur hal ini, hal ini bisa diatur dengan sebuah undang-undang yang biasa.

C. Analisis Perpu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,

dan Walikota

Lahirnya suatu peraturan adalah berdasarkan cita-cita masyarakat yang

ingin dicapai yang dikristalisasikan didalam tujuan negara, dasar negara dan

cita-cita hukum.77

Alasan Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perpu

No. 1 Tahun 2014 adanya desakan dari masyarakat Indonesia untuk tetap

melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono menilai telah cermat menggunakan hak konstitusional

untuk menerbitkan Perpu ini. Beliau merumuskan kegentingan yang memaksa

melalui pertimbangan yang matang dan mendengarkan dengan seksama

aspirasi rakyat yang sangat kuat untuk menolak Pilkada tidak langsung.

Beliau berpandangan setiap Rancangan Undang-Undang yang disusun

haruslah mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia. Penolakan luas

yang ditunjukkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia harus disikapi dengan

77

Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo, 2011), h.20

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

69

tindakan yang cepat, dan salah satunya dengan menerbitkan Perpu ini. Sebuah

Undang-Undang yang mendapatkan penolakan yang kuat dari masyarakat,

akan menghadapi tantangan dan permasalahan dalam implementasinya.

Kekuasaan atau kewenangan Presiden untuk menetapkan Perpu itu

juga harus memenuhi persyaratan yang bersifat materil yaitu apabila negara

dalam situasi keadaan kegentingan yang memaksa. Memang dalam UUD 45

dan UU No 12 Tahun 2011 tidak memberikan rumusan atau tafsir yuridis

tentang kategori hal ikhwal kegentingan yang memaksa sebagaimana yang

dimaksud. Namun secara akademik dapat dirumuskan kegentingan yang

memaksa diharuskan ada situasi bahaya atau situasi genting, kemudian adanya

situasi bahaya atau genting mengancam keselamatan negara jika pemerintah

tidak cepat mengambil tindakan hukum konkrit, dan adanya situasi yang

sangat mendesak sehingga diperlukan tindakan pembentukan hukum

pemerintah tanpa menunggu mekanisme DPR.

Perpu sebagai solusi yuridis atas penolakan sebagian warga negara

terhadap Undang-Undang Pilkada yang baru disahkan DPR dan belum masuk

lembaran negara. Analisis dari hal tersebut yakni, Undang-Undang Pilkada

adalah produk hukum yang merupakan persetujuan bersama antara DPR dan

Presiden, jika persetujuan bersama maka presiden dalam hal ini pemerintah

tidak memperhatikan azas-azas pembentukan peraturan perudang-undangan.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

70

Akibat hal itu Presiden mempermalukan lembaganya sendiri dan kurang

cermatnya dalam pembahasan dan persetujuan bersama. Kemudian Undang-

Undang yang ditetapkan tanpa persetujuan bersama adalah produk hukum

bersifat cacat prosedur.

Melihat pandangan dari Susilo Bambang Yudhoyono, penolakan yang

ditunjukkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia harus disikapi dengan

tindakan yang cepat dan salah satunya dengan menerbitkan Perpu ini. Alasan

yang digunakan adalah penolakan dari masyarakat, masih teringat betapa

masifnya penolakan dari masyarakat ketika kenaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Gerakan terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia, tetapi harga BBM tetap

saja naik. Tidak ada Perpu yang keluar pasca kenaikan harga BBM untuk

menjaga hak-hak kesejahteraan warga negara dan hal ini berbanding lurus

dengan penolakan terhadap pemilihan kepala daerah secara tidak langsung

yang juga menyangkut hak-hak dasar warga negara. Artinya ketika penolakan,

desakan, dan ketidakpuasan yang timbul dari masyarakat bukan menjadi

alasan sebagai suatu kegentingan yang memaksa.

Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran

terhadap keadaan genting memaksa melalui putusan pada sidang perkara

nomor 138-PUU-VII-2009, sebagai berikut :

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

71

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah

hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada yang mengatur

sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-undang tetapi tidak

memadai;

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

undang-undang secara prosedur karena akan memerlukan waktu yang

cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian

untuk diselesaikan.

Menurut penulis pertimbangan Putusan MK tersebut dapat dijadikan

preseden dalam menjawab tepatkah Perpu ini diterbitkan dalam rangka

membatalkan RUU Pilkada yang baru saja disahkan. Perpu yang dijadikan

sebagai alasan penyelesaian masalah hukum secara cepat berdasarkan

Undang-Undang menurut penulis belum saatnya, karena sebagaimana

diketahui pasca disahkannya RUU Pilkada telah diajukan judicial review ke

MK. Di sini lah nantinya akan dilakukan uji materil terhadap RUU Pilkada

tersebut. Begitupun jika dilihat dari segi kekosongan hukum atau hukum yang

ada tidak memadai, tentunya hal ini tidak bisa dijadikan landasan.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis

paparkan pada bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan sebagai

berikut:

1. Kedudukan “Hal ihwal kegentingan yang memaksa” dalam pembuatan

Perpu No.1 Tahun 2014 dinilai tidak memenuhi asas tersebut karena

hanya berdasarkan dari desakan masyarakat Indonesia untuk tetap

melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung.

2. Tolak ukur Presiden dalam pembuatan Perpu adalah Putusan Mahkamah

Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 yang intinya adanya keadaan

yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara

cepat, Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada yang

mengatur sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-undang

tetapi tidak memadai, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi

dengan cara membuat undang-undang secara prosedur karena akan

memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak

tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

72

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

73

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis

paparkan pada bab sebelumnya, maka penulis memberikan saran-saran

sebagai berikut:

1. Dalam hal dikeluarkanya Perpu No. 1 Tahun 2014, sebaiknya Presiden

perlu mempertimbangkan secara cermat di dalam pembahasan RUU

Pilkada dengan DPR sebagai langkah preventif, bukan mengeluarkan

sebuah Perpu sebagai langkah represif. Presiden sebaiknya

memperhatikan unsur kegentingan yang lain, tidak hanya berasal dari

desakan rakyat Indonesia saja namun unsur ancaman yang

membahayakan, unsur yang mengharuskan, dan unsur keterbatasan waktu.

2. Tolak ukur dikeluarkanya Perpu oleh Presiden sebaiknya mengandung

kegentingan yang memaksa yang ditafsirkan MK dengan putusanya No

138/PUU-VII/2009 mengenai tafsiran asas kegentingan yang memaksa.

Presiden sebaiknya selalu berkordinasi dengan seluruh menteri-

menterinya agar tolak ukur dikeluarkanya Perpu menjadi berkualitas.

Kemudian DPR yang mempunyai fungsi pengawasan terhadap Presiden

harus lebih cermat dalam melihat tolak ukur dari setiap Perpu yang

dikeluarkan oleh Presiden.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

74

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmad, Imam. di kalam Musnadnya Juz I

Asshidiqie, Jimly. “Hukum Tata Negara Darurat”, edisi ke-1, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2007;

. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta :

Sinar Grafika, 2011;

. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Sekjen Mahkamah Konstitusi, 2006;

Asikin, Amirudin dan Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.I,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004;

Black, Henry Campbell. Black’S Law Dictionary, West Publishing, 1990;

Community, Green Mind. Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Yogyakarta:

Total Media, 2009;

Dictionary, Webster‟s New World. Collage Edition, New York: The World

Publishing Company, 1962 h. 1153 dalam Harun Al Rasid, Pengisian

Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999;

Fachruddin, Irfan. Pengawasan Peradlian Administrasi Terhadap Tindakan

Pemerintah. Bandung: Alumni,2004;

Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor: Ghalia

Indonesia, 2007

Ghofar, Abdul. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah

Perubahan UUD 1945, Cetakan ke-1, Jakarta: Kencana, 2009;

Hadjon, Philipus M. “Tentang Wewenang Pemerintahan

(Bestuurbevoegdheid), Pro Justitia Tahun XVI Nomor I Januari 1998;

. “Pengantar Hukum Administrasi Negara”, Cetakan-3,

Yogyakarta: Gajah Mada University Pres, 1994;

74

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

75

. “Tentang Wewenang”, YURIDIKA, No.5&6 Tahun XII,

September – Desember, 1997;

Hidjaz, Kamal. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Makasar: Pustaka Refleksi, 2010;

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2006;

. Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 2008;

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV,

Malang : Bayumedia Publishing, 2008;

Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1994;

Kelsen, Hans. Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan-1,

Bandung: Nusamedia, 2006;

Manan, Bagir. Lembaga Kepresidenan, Cetakan II, Jogjakarta : FH UII Pres

2008;

. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,

Bandung: Alumni, 1997;

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, cet.VI, Jakarta: Kencana,2010;

MD, Moh. Mahfud. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi , Yogjakarta, Gama

Media, 1999;

. Politik Hukum Di Indonesia, cet-4, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009;

. Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi,

Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011;

Muslehuddin, Muhammad. Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis,

Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997;

Mubarok, Jaih. Kaidah fiqih, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002;

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

76

Narang, Agustin Teras. Reformasi Hukum: Pertanggungjawaban Seorang

Wakil Rakyat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003;

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Cetakan-

6, Jakarta: Dian Rakyat, 1989;

Prins, W.F. Buitengewone Regelingsbevoegdheden in het indische staatsrecht,

Ind. Tijdschrift van het Recht, 1991;

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991;

SA, A. Hamid. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan, Jakarta: Disertasi, 1990;

Scheppele, Kim Lane. Law In A Time Of Emergency: States Of Exception And

The Temptations Of 9/11, HeinOnline- 6 U. Pa. Journal Of

Constitutional Law, Vol.6:5, 2003-2004;

Soeharyo, Salamoen & Nasri Effendy. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta: Lembaga Administrasi

Negara, 2006;

Soeprapto, Maria Farida Indarti. Ilmu Perundang-Undangan “Dasar-Dasar

dan Pembentukanya”, Cet. XI. Jakarta : Kanisius, 2006;

. Ilmu Perunang-Undangan: Jenis, Fungsi, Materi Muatan,

Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007;

. Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik

Pembentukanya, Jakarta: Kanisius, 1998;

Stroink, E.A.M. dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief

Recht Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985;

Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan

Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Cetakan-2,

Jakarta,Gramedia Pustaka Utama,2004;

Syafrudin, Ateng. “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang

Bersih dan Bertanggung Jawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,

Bandung, Universitas Parahyangan, 2000;

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · terhadap Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan . Walikota. Metode penelitian

77

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

Putusan:

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 Tentang Pertimbangan Mengenai Hal

Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Internet:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt525d4a626827f/prosedur-

penolakan-dan-pencabutan-perpu

http://www.demokrat.or.id/2014/10/inilah-pokok-pokok-perpu-pilkada,

http://www.rumahpemilu.org Persetujuan Perpu Pilkada oleh Saldi Isra

http://www.masshar2000.com

http://www.fpkb-dpr.or.id

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

http://www.selasar.com politik perpu pilkada