ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr....

21

Transcript of ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr....

Page 1: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam
Page 2: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam
Page 3: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

iii

ABSTRAK

Dalam suatu perkara perdata di pengadilan pada dasarnya sekurang-

kurangnya ada 2 (dua) pihak yang bersengketa yaitu pihak penggugat yang

mengajukan gugatan ke pengadilan dan pihak yang digugat yaitu tergugat. Pihak

penggugat merasa kepentingannya atau hak-haknya dilanggar oleh tergugat. Jadi

pihak-pihak yang mempunyai kepentingan sendirilah yang aktif bertindak sebagai

pihak di pengadilan. Dalam praktek ada kalanya pihak ketiga baik karena

kehendak sendiri ataupun terpaksa karena ditarik oleh salah satu pihak campur

tangan di dalam pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung di pengadilan.

Bentuk campur tangan pihak ketiga (interventie) ada 3 macam yaitu

voeging, tussenkomst atas dasar kehendak sendiri dan vrijwaring karena ditarik ke

dalam pemeriksaan perkara perdata di pengadilan.

Lembaga intervensi ini tidak diatur dalam hukum secara perdata positif di

Indonesia sehingga terjadi kekosongan hukum. Sedangkan praktek pengadilan

sangat membutuhkannya, untuk terlaksananya Tri Logi Peradilan yaitu sederhana,

cepat dan biaya ringan. Terjadinya kekosongan hukum, serta menimbulkan

permasalahan yaitu : bagaimanakah pengaturan masuknya pihak ketiga di dalam

proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berlangsung di pengadilan dan

apakah ada tenggang waktu untuk masuknya pihak ketiga di dalam proses

pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung.

Kedua permasalahan tersebut diangkat dalam usulan penelitian ini dengan

judul “PENGATURAN LEMBAGA INTERNVENTIE DALAM

PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Jenis penelitian

yang dilakukan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan UU dan

regulasi yang bersangkutan dengan lembaga interventie, dengan sumber bahan

hukum primer, sekunder dan tertier. Dari hasil penelitian ditemukan dan sekaligus

merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan yaitu pengaturan

lembaga interventie dan vrijwaring diatur dalam BRV berlaku untuk golongan

Eropa yang dinyatakan tidak berlaku lagi. Berdasarkan prinsip hakim wajib

mengisi kekosongan hukum baik hukum materiil maupun hukum formil serta

sungguh-sungguh diperlukan dalam praktek peradilan RV dapat digunakan

sebagai pedoman. Pengajuan interventie dan vrijwaring diajukan pada cara jawab-

menjawab sebelum pembuktian dengan pertimbangan penyederhanaan

pemeriksaan dan proses penyelesaian perkara dapat dipercepat akhirnya biaya

perkara menjadi ringan.

Kata kunci : Lembaga Interventie, Kekosongan Hukum, Tri Logi Peradilan

Page 4: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas asung wara nugraha Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, maka dapatlah saya menyelesaikan laporan penelitian ini yang

berjudul PENGATURAN LEMBAGA INTERVENTIE DALAM

PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN.

Terselesainya laporan penelitian ini adalah berkat segala daya dan usaha

yang ada pada peneliti, walaupun hasil yang disajikan dirasakan masih jauh dari

harapan semua pembaca apalagi diukur dari kadar ilmiahnya, akan tetapi dengan

penelitian ini setidaknya dapat memberikan informasi kepada khalayak tentang

pengaturan dan pentingnya lembaga intervensi ini untuk dapat terwujud asas Tri

Logi Peradilan (sederhana, cepat dan biaya ringan).

Bagi diri peneliti dirasa sangat bermanfaat sekali dalam pengembangan

diri sendiri, dan pelaksaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dan akhirnya saya

peneliti pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih kehadapan yang

terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH., Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengadakan penelitian.

2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang

memberi petunjuk dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

3. Akhir kepada semua dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana dan semua

pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

Dengan tersusunnya laporan ini, dengan segala kekurangannya, saya

sangat mengharapkan dari semua pihak yang bergelut dalam ilmu hukum, untuk

dapat memberikan kritikan dan saran untuk penyempurnaan lebih lanjut.

Denpasar, Desember 2015

Peneliti

Page 5: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

v

DAFTAR ISI

Sampul Dalam Penelitian ................................................................................. i

Halaman Pengesahan Usulan Penelitian .......................................................... ii

Abstrak ............................................................................................................. iii

Kata Pengantar ................................................................................................. iv

Daftar Isi........................................................................................................... v

I. Pendahuluan .............................................................................................. 1

II. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

III. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

IV. Landasan Teoritis ...................................................................................... 3

V. Metode Penelitian ..................................................................................... 4

5.1 Jenis Penelitian................................................................................... 4

5.2 Jenis Pendekatan ................................................................................ 5

5.3 Sumber Bahan Hukum ....................................................................... 6

5.4 Pengumpulan Bahan Hukum ............................................................. 7

5.5 Teknik Analisis Bahan Hukum .......................................................... 7

VI. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 8

VII. Penutup ..................................................................................................... 13

7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 13

7.2 Saran .................................................................................................. 14

Daftar Pustaka

Page 6: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam suatu perkara perdata pada dasarnya sekurang-kurangya ada 2

(dua) pihak yang bersengketa yaitu pihak penggugat (eiser plaintiff) pihak

yang mengajukan gugatan ke pengadilan dan pihak tergugat (gedaagde

defendant) pihak yang digugat. Biasanya orang yang langsung

berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak sebagai pihak di muka

pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Di dalam

praktek peradilan perdata tidak jarang terjadi adanya tiga pihak dalam suatu

perkara perdata yaitu pihak penggugat, pihak tergugat dan pihak ketiga

seperti terdapat dalam putusan pengadilan Putusan No.98/PN.Dps/Pdt/1978

antara I Nyoman Sambrug (penggugat) melawan I Nengah Jagulan, Ni

Sambrug dan I Lambon (para tergugat) dan Ni Kasni sebagai pihak ketiga.

Pihak ketiga atas kehendak sendiri mencampuri sengketa yang sedang

berlangsung antara penggugat dengan tergugat di pengadilan. Ikut serta pihak

ketiga dalam perkara yang sedang berlangsung, pemeriksaan di pengadilan

disebut interventie atau campur tangan. Pihak ketiga itu disebut dengan

intervenient.

Mengacu pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Darurat No. 1 tahun

1951, hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri dilakukan dengan

memperhatikan UU Darurat tersebut menurut peraturan-peraturan Republik

Indonesia dahulu yang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan Negeri dalam

daerah Republik Indonesia dahulu yang dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 5

ayat (1). UU Darurat No. 1 tahun 1951 tersebut adalah Het Herziene

Indonesisch Reglement (HIR atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui

S.1848 No.16, S1941 No.44) untuk daerah Jawa dan Madura dan

Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg atau Reglemen daerah seberang S1927

No. 227) untuk luar Jawa dan Madura. Jadi hukum acara perdata positif yang

berlaku saat sekarang di Indonesia adalah HIR untuk daerah Jawa dan

Madura dan Rbg untuk daerah luar Jawa dan Madura.

Page 7: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

2

Dalam HIR dan Rbg tidak mengatur mengenai prosedur pemeriksaan

interventie atau campur tangan pihak ketiga dalam perkara yang sedang

berlangsung karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul PENGATURAN LEMBAGA INTERVENTIE DALAM

PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dengan campur

tangannya pihak ketiga kedalam proses pemeriksaan perkara perdata yang

sedang berlangsung menimbulkan permasalahan yaitu :

1. Bagaimanakah pengaturan masuknya pihak ketiga di dalam proses

pemeriksaan perkara perdata yang sedang berlangsung di pengadilan.

2. Apakah ada tenggang waktu untuk masuknya pihak ketiga di dalam

proses pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung.

III. TUJUAN PENELITIAN

Berkaitan dilakukan penelitian ini tentang pengaturan lembaga

interventie atau campur tangan pihak ketiga dalam proses pemeriksaan

perkara perdata yang sedang berlangsung di pengadilan diharapkan

mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktis.

3.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

pemikiran dalam pembangunan hukum acara perdata nasional khususnya

keberadaan lembaga interventie yang masih diterapkan dalam praktik

pengadilan.

3.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemeriksaan bagi dosen yang juga sebagai anggota Lembaga Konsultrasi

dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana dalam upaya

meningkatkan pengetahuan dan kualitas pelayanan konsultasi hukum

bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Page 8: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

3

Di samping tujuan tersebut di atas penelitian ini juga merupakan

bentuk perwujudan dari tugas pokok dosen yaitu melaksanakan Tri

Dharma Perguruan Tinggi yakni salah satu diantaranya Dharma

Penelitian.

IV. LANDASAN TEORITIS

Telah diuraikan dalam latar belakang masalah pada dasarnya dalam

perkara perdata ada dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Ikut

campurnya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang

sedang berlangsung dapat menimbulkan permasalahan bagi hakim dalam

melaksanakan kewajibannya berkaitan dengan dasar hukum pengaturan dan

tenggang waktu pengajuan gugatan interventie tersebut. Apakah dalam acara

jawab menjawab, replik-duplik, saat pembuktian acara kesimpulan ataukah

dapat diajukan setiap saat diperlukan.

Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

menentukan : Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili

dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak

ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Sesungguhnya pihak ketiga yang merasa hak-haknya dirugikan oleh

pihak penggugat atau pihak tergugat dapat mengajukan gugatan tersendiri

kepada masing-masing pihak tanpa mencampuri sengketa yang

pemeriksaannya sedang berlangsung. Akan tetapi keberadaan lembaga

interventie ini pada hakekatnya mempunyai makna untuk mewujudkan trilogi

peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana ditentukan

dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuatan

Kehakiman yang menentukan : Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat

dan biaya ringan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pada pemeriksaan awal hanya ada dua pihak yang bersengketa yaitu

pihak penggugat dan pihak tergugat, dengan campur tangannya pihak ketiga

dalam proses pemeriksaan yang sedang berlangsung dalam pemeriksaan

Page 9: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

4

selanjutnya terdapat tiga pihak terdiri dari pihak penggugat (asal), tergugat

(asal) dan pihak ketiga sebagai penggugat baru, berkedudukan sebagai

penggugat baru menggugat penggugat asal dan tergugat asal.

Majelis hakim yang memeriksa perkara asal, dengan masuknya

gugatan pihak ketiga (intervenient) akan memperhatikan dan

mempertimbangkan apakah intervenient mempunyai kepentingan hukum

terhadap pokok sengketa antara penggugat asal dengan tergugat asal,

selanjutnya majelis hakim akan memutuskan apakah gugatan pihak ketiga

diterima atau ditolak yang dituangkan dalam putusan sela. Berdasarkan

ketentuan Pasal 185 ayat (1) HIR Pasal 196 ayat (1) Rbg. Hakim dapat

mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir (eind vonnis)

yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung, tidak dibuat

terpisah-pisah tetapi hanya dituliskan dicatatkan dalam berita acara

persidangan. Putusan sila tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan

dengan putusan akhir mengenai pokok perkara. Formulasi putusan sela

tidaklah berbeda dengan putusan akhir yang memuat uraian secara singkat

dan jelas tidaknya perkara, jawaban replik, duplik, lingkup pembuktian,

pertimbangan hukum, amar putusan dan biaya perkara.

Dengan adanya lembaga interventie ini yang memungkinkan campur

tangan pihak ketiga (intervenient) ke dalam proses pemeriksaan perkara yang

sedang berlangsung, maka peraturan aktif (dari hukum sengat diperlukan

sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

V. METODE PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian

tentang Pengaturan Interventie dalam pemeriksaan perkara perdata di

pengadilan adalah penelitian hukum normatif. Hal ini dilakukan karena

dilihat dari sudut karakter obyek yang diteliti yang mengkhususkan pada

aturan-aturan hukum positif tertentu dan tidak terbatas norma-norma

Page 10: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

5

hukum tetapi juga asas-asas hukum, maka karakter penelitan ini

tergolong pada penelitian hukum normatif.1

Menurut Jhony Ibrahim penelitian hukum normatif adalah

mencoba untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika claimant

hukum dari sisi normatif.2

Bertitik tolak dari permasalahan yang dibahas jenis penelitian

dalam penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif.

Dalam penelitian hukum normatif untuk memecahkan isu hukumnya dan

sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya

diperlukan sumber-sumber penelitian, menurut Peter Mahmud Marzuki,

sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-

sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-

bahan hukum sekunder.3 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan

bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi terdiri dari buku-buku

teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar

atas putusan pengadilan.4

5.2 Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa

pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapat

informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicari

jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum

adalah: pendekatan undang-undang (statuta approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

1 Jan Gijseis, Mark Van Hocke, 2000, Teori Hukum itu? Terjemahan B Areef Sidharta,

Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung h. 199-110 2 Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media I

3 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenadi Media Group,

Jakarta, h. 141 4 Ibid, h. 93

Page 11: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

6

komperatif (comparative approach). Jenis pendekatan yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang

(statuta approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang

yang regulasi yang bersangkut paut dengan lembaga interventie.

Di samping itu juga menggunakan pendekatan-pendekatan

konseptual, yang merupakan suatu kerangka teoritis dan konseptual yang

antara lain, berisi tentang kajian terhadap teori-teori, definisi-definisi

tertentu yang dipakai sebagai landasan operasional dalam pelaksanaan

penelitian ini.5

Dengan mempergunakan dua jenis pendekatan tersebut

diharapkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat

ditemukan jawabannya.

5.3 Sumber Bahan Hukum

Sesuai dengan jenis penelitian normatif yang dilakukan dalam

penelitian ini, sumber bahan hukum yang digunakan dalam kajian ini

terdiri dari :

1. Sumber hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat atau bahan

hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas terdiri

dari :

a. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman LNRI tahun 2004 Nomor 8.

b. Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau Reglemen

Indonesia yang diperbaharui : S.1848 No. 16, S.1941 No. 44)

untuk daerah Jawa dan Madura.

c. Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg atau Reglemen daerah

seberang S.1927 No. 227) untuk daerah luar Jawa dan Madura.

5 Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum dan Praktik, Sinar Grafindo, Jakarta, Cet, 1

h. 30

Page 12: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

7

d. Reglement of de Burgerlike Rechtsvordering (RV atau

Reglemen hukum acara perdata untuk golongan Eropa S.1947

No. 52, 1849 No. 63.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

kelengkapan (kejelasan) terhadap bahan hukum primer terdiri dari :

a. Literatur-literatur hukum yang relevan dengan obyek yang

diteliti.

b. Hasil penelian, artikel makalah dan bahan-bahan hukum tertulis

lainnya yang relevan dengan obyek yang diteliti.

3. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk

meliputi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

yakni yang terdiri dari kamus hukum kamus bahasa Indonesia,

ensiklopedia dan sebagainya.

5.4 Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan huukum primer dikumpulkan dengan cara menginventaris,

mempelajari dan mendalami peraturan perundang-undangan di bidang

hukum acara perdata. Sedangkan bahan hukum sekunder dikumpulkan

dengan mempergunakan sistem kartu. Setiap kartu mencatat satu obyek

atau satu topik saja. Juga dicatat sumbernya seperti, nama penulis, tahun

terbitan, judul, penerbit, nama kota dan halaman yang dikutip. Dengan

cara pencatatan, diklasifikasi, diberi nomor sesuai pokok bahasan, sangat

memudahkan untuk mengambil ketika diperlukan.

5.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan-bahan hukum dikumpulkan terkait dengan pokok

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis

Page 13: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

8

melalui langkah-langkah deskripsi interpretasi, sistematisasi evaluasi dan

argumentasi.6

Pendeskripsian atau penggambaran dilakukan untuk menentukan

isi atau makna dari suatu bahan hukum disesuaikan dengan permasalahan

yang ada. Sedangkan teknik interpretasi merupakan salah satu penemuan

hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks

undang-undang agar ruang lingkup sudah dapat ditetapkan, sehubungan

dengan peristiwa tertentu.

VI. HASIL DAN PEMBAHASN

Asas hukum acara perdata, yaitu inisiatif untuk mengajukan tuntutan

hak terserah kepada pihak yang berkepentingan. Jadi apakah akan ada proses

atau tidak, atau apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau

tidak ke pengadilan, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang

berkepentingan.

Orang yang merasa bahwa haknya itu dilanggar disebut penggugat,

sedang bagi orang yang ditarik ke muka pengadilan karena ia dianggap

melanggar hak seseorang atau beberapa orang disebut tergugat. Jadi pada

dasarnya pihak yang berperkara di pengadilan hanyalah dua pihak, pihak

penggugat yaitu orang yang merasa bahwa haknya dilanggar dan menarik

orang yang dirasa melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara

ke depan hakim. Apabila ada lebih dari satu orang penggugat atau tergugat

mereka itu disebut penggugat I, penggugat II dan seterusnya, demikian pula

apabila ada banyak tergugat mereka disebut tergugat I, tergugat II dan

seterusnya.

Dalam praktek tidak jarang terjadi campur tangan pihak ketiga, baik

atas dasar kehendak sendiri atau karena terpaksa ditarik masuk ke dalam

perkara yang sedang berlangsung. Campur tangan pihak ketiga ke dalam

proses perkara sedang berlangsung disebut interventie atau campur tangan,

6 Anonim, 2003, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Hukum Normatif

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Program Pasca Sarjana Universitas

Udayana Denpasar, h. 8.9

Page 14: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

9

sedangkan pihak ketiga yang masuk atau campur tangan ke dalam proses

perkara sedang berlangsung disebut intervenient.

Prihal campur tangan pihak ketiga intervenient ke dalam proses

perkara yang sedang berlangsung tidak ada pengaturannya di dalam hukum

acara perdata yang berlaku saat ini baik dalam Herziene Indonesisch

Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui Stb. 1848

No.16, Stb 1941 No. 44 yang hanya berlaku untuk daerah pulau Jawa dan

Madura, Reglement Buitengewesten (RBg) atau Reglement Daerah Seberang

Stb 1927 No. 227 yang berlaku untuk daerah luat pulau Jawa dan Madura,

UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU No. 5 tahun 2004

tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

serta UU NO. 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 2 tahun 1986

tentang Peradilan Umum akan tetapi pengaturannya terdapat dalam

Reglement de Burgelijk Rechtverderiing (Rva atau BRv) Stb 1847 No. 52, Stb

1849 nomor 63, yang hanya berlaku untuk golongan Eropa.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam praktek peradilan sesuai dengan

prinsip bahwa hakim wajib mengisi kekosongan hukum, baik dalam hukum

materiil maupun hukum formil lembaga interventie yang diatur dalam R.V.

Pasal 279 dst dan Pasal 70 RV dst dapat dipergunakan sebagai pedoman.7

Retnowulan Sutantio mempunyai pendapat yang senada menyatakan : selama

dari pada itu, untuk beberapa masalah yang tidak diatur dalam HIR dan RBg,

apabila benar-benar dirasakan perlu dan berguna bagi praktek pengadilan,

dapat dipakai peraturan-peraturan yang terdapat dalam Reglement op de

Burgelijke rechts Verdering (RV). Misalnya, perihal penggabungan

(Voeging), penjaminan (Vrigwaring) entervensi (interventie) dan rechs sipil

(request civil).8 Hal ini sesuai pula dengan perluasan penafsiran ketentuan

Pasal 393 ayat 2 HIR, yang menyebutkan bahwa : Hakim Pengadilan Negeri

apabila menganggap perlu dan benar-benar dibuthkan dalam praktek dapat

77

Anonim, 2007, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum,

Buku TI Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2007, h. 60. 8 Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1980 Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek, Penerbit Alumni/1980/Bandung, h. 15

Page 15: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

10

mengambil alih bentuk-bentuk yang tidak terdapat dan diatur dalam HIR,

misalnya Vrijwaring, Tussenkomst, Voeging dan sebagainya dari BRV.

Dalam RV terdapat 2 (dua) bentuk intervensi yaitu : menyertai

(voeging) dan menengah (tussenkomst) yang diatur dalam pasal 279-282

disamping itu dikenal pula acara pihak ketiga yang ditarik pihak ketiga dalam

suatu sengketa yang sedang berlangsung yang disebut dengan Vrijwaring

(garantie, penanggung) diterjemahkan dengan pembebasan.9

Bentuk campur tangan pihak ketiga dalam perkara yang sedang

berlangsung dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menyertai (voeging)

Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung

kepada penggugat atau tergugat. Ikut sertanya pihak ketiga mencampuri

proses perkara yang sedang berlangsung antara penggugat dengan

tergugat atas kehendak sendiri dengan memihak salah satu pihak, pihak

penggugat atau tergugat dengan maksud melindungi kepentingannya

sendiri dengan jalan membela salah satu pihak. Pengajuan permohonan

Voegin dapat diterima pengadilan apabila telah memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1) Merupakan tuntutan hak

2) Adapun kepentingan hukum sendiri dengan jalan memihak atau

bergabung kepada salah satu pihak penggugat atau pihak tergugat.

3) Adanya maksud untuk melindungi kepentingan hukumnya sendiri.

4) Kepentingan hukum intervenient harus ada hubungannya dengan

pokok sengketa antara penggugat dan tergugat.

Dalam hal adanya permohonan voegring, majelis hukum memberikan

kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, selanjutnya dijatuhkan

putusan sela yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan, dan apabila

dikabulkan maka dalam putusan sela harus disebutkan kedudukan pihak

ketiga (intervenient) tersebut.

9 Sutikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.

34-56.

Page 16: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

11

2. Menengahi (tussenkomst)

Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam

proses perkara yang sedang berlangsung dengan alasan ada

kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak

ketiga merasa barang miliknya disengketakan oleh pihak penggugat dan

tergugat. Mengetahui barang miliknya disengketakan di pengadilan atas

kehendak sendiri pihak ketiga campur tangan terhadap proses

pemeriksaan perkara penggugat dan tergugat untuk membela

kepentingannya yang terganggu tanpa memihak masalah satu pihak.

Dalam tussenkomst sesungguhnya terdapat penggabungan

beberapa tuntutan karena intervenient mengajukan tuntutan untuk

kepentingannya sendiri di samping adanya tuntutan penggugat terhadap

tergugat. Jadi menengahi (tussenkomst) intervenient menuntut haknya

sendiri terhadap penggugat dan tergugat.

Kepentingan hukum intervenient harus ada hubungannya dengan

pokok perkara antara penggugat dan tergugat yang sedang diperiksa.

Pengajuan permohonan menengahi (tussenkomst) dapat diterima

pengadilan apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) Merupakan tuntutan hak

2) Adanya kepentingan hukum sendiri dari intervenient yang terganggu

dengan adanya sengketa antara penggugat dan tergugat.

3) Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian atau

kehilangan hak, dengan mengajukan tuntutan baik kepada penggugat

dan tergugat.

4) Kepentingan hukum tersebut haruslah ada hubungannya dengan

perkara pokok yang sedang berlangsung.

Dalam hal adanya intervensi menengahi (tussenkomst) majelis

hakim memberi kesempatan untuk menanggapi selanjutnya mengambil

keputusan. Intervensi dikabulkan atau ditalak dituangkan dalam putusan

sela yang dicatat dalam berita acara persidangan. Apabila dikabulkan,

Page 17: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

12

maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal

dan gugatan intervensi.

3. Pembebasan (Vrijwaring)

Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung

jawab untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada

penggugat. Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam

proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis.

Jenis Vrijwaring ada 2 macam yang dikenal dalam RV yaitu

Vrijwaring formil (garantie formelle Pasal 72 RV). Vrijwaring formil

ditujukan pada tuntutan hak kebendaan, seperti terdapat dalam Pasal

1492 KUHPer : si penjual wajib menanggug pembeli dari gangguan

pihak ketiga terhadap barang yang dibelinya. Sedangkan Vrijwaring

simple ditujukan pada tuntutan hak yang bersifat perorangan seperti

halnya yang diatur dalam Pasal 18, 39, 1840 KUHPerdata, perjanjian

utang piutang dengan jaminan orang/penanggung (borg). Baik penggugat

maupun tergugat dapat menarik pihak ketiga di dalam sengketa dengan

jalan Vrijwaring 10 ciri-ciri Vrijwaring :

1) Merupakan penggabungan tuntutan.

2) Salah satu pihak bersengketa penggugat atau tergugat menarik pihak

ketiga di dalam sengketa yang sedang berlangsung.

3) Keikutsertaan pihak kedalam sengketa yang sedang berlangsung

karena sepaksa, bukan karena kehendak sendiri.

4) Tujuan menarik pihak ketiga di dalam proses perkara sedang

berlangsung agar pihak ketiga membebaskan pihak yang menariknya

dari kemungkinan akibat putusan tentang pokok perkara.

Terhadap perkara dengan Vrijwaring ini dijatuhkan satu putusan

yang berarti bahwa jika dalam sengketa pokok pihak tertanggung

dikalahkan sekaligus dijatuhi hukuman pula bagi penanggung untuk

kepentingan pertanggung.

Pemeriksaan perkara intervensi dilakukan bersama-sama dengan

pemeriksaan perkara pokok oleh karena itu pengajuannya haruslah

Page 18: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

13

dilakukan pada saat sebelum acara pembuktian, didasarkan atas dasar

pertimbangan mengajukan gugatan intervensi pada saat atau setelah acara

pembuktian, maka pemeriksaan perkara menjadi rumit, oleh karena

majelis hakim akan mengulangi proses pembuktian untuk gugatan

intervinient, dapat menghambat dan menyulitkan pemeriksaan.

Pemeriksaan gugatan intervensi menjadi kewenangan pengadilan

negeri, kalau diajukan pada pengadilan tinggi tidak dapat diterima

walaupun Pengadilan Tinggi sebagai Pengadilan Yudexfactie, sebagai

pengadilan ulangan hanya berwenang memeriksa hal-hal yang telah

diputus ditingkat Pengadilan Negeri.

Pengajuan permohonan gugatan intervensi diajukan kepada

Pengadilan Negeri yang meliputi wilayah hukum perkara pokok sedang

diperiksa.

Apabila permohonan gugatan intervensi ditolak, maka putusan

tersebut merupakan putusan tersebut merupakan putusan akhir yang

dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke Pengadilan Tinggi

harus bersama-sama dengan perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak

diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding dari

intervenient didapat diteruskan, intervenient tidak dapat diteruskan,

intervenient dapat mengajukan gugatan tersendiri. Apabila permohonan

gugatan diterima / dikabulkan, maka putusan tersebut adalah putusan

sela, yang dicatat dalam Berita Acara dan selanjutnya pemeriksaan

perkara diteruskan dengan menggabung gugatan intervensi kedalam

perkara pokok.

VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan atas sumber bahan hukum primer dan sekunder yang

diteliti sebagai dasar dalam pembahasan terhadap permasalahan yang

diajukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Page 19: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

14

7.1.1 Pengaturan masuknya pihak ketiga (intervenient) di dalam proses

pemeriksaan perkara perda yang berlangsung tidak diatur dalam

Hukum Acara Perdata yang berlaku saat ini (HIR RBg UU No. 4

tahun 2004, UU No. 5 tahun 2004 dan UU No. 8 tahun 2004 atau

tetapi diatur dalam RV) untuk golongan Eropa yang dinyatakan

tidak berlaku. Atas dasar prinsip hakim wajib mengisi

kekosongan hukum baik dalam hukum materiil maupun hukum

formil, dan sungguh-sungguh dibutuhkan dalam praktek peradilan

ketiga lembaga hukum interventie, voeging, tussenkomst, dan

vrijwaring dapat dipergunakan dengan berpedoman pada RV.

(Pasal 279-282 dan Pasal 70-74). Hal ini sejalan dengan ketentuan

Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4

tahun 2004 tentang kehakiman. Kewenangan pemeriksaan

permohonan gugatan intervensi hanya ada pada Pengadilan

Negeri yang meliputi wilayah hukum dimana perkara pokok

sedang dalam proses pemeriksaan.

7.1.2 Tenggang waktu untuk masuknya pihak ketiga dalam proses

pemeriksaan perkara sedang berlangsung, diajukan saat proses

jawab menjawab sebelum proses pembuktian dengan

pertimbangan menyederhanakan pemeriksaan sehingga proses

perkara dapat dipercepat dan akhirnya biaya perkara dapat ditekan

ringan-ringannya sehingga dapat dijangkau setiap orang pencari

keadilan.

7.2 Saran

7.2.1 Disarankan kepada lembaga legislatif untuk memasukkan

lembaga intervensi ini kedalam Rancangan Hukum Acara Perdata

Nasional dan segera melakukan pembahasan dan pengerahannya

sehingga tercipta univikasi. Hukum acara perdata seperti halnya

hukum acara pidana dengan demikian akan lebih menjamin

adanya kepastian hukum.

Page 20: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

15

7.2.2 Lembaga intervensi ini mempunyai peranan yang sangat penting

untuk mewujudkan Tri Logi Peradilan : sederhana, cepat dan

biaya ringan.

Page 21: ABSTRAKerepo.unud.ac.id/id/eprint/5320/1/f25567e4308c2c9d70b8...mengadakan penelitian. 2. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata yang memberi petunjuk dalam

16

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anonim, 2003, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Hukum Normatif

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Program

Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar.

Anonim, 2007, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata

Umum, Buku TI Edisi 2007, Mahkamah Agung RI.

Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum dan Praktik, Sinar Grafindo, Jakarta.

Jan Gijseis, Mark Van Hocke, 2000, Teori Hukum itu? Terjemahan B Areef

Sidharta, Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan, Bandung.

Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Media I.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenadi Media Group,

Jakarta.

Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1980 Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktek, Penerbit Alumni/1980/Bandung.

Sutikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,

Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau Reglemen Indonesia yang

diperbaharui : S.1848 No. 16, S.1941 No. 44) untuk daerah Jawa dan

Madura.

Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg atau Reglemen daerah seberang S.1927

No. 227) untuk daerah luar Jawa dan Madura.

Reglement of de Burgerlike Rechtsvordering (RV atau Reglemen hukum acara

perdata untuk golongan Eropa S.1947 No. 52, 1849 No. 63.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman LNRI tahun

2004 Nomor 8.