bulelengkab.bps.go · (frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran merupakan ukuran...
Transcript of bulelengkab.bps.go · (frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran merupakan ukuran...
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN 2013-2017
Sumber Ilustrasi: Pixabay.com Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa ijin tertulis dari Badan Pusat Statistik
ISBN: 978-602-0910-75-8 No. Publikasi: 51080.1803 Katalog: 9302020.5108 Ukuran Buku: 14.8 cm x 21 cm Jumlah Halaman: 104 + xiv halaman
Naskah: BPS Kabupaten Buleleng Penyunting: BPS Kabupaten Buleleng Desain Kover oleh: BPS Kabupaten Buleleng Penerbit: ©BPS Kabupaten Buleleng Pencetak: Percetakan “Teleng Indah” Jln Ahmad Yani Singaraja
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Tim Penyusun
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN
2013-2017
Penganggung Jawab Umum:
Eman Sulaeman
Penanggung Jawab Teknis:
Gede Iwan Santika
Penulis dan Pengolah Data:
Ayu Manik Pratiwi
Desain Gambar Kulit/Layout:
Nyoman Pasek Susena
Ayu Manik Pratiwi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
KATA PENGANTAR
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 v
KATA PENGANTAR
Dalam era pembangunan sekarang ini, data dan informasi
mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mengambil sebuah kebijakan. Kegiatan perencanaan, pengendalian maupun evaluasi tidak akan berhasil tanpa menggunakan data. Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, BPS bertanggung jawab atas perstatistikan di Indonesia, termasuk perstatistikan di daerah.
Publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Buleleng Menurut Pengeluaran 2013 – 2017 ini merupakan publikasi rutin tahunan yang menyajikan beberapa indikator makro ekonomi di Kabupaten Buleleng dalam lima tahun terakhir. Selain itu, publikasi ini juga menyajikan perkembangan PDRB baik dari sisi harga berlaku maupun harga konstan, serta perkembangan PDRB per kapita, dan beberapa agregat makro ekonomi lainnya.
Disadari bahwa penyajian publikasi ini masih memiliki banyak kekurangan. Kendati begitu, selalu diupayakan adanya penyempurnaan dan perbaikan-perbaikan. Untuk itu, kritik dan saran dari pengguna dan pemerhati data sangat diharapkan dalam penyempurnaan publikasi sejenis di masa yang akan datang. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberi kontribusi hingga terwujudnya publikasi ini diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini dapat bermanfaat.
Singaraja, Agustus 2018 Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng
Kepala,
EMAN SULAEMAN, SST, M.A.P
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R I S I
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................... i HALAMAN KATALOG .......................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................. v DAFTAR ISI .......................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .............................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xv BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ...................................................... 3
1.2 Perubahan Tahun Dasar PDRB ................... 8 BAB II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 17 2.1 Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga (PKRT) ....................................................... 19 2.2 Pengeluaran Konsumsi Akhir Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) ................................................. 22 2.3 Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah (PK-P) ........................................................ 25 2.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 30 2.5 Perubahan Inventori (PI) .......................... 35 2.6 Ekspor Impor ........................................... 39 BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG MENURUT
PENGELUARAN ....................................................... 43 3.1 Perkembangan PDRB Pengeluaran Kabupaten
Buleleng .................................................... 45 3.2 Perkembangan Komponen PDRB Pengeluaran 57
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R I S I
viii PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG
MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
BAB IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG ............................................................. 77 4.1 PDRB (Nominal) ........................................ 79 4.2 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir
Terhadap PDRB ........................................... 81 4.3 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap PMTB ................. 82
4.4 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap Ekspor .......... 83
4.5 Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB .. 85 4.6 Perbandingan PDRB Terhadap Impor ......... 87 4.7 Keseimbangan Total Penyediaan dan Total
Permintaan.................................................. 88 4.8 Neraca Perdagangan (Trade Balance) ......... 90 4.9 Incremental Capital Output Ratio (ICOR) .... 92 LAMPIRAN .......................................................................... 95
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R T A B E L
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 ix
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut
Pengeluaran Tahun Dasar 2000 dan 2010 ……… 15
TABEL 3.1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),
2013 – 2017 ……………………………………………….. 46
TABEL 3.2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran (Miliar
Rupiah), 2013 – 2017 …………………………………… 48
TABEL 3.3 Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran
Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran
(persen), 2013 – 2017…………………………………....
51
TABEL 3.4 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (persen),
2013 – 2017………………………………………………….. 55
TABEL 3.5 Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten
Buleleng Menurut Pengeluaran (persen),
2013 – 2017 ...................................................... 56
TABEL 3.6 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten
Buleleng Menurut Pengeluaran (persen),
2013-2017 ……................................................... 57
TABEL 3.7 Perkembangan Komponen Konsumsi
Rumahtangga Kabupaten Buleleng, 2013 –
2017 …………………………………………………………….. 62
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R T A B E L
x PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG
MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017
TABEL 3.8 Perkembangan Pengeluaran Akhir Konsumsi
LNPRT Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017………. 63
TABEL 3.9 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir
Pemerintah Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017 66
TABEL 3.10 Perkembangan dan Struktur PMTB Kabupaten
Buleleng 2013 – 2017…………………………………….. 71
TABEL 3.11 Perkembangan dan Struktur Perubahan
Inventori Kabupaten Buleleng 2013—2017……. 72
TABEL 3.12 Perkembangan Ekspor Kabupaten Buleleng
2013-2017 …………………………………………………… 74
TABEL 3.13 Perkembangan Impor Kabupaten Buleleng,
2013—2017 …………………………………………………… 76
TABEL 4.1 Produk Domestik Regional Bruto dan PDRB
Per Kapita Kabupaten Buleleng, 2013-2017…… 80
TABEL 4.2 Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir
Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng, 2013-
2017………………………………………………………………. 81
TABEL 4.3 Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga
Terhadap PMTB Kabupaten Buleleng, 2013-
2017………………………………………………………………. 83
TABEL 4.4 Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga
Terhadap Ekspor Kabupaten Buleleng, 2013-
2017………………………………………………………………. 84
TABEL 4.5 Rasio Ekspor Terhadap PMTB Kabupaten
Buleleng, 2013-2017………………………………………. 86
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R T A B E L
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xi
TABEL 4.6 Rasio Total PDRB Terhadap Impor Kabupaten
Buleleng, 2013-2017………………………………………. 87
TABEL 4.7 Sisi Keseimbangan Penyediaan dan
Permintaan Kabupaten Buleleng, 2013-2017 ... 89
TABEL 4.8 Neraca Perdagangan Barang dan Jasa
Kabupaten Buleleng, 2013-2017 ...................... 91
TABEL 4.9 Incremental Capital Output Ratio, Kabupaten
Buleleng Tahun 2013-2017…………………………….. 93
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R G A M B A R
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xiii
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 3.1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah)
dan Proyeksi Penduduk (000 jiwa), 2013– 2017
47
GAMBAR 3.2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran (Miliar
Rupiah) dan Laju Pertumbuhan Tahunan
(Persen), 2013–2017 ....................................... 49
GAMBAR 3.3 Perbandingan PDRB Kabupaten Buleleng Atas
Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga
Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013-2017 ....... 50
GAMBAR 3.4 Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran
Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran
(persen), 2017................................................... 52
GAMBAR 3.5 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017 .... 53
GAMBAR 3.6 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas
Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Pengeluaran, 2013 – 2017 ............................... 54
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R G A M B A R
xiv PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG
MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017
GAMBAR 3.7 Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah
Tangga Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010
(Miliar Rupiah), 2013 – 2017 ........................... 59
GAMBAR 3.8 Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah
Tangga Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010
(Miliar Rupiah), 2013 – 2017 ........................... 60
GAMBAR 3.9 Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten
Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas
Dasar Harga Konstan 2010 (Juta Rupiah) dan
Proyeksi Penduduk (000 orang), 2013 – 2017 .. 67
GAMBAR 3.10 Perkembangan PDRB Per Pegawai Pemerintah
Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku
dan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Juta
Rupiah) dan Jumlah Pegawai Pemerintah
(orang), 2013 – 2017 ....................................... 69
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
D A F T A R L A M P I R A N
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017
(Miliar Rupiah)……………………………………………….. 97
LAMPIRAN 2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013 –
2017 (Miliar Rupiah)…………………………………….. 98
LAMPIRAN 3 Distribusi PDRB Kabupaten Buleleng Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran,
2013 - 2017…………………………………………............
99
LAMPIRAN 4 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
ADHK 2010 Menurut Pengeluaran, 2013 –
2017……………………………………………………………… 100
LAMPIRAN 5 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten
Buleleng Menurut Pengeluaran, 2013-2017…… 101
LAMPIRAN 6 Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017……………...
102
LAMPIRAN 7 Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten
Buleleng Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017..
103
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 3
1.1 PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto menurut pengeluaran (PDRB
Pengeluaran) merupakan salah satu bentuk tampilan data ekonomi
suatu wilayah, di samping bentuk tampilan lain seperti PDRB
menurut lapangan usaha, Tabel Input-Output, Sistem Neraca Sosial
Ekonomi, dan Neraca Arus Dana. Di dalam sistem kerangka kerja
(frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran
merupakan ukuran dasar (basic measure) yang menggambarkan
penggunaan atas barang dan jasa (product) yang dihasilkan melalui
aktivitas produksi. Dalam konteks ini, PDRB Pengeluaran itu
menggambarkan hasil “akhir” dari proses produksi yang
berlangsung dalam batas-batas teritori suatu wilayah. Berbagai jenis
barang dan jasa akhir tersebut akan digunakan untuk memenuhi
permintaan akhir oleh pelaku ekonomi domestik maupun pelaku
ekonomi dari luar wilayah bahkan dari luar negeri. Beberapa agregat
penting dapat diturunkan dari PDRB Pengeluaran ini seperti variabel
Pengeluaran Konsumsi Akhir, pembentukan modal tetap bruto atau
investasi fisik, serta ekspor dan impor.
Penghitungan PDRB melalui pendekatan pengeluaran
(expenditure) tidak terlepas dari penghitungan PDRB melalui
pendekatan lapangan usaha (production). Sungguhpun demikian,
PDRB Pengeluaran diestimasi secara independen dengan
menggunakan data dasar yang relatif berbeda. PDRB Produksi
menggambarkan aktivitas produksi, serta pendapatan yang diterima
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
4 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
pemilik faktor produksi yang terlibat (balas jasa faktor produksi)1.
Sedangkan PDRB Pengeluaran menggambarkan aktivitas
pengeluaran yang dilakukan para pelaku ekonomi untuk
mendapatkan barang dan jasa yang diproduksi tersebut. Melalui
PDRB Pengeluaran juga dapat dilihat keterkaitannya dengan
penyediaan barang dan jasa yang berasal dari domestik maupun
dari impor. Melalui hubungan ini terlihat titik keseimbangan makro
antara sisi penyediaan (supply side) dan sisi permintaan (demand
side) barang dan jasa.
Secara konsep2 penghitungan PDRB dari sisi yang berbeda di
atas dimaksudkan untuk: i) memastikan konsistensi dan
kelengkapan di dalam membuat estimasi; ii) memberi manfaat lebih
di dalam melakukan analisis; dan iii) mengontrol kelayakan hasil
estimasi. Secara teoritis, kedua pendekatan tersebut akan
menghasilkan nilai yang sama besar (equivalent). Namun karena
pendekatan estimasi dan metoda pengukuran yang digunakan
berbeda, maka akan muncul selisih statistik (statistical
descrepancy).
Dengan demikian PDRB Pengeluaran menjelaskan besarnya
nilai barang dan jasa (output) yang dihasilkan dalam wilayah
domestik, yang digunakan sebagai konsumsi “akhir” oleh
masyarakat. Secara spesifik, yang dimaksud dengan konsumsi akhir
1 Termasuk di dalamnya penyusutan dan pajak tidak langsung “neto” (pajak tidak langsungdikurangi subsidi)2 Handbook of National Accounting. Accounting for Production: Sources and Methods(Series F no 30 United Nations)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 5
adalah penggunaan barang dan jasa yang tidak dimaksukan untuk
diproses lebih lanjut (dikonsumsi habis). Penggunaan produk akhir
tersebut diwujudkan dalam bentuk “permintaan akhir”. Permintaan
akhir yang dimaksud terdiri dari komponen-komponen Pengeluaran
Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-RT), Pengeluaran Konsumsi Akhir
Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumahtangga (PK-LNPRT),
Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah (PK-P), Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB), Perubahan Inventori (PI), serta
komponen Ekspor barang dan jasa.
Dalam menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi
permintaan akhir masyarakat tersebut, tidak terlepas dari
ketergantungan pada produk yang berasal dari dari luar wilayah
atau luar negeri (impor). Berbagai barang dan jasa yang menjadi
konsumsi akhir masyarakat di dalamnya akan terkandung produk
impor. Sehingga dalam mengukur besarnya nilai tambah domestik
(PDRB), komponen impor barang dan jasa harus dikeluarkan atau
dikurangkan dari penghitungan konsumsi atau permintaan akhir.
Tingginya permintaan tidak selalu diimbangi oleh penyediaan
domestik, sehingga kondisi ini menjadi peluang bagi masuknya
produk impor. Data empiris menunjukkan bahwa dari waktu ke
waktu, perdagangan produk impor terus berkembang baik secara
kuantitas, nilai, maupun ragamnya.
Secara konsep, PDRB Produksi (Y) sama besar dengan PDRB
Pengeluaran (E), namun dalam kenyataannya tidaklah demikian.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
6 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Selain berbeda dalam struktur atau komposisi, pendekatan
pengukuran antar keduanya juga berbeda. Dalam penyajian data
PDRB, perbedaan ini diletakkan pada sisi PDRB Pengeluaran. Unsur
yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain adalah konsep
dan basis pengukuran, metoda dan cakupan pengukuran, serta data
dasar yang digunakan untuk estimasi. Melalui penjelasan ini para
pengguna data PDRB tidak mempermasalahkan adanya perbedaan
(statistical descrepancy) tersebut.
Penyusunan data PDRB Pengeluaran juga dimaksudkan untuk
menjelaskan bagaimana “pendapatan” (Y) yang tercipta melalui
proses produksi menjadi sumber pendapatan masyarakat3, yang
akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir.
Dari sudut pandang lain, PDRB Pengeluaran juga menjelaskan
penggunaan dari sebagian besar produk domestik bruto untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi akhir, atau dengan istilah yang
berbeda disebut sebagai “output akhir (final output)”. Mengkaitkan
antara pendapatan dan pengeluaran untuk pembelian barang dan
jasa dari produk domestik maupun impor (termasuk untuk diekspor)
merupakan bentuk analisis yang sederhana dari data PDRB.
Keharusan memiliki jumlah yang sama pada kedua model
3. - Yang dimaksud adalah rumahtangga, pemerintah, lembaga non profit yang melayanirumah tangga serta sektor produksi (produsen) di wilayah domestik
- Disebut sebagai pendekatan “riil”- Siklus ekonomi secara umum yang menjelaskan tentang hubungan antara balas jasa faktor
produksi (pendapatan) dengan pengeluaran atas penggunaan berbagai produk barang danjasa oleh faktor produksi tersebut
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 7
pendekatan PDRB tersebut, secara simultan dapat ditunjukkan
melalui model atau persamaan Keynesian sbb :
Y (Income) = PDRB Produksi
C (Consumption) = Konsumsi akhir
GFCF (Gross Fixed Capital Formation) = Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Δ Inventori = Perubahan Inventori
X = Ekspor
M = Impor
Persamaan di atas menunjukkan pendapatan atau nilai
tambah bruto dari hasil penghitungan PDRB Produksi akan “identik”
dengan PDRB Pengeluaran. Jika Y adalah pendapatan, C adalah
konsumsi akhir, dan GFCF serta Δ Inventori merupakan bentuk
investasi fisik, maka selisih antara ekspor dengan impor
menggambarkan surplus atau defisit dari aktivitas perdagangan
barang dan jasa antar wilayah, baik dengan wilayah lain ataupun
dengan luar negeri.
Melalui pendekatan ini dapat diketahui perilaku masyarakat
dalam menggunakan pendapatan, apakah hanya untuk tujuan
konsumsi (akhir) atau juga untuk tujuan investasi (fisik). Selain itu
juga dapat diketahui besarnya ketergantungan ekonomi wilayah
Y = C + GFCF + Δ Inventori + X – M
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
8 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
(domestik) terhadap luar negeri dalam bentuk perdagangan
internasional (external transaction). Selisih antara ekspor dan impor
juga disebut sebagai “ekspor neto” .
Sebagaimana PDRB Produksi, dari PDRB Pengeluaran juga
dapat diturunkan berbagai data agregat terntang perekonomian
wilayah seperti nilai nominal, struktur atau distribusi pengeluaran
konsumsi akhir, pertumbuhan “riil”, serta indeks harga implisit.
Data yang dimaksud tersedia baik untuk masing-masing komponen
PDRB Pengeluaran maupun untuk total perekonomian.
1.2 PERUBAHAN TAHUN DASAR PDRB
Mengapa Tahun Dasar PDRB Perlu Diubah?
Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang
terjadi pada kondisi perekonomian global maupun lokal, yang
sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis
finansial global yang terjadi tahun 2008, penerapan perdagangan
bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan
perdagangan internasional, serta semakin meluasnya jasa layanan
pasar modal merupakan beberapa contoh perubahan yang perlu
diantisipasi dalam mekanisme pencatatan data statistik nasional.
Satu bentuk implementasi dari System of National Accounts
(SNA) adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB/PDRB. Di
Indonesia kegiatan perubahan tahun dasar dari tahun 2000 ke 2010
dilakukan bersamaan dengan upaya mengimplementasi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 9
rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang
dalam buku panduan SNA 2008. Kegiatan ini diawali dengan
menyusun kerangka kerja dalam bentuk Supply and Use Tables
(SUT) Indonesia untuk tahun data 2010. Dari kerangka SUT tersebut
diperoleh nilai estimasi PDB dan komponen-komponennya.
Selanjutnya nilai PDB maupun komponennya ini dijadikan sebagai
acuan (benchmark) ketika BPS Provinsi maupun BPS
Kabupaten/Kota menyusun PDRB-nya. Untuk itu, guna menjaga
konsistensi dengan hasil penghitungan PDB, maka perubahan tahun
dasar PDRB dilakukan secara simultan dengan perubahan tahun
dasar PDB.
Apa yang Dimaksud dengan SNA 2008?
SNA 2008 merupakan rekomendasi internasional tentang tata
cara pengukuran aktivitas ekonomi, yang telah sesuai dengan
penghitungan konvensional berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.
Rekomendasi dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi,
cakupan, dan klasifikasi, serta aturan neraca yang disepakati secara
internasional dalam mengukur indikator ekonomi makro (account)
seperti PDB/PDRB.
SNA dirancang guna menyediakan informasi tentang aktivitas
yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi, utamanya aktivitas
produksi, konsumsi, dan aktivitas akumulasi aset fisik. SNA dapat
dimanfaatkan antara lain untuk kepentingan analisis, perencanaan
dan penetapan kebijakan ekonomi. Melalui kerangka SNA,
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
10 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
fenomena suatu perekonomi wilayah dapat dijelaskan dan dipahami
dengan lebih baik.
Apa Manfaat Perubahan Tahun Dasar?
Manfaat perubahan tahun dasar PDRB diantaranya adalah:
a. Menginformasikan kondisi ekonomi terkini, seperti
terjadinya perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi;
b. Meningkatkan kualitas PDRB;
c. Menjadikan PDRB dapat diperbandingkan secara nasional.
Apa Implikasi Perubahan Tahun Dasar?
Perubahan tahun dasar PDRB antara lain berdampak pada:
1. Meningkatkan nilai PDRB, yang pada gilirannya berpengaruh
pada perubahan kelompok pendapatan (dari wilayah
berpendapatan rendah menjadi menengah atau tinggi),
serta pergeseran struktur ekonomi;
2. Perubahan besaran indikator makro seperti rasio pajak,
rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, neraca
perdagangan, serta struktur dan pertumbuhan ekonomi;
3. Perubahan input data untuk keperluan modeling dan
forecasting.
Mengapa Tahun 2010 sebagai tahun dasar?
Terpilihnya tahun 2010 sebagai tahun dasar didasarkan atas
beberapa alasan sbb:
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 11
1. Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 relatif stabil;
2. Terjadinya perubahan struktur ekonomi Indonesia selama
10 (sepuluh) tahun terakhir, terutama di bidang informasi,
teknologi dan transportasi. Perubahan ini berpengaruh pada
pola distribusi dan munculnya beberapa produk baru;
3. Rekomendasi PBB tentang pergantian tahun dasar, yang
harus dilakukan setiap 5 (lima) atau 10 (sepuluh) tahun4;
4. Adanya pembaharuan konsep, definisi, cakupan, klasifikasi,
sumber data, dan metodologi penghitungan sesuai
rekomendasi SNA 2008;
5. Tersedianya data dasar untuk meningkatkan kualitas PDRB
seperti hasil Sensus Penduduk 2010 dan Indeks Harga
Produsen (Producers Price Index);
6. Tersedianya kerangka SUT Indonesia tahun 2010, yang
menunjukkan keseimbangan antara produksi, konsumsi
serta pendapatan yang tercipta dari aktivitas tersebut.
Implementasi SNA 2008 dalam PDRB tahun dasar 2010
Terdapat 118 revisi di SNA 2008 dari SNA sebelumnya, dan 44
diantaranya merupakan revisi yang utama. Beberapa revisi yang
diadopsi dalam penghitungan PDRB tahun dasar 2010 antara lain
adalah:
4 SNA1993, para 16.76: “constant price series should not be allowed to run for more than five,or at the most, ten years without rebasing”
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
12 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Konsep dan Cakupan
a. Sumber daya hayati (cultivated biological resources/CBR).
CBR merupakan nilai aset alam hasil budidaya manusia,
yang diperlakukan sebagai bagian dari output pertanian
dan PMTB. Contoh nilai tegakan padi, kelapa sawit dan
karet yang belum dipanen, serta nilai sapi perah yang
belum menghasilkan.
b. Sistem persenjataan (military weapon systems/MWS).
MWS merupakan nilai pengeluaran pemerintah untuk
pengadaan alat pertahanan dan keamanan, yang
diperlakukan sebagai bagian dari output industri
peralatan militer dan PMTB seperti pesawat tempur,
kendaraan lapis baja, dan peluru kendali.
c. Penelitian dan pengembangan (research and
development/RnD). RnD merupakan nilai pengeluaran
untuk aktivitas penelitian dan pengembangan, yang
diperlakukan sebagai bagian dari output industri yang
melakukannya dan PMTB seperti RnD tentang varietas
padi, produk otomotif, dan riset pemasaran.
d. Eksplorasi dan evaluasi mineral (mineral exploration and
evaluation/MEE). MEE merupakan nilai pengeluaran
untuk aktivitas eksplorasi dan evaluasi barang tambang
dan mineral, tanpa memperhitungkan apakah berhasil
atau tidak menemukan cadangan tambang atau mineral.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 13
Biaya eksplorasi dan evaluasi diperlakukan sebagai bagian
dari output industri pertambangan dan PMTB.
e. Bank Sentral (Central Bank/CB). Aktivitas Bank Indonesia
yang terkait dengan penyediaan jasa kebijakan moneter
dan pengawasan dipisahkan dari jasa intermediasi
keuangan. Aktivitas tersebut digabungkan dengan
aktivitas penyediaan jasa regulasi yang dihasilkan
pemerintahan.
f. Komputer software (computer software and
databases/CSD). CSD merupakan nilai pembelian atau
biaya pembangunan databases, yang diperlakukan
sebagai bagian dari output industri yang melakukannya
dan PMTB.
g. Produk kekayaan intelektual (entertainment, literary or
artistic originals/ELA). ELA merupakan nilai pembelian
atau biaya pembangunannya, yang diperlakukan sebagai
bagian dari output industri yang melakukannya dan
PMTB.
h. pengeluaran untuk aktivitas eksplorasi dan evaluasi
barang tambang dan mineral, tanpa memperhitungkan
apakah kegiatan tersebut berhasil ataupun tidak berhasil
menemukan cadangan tambang atau mineral. Biaya
eksplorasi dan evaluasi diperlakukan sebagai bagian dari
output industri pertambangan dan PMTB.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
14 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Metodologi
Output jasa intermediasi keuangan. Output industri ini
diestimasi dengan metoda FISIM (Financial intermediation
services indirectly measured / FISIM). FISIM dihitung
berdasarkan tingkat suku bunga simpanan (deposits), bunga
pinjaman (loans), dan suku bunga referensi (reference).
Metoda ini menggantikan metoda Imputed Bank Services
Charge (IBSC).
Valuasi
Nilai tambah bruto lapangan usaha dinilai dengan harga dasar
(Basic Price). Harga dasar merupakan harga keekonomian
suatu barang atau jasa pada tingkat produsen, sebelum ada
intervensi pemerintah dalam bentuk pajak dan subsidi atas
produk.
Klasifikasi
Klasifikasi yang digunakan adalah Internasional Standard
Industrial Classification (ISIC rev.4) dan Central Product
Classification (CPC rev.2). BPS mengadopsi kedua jenis
klasifikasi tersebut menjadi KBLI 2009 dan KBKI 2010.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab I PENDAHULUAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 15
Tabel 1.1.Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut Pengeluaran
Tahun Dasar 2000 dan 2010
PDRB Tahun Dasar 2000 PDRB Tahun Dasar 20101. Pengeluaran Konsumsi
Rumahtangga2. Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah3. Pembentukan Modal Tetap
Bruto4. Perubahan Inventori5. Ekspor6. Impor
1. Pengeluaran KonsumsiRumahtangga
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT3. Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah4. Pembentukan Modal Tetap
Bruto5. Perubahan Inventori6. Ekspor7. Impor
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 19
2.1 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR RUMAH TANGGA (PKRT)
i. Pendahuluan
Sektor rumahtangga mempunyai peran yang cukup besar
dalam perekonomian. Hal ini tercermin dari besarnya
sumbangan komponen konsumsi rumahtangga dalam
pembentukan PDRB pengeluaran1. Di samping berperan
sebagai konsumen akhir barang dan jasa, rumahtangga juga
berperan sebagai produsen serta penyedia faktor produksi
untuk aktivitas produksi yang dilakukan oleh sektor institusi
lainnya.
ii. Konsep dan Definisi
Pengeluaran konsumsi akhir rumahtangga (PK-RT)
merupakan pengeluaran atas barang dan jasa oleh
rumahtangga untuk tujuan konsumsi. Rumahtangga
didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang
tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka
mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban,
serta mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama
utamanya kelompok makanan dan perumahan.
1 Untuk Kabupaten/Kota yang mempunyai hasil tambang/industri/perkebunan dan nilaiekspornya sangat tinggi, umumnya nilai konsumsi rumahtangganya relatif lebih rendah
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
20 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
iii. Cakupan
PK-RT mencakup pengeluaran atas barang dan jasa oleh
rumahtangga residen, baik yang dilakukan di dalam maupun di
luar wilayah domestik suatu region. Jenis barang dan jasa
tersebut diklasifikasikan menurut Classifications of Individual
Consumption by Purpose (COICOP), sbb:
1. Makanan dan minuman tidak beralkohol
2. Minuman beralkohol, tembakau dan narkotik
3. Pakaian dan alat kaki
4. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya
5. Furniture, perlengkapan rumahtangga dan pemeliharaan
rutin
6. Kesehatan
7. Angkutan
8. Komunikasi
9. Rekreasi/hiburan dan kebudayaan
10. Pendidikan
11. Penyediaan makan minum dan penginapan/hotel
12. Barang dan jasa lainnya
Namun dalam publikasi ini, PK-RT hanya diklasifikasi ke
dalam 7 COICOP, yaitu:
1. Makanan, Minuman, dan Rokok
2. Pakaian dan Alas Kaki
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 21
3. Perumahan, Perkakas, Perelngkapan dan
Penyelenggaraan Rumah Tangga
4. Kesehatan dan Pendidikan
5. Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budaya
6. Hotel dan Restoran
7. Lainnya
iv. Sumber Data
Data dasar yang digunakan untuk mengestimasi
komponen PK-RT bersumber dari :
Survei Sosial Ekonomi Nasional/Daerah
(Susenas/Suseda), BPS
Survei Khusus Konsumsi Rumahtangga Triwulanan
(SKKRT), BPS
Sensus Penduduk 2010, BPS
Data Sekunder (dari dalam maupun luar BPS)
Indeks Harga Konsumen (IHK), BPS
v. Metoda Estimasi
Komponen PK-RT Tahunan diestimasi dengan metoda
sbb:
1. Nilai pengeluaran konsumsi perkapita Susenas/Suseda
(untuk PK-RT Tahunan)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
22 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
2. Data poin 1 dikalikan dengan penduduk pertengahan
tahun, dikalikan 12 (PKRT Tahunan)
3. Data poin 2 dikelompokan menjadi 12 kelompok COICOP,
dengan beberapa komoditas dikontrol secara tersendiri;
4. Terhadap data poin 3, dilakukan kontrol/koreksi dengan
menggunakan data sekunder atau data/indikator suplai;
5. Diperoleh nilai PK-RT Tahunan atas dasar harga berlaku
(atas dasar harga Berlaku) ;
6. Susun Indeks implisit PK-RT berdasarkan IHK Kota
(provinsi/kota terdekat);
7. Nilai PK-RT atas dasar harga Konstan diperoleh dengan
cara membagi hasil poin 5 dengan poin 6.
Catatan:
Komponen PK-RT Triwulanan diestimasi dengan menggunakan
indeks perkembangan konsumsi rumahtangga triwulanan yang
diperoleh dari hasil kegiatan SKKRT.
2.2 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR LEMBAGA NON PROFIT
YANG MELAYANI RUMAH TANGGA (PK-LNPRT)
i. Pendahuluan
Sektor Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumahtangga
(LNPRT) muncul sebagai sektor tersendiri di dalam
perekonomian suatu wilayah. Sektor ini berperan dalam
menyediakan barang dan jasa bagi anggota maupun bagi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 23
kelompok rumahtangga tertentu secara gratis atau pada
tingkat harga yang tidak berarti secara ekonomi. Harga yang tak
berarti secara ekonomi artinya harga yang ditawarkan di
bawah tingkat harga pasar (tidak mengikuti harga pasar yang
berlaku).
ii. Konsep dan definisi
LNPRT merupakan bagian dari lembaga non profit (LNP).
Untuk diketahui, sesuai dengan fungsinya LNP dapat dibedakan
atas LNP yang melayani rumahtangga (LNPRT) dan LNP yang
melayani bukan rumahtangga.
LNPRT merupakan lembaga yang melayani anggota atau
rumahtangga, serta tidak dikontrol oleh pemerintah. Anggota
yang dimaksud bukan berbentuk badan usaha. LNPRT
dibedakan atas 7 jenis lembaga, yaitu: Organisasi
kemasyarakatan, Organisasi sosial, Organisasi profesi,
Perkumpulan sosial/ kebudayaan/olahraga/hobi, Lembaga
swadaya masyarakat, Lembaga keagamaan, dan Organisasi
bantuan kemanusiaan/beasiswa.
iii. Cakupan
Nilai PK-LNPRT merupakan nilai output non-pasar yang
dihasilkan oleh LNPRT. Nilai output non-pasar diestimasi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
24 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
berdasarkan nilai pengeluaran LNPRT dalam rangka melakukan
kegiatan operasional. Pengeluaran yang dimaksud terdiri dari :
a. Konsumsi antara, contoh : pembelian alat tulis dan
barang cetakan; pembayaran rekening listrik, air,
telepon, teleks, faksimili; biaya rapat, seminar,
perjamuan; biaya transportasi, bahan bakar, perjalanan
dinas; belanja barang dan jasa lainnya; sewa gedung,
sewa perlengkapan kantor dll.
b. Kompensasi tenaga kerja, contoh : upah, gaji, lembur,
honor, bonus dan tunjangan lain
c. Penyusutan
d. Pajak lainnya atas produksi (dikurangi subsidi), contoh:
PBB, STNK, BBN dll.
iv. Sumber Data
a. Survei Khusus Lembaga Nonprofit yang melayani
Rumahtangga (SK-LNP), BPS
b. SK-LNP Triwulanan (SK-LNPT), BPS
c. Hasil up-dating direktori LNPRT, BPS
d. Indeks Harga Konsumen, BPS
v. Metoda Estimasi
Komponen PK-LNPRT Tahunan diestimasi dengan
metoda sbb:
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 25
1. Nilai pengeluaran konsumsi per jenis lembaga dari hasil
SK-LNP;
2. Hasil dari poin 1 dikalikan dengan banyaknya lembaga
pada pertengahan tahun dari Direktori LNPRT;
3. Terhadap hasil poin 2 dilakukan kontrol/koreksi dengan
menggunakan indikator kegiatan hasil SK-LNP seperti
jumlah tenaga kerja, penerima layanan, berbagai even
seperti munas, rakerda, dan penanganan bencana;
4. Diperoleh nilai PK-LNPRT tahunan atas dasar harga
berlaku (atas dasar harga Berlaku);
5. Susun Indeks implisit PK-LNPRT berdasarkan IHK Kota
(Provinsi/Kota terdekat);
6. Nilai PK-LNPRT atas dasar harga Konstan (ADHK)
diperoleh dengan membagi hasil poin 4 dengan poin 5.
2.3 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR PEMERINTAH (PK-P)
i. Pendahuluan
Unit pemerintah merupakan unit institusi yang terbentuk
melalui proses politik, serta mempunyai kekuasaan di bidang
legislatif, yudikatif, dan eksekutif atas unit institusi lain yang
berada di dalam batas-batas teritori suatu wilayah atau negara.
Pemerintah juga berperan sebagai penyedia barang dan jasa
bagi individu atau kelompok rumahtangga tertentu, pemungut
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
26 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
dan pengelola pajak atau pendapatan lainnya, serta berfungsi
untuk mendistribusikan pendapatan melalui aktivitas transfer.
Dari sudut pandang lain, unit pemerintah terlibat dalam
produksi non-pasar.
Dalam suatu perekonomian, unit pemerintah berperan
sebagai konsumen maupun produsen barang dan jasa, serta
sebagai regulator yang menetapkan kebijakan di bidang fiskal
maupun moneter. Sebagai konsumen, pemerintah akan
melakukan aktivitas konsumsi. Sedangkan sebagai produsen,
pemerintah melakukan aktivitas produksi dan investasi.
ii. Konsep dan Definisi
Nilai PK-P merupakan besarnya nilai barang dan jasa
yang dihasilkan oleh pemerintah untuk dikonsumsi oleh
pemerintah itu sendiri. Nilai tersebut diestimasi dengan
pendekatan pengeluaran, yakni sebesar nilai pembelian barang
dan jasa yang bersifat rutin, pembayaran kompensasi pegawai,
transfer sosial dalam bentuk barang, perkiraan penyusutan
barang modal, serta nilai output dari unit Bank Indonesia. Nilai
ini masih harus dikurangi nilai penjualan barang dan jasa yang
dihasilkan melalui unit produksi yang tak terpisahkan dari
aktivitas pemerintahan secara keseluruhan. Aktivitas yang
dimaksud mencakup aktivitas:
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 27
1. Memproduksi barang yang sejenis dengan barang yang
diproduksi unit perusahaan seperti publikasi, kartu pos,
reproduksi karya seni, dan pembibitan tanaman di kebun
percobaan. Aktivitas menghasilkan barang-barang
semacam itu bersifat insidentil dan di luar fungsi utama
dari unit pemerintah.
2. Memproduksi jasa, seperti penyelenggaraan rumah sakit,
sekolah, perguruan tinggi, museum, perpustakaan, tempat
rekreasi dan penyimpanan hasil karya seni yang dibiayai
oleh pemerintah. Dalam parktek, pemerintah akan
memungut biaya, namun umumnya biaya yang dikenakan
tidak akan melebihi seluruh biaya yang dikeluarkan
pemerintah. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas
semacam ini disebut sebagai penerimaan non-komoditi
atau pendapatan jasa.
iii. Cakupan
Sektor pemerintah terdiri dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Dalam melakukan aktivitasnya, pemerintah
kabupaten/kota mengacu pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) masing-masing.
PK-P kabupaten/kota mencakup: a). PK-P
desa/kelurahan/nagari yang ada di wilayah kabupaten/kota; b).
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
28 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
PK-P kabupaten/kota yang bersangkutan; c). PK-P pusat yang
merupakan bagian dari PK-P kabupaten/kota.
iv. Sumber Data
Data dasar yang digunakan untuk mengestimasi PK-P
kabupaten/kota tahunan adalah:
a. Data realisasi APBD Tahunan, Kementrian Keuangan
b. Statistik Keuangan Daerah, BPS
c. Output Bank Indonesia, Bank Indonesia
d. Gaji Pegawai Negeri Sipil, Kementrian Keuangan
e. Indeks Harga dan Indeks Upah, BPS
f. Indeks perkembangan pengeluaran pemerintah daerah
triwulanan, BPS
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 29
v. Metoda Estimasi
Komponen PK-P kabupaten/kota Tahunan diestimasi
dengan menggunakan metoda:
PK-P atas dasar
harga Berlaku = Output –
Penjualan barang dan jasa +
Social transfer in kind purchased
market production +
Output Bank Indonesia
Output non pasar dihitung melalui pendekatan biaya
operasional, seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja
bantuan sosial dan belanja lain-lain.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
30 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Jenis Belanja Deflator Keterangan
Belanja Pegawai Indeks UpahSama dengan
Nasional
Belanja BarangIHPB umum
tanpa ekspor
Sama dengan
Nasional
PenyusutanIndeks Implisit
PMTB
Belanja BansosIHPB umum
tanpa ekspor
Sama dengan
Nasional
Penerimaan
barang dan jasaIHK umum
Prov atau Kab/Kota
terdekat
Social Transfer in
kindIHK umum
Prov atau Kab/Kota
terdekat
Output BI Neraca Jasa
2.4 PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB)
i. Pendahuluan
Aktivitas investasi merupakan salah satu faktor penentu
di dalam perkembangan atau pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Dalam konteks PDRB, aktivitas investas yang dimaksud
adalah investasi dalam bentuk fisik. Aktivitas investasi akan
tercermin melalui komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 31
(PMTB) dan Perubahan Inventori (PI). Komponen PMTB terkait
dengan keberadaan aset tetap (fixed asset) yang terlibat dalam
proses produksi. Aset tetap dapat diklasifikasi menurut jenis
barang modal, yakni dalam bentuk bangunan dan konstruksi
lainnya; mesin dan perlengkapan; kendaraan; tumbuhan dan
ternak; serta barang modal lainnya.
ii. Konsep dan definisi
PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan
pengurangan barang modal yang ada pada unit produksi dalam
kurun waktu tertentu. Penambahan barang modal mencakup
pengadaan, pembuatan, pembelian, sewa beli (financial
leasing) barang modal baru dari dalam negeri, serta barang
modal baru maupun barang modal bekas dari luar negeri
(termasuk perbaikan besar, transfer dan barter), serta
pertumbuhan aset sumberdaya hayati yang dibudidaya
(Cultivated Biological Resources/CBR). Sedangkan pengurangan
barang modal mencakup penjualan, transfer atau barter, serta
sewa beli (financial leasing) barang modal bekas pada pihak
lain. Dalam hal pengurangan barang modal yang disebabkan
oleh bencana alam tidak dicatat sebagai pengurangan.
Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu
tahun, serta mengalami penyusutan sepanjang usia pakai-nya.
Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa di dalamnya
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
32 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi
barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan
penurunan nilai barang modal karena digunakan dalam proses
produksi secara normal selama periode tertentu.
iii. Cakupan
PMTB mencakup :
1. Penambahan dikurangi pengurangan barang modal baik
baru maupun bekas, seperti bangunan tempat tinggal,
bangunan bukan tempat tinggal, bangunan dan
konstruksi lainnya, mesin & perlengkapan, alat
transportasi, tumbuhan dan hewan yang dibudidaya
(cultivated asset), produk kekayaan intelektual
(intellectual property products);
2. Biaya alih kepemilikan atas aset non-finansial yang tidak
diproduksi seperti lahan dan aset yang dipatenkan;
3. Perbaikan besar barang modal, yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas produksi dan usia pakai-nya
seperti overhaul mesin produksi, reklamasi pantai,
pembukaan, pengeringan dan pengairan hutan, serta
pencegahan banjir dan erosi.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 33
iv. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penghitungan PMTB
adalah sebagai berikut.
a. Output industri konstruksi, BPS
b. Nilai impor 2 digit HS, BPS
c. Indeks Produksi Industri Besar Sedang, BPS
d. Laporan Keuangan Perusahaan, Data Sekunder dari luar
BPS
e. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS
f. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), BPS
g. Publikasi Statistik Pertambangan dan Penggalian (migas
dan non-migas), BPS
h. Publikasi Statistik Listrik, Gas & Air Minum, BPS
i. Publikasi Statistik Konstruksi, BPS
j. Data Eksplorasi Mineral, Kementrian Energi dan Sumber
Daya Mineral
k. Statistik Peternakan, Ditjen Peternakan Kementerian
Pertanian.
v. Metoda estimasi
Komponen PMTB diestimasi dengan menggunakan
metoda langsung ataupun metoda tidak langsung tergantung
ketersediaan data di masing-masing daerah.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
34 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Metoda Langsung:
PMTB atas dasar harga Berlaku (Domestik) = Barang
Modal Domestik + TTM + Pajak atas Produk (PPN) + Biaya
Instalasi
PMTB atas dasar harga Berlaku (Impor) = Barang
Modal Impor + TTM +Bea Impor + Biaya Instalasi
PMTB atas dasar harga Konstan diperoleh dengan cara
men-deflate PMTB atas dasar harga Berlaku dengan IHPB
sbb:
=IHPB yang digunakan adalah IHPB Nasional (2010=100)
sesuai jenis barang modal.
Metoda Tidak Langsung:
Pendekatan Supply : PMTB atas dasar harga Berlaku =
Total Supply Barang x Rasio PMTB
Pendekatan Ekstrapolasi : PMTB atas dasar harga
Konstan (t) = PMTB atas dasar hargak (t-1) x Indeks
Produksi (t)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 35
2.5 PERUBAHAN INVENTORI (PI)
i. Pendahuluan
Dalam suatu perekonomian, inventori atau persediaan
merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan
untuk kelangsungan suatu proses produksi, di samping tenaga
kerja dan barang modal. Komponen tersebut menjadi bagian
dari pembentukan modal bruto atau investasi fisik, yang terjadi
di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Komponen
inventori menggambarkan bagian dari investasi yang
direalisasikan dalam bentuk barang jadi, barang setengah jadi,
serta bahan baku dan bahan penolong. Ketersediaan data
tentang perubahan inventori pada suatu periode akuntansi
menjadi penting guna memenuhi kebutuhan analisis tentang
aktivitas investasi.
ii. Konsep dan definisi
Pengertian sederhana dari inventori adalah barang yang
dikuasai oleh produsen untuk tujuan diolah lebih lanjut
(intermediate consumption) menjadi barang lainnya, yang
mempunyai nilai ekonomi atau manfaat yang lebih tinggi.
Termasuk dalam pengertian tersebut adalah barang yang masih
dalam proses pengerjaan (work in progress), serta barang jadi
yang belum dipasarkan dan masih dikuasai oleh produsen.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
36 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Nilai perubahan inventori merupakan selisih antara nilai
inventori di akhir periode dengan nilai inventori pada awal
periode (akuntansi). Perubahan inventori menjelaskan
perubahan posisi barang inventori, yang dapat bermakna
penambahan (bertanda positif) ataupun pengurangan
(bertanda negatif).
Bagi produsen, keberadaan inventori diperlukan untuk
menjaga kelangsungan dari proses produksi sehingga perlu
dicadangkan, baik dalam bentuk bahan baku ataupun bahan
penolong. Faktor ketidakpastian yang disebabkan oleh
pengaruh dari faktor eksternal juga menjadi pertimbangan bagi
pengusaha untuk melakukan pencadangan (khususnya bahan
baku). Bagi pedagang, pengadaan inventori lebih disebabkan
oleh unsur spekulasi, dengan harapan agar mendapatkan
keuntungan yang lebih besar.
Sedangkan bagi pemerintah, pencadangan komoditas
yang strategis dimaksudkan untuk menjaga stabilitas ekonomi,
sosial dan politik. Karena menyangkut kepentingan masyarakat
luas, maka beberapa komoditas bahan pokok seperti beras,
tepung terigu, minyak goreng dan gula pasir perlu dicadangkan
oleh pemerintah. Namun bagi rumahtangga, pengadaan
inventori barang lebih ditujukan untuk kemudahan dalam
mengatur perilaku konsumsi.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 37
iii. Cakupan
Inventori dapat diklasifikasikan menurut jenis barang
sbb:
a. Inventori menurut industri, seperti produk atau hasil
perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan,
industri pengolahan, gas kota, air bersih, serta
konstruksi;
b. Inventori menurut jenis bahan baku & penolong
(material & supplies), mencakup semua bahan,
komponen atau persediaan untuk diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi;
c. Barang jadi, mencakup barang yang telah diproses tetapi
belum terjual atau belum digunakan termasuk barang
yang dijual dalam bentuk yang sama seperti pada waktu
dibeli;
d. Barang setengah jadi, yang mencakup barang yang
sebagian telah diolah atau belum selesai (tidak termasuk
konstruksi yang belum selesai);
e. Barang dagangan yang masih dikuasai oleh pedagang
untuk tujuan dijual;
f. Ternak untuk tujuan dipotong;
g. Pengadaan barang oleh pedagang untuk tujuan dijual
atau digunakan sebagai bahan bakar atau persediaan;
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
38 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
serta
h. Persediaan pemerintah, yang mencakup barang strategis
seperti beras, kedelai, gula pasir, dan gandum.
iv. Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk mengestimasi
komponen perubahan inventori adalah :
1. Laporan keuangan perusahaan hasil kegiatan survei atau
website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id);
2. Laporan Keuangan Perusahaan BUMN/BUMD, Data
Sekunder dari luar BPS
3. Data komoditas pertambangan, Statistik Pertambangan
dan Penggalian BPS;
4. Data Inventori Publikasi Tahunan Industri Besar Sedang,
BPS;
5. Data komoditas perkebunan;
6. Indeks harga implisit PDRB industri terpilih;
7. Indeks harga perdagangan besar (IHPB) terpilih;
8. Data persediaan beras, Bulog; data semen, Asosiasi
Semen Indonesia; data gula, Dewan Gula Indonesia ; dan
data ternak, Ditjennak Kementan.
v. Metoda Estimasi
Komponen Perubahan Inventori (PI) diestimasi dengan
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 39
menggunakan metoda revaluasi atau metoda deflasi,
tergantung jenis komoditasnya.
a. Metoda Revaluasi
Metoda ini digunakan untuk komoditas pertanian,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan pertambangan.
PI atas dasar harga Berlaku = Volume nventori (t) –
Volume inventori (t-1)) x Harga per unit
PI atas dasar harga Konstan = PI atas dasar harga
Berlaku / IHPB.
b. Metoda Deflasi
Metoda ini digunakan untuk komoditas industri
pengolahan dan komoditas lainnya.
PI atas dasar harga Konstan = Inventori (t) atas dasar
harga Berlaku/IHPB (t ) -
Inventori (t-1) atas dasar harga
Berlaku/IHPB (t-1)
PI atas dasar harga Berlaku = PI atas dasar harga
Konstan x IHPB rata-rata (t)
2.6 EKSPOR IMPOR
i. Pendahuluan
Aktivitas ekspor-impor dari dan ke suatu wilayah diyakini
telah terjadi sejak lama, bahkan sebelum wilayah itu ditetapkan
sebagai wilayah pemerintahan. Ragam barang dan jasa yang
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
40 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
diproduksi maupun disparitas harganya menjadi faktor utama
munculnya aktivitas tersebut. Wilayah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan-nya sendiri berusaha untuk
mendatangkan dari luar wilayah atau bahkan dari luar negeri.
Di sisi lain, wilayah yang memproduksi barang dan jasa
melebihi kebutuhan domestik-nya, terdorong untuk
memperluas pasar ke luar wilayah atau bahkan ke luar negeri.
Seiring perkembangan zaman, aktivitas produksi dan
permintaan masyarakat atas berbagai barang dan jasa semakin
meningkat. Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi
juga turut memperlancar arus dan distribusi barang dan jasa.
Kondisi ini semakin mendorong aktivitas ekspor-impor dari dan
ke suatu wilayah.
ii. Konsep dan definisi
Ekspor-impor didefiniskan sebagai alih kepemilikan
ekonomi (melalui aktivitas penjualan/ pembelian, barter,
pemberian atau hibah) barang dan jasa antar residen wilayah
tersebut dengan non-residen (yang berada di luar wilayah atau
luar negeri).
iii. Cakupan
Ekspor-Impor ke dan dari suatu wilayah kabupaten/kota
terdiri dari:
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 41
a. Ekspor ke luar provinsi/kabupaten/kota
b. Impor dari luar provinsi/kabupaten/kota.
Selisih antara ekspor dan impor didefinisikan sebagai Net
Ekspor.
iv. Sumber Data
Nilai ekspor-impor wilayah kabupaten/kota didasarkan
pada penghitungan Net Ekspor. Namun sering kali untuk
mengestimasinya tidak ada data yang sesuai dengan konsep
dan definisi yang ditentukan. Kondisi inilah yang menyebabkan
Net Ekspor kabupaten/kota diperlakukan sebagai item
penyeimbang (residual), yakni perbedaan antara PDRB menurut
pengeluaran dengan PDRB menurut lapangan usaha.
Selanjutnya dilakukan pemisahan Net Ekspor menjadi ekspor
dan impor dengan mengunakan metoda tidak langsung.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 45
3.1 PERKEMBANGAN PDRB PENGELUARAN
Sebagaimana diketahui bahwa sejak tahun 2015, PDRB
diestimasi dengan menggunakan tahun dasar yang baru, tahun 2010
(2010=100) menggantikan tahun dasar lama, tahun 2000
(2000=100). Penyusunan PDRB dengan tahun dasar baru juga
disertai dengan upaya untuk mengimplementasikan System of
National Accounts (SNA) yang baru, yaitu SNA 2008. Kedua hal
tersebut tentu berdampak pada besaran maupun struktur PDRB
serta indikator ekonomi yang diturunkan dari data PDRB tersebut.
Secara total, PDRB Kabupaten Buleleng atas dasar harga
Berlaku di tahun 2017 meningkat sebesar 10,24 persen, yakni dari
27,74 triliun Rupiah di tahun 2016 menjadi 30,58 triliun Rupiah di
tahun 2017. Jika dinilai atas dasar harga Konstan 2010, maka
peningkatan terjadi dari 19,95 triliun Rupiah menjadi 21,02 triliun
Rupiah atau meningkat sebesar 5,40 persen.
Perekonomian Kabupaten Buleleng memberikan andil sebesar
14,20 persen terhadap perekonomian Propinsi Bali. Andil tersebut
berada di bawah Kota Denpasar (21,90 persen) dan Kabupaten
Badung (24,30 persen). Perekonomian Kabupaten Buleleng pada
periode tahun 2013 hingga 2017 tetap mengalami pertumbuhan
walau cenderung melambat. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Buleleng dari tahun 2013 hingga 2017 berturut-turut sebesar 7,15
persen, 6,96 persen, 6,07 persen, 6,02 persen dan 5,40 persen. Dari
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
46 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada kategori
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang tumbuh di atas 9
persen selama 2 tahun terakhir. Dari sisi permintaan akhir, ekonomi
Kabupaten Buleleng didominasi komponen Pengeluaran Konsumsi
Rumahtangga (PK-RT), yang menyumbang hampir separuh dari total
PDRB.
Tabel 3.1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017
KOMPONENPENGELUARAN 2013 2014 2015 2016* 2017**
1. Konsumsi RumahTangga
10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52
2. Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
338,94 394,63 440,24 482,38 522,52
3. Konsumsi Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12
4. Pembentukan ModalTetap Bruto
5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87
5. Perubahan Inventori 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47
6. Ekspor 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
7. Impor 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22
PDRB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Selama periode tahun 2013 hingga 2017, PDRB Kabupaten
Buleleng atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan sebesar
11,44 triliun Rupiah. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014
yaitu sebesar 3,21 triliun Rupiah. Peningkatan PDRB dari tahun ke
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 47
tahun dipengaruhi baik oleh perubahan harga maupun perubahan
volume. Peningkatan PDRB sisi produksi diikuti oleh peningkatan
PDRB dari sisi permintaan akhir atau PDRB pengeluaran.
Gambar 3.1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah)dan Proyeksi Penduduk (000 jiwa), 2013– 2017
Selain dinilai atas dasar harga yang berlaku, PDRB
pengeluaran juga dapat dinilai atas dasar harga konstan 2010 atau
atas dasar harga dari berbagai jenis produk yang divaluasi dengan
harga tahun 2010. Melalui pendekatan ini, nilai PDRB pada masing-
masing tahun memberikan gambaran tentang perubahan PDRB
secara volume atau kuantitas (tanpa dipengaruhi oleh perubahan
harga). PDRB pengeluaran atas dasar harga konstan 2010
menggambarkan terjadinya perubahan atau pertumbuhan ekonomi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
48 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
secara riil, utamanya terkait dengan peningkatan volume
permintaan atau konsumsi akhir. Peningkatan nilai PDRB atas dasar
harga Konstan 2010 Kabupaten Buleleng pada periode 2010-2016
dapat dilihat dari tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi RumahTangga
9.272,30 9.735,33 10.405,04 11.110,08 11.576,10
Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
296,05 301,64 316,45 335,16 355,55
Konsumsi Pemerintah 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44
Pembentukan ModalTetap Bruto
4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22
Perubahan Inventori 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66
Ekspor 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52
Impor 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37
PDRB 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Dari tabel 3.2, terlihat bahwa nilai PDRB atas dasar harga
konstan di Kabupaten Buleleng selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan pada periode
2013 hingga 2017 sebesar 4,44 triliun Rupiah.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 49
Gambar 3.2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah) dan Laju PertumbuhanTahunan (Persen), 2013– 2017
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai
PDRB atas dasar harga konstan. Walaupun begitu, peningkatan nilai
PDRB yang terjadi setiap tahun pada periode 2013 hingga 2017 tidak
sebesar peningkatan nilai PDRB pada tahun sebelumnya. Hal
tersebut terjelaskan oleh perlambatan yang ditunjukkan oleh garis
laju pertumbuhan tahunan.
Dari Gambar 3.3, terlihat bahwa nilai PDRB atas dasar harga
berlaku selalu lebih tinggi dari PDRB atas dasar harga konstan.
Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan harga yang
cenderung meningkat. Sedangkan pada PDB atas dasar harga
konstan, pengaruh dari harga tersebut telah ditiadakan. Sama
halnya PDRB atas dasar harga berlaku, sebagian besar pengeluaran
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
50 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
akhir PDRB atas dasar harga konstan juga menunjukkan
peningkatan.
Gambar 3.3.Perbandingan PDRB Kabupaten Buleleng
Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Miliar Rupiah), 2013-2017
Terbentuknya total PDRB pengeluaran tidak terlepas dari
kontribusi seluruh komponen, yang terdiri dari komponen
Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-RT), Pengeluaran
Konsumsi Akhir Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumah
Tangga (PK-LNPRT), Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah
(PK-P), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), ekspor neto (E)
atau ekspor minus impor barang dan jasa.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 51
Tabel 3.3Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran Terhadap
PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi RumahTangga
54,80 51,47 50,88 51,04 49,11
Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
1,77 1,77 1,75 1,74 1,71
Konsumsi Pemerintah 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47
Pembentukan ModalTetap Bruto
26,97 24,84 24,79 25,30 25,16
Perubahan Inventori 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19
Ekspor 29,15 30,57 28,14 27,34 27,82
Impor 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS (diolah)
Dari tabel 3.3 terlihat bahwa selama periode 2013-2017, PDRB
Kabupaten Buleleng sebagian besar digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi akhir rumahtangga (PK-RT). Pengeluaran untuk
aktivitas pembentukan modal (PMTB) juga mempunyai kontribusi
yang relatif besar dimana pada periode tersebut berkisar antara 24
persen hingga 26 persen. Komponen net ekspor (selisih antara
komponen ekspor dan impor) berkontribusi positif terhadap nilai
PDRB. Kontribusi ekspor netto berkisar 3,05 hingga 13,36 persen.
Kontribusi komponen konsumsi pemerintah (PK-P) berada pada
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
52 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
rentang 9,98 persen hingga 12,51 persen. Hal tersebut
menunjukkan peran pemerintah dalam menyerap PDRB tidak terlalu
besar.
Struktur ekonomi yang tercipta dari konsumsi akhir yang
membentuk PDRB Kabupaten Buleleng pada tahun 2017 tidak
mengalami pergeseran yang signifikan. Komponen pengeluaran
rumah tangga masih mendominasi meskipun distribusinya terhadap
PDRB selalu mengalami penurunan sejak tahun 2013. Distribusi
terbesar berikutnya adalah komponen PMTB yang sejak tahun 2013
konsisten di kisaran 24 hingga 26 persen.
Gambar 3.4.Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran Terhadap
PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Pengeluaran (persen), 2017
Sumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 53
Pada tahun 2017, komponen pengeluaran konsumsi rumah
tangga memiliki kontribusi yang paling besar dalam pengeluaran
akhir yaitu 49,11 persen. Di posisi kedua, pembentukan modal tetap
bruto memiliki kontribusi 25,16 persen terhadap total pengeluaran
akhir. Ekspor netto dan pengeluaran pemerintah masing-masing
memberikan kontribusi sebesar 13,36 persen dan 10,47 persen. Dan
pengeluaran lembaga non profit yang melayani rumah tangga hanya
mampu memberikan kontribusi 1,71 persen terhadap total
pengeluaran akhir yang terbentuk di Kabupaten Buleleng pada
tahun 2017.
Gambar 3.5.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017
Sumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
54 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Agregat makro lain yang diturunkan dari data PDRB adalah
pertumbuhan riil PDRB atau pertumbuhan ekonomi (economic
growth). Indikator ekonomi ini menggambarkan kinerja
pembangunan ekonomi suatu wilayah. Sebagaimana terlihat dari
Gambar 3.5, selama periode tahun 2013 - 2017 pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Buleleng menunjukkan perlambatan. Besaran
laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2013 hingga tahun 2017
secara berturut-turut adalah 7,15 persen, 6,96 persen, 6,07 persen,
6,02 persen, dan 5,40 persen.
Gambar 3.6.Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan
2010 Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017
Sumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 55
Tabel 3.4.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 2,92 4,99 6,88 6,78 4,19
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08
Konsumsi Pemerintah 7,14 -8,05 7,29 7,73 5,17
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25
Perubahan Inventori
Ekspor 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14
Impor 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27
PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng semenjak tahun 2013
hingga 2017 mengalami perlambatan. Kecuali Konsumsi Lembaga
Swasta Nirlaba dan Ekspor yang mengalami peningkatan
pertumbuhan, komponen pengeluaran lainnya mengalami
perlambatan pada tahun 2017.
Indeks implisit1 PDRB pengeluaran menggambarkan besarnya
perubahan harga yang terjadi dari sisi konsumen (rumahtangga,
LNPRT, pemerintah, dan perusahaan) akhir barang dan jasa, baik
yang digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi maupun
ekspor/impor. Dari tabel 3.5 akan terlihat tingkat kenaikan harga
1 Indeks perkembangan
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
56 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
selama periode tahun 2013 hingga 2017, baik perubahan harga yang
terjadi secara umum maupun pada masing-masing komponen.
Pada tahun 2017, perubahan harga tertinggi terjadi pada
komponen Ekspor yang mencapai 7,73 persen, sedangkan
perubahan harga terendah terdapat pada komponen Konsumsi
Rumah Tangga yaitu sebesar 1,80 persen.
Tabel 3.5.Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 2,34 4,46 4,14 3,56 1,80
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,70 14,27 6,34 3,46 2,11
Konsumsi Pemerintah 5,01 5,14 1,12 5,61 6,51
Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,50 4,08 5,80 4,64 5,16
Perubahan Inventori - - - - -
Ekspor -2,35 9,61 -0,21 6,86 7,73
Impor -12,22 -11,75 -13,61 9,18 0,19
PDRB 5,55 9,17 6,15 3,99 4,59
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat peranan
suatu kategori terhadap total pertumbuhan perekonomian
Kabupaten Buleleng adalah Sumber Pertumbuhan (Source of
Growth). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng pada tahun
2017 didorong oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu 2,34
persen. Sumber pertumbuhan tertinggi kedua yaitu didorong oleh
ekspor dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,40 persen.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 57
Tabel 3.6.Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 1,70 2,79 3,77 3,75 2,34
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,41 0,03 0,08 0,10 0,10
Konsumsi Pemerintah 0,84 -0,95 0,74 0,79 0,54
Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,25 0,87 1,58 1,90 1,09
Perubahan Inventori -0,33 -0,06 -0,31 0,02 0,01
Ekspor 4,06 4,11 1,42 0,07 1,40
Impor 0,78 -0,17 1,21 0,62 0,07
PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS (diolah)
3.2 PERKEMBANGAN KOMPONEN PDRB PENGELUARAN
Perubahan struktur perekonomian suatu wilayah sebagai
akibat dari upaya pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada
periode tertentu, tidak terlepas dari perilaku masing-masing
komponen pengguna akhir. Setiap komponen mempunyai perilaku
yang berbeda sesuai dengan tujuan akhir penggunaan barang dan
jasa. Data empiris menunjukan bahwa sebagian besar produk atau
barang dan jasa yang tersedia pada periode tertentu digunakan
untuk memenuhi permintaan konsumsi akhir oleh rumahtangga,
LNPRT dan pemerintah, sebagian lagi digunakan untuk investasi fisik
dalam bentuk PMTB dan perubahan inventori. Berikut perilaku
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
58 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
masing-masing komponen PDRB pengeluaran Kabupaten Buleleng
untuk periode 2013 – 2017.
3.2.1. Konsumsi Akhir Rumahtangga
Komponen Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-
RT) merupakan pengeluaran terbesar atas berbagai barang dan jasa
yang tersedia. Pada pembahasan sebelumnya, sebagian besar nilai
tambah bruto (PDRB) yang tercipta di Kabupaten Buleleng,
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga.
Dengan kata lain, sebagian besar produk (domestik) yang dihasilkan
di wilayah Kabupaten Buleleng maupun produk (impor) yang
didatangkan dari luar wilayah atau luar negeri akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi akhir oleh rumahtangga.
Dalam suatu perekonomian, fungsi utama dari institusi rumah
tangga adalah sebagai konsumen akhir (final consumer) atas barang
dan jasa yang tersedia, termasuk konsumsi oleh rumahtangga
khusus (seperti penjara, asrama dan lain-lain). Selanjutnya, berbagai
jenis barang dan jasa yang dikonsumsi tersebut akan diklasifikasikan
menurut 7 (tujuh) kelompok COICOP (Classification of Individual
Consumption by Purpose), yaitu kelompok makanan dan minuman
selain restoran; pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya;
perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan
pendidikan; angkutan dan komunikasi; restoran dan hotel; serta
kelompok barang dan jasa lainnya.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 59
Pada periode tahun 2013 hingga 2017 pengeluaran konsumsi
akhir rumahtangga mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik
dari sisi nominal (atas dasar harga berlaku) maupun secara riil (atas
dasar harga konstan). Kenaikan jumlah penduduk menjadi salah
satu pendorong terjadinya kenaikan nilai pengeluaran konsumsi
rumahtangga. Pada gilirannya kenaikkan tersebut juga akan
mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Gambar 3.7.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga
Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlakudan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013 – 2017
Pada Gambar 3.7 dapat dilihat peningkatan nilai konsumsi
akhir rumah tangga yang terus meningkat setiap tahunnya. Atas
dasar harga berlaku bernilai 10.491,50 miliar Rupiah di tahun 2013
menjadi 15.022,52 miliar rupiah di tahun 2017. Sedangkan atas
dasar harga konstan senilai 9.272,30 miliar Rupiah menjadi
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
60 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
11.576,10 miliar Rupiah pada tahun 2017. Selama periode tahun
2013 hingga 2017, peningkatan tertinggi atas dasar berlaku terjadi
pada tahun 2016 yaitu sebesar 1.354,61 miliar Rupiah, dan atas
dasar harga konstan terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 705,04
miliar Rupiah.
Gambar 3.8.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga
Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlakudan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013 – 2017
Peningkatan nilai komponen konsumsi rumah tangga pada
PDRB atas dasar harga berlaku tidak serta merta membuat
peningkatan komponen konsumsi rumah tangga terhadap PDRB.
Kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap total
PDRB pada periode tahun 2013 hingga 2017 selalu menurun dari
54,80 persen di tahun 2013 hingga menjadi 49,11 persen di tahun
2017. Meskipun terjadi penurunan, kontribusi konsumsi oleh rumah
tangga masih menjadi yang dominan.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 61
Laju pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga pada
periode 2013 hingga 2017 berfluktuasi. Setelah tumbuh dari 2,92
persen di tahun 2013 menjadi 4,99 persen di tahun 2014, dan
puncaknya pada tahun 2015 sebesar 6,88 persen. Namun mulai
tahun 2016 terjadi perlambatan sehingga pertumbuhannya menjadi
6,78 persen dan kemudian 4,19 persen di tahun 2017.
Pada masa pemulihan ekonomi, biasanya institusi
rumahtangga memperbaiki perilaku atau pola konsumsinya. Hal
tersebut terjadi karena secara umum tingkat pendapatan
masyarakat akan naik dan di sisi lain persediaan atau penawaran
berbagai jenis barang dan jasa di pasar domestik bertambah.
Kondisi semacam ini memicu naiknya belanja untuk keperluan
konsumsi, termasuk konsumsi rumahtangga.
Rata-rata konsumsi perkapita dari tahun ke tahun
cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan rata-rata konsumsi
perkapita cenderung searah dengan kenaikan jumlah penduduk.
Pertumbuhan rata-rata konsumsi perkapita menunjukan
peningkatan, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar
harga konstan 2010. Kondisi ini menunjukan rata-rata konsumsi
setiap penduduk meningkat, baik secara kuantitas (volume) maupun
secara nilai (termasuk peningkatan kualitas). Hal ini
mengindikasikan telah terjadi perbaikan pada tingkat kesejahteraan
masyarakat, meskipun tidak dapat dijelaskan lebih jauh melalui
perangkat data PDRB ini.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
62 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Tabel 3.7.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumahtangga
Kabupaten Buleleng, 2013 - 2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Konsumsi Rumah Tangga
ADHB (Miliar Rp) 10.491,50 11.507,03 12.878,59 14.375,20 15.992,52
ADHK 2010 (Miliar Rp) 9.272,30 9.735,33 10.452,04 11.125,08 11.804,10Proporsi terhadap PDRB (%ADHB) 51,82 48,89 48,70 48,48 46,36
Rata-rata Konsumsi Per Kapita Per Tahun (Juta Rp)
ADHB 12.91 14.45 15.70 16.44 17.92
ADHK 2010 12.91 13.62 14.20 14.53 15.16
Pertumbuhan (Persen)Total konsumsi RumahTangga 2,92 4,99 7,36 6,44 6,10
Per Kapita 2,27 4,34 6,71 5,80 5,54Jumlah Penduduk(000 orang) 638,30 642,30 646,20 650,10 653,60
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
3.2.2. Konsumsi Akhir LNPRT
Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT)
adalah salah satu unit institusi yang melakukan kegiatan produksi,
konsumsi dan akumulasi aset. Keberadaannya diakui oleh hukum
atau masyarakat, terpisah dari orang atau entitas lain yang memiliki
atau mengendalikan. Dalam kegiatannya, LNPRT merupakan mitra
pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah sosial seperti
kemiskinan dan lingkungan hidup.
Total pengeluaran konsumsi LNPRT dalam kurun waktu
tahun 2013-2017 mengalami peningkatan baik atas dasar harga
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 63
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2013
konsumsi LNPRT sebesar 338,94 miliar rupiah, kemudian pada
tahun-tahun berikutnya yaitu 394,63 miliar rupiah (2014), 440,24
miliar rupiah (2015), 482,38 miliar rupiah (2016), dan 522,52 miliar
rupiah (2017). Pertumbuhan pengeluaran konsumsi LNPRT tahun
dasar 2010 juga berturut-turut adalah 27,25 persen (2013), 1,89
persen (2014), 4,91 persen (2015), 5,91 persen (2016), dan 6,08
persen (2017).
Tabel 3.8.Perkembangan Pengeluaran Akhir
Konsumsi LNPRT Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Konsumsi LNPRT
ADHB (Miliar Rp) 338,94 394,63 440,24 482,38 522,52
ADHK 2010 (Miliar Rp) 296,05 301,64 316,45 335,16 355,55
Proporsi terhadap PDRB (% ADHB) 1,77 1,77 1,75 1,74 1,71
Pertumbuhan (Persen) 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
64 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
3.2.3. Konsumsi Akhir Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah terdiri dari Pengeluaran
Konsumsi Individu dan Pengeluaran Konsumsi Kolektif. Barang dan
jasa individu merupakan barang dan jasa privat, dimana ciri-ciri
barang privat adalah a) Scarcity, yaitu ada kelangkaan/keterbatasan
dalam jumlah. b) Excludable consumption, yaitu konsumsi suatu
barang dapat dibatasi hanya pada mereka yang memenuhi
persyaratan tertentu (biasanya harga). c) Rivalrous competition,
yaitu konsumsi oleh satu konsumen akan mengurangi atau
menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal serupa.
Contoh barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah dan tergolong
sebagai barang dan jasa individu adalah jasa pelayanan kesehatan
pemerintah di rumah sakit/puskesmas dan jasa pendidikan di
sekolah/universitas negeri.
Sedangkan barang dan jasa kolektif ekuivalen dengan
barang publik yang memiliki ciri a) Non rivalry, yaitu pengeluaran
satu konsumen terhadap suatu barang tidak mengurangi
kesempatan konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang
tersebut. b) Non excludable, yaitu apabila suatu barang publik
tersedia, maka tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk
memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata lain
setiap orang memiliki akses ke barang tersebut. Contoh barang dan
jasa yang dihasilkan pemerintah dan tergolong sebagai barang dan
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 65
jasa kolektif adalah jasa pertahanan yang dilakukan TNI dan
keamanan yang dilakukan kepolisian.
Secara total, pengeluaran konsumsi akhir pemerintah
menunjukan kecenderungan meningkat, baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan 2010. Pada tahun 2013
total pengeluaran konsumsi akhir pemerintah atas dasar harga
berlaku adalah sebesar 2.395,40 miliar rupiah, kemudian pada
tahun-tahun berikutnya sebesar 2.315,85 miliar Rupiah (2014),
2.512,60 miliar Rupiah (2015), 2.858,60 miliar Rupiah (2016), dan
3.202,12 miliar Rupiah (2017). Demikian halnya dengan konsumsi
pemerintah atas dasar harga konstan 2010, yang cenderung
meningkat. Pada tahun 2013 total pengeluaran konsumsi akhir
pemerintah atas dasar harga konstan adalah sebesar 1.948,07 miliar
rupiah, kemudian pada tahun-tahun berikutnya sebesar 1.791,25
miliar Rupiah (2014), 1.921,89 miliar Rupiah (2015), 2.070,43
miliar Rupiah (2016), dan 2.177,44 miliar Rupiah (2017).
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
66 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Tabel 3.9.Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah
Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Konsumsi Pemerintah
ADHB (Miliar Rp) 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12
ADHK 2010 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44Proporsi Terhadap PDRB(Persen) 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47
Konsumsi Pemerintah Per KapitaADHB (Juta Rp) 3,75 3,61 3,89 4,40 4,90ADHK 2010 (Juta Rp) 3,05 2,79 2,97 3,18 3,33Konsumsi Pemerintah Per Pegawai PemerintahADHB Juta Rp) 188,82 215,29 228,71 267,73 351,34
ADHK 2010 (Juta Rp) 153,56 166,52 174,94 193,92 238,91
Pertumbuhan (Persen)Total Konsumsi Pemerintah 7,14 (8,05) 7,29 7,73 5,17Konsumsi Per Kapita 6.47 (8,62) 6,65 7,08 4,61
Konsumsi Per PegawaiPemerintah (3.01) 8,44 5,06 10,85 23,20
Jumlah penduduk (000orang) 638,30 642,30 646,20 650,10 653,60
Jumlah Pegawai Pemerintah 12.686 10.757 10.986 10.677 9.114Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa proporsi
pengeluaran akhir pemerintah terhadap PDRB mengalami fluktuasi
dari 12,51 persen pada tahun 2013, mengalami penurunan hingga
menjadi 9,98 di tahun 2015. Mulai tahun 2016, proporsi konsumsi
pemerintah kembali meningkat menjadi 10,30 persen dan 10,47
persen di tahun 2017. Sepanjang periode tersebut, proporsi
terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 9,98 persen.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 67
Salah satu fungsi pemerintah adalah memberikan jasa
layanan pada publik atau masyarakat dalam bentuk jasa kolektif
maupun individual. Dalam praktek, pengeluaran pemerintah ini
selalu dikaitkan dengan luasnya cakupan layanan yang diberikan
pada masyarakat (publik), meskipun tidak seluruh masyarakat dapat
merasakan manfaatnya secara langsung. Kondisi tersebut dapat
diartikan bahwa setiap rupiah pengeluaran pemerintah harus
ditujukan untuk melayani penduduk, baik langsung maupun tidak
langsung.
Gambar 3.9.Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Buleleng
Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Juta Rupiah) dan Proyeksi Penduduk (000 orang), 2013 – 2017
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
68 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Kecenderungan peningkatan nilai konsumsi pemerintah pada
PDRB menurut Pengeluaran membuat rata-rata konsumsi
pemerintah per kapita mengalami peningkatan. Nilai Konsumsi
Pemerintah yang menurun hanya di tahun 2014 menyebabkan
menurunnya nilai PDRB per kapitanya. Proyeksi jumlah penduduk
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Konsumsi pemerintah
per kapita atas dasar harga berlaku di tahun 2013 senilai 3,75 juta
Rupiah. Selanjutnya adalah 3,61 juta Rupiah (2014), 3,89 juta Rupiah
(2015), 4,40 juta Rupiah (2016), dan 4,90 juta Rupiah (2017).
Rata-rata konsumsi pemerintah perkapita atas dasar harga
konstan 2010 juga sejalan dengan rata-rata konsumsi pemerintah
atas dasar harga berlaku, dengan masing-masing senilai 3,05 juta
Rupiah (2013), 2,79 juta Rupiah (2014), 2,97 juta Rupiah (2015),
3,18 juta Rupiah (2016), dan 3,33 juta Rupiah (2017).
Perkembangan jumlah penduduk setiap tahunnya tidak
sejalan dengan penambahan jumlah pegawai pemerintah. Jumlah
penduduk diproyeksikan selalu bertambah setiap tahunnya. Namun
jumlah pegawai pemerintah cenderung berkurang. Kondisi ini
menyebabkan pegawai pemerintah harus memberikan kepada lebih
banyak penduduk. Sebab, rasio penduduk terhadap pegawai
pemerintah semakin meningkat. Pada tahun 2013, rasio penduduk
terhadap pegawai pemerintah di Kabupaten Buleleng adalah 50,32.
Artinya satu orang pegawai pemerintah melayani 50 hingga 51
orang penduduk. Secara berturut turut rasio penduduk terhadap
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 69
pegawai pemerintah adalah 59,71 (2014), 58,82 (2015), 60,89
(2016) dan 71,71 (2017).
Gambar 3.10.Perkembangan PDRB Per Pegawai Pemerintah Kabupaten Buleleng
Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Juta Rupiah) dan Jumlah Pegawai Pemerintah (orang),
2013 – 2017
Rata-rata konsumsi per pegawai pemerintah menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2013 konsumsi
pemerintah per pegawai pemerintah sebesar 188,82 juta Rupiah,
kemudian pada tahun-tahun berikutnya masing-masing 215,29 juta
Rupiah (2014), 228,71 juta Rupiah (2015), 267,73 juta Rupiah
(2016), dan 351,34 juta Rupiah (2017).
Pada tingkat harga konstan 2010 indikator pemerataan
menurut pegawai ini menunjukkan adanya fluktuasi dari waktu ke
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
70 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
waktu. Persentase kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada
tahun 2017 yaitu sebesar 23,20 persen.
Gambaran tentang konsumsi akhir pemerintah secara “riil”
ini menunjukkan peningkatan baik secara keseluruhan maupun rata-
rata (per penduduk maupun per pegawai pemerintah). Parameter
ini adalah pendekatan untuk mengukur pemerataan kesempatan
masyarakat atas pengeluaran sumber daya finansial oleh
pemerintah. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2016,
dengan rincian untuk total konsumsi pemerintah sebesar 7,73
persen; untuk konsumsi per-kapita 7,08 persen; sedangkan untuk
konsumsi per-pegawai pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun
2017 yaitu 23,20 persen.
3.2.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada
sajian PDRB menurut pengeluaran, lebih menjelaskan tentang
bagian dari pendapatan (income) yang direalisasikan menjadi
investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan
sebagai gambaran dari berbagai produk barang dan jasa yang
sebagian digunakan sebagai investasi fisik (kapital)2. Fungsi kapital
adalah sebagai input tidak langsung (indirect input) di dalam proses
2 Selain bagian lain yang menjadi konsumsi antara, konsumsi akhir, ataupundiekspor
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 71
produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat berasal
dari produksi domestik maupun dari impor.
Pengelompokan PMTB pada PDRB tahun dasar 2010 dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Bangunan dan Non Bangunan. Data
di bawah ini menjelaskan bahwa, secara keseluruhan pertumbuhan
PMTB dalam kurun waktu 2013 – 2017 berfluktuasi dari 4,66 persen
hingga 7,51 persen. Pertumbuhan PMTB tertinggi terjadi pada tahun
2016 yaitu 7,51 persen.
Tabel 3.10.Perkembangan dan Struktur PMTBKabupaten Buleleng 2013 – 2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total PMTB
ADHB (Miliar Rp) 5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87
ADHK 2010 (Miliar Rp) 4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22
Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 26,97 24,84 24,79 25,30 25,16
Pertumbuhan (Persen) 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
3.2.5. Perubahan Inventori
Secara konsep, yang dimaksud dengan perubahan inventori
adalah perubahan dalam bentuk “persediaan” berbagai barang
yang belum digunakan lebih lanjut dalam proses produksi, konsumsi
ataupun investasi (kapital). Perubahan yang dimaksud disini bisa
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
72 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
berarti penambahan (bertanda positif) dan atau pengurangan
(bertanda negatif).
Dari sisi penghitungan, komponen Perubahan Inventori
merupakan salah satu komponen yang hasilnya bisa memiliki 2
(dua) tanda angka, positif atau negatif (disamping komponen net
ekspor antar daerah). Apabila perubahan inventori bertanda positif
berarti terjadi penambahan persediaan barang, sedangkan apabila
bertanda negatif berarti terjadi pengurangan persediaan. Terjadinya
penumpukan barang inventori mengindikasikan bahwa distribusi
atau pemasaran tidak berjalan dengan sempurna. Secara umum,
komponen perubahan inventori dihitung berdasarkan pengukuran
terhadap nilai persediaan barang pada awal dan akhir tahun dari
dua posisi nilai persediaan (konsep stok).
Tabel 3.11.Perkembangan dan Struktur Perubahan Inventori
Kabupaten Buleleng 2013—2017U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Perubahan Inventori
ADHB (Miliar Rp) 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47
ADHK 2010 (Miliar Rp) 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Berbeda dengan komponen pengeluaran lain yang dapat
dianalisis agak rinci, perubahan inventori baru dapat dianalisis dari
sisi proporsinya saja. Perbedaan dalam pendekatan dan tata cara
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 73
estimasi menyebabkan komponen inventori tidak banyak dikaji lebih
jauh sebagaimana dilakukan pada pada komponen pengeluaran
lainnya.
Pada tahun 2013 perubahan inventori atas dasar harga
berlaku sebesar 170,50 miliar rupiah, yang kemudian menurun
hingga tahun 2017 mencapai 59,47 miliar rupiah. Sementara itu,
proporsi perubahan inventori terhadap total PDRB di Kabupaten
Buleleng mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, proporsi
perubahan inventori adalah 0,89 persen, selanjutnya menurun
hingga mencapai 0,19 persen pada tahun 2017.
3.2.6. Ekspor Barang dan JasaDalam struktur permintaan akhir, transaksi ekspor
menggambarkan berbagai produk barang dan jasa yang tidak
dikonsumsi di wilayah ekonomi Kabupaten Buleleng, tetapi
dikonsumsi oleh pihak yang berdomisili di wilayah lain, baik itu
kabupaten lain di dalam satu propinsi, propinsi lain, maupun luar
negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Termasuk pula
dalam ekspor pembelian oleh badan-badan internasional, kedutaan
besar (termasuk konsulat), awak kapal (udara maupun laut) yang
singgah dan sebagainya.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
74 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Tabel 3.12.Perkembangan Ekspor Kabupaten Buleleng 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Ekspor
ADHB (Miliar Rp) 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
ADHK 2010 (Miliar Rp) 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52
Proporsi terhadap PDRB(Persen ADHB)
29,15 30,57 28,14 27,34 27,82
Pertumbuhan (Persen) 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Secara total, dalam kurun waktu 2013-2017 nilai ekspor
barang dan jasa menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun
2013 nilai ekspor barang dan jasa sebesar 5.580,18 miliar rupiah
meningkat menjadi 8.509,93 miliar rupiah pada tahun 2017. Sejalan
dengan nilai ekspor atas dasar harga berlaku, nilai ekspor barang
dan jasa atas dasar harga konstan 2010 juga menunjukan arah
pertumbuhan yang sama, yaitu cenderung meningkat dengan nilai
“riil” masing-masing tahun sebesar 5.813,51 miliar rupiah (2013),
6.494,70 miliar rupiah (2014), 6.746,56 miliar rupiah (2015),
6.760,63 miliar rupiah (2016), dan 7.040,52 miliar rupiah (2016).
Sementara itu, pada periode 2013 hingga 2017, proporsi dalam
PDRB justru cenderung berfluktuasi dari 29,15 persen pada tahun
2013 menjadi 27,82 persen di tahun 2017. Proporsi ekspor tertinggi
terjadi pada tahun 2014 yaitu mencapai 30,57 persen.
Pertumbuhan riil total ekspor mencapai angka yang tinggi,
khususnya pada tahun 2013 mencapai 12,13 persen. Sementara itu,
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 75
pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan riil mengalami
penurunan hingga mencapai 4,14 persen di tahun 2017.
3.2.7. Impor Barang dan JasaAktivitas pengeluaran (konsumsi rumah tangga, LNPRT, dan
pemerintah) maupun PMTB (termasuk inventori) dan ekspor,
didalamnya terkandung produk yang berasal dari impor. PDRB
menggambarkan produk yang benar-benar dihasilkan oleh ekonomi
domestik Kabupaten Buleleng. Sehingga untuk mengukur potensi
dan besaran produk domestik, maka komponen impor tersebut
harus dikeluarkan dari penghitungan yaitu dengan cara
mengurangkan nilai PDRB (E) dengan nilai impornya. Hasil
pengurangan inilah yang secara konsep harus sama dengan nilai
PDRB menurut lapangan usaha (sektor).
Berbeda dengan komponen ekspor, transaksi impor
menjelaskan ada tambahan penyediaan (supply) produk di wilayah
ekonomi domestik yang berasal dari non residen. Impor terdiri dari
produk barang maupun jasa, meskipun rincian penggolongan-nya
bisa berbeda dengan ekspor. Komponen impor termasuk pembelian
berbagai produk barang dan jasa secara langsung (direct purchase)
oleh penduduk (resident) Kabupaten Buleleng di luar domestik, baik
yang berupa makanan maupun bukan makanan (termasuk jasa).
Perkembangan yang terjadi pada transaksi impor barang dan jasa
dapat menunjukkan seberapa besar ketergantungan Kabupaten
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG
76 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Buleleng terhadap ekonomi atau produk wilayah lain, baik wilayah
kabupaten/kota lain dalam satu propinsi, propinsi lain, maupun luar
negeri.
Data pada tabel di bawah ini menunjukan bahwa secara
total nilai impor barang dan jasa Kabupaten Buleleng atas dasar
harga berlaku mengalami fluktuasi selama kurun waktu tahun 2013
hingga tahun 2017. Pada tahun 2013 nilai impor barang dan jasa
atas dasar harga berlaku mencapai 4.996,09 miliar rupiah, hingga
mencapai 4.363,22 miliar rupiah di tahun 2017. Demikian juga
dengan proporsinya, pada tahun 2013 impor barang dan jasa
memiliki kontribusi terbesar yaitu sebesar 26,10 persen dan terus
menurun hingga 14,46 persen di tahun 2017.
Tabel 3.13.Perkembangan Impor Kabupaten Buleleng, 2013—2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total PMTB
ADHB (Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.363,22
ADHK 2010 (Miliar Rp) 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46
Pertumbuhan(Persen) 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV
PERKEMBANGAN AGREGATPDRB KABUPATEN
BULELENG MENURUTPENGELUARAN 2013 - 2017
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 79
Berbagai indikator ekonomi makro yang lazim digunakan
dalam analisis sosial ekonomi dapat diturunkan dari seperangkat
data PRDB. Berikut ini akan disajikan beberapa rasio (perbandingan
relatif) guna melengkapi analisis, di tengah keterbatasan informasi
yang tersedia.
4.1 PDRB (Nominal)
Agregat ini menjelaskan nilai produk barang dan jasa yang
dihasilkan di dalam wilayah ekonomi Kabupaten Klungkung, di mana
di dalamnya masih terkandung nilai penyusutan. PDRB dapat
digunakan sebagai ukuran “produktivitas”, karena menjelaskan
kemampuan wilayah dalam menghasilkan produk domestik, yang
dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan nilai tambah,
pengeluaran, dan pendapatan.
Dari series data PDRB pengeluaran dapat diturunkan
beberapa ukuran yang berkaitan dengan PDRB maupun variabel
pendukung lain (seperti rumah tangga dan tenaga kerja). Untuk
melihat perkembangan tingkat pemerataan, misalnya dapat dilihat
dari data PDRB per kapita. Dalam kurun waktu tahun 2013-2017,
PDRB per kapita Kabupaten Buleleng menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun, seiring dengan kenaikan jumlah penduduk.
Indikator ini menunjukkan bahwa secara ekonomi setiap penduduk
Kabupaten Buleleng rata-rata mampu menciptakan PDRB (nilai
tambah) sebesar nilai per kapita di masing-masing tahun tersebut.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
80 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
TABEL 4.1Produk Domestik Regional Bruto dan PDRB Per Kapita
Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Nilai PDRB (Miliar Rp)
ADHB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
ADHK 2010 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11Pertumbuhan PDRB(Persen) 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40
PDRB Per Kapita (JutaRp)ADHB 29,99 34,80 38,95 42,68 46,80
ADHK 2010 25,99 27,62 29,12 30,69 32,17Pertumbuhan PDRB PerKapita (Persen) 6,48 6,29 5,43 5,38 4,84
Jumlah Penduduk (000orang) 638,3 642,3 646,2 650,1 653,6
Pertumbuhan Penduduk(Persen) 0,63 0,63 0,61 0,60 0,54
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Sementara itu, pertumbuhan per kapita secara “riil” mampu
tumbuh di atas 5 persen. Bahkan pada tahun-tahun tertentu dapat
mencapai 6 persen. Disisi lain, perkembangan ekonomi yang terjadi
diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk, yang meningkat
secara rata-rata 0,6 persen setiap tahunnya, atau lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan per kapita.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 81
4.2 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap PDRB
Yang dimaksud dengan konsumsi akhir adalah penggunaan
berbagai produk barang dan jasa akhir (baik berasal dari produk
domestik maupun impor), untuk menunjang aktivitas ekonomi.
Pelaku konsumsi akhir meliputi rumah tangga, LNPRT, dan
pemerintah. Walaupun ketiga institusi tersebut mempunyai fungsi
yang berbeda dalam sistem ekonomi, tetapi sama-sama
membelanjakan sebagian pendapatannya untuk tujuan konsumsi
akhir.
TABEL 4.2Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap
PDRB Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Akhir (ADHB) (Miliar Rp)
a. Rumah Tangga 10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52
b. LNPRT 338,94 394,63 440,24 482,38 522,52
c. Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12
Total Konsumsi Akhir 13.225,84 14.217,51 15.760,44 17.503,18 18.747,15
PDRB (ADHB) (Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
Proporsi 69,08 63,60 62,62 63,08 61,29
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
82 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Sebagian besar barang dan jasa yang berada di wilayah
Kabupaten Buleleng digunakan untuk memenuhi permintaan
konsumsi akhir. Hal ini terlihat dari proporsi permintaan akhir
yang berada pada kisaran 61,29 hingga 69,08 persen. Jika
diperhatikan selama lima tahun terakhir, proporsi konsumsi akhir
cenderung mengalami penurunan, sempat mencapai 69,08 persen
pada tahun 2013, lalu mengalami penurunan hingga mencapai
61,29 persen pada tahun 2017. Meskipun secara nominal konsumsi
akhir makin meningkat setiap tahunnya, namun proporsinya
terhadap PDRB justru semakin mengalami penurunan, dengan kata
lain laju peningkatan PDRB secara keseluruhan lebih tinggi
dibandingkan konsumsi akhir.
4.3 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga
Terhadap PMTB
Rasio ini merupakan perbandingan antara produk yang
digunakan untuk konsumsi akhir rumah tangga dengan yang
digunakan untuk investasi fisik (pembentukan modal tetap). Sekilas
nampak bahwa sebagian besar penggunaan produk yang tersedia di
wilayah domestik Kabupaten Buleleng digunakan untuk konsumsi
akhir rumah tangga.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 83
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa rasio konsumsi akhir rumah
tangga terhadap PMTB cenderung menurun. Pada tahun 2010, rasio
konsumsi rumah tangga terhadap PMTB adalah sebesar 2,30,
kemudian mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya. Tercatat
rasio konsumsi rumah tangga terhadap PMTB pada tahun 2013
hingga 2017 masing-masing sebesar 2,03; 2,07; 2,05; 2,02; dan
1,95. Penurunan rasio konsumsi rumah tangga terhadap PMTB
disebabkan oleh adanya peningkatan nilai investasi yang cukup
signifikan.
TABEL 4.3Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap PMTB
Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Konsumsi RTADHB (Miliar Rp) 10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52
Total PMTB ADHB(Miliar Rp) 5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87
Rasio Konsumsi RTTerhadap PMTB 2,03 2,07 2,05 2,02 1,95
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
4.4 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir RumahTangga Terhadap Ekspor
Indikator ini menunjukkan perbandingan antara produk yang
dikonsumsi rumah tangga di wilayah domestik dengan produk yang
diekspor. Selama ini konsumsi rumah tangga mempunyai kontribusi
yang sangat dominan dalam PDRB Pengeluaran Kabupaten Buleleng
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
84 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
karena rata-rata melebihi 50 persen. Hal ini berarti bahwa seluruh
produk yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Buleleng sebagian
besar digunakan untuk konsumsi akhir rumah tangga, walaupun di
dalamnya termasuk juga sebagian produk yang berasal dari impor.
TABEL 4.4Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap Ekspor
Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Konsumsi RT ADHB(Miliar Rp)
10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52
Total Ekspor ADHB(Miliar Rp)
5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
Rasio Konsumsi RTTerhadap Ekspor
1,88 1,68 1,81 1,87 1,77
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Pada tahun 2013, produk yang digunakan untuk konsumsi
rumah tangga adalah 1,88 kali dari produk yang dieskpor. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penyediaan (supply) domestik
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir rumah
tangga. Selama kurun waktu 2013 sampai 2017, tercatat terjadi
penurunan rasio dari 1,88 pada tahun 2013 menjadi 1,68 di tahun
2014 dan dari 1,87 di tahun 2016 menjadi 1,77 pada tahun 2017.
Penurunan rasio yang terjadi lebih disebabkan oleh laju
peningkatan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah
dibandingkan peningkatan ekspor.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 85
Pada periode yang sama, rasio konsumsi rumah tangga
terhadap ekspor sedikit meningkat pada tahun 2015 menjadi 1,81
dan pada tahun 2016 naik menjadi 1,87. Peningkatan rasio yang
terjadi disebabkan karena pada tahun 2015 hingga tahun 2016 nilai
ekspor mengalami peningkatan, tetapi nilai peningkatannya lebih
rendah dari peningkatan konsumsi akhir rumah tangga. Peningkatan
atau penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan volume
maupun harga. Selain itu juga disebabkan oleh pertumbuhan
konsumsi rumah tangga yang lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor.
4.5 Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB
Ekspor merupakan produk yang tidak dikonsumsi di wilayah
domestik, tetapi diperdagangkan ke luar wilayah. Untuk
menghasilkan produk yang diekspor kemungkinan besar
menggunakan barang kapital (PMTB). Sementara di sisi lain,
sebagian barang yang diekspor bisa pula berupa barang kapital.
Rasio ekspor terhadap PMTB dimaksudkan untuk menunjukkan
perbandingan antara nilai produk ekspor dengan nilai produk yang
menjadi kapital (PMTB).
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
86 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
TABEL 4.5Rasio Ekspor Terhadap PMTB Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Ekspor ADHB(Miliar Rp)
5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
Total PMTB ADHB(Miliar Rp)
5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87
Rasio Ekspor TerhadapPMTB
1,08 1,23 1,14 1,08 1,11
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Pada kurun waktu 2013 - 2017, total PMTB dan nilai ekspor
relatif sejalan dengan adanya peningkatan setiap tahunnya. Jika
dilihat rasio ekspor terhadap PMTB, dalam periode lima tahun
terakhir relatif stabil, hanya terjadi fluktuasi yang terbilang rendah.
Fluktuasi yang terjadi lebih disebabkan karena perbedaan laju
peningkatan pada masing-masing komponen, namun perbedaannya
masih terbilang rendah.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 87
4.6 Perbandingan PDRB Terhadap Impor
Rasio PDRB terhadap impor memberikan gambaran tentang
perbandingan antara produk yang dihasilkan di wilayah ekonomi
domestik (PDRB) dengan produk yang berasal dari impor. Selain itu
data tersebut juga menjelaskan tentang ketergantungan PDRB
terhadap produk yang dihasilkan oleh daerah lain. Jika rasionya
lebih kecil berarti ketergantungan akan impor semakin tinggi,
sebaliknya jika rasionya semakin besar hal ini berarti
ketergantungan akan impor semakin rendah.
Rasio PDRB terhadap impor dari tahun 2013 sampai tahun
2017 menunjukkan peningkatan, yaitu dari 3,83 pada tahun 2013,
menjadi 6,92 pada tahun 2017, walaupun di tahun 2016 rasio
tersebut sempat menurun dari 6,38 di tahun 2015 menjadi 6,30.
Meningkatnya rasio PDRB terhadap impor tersebut menunjukkan
bahwa ketergantungan PDRB terhadap produk impor mulai
menurun.
TABEL 4.6Rasio Total PDRB Terhadap Impor Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total PDRB ADHB(Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
Total Impor ADHB(Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22
Rasio PDRB TerhadapImpor 3,83 5,10 6,38 6,30 6,92
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
88 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
4.7 Keseimbangan Total Penyediaan dan Total Permintaan
Rasio ini dapat menunjukkan seberapa jauh ketergantungan
ekonomi suatu daerah oleh produk yang berasal dari impor.
Ketergantungan (ketidakseimbangan) tersebut dapat dilihat melalui
keseimbangan antara total penyediaan (supply) dengan total
permintaan akhir (demand).
Dalam kurun waktu 2013-2017, permintaan akhir
masyarakat terus meningkat setiap tahunnya, dari 24,14 triliun
rupiah pada tahun 2013 menjadi sebesar 35,01 triliun rupiah pada
tahun 2017. Permintaan akhir masyarakat pada tahun 2017
meningkat 8,90 persen dari tahun sebelumnya. Pada periode tahun
2013 hingga 2017, pertumbuhan permintaan akhir masyarakat
terjadi pada tahun 2014. Pada tahun tersebut, permintaan akhir
masyarakat tumbuh sebesar 10,77 persen. Di sisi lain “penyediaan”
produk barang dan jasa yang mampu dihasilkan oleh ekonomi di
Kabupaten Buleleng belum mampu untuk memenuhi permintaan
akhir masyarakat, atau dengan kata lain masih harus mendatangkan
sebagian produk dan jasa dari luar daerah. Produk barang dan jasa
yang mampu dihasilkan Kabupaten Buleleng sendiri, setiap
tahunnya sebesar 19,14 triliun rupiah (2013), 22,35 triliun rupiah
(2014), 25,17 triliun rupiah (2015), 27,75 triliun rupiah (2015), dan
30,59 triliun rupiah (2017).
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 89
TABEL 4.7Sisi Keseimbangan Penyediaan dan Permintaan
Kabupaten Buleleng, 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
Total Penyediaan
PDRB (ADHB) (Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
Persentase 79,30 83,60 86,45 86,31 87,37
Total Nilai Impor
(ADHB) (Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22
Persentase 20,70 16,40 13,55 13,69 12,63
Total Permintaan Akhir
(ADHB) (Miliar Rp) 24.140,40 26.740,18 29.116,44 32.150,96 35.012,41
Persentase 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Dari tabel diatas terlihat bahwa produk domestik yang
dihasilkan belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan
permintaan, maka perlu dilakukan impor berbagai produk barang
dan jasa guna memenuhi kekurangan tersebut. Nilai impor
Kabupaten Buleleng selama lima tahun terakhir hampir stabil di
kisaran 4 triliun rupiah. .
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
90 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
4.8 Neraca Perdagangan (Trade Balance)
Transaksi devisa yang berasal dari perdagangan barang dan
jasa dengan pihak luar daerah (non residen) dapat dilihat melalui
neraca perdagangan. Secara konsep, selisih antara nilai ekspor dan
nilai impor disebut sebagai “Ekspor Neto”, apabila nilai ekspor lebih
besar dari nilai impor maka terjadi surplus, dan sebaliknya jika nilai
ekspor lebih kecil dari nilai impor maka yang terjadi adalah defisit.
Dilihat dari arus uang yang masuk atau keluar, apabila
tingkat keseimbangan dalam posisi surplus, maka terjadi aliran
devisa masuk, sebaliknya jika posisinya defisit maka terjadi aliran
devisa keluar. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kekuatan
ekonomi suatu wilayah di antaranya ditentukan oleh proses
tersebut.
Selain gambaran posisi neraca perdagangan, dapat juga
dilihat perbandingan (rasio) antara nilai ekspor terhadap impor,
meskipun hanya berlaku secara total. Namun rasio tersebut tidak
dapat merefleksikan perbandingan menurut jenis komoditas, harga,
maupun kuantitas. Apabila rasio lebih besar dari 1 (satu) maka nilai
ekspor lebih tinggi daripada nilai impor, sebaliknya apabila rasio
kurang dari 1 (satu) berarti nilai impor lebih tinggi dari pada nilai
ekspor. Besar kecilnya ekspor atau impor suatu daerah sangat
tergantung kepada kondisi ekonomi serta kebutuhan
masyarakatnya.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 91
TABEL 4.8Neraca Perdagangan Barang dan Jasa Kabupaten Buleleng,
2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Nilai Ekspor ADHB(Miliar Rp) 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
Nilai Impor ADHB(Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22
Net Ekspor (X-M)(Miliar Rp) 584,09 2.447,77 3.137,08 3.182,30 4.086,71
Rasio Ekspor TerhadapImpor 1,12 1,56 1,79 1,72 1,92
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Selama periode tahun 2013 hingga 2017, posisi
perdagangan barang dan jasa Kabupaten Buleleng dengan luar
daerah menunjukkan surplus yang terus meningkat. Neraca
perdagangan Kabupaten Buleleng menunjukkan nilai positif atau
surplus sebesar 584,09 miliar rupiah pada tahun 2013. Surplus
perdagangan Kabupaten Buleleng terus meningkat setelah itu
menjadi 2,45 triliun rupiah di tahun 2014, 3,14 triliun rupiah di
tahun 2015, 3,18 triliun rupiah di tahun 2016, dan di tahun 2017
menjadi 4,09 triliun rupiah. Pada tahun 2017, terjadi pertumbuhan
surplus neraca perdagangan sebesar 28,42 persen.
Indikator lain yang dapat diturunkan dari ekspor dan impor
adalah rasio ekspor terhadap impor. Pada periode tahun 2013
hingga 2017, rasio ekspor terhadap impor bernilai di atas 1. Artinya,
nilai ekspor masih lebih besar dari pada impor. Pada periode ini,
nilai rasio ekspor terhadap impor tertinggi terjadi di tahun 2017,
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
92 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
yaitu sebesar 1,92. Sedangkan nilai rasio ekspor terhadap impor
terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 1,12. Masih pada
periode yang sama, pada tahun 2016 terjadi penurunan nilai rasio
ekspor terhadap impor. Rasio pada tahun tersebut adalah 1,72 yang
turun 0,07 poin dibandingkan tahun sebelumnya.
4.9 Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
”ICOR” merupakan parameter ekonomi makro yang
menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang
diperoleh (output) dengan menggunakan investasi tersebut. ICOR
juga bisa diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap
penambahan sejumlah output (keluaran).
Kapital diartikan sebagai barang modal fisik yang dibuat
oleh manusia dari sumber daya alam, untuk digunakan secara terus
menerus dan berulang dalam proses produksi. Sedangkan output
adalah besarnya nilai keluaran dari suatu proses ekonomi (produksi)
yang dalam hal ini digambarkan melalui parameter ”Nilai Tambah”.
Dengan menggunakan rasio ini, maka ICOR mampu
menjelaskan perbandingan antara penambahan kapital terhadap
output atau yang diartikan juga bahwa setiap pertambahan satu
unit nilai output (keluaran) akan membutuhkan penambahan kapital
sebanyak ”K” unit.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 93
Formula :
1
tt
t
YYI
YI
YKICOR
Di mana: tI = PMTB tahun ke t
tY = Output tahun ke t
1tY = Output tahun ke t-1
Tabel 4.9.Incremental Capital Output Ratio,
Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2017
U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**
PDRB ADHK 2010(Miliar Rp) 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11
Perubahan(Miliar Rp) 1.106,98 1.154,56 1.076,87 1.132,09 1.077,39
PMTB ADHK 2010(Miliar Rp) 4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22
ICOR 3,93 3,89 4,43 4,53 4,96Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)
Besaran ICOR di Kabupaten Buleleng pada tahun 2017
adalah 4,96. Dapat dikatakan bahwa, untuk mendapatkan satu unit
tambahan nilai PDRB diperlukan tambahan kapital sebanyak 4,96
unit. Pada periode tahun 2013 hingga 2017, besaran ICOR di
Kabupaten Buleleng pada kisaran 3,89 hingga 4,96. Besaran ICOR
terendah terjadi pada tahun 2014 dan yang tertinggi pada tahun
2017. Besaran ICOR pada periode tahun 2013 hingga 2017 berturut-
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG
94 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
turut adalah 3,93 di tahun 2013, 3,89 di tahun 2014, 4,43 di tahun
2015, 4,53 di tahun 2016, dan 4,96 di tahun 2017. Secara rata-rata,
dari tahun 2013 hingga 2017, ICOR Kabupaten Buleleng mencapai
4,35. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan satu satuan
nilai PDRB, akan membutuhkan penambahan kapital/modal sebesar
4,35.
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 97
Lampiran 1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017
KOMPONENPENGELUARAN 2013 2014 2015 2016* 2017**
1. Konsumsi RumahTangga
10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52
2. Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
338,94 394,63 440,24 482,38 522,52
3. Konsumsi Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12
4. Pembentukan ModalTetap Bruto
5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87
5. Perubahan Inventori 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47
6. Ekspor 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93
7. Impor 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22
PDRB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
98 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Lampiran 2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi RumahTangga
9.272,30 9.735,33 10.405,04 11.110,08 11.576,10
Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
296,05 301,64 316,45 335,16 355,55
Konsumsi Pemerintah 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44
Pembentukan ModalTetap Bruto
4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22
Perubahan Inventori 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66
Ekspor 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52
Impor 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37
PDRB 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 99
Lampiran 3.Distribusi PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi RumahTangga
54,80 51,47 50,88 51,04 49,11
Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba
1,77 1,77 1,75 1,74 1,71
Konsumsi Pemerintah 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47
Pembentukan ModalTetap Bruto
26,97 24,84 24,79 25,30 25,16
Perubahan Inventori 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19
Ekspor 29,15 30,57 28,14 27,34 27,82
Impor 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
100 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Lampiran 4.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 2,92 4,99 6,88 6,78 4,19
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08
Konsumsi Pemerintah 7,14 -8,05 7,29 7,73 5,17
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25
Perubahan Inventori
Ekspor 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14
Impor 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27
PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 101
Lampiran 5.Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 1,70 2,79 3,77 3,75 2,34
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,41 0,03 0,08 0,10 0,10
Konsumsi Pemerintah 0,84 -0,95 0,74 0,79 0,54
Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,25 0,87 1,58 1,90 1,09
Perubahan Inventori -0,33 -0,06 -0,31 0,02 0,01
Ekspor 4,06 4,11 1,42 0,07 1,40
Impor 0,78 -0,17 1,21 0,62 0,07
PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
102 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017
Lampiran 6.Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng Menurut Pengeluaran
2013-2017
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 113,15 118,20 123,09 127,47 129,77
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 114,49 130,83 139,12 143,93 146,96
Konsumsi Pemerintah 122,96 129,29 130,74 138,07 147,06
Pembentukan Modal Tetap Bruto 118,75 123,60 130,76 136,83 143,90
Perubahan Inventori 206,01 189,17 194,72 197,50 262,41
Ekspor 95,99 105,21 104,99 112,20 120,87
Impor 96,56 85,21 73,62 80,38 80,53
PDRB 115,42 126,00 133,75 139,08 145,47
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id
LAMPIRAN
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 103
Lampiran 7.Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng
Menurut Pengeluaran 2010-2016
KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**
Konsumsi Rumah Tangga 2,34 4,46 4,14 3,56 1,80
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,70 14,27 6,34 3,46 2,11
Konsumsi Pemerintah 5,01 5,14 1,12 5,61 6,51
Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,50 4,08 5,80 4,64 5,16
Perubahan Inventori - - - - -
Ekspor -2,35 9,61 -0,21 6,86 7,73
Impor -12,22 -11,75 -13,61 9,18 0,19
PDRB 5,55 9,17 6,15 3,99 4,59
https:
//bulel
engka
b.bps.g
o.id