bulelengkab.bps.go · (frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran merupakan ukuran...

122
https://bulelengkab.bps.go.id

Transcript of bulelengkab.bps.go · (frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran merupakan ukuran...

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN 2013-2017

Sumber Ilustrasi: Pixabay.com Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa ijin tertulis dari Badan Pusat Statistik

ISBN: 978-602-0910-75-8 No. Publikasi: 51080.1803 Katalog: 9302020.5108 Ukuran Buku: 14.8 cm x 21 cm Jumlah Halaman: 104 + xiv halaman

Naskah: BPS Kabupaten Buleleng Penyunting: BPS Kabupaten Buleleng Desain Kover oleh: BPS Kabupaten Buleleng Penerbit: ©BPS Kabupaten Buleleng Pencetak: Percetakan “Teleng Indah” Jln Ahmad Yani Singaraja

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Tim Penyusun

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN

2013-2017

Penganggung Jawab Umum:

Eman Sulaeman

Penanggung Jawab Teknis:

Gede Iwan Santika

Penulis dan Pengolah Data:

Ayu Manik Pratiwi

Desain Gambar Kulit/Layout:

Nyoman Pasek Susena

Ayu Manik Pratiwi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

KATA PENGANTAR

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 v

KATA PENGANTAR

Dalam era pembangunan sekarang ini, data dan informasi

mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mengambil sebuah kebijakan. Kegiatan perencanaan, pengendalian maupun evaluasi tidak akan berhasil tanpa menggunakan data. Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, BPS bertanggung jawab atas perstatistikan di Indonesia, termasuk perstatistikan di daerah.

Publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Buleleng Menurut Pengeluaran 2013 – 2017 ini merupakan publikasi rutin tahunan yang menyajikan beberapa indikator makro ekonomi di Kabupaten Buleleng dalam lima tahun terakhir. Selain itu, publikasi ini juga menyajikan perkembangan PDRB baik dari sisi harga berlaku maupun harga konstan, serta perkembangan PDRB per kapita, dan beberapa agregat makro ekonomi lainnya.

Disadari bahwa penyajian publikasi ini masih memiliki banyak kekurangan. Kendati begitu, selalu diupayakan adanya penyempurnaan dan perbaikan-perbaikan. Untuk itu, kritik dan saran dari pengguna dan pemerhati data sangat diharapkan dalam penyempurnaan publikasi sejenis di masa yang akan datang. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberi kontribusi hingga terwujudnya publikasi ini diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini dapat bermanfaat.

Singaraja, Agustus 2018 Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng

Kepala,

EMAN SULAEMAN, SST, M.A.P

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R I S I

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................... i HALAMAN KATALOG .......................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................. v DAFTAR ISI .......................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .............................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xv BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ...................................................... 3

1.2 Perubahan Tahun Dasar PDRB ................... 8 BAB II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 17 2.1 Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga (PKRT) ....................................................... 19 2.2 Pengeluaran Konsumsi Akhir Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) ................................................. 22 2.3 Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah (PK-P) ........................................................ 25 2.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 30 2.5 Perubahan Inventori (PI) .......................... 35 2.6 Ekspor Impor ........................................... 39 BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG MENURUT

PENGELUARAN ....................................................... 43 3.1 Perkembangan PDRB Pengeluaran Kabupaten

Buleleng .................................................... 45 3.2 Perkembangan Komponen PDRB Pengeluaran 57

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R I S I

viii PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG

MENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

BAB IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG ............................................................. 77 4.1 PDRB (Nominal) ........................................ 79 4.2 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir

Terhadap PDRB ........................................... 81 4.3 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap PMTB ................. 82

4.4 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap Ekspor .......... 83

4.5 Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB .. 85 4.6 Perbandingan PDRB Terhadap Impor ......... 87 4.7 Keseimbangan Total Penyediaan dan Total

Permintaan.................................................. 88 4.8 Neraca Perdagangan (Trade Balance) ......... 90 4.9 Incremental Capital Output Ratio (ICOR) .... 92 LAMPIRAN .......................................................................... 95

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R T A B E L

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 ix

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut

Pengeluaran Tahun Dasar 2000 dan 2010 ……… 15

TABEL 3.1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),

2013 – 2017 ……………………………………………….. 46

TABEL 3.2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Konstan 2010 Menurut Pengeluaran (Miliar

Rupiah), 2013 – 2017 …………………………………… 48

TABEL 3.3 Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran

Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran

(persen), 2013 – 2017…………………………………....

51

TABEL 3.4 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (persen),

2013 – 2017………………………………………………….. 55

TABEL 3.5 Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten

Buleleng Menurut Pengeluaran (persen),

2013 – 2017 ...................................................... 56

TABEL 3.6 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten

Buleleng Menurut Pengeluaran (persen),

2013-2017 ……................................................... 57

TABEL 3.7 Perkembangan Komponen Konsumsi

Rumahtangga Kabupaten Buleleng, 2013 –

2017 …………………………………………………………….. 62

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R T A B E L

x PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG

MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017

TABEL 3.8 Perkembangan Pengeluaran Akhir Konsumsi

LNPRT Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017………. 63

TABEL 3.9 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir

Pemerintah Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017 66

TABEL 3.10 Perkembangan dan Struktur PMTB Kabupaten

Buleleng 2013 – 2017…………………………………….. 71

TABEL 3.11 Perkembangan dan Struktur Perubahan

Inventori Kabupaten Buleleng 2013—2017……. 72

TABEL 3.12 Perkembangan Ekspor Kabupaten Buleleng

2013-2017 …………………………………………………… 74

TABEL 3.13 Perkembangan Impor Kabupaten Buleleng,

2013—2017 …………………………………………………… 76

TABEL 4.1 Produk Domestik Regional Bruto dan PDRB

Per Kapita Kabupaten Buleleng, 2013-2017…… 80

TABEL 4.2 Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir

Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng, 2013-

2017………………………………………………………………. 81

TABEL 4.3 Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga

Terhadap PMTB Kabupaten Buleleng, 2013-

2017………………………………………………………………. 83

TABEL 4.4 Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga

Terhadap Ekspor Kabupaten Buleleng, 2013-

2017………………………………………………………………. 84

TABEL 4.5 Rasio Ekspor Terhadap PMTB Kabupaten

Buleleng, 2013-2017………………………………………. 86

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R T A B E L

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xi

TABEL 4.6 Rasio Total PDRB Terhadap Impor Kabupaten

Buleleng, 2013-2017………………………………………. 87

TABEL 4.7 Sisi Keseimbangan Penyediaan dan

Permintaan Kabupaten Buleleng, 2013-2017 ... 89

TABEL 4.8 Neraca Perdagangan Barang dan Jasa

Kabupaten Buleleng, 2013-2017 ...................... 91

TABEL 4.9 Incremental Capital Output Ratio, Kabupaten

Buleleng Tahun 2013-2017…………………………….. 93

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R G A M B A R

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xiii

DAFTAR GAMBAR GAMBAR 3.1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah)

dan Proyeksi Penduduk (000 jiwa), 2013– 2017

47

GAMBAR 3.2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Konstan 2010 Menurut Pengeluaran (Miliar

Rupiah) dan Laju Pertumbuhan Tahunan

(Persen), 2013–2017 ....................................... 49

GAMBAR 3.3 Perbandingan PDRB Kabupaten Buleleng Atas

Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga

Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013-2017 ....... 50

GAMBAR 3.4 Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran

Terhadap PDRB Kabupaten Buleleng Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran

(persen), 2017................................................... 52

GAMBAR 3.5 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017 .... 53

GAMBAR 3.6 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas

Dasar Harga Konstan 2010 Menurut

Pengeluaran, 2013 – 2017 ............................... 54

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R G A M B A R

xiv PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG

MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017

GAMBAR 3.7 Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah

Tangga Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010

(Miliar Rupiah), 2013 – 2017 ........................... 59

GAMBAR 3.8 Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah

Tangga Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010

(Miliar Rupiah), 2013 – 2017 ........................... 60

GAMBAR 3.9 Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten

Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2010 (Juta Rupiah) dan

Proyeksi Penduduk (000 orang), 2013 – 2017 .. 67

GAMBAR 3.10 Perkembangan PDRB Per Pegawai Pemerintah

Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku

dan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Juta

Rupiah) dan Jumlah Pegawai Pemerintah

(orang), 2013 – 2017 ....................................... 69

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

D A F T A R L A M P I R A N

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENG MENURUT LAPANGAN USAHA, 2013 – 2017 xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017

(Miliar Rupiah)……………………………………………….. 97

LAMPIRAN 2 PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013 –

2017 (Miliar Rupiah)…………………………………….. 98

LAMPIRAN 3 Distribusi PDRB Kabupaten Buleleng Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran,

2013 - 2017…………………………………………............

99

LAMPIRAN 4 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

ADHK 2010 Menurut Pengeluaran, 2013 –

2017……………………………………………………………… 100

LAMPIRAN 5 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten

Buleleng Menurut Pengeluaran, 2013-2017…… 101

LAMPIRAN 6 Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017……………...

102

LAMPIRAN 7 Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten

Buleleng Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017..

103

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I

PENDAHULUAN

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 3

1.1 PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto menurut pengeluaran (PDRB

Pengeluaran) merupakan salah satu bentuk tampilan data ekonomi

suatu wilayah, di samping bentuk tampilan lain seperti PDRB

menurut lapangan usaha, Tabel Input-Output, Sistem Neraca Sosial

Ekonomi, dan Neraca Arus Dana. Di dalam sistem kerangka kerja

(frame work) data ekonomi suatu wilayah, PDRB Pengeluaran

merupakan ukuran dasar (basic measure) yang menggambarkan

penggunaan atas barang dan jasa (product) yang dihasilkan melalui

aktivitas produksi. Dalam konteks ini, PDRB Pengeluaran itu

menggambarkan hasil “akhir” dari proses produksi yang

berlangsung dalam batas-batas teritori suatu wilayah. Berbagai jenis

barang dan jasa akhir tersebut akan digunakan untuk memenuhi

permintaan akhir oleh pelaku ekonomi domestik maupun pelaku

ekonomi dari luar wilayah bahkan dari luar negeri. Beberapa agregat

penting dapat diturunkan dari PDRB Pengeluaran ini seperti variabel

Pengeluaran Konsumsi Akhir, pembentukan modal tetap bruto atau

investasi fisik, serta ekspor dan impor.

Penghitungan PDRB melalui pendekatan pengeluaran

(expenditure) tidak terlepas dari penghitungan PDRB melalui

pendekatan lapangan usaha (production). Sungguhpun demikian,

PDRB Pengeluaran diestimasi secara independen dengan

menggunakan data dasar yang relatif berbeda. PDRB Produksi

menggambarkan aktivitas produksi, serta pendapatan yang diterima

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

4 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

pemilik faktor produksi yang terlibat (balas jasa faktor produksi)1.

Sedangkan PDRB Pengeluaran menggambarkan aktivitas

pengeluaran yang dilakukan para pelaku ekonomi untuk

mendapatkan barang dan jasa yang diproduksi tersebut. Melalui

PDRB Pengeluaran juga dapat dilihat keterkaitannya dengan

penyediaan barang dan jasa yang berasal dari domestik maupun

dari impor. Melalui hubungan ini terlihat titik keseimbangan makro

antara sisi penyediaan (supply side) dan sisi permintaan (demand

side) barang dan jasa.

Secara konsep2 penghitungan PDRB dari sisi yang berbeda di

atas dimaksudkan untuk: i) memastikan konsistensi dan

kelengkapan di dalam membuat estimasi; ii) memberi manfaat lebih

di dalam melakukan analisis; dan iii) mengontrol kelayakan hasil

estimasi. Secara teoritis, kedua pendekatan tersebut akan

menghasilkan nilai yang sama besar (equivalent). Namun karena

pendekatan estimasi dan metoda pengukuran yang digunakan

berbeda, maka akan muncul selisih statistik (statistical

descrepancy).

Dengan demikian PDRB Pengeluaran menjelaskan besarnya

nilai barang dan jasa (output) yang dihasilkan dalam wilayah

domestik, yang digunakan sebagai konsumsi “akhir” oleh

masyarakat. Secara spesifik, yang dimaksud dengan konsumsi akhir

1 Termasuk di dalamnya penyusutan dan pajak tidak langsung “neto” (pajak tidak langsungdikurangi subsidi)2 Handbook of National Accounting. Accounting for Production: Sources and Methods(Series F no 30 United Nations)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 5

adalah penggunaan barang dan jasa yang tidak dimaksukan untuk

diproses lebih lanjut (dikonsumsi habis). Penggunaan produk akhir

tersebut diwujudkan dalam bentuk “permintaan akhir”. Permintaan

akhir yang dimaksud terdiri dari komponen-komponen Pengeluaran

Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-RT), Pengeluaran Konsumsi Akhir

Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumahtangga (PK-LNPRT),

Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah (PK-P), Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB), Perubahan Inventori (PI), serta

komponen Ekspor barang dan jasa.

Dalam menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi

permintaan akhir masyarakat tersebut, tidak terlepas dari

ketergantungan pada produk yang berasal dari dari luar wilayah

atau luar negeri (impor). Berbagai barang dan jasa yang menjadi

konsumsi akhir masyarakat di dalamnya akan terkandung produk

impor. Sehingga dalam mengukur besarnya nilai tambah domestik

(PDRB), komponen impor barang dan jasa harus dikeluarkan atau

dikurangkan dari penghitungan konsumsi atau permintaan akhir.

Tingginya permintaan tidak selalu diimbangi oleh penyediaan

domestik, sehingga kondisi ini menjadi peluang bagi masuknya

produk impor. Data empiris menunjukkan bahwa dari waktu ke

waktu, perdagangan produk impor terus berkembang baik secara

kuantitas, nilai, maupun ragamnya.

Secara konsep, PDRB Produksi (Y) sama besar dengan PDRB

Pengeluaran (E), namun dalam kenyataannya tidaklah demikian.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

6 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Selain berbeda dalam struktur atau komposisi, pendekatan

pengukuran antar keduanya juga berbeda. Dalam penyajian data

PDRB, perbedaan ini diletakkan pada sisi PDRB Pengeluaran. Unsur

yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain adalah konsep

dan basis pengukuran, metoda dan cakupan pengukuran, serta data

dasar yang digunakan untuk estimasi. Melalui penjelasan ini para

pengguna data PDRB tidak mempermasalahkan adanya perbedaan

(statistical descrepancy) tersebut.

Penyusunan data PDRB Pengeluaran juga dimaksudkan untuk

menjelaskan bagaimana “pendapatan” (Y) yang tercipta melalui

proses produksi menjadi sumber pendapatan masyarakat3, yang

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir.

Dari sudut pandang lain, PDRB Pengeluaran juga menjelaskan

penggunaan dari sebagian besar produk domestik bruto untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi akhir, atau dengan istilah yang

berbeda disebut sebagai “output akhir (final output)”. Mengkaitkan

antara pendapatan dan pengeluaran untuk pembelian barang dan

jasa dari produk domestik maupun impor (termasuk untuk diekspor)

merupakan bentuk analisis yang sederhana dari data PDRB.

Keharusan memiliki jumlah yang sama pada kedua model

3. - Yang dimaksud adalah rumahtangga, pemerintah, lembaga non profit yang melayanirumah tangga serta sektor produksi (produsen) di wilayah domestik

- Disebut sebagai pendekatan “riil”- Siklus ekonomi secara umum yang menjelaskan tentang hubungan antara balas jasa faktor

produksi (pendapatan) dengan pengeluaran atas penggunaan berbagai produk barang danjasa oleh faktor produksi tersebut

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 7

pendekatan PDRB tersebut, secara simultan dapat ditunjukkan

melalui model atau persamaan Keynesian sbb :

Y (Income) = PDRB Produksi

C (Consumption) = Konsumsi akhir

GFCF (Gross Fixed Capital Formation) = Pembentukan Modal Tetap

Bruto

Δ Inventori = Perubahan Inventori

X = Ekspor

M = Impor

Persamaan di atas menunjukkan pendapatan atau nilai

tambah bruto dari hasil penghitungan PDRB Produksi akan “identik”

dengan PDRB Pengeluaran. Jika Y adalah pendapatan, C adalah

konsumsi akhir, dan GFCF serta Δ Inventori merupakan bentuk

investasi fisik, maka selisih antara ekspor dengan impor

menggambarkan surplus atau defisit dari aktivitas perdagangan

barang dan jasa antar wilayah, baik dengan wilayah lain ataupun

dengan luar negeri.

Melalui pendekatan ini dapat diketahui perilaku masyarakat

dalam menggunakan pendapatan, apakah hanya untuk tujuan

konsumsi (akhir) atau juga untuk tujuan investasi (fisik). Selain itu

juga dapat diketahui besarnya ketergantungan ekonomi wilayah

Y = C + GFCF + Δ Inventori + X – M

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

8 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

(domestik) terhadap luar negeri dalam bentuk perdagangan

internasional (external transaction). Selisih antara ekspor dan impor

juga disebut sebagai “ekspor neto” .

Sebagaimana PDRB Produksi, dari PDRB Pengeluaran juga

dapat diturunkan berbagai data agregat terntang perekonomian

wilayah seperti nilai nominal, struktur atau distribusi pengeluaran

konsumsi akhir, pertumbuhan “riil”, serta indeks harga implisit.

Data yang dimaksud tersedia baik untuk masing-masing komponen

PDRB Pengeluaran maupun untuk total perekonomian.

1.2 PERUBAHAN TAHUN DASAR PDRB

Mengapa Tahun Dasar PDRB Perlu Diubah?

Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang

terjadi pada kondisi perekonomian global maupun lokal, yang

sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis

finansial global yang terjadi tahun 2008, penerapan perdagangan

bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan

perdagangan internasional, serta semakin meluasnya jasa layanan

pasar modal merupakan beberapa contoh perubahan yang perlu

diantisipasi dalam mekanisme pencatatan data statistik nasional.

Satu bentuk implementasi dari System of National Accounts

(SNA) adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB/PDRB. Di

Indonesia kegiatan perubahan tahun dasar dari tahun 2000 ke 2010

dilakukan bersamaan dengan upaya mengimplementasi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 9

rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang

dalam buku panduan SNA 2008. Kegiatan ini diawali dengan

menyusun kerangka kerja dalam bentuk Supply and Use Tables

(SUT) Indonesia untuk tahun data 2010. Dari kerangka SUT tersebut

diperoleh nilai estimasi PDB dan komponen-komponennya.

Selanjutnya nilai PDB maupun komponennya ini dijadikan sebagai

acuan (benchmark) ketika BPS Provinsi maupun BPS

Kabupaten/Kota menyusun PDRB-nya. Untuk itu, guna menjaga

konsistensi dengan hasil penghitungan PDB, maka perubahan tahun

dasar PDRB dilakukan secara simultan dengan perubahan tahun

dasar PDB.

Apa yang Dimaksud dengan SNA 2008?

SNA 2008 merupakan rekomendasi internasional tentang tata

cara pengukuran aktivitas ekonomi, yang telah sesuai dengan

penghitungan konvensional berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.

Rekomendasi dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi,

cakupan, dan klasifikasi, serta aturan neraca yang disepakati secara

internasional dalam mengukur indikator ekonomi makro (account)

seperti PDB/PDRB.

SNA dirancang guna menyediakan informasi tentang aktivitas

yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi, utamanya aktivitas

produksi, konsumsi, dan aktivitas akumulasi aset fisik. SNA dapat

dimanfaatkan antara lain untuk kepentingan analisis, perencanaan

dan penetapan kebijakan ekonomi. Melalui kerangka SNA,

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

10 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

fenomena suatu perekonomi wilayah dapat dijelaskan dan dipahami

dengan lebih baik.

Apa Manfaat Perubahan Tahun Dasar?

Manfaat perubahan tahun dasar PDRB diantaranya adalah:

a. Menginformasikan kondisi ekonomi terkini, seperti

terjadinya perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi;

b. Meningkatkan kualitas PDRB;

c. Menjadikan PDRB dapat diperbandingkan secara nasional.

Apa Implikasi Perubahan Tahun Dasar?

Perubahan tahun dasar PDRB antara lain berdampak pada:

1. Meningkatkan nilai PDRB, yang pada gilirannya berpengaruh

pada perubahan kelompok pendapatan (dari wilayah

berpendapatan rendah menjadi menengah atau tinggi),

serta pergeseran struktur ekonomi;

2. Perubahan besaran indikator makro seperti rasio pajak,

rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, neraca

perdagangan, serta struktur dan pertumbuhan ekonomi;

3. Perubahan input data untuk keperluan modeling dan

forecasting.

Mengapa Tahun 2010 sebagai tahun dasar?

Terpilihnya tahun 2010 sebagai tahun dasar didasarkan atas

beberapa alasan sbb:

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 11

1. Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 relatif stabil;

2. Terjadinya perubahan struktur ekonomi Indonesia selama

10 (sepuluh) tahun terakhir, terutama di bidang informasi,

teknologi dan transportasi. Perubahan ini berpengaruh pada

pola distribusi dan munculnya beberapa produk baru;

3. Rekomendasi PBB tentang pergantian tahun dasar, yang

harus dilakukan setiap 5 (lima) atau 10 (sepuluh) tahun4;

4. Adanya pembaharuan konsep, definisi, cakupan, klasifikasi,

sumber data, dan metodologi penghitungan sesuai

rekomendasi SNA 2008;

5. Tersedianya data dasar untuk meningkatkan kualitas PDRB

seperti hasil Sensus Penduduk 2010 dan Indeks Harga

Produsen (Producers Price Index);

6. Tersedianya kerangka SUT Indonesia tahun 2010, yang

menunjukkan keseimbangan antara produksi, konsumsi

serta pendapatan yang tercipta dari aktivitas tersebut.

Implementasi SNA 2008 dalam PDRB tahun dasar 2010

Terdapat 118 revisi di SNA 2008 dari SNA sebelumnya, dan 44

diantaranya merupakan revisi yang utama. Beberapa revisi yang

diadopsi dalam penghitungan PDRB tahun dasar 2010 antara lain

adalah:

4 SNA1993, para 16.76: “constant price series should not be allowed to run for more than five,or at the most, ten years without rebasing”

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

12 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Konsep dan Cakupan

a. Sumber daya hayati (cultivated biological resources/CBR).

CBR merupakan nilai aset alam hasil budidaya manusia,

yang diperlakukan sebagai bagian dari output pertanian

dan PMTB. Contoh nilai tegakan padi, kelapa sawit dan

karet yang belum dipanen, serta nilai sapi perah yang

belum menghasilkan.

b. Sistem persenjataan (military weapon systems/MWS).

MWS merupakan nilai pengeluaran pemerintah untuk

pengadaan alat pertahanan dan keamanan, yang

diperlakukan sebagai bagian dari output industri

peralatan militer dan PMTB seperti pesawat tempur,

kendaraan lapis baja, dan peluru kendali.

c. Penelitian dan pengembangan (research and

development/RnD). RnD merupakan nilai pengeluaran

untuk aktivitas penelitian dan pengembangan, yang

diperlakukan sebagai bagian dari output industri yang

melakukannya dan PMTB seperti RnD tentang varietas

padi, produk otomotif, dan riset pemasaran.

d. Eksplorasi dan evaluasi mineral (mineral exploration and

evaluation/MEE). MEE merupakan nilai pengeluaran

untuk aktivitas eksplorasi dan evaluasi barang tambang

dan mineral, tanpa memperhitungkan apakah berhasil

atau tidak menemukan cadangan tambang atau mineral.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 13

Biaya eksplorasi dan evaluasi diperlakukan sebagai bagian

dari output industri pertambangan dan PMTB.

e. Bank Sentral (Central Bank/CB). Aktivitas Bank Indonesia

yang terkait dengan penyediaan jasa kebijakan moneter

dan pengawasan dipisahkan dari jasa intermediasi

keuangan. Aktivitas tersebut digabungkan dengan

aktivitas penyediaan jasa regulasi yang dihasilkan

pemerintahan.

f. Komputer software (computer software and

databases/CSD). CSD merupakan nilai pembelian atau

biaya pembangunan databases, yang diperlakukan

sebagai bagian dari output industri yang melakukannya

dan PMTB.

g. Produk kekayaan intelektual (entertainment, literary or

artistic originals/ELA). ELA merupakan nilai pembelian

atau biaya pembangunannya, yang diperlakukan sebagai

bagian dari output industri yang melakukannya dan

PMTB.

h. pengeluaran untuk aktivitas eksplorasi dan evaluasi

barang tambang dan mineral, tanpa memperhitungkan

apakah kegiatan tersebut berhasil ataupun tidak berhasil

menemukan cadangan tambang atau mineral. Biaya

eksplorasi dan evaluasi diperlakukan sebagai bagian dari

output industri pertambangan dan PMTB.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

14 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Metodologi

Output jasa intermediasi keuangan. Output industri ini

diestimasi dengan metoda FISIM (Financial intermediation

services indirectly measured / FISIM). FISIM dihitung

berdasarkan tingkat suku bunga simpanan (deposits), bunga

pinjaman (loans), dan suku bunga referensi (reference).

Metoda ini menggantikan metoda Imputed Bank Services

Charge (IBSC).

Valuasi

Nilai tambah bruto lapangan usaha dinilai dengan harga dasar

(Basic Price). Harga dasar merupakan harga keekonomian

suatu barang atau jasa pada tingkat produsen, sebelum ada

intervensi pemerintah dalam bentuk pajak dan subsidi atas

produk.

Klasifikasi

Klasifikasi yang digunakan adalah Internasional Standard

Industrial Classification (ISIC rev.4) dan Central Product

Classification (CPC rev.2). BPS mengadopsi kedua jenis

klasifikasi tersebut menjadi KBLI 2009 dan KBKI 2010.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab I PENDAHULUAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 15

Tabel 1.1.Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut Pengeluaran

Tahun Dasar 2000 dan 2010

PDRB Tahun Dasar 2000 PDRB Tahun Dasar 20101. Pengeluaran Konsumsi

Rumahtangga2. Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah3. Pembentukan Modal Tetap

Bruto4. Perubahan Inventori5. Ekspor6. Impor

1. Pengeluaran KonsumsiRumahtangga

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT3. Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah4. Pembentukan Modal Tetap

Bruto5. Perubahan Inventori6. Ekspor7. Impor

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II

METODE ESTIMASID A N SU M BE R

D A T A

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 19

2.1 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR RUMAH TANGGA (PKRT)

i. Pendahuluan

Sektor rumahtangga mempunyai peran yang cukup besar

dalam perekonomian. Hal ini tercermin dari besarnya

sumbangan komponen konsumsi rumahtangga dalam

pembentukan PDRB pengeluaran1. Di samping berperan

sebagai konsumen akhir barang dan jasa, rumahtangga juga

berperan sebagai produsen serta penyedia faktor produksi

untuk aktivitas produksi yang dilakukan oleh sektor institusi

lainnya.

ii. Konsep dan Definisi

Pengeluaran konsumsi akhir rumahtangga (PK-RT)

merupakan pengeluaran atas barang dan jasa oleh

rumahtangga untuk tujuan konsumsi. Rumahtangga

didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang

tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka

mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban,

serta mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama

utamanya kelompok makanan dan perumahan.

1 Untuk Kabupaten/Kota yang mempunyai hasil tambang/industri/perkebunan dan nilaiekspornya sangat tinggi, umumnya nilai konsumsi rumahtangganya relatif lebih rendah

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

20 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

iii. Cakupan

PK-RT mencakup pengeluaran atas barang dan jasa oleh

rumahtangga residen, baik yang dilakukan di dalam maupun di

luar wilayah domestik suatu region. Jenis barang dan jasa

tersebut diklasifikasikan menurut Classifications of Individual

Consumption by Purpose (COICOP), sbb:

1. Makanan dan minuman tidak beralkohol

2. Minuman beralkohol, tembakau dan narkotik

3. Pakaian dan alat kaki

4. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya

5. Furniture, perlengkapan rumahtangga dan pemeliharaan

rutin

6. Kesehatan

7. Angkutan

8. Komunikasi

9. Rekreasi/hiburan dan kebudayaan

10. Pendidikan

11. Penyediaan makan minum dan penginapan/hotel

12. Barang dan jasa lainnya

Namun dalam publikasi ini, PK-RT hanya diklasifikasi ke

dalam 7 COICOP, yaitu:

1. Makanan, Minuman, dan Rokok

2. Pakaian dan Alas Kaki

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 21

3. Perumahan, Perkakas, Perelngkapan dan

Penyelenggaraan Rumah Tangga

4. Kesehatan dan Pendidikan

5. Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budaya

6. Hotel dan Restoran

7. Lainnya

iv. Sumber Data

Data dasar yang digunakan untuk mengestimasi

komponen PK-RT bersumber dari :

Survei Sosial Ekonomi Nasional/Daerah

(Susenas/Suseda), BPS

Survei Khusus Konsumsi Rumahtangga Triwulanan

(SKKRT), BPS

Sensus Penduduk 2010, BPS

Data Sekunder (dari dalam maupun luar BPS)

Indeks Harga Konsumen (IHK), BPS

v. Metoda Estimasi

Komponen PK-RT Tahunan diestimasi dengan metoda

sbb:

1. Nilai pengeluaran konsumsi perkapita Susenas/Suseda

(untuk PK-RT Tahunan)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

22 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

2. Data poin 1 dikalikan dengan penduduk pertengahan

tahun, dikalikan 12 (PKRT Tahunan)

3. Data poin 2 dikelompokan menjadi 12 kelompok COICOP,

dengan beberapa komoditas dikontrol secara tersendiri;

4. Terhadap data poin 3, dilakukan kontrol/koreksi dengan

menggunakan data sekunder atau data/indikator suplai;

5. Diperoleh nilai PK-RT Tahunan atas dasar harga berlaku

(atas dasar harga Berlaku) ;

6. Susun Indeks implisit PK-RT berdasarkan IHK Kota

(provinsi/kota terdekat);

7. Nilai PK-RT atas dasar harga Konstan diperoleh dengan

cara membagi hasil poin 5 dengan poin 6.

Catatan:

Komponen PK-RT Triwulanan diestimasi dengan menggunakan

indeks perkembangan konsumsi rumahtangga triwulanan yang

diperoleh dari hasil kegiatan SKKRT.

2.2 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR LEMBAGA NON PROFIT

YANG MELAYANI RUMAH TANGGA (PK-LNPRT)

i. Pendahuluan

Sektor Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumahtangga

(LNPRT) muncul sebagai sektor tersendiri di dalam

perekonomian suatu wilayah. Sektor ini berperan dalam

menyediakan barang dan jasa bagi anggota maupun bagi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 23

kelompok rumahtangga tertentu secara gratis atau pada

tingkat harga yang tidak berarti secara ekonomi. Harga yang tak

berarti secara ekonomi artinya harga yang ditawarkan di

bawah tingkat harga pasar (tidak mengikuti harga pasar yang

berlaku).

ii. Konsep dan definisi

LNPRT merupakan bagian dari lembaga non profit (LNP).

Untuk diketahui, sesuai dengan fungsinya LNP dapat dibedakan

atas LNP yang melayani rumahtangga (LNPRT) dan LNP yang

melayani bukan rumahtangga.

LNPRT merupakan lembaga yang melayani anggota atau

rumahtangga, serta tidak dikontrol oleh pemerintah. Anggota

yang dimaksud bukan berbentuk badan usaha. LNPRT

dibedakan atas 7 jenis lembaga, yaitu: Organisasi

kemasyarakatan, Organisasi sosial, Organisasi profesi,

Perkumpulan sosial/ kebudayaan/olahraga/hobi, Lembaga

swadaya masyarakat, Lembaga keagamaan, dan Organisasi

bantuan kemanusiaan/beasiswa.

iii. Cakupan

Nilai PK-LNPRT merupakan nilai output non-pasar yang

dihasilkan oleh LNPRT. Nilai output non-pasar diestimasi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

24 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

berdasarkan nilai pengeluaran LNPRT dalam rangka melakukan

kegiatan operasional. Pengeluaran yang dimaksud terdiri dari :

a. Konsumsi antara, contoh : pembelian alat tulis dan

barang cetakan; pembayaran rekening listrik, air,

telepon, teleks, faksimili; biaya rapat, seminar,

perjamuan; biaya transportasi, bahan bakar, perjalanan

dinas; belanja barang dan jasa lainnya; sewa gedung,

sewa perlengkapan kantor dll.

b. Kompensasi tenaga kerja, contoh : upah, gaji, lembur,

honor, bonus dan tunjangan lain

c. Penyusutan

d. Pajak lainnya atas produksi (dikurangi subsidi), contoh:

PBB, STNK, BBN dll.

iv. Sumber Data

a. Survei Khusus Lembaga Nonprofit yang melayani

Rumahtangga (SK-LNP), BPS

b. SK-LNP Triwulanan (SK-LNPT), BPS

c. Hasil up-dating direktori LNPRT, BPS

d. Indeks Harga Konsumen, BPS

v. Metoda Estimasi

Komponen PK-LNPRT Tahunan diestimasi dengan

metoda sbb:

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 25

1. Nilai pengeluaran konsumsi per jenis lembaga dari hasil

SK-LNP;

2. Hasil dari poin 1 dikalikan dengan banyaknya lembaga

pada pertengahan tahun dari Direktori LNPRT;

3. Terhadap hasil poin 2 dilakukan kontrol/koreksi dengan

menggunakan indikator kegiatan hasil SK-LNP seperti

jumlah tenaga kerja, penerima layanan, berbagai even

seperti munas, rakerda, dan penanganan bencana;

4. Diperoleh nilai PK-LNPRT tahunan atas dasar harga

berlaku (atas dasar harga Berlaku);

5. Susun Indeks implisit PK-LNPRT berdasarkan IHK Kota

(Provinsi/Kota terdekat);

6. Nilai PK-LNPRT atas dasar harga Konstan (ADHK)

diperoleh dengan membagi hasil poin 4 dengan poin 5.

2.3 PENGELUARAN KONSUMSI AKHIR PEMERINTAH (PK-P)

i. Pendahuluan

Unit pemerintah merupakan unit institusi yang terbentuk

melalui proses politik, serta mempunyai kekuasaan di bidang

legislatif, yudikatif, dan eksekutif atas unit institusi lain yang

berada di dalam batas-batas teritori suatu wilayah atau negara.

Pemerintah juga berperan sebagai penyedia barang dan jasa

bagi individu atau kelompok rumahtangga tertentu, pemungut

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

26 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

dan pengelola pajak atau pendapatan lainnya, serta berfungsi

untuk mendistribusikan pendapatan melalui aktivitas transfer.

Dari sudut pandang lain, unit pemerintah terlibat dalam

produksi non-pasar.

Dalam suatu perekonomian, unit pemerintah berperan

sebagai konsumen maupun produsen barang dan jasa, serta

sebagai regulator yang menetapkan kebijakan di bidang fiskal

maupun moneter. Sebagai konsumen, pemerintah akan

melakukan aktivitas konsumsi. Sedangkan sebagai produsen,

pemerintah melakukan aktivitas produksi dan investasi.

ii. Konsep dan Definisi

Nilai PK-P merupakan besarnya nilai barang dan jasa

yang dihasilkan oleh pemerintah untuk dikonsumsi oleh

pemerintah itu sendiri. Nilai tersebut diestimasi dengan

pendekatan pengeluaran, yakni sebesar nilai pembelian barang

dan jasa yang bersifat rutin, pembayaran kompensasi pegawai,

transfer sosial dalam bentuk barang, perkiraan penyusutan

barang modal, serta nilai output dari unit Bank Indonesia. Nilai

ini masih harus dikurangi nilai penjualan barang dan jasa yang

dihasilkan melalui unit produksi yang tak terpisahkan dari

aktivitas pemerintahan secara keseluruhan. Aktivitas yang

dimaksud mencakup aktivitas:

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 27

1. Memproduksi barang yang sejenis dengan barang yang

diproduksi unit perusahaan seperti publikasi, kartu pos,

reproduksi karya seni, dan pembibitan tanaman di kebun

percobaan. Aktivitas menghasilkan barang-barang

semacam itu bersifat insidentil dan di luar fungsi utama

dari unit pemerintah.

2. Memproduksi jasa, seperti penyelenggaraan rumah sakit,

sekolah, perguruan tinggi, museum, perpustakaan, tempat

rekreasi dan penyimpanan hasil karya seni yang dibiayai

oleh pemerintah. Dalam parktek, pemerintah akan

memungut biaya, namun umumnya biaya yang dikenakan

tidak akan melebihi seluruh biaya yang dikeluarkan

pemerintah. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas

semacam ini disebut sebagai penerimaan non-komoditi

atau pendapatan jasa.

iii. Cakupan

Sektor pemerintah terdiri dari pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Dalam melakukan aktivitasnya, pemerintah

kabupaten/kota mengacu pada Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) masing-masing.

PK-P kabupaten/kota mencakup: a). PK-P

desa/kelurahan/nagari yang ada di wilayah kabupaten/kota; b).

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

28 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

PK-P kabupaten/kota yang bersangkutan; c). PK-P pusat yang

merupakan bagian dari PK-P kabupaten/kota.

iv. Sumber Data

Data dasar yang digunakan untuk mengestimasi PK-P

kabupaten/kota tahunan adalah:

a. Data realisasi APBD Tahunan, Kementrian Keuangan

b. Statistik Keuangan Daerah, BPS

c. Output Bank Indonesia, Bank Indonesia

d. Gaji Pegawai Negeri Sipil, Kementrian Keuangan

e. Indeks Harga dan Indeks Upah, BPS

f. Indeks perkembangan pengeluaran pemerintah daerah

triwulanan, BPS

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 29

v. Metoda Estimasi

Komponen PK-P kabupaten/kota Tahunan diestimasi

dengan menggunakan metoda:

PK-P atas dasar

harga Berlaku = Output –

Penjualan barang dan jasa +

Social transfer in kind purchased

market production +

Output Bank Indonesia

Output non pasar dihitung melalui pendekatan biaya

operasional, seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja

bantuan sosial dan belanja lain-lain.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

30 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Jenis Belanja Deflator Keterangan

Belanja Pegawai Indeks UpahSama dengan

Nasional

Belanja BarangIHPB umum

tanpa ekspor

Sama dengan

Nasional

PenyusutanIndeks Implisit

PMTB

Belanja BansosIHPB umum

tanpa ekspor

Sama dengan

Nasional

Penerimaan

barang dan jasaIHK umum

Prov atau Kab/Kota

terdekat

Social Transfer in

kindIHK umum

Prov atau Kab/Kota

terdekat

Output BI Neraca Jasa

2.4 PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB)

i. Pendahuluan

Aktivitas investasi merupakan salah satu faktor penentu

di dalam perkembangan atau pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah. Dalam konteks PDRB, aktivitas investas yang dimaksud

adalah investasi dalam bentuk fisik. Aktivitas investasi akan

tercermin melalui komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 31

(PMTB) dan Perubahan Inventori (PI). Komponen PMTB terkait

dengan keberadaan aset tetap (fixed asset) yang terlibat dalam

proses produksi. Aset tetap dapat diklasifikasi menurut jenis

barang modal, yakni dalam bentuk bangunan dan konstruksi

lainnya; mesin dan perlengkapan; kendaraan; tumbuhan dan

ternak; serta barang modal lainnya.

ii. Konsep dan definisi

PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan

pengurangan barang modal yang ada pada unit produksi dalam

kurun waktu tertentu. Penambahan barang modal mencakup

pengadaan, pembuatan, pembelian, sewa beli (financial

leasing) barang modal baru dari dalam negeri, serta barang

modal baru maupun barang modal bekas dari luar negeri

(termasuk perbaikan besar, transfer dan barter), serta

pertumbuhan aset sumberdaya hayati yang dibudidaya

(Cultivated Biological Resources/CBR). Sedangkan pengurangan

barang modal mencakup penjualan, transfer atau barter, serta

sewa beli (financial leasing) barang modal bekas pada pihak

lain. Dalam hal pengurangan barang modal yang disebabkan

oleh bencana alam tidak dicatat sebagai pengurangan.

Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu

tahun, serta mengalami penyusutan sepanjang usia pakai-nya.

Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa di dalamnya

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

32 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi

barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan

penurunan nilai barang modal karena digunakan dalam proses

produksi secara normal selama periode tertentu.

iii. Cakupan

PMTB mencakup :

1. Penambahan dikurangi pengurangan barang modal baik

baru maupun bekas, seperti bangunan tempat tinggal,

bangunan bukan tempat tinggal, bangunan dan

konstruksi lainnya, mesin & perlengkapan, alat

transportasi, tumbuhan dan hewan yang dibudidaya

(cultivated asset), produk kekayaan intelektual

(intellectual property products);

2. Biaya alih kepemilikan atas aset non-finansial yang tidak

diproduksi seperti lahan dan aset yang dipatenkan;

3. Perbaikan besar barang modal, yang bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas produksi dan usia pakai-nya

seperti overhaul mesin produksi, reklamasi pantai,

pembukaan, pengeringan dan pengairan hutan, serta

pencegahan banjir dan erosi.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 33

iv. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penghitungan PMTB

adalah sebagai berikut.

a. Output industri konstruksi, BPS

b. Nilai impor 2 digit HS, BPS

c. Indeks Produksi Industri Besar Sedang, BPS

d. Laporan Keuangan Perusahaan, Data Sekunder dari luar

BPS

e. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS

f. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), BPS

g. Publikasi Statistik Pertambangan dan Penggalian (migas

dan non-migas), BPS

h. Publikasi Statistik Listrik, Gas & Air Minum, BPS

i. Publikasi Statistik Konstruksi, BPS

j. Data Eksplorasi Mineral, Kementrian Energi dan Sumber

Daya Mineral

k. Statistik Peternakan, Ditjen Peternakan Kementerian

Pertanian.

v. Metoda estimasi

Komponen PMTB diestimasi dengan menggunakan

metoda langsung ataupun metoda tidak langsung tergantung

ketersediaan data di masing-masing daerah.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

34 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Metoda Langsung:

PMTB atas dasar harga Berlaku (Domestik) = Barang

Modal Domestik + TTM + Pajak atas Produk (PPN) + Biaya

Instalasi

PMTB atas dasar harga Berlaku (Impor) = Barang

Modal Impor + TTM +Bea Impor + Biaya Instalasi

PMTB atas dasar harga Konstan diperoleh dengan cara

men-deflate PMTB atas dasar harga Berlaku dengan IHPB

sbb:

=IHPB yang digunakan adalah IHPB Nasional (2010=100)

sesuai jenis barang modal.

Metoda Tidak Langsung:

Pendekatan Supply : PMTB atas dasar harga Berlaku =

Total Supply Barang x Rasio PMTB

Pendekatan Ekstrapolasi : PMTB atas dasar harga

Konstan (t) = PMTB atas dasar hargak (t-1) x Indeks

Produksi (t)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 35

2.5 PERUBAHAN INVENTORI (PI)

i. Pendahuluan

Dalam suatu perekonomian, inventori atau persediaan

merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan

untuk kelangsungan suatu proses produksi, di samping tenaga

kerja dan barang modal. Komponen tersebut menjadi bagian

dari pembentukan modal bruto atau investasi fisik, yang terjadi

di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Komponen

inventori menggambarkan bagian dari investasi yang

direalisasikan dalam bentuk barang jadi, barang setengah jadi,

serta bahan baku dan bahan penolong. Ketersediaan data

tentang perubahan inventori pada suatu periode akuntansi

menjadi penting guna memenuhi kebutuhan analisis tentang

aktivitas investasi.

ii. Konsep dan definisi

Pengertian sederhana dari inventori adalah barang yang

dikuasai oleh produsen untuk tujuan diolah lebih lanjut

(intermediate consumption) menjadi barang lainnya, yang

mempunyai nilai ekonomi atau manfaat yang lebih tinggi.

Termasuk dalam pengertian tersebut adalah barang yang masih

dalam proses pengerjaan (work in progress), serta barang jadi

yang belum dipasarkan dan masih dikuasai oleh produsen.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

36 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Nilai perubahan inventori merupakan selisih antara nilai

inventori di akhir periode dengan nilai inventori pada awal

periode (akuntansi). Perubahan inventori menjelaskan

perubahan posisi barang inventori, yang dapat bermakna

penambahan (bertanda positif) ataupun pengurangan

(bertanda negatif).

Bagi produsen, keberadaan inventori diperlukan untuk

menjaga kelangsungan dari proses produksi sehingga perlu

dicadangkan, baik dalam bentuk bahan baku ataupun bahan

penolong. Faktor ketidakpastian yang disebabkan oleh

pengaruh dari faktor eksternal juga menjadi pertimbangan bagi

pengusaha untuk melakukan pencadangan (khususnya bahan

baku). Bagi pedagang, pengadaan inventori lebih disebabkan

oleh unsur spekulasi, dengan harapan agar mendapatkan

keuntungan yang lebih besar.

Sedangkan bagi pemerintah, pencadangan komoditas

yang strategis dimaksudkan untuk menjaga stabilitas ekonomi,

sosial dan politik. Karena menyangkut kepentingan masyarakat

luas, maka beberapa komoditas bahan pokok seperti beras,

tepung terigu, minyak goreng dan gula pasir perlu dicadangkan

oleh pemerintah. Namun bagi rumahtangga, pengadaan

inventori barang lebih ditujukan untuk kemudahan dalam

mengatur perilaku konsumsi.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 37

iii. Cakupan

Inventori dapat diklasifikasikan menurut jenis barang

sbb:

a. Inventori menurut industri, seperti produk atau hasil

perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan,

industri pengolahan, gas kota, air bersih, serta

konstruksi;

b. Inventori menurut jenis bahan baku & penolong

(material & supplies), mencakup semua bahan,

komponen atau persediaan untuk diproses lebih lanjut

menjadi barang jadi;

c. Barang jadi, mencakup barang yang telah diproses tetapi

belum terjual atau belum digunakan termasuk barang

yang dijual dalam bentuk yang sama seperti pada waktu

dibeli;

d. Barang setengah jadi, yang mencakup barang yang

sebagian telah diolah atau belum selesai (tidak termasuk

konstruksi yang belum selesai);

e. Barang dagangan yang masih dikuasai oleh pedagang

untuk tujuan dijual;

f. Ternak untuk tujuan dipotong;

g. Pengadaan barang oleh pedagang untuk tujuan dijual

atau digunakan sebagai bahan bakar atau persediaan;

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

38 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

serta

h. Persediaan pemerintah, yang mencakup barang strategis

seperti beras, kedelai, gula pasir, dan gandum.

iv. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk mengestimasi

komponen perubahan inventori adalah :

1. Laporan keuangan perusahaan hasil kegiatan survei atau

website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id);

2. Laporan Keuangan Perusahaan BUMN/BUMD, Data

Sekunder dari luar BPS

3. Data komoditas pertambangan, Statistik Pertambangan

dan Penggalian BPS;

4. Data Inventori Publikasi Tahunan Industri Besar Sedang,

BPS;

5. Data komoditas perkebunan;

6. Indeks harga implisit PDRB industri terpilih;

7. Indeks harga perdagangan besar (IHPB) terpilih;

8. Data persediaan beras, Bulog; data semen, Asosiasi

Semen Indonesia; data gula, Dewan Gula Indonesia ; dan

data ternak, Ditjennak Kementan.

v. Metoda Estimasi

Komponen Perubahan Inventori (PI) diestimasi dengan

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 39

menggunakan metoda revaluasi atau metoda deflasi,

tergantung jenis komoditasnya.

a. Metoda Revaluasi

Metoda ini digunakan untuk komoditas pertanian,

perkebunan, peternakan, kehutanan dan pertambangan.

PI atas dasar harga Berlaku = Volume nventori (t) –

Volume inventori (t-1)) x Harga per unit

PI atas dasar harga Konstan = PI atas dasar harga

Berlaku / IHPB.

b. Metoda Deflasi

Metoda ini digunakan untuk komoditas industri

pengolahan dan komoditas lainnya.

PI atas dasar harga Konstan = Inventori (t) atas dasar

harga Berlaku/IHPB (t ) -

Inventori (t-1) atas dasar harga

Berlaku/IHPB (t-1)

PI atas dasar harga Berlaku = PI atas dasar harga

Konstan x IHPB rata-rata (t)

2.6 EKSPOR IMPOR

i. Pendahuluan

Aktivitas ekspor-impor dari dan ke suatu wilayah diyakini

telah terjadi sejak lama, bahkan sebelum wilayah itu ditetapkan

sebagai wilayah pemerintahan. Ragam barang dan jasa yang

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

40 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

diproduksi maupun disparitas harganya menjadi faktor utama

munculnya aktivitas tersebut. Wilayah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan-nya sendiri berusaha untuk

mendatangkan dari luar wilayah atau bahkan dari luar negeri.

Di sisi lain, wilayah yang memproduksi barang dan jasa

melebihi kebutuhan domestik-nya, terdorong untuk

memperluas pasar ke luar wilayah atau bahkan ke luar negeri.

Seiring perkembangan zaman, aktivitas produksi dan

permintaan masyarakat atas berbagai barang dan jasa semakin

meningkat. Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi

juga turut memperlancar arus dan distribusi barang dan jasa.

Kondisi ini semakin mendorong aktivitas ekspor-impor dari dan

ke suatu wilayah.

ii. Konsep dan definisi

Ekspor-impor didefiniskan sebagai alih kepemilikan

ekonomi (melalui aktivitas penjualan/ pembelian, barter,

pemberian atau hibah) barang dan jasa antar residen wilayah

tersebut dengan non-residen (yang berada di luar wilayah atau

luar negeri).

iii. Cakupan

Ekspor-Impor ke dan dari suatu wilayah kabupaten/kota

terdiri dari:

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab II RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 41

a. Ekspor ke luar provinsi/kabupaten/kota

b. Impor dari luar provinsi/kabupaten/kota.

Selisih antara ekspor dan impor didefinisikan sebagai Net

Ekspor.

iv. Sumber Data

Nilai ekspor-impor wilayah kabupaten/kota didasarkan

pada penghitungan Net Ekspor. Namun sering kali untuk

mengestimasinya tidak ada data yang sesuai dengan konsep

dan definisi yang ditentukan. Kondisi inilah yang menyebabkan

Net Ekspor kabupaten/kota diperlakukan sebagai item

penyeimbang (residual), yakni perbedaan antara PDRB menurut

pengeluaran dengan PDRB menurut lapangan usaha.

Selanjutnya dilakukan pemisahan Net Ekspor menjadi ekspor

dan impor dengan mengunakan metoda tidak langsung.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III

TINJAUANEKONOMI

KABUPATENBULELENG

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 45

3.1 PERKEMBANGAN PDRB PENGELUARAN

Sebagaimana diketahui bahwa sejak tahun 2015, PDRB

diestimasi dengan menggunakan tahun dasar yang baru, tahun 2010

(2010=100) menggantikan tahun dasar lama, tahun 2000

(2000=100). Penyusunan PDRB dengan tahun dasar baru juga

disertai dengan upaya untuk mengimplementasikan System of

National Accounts (SNA) yang baru, yaitu SNA 2008. Kedua hal

tersebut tentu berdampak pada besaran maupun struktur PDRB

serta indikator ekonomi yang diturunkan dari data PDRB tersebut.

Secara total, PDRB Kabupaten Buleleng atas dasar harga

Berlaku di tahun 2017 meningkat sebesar 10,24 persen, yakni dari

27,74 triliun Rupiah di tahun 2016 menjadi 30,58 triliun Rupiah di

tahun 2017. Jika dinilai atas dasar harga Konstan 2010, maka

peningkatan terjadi dari 19,95 triliun Rupiah menjadi 21,02 triliun

Rupiah atau meningkat sebesar 5,40 persen.

Perekonomian Kabupaten Buleleng memberikan andil sebesar

14,20 persen terhadap perekonomian Propinsi Bali. Andil tersebut

berada di bawah Kota Denpasar (21,90 persen) dan Kabupaten

Badung (24,30 persen). Perekonomian Kabupaten Buleleng pada

periode tahun 2013 hingga 2017 tetap mengalami pertumbuhan

walau cenderung melambat. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Buleleng dari tahun 2013 hingga 2017 berturut-turut sebesar 7,15

persen, 6,96 persen, 6,07 persen, 6,02 persen dan 5,40 persen. Dari

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

46 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada kategori

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang tumbuh di atas 9

persen selama 2 tahun terakhir. Dari sisi permintaan akhir, ekonomi

Kabupaten Buleleng didominasi komponen Pengeluaran Konsumsi

Rumahtangga (PK-RT), yang menyumbang hampir separuh dari total

PDRB.

Tabel 3.1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017

KOMPONENPENGELUARAN 2013 2014 2015 2016* 2017**

1. Konsumsi RumahTangga

10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52

2. Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

338,94 394,63 440,24 482,38 522,52

3. Konsumsi Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12

4. Pembentukan ModalTetap Bruto

5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87

5. Perubahan Inventori 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47

6. Ekspor 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

7. Impor 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22

PDRB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Selama periode tahun 2013 hingga 2017, PDRB Kabupaten

Buleleng atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan sebesar

11,44 triliun Rupiah. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014

yaitu sebesar 3,21 triliun Rupiah. Peningkatan PDRB dari tahun ke

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 47

tahun dipengaruhi baik oleh perubahan harga maupun perubahan

volume. Peningkatan PDRB sisi produksi diikuti oleh peningkatan

PDRB dari sisi permintaan akhir atau PDRB pengeluaran.

Gambar 3.1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah)dan Proyeksi Penduduk (000 jiwa), 2013– 2017

Selain dinilai atas dasar harga yang berlaku, PDRB

pengeluaran juga dapat dinilai atas dasar harga konstan 2010 atau

atas dasar harga dari berbagai jenis produk yang divaluasi dengan

harga tahun 2010. Melalui pendekatan ini, nilai PDRB pada masing-

masing tahun memberikan gambaran tentang perubahan PDRB

secara volume atau kuantitas (tanpa dipengaruhi oleh perubahan

harga). PDRB pengeluaran atas dasar harga konstan 2010

menggambarkan terjadinya perubahan atau pertumbuhan ekonomi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

48 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

secara riil, utamanya terkait dengan peningkatan volume

permintaan atau konsumsi akhir. Peningkatan nilai PDRB atas dasar

harga Konstan 2010 Kabupaten Buleleng pada periode 2010-2016

dapat dilihat dari tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi RumahTangga

9.272,30 9.735,33 10.405,04 11.110,08 11.576,10

Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

296,05 301,64 316,45 335,16 355,55

Konsumsi Pemerintah 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44

Pembentukan ModalTetap Bruto

4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22

Perubahan Inventori 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66

Ekspor 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52

Impor 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37

PDRB 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Dari tabel 3.2, terlihat bahwa nilai PDRB atas dasar harga

konstan di Kabupaten Buleleng selalu meningkat dari tahun ke

tahun. Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan pada periode

2013 hingga 2017 sebesar 4,44 triliun Rupiah.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 49

Gambar 3.2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah) dan Laju PertumbuhanTahunan (Persen), 2013– 2017

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai

PDRB atas dasar harga konstan. Walaupun begitu, peningkatan nilai

PDRB yang terjadi setiap tahun pada periode 2013 hingga 2017 tidak

sebesar peningkatan nilai PDRB pada tahun sebelumnya. Hal

tersebut terjelaskan oleh perlambatan yang ditunjukkan oleh garis

laju pertumbuhan tahunan.

Dari Gambar 3.3, terlihat bahwa nilai PDRB atas dasar harga

berlaku selalu lebih tinggi dari PDRB atas dasar harga konstan.

Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan harga yang

cenderung meningkat. Sedangkan pada PDB atas dasar harga

konstan, pengaruh dari harga tersebut telah ditiadakan. Sama

halnya PDRB atas dasar harga berlaku, sebagian besar pengeluaran

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

50 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

akhir PDRB atas dasar harga konstan juga menunjukkan

peningkatan.

Gambar 3.3.Perbandingan PDRB Kabupaten Buleleng

Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Miliar Rupiah), 2013-2017

Terbentuknya total PDRB pengeluaran tidak terlepas dari

kontribusi seluruh komponen, yang terdiri dari komponen

Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-RT), Pengeluaran

Konsumsi Akhir Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumah

Tangga (PK-LNPRT), Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah

(PK-P), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), ekspor neto (E)

atau ekspor minus impor barang dan jasa.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 51

Tabel 3.3Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran Terhadap

PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi RumahTangga

54,80 51,47 50,88 51,04 49,11

Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

1,77 1,77 1,75 1,74 1,71

Konsumsi Pemerintah 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47

Pembentukan ModalTetap Bruto

26,97 24,84 24,79 25,30 25,16

Perubahan Inventori 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19

Ekspor 29,15 30,57 28,14 27,34 27,82

Impor 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS (diolah)

Dari tabel 3.3 terlihat bahwa selama periode 2013-2017, PDRB

Kabupaten Buleleng sebagian besar digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi akhir rumahtangga (PK-RT). Pengeluaran untuk

aktivitas pembentukan modal (PMTB) juga mempunyai kontribusi

yang relatif besar dimana pada periode tersebut berkisar antara 24

persen hingga 26 persen. Komponen net ekspor (selisih antara

komponen ekspor dan impor) berkontribusi positif terhadap nilai

PDRB. Kontribusi ekspor netto berkisar 3,05 hingga 13,36 persen.

Kontribusi komponen konsumsi pemerintah (PK-P) berada pada

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

52 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

rentang 9,98 persen hingga 12,51 persen. Hal tersebut

menunjukkan peran pemerintah dalam menyerap PDRB tidak terlalu

besar.

Struktur ekonomi yang tercipta dari konsumsi akhir yang

membentuk PDRB Kabupaten Buleleng pada tahun 2017 tidak

mengalami pergeseran yang signifikan. Komponen pengeluaran

rumah tangga masih mendominasi meskipun distribusinya terhadap

PDRB selalu mengalami penurunan sejak tahun 2013. Distribusi

terbesar berikutnya adalah komponen PMTB yang sejak tahun 2013

konsisten di kisaran 24 hingga 26 persen.

Gambar 3.4.Distribusi Setiap Komponen Pengeluaran Terhadap

PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Pengeluaran (persen), 2017

Sumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 53

Pada tahun 2017, komponen pengeluaran konsumsi rumah

tangga memiliki kontribusi yang paling besar dalam pengeluaran

akhir yaitu 49,11 persen. Di posisi kedua, pembentukan modal tetap

bruto memiliki kontribusi 25,16 persen terhadap total pengeluaran

akhir. Ekspor netto dan pengeluaran pemerintah masing-masing

memberikan kontribusi sebesar 13,36 persen dan 10,47 persen. Dan

pengeluaran lembaga non profit yang melayani rumah tangga hanya

mampu memberikan kontribusi 1,71 persen terhadap total

pengeluaran akhir yang terbentuk di Kabupaten Buleleng pada

tahun 2017.

Gambar 3.5.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017

Sumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

54 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Agregat makro lain yang diturunkan dari data PDRB adalah

pertumbuhan riil PDRB atau pertumbuhan ekonomi (economic

growth). Indikator ekonomi ini menggambarkan kinerja

pembangunan ekonomi suatu wilayah. Sebagaimana terlihat dari

Gambar 3.5, selama periode tahun 2013 - 2017 pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Buleleng menunjukkan perlambatan. Besaran

laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2013 hingga tahun 2017

secara berturut-turut adalah 7,15 persen, 6,96 persen, 6,07 persen,

6,02 persen, dan 5,40 persen.

Gambar 3.6.Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan

2010 Menurut Pengeluaran, 2013 – 2017

Sumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 55

Tabel 3.4.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 2,92 4,99 6,88 6,78 4,19

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08

Konsumsi Pemerintah 7,14 -8,05 7,29 7,73 5,17

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25

Perubahan Inventori

Ekspor 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14

Impor 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27

PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa laju

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng semenjak tahun 2013

hingga 2017 mengalami perlambatan. Kecuali Konsumsi Lembaga

Swasta Nirlaba dan Ekspor yang mengalami peningkatan

pertumbuhan, komponen pengeluaran lainnya mengalami

perlambatan pada tahun 2017.

Indeks implisit1 PDRB pengeluaran menggambarkan besarnya

perubahan harga yang terjadi dari sisi konsumen (rumahtangga,

LNPRT, pemerintah, dan perusahaan) akhir barang dan jasa, baik

yang digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi maupun

ekspor/impor. Dari tabel 3.5 akan terlihat tingkat kenaikan harga

1 Indeks perkembangan

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

56 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

selama periode tahun 2013 hingga 2017, baik perubahan harga yang

terjadi secara umum maupun pada masing-masing komponen.

Pada tahun 2017, perubahan harga tertinggi terjadi pada

komponen Ekspor yang mencapai 7,73 persen, sedangkan

perubahan harga terendah terdapat pada komponen Konsumsi

Rumah Tangga yaitu sebesar 1,80 persen.

Tabel 3.5.Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran (persen), 2013 – 2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 2,34 4,46 4,14 3,56 1,80

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,70 14,27 6,34 3,46 2,11

Konsumsi Pemerintah 5,01 5,14 1,12 5,61 6,51

Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,50 4,08 5,80 4,64 5,16

Perubahan Inventori - - - - -

Ekspor -2,35 9,61 -0,21 6,86 7,73

Impor -12,22 -11,75 -13,61 9,18 0,19

PDRB 5,55 9,17 6,15 3,99 4,59

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat peranan

suatu kategori terhadap total pertumbuhan perekonomian

Kabupaten Buleleng adalah Sumber Pertumbuhan (Source of

Growth). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng pada tahun

2017 didorong oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu 2,34

persen. Sumber pertumbuhan tertinggi kedua yaitu didorong oleh

ekspor dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,40 persen.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 57

Tabel 3.6.Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran (persen), 2013-2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 1,70 2,79 3,77 3,75 2,34

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,41 0,03 0,08 0,10 0,10

Konsumsi Pemerintah 0,84 -0,95 0,74 0,79 0,54

Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,25 0,87 1,58 1,90 1,09

Perubahan Inventori -0,33 -0,06 -0,31 0,02 0,01

Ekspor 4,06 4,11 1,42 0,07 1,40

Impor 0,78 -0,17 1,21 0,62 0,07

PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS (diolah)

3.2 PERKEMBANGAN KOMPONEN PDRB PENGELUARAN

Perubahan struktur perekonomian suatu wilayah sebagai

akibat dari upaya pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada

periode tertentu, tidak terlepas dari perilaku masing-masing

komponen pengguna akhir. Setiap komponen mempunyai perilaku

yang berbeda sesuai dengan tujuan akhir penggunaan barang dan

jasa. Data empiris menunjukan bahwa sebagian besar produk atau

barang dan jasa yang tersedia pada periode tertentu digunakan

untuk memenuhi permintaan konsumsi akhir oleh rumahtangga,

LNPRT dan pemerintah, sebagian lagi digunakan untuk investasi fisik

dalam bentuk PMTB dan perubahan inventori. Berikut perilaku

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

58 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

masing-masing komponen PDRB pengeluaran Kabupaten Buleleng

untuk periode 2013 – 2017.

3.2.1. Konsumsi Akhir Rumahtangga

Komponen Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumahtangga (PK-

RT) merupakan pengeluaran terbesar atas berbagai barang dan jasa

yang tersedia. Pada pembahasan sebelumnya, sebagian besar nilai

tambah bruto (PDRB) yang tercipta di Kabupaten Buleleng,

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga.

Dengan kata lain, sebagian besar produk (domestik) yang dihasilkan

di wilayah Kabupaten Buleleng maupun produk (impor) yang

didatangkan dari luar wilayah atau luar negeri akan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi akhir oleh rumahtangga.

Dalam suatu perekonomian, fungsi utama dari institusi rumah

tangga adalah sebagai konsumen akhir (final consumer) atas barang

dan jasa yang tersedia, termasuk konsumsi oleh rumahtangga

khusus (seperti penjara, asrama dan lain-lain). Selanjutnya, berbagai

jenis barang dan jasa yang dikonsumsi tersebut akan diklasifikasikan

menurut 7 (tujuh) kelompok COICOP (Classification of Individual

Consumption by Purpose), yaitu kelompok makanan dan minuman

selain restoran; pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya;

perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan

pendidikan; angkutan dan komunikasi; restoran dan hotel; serta

kelompok barang dan jasa lainnya.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 59

Pada periode tahun 2013 hingga 2017 pengeluaran konsumsi

akhir rumahtangga mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik

dari sisi nominal (atas dasar harga berlaku) maupun secara riil (atas

dasar harga konstan). Kenaikan jumlah penduduk menjadi salah

satu pendorong terjadinya kenaikan nilai pengeluaran konsumsi

rumahtangga. Pada gilirannya kenaikkan tersebut juga akan

mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Gambar 3.7.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga

Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlakudan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013 – 2017

Pada Gambar 3.7 dapat dilihat peningkatan nilai konsumsi

akhir rumah tangga yang terus meningkat setiap tahunnya. Atas

dasar harga berlaku bernilai 10.491,50 miliar Rupiah di tahun 2013

menjadi 15.022,52 miliar rupiah di tahun 2017. Sedangkan atas

dasar harga konstan senilai 9.272,30 miliar Rupiah menjadi

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

60 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

11.576,10 miliar Rupiah pada tahun 2017. Selama periode tahun

2013 hingga 2017, peningkatan tertinggi atas dasar berlaku terjadi

pada tahun 2016 yaitu sebesar 1.354,61 miliar Rupiah, dan atas

dasar harga konstan terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 705,04

miliar Rupiah.

Gambar 3.8.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga

Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlakudan Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Miliar Rupiah), 2013 – 2017

Peningkatan nilai komponen konsumsi rumah tangga pada

PDRB atas dasar harga berlaku tidak serta merta membuat

peningkatan komponen konsumsi rumah tangga terhadap PDRB.

Kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap total

PDRB pada periode tahun 2013 hingga 2017 selalu menurun dari

54,80 persen di tahun 2013 hingga menjadi 49,11 persen di tahun

2017. Meskipun terjadi penurunan, kontribusi konsumsi oleh rumah

tangga masih menjadi yang dominan.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 61

Laju pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga pada

periode 2013 hingga 2017 berfluktuasi. Setelah tumbuh dari 2,92

persen di tahun 2013 menjadi 4,99 persen di tahun 2014, dan

puncaknya pada tahun 2015 sebesar 6,88 persen. Namun mulai

tahun 2016 terjadi perlambatan sehingga pertumbuhannya menjadi

6,78 persen dan kemudian 4,19 persen di tahun 2017.

Pada masa pemulihan ekonomi, biasanya institusi

rumahtangga memperbaiki perilaku atau pola konsumsinya. Hal

tersebut terjadi karena secara umum tingkat pendapatan

masyarakat akan naik dan di sisi lain persediaan atau penawaran

berbagai jenis barang dan jasa di pasar domestik bertambah.

Kondisi semacam ini memicu naiknya belanja untuk keperluan

konsumsi, termasuk konsumsi rumahtangga.

Rata-rata konsumsi perkapita dari tahun ke tahun

cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan rata-rata konsumsi

perkapita cenderung searah dengan kenaikan jumlah penduduk.

Pertumbuhan rata-rata konsumsi perkapita menunjukan

peningkatan, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar

harga konstan 2010. Kondisi ini menunjukan rata-rata konsumsi

setiap penduduk meningkat, baik secara kuantitas (volume) maupun

secara nilai (termasuk peningkatan kualitas). Hal ini

mengindikasikan telah terjadi perbaikan pada tingkat kesejahteraan

masyarakat, meskipun tidak dapat dijelaskan lebih jauh melalui

perangkat data PDRB ini.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

62 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Tabel 3.7.Perkembangan Komponen Konsumsi Rumahtangga

Kabupaten Buleleng, 2013 - 2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Konsumsi Rumah Tangga

ADHB (Miliar Rp) 10.491,50 11.507,03 12.878,59 14.375,20 15.992,52

ADHK 2010 (Miliar Rp) 9.272,30 9.735,33 10.452,04 11.125,08 11.804,10Proporsi terhadap PDRB (%ADHB) 51,82 48,89 48,70 48,48 46,36

Rata-rata Konsumsi Per Kapita Per Tahun (Juta Rp)

ADHB 12.91 14.45 15.70 16.44 17.92

ADHK 2010 12.91 13.62 14.20 14.53 15.16

Pertumbuhan (Persen)Total konsumsi RumahTangga 2,92 4,99 7,36 6,44 6,10

Per Kapita 2,27 4,34 6,71 5,80 5,54Jumlah Penduduk(000 orang) 638,30 642,30 646,20 650,10 653,60

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

3.2.2. Konsumsi Akhir LNPRT

Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT)

adalah salah satu unit institusi yang melakukan kegiatan produksi,

konsumsi dan akumulasi aset. Keberadaannya diakui oleh hukum

atau masyarakat, terpisah dari orang atau entitas lain yang memiliki

atau mengendalikan. Dalam kegiatannya, LNPRT merupakan mitra

pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah sosial seperti

kemiskinan dan lingkungan hidup.

Total pengeluaran konsumsi LNPRT dalam kurun waktu

tahun 2013-2017 mengalami peningkatan baik atas dasar harga

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 63

berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2013

konsumsi LNPRT sebesar 338,94 miliar rupiah, kemudian pada

tahun-tahun berikutnya yaitu 394,63 miliar rupiah (2014), 440,24

miliar rupiah (2015), 482,38 miliar rupiah (2016), dan 522,52 miliar

rupiah (2017). Pertumbuhan pengeluaran konsumsi LNPRT tahun

dasar 2010 juga berturut-turut adalah 27,25 persen (2013), 1,89

persen (2014), 4,91 persen (2015), 5,91 persen (2016), dan 6,08

persen (2017).

Tabel 3.8.Perkembangan Pengeluaran Akhir

Konsumsi LNPRT Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Konsumsi LNPRT

ADHB (Miliar Rp) 338,94 394,63 440,24 482,38 522,52

ADHK 2010 (Miliar Rp) 296,05 301,64 316,45 335,16 355,55

Proporsi terhadap PDRB (% ADHB) 1,77 1,77 1,75 1,74 1,71

Pertumbuhan (Persen) 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

64 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

3.2.3. Konsumsi Akhir Pemerintah

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah terdiri dari Pengeluaran

Konsumsi Individu dan Pengeluaran Konsumsi Kolektif. Barang dan

jasa individu merupakan barang dan jasa privat, dimana ciri-ciri

barang privat adalah a) Scarcity, yaitu ada kelangkaan/keterbatasan

dalam jumlah. b) Excludable consumption, yaitu konsumsi suatu

barang dapat dibatasi hanya pada mereka yang memenuhi

persyaratan tertentu (biasanya harga). c) Rivalrous competition,

yaitu konsumsi oleh satu konsumen akan mengurangi atau

menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal serupa.

Contoh barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah dan tergolong

sebagai barang dan jasa individu adalah jasa pelayanan kesehatan

pemerintah di rumah sakit/puskesmas dan jasa pendidikan di

sekolah/universitas negeri.

Sedangkan barang dan jasa kolektif ekuivalen dengan

barang publik yang memiliki ciri a) Non rivalry, yaitu pengeluaran

satu konsumen terhadap suatu barang tidak mengurangi

kesempatan konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang

tersebut. b) Non excludable, yaitu apabila suatu barang publik

tersedia, maka tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk

memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata lain

setiap orang memiliki akses ke barang tersebut. Contoh barang dan

jasa yang dihasilkan pemerintah dan tergolong sebagai barang dan

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 65

jasa kolektif adalah jasa pertahanan yang dilakukan TNI dan

keamanan yang dilakukan kepolisian.

Secara total, pengeluaran konsumsi akhir pemerintah

menunjukan kecenderungan meningkat, baik atas dasar harga

berlaku maupun atas dasar harga konstan 2010. Pada tahun 2013

total pengeluaran konsumsi akhir pemerintah atas dasar harga

berlaku adalah sebesar 2.395,40 miliar rupiah, kemudian pada

tahun-tahun berikutnya sebesar 2.315,85 miliar Rupiah (2014),

2.512,60 miliar Rupiah (2015), 2.858,60 miliar Rupiah (2016), dan

3.202,12 miliar Rupiah (2017). Demikian halnya dengan konsumsi

pemerintah atas dasar harga konstan 2010, yang cenderung

meningkat. Pada tahun 2013 total pengeluaran konsumsi akhir

pemerintah atas dasar harga konstan adalah sebesar 1.948,07 miliar

rupiah, kemudian pada tahun-tahun berikutnya sebesar 1.791,25

miliar Rupiah (2014), 1.921,89 miliar Rupiah (2015), 2.070,43

miliar Rupiah (2016), dan 2.177,44 miliar Rupiah (2017).

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

66 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Tabel 3.9.Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah

Kabupaten Buleleng, 2013 – 2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Konsumsi Pemerintah

ADHB (Miliar Rp) 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12

ADHK 2010 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44Proporsi Terhadap PDRB(Persen) 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47

Konsumsi Pemerintah Per KapitaADHB (Juta Rp) 3,75 3,61 3,89 4,40 4,90ADHK 2010 (Juta Rp) 3,05 2,79 2,97 3,18 3,33Konsumsi Pemerintah Per Pegawai PemerintahADHB Juta Rp) 188,82 215,29 228,71 267,73 351,34

ADHK 2010 (Juta Rp) 153,56 166,52 174,94 193,92 238,91

Pertumbuhan (Persen)Total Konsumsi Pemerintah 7,14 (8,05) 7,29 7,73 5,17Konsumsi Per Kapita 6.47 (8,62) 6,65 7,08 4,61

Konsumsi Per PegawaiPemerintah (3.01) 8,44 5,06 10,85 23,20

Jumlah penduduk (000orang) 638,30 642,30 646,20 650,10 653,60

Jumlah Pegawai Pemerintah 12.686 10.757 10.986 10.677 9.114Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa proporsi

pengeluaran akhir pemerintah terhadap PDRB mengalami fluktuasi

dari 12,51 persen pada tahun 2013, mengalami penurunan hingga

menjadi 9,98 di tahun 2015. Mulai tahun 2016, proporsi konsumsi

pemerintah kembali meningkat menjadi 10,30 persen dan 10,47

persen di tahun 2017. Sepanjang periode tersebut, proporsi

terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 9,98 persen.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 67

Salah satu fungsi pemerintah adalah memberikan jasa

layanan pada publik atau masyarakat dalam bentuk jasa kolektif

maupun individual. Dalam praktek, pengeluaran pemerintah ini

selalu dikaitkan dengan luasnya cakupan layanan yang diberikan

pada masyarakat (publik), meskipun tidak seluruh masyarakat dapat

merasakan manfaatnya secara langsung. Kondisi tersebut dapat

diartikan bahwa setiap rupiah pengeluaran pemerintah harus

ditujukan untuk melayani penduduk, baik langsung maupun tidak

langsung.

Gambar 3.9.Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Buleleng

Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Juta Rupiah) dan Proyeksi Penduduk (000 orang), 2013 – 2017

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

68 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Kecenderungan peningkatan nilai konsumsi pemerintah pada

PDRB menurut Pengeluaran membuat rata-rata konsumsi

pemerintah per kapita mengalami peningkatan. Nilai Konsumsi

Pemerintah yang menurun hanya di tahun 2014 menyebabkan

menurunnya nilai PDRB per kapitanya. Proyeksi jumlah penduduk

menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Konsumsi pemerintah

per kapita atas dasar harga berlaku di tahun 2013 senilai 3,75 juta

Rupiah. Selanjutnya adalah 3,61 juta Rupiah (2014), 3,89 juta Rupiah

(2015), 4,40 juta Rupiah (2016), dan 4,90 juta Rupiah (2017).

Rata-rata konsumsi pemerintah perkapita atas dasar harga

konstan 2010 juga sejalan dengan rata-rata konsumsi pemerintah

atas dasar harga berlaku, dengan masing-masing senilai 3,05 juta

Rupiah (2013), 2,79 juta Rupiah (2014), 2,97 juta Rupiah (2015),

3,18 juta Rupiah (2016), dan 3,33 juta Rupiah (2017).

Perkembangan jumlah penduduk setiap tahunnya tidak

sejalan dengan penambahan jumlah pegawai pemerintah. Jumlah

penduduk diproyeksikan selalu bertambah setiap tahunnya. Namun

jumlah pegawai pemerintah cenderung berkurang. Kondisi ini

menyebabkan pegawai pemerintah harus memberikan kepada lebih

banyak penduduk. Sebab, rasio penduduk terhadap pegawai

pemerintah semakin meningkat. Pada tahun 2013, rasio penduduk

terhadap pegawai pemerintah di Kabupaten Buleleng adalah 50,32.

Artinya satu orang pegawai pemerintah melayani 50 hingga 51

orang penduduk. Secara berturut turut rasio penduduk terhadap

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 69

pegawai pemerintah adalah 59,71 (2014), 58,82 (2015), 60,89

(2016) dan 71,71 (2017).

Gambar 3.10.Perkembangan PDRB Per Pegawai Pemerintah Kabupaten Buleleng

Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2010(Juta Rupiah) dan Jumlah Pegawai Pemerintah (orang),

2013 – 2017

Rata-rata konsumsi per pegawai pemerintah menunjukkan

kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2013 konsumsi

pemerintah per pegawai pemerintah sebesar 188,82 juta Rupiah,

kemudian pada tahun-tahun berikutnya masing-masing 215,29 juta

Rupiah (2014), 228,71 juta Rupiah (2015), 267,73 juta Rupiah

(2016), dan 351,34 juta Rupiah (2017).

Pada tingkat harga konstan 2010 indikator pemerataan

menurut pegawai ini menunjukkan adanya fluktuasi dari waktu ke

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

70 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

waktu. Persentase kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada

tahun 2017 yaitu sebesar 23,20 persen.

Gambaran tentang konsumsi akhir pemerintah secara “riil”

ini menunjukkan peningkatan baik secara keseluruhan maupun rata-

rata (per penduduk maupun per pegawai pemerintah). Parameter

ini adalah pendekatan untuk mengukur pemerataan kesempatan

masyarakat atas pengeluaran sumber daya finansial oleh

pemerintah. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2016,

dengan rincian untuk total konsumsi pemerintah sebesar 7,73

persen; untuk konsumsi per-kapita 7,08 persen; sedangkan untuk

konsumsi per-pegawai pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun

2017 yaitu 23,20 persen.

3.2.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada

sajian PDRB menurut pengeluaran, lebih menjelaskan tentang

bagian dari pendapatan (income) yang direalisasikan menjadi

investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan

sebagai gambaran dari berbagai produk barang dan jasa yang

sebagian digunakan sebagai investasi fisik (kapital)2. Fungsi kapital

adalah sebagai input tidak langsung (indirect input) di dalam proses

2 Selain bagian lain yang menjadi konsumsi antara, konsumsi akhir, ataupundiekspor

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 71

produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat berasal

dari produksi domestik maupun dari impor.

Pengelompokan PMTB pada PDRB tahun dasar 2010 dibagi

menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Bangunan dan Non Bangunan. Data

di bawah ini menjelaskan bahwa, secara keseluruhan pertumbuhan

PMTB dalam kurun waktu 2013 – 2017 berfluktuasi dari 4,66 persen

hingga 7,51 persen. Pertumbuhan PMTB tertinggi terjadi pada tahun

2016 yaitu 7,51 persen.

Tabel 3.10.Perkembangan dan Struktur PMTBKabupaten Buleleng 2013 – 2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total PMTB

ADHB (Miliar Rp) 5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87

ADHK 2010 (Miliar Rp) 4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22

Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 26,97 24,84 24,79 25,30 25,16

Pertumbuhan (Persen) 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

3.2.5. Perubahan Inventori

Secara konsep, yang dimaksud dengan perubahan inventori

adalah perubahan dalam bentuk “persediaan” berbagai barang

yang belum digunakan lebih lanjut dalam proses produksi, konsumsi

ataupun investasi (kapital). Perubahan yang dimaksud disini bisa

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

72 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

berarti penambahan (bertanda positif) dan atau pengurangan

(bertanda negatif).

Dari sisi penghitungan, komponen Perubahan Inventori

merupakan salah satu komponen yang hasilnya bisa memiliki 2

(dua) tanda angka, positif atau negatif (disamping komponen net

ekspor antar daerah). Apabila perubahan inventori bertanda positif

berarti terjadi penambahan persediaan barang, sedangkan apabila

bertanda negatif berarti terjadi pengurangan persediaan. Terjadinya

penumpukan barang inventori mengindikasikan bahwa distribusi

atau pemasaran tidak berjalan dengan sempurna. Secara umum,

komponen perubahan inventori dihitung berdasarkan pengukuran

terhadap nilai persediaan barang pada awal dan akhir tahun dari

dua posisi nilai persediaan (konsep stok).

Tabel 3.11.Perkembangan dan Struktur Perubahan Inventori

Kabupaten Buleleng 2013—2017U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Perubahan Inventori

ADHB (Miliar Rp) 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47

ADHK 2010 (Miliar Rp) 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Berbeda dengan komponen pengeluaran lain yang dapat

dianalisis agak rinci, perubahan inventori baru dapat dianalisis dari

sisi proporsinya saja. Perbedaan dalam pendekatan dan tata cara

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 73

estimasi menyebabkan komponen inventori tidak banyak dikaji lebih

jauh sebagaimana dilakukan pada pada komponen pengeluaran

lainnya.

Pada tahun 2013 perubahan inventori atas dasar harga

berlaku sebesar 170,50 miliar rupiah, yang kemudian menurun

hingga tahun 2017 mencapai 59,47 miliar rupiah. Sementara itu,

proporsi perubahan inventori terhadap total PDRB di Kabupaten

Buleleng mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, proporsi

perubahan inventori adalah 0,89 persen, selanjutnya menurun

hingga mencapai 0,19 persen pada tahun 2017.

3.2.6. Ekspor Barang dan JasaDalam struktur permintaan akhir, transaksi ekspor

menggambarkan berbagai produk barang dan jasa yang tidak

dikonsumsi di wilayah ekonomi Kabupaten Buleleng, tetapi

dikonsumsi oleh pihak yang berdomisili di wilayah lain, baik itu

kabupaten lain di dalam satu propinsi, propinsi lain, maupun luar

negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Termasuk pula

dalam ekspor pembelian oleh badan-badan internasional, kedutaan

besar (termasuk konsulat), awak kapal (udara maupun laut) yang

singgah dan sebagainya.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

74 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Tabel 3.12.Perkembangan Ekspor Kabupaten Buleleng 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Ekspor

ADHB (Miliar Rp) 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

ADHK 2010 (Miliar Rp) 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52

Proporsi terhadap PDRB(Persen ADHB)

29,15 30,57 28,14 27,34 27,82

Pertumbuhan (Persen) 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Secara total, dalam kurun waktu 2013-2017 nilai ekspor

barang dan jasa menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun

2013 nilai ekspor barang dan jasa sebesar 5.580,18 miliar rupiah

meningkat menjadi 8.509,93 miliar rupiah pada tahun 2017. Sejalan

dengan nilai ekspor atas dasar harga berlaku, nilai ekspor barang

dan jasa atas dasar harga konstan 2010 juga menunjukan arah

pertumbuhan yang sama, yaitu cenderung meningkat dengan nilai

“riil” masing-masing tahun sebesar 5.813,51 miliar rupiah (2013),

6.494,70 miliar rupiah (2014), 6.746,56 miliar rupiah (2015),

6.760,63 miliar rupiah (2016), dan 7.040,52 miliar rupiah (2016).

Sementara itu, pada periode 2013 hingga 2017, proporsi dalam

PDRB justru cenderung berfluktuasi dari 29,15 persen pada tahun

2013 menjadi 27,82 persen di tahun 2017. Proporsi ekspor tertinggi

terjadi pada tahun 2014 yaitu mencapai 30,57 persen.

Pertumbuhan riil total ekspor mencapai angka yang tinggi,

khususnya pada tahun 2013 mencapai 12,13 persen. Sementara itu,

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 75

pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan riil mengalami

penurunan hingga mencapai 4,14 persen di tahun 2017.

3.2.7. Impor Barang dan JasaAktivitas pengeluaran (konsumsi rumah tangga, LNPRT, dan

pemerintah) maupun PMTB (termasuk inventori) dan ekspor,

didalamnya terkandung produk yang berasal dari impor. PDRB

menggambarkan produk yang benar-benar dihasilkan oleh ekonomi

domestik Kabupaten Buleleng. Sehingga untuk mengukur potensi

dan besaran produk domestik, maka komponen impor tersebut

harus dikeluarkan dari penghitungan yaitu dengan cara

mengurangkan nilai PDRB (E) dengan nilai impornya. Hasil

pengurangan inilah yang secara konsep harus sama dengan nilai

PDRB menurut lapangan usaha (sektor).

Berbeda dengan komponen ekspor, transaksi impor

menjelaskan ada tambahan penyediaan (supply) produk di wilayah

ekonomi domestik yang berasal dari non residen. Impor terdiri dari

produk barang maupun jasa, meskipun rincian penggolongan-nya

bisa berbeda dengan ekspor. Komponen impor termasuk pembelian

berbagai produk barang dan jasa secara langsung (direct purchase)

oleh penduduk (resident) Kabupaten Buleleng di luar domestik, baik

yang berupa makanan maupun bukan makanan (termasuk jasa).

Perkembangan yang terjadi pada transaksi impor barang dan jasa

dapat menunjukkan seberapa besar ketergantungan Kabupaten

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BULELENG

76 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Buleleng terhadap ekonomi atau produk wilayah lain, baik wilayah

kabupaten/kota lain dalam satu propinsi, propinsi lain, maupun luar

negeri.

Data pada tabel di bawah ini menunjukan bahwa secara

total nilai impor barang dan jasa Kabupaten Buleleng atas dasar

harga berlaku mengalami fluktuasi selama kurun waktu tahun 2013

hingga tahun 2017. Pada tahun 2013 nilai impor barang dan jasa

atas dasar harga berlaku mencapai 4.996,09 miliar rupiah, hingga

mencapai 4.363,22 miliar rupiah di tahun 2017. Demikian juga

dengan proporsinya, pada tahun 2013 impor barang dan jasa

memiliki kontribusi terbesar yaitu sebesar 26,10 persen dan terus

menurun hingga 14,46 persen di tahun 2017.

Tabel 3.13.Perkembangan Impor Kabupaten Buleleng, 2013—2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total PMTB

ADHB (Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.363,22

ADHK 2010 (Miliar Rp) 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37Proporsi terhadapPDRB (Persen ADHB) 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46

Pertumbuhan(Persen) 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV

PERKEMBANGAN AGREGATPDRB KABUPATEN

BULELENG MENURUTPENGELUARAN 2013 - 2017

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 79

Berbagai indikator ekonomi makro yang lazim digunakan

dalam analisis sosial ekonomi dapat diturunkan dari seperangkat

data PRDB. Berikut ini akan disajikan beberapa rasio (perbandingan

relatif) guna melengkapi analisis, di tengah keterbatasan informasi

yang tersedia.

4.1 PDRB (Nominal)

Agregat ini menjelaskan nilai produk barang dan jasa yang

dihasilkan di dalam wilayah ekonomi Kabupaten Klungkung, di mana

di dalamnya masih terkandung nilai penyusutan. PDRB dapat

digunakan sebagai ukuran “produktivitas”, karena menjelaskan

kemampuan wilayah dalam menghasilkan produk domestik, yang

dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan nilai tambah,

pengeluaran, dan pendapatan.

Dari series data PDRB pengeluaran dapat diturunkan

beberapa ukuran yang berkaitan dengan PDRB maupun variabel

pendukung lain (seperti rumah tangga dan tenaga kerja). Untuk

melihat perkembangan tingkat pemerataan, misalnya dapat dilihat

dari data PDRB per kapita. Dalam kurun waktu tahun 2013-2017,

PDRB per kapita Kabupaten Buleleng menunjukkan peningkatan dari

tahun ke tahun, seiring dengan kenaikan jumlah penduduk.

Indikator ini menunjukkan bahwa secara ekonomi setiap penduduk

Kabupaten Buleleng rata-rata mampu menciptakan PDRB (nilai

tambah) sebesar nilai per kapita di masing-masing tahun tersebut.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

80 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

TABEL 4.1Produk Domestik Regional Bruto dan PDRB Per Kapita

Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Nilai PDRB (Miliar Rp)

ADHB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

ADHK 2010 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11Pertumbuhan PDRB(Persen) 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40

PDRB Per Kapita (JutaRp)ADHB 29,99 34,80 38,95 42,68 46,80

ADHK 2010 25,99 27,62 29,12 30,69 32,17Pertumbuhan PDRB PerKapita (Persen) 6,48 6,29 5,43 5,38 4,84

Jumlah Penduduk (000orang) 638,3 642,3 646,2 650,1 653,6

Pertumbuhan Penduduk(Persen) 0,63 0,63 0,61 0,60 0,54

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Sementara itu, pertumbuhan per kapita secara “riil” mampu

tumbuh di atas 5 persen. Bahkan pada tahun-tahun tertentu dapat

mencapai 6 persen. Disisi lain, perkembangan ekonomi yang terjadi

diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk, yang meningkat

secara rata-rata 0,6 persen setiap tahunnya, atau lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan per kapita.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 81

4.2 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap PDRB

Yang dimaksud dengan konsumsi akhir adalah penggunaan

berbagai produk barang dan jasa akhir (baik berasal dari produk

domestik maupun impor), untuk menunjang aktivitas ekonomi.

Pelaku konsumsi akhir meliputi rumah tangga, LNPRT, dan

pemerintah. Walaupun ketiga institusi tersebut mempunyai fungsi

yang berbeda dalam sistem ekonomi, tetapi sama-sama

membelanjakan sebagian pendapatannya untuk tujuan konsumsi

akhir.

TABEL 4.2Proporsi Total Pengeluaran Konsumsi Akhir Terhadap

PDRB Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Akhir (ADHB) (Miliar Rp)

a. Rumah Tangga 10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52

b. LNPRT 338,94 394,63 440,24 482,38 522,52

c. Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12

Total Konsumsi Akhir 13.225,84 14.217,51 15.760,44 17.503,18 18.747,15

PDRB (ADHB) (Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

Proporsi 69,08 63,60 62,62 63,08 61,29

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

82 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Sebagian besar barang dan jasa yang berada di wilayah

Kabupaten Buleleng digunakan untuk memenuhi permintaan

konsumsi akhir. Hal ini terlihat dari proporsi permintaan akhir

yang berada pada kisaran 61,29 hingga 69,08 persen. Jika

diperhatikan selama lima tahun terakhir, proporsi konsumsi akhir

cenderung mengalami penurunan, sempat mencapai 69,08 persen

pada tahun 2013, lalu mengalami penurunan hingga mencapai

61,29 persen pada tahun 2017. Meskipun secara nominal konsumsi

akhir makin meningkat setiap tahunnya, namun proporsinya

terhadap PDRB justru semakin mengalami penurunan, dengan kata

lain laju peningkatan PDRB secara keseluruhan lebih tinggi

dibandingkan konsumsi akhir.

4.3 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga

Terhadap PMTB

Rasio ini merupakan perbandingan antara produk yang

digunakan untuk konsumsi akhir rumah tangga dengan yang

digunakan untuk investasi fisik (pembentukan modal tetap). Sekilas

nampak bahwa sebagian besar penggunaan produk yang tersedia di

wilayah domestik Kabupaten Buleleng digunakan untuk konsumsi

akhir rumah tangga.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 83

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa rasio konsumsi akhir rumah

tangga terhadap PMTB cenderung menurun. Pada tahun 2010, rasio

konsumsi rumah tangga terhadap PMTB adalah sebesar 2,30,

kemudian mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya. Tercatat

rasio konsumsi rumah tangga terhadap PMTB pada tahun 2013

hingga 2017 masing-masing sebesar 2,03; 2,07; 2,05; 2,02; dan

1,95. Penurunan rasio konsumsi rumah tangga terhadap PMTB

disebabkan oleh adanya peningkatan nilai investasi yang cukup

signifikan.

TABEL 4.3Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap PMTB

Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Konsumsi RTADHB (Miliar Rp) 10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52

Total PMTB ADHB(Miliar Rp) 5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87

Rasio Konsumsi RTTerhadap PMTB 2,03 2,07 2,05 2,02 1,95

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

4.4 Perbandingan Pengeluaran Konsumsi Akhir RumahTangga Terhadap Ekspor

Indikator ini menunjukkan perbandingan antara produk yang

dikonsumsi rumah tangga di wilayah domestik dengan produk yang

diekspor. Selama ini konsumsi rumah tangga mempunyai kontribusi

yang sangat dominan dalam PDRB Pengeluaran Kabupaten Buleleng

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

84 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

karena rata-rata melebihi 50 persen. Hal ini berarti bahwa seluruh

produk yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Buleleng sebagian

besar digunakan untuk konsumsi akhir rumah tangga, walaupun di

dalamnya termasuk juga sebagian produk yang berasal dari impor.

TABEL 4.4Perbandingan Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap Ekspor

Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Konsumsi RT ADHB(Miliar Rp)

10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52

Total Ekspor ADHB(Miliar Rp)

5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

Rasio Konsumsi RTTerhadap Ekspor

1,88 1,68 1,81 1,87 1,77

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Pada tahun 2013, produk yang digunakan untuk konsumsi

rumah tangga adalah 1,88 kali dari produk yang dieskpor. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar penyediaan (supply) domestik

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir rumah

tangga. Selama kurun waktu 2013 sampai 2017, tercatat terjadi

penurunan rasio dari 1,88 pada tahun 2013 menjadi 1,68 di tahun

2014 dan dari 1,87 di tahun 2016 menjadi 1,77 pada tahun 2017.

Penurunan rasio yang terjadi lebih disebabkan oleh laju

peningkatan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah

dibandingkan peningkatan ekspor.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 85

Pada periode yang sama, rasio konsumsi rumah tangga

terhadap ekspor sedikit meningkat pada tahun 2015 menjadi 1,81

dan pada tahun 2016 naik menjadi 1,87. Peningkatan rasio yang

terjadi disebabkan karena pada tahun 2015 hingga tahun 2016 nilai

ekspor mengalami peningkatan, tetapi nilai peningkatannya lebih

rendah dari peningkatan konsumsi akhir rumah tangga. Peningkatan

atau penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan volume

maupun harga. Selain itu juga disebabkan oleh pertumbuhan

konsumsi rumah tangga yang lebih cepat dibandingkan dengan

pertumbuhan ekspor.

4.5 Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB

Ekspor merupakan produk yang tidak dikonsumsi di wilayah

domestik, tetapi diperdagangkan ke luar wilayah. Untuk

menghasilkan produk yang diekspor kemungkinan besar

menggunakan barang kapital (PMTB). Sementara di sisi lain,

sebagian barang yang diekspor bisa pula berupa barang kapital.

Rasio ekspor terhadap PMTB dimaksudkan untuk menunjukkan

perbandingan antara nilai produk ekspor dengan nilai produk yang

menjadi kapital (PMTB).

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

86 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

TABEL 4.5Rasio Ekspor Terhadap PMTB Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total Ekspor ADHB(Miliar Rp)

5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

Total PMTB ADHB(Miliar Rp)

5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87

Rasio Ekspor TerhadapPMTB

1,08 1,23 1,14 1,08 1,11

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Pada kurun waktu 2013 - 2017, total PMTB dan nilai ekspor

relatif sejalan dengan adanya peningkatan setiap tahunnya. Jika

dilihat rasio ekspor terhadap PMTB, dalam periode lima tahun

terakhir relatif stabil, hanya terjadi fluktuasi yang terbilang rendah.

Fluktuasi yang terjadi lebih disebabkan karena perbedaan laju

peningkatan pada masing-masing komponen, namun perbedaannya

masih terbilang rendah.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 87

4.6 Perbandingan PDRB Terhadap Impor

Rasio PDRB terhadap impor memberikan gambaran tentang

perbandingan antara produk yang dihasilkan di wilayah ekonomi

domestik (PDRB) dengan produk yang berasal dari impor. Selain itu

data tersebut juga menjelaskan tentang ketergantungan PDRB

terhadap produk yang dihasilkan oleh daerah lain. Jika rasionya

lebih kecil berarti ketergantungan akan impor semakin tinggi,

sebaliknya jika rasionya semakin besar hal ini berarti

ketergantungan akan impor semakin rendah.

Rasio PDRB terhadap impor dari tahun 2013 sampai tahun

2017 menunjukkan peningkatan, yaitu dari 3,83 pada tahun 2013,

menjadi 6,92 pada tahun 2017, walaupun di tahun 2016 rasio

tersebut sempat menurun dari 6,38 di tahun 2015 menjadi 6,30.

Meningkatnya rasio PDRB terhadap impor tersebut menunjukkan

bahwa ketergantungan PDRB terhadap produk impor mulai

menurun.

TABEL 4.6Rasio Total PDRB Terhadap Impor Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Total PDRB ADHB(Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

Total Impor ADHB(Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22

Rasio PDRB TerhadapImpor 3,83 5,10 6,38 6,30 6,92

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

88 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

4.7 Keseimbangan Total Penyediaan dan Total Permintaan

Rasio ini dapat menunjukkan seberapa jauh ketergantungan

ekonomi suatu daerah oleh produk yang berasal dari impor.

Ketergantungan (ketidakseimbangan) tersebut dapat dilihat melalui

keseimbangan antara total penyediaan (supply) dengan total

permintaan akhir (demand).

Dalam kurun waktu 2013-2017, permintaan akhir

masyarakat terus meningkat setiap tahunnya, dari 24,14 triliun

rupiah pada tahun 2013 menjadi sebesar 35,01 triliun rupiah pada

tahun 2017. Permintaan akhir masyarakat pada tahun 2017

meningkat 8,90 persen dari tahun sebelumnya. Pada periode tahun

2013 hingga 2017, pertumbuhan permintaan akhir masyarakat

terjadi pada tahun 2014. Pada tahun tersebut, permintaan akhir

masyarakat tumbuh sebesar 10,77 persen. Di sisi lain “penyediaan”

produk barang dan jasa yang mampu dihasilkan oleh ekonomi di

Kabupaten Buleleng belum mampu untuk memenuhi permintaan

akhir masyarakat, atau dengan kata lain masih harus mendatangkan

sebagian produk dan jasa dari luar daerah. Produk barang dan jasa

yang mampu dihasilkan Kabupaten Buleleng sendiri, setiap

tahunnya sebesar 19,14 triliun rupiah (2013), 22,35 triliun rupiah

(2014), 25,17 triliun rupiah (2015), 27,75 triliun rupiah (2015), dan

30,59 triliun rupiah (2017).

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 89

TABEL 4.7Sisi Keseimbangan Penyediaan dan Permintaan

Kabupaten Buleleng, 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

Total Penyediaan

PDRB (ADHB) (Miliar Rp) 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

Persentase 79,30 83,60 86,45 86,31 87,37

Total Nilai Impor

(ADHB) (Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22

Persentase 20,70 16,40 13,55 13,69 12,63

Total Permintaan Akhir

(ADHB) (Miliar Rp) 24.140,40 26.740,18 29.116,44 32.150,96 35.012,41

Persentase 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Dari tabel diatas terlihat bahwa produk domestik yang

dihasilkan belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan

permintaan, maka perlu dilakukan impor berbagai produk barang

dan jasa guna memenuhi kekurangan tersebut. Nilai impor

Kabupaten Buleleng selama lima tahun terakhir hampir stabil di

kisaran 4 triliun rupiah. .

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

90 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

4.8 Neraca Perdagangan (Trade Balance)

Transaksi devisa yang berasal dari perdagangan barang dan

jasa dengan pihak luar daerah (non residen) dapat dilihat melalui

neraca perdagangan. Secara konsep, selisih antara nilai ekspor dan

nilai impor disebut sebagai “Ekspor Neto”, apabila nilai ekspor lebih

besar dari nilai impor maka terjadi surplus, dan sebaliknya jika nilai

ekspor lebih kecil dari nilai impor maka yang terjadi adalah defisit.

Dilihat dari arus uang yang masuk atau keluar, apabila

tingkat keseimbangan dalam posisi surplus, maka terjadi aliran

devisa masuk, sebaliknya jika posisinya defisit maka terjadi aliran

devisa keluar. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kekuatan

ekonomi suatu wilayah di antaranya ditentukan oleh proses

tersebut.

Selain gambaran posisi neraca perdagangan, dapat juga

dilihat perbandingan (rasio) antara nilai ekspor terhadap impor,

meskipun hanya berlaku secara total. Namun rasio tersebut tidak

dapat merefleksikan perbandingan menurut jenis komoditas, harga,

maupun kuantitas. Apabila rasio lebih besar dari 1 (satu) maka nilai

ekspor lebih tinggi daripada nilai impor, sebaliknya apabila rasio

kurang dari 1 (satu) berarti nilai impor lebih tinggi dari pada nilai

ekspor. Besar kecilnya ekspor atau impor suatu daerah sangat

tergantung kepada kondisi ekonomi serta kebutuhan

masyarakatnya.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 91

TABEL 4.8Neraca Perdagangan Barang dan Jasa Kabupaten Buleleng,

2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**Nilai Ekspor ADHB(Miliar Rp) 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

Nilai Impor ADHB(Miliar Rp) 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22

Net Ekspor (X-M)(Miliar Rp) 584,09 2.447,77 3.137,08 3.182,30 4.086,71

Rasio Ekspor TerhadapImpor 1,12 1,56 1,79 1,72 1,92

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Selama periode tahun 2013 hingga 2017, posisi

perdagangan barang dan jasa Kabupaten Buleleng dengan luar

daerah menunjukkan surplus yang terus meningkat. Neraca

perdagangan Kabupaten Buleleng menunjukkan nilai positif atau

surplus sebesar 584,09 miliar rupiah pada tahun 2013. Surplus

perdagangan Kabupaten Buleleng terus meningkat setelah itu

menjadi 2,45 triliun rupiah di tahun 2014, 3,14 triliun rupiah di

tahun 2015, 3,18 triliun rupiah di tahun 2016, dan di tahun 2017

menjadi 4,09 triliun rupiah. Pada tahun 2017, terjadi pertumbuhan

surplus neraca perdagangan sebesar 28,42 persen.

Indikator lain yang dapat diturunkan dari ekspor dan impor

adalah rasio ekspor terhadap impor. Pada periode tahun 2013

hingga 2017, rasio ekspor terhadap impor bernilai di atas 1. Artinya,

nilai ekspor masih lebih besar dari pada impor. Pada periode ini,

nilai rasio ekspor terhadap impor tertinggi terjadi di tahun 2017,

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

92 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

yaitu sebesar 1,92. Sedangkan nilai rasio ekspor terhadap impor

terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 1,12. Masih pada

periode yang sama, pada tahun 2016 terjadi penurunan nilai rasio

ekspor terhadap impor. Rasio pada tahun tersebut adalah 1,72 yang

turun 0,07 poin dibandingkan tahun sebelumnya.

4.9 Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

”ICOR” merupakan parameter ekonomi makro yang

menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang

diperoleh (output) dengan menggunakan investasi tersebut. ICOR

juga bisa diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap

penambahan sejumlah output (keluaran).

Kapital diartikan sebagai barang modal fisik yang dibuat

oleh manusia dari sumber daya alam, untuk digunakan secara terus

menerus dan berulang dalam proses produksi. Sedangkan output

adalah besarnya nilai keluaran dari suatu proses ekonomi (produksi)

yang dalam hal ini digambarkan melalui parameter ”Nilai Tambah”.

Dengan menggunakan rasio ini, maka ICOR mampu

menjelaskan perbandingan antara penambahan kapital terhadap

output atau yang diartikan juga bahwa setiap pertambahan satu

unit nilai output (keluaran) akan membutuhkan penambahan kapital

sebanyak ”K” unit.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013– 2017 93

Formula :

1

tt

t

YYI

YI

YKICOR

Di mana: tI = PMTB tahun ke t

tY = Output tahun ke t

1tY = Output tahun ke t-1

Tabel 4.9.Incremental Capital Output Ratio,

Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2017

U r a i a n 2013 2014 2015 2016* 2017**

PDRB ADHK 2010(Miliar Rp) 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11

Perubahan(Miliar Rp) 1.106,98 1.154,56 1.076,87 1.132,09 1.077,39

PMTB ADHK 2010(Miliar Rp) 4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22

ICOR 3,93 3,89 4,43 4,53 4,96Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat SementaraSumber: BPS (diolah)

Besaran ICOR di Kabupaten Buleleng pada tahun 2017

adalah 4,96. Dapat dikatakan bahwa, untuk mendapatkan satu unit

tambahan nilai PDRB diperlukan tambahan kapital sebanyak 4,96

unit. Pada periode tahun 2013 hingga 2017, besaran ICOR di

Kabupaten Buleleng pada kisaran 3,89 hingga 4,96. Besaran ICOR

terendah terjadi pada tahun 2014 dan yang tertinggi pada tahun

2017. Besaran ICOR pada periode tahun 2013 hingga 2017 berturut-

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

Bab IV PERKEMBANGAN AGREGAT PDRB KABUPATEN BULELENG

94 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

turut adalah 3,93 di tahun 2013, 3,89 di tahun 2014, 4,43 di tahun

2015, 4,53 di tahun 2016, dan 4,96 di tahun 2017. Secara rata-rata,

dari tahun 2013 hingga 2017, ICOR Kabupaten Buleleng mencapai

4,35. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan satu satuan

nilai PDRB, akan membutuhkan penambahan kapital/modal sebesar

4,35.

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 97

Lampiran 1.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017

KOMPONENPENGELUARAN 2013 2014 2015 2016* 2017**

1. Konsumsi RumahTangga

10.491,50 11.507,03 12.807,59 14.162,20 15.022,52

2. Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

338,94 394,63 440,24 482,38 522,52

3. Konsumsi Pemerintah 2.395,40 2.315,85 2.512,60 2.858,60 3.202,12

4. Pembentukan ModalTetap Bruto

5.163,89 5.552,35 6.239,94 7.020,08 7.695,87

5. Perubahan Inventori 170,50 137,32 32,81 42,54 59,47

6. Ekspor 5.580,18 6.833,00 7.083,25 7.585,15 8.509,93

7. Impor 4.996,09 4.385,22 3.946,17 4.402,84 4.423,22

PDRB 19.144,31 22.354,96 25.170,26 27.748,11 30.589,20

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

98 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Lampiran 2.PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Konstan 2010

Menurut Pengeluaran (Miliar Rupiah),2013 – 2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi RumahTangga

9.272,30 9.735,33 10.405,04 11.110,08 11.576,10

Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

296,05 301,64 316,45 335,16 355,55

Konsumsi Pemerintah 1.948,07 1.791,25 1.921,89 2.070,43 2.177,44

Pembentukan ModalTetap Bruto

4.348,46 4.492,38 4.772,09 5.130,41 5.348,22

Perubahan Inventori 82,76 72,59 16,85 21,54 22,66

Ekspor 5.813,51 6.494,70 6.746,57 6.760,63 7.040,52

Impor 5.173,97 5.146,13 5.360,26 5.477,54 5.492,37

PDRB 16.587,19 17.741,75 18.818,62 19.950,72 21.028,11

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 99

Lampiran 3.Distribusi PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi RumahTangga

54,80 51,47 50,88 51,04 49,11

Konsumsi LembagaSwasta Nirlaba

1,77 1,77 1,75 1,74 1,71

Konsumsi Pemerintah 12,51 10,36 9,98 10,30 10,47

Pembentukan ModalTetap Bruto

26,97 24,84 24,79 25,30 25,16

Perubahan Inventori 0,89 0,61 0,13 0,15 0,19

Ekspor 29,15 30,57 28,14 27,34 27,82

Impor 26,10 19,62 15,68 15,87 14,46

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

100 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Lampiran 4.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 2,92 4,99 6,88 6,78 4,19

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 27,25 1,89 4,91 5,91 6,08

Konsumsi Pemerintah 7,14 -8,05 7,29 7,73 5,17

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,66 3,31 6,23 7,51 4,25

Perubahan Inventori

Ekspor 12,13 11,72 3,88 0,21 4,14

Impor 2,40 -0,54 4,16 2,19 0,27

PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 101

Lampiran 5.Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga

Konstan 2010 Menurut Pengeluaran, 2013-2017 (Persen)

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 1,70 2,79 3,77 3,75 2,34

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,41 0,03 0,08 0,10 0,10

Konsumsi Pemerintah 0,84 -0,95 0,74 0,79 0,54

Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,25 0,87 1,58 1,90 1,09

Perubahan Inventori -0,33 -0,06 -0,31 0,02 0,01

Ekspor 4,06 4,11 1,42 0,07 1,40

Impor 0,78 -0,17 1,21 0,62 0,07

PDRB 7,15 6,96 6,07 6,02 5,40

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

102 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017

Lampiran 6.Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng Menurut Pengeluaran

2013-2017

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 113,15 118,20 123,09 127,47 129,77

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 114,49 130,83 139,12 143,93 146,96

Konsumsi Pemerintah 122,96 129,29 130,74 138,07 147,06

Pembentukan Modal Tetap Bruto 118,75 123,60 130,76 136,83 143,90

Perubahan Inventori 206,01 189,17 194,72 197,50 262,41

Ekspor 95,99 105,21 104,99 112,20 120,87

Impor 96,56 85,21 73,62 80,38 80,53

PDRB 115,42 126,00 133,75 139,08 145,47

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

LAMPIRAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BULELENGMENURUT PENGELUARAN, 2013 – 2017 103

Lampiran 7.Pertumbuhan Indeks Implisit PDRB Kabupaten Buleleng

Menurut Pengeluaran 2010-2016

KOMPONEN 2013 2014 2015 2016* 2017**

Konsumsi Rumah Tangga 2,34 4,46 4,14 3,56 1,80

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,70 14,27 6,34 3,46 2,11

Konsumsi Pemerintah 5,01 5,14 1,12 5,61 6,51

Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,50 4,08 5,80 4,64 5,16

Perubahan Inventori - - - - -

Ekspor -2,35 9,61 -0,21 6,86 7,73

Impor -12,22 -11,75 -13,61 9,18 0,19

PDRB 5,55 9,17 6,15 3,99 4,59

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id

https:

//bulel

engka

b.bps.g

o.id