perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH .../Pengaruh...perpustakaan.uns.ac.id...
-
Upload
nguyenlien -
Category
Documents
-
view
244 -
download
0
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH .../Pengaruh...perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI DAN
MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI(AKS) LANJUT USIA
DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI SURAKARTA
TESIS
Disusun Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama: Biomedik
Oleh :
Agung Priatmaja
S 500907002
Pembimbing :
Prof. Dr. H. Muchammad Syamsulhadi dr. SpKJ (K) Prof. Dr. H. Muhammad Fanani dr. SpKJ (K)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI
DAN MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI(AKS)
LANJUT USIA DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI SURAKARTA
TESIS
Oleh :
Agung Priatmaja
S 500907002
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing
Pembimbing I Prof.Dr.dr.M.Syamsulhadi,Sp KJ(K) ........... ......Mei 2012 NIP : 19461102 197609 1 001
Pembimbing II Prof.Dr.dr.M.Fanani, Sp KJ(K) ........... ......Mei 2012
NIP: 195107111980041001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal..........................2012
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Dr.dr.Hari Wujoso,Sp.F.,M.M NIP: 196210221995031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI
DAN MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI(AKS)
LANJUT USIA DI PANTI WREDA DHARMA BHAKTI SURAKARTA
TESIS
Oleh :
Agung Priatmaja
S 500907002
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Dr.Hari Wujoso, dr.,SpF.,MM .................... ..Juni2012
Sekretaris Prof.Dr.Aris Sudiyanto,dr.,SpKJ(K) ................... ..Juni2012
Anggota Prof. Dr M Fanani.,dr.,SpKJ(K) ................... ..Juni2012
Prof.Dr M Syamsulhadi,dr.,SpKJ(K) ................... ..Juni2012
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal.... Juni 2012
Direktur Program Pascasarjna UNS Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga
Prof.Dr.Ir Ahmad Yunus M.S Dr.dr.Hari Wujoso,Sp.F.,M.M NIP:196107171986011001 NIP:196210221995031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Tesis berjudul “ Pengaruh Logoterapi Untuk Menurunkan Derajat Depresi dan
Meningkatkan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lanjut Usia di Panti
Wreda Dgarma Bhakti Surakarta” ini adalah benar-benar karya saya sendiri dan
bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan
serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam
karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima saksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
sejak pengesahan Tesis saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau
keseluruhan Tesis ini, maka prodi Kedokteran Keluarga UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh prodi kedokteran
keluarga PPs_UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dariketentuan publikasi
ini, maka saya bersedia mendapatkan saksi akademik yang berlaku.
Surakarta........................2012
Mahasiswa
Agung Priatmaja
S 500907002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan karuniaNYA sehingga penyusunan hasil penelitian tesis ini dapat
terwujud. Hasil penelitian tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam
kurikulum Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Psikiatri di Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang kami hormati:
1. Prof. Dr Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan
Pasca Sarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama
Biomedik.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UNS
beserta staf atas kebijakannya yang telah mendukung dengan memberikan
kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana Program
studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik.
3. Dr Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM sebagai Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk
pelaksanaan dan penulisan tesis ini.
4. Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph D sebagai Ketua Program Studi Magistter
Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis untuk penulisan tesis ini.
5. Prof. Dr. H. Muchammad Syamsulhadi, dr. SpKJ (K) selaku pembimbing yang
telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan penelitian
tesis ini.
6. Prof. Dr. H. Mohammad Fanani, dr. SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan penelitian tesis
ini.
7. Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ (K) selaku Ketua Program Studi PPDS 1
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret /RSUD Dr.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Moewardi Surakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam
penyusunan penelitian tesis ini
8. Prof. Em Ibrahim Nuhriawangsa, Sp.S, Sp.KJ . (K), selaku guru besar yang
telah memberikan bimbingan dan kritik yang membangun dalam
perencanaan,pelaksanaan dan penyusunan tesis ini.
9. Hj Mardiatmi Susilohati, dr. SpKJ (K), selaku Kepala Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret /RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
telah memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam penyusunan penelitian
tesis ini.
10. Seluruh staf dan pimpinan panti wreda Dharma Bhakti Surakarta yang telah
memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini
11. Seluruh Staf Pengajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas
Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberi dorongan,
membimbing dan memberikan bantuan dalam segala bentuk pada penelitian
tesis ini:
a. H. Yusvick M. Hadin, dr. SpKJ
b. Hj. Makmuroch, Dra. MS
c. H. Djoko Suwito, dr. SpKJ
d. Istar Yuliadi, dr. MSi
e. Gst. Ayu Maharatih, dr. SpKJ. M Kes
f. IGB. Indro Nugroho, dr. SpKJ.M Kes
g. Debree Septiawan, dr. SpKJ. M Kes
12. Segenap dosen Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat berarti
bagi penulis.
13. Seluruh Rekan Residen PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr Moewardi Surakarta yang memberikan
dukungan baik moril maupun materil kepada penyusun baik dalam rencana
pelaksanaan penelitian ini maupun selama menjalani pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan penelitian tesis ini masih
banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat
mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan proposal penelitian tesis
ini.
Surakarta , 2012
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Agung Priatmaja. 2012. The Influence of Logotherapy to reducing The Degree of Depression and Improving Activity of Daily Living Elderly in Dharma Bhakti Surakarta. Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. M Syamsulhadi dr.,Sp KJ(K), II: Prof .Dr.M .Fanani, dr., Sp KJ (K). Education Program of Psychiatrist, Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
Background Depression in elderly constitute interference is the most important notice for geriatrics expert. Recognizing depression in elderly require some skills and experiences, since the clinical manifestations of depression’s classic symptoms is not often arise.Elderly that suffer depression will lead to meet the difficulty in activity of daily living. From the results of this research, CBT psycho- therapy, relaxation therapy and hypnotherapy proven success in overcoming depression in the elderly, however other psychotherapy research such as logo- therapy very few were reported. Principles in the logotherapy which contain the meaning of life and spiritual development in the individual can be applied to elderly whom sufferred depression and elderly who experience difficulty in activity of daily living.
Objective To find out the influence of logotherapy in reducing the degrees of depression and improving activity of daily living in the elderly. Method This study is a randomized controlled trial study. The research subjects are residents in Dharma Bhakti elderly institution of Surakarta which meet the criteria for the study. Research performed between July 2011 to September 2011. Sampling technique using the purposive sampling. Variety of psychotherapy used is logotherapy for a total of 6 session. The research instrument were personal data filling, Barthel Index, the brief version of Geriatric Depression Scale, L-MMPI, the check list of logotherapy, implementation guide of logotherapy. Data collected was processed and analyzed using SPSS version 17. Statistical tests using the t test, to signify the relationship of variables with significance level of 5%. Results There were significant differences (p = 0.00) between the GDS in pre-post treatment group and control, also there is a significant difference (p = 0.001) on the Barthel index between the treatment and control groups. In the correlation test between the GDS delta and Barthel delta found a significant correlation with p value = 0.031.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Conclusion Logotherapy influence reduce the degree of depression and increase the activities of daily living. Keyword Logotherapy-depression-activity of daily living.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Agung Priatmaja. 2012. Pengaruh Logoterapi Untuk Menurunkan Derajat Depresi Dan Meningkatkan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lanjut Usia di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta. Tesis. Supervisor I: Prof. Dr. M Syamsulhadi dr.,Sp KJ(K), II: Prof. Dr.M.Fanani, dr., Sp KJ (K). Program Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang : Gangguan depresi pada lanjut usia merupakan perhatian yang paling penting bagi para ahli geriatri. Mengenali depresi pada lanjut usia memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik sering tidak muncul. Lanjut usia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari hari. Dari hasil penelitian , psikoterapi CBT, terapi relaksasi dan hipnoterapi terbukti berhasil dalam mengatasi depresi pada lansia, akan tetapi penelitian psikoterapi lainnya seperti logoterapi sangat sedikit yang dilaporkan. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam logoterapi mengenai makna hidup dan pengembangan spiritual pada individu dapat diterapkan pada lanjut usia yang menderita depresi dan lanjut usia mengalami kesulitan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tujuan: Untuk mengetahui keefektifan logoterapi dalam menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Random Control trial. Subjek penelitian adalah penghuni panti wreda Dharma Bhakti Surakarta yang memenuhi kriteria. Penelitian antara Juli 2011- September 2011. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Jenis psikoterapi yang digunakan adalah logoterapi dengan jumlah 6 sesi. Instrumen penelitian adalah isian data pribadi, Barthek indeks, Geriatric Depresion Scale versi pendek, L-MMPI, Check list logoterapi, panduan pelaksanaan logoterapi. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS versi 17. Ujin statistik menggunakan uji t , untuk signifikansi hubungan variabel dengan tingkat kemaknaan 5%.
Hasil : terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,00) antara GDS pre-post pada kelompok perlakuan dan kontrol demikian pula terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001) pada Barthel indeks antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada uji korelasi antara delta GDS dan delta Barthel terdapat korelasi yang bermakna dengan nilai p=0,031.
Kesimpulan: Logoterapi berpengaruh menurunkan derajat depresi dan menaikkan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kata kunci: Logoterapi-depresi-aktivitas kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS ......... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................. ........... xvii
BAB.I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................... 1
B. Permasalahan ..................................................................... 5
C. Tujuan penelitian ................................................................ 5
D. Manfaat penelitian .............................................................. 6
BAB. II. LANDASAN TEORI ............................................................. 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................ 7
2.1 Lanjut Usia (Lansia)........................................................ 7
2.1.1 Pengertian Lansia ................................................ 7
2.1.2 Batasan Lanjut Usia ............................................ 9
2.1.3 Perubahan Pada Lansia ....................................... 9
2.1.4 Klasifikasi Lansia ................................................ 18
2.1.5 Masalah Pada Lansia .......................................... 18
2.2 Gangguan Depresi pada Lansia....................................... 22
2.3 Etiologi dan Patogenesis Depresi
2.3.1 Faktor biologi ...................................................... 25
2.3.2 Faktor Neurokimiawi Lain .................................. 26
2.3.3 Regulasi Neuroendokrin .................................... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2.4 Diagnosis Depresi .......................................................... 28
2.5 Geriatric Depression Scale…………………………… 29
2.6 Depresi Lansia di Panti .................................................. 32
2.7 Mini Mental State Examination……………………… . 33
2.8 Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)……………… 34
2.8.1 Pengertian AKS................................................... 34
2.8.2 Manfaat Kemampuan AKS pada lansia .............. 38
2.8.3 Macam AKS pada Lansia ................................... 39
2.8.4 Skala AKS……………………………………… . 41
2.8.5 Macam AKS...............………………… ............ 43
2.8.6 Cara Pengukuran AKS ........................................ 44
2.9 Index Barthel (IB)………………………................ .... . 45
2.10 Faktor- faktor yang mempengaruhi AKS lansia……… . 47
2.11 Logoterapi ..................................................................... 50
2.11.1 Konsep Dasar Logoterapi………………………… 52
2.11.2 Landasan Filsafat Logoterapi…………………… 55
2.11.3 Tiga Asas Utama Logoterapi …………………… 58
2.11.4 Teknik Logoterapi ................................................ 62
2.12 Psikobiologi .................................................................. .. 68
2.13 Psikoneuroimunologi ...................................................... 71
B. Kerangka Berpikir ............................................................ 76
C. Hipotesis .............................................................................. 77
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................... 78
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 78
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 78
C. Subjek Penelitian................................................................... 78
D. Teknik Penetapan Sampel ..................................................... 78
E. Besar Sampel......................................................................... 79
F. Kriteria Inklusi ...................................................................... 80
G. Kriteria Eksklusi ................................................................... 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
H. Identifikasi variabel............................................................... 80
I. Definisi Operasional Variabel ............................................... 81
J. Instrumen Penelitian ............................................................. 82
K. Cara Kerja ............................................................................. 82
L. Teknik Analisis data.............................................................. 83
M. Kerangka Kerja Penelitian .................................................... 84
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................... 85
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................... 89
A. Subjek Penelitian................................................................. 89
B. Penilaian GDS dan Barthel Index ..................................... 90
C. Keterbatasan........................................................................ 94
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................. 97
A. Simpulan .............................................................................. 97
B. Saran .................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 99
LAMPIRAN .................................................................................... 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN KATA
ACTH : Adrenocorticotropine hormone
ADL : Activities of Daily Living
AKS : Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
ANS : Autonomic Nervous System
CBT : Cognitive Behavioral Therapy
CERAD : The Consortium to Establish a Registry for Alzheimer’s Disease
CES-D-R : Center for Epidemiologic Studies Depression Scale, Revised
CRF : Corticotropine Releasing Factor
Depkes : Departemen Kesehatan
DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
ECT : Electric Convulsion Therapy
GDS : Geriatric Depression Scale
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HPA : Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
5-HT : Serotonin
IB : Indeks Barthel
ICD : International Classification of Diseases
IFN-γ : Interferon – gamma
IL-6 : Interleukin-6
IL-1 : Interleukin-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
IL-2 : Interleukin 2
LGT : Logoterapi
L-MMPI : Lie – Minnesota Multiphasic Personality Inventory
MAOI : Mono Amin Oksidase Inhibitor
MMSE : Mini Mental State Examination
NE : Norepineprin
PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
PTSD : Post Traumatic Stress Disorder
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SAM : Simpathetic Adrenal Medullary
SOP : Standart Operational Procedure
SPSS : System Package for Social Statistics
SSP : Sistem Saraf Pusat
SSRI : Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
TNF-α : Tumor Necrosis Factor – alpha
WHO : World Health Organization
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Indeks Barthel ..................................................................... 45
TABEL 2.2 Intepretasi Indeks Barthel ................................................... 46
TABEL 4.1 Deskripsi karakteristik data menurut kelompok berdasar-
kan lama tinggal ..................................................................................... 85
TABEL 4.2 Deskripsi karakteristik data menurut kelompok jenis ke-
lamin, keberadaan keluarga dan status penyakit ..................................... 86
TABEL 4.3 Perbandingan variabel pada kelompok perlakuan
dibandingkan kelompok kontrol sebelum logoterapi
dengan uji t .............................................................. ............................... 87
TABEL 4.4 Perbandingan variabel GDS dan Barthel pada kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol setelah logoterapi
dengan uji t.............................................................. ................................ 87
TABEL 4.5 Perbandingan variabel delta GDS dan delta Barthel pada
kelompok perlakuan dibandingkan kontrol dengan uji t ........................ 88
TABEL 4.6 Uji korelasi antara delta GDS dan delta Barthel ................. 88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Formulir persetujuan subjek penelitian ......................... 103
LAMPIRAN 2. Formulir pengisian responden ....................................... 104
LAMPIRAN 3. Lie-MMPI ..................................................................... 105
LAMPIRAN 4. MMSE ........................................................................... 107
LAMPIRAN 5. GDS ............................................................................... 109
LAMPIRAN 6. Barthel Index ................................................................. 111
LAMPIRAN 7. Check list Logoterapi .................................................... 113
LAMPIRAN 8. Panduan Pelaksanaan Logoterapi .................................. 114
LAMPIRAN 9. Tahapan Konseling Logoterapi ..................................... 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Syamsulhadi 2012).
Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun keatas tumbuh lebih cepat jika
dibandingkan kelompok usia lainnya. Antara tahun 1970 dan 2025 pertumbuhan
penduduk lanjut usia (lansia) dunia diperkirakan sekitar 694 juta orang atau 223
%. Pada tahun 2025 terdapat sekitar 1,2 miliar orang penduduk lansia dan
memasuki tahun 2050 diperkirakan akan mencapai angka 2 miliar orang seperti
disampaikan PBB tahun 2001 (Depkes, 2008).
Di Indonesia, jumlah penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun pada
tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 28,8 juta atau 11,34% dari seluruh
populasi penduduk (Setiati, Nurhayati 1996). Ini mencerminkan salah satu hasil
pembangunan kesehatan di Indonesia, tetapi di sisi lain sekaligus merupakan
tantangan untuk mengupayakan agar mereka mampu mempertahankan kualitas
hidupnya. Pada tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan
meningkat empat kali lipat. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk
Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia (Darmono, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa dampak terhadap
sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah.
Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah
peningkatan dalam ratio ketergantungan lansia (old age ratiodependency). Setiap
penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia.
Diperkirakan angka lansia pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi
8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif
harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan
pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia
lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan
kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis,
artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan
yang mengarah pada perubahan yang negatif (Mudjadid, 2002).
Peningkatan kelompok usia lanjut membutuhkan perhatian khusus,
terutama peningkatan aktivitas kehidupan sehari hari mereka agar dapat
mempertahankan kesehatan dan kemandiriannya sehingga tidak menjadi beban.
Keberadaan lansia sebagian ada di tengah tengah keluarga dan sebagian lagi ada
yang tinggal di panti panti wreda. Ketika lansia tinggal di panti wreda, maka
dukungan dari keluarga dekat relatif minim didapatkannya (Hadiwinoto ;Setiadi,
1999)
Bondan (2000) mengatakan keterbatasan lansia dalam memenuhi aktivitas
kehidupan sehari hari (AKS) dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya
depresi. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan depresi pada lansia adalah stres
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
psikososial, keparahan penyakit, keterbatasan melaksanakan Activityies of Daily
Living (ADL) dan aktivitas Instrumen kehidupan sehari hari (AIKS), Kelompok
lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko mengalami
gangguan kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada kelompok
tersebut adalah meningkatnya disabilitas fungsional fisik. Disabilitas fungsional
pada lansia merupakan respons tubuh sejalan dengan bertambahnya umur
seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya gangguan
fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif, dan gangguan
psikososial. Lansia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya (Miller, 1995; Lueckenotte, 2000;
Hall & Hassett, 2002), sedangkan lansia yang mengalami demensia dilaporkan
juga memiliki defisit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) (Jorm, 1994).
Sebaliknya, keterbatasan lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi (Eliopoulos,
1997, Roberts, Kaplan, Shema, Strawbridge 1997), sedangkan menurut
Hadiwinoto dan Setiadi T (1999) depresi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penurunan AKS. Terganggunya melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari hari yang dialami lansia dapat disebabkan karena penurunan kondisi fisik
sehingga mengakibatkan mereka menjadi tergantung pada orang lain.
Lansia yang berada dalam panti dengan berbagai alasan akan merasa
kesepian bila tidak ada kegiatan yang terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh
keluarga. Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial
yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia. Lansia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan sehari hari (Miller 1995, Lueckenotte, 2000). Selain itu masuknya
lansia ke dalam panti dapat menjadi sumber stres bagi lansia karena merasa
kehilangan dan perpisahan dengan keluarganya serta perasaan tidak berdaya. Hal
ini merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia (Stuart dan
Sundeen, 1998).
Salah satu penatalaksanaan depresi pada lanjut usia adalah dengan
psikoterapi, dimana psikoterapi dapat dijalankan secara individual maupun
kelompok. Psikoterapi pada lansia mempunyai tujuan umum yang bermaksud
membantu para lanjut usia agar mempunyai keluhan yang minimal (Nuhriawangsa
2002). Psikoterapi Logoterapi adalah salah satu bentuk psikoterapi yang
melakukan pendekatan dari sisi spiritual dan makna hidup yang sesuai untuk
diterapkan pada lanjut usia yang mengalami ketidakberdayaan. Logoterapi yang
dipelopori oleh Victor Frankl telah mengalami ujian berat yang dialami oleh tokoh
logoterapi itu sendiri saat mengalami ketidakberdayaan dalam kamp konsentrasi.
(Guttman 1996, Frankl 2003, Bastaman 2007).
Semakin bertambahnya angka harapan hidup seseorang berarti semakin
banyak jumlah lansia. Di sisi lain, jumlah lansia yang semakin banyak justru
menjadi permasalahan tersendiri jika tidak disertai penanganan yang tepat
(Darmono dan Martono 2004).
Banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi oleh kaum lansia baik fisik
maupun mental. Depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui
pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 – 15 %. Hasil survey
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia
adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14,1 : 8,5. Sementara
prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti
Perawatan sebesar 30 – 45 %. Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini
merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada
lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan (Darmojo dan Martono 2004).
Di Indonesia pemakaian psikoterapi logoterapi dalam klinis belum banyak
laporan yang dipublikasikan, demikian juga dalam jurnal internasional laporan
penggunaan dalam klinis belum banyak yang dipublikasikan. Teori tentang
logoterapi sudah banyak dipublikasikan, dan berbagai study hubungan antara
depresi dengan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia juga sudah banyak
dilaporkan namun sepengetahuan penulis masih sangat sedikit laporan yang
mempublikasikan mengenai pengaruh logoterapi terhadap depresi dan aktivitas
kehidupan sehari-hari pada lanjut usia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh logoterapi terhadap penurunan derajat depresi dan
meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia.
B. Permasalahan
Apakah logoterapi mempengaruhi penurunan derajat depresi dan
meningkatkan aktivitas kehidupan sehari hari pada lanjut usia?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh Logoterapi dalam menurunkan derajat depresi
dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis:
a. Memperluas dan memperdalam bidang kajian psikiatri khususnya tentang
Logoterapi dan aktivitas kehidupan sehari hari pada lanjut usia.
b. Memberikan keuntungan dalam hal penatalaksanaan di bidang geriatri
dengan peningkatan aktivitas kehidupan sehari hari di masa mendatang.
c. Dapat menjadi landasan penelitian lanjutan tentang Logoterapi pada lanjut
usia.
2. Manfaat praktis:
a. Implikasi hasil penelitian dapat digunakan dalam menangani masalah
depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari bagi lanjut usia yang tinggal
di panti wreda.
b. Sebagai alternatif terapi tambahan di bidang liaison psychiatry dalam
masalah depresi dan peningkatan aktivitas hidup sehari hari pada lanjut
usia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
2.1 Lanjut Usia (Lansia)
2.1.1 Pengertian Lansia
Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah yang
tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat
merupakan suatu rahmat Tuhan. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti
akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak
bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk
menghambat kejadiannya. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat
(2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa batas
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Darmono 2010).
Proses penuaan disebut ‘senescence’ (dari bahasa Latin : senescere,
berarti menjadi tua) dan ditandai oleh penurunan bertahap pada fungsi semua
sistem tubuh yaitu kardiovaskuler, pernafasan, genitourinarius, endokrin dan
kekebalan serta lainnya (Kaplan dan Sadock 2007).
Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut belum ada yang baku.
Orang sering menyebutnya berbeda-beda. Ada yang menyebutnya manusia
usia lanjut (manula), manusia lanjut usia (lansia), ada yang menyebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
golongan lanjut umur (glamur), usia lanjut (usila), bahkan kalau di Inggris
orang biasa menyebutnya dengan istilah warga negara senior (Iskandar, 2006).
Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian lanjut
usia menurut undang-undang No. 4 tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan hidupnya sehari-hari (Darmojo dan Martono, 2004). Sedangkan
menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 adalah mereka yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2000). Lanjut usia atau usia tua
adalah suatu periode dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di
mana seseorang ’’beranjak jauh’’ dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat
(Wirakusumah 2002).
Beberapa ahli biasanya membedakan menurut 2 macam umur, yaitu
umur kronologis dan umur biologis. Umur kronologis adalah umur yang
dicapai seseorang dalam kehidupannya dihitung dengan tahun almanak atau
kalender. Secara kronologis perjalanan hidup manusia terdiri dari beberapa
masa yaitu : masa bayi (0-1 tahun), pra sekolah (6-10 tahun), masa pubertas
(10-20 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), masa setengah renta (50-65
tahun), masa usia lanjut (>65-74 tahun) medium old (74-84 tahun) dan tua
renta (old-old > 84 tahun) (Mangoenprasodjo dan Hidayati 2005).
Umur biologis adalah usia yang sebenarnya. Pematangan jaringan yang
biasanya dipakai sebagai indeks umur biologis. Secara biologik proses
penuaan manusia dibagi dalam 3 fase : yaitu fase pertumbuhan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
perkembangan, fase pematangan (maturasi) dan fase penurunan (karena
penuaan). Hal ini dapat menerangkan, mengapa orang-orang berumur
kronologis sama mempunyai penampilan fisik dan mental berbeda (Iskandar
2006).
2.1.2 Batasan Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehatan dunia, kriteria usia meliputi : usia
pertengahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74 tahun), lanjut usia tua (75-90)
dan usia sangat tua di atas 90 tahun (Darmojo dan Martono 2004, Hurlock
2002), Menurut Muhammad (1996) cit. Mckenzie (2007) masa lanjut usia
adalah 65 tahun ke atas, sedangkan menurut Masdani (1996) mengatakan usia
lanjut adalah kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi
empat bagian yaitu : pertama fase investus yaitu antara 25-40 tahun, kedua
fase vertilitas yaitu antara 40-50 tahun, ketiga fase prasenium yaitu antara 55-
65 tahun dan keempat fase senium yaitu antara 65 sampai tutup usia.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 seorang dapat
dikatakan lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 60 tahun ke
atas (Wirakusumah 2002 dan Nugroho 2000).
2.1.3 Perubahan pada Lansia
Jika proses menua mulai berlangsung, di dalam tubuh juga mulai
terjadi perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif. Misalnya sel
mengecil atau komposisi sel pembentukan jaringan ikat baru menggantikan sel
yang menghilang dengan akibat timbulnya kemunduran fungsi organ-organ
tubuh. Usia tua memang sering kali disertai dengan berbagai gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kesehatan karena fungsi organ tubuh seperti ginjal, paru dan kekebalan tubuh
menurun. Lanjut usia juga berisiko untuk lebih sering terserang penyakit
infeksi, kanker, penyakit jantung koroner, osteoporosis dan mengalami
dementia (Iskandar 2006).
Hubungan antara kesehatan mental yang baik dan kesehatan fisik yang
baik adalah jelas pada lanjut usia. Efek yang merugikan pada perjalanan
penyakit medik yang kronis adalah berhubungan dengan masalah emosional.
Lanjut usia secara keseluruhan disertai dengan kesepian, kesehatan yang
buruk, senilitas dan kelemahan atau ketidakberdayaan secara umum (Kaplan
dan Sadock 2007).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Maryam
(2008) adalah :
2.1.3.1 Perubahan Fisik
a Sel
Lebih sedikit jumlahnya,lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah
cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel,otak menjadi atrofi, beratnya
berkurang 5 – 10%.
b System Persarafan
Berat otak menurun 10 – 20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat
dalam respon waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
syaraf panca indra (berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan
suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif
terhadap sentuhan.
c Presbiakusis (Gangguan pada Pendengaran)
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi suara atau nada–nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata–kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun,
membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otot seklerosis, terjadinya
pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin,
pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres.
d Sistim Penglihatan
Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar kornea
lebih terbentuk sferis, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
menjadikatarak menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat,
dan susah melihat dalam cahaya gelap,hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang (berkurang luas pandang).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
e Sistim Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volume jantung dan kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun.
f Sistim Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sebagai akibat sering
ditemui temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35°C
ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan
tidak memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktifitas otot.
g Sistim Respirasi
Otot–otot pernafasan kehilangan kekuatandan menjadi kaku menurunnya
aktifitas dari sillia, paru–paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun, dan kedalaman bernafas menurun, alveoli ukurannya melebar
dari biasa dan jumlahnya berkurang, O² pada arteri menurun menjadi 75
mmHg, CO² pada arteri tidak terganti, kemampuan elastisitas dinding dada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
h Sistim Gastrointestinal
Kehilangan gigi, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera
pengecap menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
indra pengecap (±80%) hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah
terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap
tentang rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,fungsi absorpsi
melemah (daya absorpsi terganggu), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
i Sistim Reproduksi
Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara, pada laki–laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur–angsur, dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun
(asal kondisi kesehatan baik) yaitu kehidupan seksual dapat diupayakan
sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu
mempertahankan kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena
merupakan perubahan alami, selaput lendir vagina menurun, permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali
dan terjadi perubahan–perubahan warna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
j Sistim Genitourinari
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urine,darah ke ginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal
yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi
tubulus menurun akibatnya berkurannya kemampuan mengkonsentrasikan
urin, berat jenis urin menurun akibat proteinuria (biasanya +1), BUN
(Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, vesika urinaria (kandung kemih) ototnya
menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi buang air seni meningkat, pembesaran prostat ±75 % dialami
oleh pria usia di atas 65 tahun.
k Sistim Endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, berkurangnya produksi dari
ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya
BMR (basal metabolic rate), dan menurunnya daya pertukaran zat,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin,
misalnya progesteron, estrogen, dan testeron.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
l Sistim Kulit
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta
perubahan ukuran dan bentuk–bentuk sel epidermis), menurunnya respon
terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun yaitu produksi serum
menurun, gangguan pigmentasi kulit, dan rambut menipis, berkurangnya
elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan
kuku lebih lambat, kuku jari menjadi lebih keras dan rapuh, kuku kaki
bertumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya, kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
m Musculoskeletal System
Lansia yang melakukan aktifitas secara teratur tidak kehilangan massa atau
tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang tidak aktif. Serat otot
berkurang ukurannya. Dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan
massa otot. Penurunan massa dan kekuatan otot, demeneralisasi tulang,
penurunan mobilitas sendi, tonjolan tulang lebih meninggi(terlihat).
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis pinggang,
pergerakan lutut dan jari–jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis
menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian membesar
dan menjadi rapuh, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, atrofi
serabut otot sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot–otot kram
menjadi tremor, otot–otot polos tidak begitu berpengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2.1.3.2 Perubahan Mental
Perubahan mental pada lansia berkaitan dengan 2 hal yaitu
kenangan dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa
terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia
tidak berubah namun terjadi perubahan dalam daya membayangkan
(Mangoenprasdjo dan Hidayati, 2005).
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan
lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka panjang
berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan),dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit,
kenangan buruk). I.Q. (Intellegentian Quotion) tidak berubah dengan
informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan,
persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan–tekanan dari faktor waktu). Semua organ
pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis,
begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron di otak
secara progresif kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke
otak, lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat.
Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang pengaruhnya terhadap
perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia. Perubahan kognitif yang
dialami lanjut usia adalah demensia, dan delirium (Bongsoe Jamsir, 2007).
Sejumlah faktor risiko psikososial juga mempredisposisi lanjut usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kepada gangguan mental. Faktor risiko tersebut adalah hilangnya peranan
sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan
kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan
fungsi kognitif. Hal tersebut dapat mengganggu interaksi sosial yang
kontinyu. Bukti yang ada menyatakan bahwa mempertahankan aktivitas
sosial bermanfaat untuk kesehatan fisik dan emosional (Kaplan dan
Sadock, 2007). Lanjut usia akan mengalami perubahan–perubahan
psikososial seperti pensiun. Nilai seseorang sering diukur produktifitasnya,
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang
mengalami pensiun akan mengalami berbagai kehilangan yaitu finansial
(income berkurang), status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya), teman/kenalan atau relasi, dan
pekerjaan atau kegiatan. Sosial ekonomi merupakan hal yang sangat
penting bagi orang lanjut usia dan masyarakat secara luas. Kondisi sosial
ekonomi yang buruk pada lanjut usia mempunyai efek langsung pada
kesehatan psikologis dan fisik. Kekhawatiran tentang uang dapat menjadi
perhatian obsesif yang mengganggu kesenangan hidup mereka (Kaplan
dan Sadock 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2.1.4 Klasifikasi Lansia
Berikut ini adalah lima klasifikasi lansia menurut Depkes (1990) :
2.1.4.1 Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.1.4.2 Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
2.1.4.3 Lansia Risiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/sesorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
2.1.4.4 Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
2.1.2.5 Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
begantung pada bantuan orang lain.
2.1.5 Masalah pada Lanjut Usia
Salah satu kondisi yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia
adalah menjadi tua. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai usia
berapa awal masa tua, namun secara umum mereka sepakat bahwa pada
wanita, awal usia tua dimulai saat henti haid atau menopause sekitar usia 50
tahun, sedangkan pada pria dimulai saat terjadi gejala fisik seperti kulit
menjadi kering dan mengerut, rambut menipis dan merontok, gigi mulai
tanggal satu persatu, daya ingat dan fungsi panca indra melemah, stamina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
menurun dan mulai gampang sakit. Gejala-gejala ini biasanya tidak terjadi
sebelumnya, bahkan gejala-gejala ini dapat timbul bersamaan
(Mangoenprasodjo et al. 2005).
Kondisi masa tua yang dihadapi oleh setiap orang tidak sama, bagi
orang yang telah mempersiapkan masa tuanya secara fisik dan mental, akan
selalu mendapatkan makna dalam kehidupan usia tua yang membahagiakan
dirinya, tetapi bagi orang yang tidak mempersiapkan diri untuk masa tuanya,
kehidupan di usia lanjut seringkali menjadi penderitaan yang tiada hentinya,
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan dampak gangguan terhadap jiwa
maupun fisiknya. Orang lanjut usia yang tidak dapat menemukan makna
hidup di usia tua akan mengalami gangguan somatik termasuk hipertensi
dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, cemas, palpitasi, pusing, epistaksis,
migren, tinnitus dll (Mangoenprasodjo et al. 2005).
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah fisik, baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis.
Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran
terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan
pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya
gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat
meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain. Lanjut
usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan
sosialnya akan semakin berkurang, hal mana akan dapat mengakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan
dampak pada kebahagiaan seseorang. Pada usia mereka yang telah lanjut,
sebagian diri mereka masih mempunyai kemampuan untuk bekerja.
Permasalahannya yang mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan
tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam situasi keterbatasan
kesempatan kerja.
Aspek medik yang sering menjadi masalah di usia lanjut dapat berupa
masalah pernafasan, masalah peredaran darah, masalah fungsi kemih,
masalah buang air besar (defekasi), masalah kepikunan (dementia), masalah
gangguan gerak, masalah tidur, masalah impotensia, masalah kejiwaan
(skizofrenia, gangguan jiwa afektif) (Darmojo dan Martono 2004).
Masalah-masalah pada lanjut usia dikategorikan ke dalam empat besar
penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental,
dan inkontinensia.
a. Imobilisasi dapat disebabkan karena alasan psikologis dan fisik.
Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi, dan kebingungan.
Setelah faktor psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi
sekunder (Watson 2003). Faktor fisik yang menyebabkan imobilisasi
mencakup fraktur ekstremitas, nyeri pada pergerakan artrithis, paralis dan
penyakit serebrovaskular, penyakit kardiovaskular yang menimbulkan
kelelahan yang ekstrim selama latihan, sehingga terjadi ketidak-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
seimbangan. Selain itu penyakit seperti parkinson dengan gejala tremor
dan ketidakmampuan untuk berjalan merupakan penyebab imobilisasi.
b. Masalah yang nyata dari ketidakstabilan adalah jatuh. Karena kejadian ini
sering dialami oleh lanjut usia di mana angka kejadian wanita yang jatuh,
dua kali lebih sering dibanding pria (Watson 2003). Jatuh adalah suatu
kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian,
yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring dan terduduk di lantai
atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
atau luka. Akibat jatuh ini dapat menyebabkan imobilisasi.
c. Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan
dengan penyakit-penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga
kebanyakan masalah turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai
akibat langsung proses penuaan tetapi karena penyakit. Sebagian besar
lanjut usia memerlukan perawatan karena menderita gangguan mental.
Konfusi (kebingungan) adalah masalah utama yang mempunyai
konsekuensi untuk semua aktivitas sehari-hari. Lanjut usia yang
mengalami konfusi tidak akan mampu untuk makan, tidak mampu
mengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku yang agresif sehingga
lanjut usia memerlukan perawatan lanjutan untuk mengatasi
ketidakmampuan dan keamanan lingkungan tempat tinggal lanjut usia
secara umum. Bantuan yang diberikan adalah melalui petugas panti dan
dukungan keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
usia yang kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini berhubungan
dengan faktor akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah
dijelaskan di atas adalah efek dari imobilisasi (Darmojo 2000).
d. Inkontinensia lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki.
Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemah,
menjadi penyebab inkontinensia. Pada laki-laki, penyebab umumnya
adalah pembesaran kelenjar prostat dan diperlukan prosedur bedah untuk
menangani kondisi tersebut (Watson 2003).
2.2 Gangguan Depresi pada Lansia
Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan
seseorang. Pada masa ini seseorang cenderung lebih banyak menyesuaikan
diri dengan banyaknya perubahan yang terjadi dalam kehidupannya
misalnya menurunnya kemampuan fisik, meninggalnya suami atau istri,
teman seusia dan pensiun. Apabila lansia tidak mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan tersebut, maka lansia akan merasa kesepian yaitu perasaan
terasing, ditolak, ditinggalkan, tak berharga dan merasa dikucilkan
dalamkehidupannya sehingga individu merasa hubungan sosialnya tidak
memuaskan. Kesepian yang dialami lansia akan menimbulkan stres yang
berkepanjangan dan akhirnya akan jatuh ke dalam depresi (Rahmi 2011).
Gangguan depresi pada lanjut usia merupakan perhatian yang
paling penting bagi para ahli geriatri. Perkiraan depresi berkisar antara 5-
10% pada mereka yang berusia di atas 65 tahun dan meningkat jumlahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
bagi mereka yang berumur di atas 80 tahun, orang miskin, dan yang tidak
menikah.
Serangan pertama dari kebanyakan depresi terjadi antara umur 55-
65 tahun pada pria dan antara 50-60 tahun pada wanita. Kebanyakan depresi
akan berulang bila tidak mendapatkan pengobatan. Tanda dan gejala depresi
yang umum meliputi, menurunnya kekuatan dan konsentrasi, masalah tidur
(terutama bangun terlalu pagi atau sering terbangun di malam hari),
menurunnya nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan-keluhan
somatik. Sindroma yang khusus dan unik adalah melancholia, yaitu salah
satu jenis depresi yang mempunyai ciri khas selain depresi juga
hipokondria, harga diri yang rendah, rasa tidak berguna dankecenderungan
menyalahkan atau mendakwa diri sendiri (terutama mengenai seks dan
keadaan penuh dosa) dengan pikiran-pikiran paranoid dan bunuh diri
(Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008).
Gangguan kognitif pada pasien depresi usia lanjut disebut
pseudodementia yang mudah dikelirukan dengan dementia yang sebenarnya.
Pada dementia yang sesungguhnya penampilan yang intelektual sifatnya
menyeluruh dan ketidakmampuan secara menetap rendah, sedang pada
pseudodementia kekurangan perhatian dan konsentrasi berbeda-beda.
Penyebab depresi pada usia lanjut berbeda-beda. Faktor psikologis,
termasuk adaptasi terhadap kehilangan, terutama kehilangan orang yang
sangat dicintai, kehilangan kawan-kawan dan pekerjaan, perasaan tidak
berdaya karena tidak mampu mengendalikan kehidupan seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Kerentanan biologis pada depresi meningkat, sebagai akibat dari kesalahan
pengaturan dari neurotransmitter otak, khususnya mengurangnya kadar
serotonin, norepnefrin, dan dopamine serta meningkatnya kadar MAO yang
kemudian akan menurunkan kadar kathekolamin (Nuhriawangsa dan
Sudiyanto 2008).
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu ketrampilan
dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan
sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas)
sering tidak muncul. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja
mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya
mood yang depresi. Yang sering terlihat adalah gejala hilangnya
tenaga/energy, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau kaluhan rasa
sakit atau nyeri. Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda berbeda. Dalam usia lanjut cenderung
meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak
menonjolkan gejala somatiknya, disamping mengeluh tentang gangguan
memori (Kaplan dan Sadock 2007). Salah satu penatalaksanaan depresi
pada lanjut usia adalah pemberian psikoterapi, baik psikoterapi individual
maupun kelompok dan paling efektif jika dilakukan bersama sama dengan
pemberian obat antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi
tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara klien dan terapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dalam proses sterapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih
nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2.3 Etiologi dan Patogenesis Depresi
2.3.1 Faktor Biologi
a Norepinefrin
Hal ini dibuktikan dengan korelasi antara penurunan reseptor β
adrenergik dengan pemakaian obat anti depresan. Bukti lain juga
menunjukkan reseptor β2 presinaptik pada depresi, dimana bila
terjadi aktivasi reseptor presipnatik ini menyebabkan penurunan
jumlah norepinefrin.
b Serotonin
Dengan efek besar dari Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRIs) sebagai contoh fluoxetin dalam terapi depresi, membuat
serotonin sebagai neurotransmiter asam amino biogenik berasosiasi
dengan depresi.
Penurunan jumlah serotonin dapat mencetuskan depresi dan
beberapa pasien dengan keinginan bunuh diri mempunyai
konsentrasi metabolit serotonin yang rendah pada lokasi uptake di
keping darah (Kaplan dan Sadock 2005).
c Dopamin
Selain norepinefrin dan serotonin, dopamin juga dihipotesiskan
memainkan peranan. Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
depresi dan meningkat pada mania. Penemuan subtipe baru pada
reseptor dopamin dan terdapat regulasi presinaptik dan postsinaptik
terhadap fungsi dopamin menambah pengertian mengenai
hubungan dopamin dengan gangguan mood. Obat yang dapat
mengurangi konsentrasi dopamin misalnyareserpin dan penyakit
yang menurunkan konsentrasi dopamin misalnya parkinson
dikaitkan dengan gejala depresi. Sebaliknya obat yang dapat
meningkatkan konsentrasi dopamin seperti tyrosin, amphetamin,
bupropion mengurangi gejala depresi. Dua teori terbaru mengenai
dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik dalam
kondisi disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor D1 dopamin
mungkin hipoaktif pada depresi (Kaplan dan Sadock 2005).
2.3.2 Faktor Neurokimiawi Lain
Walaupun data belum dapat disimpulkan, namun neurotrasmiter
asam amino (khususnya GABA) dan peptida neuroaktif
(khususnya vasopresin dan opiat endogen) telah diterapkan dalam
patofisiologi mood. Beberapa penyelidik menduga bahwa sistem
second messenger seperti adenilate siklase, phosphatidylinosistol
dan regulasi calevium mungkin berkaitan. Glutamat dan glysine
tampaknya berfungsi sebagai neurotrasmiter eksitatorik di SSP.
Mereka terikat pada reseptor NMDA 9 N-methyl-D-aspartate dan
apabila berlebihan berefek neurotoksik. Hipokampus mempunyai
konsentrasi tinggi pada reseptor NMDA sehingga glutamat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
bersama dengan hiperkoltisolemia menyebabkan efek
neurokognitif pada stres kronik. Bukti ini didukung dengan obat
antagonis NMDA mempunyai efek anti depresan (Kaplan dan
Sadock 2005).
2.3.3 Regulasi Neuroendokrin
a. Aksis Adrenal
Korelasi antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan
salah satu pengamatan tertua di bidang psikiatri biologi. Hasil
dari penelitian ini adlah bagaimana pelepasan kortisol pada
pasien dengan atau tanpa depresi. Pada satu penelitian, pasien
depresi yang mengalami gangguan fungsi umpan balik cepat,
dimana beberpa dari mereka mengalami gangguan fungsi
reseptor kortisol di hipotalamus. Penelitian lain menduga
bahwa hiperkoltisolemia dapat merusak neuron hipokampus.
Kemudian siklus stres, stimulasi pelepasan kortisol dan
ketidakmampuan kortisol mengakibatkan kerusakan hipo-
kampus yang sudah terganggu (Kaplan dan Sadock 2005,
Gallagher 2003).
b. Aksis Tiroid
Kelainan tiroid ditemukan pada sekitar 5-10% pasien dengan
depresi. Penelitian saat ini terfokus pada kemungkinan subtipe
depresi yang mengalami gangguan autoimun terhadap kelenjar
tiroid. beberapa penelitian melapporkan ± 10% pasien dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
gangguan mood dan bipolar mempunyao antibodi antitiroid.
Apakah antibodi ini secara nyata terkait patofisiologi depresi
belum dapat ditentukan.
2.4 Diagnosis Depresi
Gangguan depresi pada lanjut usia ditegakkan berpedoman pada
PPDGJ III yang merujuk pada ICD 10. Gejala-gejala ini bukan
merupakan akibat kondisi medik umum atau akibat pemakaian zat, dan
harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi
kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga
gejala utama yaitu :
a Mood terdepresi.
b Kehilangan minat dan kegembiraan.
c Berkurangnya enersi yang menuju meningkatnya mudah lelah dan
aktivitas menurun.
Disertai gejala lain :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c. Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna.
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
f. Tidur terganggu.
g. Nafsu makan berkurang.
Berlangsung minimal 2 minggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut
(lebih dari 85 tahun) berkembang sangat perlahan lahan, mirip dengan
gangguan distimik. Gejala gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi
karena gangguan tidur sering terjadi pada lanjut usia yang tidak depresi.
Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah jika terdapat gejala
bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif. Seorang
lanjut usia membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk
buang air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati
perilaku orang lanjut usia ketika ia terbangun malam hari. Sleep hygiene
juga perlu diperhatikan sebelum memberikan intervensi farmakologis.
Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat
badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan
tanda-tanda dementia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan
fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) atau
Abbreviated Mental Test (AMT).
2.5 Geriatric Depression Scale (GDS)
Penilaian epidemilogi tentang gangguan jiwa pada usia lanjut
memerlukan instrumen yang dibuat secara khusus untuk mendeteksi apa
yang penting secara klinis bagi kelompok usia ini : pelemahan kognitif,
kemunduran kognitif, demensia, ansietas dan gangguan suasana hati
(mood), keadaan psikotik, dan kapasitas fungsional ADLs. Salah satu
langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada konsensus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
atau prosedur khusus untuk skrining depresi pada populasi lanjut usia.
Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric depression
Scale (GDS) yang terdiri 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh klien
sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja
dan ini lebih sesuai untuk dipergunakan sebagai alat skrining depresi
pada lanjut usia. Penilaian depresi bagi lanjut usia harus memperhatikan
beberapa faktor antara lain :
a. GDS (Geriatric Depression Scale) yang terdiri dari 4 pertanyaan (4
butir skala).
b. Faktor kerentanan yang terdiri dari 4 pertanyaan.
c. Bila skor lebih dari 1 pada GDS-4 dan lebih dari 1 pada faktor
kerentanan, maka harus segera dilakukan penilaian yang lebih rinci
(Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008).
Penilaian depresi pada pasien geriatri pada pelayanan kesehatan
primer sangat penting karena prevalensi depresi dan adanya gagasan
untuk bunuh diri pada pasien geriatri adalah tinggi (Blazer et al. 2003).
Penilaian derajad depresi juga perlu dilakukan untuk membantu
edukasi pasien dan memberi pengetahuan tentang gejala-gejala depresi
dan tidak ditujukan untuk membuat diagnosis, namun untuk
mendokumentasikan gejala-gejala depresi sedang sampai berat apapun
penyebabnya (Gallo et al. 2001).
Geriatric Depression Scale (GDS) dirancang untuk menjadi tes
untuk penilaian derajad depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(Gallo, et al, 2001). Geriatric Depression Scale memiliki format yang
sederhana dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca.
Geriatric Depression Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut
usia, termasuk di Indonesia.
GDS dibuat oleh Brink dan kawan-kawan pada tahun 1982 dan
dikembangkan oleh Yesavage dan kawan-kawan. GDS terdiri dari 30
pertanyaan menggunakan format jawaban ”ya” atau ”tidak” yang mudah
dimengerti oleh responden. Dengan kriteria sebagai berikut : (Sheikh dan
Yesavage, 1986).
Skor < 5 : tidak depresi, skor 5-8 : depresi ringan, skor 9-10 :
depresi sedang, skor > 10 depresi berat (Kaplan dan Sadock 2007).
GDS berguna untuk mengetahui derajat atau skor depresi pada
geriatri. Short Form (SF) GDS terdiri dari 15 pertanyaan, di mana skor
lebih dari 11 mengindikasikan adanya depresi (Noviastuti 2002, Sheikh
dan Yesavage 1986). Telah divalidasi Oebit, Universitas Indonesia pada
tahun 1998, skor ”ya” lebih dari 11 mengindikasikan terdapat depresi.
Penelitian Rinaldi (2003) pada 3 seting yang berbeda
menyimpulkan bahwa 5 item GDS sama efektifnya dengan 15 item untuk
menilai depresi pada geriatri dengan kognitif intak (Rinaldi dan Mecocci
2003).
Geriatric Depression Scale terdiri dari 30 pertanyaan yang
dirancang sebagai suatu self-administered test, walaupun telah digunakan
juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Scale dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan
tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada pasien geriatri
(Gallo et al. 2001). Skor 11 pada GDS mengindikasikan adanya depresi
yang signifikan secara klinis, dengan nilai sensitivitas 90,11 % dan nilai
spesifisitas 83,67%. Terdapat juga GDS versi pendek yang terdiri dari 15
pertanyaan saja. Pada GDS versi pendek ini, skor 5 atau lebih
mengindikasikan depresi yang signifikan secara klinis. Geriatric
Depression Scale menjadi tidak valid bila digunakan pada pasien dengan
gangguan kognitif. Status kognitif harus terlebih dahulu dinilai dengan
Mini Mental State Examination (MMSE) karena kemungkinan yang besar
dari komorbiditas depresi dan fungsi kognitif (Blazer et al. 2003).
2.6 Depresi Lansia di Panti
Alvin Goldfarb, orang yang meneliti perawatan kejiwaan di panti
pada tahun 1962 memperkirakan prevalensi gangguan kejiwaan diantara
penghuni panti lansia berkisar 87%. Prevalensi berikut diperkirakan
berdasarkan evaluasi sistematik kejiwaan yang telah dibandingkan.
Tahun 1990,Barry Rovner dan kawan-kawan menemukan pasien
gangguan jiwa pada 80% penghuni panti dan Patricia Parmeice
menemukan hampir 90% depresi sedang penghuni panti lansia. Aznan
dan Draman (2007) melaporkan bahwa angka depresi di panti lansia yang
berada di Malaysia ada 22.2% (p=0.032) menggunakan skrening GDS
versi 15 dan yang mandiri sekitar 61.1% diukur menggunakan Barthel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Index. Dilaporkan juga bahwa angka depresi di panti lansia di Singapore
ada sekitar 21%.
The National Institute of Health Consensus Development
Conference Statement on The Diagnosis and Treatment of Depression in
Late Life menekankan pentingnya depresi pada perawatan di panti
sebagai masalah yang membutuhkan perhatian klinisi, peneliti dan
pembuat kebijakan. Pada umumnya pekerja yang bekerja di panti
lansia/panti wreda mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi gejala
depresi. Oleh sebab itu dibutuhkan pelatihan bagi pekerja. GDS dapat
digunakan sebagai alat skrining mengidentifikasi gejala depresi pada
penghuni panti (Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008).
2.7 Mini Mental State Examination
Mini Mental State Examination adalah suatu skala terstruktur
yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi tujuh kategori:
orientasi tempat, orientasi waktu, registrasi, atensi dan konsentrasi,
mengingat kembali, bahasa dan konstruksi visual. Mini Mental State
Examination didesain untuk mendeteksi dan mengamati kemajuan dari
gangguan kognitif yang terkait dengan gangguan neurodegenerative
seperti penyakit Alzheimer. Mini Mental State Examination telah terbukti
merupakan instrumen yang valid dan dapat dipercaya. Nilai MMSE 0-16
menunjukkan suatu definite gangguan kognitif (Blazer et al. 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2.8 Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS)
2.8.1 Pengertian Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS)
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan
sistem persyarafan dan musculoskeletal di antaranya dalam sistem
saraf, umumnya lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut kamus
bahasa Indonesia aktifitas adalah suatu usaha energi atau keadaan
bergerak di mana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup, Aktifitas didefinisikan suatu aksi energetik atau
keadaan bergerak semua manusia memerlukan kemampuan untuk
bergerak (Putten et al. 1999).
Aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktifitas yang
biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal. Aktifitas tersebut
mencakup ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan
berhias (Putten et al. 1999).
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak di mana
manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup. Pergerakan itu sendiri merupakan rangkaian yang terintegrasi
antara sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan (Setiahardja
2005)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pergerakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
a. Tingkat perkembangan tubuh di mana peningkatan usia akan
mempengaruhi tingkat perkembangan neuromuskuler dan tubuh,
b. Kesehatan fisik, dijelaskan bahwa penyakit, cacat tubuh dan
imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh,
c. Keadaan nutrisi, yang umum terjadi pada lansia adalah
kurangnya nutrisi yang dapat menyebabkan kelemahan otot dan
obesitas sehingga menyebabkan pergerakan muskuloskeletal
menjadi kurang bebas,
d. Kelemahan neuromuskuler dan skletal, yang dapat dilihat
dengan adanya abnormal postur seperti skolosis, lordosis, dan
kiposis sehingga klien lanjut usia akan mengalami keterbatasan
(Setiahardja 2005).
Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah hal-hal yang
dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan
hidup, kesehatan, dan kesejahteraan. Aktivitas ini meliputi
kebersihan diri, mandi, berpakaian, makan, buang air kecil dan air
besar dan berpindah. Indeks ketidaktergantungan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari tergantung pada evaluasi fungsional
ketidaktergantungan dan ketergantungan pasien dalam mandi,
berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia dan makan.
(Iskandar 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berpakaian meliputi aspek ketidaktergantungan berupa
mengambil pakaian dari lemari dan laci, mengenakan pakaian luar,
menangani pengikat, melakukan pengikat tali sepatu adalah
pengecualian. Ketergantungan yaitu tidak mengenakan pakaian
sendiri atau tetap tidak berpakaian sebagian. Pergi ke toilet meliputi
aspek ketidaktergantungan meliputi pergi ke toilet; masuk dan
keluar dari toilet, mengatur pakaian, membersihkan organ ekskresi.
Berpindah meliputi ketidaktergantungan berupa bergerak masuk dan
keluar dari tempat tidur secara mandiri dan pindah kedalam dan
keluar dari kursi secara mandiri (mungkin juga tidak menggunakan
bantuan mekanik). Ketergantungan meliputi bantuan dalam
bergerak masuk dan keluar tempat tidur dan atau kursi, melakukan
satu atau dua perpindahan.
Kontinensia meliputi aspek ketidaktergantungan berupa
berkemih dan defekasi secara keseluruhan terkontrol oleh tubuh.
Makan meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi bantuan
mengambil makanan atau memasukan makanannya ke dalam mulut
(memotong-motong daging terlebih dahulu dan menyiapkan
makanan, seperti mengoleskan mentega ke dalam roti).
Ketergantungan berupa bantuan dalam tindakan makan, tidak
makan sama sekali atau makan secara parenteral. Berbagai
kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional
baik kemampuan mobilitas dan perawatan diri. Kemunduran fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas di tempat tidur,
berpindah, jalan/ambulasi, dan mobilitas dengan alat adaptasi.
Kemunduran kemampuan perawatan diri meliputi penurunan
kemampuan aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi, dan
berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku.
Kemunduran gerak fungsional dapat dikelompokan menjadi
tiga bagian (Setiaharja 2005) diantaranya :
a. Mandiri, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan
orang lain. (Bisa saja lansia membutuhkan bantuan alat adaptasi
seperti alat bantu jalan, alat kerja, dan lain-lain).
b. Dibantu sebagian, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas
dengan beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain.
c. Dibantu total, yaitu aktivitas dilakukan sepenuhnya dengan
pengawasan dan bantuan orang lain karena lansia tidak dapat
melakukan aktivitasnya.
Ada beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam
kemampuan fungsional menurut indeks Katz yang mengukur
aktivitas fungsional mencakup kemampuan aktivitas mandi,
berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, mengontrol defekasi dan
berkemih, dan makan.
Menurut Katz (1970), AKS pada lansia dapat diklasifikasi-
kan menjadi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a. Kebutuhan primer (aktivitas sehari-hari) adalah hal-hal yang
dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri dalam
mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan, meliputi
makan, mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah buang air
kecil dan air besar.
b. Aktivitas rumah tangga (instrumental) meliputi kebersihan
kamar, tempat tidur, mencuci menyiapkan makanan, merapikan
pakaian dan berbelanja.
c. Aktivitas waktu luang. Meliputi saling bercerita, bermain kartu,
mendengarkan radio, menonton TV, berkebun dan berternak,
mengerjakan keterampilan tangan seperti menyulam, menjahit
dan lain-lain (Darmojo, 1995).
2.8.2 Manfaat Kemampuan AKS Pada Lansia
Menurut Iskandar (2006) manfaat pengukuran aktivitas kehidupan
sehari adalah :
a. Menggambarkan kemampuan umum lansia dalam memerankan
fungsinya sebagai manusia yang mandiri
b. Dapat dipakai oleh tenaga kesehatan untuk memantau kemajuan
terapi dan penilaian pulihnya pasien setelah masa perawatan akibat
penyakit.
c. Memiliki makna dalam memantau respon pengobatan dan
memberikan informasi prognosis sehingga dapat membantu
perencanaan perawatan jangka panjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2.8.3 Macam AKS Pada Lansia
a. Pergi kekamar kecil membersihkan diri,
b. Merapikan baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk
menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda), pergi
kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian.
c. Berpindah
Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari
kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk
mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke
dan dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik
atau turun dari tempat tidur.
d. Kontinen
Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri
sendiri, kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk
mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu
mempertahankan kontrol urin atau defekasi.
e. Makan
Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali
mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri.
Menurut Lueckenotte (2000), aktifitas kehidupan sehari-
hari terdiri dari:
a. Mandi (spon, pancuran, atau bak)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika
mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi
hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima
bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak
dimandikan).
b. Berpakaian
Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan,
mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan
kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju,
atau membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian.
c. Ke kamar kecil
Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa
bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti
tongkat, walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan
malam hari atau bedpan pengosongan pada pagi hari, menerima
bantuan kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan
pakaian setelah eliminasi, atau mengunakan bedpan atau pispot
pada malam hari, tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi.
d. Berpindah
Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari
kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk
mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau
turun dari tempat tidur.
e. Kontinen
Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri
sendiri, kadang-kadang mengalami ketidakmampuan untuk
mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu
mempertahankan kontrol urin atau defekasi.
f. Makan
Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan
bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan
dalam makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan
selang atau cairan intravena.
2.8.4 Skala AKS
Skala AKS terdiri atas skala AKS dasar atau basic activities of
daily living (BADLs),instrumental or intermediate activity of daily
living (IADLs), advanced activities of daily living (AADLs). Skala
AKS dasar mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat
dirinya sendiri(self care), dan hanya mewakili rentang (range) yang
sempit dari kinerja (performance). Skala AKS dasar ini sangat
bermanfaat dalam menggambarkan status fungsional dasar dan
menentukan target yang ingin dicapai untuk pasien-pasien dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
derajad gangguan fungsional yang tinggi, terutama pada pusat-pusat
rehabilitasi (Iskandar 2006 dan Reuben 2003)
Skala AKS dasar ini juga bermanfaat dalam menentukan
kebutuhan pasien untuk bantuan fungsional dasar mereka sehari-hari,
selama tinggal di rumah atau selama perawatan di rumah sakit
(Setiahardja 2005).
Skala AKS instrumental (IADLs) digunakan untuk mengkaji
derajad/tingkat kinerja yang lebih tinggi, seperti melakukan kegiatan
rumah tangga atau pergi berbelanja ke pasar/ supermarket. Skala AKS
instrumental (IADLs) terdiri atas 7 aktivitas manusia sehari-hari yang
dibutuhkan agar dapat tetap mandiri di dalam masyarakat. Aktivitas
tersebut antara lain : memasak, berbelanja, merawat/ mengurus rumah,
mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana
trasportasi. Manusia yang hidup di dalam masyarakat tetapi tidak dapat
melakukan IADLs ini, umumuya tidak dapat berfungsi dengan baik di
dalam rumah (Soejono CH 2000).
Skala advanced activities of daily living (AADLs) mengacu
kepada kemampuan yang penuh dan lengkap untuk bersosialisasi
dengan masyarakat, dan kegiatan dalam keluarga, mengikuti/
berpartisipasi dalam tugas dan pekerjaan serta berekreasi. Aktivitas
pada AADLs sangatlah bervariasi antar individu satu dengan individu
lainnya tetapi memiliki kemaknaan dalam memantau status fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sebelum berkembang menjadi menjadi ketidak mampuan (disability)
(Iskandar 2006).
Terdapat sejumlah alat atau instrumen ukur yang telah teruji
validitasnya untuk mengukur AKS dasar antara lain indeks AKS
Barthel, indeks Katz. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi defisit
status fungsional dasar dan mencoba memperoleh cara mengatasi dan
memperbaiki status fungsional dasar tersebut. Karena banyaknya
lansia memiliki penyakit kronik dan atau degenerarif yang multipel,
maka skor AKS dasar dan IADLs merupakan prediktor yang lebih kuat
untuk menentukan hasil pelayanan kesehatan dibandingkan dengan
diagnosis medis semata (Iskandar 2006, Setiati et al. 1996).
2.8.5 Macam AKS
Menurut Setiahardja (2005) ada beberapa macam dari AKS ini
antara lain
a) AKS dasar, sering disebut hanya AKS saja, yaitu ketrampilan dasar
yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya, meliputi
berpakaian, makan minum, toiletting, mandi, berhias. Ada juga
yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil
ke dalam kategori AKS dasar ini.
b) AKS instrumental, yaitu AKS yang berhubungan dengan
penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari
seperti menyiapkan makanan, menggunakan telepon, menulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
mengetik, mengelola uang kertas dan koin (menghitung, memberi
kembalian), ada yang memasukkan mengemudi di dalam kategori
AKS instrumental ini (Darmojo 1999).
c) AKS vokasional, yaitu AKS yang berhubungan dengan pekerjaan
atau kegiatan.
d) AKS non vokasional, yaitu AKS yang bersifat rekreasional, hobi
dan mengisi waktu luang.
2.8.6 Cara Pengukuran AKS
AKS mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi
menjadi subkategori atau domain seperi berpakaian, makan, minum,
toiletting, hiegiene pribadi, mandi, berpakainan, berhias, trasfer,
mobilitas, komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental
(Setiahardja, 2005).
Pengukuran kemandirian AKS akan lebih mudah dinilai dan
dievaluasi secara kuantitatif dengan sistim skor yang sudah banyak
dikemukakan oleh berbagai penulis.(Setiahardja 2005).
Indeks Katz menilai 6 item, salah satunya adalah transfer, tetapi
tidak menilai ambulasi, baik berjalan dengan/ tanpa alat bantu atau
dengan kursi roda sehingga kurang terinci (Setiahardja 2005)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2.9 Index Barthel (IB)
Indeks Barhel mengukur kemandirian fungsional dalam hal
perawatan diri dan mobilitas. Setiahardja (2005) mengungkapkan bahwa IB
dapat digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional
bagi lansia yang mengalami gangguan keseimbangan terutama pada lansia
pasca stroke.
Tabel 2.1 Indeks Barthel
Indeks Barthel (IB)
no Item yang dinilai dibantu mandiri
1
2
3
4
5
6
7
8
Makan (bila makanan harus dipotong-potong
dulu (dibantu)
Transfer dari kursi roda ke tempat tidur dan
kembali (termasuk duduk di bed)
Higiene personal (cuci muka, menyisir, bercukur
jenggot, gosok gigi)
Naik dan turun kloset/WC (melepas/memakai
pakaian, cawik, menyiram WC)
Mandi
Berjalan di permukaan datar (atau bila tidak
dapat berjalan, dapat mengayuh kursi roda
sendiri)
Naik dan turun tangga
Berpakaian (termasuk memakai tali sepatu,
5
5-10
0
5
0
10
5
5
10
15
5
10
5
15
10
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
9
10
menutup retslet-ing)
Mengontrol anus
Mengontrol kandung kemih
5
5
10
10
(Hobart JC et al. 2001)
Catatan : Diberikan nilai nol bila pasien tidak dapat melakukan kriteria yang
telah ditentukan.
IB tidak mengukur AKS instrumental, komunikasi dan psikososial. IB
merupakan skala yang dinilai oleh dokter yang diambil dari catatan medik
penderita, pengamatan langsung atau dicatat sendiri oleh lansia yang
bersangkutan. Dapat dikerjakan dalam waktu 10 menit saja. IB versi 10 item
dan mempunyai skor keseluruhan yang berkisar antara 0-100, dengan skor
yang lebih besar menunjukkan lebih mandiri (Setiahardja 2005).
Tabel 2.2 Intepretasi Indeks Barthel
Penulis Nilai score Intepretasi
Granger
0 - 20
21 - 40
41 - 60
61 - 90
91- 100
Dependen Total
Dependen Berat
Dependen Sedang
Dependen Ringan
Mandiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Wartski dan Green menguji 41 pasien dengan interval 3 minggu,
ternyata hasilnya cukup konsisten. Ada 35 pasien yang skornya turun 10 poin.
Collin dkk meneliti konsistensi laporan sendiri dan laporan dari perawat,
didasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan dari perawat dan pemeriksaaan
fisioterapis. Ternyata koefisien konkordansi (kesesuaian) dari Kendall
menunjukkan angka 0,93 yang berarti pengamatan berulang dari orang yang
berbeda akan menghasilkan kesesuaian yang sangat memadai (Setiahardja
2005)
Iskandar (2006) melaporkan kesahihan dari IB ini dengan Spearman
correlation coefficient dan melihat nilai rho (r) masing masing butir. Hasil
yang didapatkan semua butir berhubungan bermakna dengan nilai total
(p<0,001). Semua butir mempunyai nilai r > 0,3. Uji kesahihan eksternal AKS
Barthel dibandingkan AKS Katz dianalisis dengan uji Spearman correlation
coefficient menunjukkan hubungan bermakna (p<0,01), yaitu antara butir dan
nilai total AKS Barthel dengan butir dan nilai total AKS Katz.
2.10 Faktor Yang Mempengaruhi AKS Lansia
Faktor yang mempengaruhi dari kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakan aktifitas sehari-hari pada lansia adalah sebagian berikut
(Iskandar 2006) :
2.10.1 Faktor-faktor dari dalam diri sendiri
a) Umur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kemampuan aktifitas sehari-hari pada lanjut usia dipengaruhi
dengan umur lanjut usia itu sendiri. Semakin tua ketergantungannya
semakin besar. Umur seseorang menunjukkan tanda kemauan dan
kemampuan, ataupun bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidak
mampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari (Potter 2005).
b) Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi
kemampuan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, sebagai contoh
sistem nervous mengumpulkan dan menghantarkan, dan mengelola
informasi dari lingkungan. Sistem muskuloskletal mengkoor-
dinasikan dengan sistem nervous sehingga seseorang dapat merespon
sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada
sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat
mengganggu pemenuhan aktifitas sehari-hari.
c) Fungsi kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan
(Keliat 1995). Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Fungsi
kognitif menunjukkan proses menerima,mengorganisasikan dan
menginter-prestasikan sensor stimulus untuk berfikir dan
menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada
fungsi kognitif yang meliputi perhatian memori, dan kecerdasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Gangguan pada aspek-aspek dari fungsi kognitif dapat mengganggu
dalam berfikir logis dan menghambat kemandirian dalam
melaksanakan aktifitas sehari-hari.
d) Fungsi psikologis
Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang untuk
mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada
suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang komplek
antara perilaku interpersonal dan interpersonal. Kebutuhan
psikologis berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang.
Meskipun seseorang sudah terpenuhi kebutuhan materialnya, tetapi
bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi, maka dapat
mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya,
sehingga kebutuhan psikologi harus terpenuhi agar kehidupan
emosionalnya menjadi stabil.
e) Tingkat stres
Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stresor,
dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu
keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Stres dapat mempunyai efek negatif atau positif pada
kemampuan seseorang dalam memenuhi aktifitas kehidupan sehari-
hari (Miller 1995).
2.10.2 Faktor dari Luar Meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
a) Lingkungan keluarga
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling
disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang
rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan
maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera
dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang konduktif
seperti keluarga.
b) Lingkungan tempat kerja
Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam bekerja,
karena setiaap kali seseorang bekerja maka memasuki situasi
lingkungan tempatnya bekerja. Tempat yang nyaman akan membawa
seseorang mendorong untuk bekerja dengan senang dan giat.
c) Ritme biologi
Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang
mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu mahluk
hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya. Beberapa faktor yang
ikut berperan pada irama sakardia diantaranya faktor lingkungan
seperti hari terang dan gelap. Serta cuaca yang mempengaruhi aktifitas
sehari-hari.
2.11 Logoterapi
Psikoterapi adalah cara pengobatan terhadap masalah
emosional yang dilakukan secara profesional oleh orang yang terlatih
dengan cara mengubah atau menghambat gejala yang ada, mengoreksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan yang
positif dengan tujuan utama agar pasien dapat dewasa (mature),
bahagia (happy) dan mandiri (independence) (Sudiyanto 2007).
Menurut Alvin Godfarb, psikoterapi pada lansia memiliki
tujuan umum yaitu untuk menjadikan keluhan yang minimal,
membantu mereka membuat dan mempertahankan teman dan memiliki
hubungan seksual jika mereka memiliki minat dan kemampuan.
Sedangkan menurut Kaplan dan Sadock (2007) psikoterapi mem-
bantu menghilangkan ketegangan yang berasal dari biologis dan
kultural, mambantu lansia bekerja dan berkativitas dalam batas-batas
status fungsionalnya dan dipengaruhi oleh latihan, aktivitas dan konsep
diri mereka di masa lalu.
2.11.1 Konsep Dasar Logoterapi
Kata logos dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan
juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau
pengobatan. Sekalipun pada awalnya logoterapi merupakan metode
psikoterapi praktis, tetapi kemudian logoterapi meluas dan
mengembangkan filsafat manusia, teori kepribadian, teori
psikopatologi dan metode pengembangan pribadi menuju kualitas
hidup yang bermakna (Bastaman 2007).
Logoterapi yang dipelopori oleh Victor Frankl dikenal sebagai
aliran ketiga psikoterapi dari Viena, dengan demikian logoterapi
disejajarkan dengan psikoanalisis Freud dan psikologi individual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Adler. Logoterapi mulai dikembangkan oleh Frankl pada tahun 1930
karena ketidak puasannya terhadap sudut pandang aliran psikoanalitik
yang lebih mengutamakan dorongan insting untuk memuaskan diri
sebagai dasar psikopatologi dalam penderitaan manusia, demikian juga
dengan sudut pandang Adler yang lebih mengutamakan
psikopatologidari sudut pandang kemampuan sosial manusia dan
keinginan manusia untuk berkuasa sebagai sumber penderitaannya
(Bastaman 2007, Frankl 2006, Guttman 1996, Langle 2003, Lukas
1986).
Victor Emile Frankl atau lebih sering dikenal dengan Victor
Frankl dilahirkan di Wina, ibu kota Austria pada tanggal 26 Maret
1905. Di kota itu pula lahir tokoh-tokoh psikologi seperti Mesmer
(Terapi Hipnosa), Feuchtesleben (Psikologi Kesehatan), Sigmund
Freud (Psikoanalisa), dan Adler (Psiko Individual). Frankl adalah
professor dalam bidang Neurobiologi dan Psikiatri di University of
Vienna Medikal School dan guru luar biasa bidang logoterapi pada U.S
Internasional University.
Logoterapi sebagai suatu teknik psikoterapi menerapkan
pendekatan dari sudut spiritual yang memfasilitasi manusia untuk
menyadari keberadaan dirinya dan makna tujuan hidupnya sehingga
dengan demikian akan membuat manusia mampu untuk bertanggung
jawab dan menghargai situasi hidup yang dihadapinya (Syamsulhadi
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dengan logoterapi, lansia yang menghadapi kesukaran yang
menakutkan atau berada dalam kondisi yang tidak memungkinkannya
beraktivitas dan berkreativitas, dibantu untuk menemukan makna
hidupnya dengan cara bagaimana lansia menghadapi kondisi tersebut
dan bagaimana lansia mengatasi penderitaannya. Dengan cara ini,
lansia dibantu untuk menggunakan kejengkelan dan penderitaannya
sehari-hari sebagai alat untuk menemukan tujuan hidupnya. Peradaban
kita saat ini meyakinkan banyak orang untuk melihat penderitaan
sebagai suatu “ takdir” yang tidak dapat dicegah dan dielakkan. Akan
tetapi logoterapi mengajarkan kepada klien untuk melihat nilai positif
dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga
terhadap penderitaannya. Salah satu teknik yang digunakan dalam
logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk
mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi
kesulitannya. Frankl dalam logoterapinya menyebutkan tiga asumsi
yaitu : kebebasan berkendak, kedua bahwa orang yang dilengkapi
“will to meaning” sejak lahir, yang tidak mengejar kekuasaan atau
kesenangan tetapi untuk menemukan meaning dan tujuan hidupnya
(motivation for living atau kehendak untuk hidup bermakna). Ketiga,
Frankl mempercayai bahwa orang memiliki kebebasan untuk
menemukan personal meaning dalam berbagai situasi (makna hidup),
entah melalui aktivitas, pengalaman atau sikap yang bermakna
(Syamsulhadi, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Lukas (1986), melihat ada dua bagian besar antara individu
yang telah menemukan personal meaning dan individu yang masih
mencari personal meaning. Individu yang belum menemukan personal
meaning dapat dibedakan menjadi dua bagian lagi yaitu individu yang
berhenti dan terperangkap (stuck) dalam pencarian mereka (people in
doubt), dan individu yang masih aktif mencari personal meaning nya.
Sedangkan individu yang telah menemukan personal meaning juga
dibagi dua, yaitu individu yang memiliki sistem nilai piramidal (people
in despair) dan individu yang memiliki sistem nilai paralel.
Kratochil (dalam Lukas 1986) mengungkapkan, individu yang
memiliki sistem nilai piramidal adalah individu yang hanya memiliki
satu nilai besar dalam hidupnya di atas nilai-nilai kehidupannya yang
lain. Sedangkan individu yang memiliki sistem nilai paralel adalah
individu yang memiliki beberapa nilai yang sama-sama kuat dalam
kehidupannya, semua nilai yang dimilikinya sama berartinya.
Kratochvil juga menegaskan bahwa individu yang memiliki sistem
nilai paralel umumnya lebih sehat dan stabil dari pada individu yang
memiliki sistem nilai piramidal. Ada dua alasan yang mendasari
pemikiran Kratochvil ini, yaitu: Individu yang memiliki sistem nilai
paralel lebih mudah menggantikan (replace) nilai miliknya yang
hilang. Misalnya seorang ibu yang berhenti berkarier, masih memiliki
prestasi lain di kegiatan sosial dan kesibukan dalam rumah tangganya.
Sedangkan individu dengan sistem nilai piramidal, konsep keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
hidupnya mudah dikacaukan (shambles). Umumnya individu yang
hanya memegang satu nilai tertinggi cenderung fanatik atau tidak dapat
bertoleransi terhadap suatu situasi kehidupan, misalnya seorang ibu
yang hidup hanya untuk anaknya, sulit untuk memahami perilaku ibu-
ibu lain yang dapat menitipkan anaknya untuk pergi bekerja.
2.11.2 Landasan Filsafat Logoterapi
Menurut Bastaman (2007), setiap aliran dalam psikologi memiliki
landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori dan
penerapnnya. dalam hal ini logoterapi juga memiliki filsafat manusia yang
merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran dan tujuan logoterapi, yaitu
the freedom of will, the will to meaning dan the meaning of life.
a. The Freedom of Will (Kebebasan Berkehendak)
Kebebasan ini sifatnya bukan tak terbatas karena manusia adalah
mahkluk serba terbatas. Manusia sekalipun dianggap sebagai mahkluk
yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki
juga keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial
budaya.
b. The Will to Meaning (Hasrat untuk Hidup Bermakna)
Setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang bermartabat
dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat
sekitar dan berharga di mata tuhan. Keinginan untuk hidup bermakna
memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia. Hasrat
inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kegiatan seperti kegiatan bekerja dan bekerja agar hidupnya dirasakan
berarti dan berharga.
c. The Meaning of Life (Makna Hidup)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan
berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal
ini berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan
perasaan bahagia (happiness).
Frankl menjelaskan bahwa makna hidup bisa berbeda antara manusia
yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap
jam. Karena itu yang penting bukan makna hidup secara umum
melainkan, makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat
tertentu.
Sesuai dengan ajaran logoterapi, Frankl berpendapat bahwa
manusia dapat memperoleh makna hidup yang bersumber dari :
a Nilai nilai kreatif (creative values), yaitu berkarya, bekerja,
mencipta dan melaksanakan satu kegiatan dengan baik karena
mencintai kegiatan itu.
b Nilai-nilai penghayatan (experiental values) yaitu meyakini dan
menghayati kebenaran, keyakinan, keindahan, cinta kasih dan
keimanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c Nilai-nilai bersikap (attitudinal values), yaitu mengambil sikap
tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan.
Apabila seseorang tidak lagi dapat menemukan makna
hidupnya dari kreativitas atau kegiatan yang dilakukan (ceative value)
dan pengalaman hidup tidak lagi memberi makna (experiental
values), Frankl berpendapat bahwa seseorang masih dapat
menemukan makna hidup dengan cara “mengatasi penderitaannya”
(attitudinal values).
Attitudinal values inilah yang merupakan ajaran mendasar dari
Frankl dalam logoterapi, yaitu melihat makna positif dari satu
penderitaan. Logoterapis mendorong klien untuk melihat sisi baik dari
suatu penderitaan dengan cara menerima penderitaan tersebut.
Dengan demikian, akan memungkinkan klien untuk merealisasikan
makna hidup yang tertinggi dan terbaik. Jadi, inti dari ajaran
logoterapi adalah semua orang mendapat kesempatan untuk
merealisasikan “attitudinal values”, yaitu menemukan makna hidup
dengan menghadapi penderitaan sampai nafas terakhir (Bastaman
2007, Boeree 2006, Guttman 1996, Langle 2003, Lukas 1986).
Dalam logoterapi lansia dibantu untuk menemukan nilai-nilai
baru dan mengembangkan filosofi konstruktif dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, seseorang logoterapis tidaklah mengobati gejala-
gejala yang tampak pada pasien atau klien secara langsung, akan
tetapi mengadakan perubahan sikap neurotik klien terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Klien bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan logoterapis
memberikan dorongan untuk memilih, mencari dan menemukan
sendiri makna konkrit dari eksistensi pribadinya. Seorang logoterapis
membantu klien untuk menyusun 3 macam nilai yang akan memberi
arti pada eksistensi, yaitu: creative values, experiental values, dan
attitudinal values. Dalam proses terapi, klien diperlihatkan bagaimana
membuat hidup menjadi penuh arti dengan “ the experience of love”.
Pengalaman ini akan membuatnya mampu menikmati ketulusan,
keindahan dan kebaikan dan mampu mengerti akan manusia dengan
keunikan-keunikan pribadinya. Dengan demikian, diharapkan klien
dapat melihat bahwa penderitaan mungkin sangat berguna untuk
membantunya dalam mengubah sikap hidup, misalnya situasi yang
tidak dapat diperbaiki yang disebut oleh Frankl sebagai “ takdir”
mungkin harus diterima (Syamsulhadi 2009).
2.11.3 Tiga Asas Utama Logoterapi
Bastaman (2007) mengemukakan dalam logoterapi terkandung asas-asas
yang telah teruji kebenarannya oleh penemunya sendiri dalam
“laboratorium hidup” kamp konsentrasi, yaitu
a Hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam
kepedihan dan penderitaan sekalipun. Makna adalah suatu yang
dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang sehingga layak menjadi tujuan hidup.
Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna dan ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
menemukannya. Apabila makna hidup berhasil ditemukan dan
dipenuhi maka akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka
yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan
kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari
keputusasaan.
b Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk
menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-
sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya
pada pekerjaan dan karya bakti yang dilakukan, serta dalam keyakinan
terhadap harapan dan kebenaran, serta penghayatan atas keindahan,
iman, dan cinta kasih.
c Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap
penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang
menimpa dirinya dan lingkungannya
Menurut Bastaman (2007) ketiga asas itu tercakup dalam ajaran
logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagaimana
berikut :
a. Dalam setiap keadaan termasuk dalam penderitaan seperti apapun,
kehidupan selalu mempunyai makna.
b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap
orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung
jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan
tujuan hidupnya.
d. Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai
kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (Creative value), nilai-nilai
penghayatan (experentiale value), nilai-nilai bersikap (Attitudinal
value).
Eksistensi manusia menurut logoterapi ditandai oleh kerohanian
(spirituality), Kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility),
Selain asas-asas dan ajaran tersebut, logoterapi sebagai teori kepribadian
dan terapi praktikal memiliki tujuan agar setiap pribadi :
a. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara
universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, agama, dan keyakinan
yang dianut.
b. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan,
terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
c. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari
penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala,
dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup
yang lebih bermakna.
Hal ini berarti manusia memiliki sumber daya rohaniah yang luhur
di atas kesadaran akal, memiliki kebebasan untuk melakukan hal-hal
terbaik bagi dirinya, dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
tindakannya. Kerohanian dalam logoterapi merupakan sumber dari potensi
sifat, kemampuan, dan kualitas khas manusia (human qualities), seperti
hasrat untuk hidup bermakna, kreativitas, keimanan, religiusitas, intuisi
dan cinta kasih. Aspek kerohanian yang merupakan dimensi spiritual ini
dalam logoterapi mendapatkan tempat utama dan dikenal sebagai “Nốốs”.
Salah satu konsep utama Viktor Frankl adalah konsep suara hati (hati
nurani), dia melihat hati nurani sebagai suatu bagian alam bawah sadar
spirit (jiwa/semangat), yang berbeda dari alam bawah sadar insting
(konsep Freud) sebagai pusat diri dan sumber kesatuan diri manusia.
Manusia yang kehilangan makna hidupnya berarti nốốs dalam dirinya
sedang tertutup sehingga berbagai macam kekecewaan dan penderitaan
akan dirasakannya sangat berat yang akhirnya menimbulkan penderitaan
pada dirinya dalam berbagai bentuk gangguan jiwa maupun gangguan
somatik.
Frankl mengatakan “menjadi manusia adalah dengan bertanggung
jawab terhadap keberadaan diri, intuisi hati nurani dan pribadi yang lebih
tinggi.” Merujuk pada pribadi sesungguhnya dalam situasi nyata dan tidak
dapat disederhanakan dalam hukum yang universal. Jiwa itu harus hidup.
Frankl merujuk kesadaran sebagai suatu refleksi awal pengertian diri atau
sebagai kebijaksanaan dari hati nurani, yang lebih sensitif dari segala
alasan yang dapat dirasakan, jika kesadaran akan diri dapat dibangkitkan
maka hal ini akan memberikan makna dalam kehidupan yang dapat
menghilangkan segala penderitaan dan gangguan pada jiwa maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
gangguan somatik yang timbul akibat kehampaan nốốs (Bastaman 2007,
Frankl 2006).
2.11.4 Teknik Logoterapi
Teknik logoterapi berada dalam bentuk logophilosophy (Kirchbach
2002) dan kesadaran terhadap nilai (Hutzell dan Jerkins 1990). Namun
pada dasarnya seluruh teknik logoterapi berdasarkan personal eksistensial
analisis yang terdiri dari :
a. Teknik Paradoksikal Intention
Teknik yang berdasarkan konsep kebebasan berkeinginan
(freedom of will). teknik ini menggunakan kemampuan manusia dalam
mengambil keputusan dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri
yang memungkinkan ia membangun suatu pola perilaku terutama
dimana ia dapat meilhat dirinya.
Teknik Intens Paradoksikal pada dasarnya memanfaatkan
kemampuan mengambil jarak (self detachment) dan kemampuan
mengambil sikap (to take a stand) terhadap kondisi diri sendiri dan
lingkungan. Teknik ini juga memanfaatkan salah satu kualitas khas
manusia lainnya, yaitu rasa humor (sense of humor), khususnya humor
terhadap diri sendiri. Dalam penerapannya teknik ini membantu pasien
untuk menyadari pola keluhannya, mengambil jarak atas keluhannya
itu serta menanggapinya secara humoristis. Pemanfaatan rasa humor
ini diharapkan dapat membantu pasien untuk tidak lagi memandang
gangguan-gangguannya sebagai sesuatu yang berat mencekam, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
berubah menjadi sesuatu yang ringan dan bahkan lucu (Bastaman
2007). Teknik Paradoxical Intention memiliki keterbatasan, yaitu sulit
dilakukan bagi lansia yang kurang memilki rasa humor. Selain itu,
teknik ini memiliki kontra indikasi dengan kasus depresi dengan
kecenderungan bunuh diri.
b Dereflection
Teknik yang berdasarkan konsep keinginan kepada makna (the
will to meaning) dan kemapuan transendensi diri (self transendens).
Dalam transendensi diri ini seseorang berupaya untuk keluar dan
membebaskan diri dari kondisinya, lalu tidak mengacuhkan lagi kondisi
itu. Selanjutnya lebih mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal lain
yang lebih positif dan berguna baginya.
Dengan lain kata tehnik ini memanfaatkan kemampuan
transendensi diri (self- transcendence) yang ada pada setiap manusia
dewasa. Artinya kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak
memerhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih
mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat.
Dengan berusaha mengabaikan keluhannya dan memandangnya secara
ringan, kemudian mengalihkan perhatian kepada hal-hal bemanfaat,
gejala hyper intention dan hyper reflection menghilang. Selain itu, akan
terjadi perubahan sikap, yaitu dari yang semula terlalu memerhatikan diri
sendiri (self concerned) menjadi komitmen terhadap sesuatu yang
penting baginya (self commitment) (Bastaman 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
c. Medical Ministry
Dalam kehidupan sering ditemukan berbagai pengalaman tragis
yang tak dapat dihindarkan lagi, sekalipun upaya-upaya penanggulangan
telah dilakukan secara maksimal, tetapi tak berhasil. Untuk itu,
logoterapi mengarahkan penderita untuk berusaha mengembangkan
sikap (attitude) yang tepat dan positif terhadap kondisi tragis tersebut.
Metode ini merupakan metode logoterapi yang semula diterapkan di
kalangan medis, khususnya gangguan-gangguan somatogenik (misalnya
depresi pasca amputasi). Namun selanjutnya, metode digunakan pula
oleh para profesional lain dalam mengatasi berbagai kasus tragis
nonmedis (misalnya PHK, perceraian). Pendekatan ini memanfaatkan
kemampuan untuk mengambil sikap (to take a stand) terhadap kondisi
diri dan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Medical ministry
merupakan realisasi dari nilai-nilai bersikap (attitudinal values) sebagai
salah satu sumber makna hidup. Tujuan utama metode medical ministry
membantu seseorang menemukan makna dari penderitaannya : meaning
in suffering (Bastaman 2007).
d. Existential Analysis/Logoterapi
Dengan metode ini terapis membantu penderita neurosis
noogenik dan mereka yang mengalami kehampaan hidup untuk
menemukan sendiri makna hidupnya dan mampu menetapkan tujuan
hidup secara lebih jelas. Makna hidup ini harus mereka temukan sendiri
dan tak dapat ditentukan oleh siapa pun, termasuk oleh logoterapis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Fungsi logoterapis hanya sekadar membantu membuka cakrawala
pandangan para penderita terhadap berbagai nilai sebagai sumber makna
hidup, yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap. Di
samping itu, logoterapi menyadarkan mereka terhadap tanggung jawab
pribadi untuk keluar dari kondisi kehampaan hidup. Dalam proses
penemuan makna hidup ini para konselor/ terapis lebih berperan sebagai
”rekan yang turut berperan serta” (the participating partner) yang sedikit
demi sedikit menarik keterlibatannya bila pasien sudah mulai menyadari
dan menemukan makna hidupnya (Bastaman 2007).
Elisabeth Lukas (1986) logoterapis yang terkenal dari Jerman
menjabarkan pendekatan ini atas empat tahap:
a. Mengambil jarak atas simptom (distance from symptoms)
Membantu menyadarkan pasien bahwa simptom sama sekali tidak
identik dan ”mewakili” dirinya, tetapi semata-mata merupakan kondisi
yang ”dimiliki” dan benar-benar dapat dikendalikan.
b. Modifikasi sikap (modification of attitude).
Membantu pasien mendapatkan pandangan baru atas diri sendiri dan
kondisinya, kemudian menentukan sikap baru dalam menentukan arah
dan tujuan hidupnya.
c. Pengurangan simptom (reducing symptoms).
Merupakan upaya menerapkan teknik-teknik logoterapi untuk
menghilangkan sama sekali simptom atau sekurang-kurangnya
mengurangi dan mengendalikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
d. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning).
Adalah membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang
secara potensial ada dalam kehidupan pasien. Dalam hal ini, fungsi
terapis sekadar membantu memperdalam, memperluas nilai-nilai itu, dan
menjabarkannya menjadi tujuan yang lebih konkrit (Bastaman 2007,
Gutmann 1996).
Victor Frankl berpendapat bahwa dalam menghadapi kehidupan
lanjut usia berdasarkan pengalamannya selama di kamp konsentrasi
adalah orang yang mempunyai alasan untuk hidup / kehidupan dapat
bertahan dalam berbagai keadaan / penderitaan. Frankl melihat bahwa
orang yang mempunyai harapan untuk berkumpul kembali dengan
keluarga/orang yang dikasihinya, atau mempunyai rencana yang harus
mereka selesaikan, atau mempunyai kepasrahan yang besar, cenderung
untuk mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk hidup
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai harapan lagi dalam
dirinya (Bastaman 2007).
Prinsip utama yang terdapat dalam logoterapi mengenai makna
hidup dan pengembangan spiritual pada individu ini sesuai untuk
diterapkan pada pasien-pasien lanjut usia yang mengalami gangguan
psikosomatik (Bastaman 2007).
Logoterapi tidak hanya mengemukakan asas-asas dan filsafat
manusia yang bercorak humanistik eksistensial, tetapi juga
mengembangkan metode dan teknik-teknik terapi untuk mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
gangguan-gangguan neurosis somatogenik, neurosis psikogenik, dan
neurosis noogenik. Untuk neurosis somatogenik, yakni gangguan-
gangguan perasaan yang berkaitan dengan hendaya ragawi, logoterapi
mengembangkan metode Medical Ministry, sedangkan untuk neurosis
psikogenik yang bersumber dari hambatan-hambatan emosional
dikembangkan teknik Paradoxical Intention dan Dereflection.
Selanjutnya untuk neurosis noogenik yakni gangguan neurosis yang
disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna, logoterapi
mengembangkan Existential Analysis/logoterapi. Ini bukan panacea,
karena metode-metode ini hanyalah jabaran dari pandangan logoterapi
yang mengakui kepribadian manusia sebagai totalitas raga-jiwa-rohani
(bio-psychosociocultural-spiritual) dan logoterapi memfungsikan potensi
berbagai kualitas insani untuk mengembangkan metode dan teknik-
teknik terapi. Tentu saja logoterapi tidak menggantikan metode
psikoterapi yang sudah ada, tetapi dapat diamalkan bersama metode
terapi lainnya seperti hipnosis, relaksasi, terapi kognitif, terapi perilaku,
dan obat-obatan (Bastaman 2007).
Penerapan metode logoterapi pada lanjut usia yang mengalami
gangguan somatik atau hipertensi, terutama ditujukan untuk membantu
para lanjut usia yang mengalami kehilangan makna hidup dan
menurunnya kualitas hidup. Kehilangan makna hidup akibat merasa
hilangnya integritas diri yang mengakibatkan terjadinya neurosis
somatogenik, neurosis psikogenik dan neurosis noogenik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2.12 Psikobiologi
Untuk menjelaskan bahwa psikoterapi khususnya logoterapi dapat
menurunkan depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari,
maka perlu disampaikan kerangka konseptual perubahan somatik dan
afektif dihubungkan dengan psikoterapi logoterapi yaitu:
a. Pasien Yang Tidak Diberikan Psikoterapi
Suatu stresor merupakan impuls “emergency” yang berjalan ke
dalam jalur sensorik menuju thalamus. Sinyal tersebut sedianya
menuju Korteks sensorik, tetapi sebagian besar sinyal tersebut dibajak
dan dibelokkan menuju amigdala, hanya sebagian kecil saja yang terus
menuju korteks sensoris untuk proses kognitif, kemudian berlanjut ke
korteks transisional untuk proses kognitif berikutnya (Mulyata 2005).
Amigdala sebagai pusat yang terlibat dalam perubahan emosi, karena
sinyal yang datang bersifat darurat, Amigdala belum siap dan
mengirim sinyal ke Hipotalamus, terutama ke Nukleus
Paraventrikularis. Nukleus Hipotalami tersebut merespon sinyal
darurat dengan melepas CRF yang juga bersifat darurat, selanjutnya
sinyal tersebut mengaktifkan Hipofisa dan Sistim Saraf Otonom
(Kaplan dan Sadock 2005).
b. Pasien Yang Diberikan Psikoterapi
Sinyal kognitif berjalan ke otak melewati jalur sensorik,
auditorik dan visual. Sinyal ini sifatnya tidak darurat, sesudah
mencapai thalamus kemudian ke korteks sensoris tanpa mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pembajakan, terus berlanjut ke korteks transisional untuk proses
kontrol kognitif. Sesudah proses di korteks selesai, selanjutnya sinyal
tersebut diproyeksikan ke Hippokampus untuk disimpan sebagai
memori, selain itu sinyal tersebut juga diproyeksikan ke Amigdala
serta organ lain yang terkait untuk diekspresikan ke luar. Sinyal
kognitif tersebut memiliki kemampuan untuk menghentikan arus
pembajakan sinyal darurat dari korteks menuju Amigdala dan dari
Amigdala menuju Hipotalamus. Dengan demikian sinyal yang berasal
dari pemberian psikoterapi sesudah mencapai korteks untuk proses
kognisi, saat diproyeksikan ke Hipokampus dan ke Amigdala sudah
merupakan sinyal yang tertata baik, sedangkan sinyal darurat sudah
terhambat dan hilang (Mulyata 2005),
c. Mekanisme Coping
Pada umumnya metode penurunan gejala depresi yang
menggunakan teknik pendekatan psikologis, bekerjanya dengan cara
meningkatkan daya coping pasien terhadap stresor. Daya coping sudah
terbentuk sejak masa kanak-kanak, tetapi daya coping juga dapat
dibentuk dan dikembangkan dengan cara pendidikan dan latihan, yang
mana akan dihasilkan perubahan persepsi terhadap stres (Mulyata
2005).
d. Patofisiologi
Impuls stres yang terus-menerus berjalan ke atas menuju
thalamus direspon dengan melepas CRF dari Hipotalamus, selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
terjadi respon lewat aksis HPA dan Aksis SAM. Respon lewat aksis
HPA melepas Kortisol, sedangkan respon yang lewat aksis SAM
melepas Katekolamin. Sinyal darurat dari CRF akan memacu pituitaria
untuk melepas ACTH. ACTH masuk ke dalam sirkulasi darah, sampai
di Adrenal mengaktifkan serabut preganglioner simpatis menuju
Adrenal dan ganti neuron di Medulla Adrenal, melepas Katekolamin
yang kadarnya tinggi dan bersifat darurat, selanjutnya katekolamin
masuk ke dalam sirkulasi darah mengalir ke seluruh tubuh.
Sementara itu kortisol yang juga bersifat darurat, kadarnya jauh
di atas normal, mensupresi sistem imun menjadi kurang aktif yang
berakibat melemahnya ketahanan imunologis serta menyebabkan
proses penyembuhan menjadi terhambat atau memanjang (Mulyata,
2005). Sebagian respon pada stres termasuk glukokortikoid dapat
menginhibisi fungsi imun, yang terjadi melalui aksis HPA. CRF dapat
merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang berada
di lokus seroleus dengan aktivasi sistem simpatetik sentral maupun
perifer dan meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal.
Selain itu terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang
merupakan sinap target sel imun. Jadi ketika terdapat stresor yang
dalam hal ini terjadi juga dapat mengaktivasi imun, termasuk
pelepasan faktor humoral – immune (sitokin). Sitokin ini dapat
melepaskan CRF yang dapat meningkatkan efek glukokortikoid
(Kaplan and Sadock 2007). Logoterapi akan diterima oleh thalamus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
yang kemudian diteruskan ke system limbic (serotonin, norepineprin
dan GABA) akan mempengaruhi hipothalamus untuk menstabilkan
pengeluaran CRF yang berlebihan, sehingga pengeluaran ACTH dari
glandula pituitary anterior stabil. Selanjutnya aktivitas kortek adrenal
menjadi normal dan produksi kortisol stabil.
Psikoterapi berperan dalam mengurangi stres dan dalam suatu
penelitian meta-analisis terbukti meningkatkan kualitas hidup (Kaplan
and Sadock 2007). Logoterapi adalah salah satu bentuk psikoterapi
yang dapat mengurangi stres dengan mempengaruhi korteks sensoris.
2.13 Psikoneuroimunologi
Menurut Kemeny dan Gruenewald tahun 1999, psikoneuroimunologi
adalah bidang ilmu yang menyelidiki rangkaian antara otak, perilaku, dan
sistem imun dan implikasinya untuk kesehatan fisik dan penyakit. Bukti
terbaru menunjukkan bahwa stresor alamiah dan percobaan laboratorium,
dapat merubah fungsi dan jumlah sistem imun manusia. Karena terdapat
perbedaan individual yang besar dalam respon psikologis terhadap stres,
adalah penting untuk mempertimbangkan peranan respon kognitif dan
afektif terhadap stres. Depresi telah dihubungkan dengan pengurangan
fungsi imun dan overaktivasi imun. Keadaan kognitif telah dihubungkan
dengan parameter imun dan kesehatan pada beberapa penelitian, tetapi
sangat sedikit penelitian klinis terkontrol yang dilakukan untuk menentukan
apakah intervensi psikososial bisa berpengaruh kuat pada sistem imun dan
progresi dari kondisi medis (Kemeny dan Gruenewald 1999). Terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
interaksi bidirectional antara sistem saraf pusat dengan sistem imun dan
sesuai dengan korelasi anatomi dan fisiologis mereka. Selain itu sejumlah
penemuan imunologis dihubungkan dengan stres eksogen, gangguan
depresif dan skizofrenia (Kaschka, 1996). Terdapat data yang mendukung
hipotesis bahwa karakteristik individual dengan jenis afektif yang negatif
mendapatkan respon imun mereka dengan buruk dan kemungkinan dalam
risiko lebih sakit dibandingkan yang dengan jenis afektif positif (Kaplan
and Sadock 2007).
Di samping itu terdapat bukti hubungan antara kekurangan
glukokortikoid dan aktivasi imun. Sitokin proinflamasi tampaknya
menginduksi suatu sindrom “sickness behavior”. Sindrom ini, mencakup
anhedonia, anoreksia, fatique, perubahan tidur, dan disfungsi kognitif,
mempunyai banyak ciri-ciri yang tumpang-tindih dengan gangguan fisik
dan gangguan neuropsikiatrik terkait-stres, termasuk depresi berat, chronic
fatigue syndrome, fibromyalgia, dan PTSD. Pasien dengan chronic fatigue
syndrome dan fibromyalgia juga menunjukkan aktivasi imun, seperti
dibuktikan melalui peningkatan konsentrasi plasma dari reactants fase akut
dan peningkatan konsentrasi plasma dan/atau produksi sel mononuclear
darah perifer, dari sitokin proinflamasi, termasuk IL-6, TNF-α dan IL-1.
Sitokin dan reseptornya ditemukan dalam regio otak yang secara sentral
terlibat dalam mediasi emosi dan perilaku, seperti hipotalamus dan
hipokampus. Penghambatan sitokin ini menunjukkan pengurangan atau
penghilangan gejala perilaku sakit setelah infeksi atau pemberian sitokin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pada percobaan binatang. Relevan dengan patofisiologi perubahan perilaku
pada gangguan terkait stres adalah penemuan bahwa sitokin proinflamasi
adalah stimulator CRH yang poten pada regio otak multipel dan bahwa
mereka mempengaruhi turnover neurotransmiter monoamin di hipotalamus
dan hipokampus (Raison and Miller 2003).
Terdapat beberapa fenomena di mana terjadi saling mengatur antara
sistem imun dan sistem saraf pusat. Interaksi antara sistem saraf aksis HPA
dan komponen innate serta sistem imun adaptif memegang peranan dalam
regulasi inflamasi dan imunitas. Glukokortikoid menghambat sintesis
sitokin dan mediator inflamasi, kemudian membentuk suatu negative
feedback loop. Sitokin juga bisa bekerja secara langsung di otak untuk
mengaktivasi aksis HPA. Disregulasi dari neuroendocrine loop oleh
hiperaktivitas atau hipoaktivitas aksis HPA menyebabkan perubahan
sistemik dalam inflamasi dan imunitas. Nyeri fisik, trauma emosional dan
pembatasan kalori juga mengaktivasi aksis HPA dan menyebabkan
imunosupresi, sebaliknya penurunan aktivitas dari aksis tersebut dan
rendahnya derajat glukokortikoid meningkatkan kerentanan terhadap
inflamasi dan keparahan inflamasi (Rhen and Cidlowski 2005).
Sitokin mempunyai peranan sentral dalam pengaturan respon imun
yang menggambarkan dua bentuk komunikasi neuroimun, imunomodulasi
oleh stres psikologis dan pengkondisian perilaku dari respon imun. Peranan
sitokin pada endokrin dan efek perilaku fase akut, mempunyai efek dalam
fungsi sistem saraf pusat. Efek psikologis stres digambarkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
immunosuppressing dan immunoenhancing. Di antara mereka, immuno-
suppressing yang relevan salah satunya adalah reduksi derajat dan
immunoenhancing IL-1, IL-2, dan IFN-gamma. Sebaliknya, beberapa dari
efek proinflamasi dari stres adalah dimediasi oleh peningkatan derajat IL-6,
IL-2, dan TNF dimediasi oleh neurotransmitter Substance P. Peranan yang
mungkin untuk IL-1 dan IFN-beta sebagai messenger yang mungkin dalam
pengaturan imun melalui pengkondisian perilaku telah diusulkan. Sitokin
proinflamasi selanjutnya bisa mengaktivasi HPA aksis dan menginduksi
perilaku sakit selama respon fase akut, selama sistem saraf parasimpatis
berlaku sebagai jalur untuk deteksi mereka melalui sistem saraf pusat.
Terdapat temuan terbaru dalam pengaturan ekspresi sitokin oleh
neurotransmitter dari sistem saraf simpatis (epinefrin dan norepinefrin),
merupakan kunci seluruh mekanisme komunikasi otak-imun ini (Espinosa
dan Bermudez-Rattoni 2001).
Peranan psikoterapi di sini adalah dapat “membangkitkan” sistem
imun. Hasil riset psikoneuroimunologi bermakna khususnya untuk
pengobatan psikosomatik karena mereka menjelaskan dalam suatu jalur
sistemik pengamatan klinis awal dan penelitian ilmiah mengenai pengaruh
stres pada kondisi kesehatan (Mausch, 2002). Keuntungan dari pendekatan
psikoterapi secara murni adalah menghindari interaksi obat atau efek
samping obat terhadap masalah fisik (Sadock dan Sadock 2003).
Psikoterapi spesifik seperti pemecahan masalah, CBT atau
interpersonal therapy termasuk logoterapi dapat digunakan sebagai terapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
alternatif atau terapi ajuvan pada pasien bermasalah fisik yang disertai
depresi ringan. Pengetahuan akan gejala fisik secara teori akan sangat
membantu (Lenze dan Dew 2002, Sadock dan Sadock 2003). Yusefi et al.
(2006) melaporkan bahwa CBT yang dilakukan pada 56 pasien penyakit
jantung koroner dengan gangguan cemas di Isfahan, Iran, (sebanyak 8 sesi,
tiap sesi selama 2 jam) menurunkan kecemasan dan memperbaiki kualitas
hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan keefektifan CBT dalam
menurunkan kecemasan baik yang manifes maupun tersembunyi dan
memperbaiki kualitas hidup, emosional, fisik dan fungsi sosial pada pasien
penyakit jantung koroner (Yusefi et al. 2006).
Penelitian sebelumnya tentang hubungan efek-dosis pada
psikoterapi menunjukkan bahwa manfaat terapiutik terjadi pada awal
pengobatan. Sekitar 25% dari pasien diperkirakan membaik setelah 1 sesi,
dan 50% membaik dalam 8 sesi. Lima-puluh-lima pasien di klinik rawat
jalan dimonitor sesi demi sesi untuk bukti perubahan yang bermakna secara
klinis. Hasil menunjukkan hanya 22% pasien “pulih” (sesuai definisi
penelitian ini) setelah 8 sesi, dengan pemulihan paling awal adalah setelah
2 sesi (Kadera et al. 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
B. Kerangka Berpikir
Masalah Kemunduran Fisik
Lanjut usia
Masalah Penurunan Aspek Medik
Masalah : Kesepian Keterasingan Rasa Tidak Berguna
Makna Hidup ↓ DEPRESI ↑
AKS↓
LOGOTERAPI · Nilai kreativitas · Nilai Penghayatan · Nilai Bersikap
Mekanisme Coping↑
Makna Hidup ↑
DEPRESI ↓ AKS ↑
Penyesuaian diri terhadap masalah fisik dan psikis membaik
-Derefleksion
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
C. Hipotesis
Logoterapi berpengaruh menurunkan derajat depresi dan meningkatkan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental yaitu
randomized control trial pre and post test design yang ditujukan untuk
mengetahui hasil uji akhir dengan mengendalikan hasil uji awal sebagai cara
mengendalikan kovariabel (Pratiknya, 2003).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta dari
tanggal 30 Juli 2011 sampai 30 September 2011
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda Dharma
Bhakti Surakarta dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
D. Teknik Penetapan Sampel
Adalah purposive sampling, artinya dilakukan pengambilan sampel
dengan memilih subjek yang keterwakilannya sudah ditentukan berdasarkan
kriteria inklusi (Budiarto, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
E. Besar Sampel
Untuk perhitungan besar sampel digunakan paired minimum dengan
perbedaan kemaknaan berdasarkan perbedaan mean, ditentukan berdasarkan
rumus (Arjatmo dan Sumedi, 2001):
� = 族(柠判嫩柠叛).虐聘 祖Ƽ
Keterangan:
Zα : batas atas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan
Zβ : batas bawah nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas
kemaknaan
s : standar deviasi perkiraan perbedaan = 3.5
d : mean deviasi perbedaan
Maka jumlah sampel adalah:
� = 族(囊,Ǘú嫩难,�ĖƼ)诺脑.闹脑 祖Ƽ = 10,4
Dibulatkan menjadi 11 orang tiap kelompok + 1(sebagai antisipasi drop out),
total sampel minimum adalah 11 + 1 = 12 subjek penelitian.
Batas penolakan kemaknaan sebesar 0.05 atau 5%. Pada penelitian ini
perbedaan rerata (d) skor GDS sebelum dan sesudah Logoterapi adalah 3 (secara
klinis dikatakan bermakna). Simpang baku perbedaan skor GDS berdasarkan
penelitian efek reminiscence therapy pada depresi lanjut usia sebesar 3.
Diperkirakan simpang baku dengan Logoterapi sebesar 3,5 (Sutejo 2009)
Dari tabel distribusi normal diperoleh nilai konversi batas penolakan 0.05
atau 5% adalah 1.96 sebagai batas bawah dan 0.842 sebagai batas atasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
F. Kriteria Inklusi
1. Lanjut usia di tinggal di panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta
2. Umur 60 tahun ke atas.
3. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan sebagai
peserta penelitian.
5. Pendidikan minimal tamat SD dan yang sederajad
6. Skore MMSE > 24
G. Kriteria Eksklusi
1. Mengalami gangguan mental berat (psikotik) dan dementia, yang penilaiannya
dengan metode wawancara dan MMSE
2. Mengalami gangguan pendengaran sehingga mengganggu komunikasi verbal.
3. Mengalami penyakit fisik berat.
4. Mendapatkan obat anti depresan secara teratur.
5. Skor L-MMPI tidak > 10. Instrumen ini diisi sendiri oleh subjek. Skala ini
adalah untuk mengungkapkan kecenderungan kebohongan subjek penelitian.
Nilai batasnya adalah jawaban 'tidak' lebih dari 10 (Sudiyanto, 2003).
H. Identifikasi variabel
1. Variabel bebas adalah: Perlakuan Logoterapi.
2. Variabel tergantung adalah: Skor GDS dan Barthel Index
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
3. Variabel luar yang mempengaruhi hasil penelitian adalah: faktor jenis
kelamin, pendidikan, komorbiditas dengan gangguan psikiatrik, penggunaan
farmakologik dan stresor psikososial.
I. Definisi Operasional Variabel
Logoterapi: Logoterapi dengan penerapan teknik Appealing teknik
(derefleksion) pada kelompok perlakuan selama 45 menit setiap kali pertemuan, 1
kali seminggu sebanyak 6 kali pertemuan.
Depresi: Skor GDS (Geriatric Depression Scale) versi pendek dengan 15
pertanyaan.
Skor < 5 : Tidak depresi.
Skor ≥ 5 : Depresi.
Tingkat Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS): diukur berdasarkan skor
Index Barthel versi Indonesia yang telah divalidasi
Ketergantungan : ≤ 90
Mandiri :>90
Lanjut usia: Lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas ( Undang-undang No:13 tahun 1998)
Panti Wreda :Panti Wreda adalah tempat dimana berkumpulnya orang – orang
lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga
untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini dikelola oleh pemerintah
maupun pihak swasta, dan sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
dan memelihara setiap warga negaranya (UU No.12 Tahun 1996 Direktorat
Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).
J. Instrumen penelitian.
1. Isian data pribadi.
2. Barthel Indeks yang telah divalidasi
3. MMSE
4. GDS (Geriatric Depresion Scale ) versi pendek ( 15 pertanyaan)
5. L-MMPI
6. Check list Logoterapi
7. Panduan pelaksanaan Logoterapi
K. Cara Kerja
1) Peneliti mengumpulkan responden yang sesuai dengan kriteria sampling yang
ditentukan.
2) Peneliti mendampingi dan memandu responden dalam mengisi data pribadi
dan persetujuan penelitian.
3) Dilakukan penilaian dengan L-MMPI dan MMSE
4) Pembagian kelompok perlakuan dan kontrol secara randomisasi/acak
sederhana oleh petugas khusus, tanpa didampingi peneliti
5) Dilakukan pretes GDS dan Barthel Indeks pada kedua kelompok
6) Kelompok perlakuan diberi logoterapi selama 45 menit setiap kali pertemuan,
satu kali seminggu sebanyak 6 sesi terapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
7) Di akhir penelitian dilakukan post tes dengan GDS dan Barthel Indeks pada
kedua kelompok.
8) Membandingkan hasil dan menganalisis data yang diperoleh secara statistik.
L. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis menggunakan program
SPSS versi 17.0 . Untuk membandingkan skor GDS dan Barthel indeks antara pre
dan post Logoterapi menggunakan uji T. Untuk menilai signifikansi hubungan
variabel dengan tingkat kemaknaan 5% (Sastroasmoro dan Ismail, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
M. Kerangka Kerja Penelitian
POPULASI
GDS
Randomisasi
KELOMPOK
PERLAKUAN
KELOMPOK
KONTROL
PRE TEST: Barthel Indeks
PRE TEST: Barthel Indeks
Logoterapi
ANALISIS STATISTIK
POST TEST : GDS + Barthel Indeks
POST TEST : GDS+ Barthel Indeks
KRITERIA INKLUSI/ EKSKLUSI
SUBJEK (Diambil 24 subjek)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta mulai Juli
2011- September 2011. Sampel diambil secara purposive sampling, yaitu
dilakukan pengambilan sampel dengan memilih subjek yang keterwakilannya
sudah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi. Didapatkan 24 sampel yang
memenuhi syarat, kemudian dilakukan pembagian kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan secara acak sederhana, didapatkan 12 subjek sebagai
kelompok perlakuan dan 12 subjek sebagai kelompok kontrol. Tidak didapatkan
pasien yang mengundurkan diri selama sesi terapi baik pada kelompok perlakuan
maupun kelompok kontrol.
Tabel 4.1. Deskripsi Karakteristik Data Menurut Kelompok Berdasarkan,
Lama Tinggal.
Variabel Kelompok N Mean SD t p
Umur
Lama Tinggal
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
12
12
12
12
69,50
69,50
2,38
2,54
3,00
4,36
0,93
1,01
0,00
-0,42
1,00
0,68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 4.2. Deskripsi Karakteristik Data Menurut Kelompok Berdasarkan
Jenis Kelamin, Keberadaan Keluarga dan Status Penyakit
Variabel Kelompok Total
X2
p Perlakuan
n(%) Kontrol
n(%) Jenis
Kelamin
Keluarg
Status
Penyakit
Laki-laki
Perempuan
Ada
Tidak
mengganggu
tdk meng
ganggu
7(62%)
5(38%)
11(50,0%)
1(50,0%)
4(33%)
8(66,7%)
5(38%)
7(62%)
11(50,0%)
1(50,0%)
3(75,0%)
9(50%)
11(100%)
13(100%)
22(100%)
2(100%)
7(100%)
17(100%)
1,51
0,00
0,25
0,22
1,00
1,00
Pada tabel 4.1 dan 4.2 ditampilkan deskripsi karakteristik data dari
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan umur, jenis kelamin,
pendidikan, keberadaan keluarga dan status penyakit. Berdasarkan perhitungan
statistik, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol berdasarkan umur (t= 0,00, p= 1.00),
jenis kelamin (p= 1,000), status (p= 1,000). Hal ini menunjukkan bahwa secara
deskripsi karakteristik data, sampel adalah homogen atau setara dalam hal
demografi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tabel 4.3 Perbandingan Variabel pada Kelompok Perlakuan Dibandingkan
Kelompok Kontrol Sebelum Logoterapi dengan Uji t
Variabel Kelompok N Mean SD Uji t p
GDS Pre
BARTEL
Pre
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
12
12
12
12
7,58
7,33
88,33
88,75
0,55
0,78
2,46
2,28
0,93
-0,43
0,36
0,67
Tabel 4.4 Perbandingan Variabel GDS dan BARTEL pada Kelompok
Perlakuan Dibandingkan Kelompok Kontrol Setelah Logoterapi
Dengan Uji t
Variabel Kelompok N Mean SD Uji t p
GDS Post
BARTEL
Post
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
12
12
12
12
3,58
5,50
98,33
91,67
0,515
0,798
2,462
6,513
24,000
13,333
0,00
0,04
Pada tabel 4.3 dan 4.4 ditampilkan perbandingan variabel GDS pre-post
dan Barthel pre-post. Pada GDS post dan barthel post tampak adanya perbedaan
yang bermakna dengan nilai p< 0,05
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Tabel 4.5. Perbandingan Variabel delta GDS dan delta BARTEL pada
Kelompok Perlakuan Dibandingkan Kelompok Kontrol Dengan Uji
Variabel Kelompok N Mean SD Uji t p
Delta GDS
Delta BARTEL
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
12
12
12
12
4,00
1,83
10,0
3,33
0,95
1,09
0,00
4,924
5,117
4.690
0,00
0,00
Pada tabel 4.5 dilakukan perbandingan antara variabel delta GDS
perlakuan – kontrol di mana didapatkan nilai p=0,00 dan perbandingan antara
delta barthel kelompok perlakuan – kontrol dengan nilai p=0,00
Tabel 4.6 Uji selisih antara delta GDS dan delta Barthel :
Variabel N Mean SD p
Delta GDS
Delta Barthel
24
24
2,92
6,67
1,501
4,815
0,031
0,031
Perhitungan secara statistik menunjukkan adanya hasil yang bermakna (nilai
p=0.031) antara penurunan GDS dengan kenaikan Barthel indeks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
BAB V
PEMBAHASAN
A. Subjek Penelitian
Dari data demografi didapatkan bahwa antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol setara meliputi jenis kelamin, umur,pendidikan, keberadaan
keluarga di luar panti, penyakit medis umum, lama tinggal di panti. Hal tersebut
penting untuk dikendalikan karena masalah yang terjadi terutama pada golongan
lanjut usia disebabkan karena adanya sejumlah faktor risiko psikososial. Faktor
risiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian
teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan
finansial dan penurunan fungsi kognitif. Hal tersebut dapat mengganggu interaksi
sosial yang kontinu. Memiliki aktivitas sosial bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan emosional (Kaplan and Sadock, 2007).
Dalam penghitungan statistik pada tabel 4.1 ditunjukkan bahwa lama
lansia yang menghuni panti wreda menunjukkan perbedaan namun tidak
bermakna antara perlakuan (mean=2,38) dan kontrol (mean=2,54) dengan nilai
p=0,68, demikian juga mengenai umur tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna antara perlakuan dan kontrol (nilai p= 1,00)
Dalam penghitungan statistik pada tabel 4.2 terlihat tidak ada perbedaan
yang bermakna antar jenis kelamin (nilai p=0,22) dan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara lansia penghuni panti wreda yang masih memiliki anggota
keluarga diluar panti baik pada kelompok kontrol dan perlakuan (nilai p= 1,00).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
dalam status penyakit baik yang mengganggu maupun yang tidak mengganggu
tidak didapatkan angka perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskripsi karakteristik data,
sampel adalah homogen atau setara dalam hal demografi
B. Penilaian GDS dan Barthel Index
Dalam tabel 4.3 dari 24 subjek pada penelitian ini didapatkan rerata skor
GDS 7,58 pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibanding rerata skor GDS 7,33
pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan
memuliki rata rata lebih depresi dibandingkan kelompok kontrol dan baik
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan rata rata ada dalam kondisi depresi.
Demikian pula pada pengukuran Indeks Barthel didapatkan pada kelompok
perlakuan memiliki nilai rerata 88,33 dan kelompok kontrol memiliki nilai rerata
88,75, artinya ke dua kelompok rata rata pada kondisi dependen ringan.
Pada tabel 4.4 dari 24 subjek penelitian ini didapatkan skor GDS pada
kelompok perlakuan memiliki rerata 3,58 dan pada kelompok kontrol memiliki
nilai rerata 5,50. Ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sudah tidak
depresi lagi, sedangkan pada kelompok kontrol masih menunjukkan adanya
depresi dan adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai p=0,00. Sedangkan
pada skor Barthel, didapatkan pada kelompok perlakuan memiliki rerata 98,33
dan kelompok kontrol memiliki rerata 91,67. Ini menunjukkan bahwa kedua
kelompok baik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sudah tidak dependen
setelah dilakukan logoterapi dan hasilnya bermakna dengan nilai p=0,04.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Dalam tabel 4.5 perbandingan variabel selisih GDS dan selisih Barthel
indeks pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol menunjukkan
adanya perbedaan mean. Pada GDS pre-pos kelompok perlakuan memiliki mean
4,00 dan pada kelompok kontrol memiliki mean 1,83 dengan nilai p=0,00. Ini
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara GDS pre dan post.
Demikian pula untuk penilaian Barthel Indeks pre-post terdapat perbedaan
bermakna antara kelompok perlakuan dengan mean (10,0) dengan kelompok
kontrol dengan mean (3,33) dengan nilai p=0,00. Dalam tabel 4.6 uji selisih
antara delta GDS dengan delta Barthel didapatkan nilai p=0,031, hal ini
menunjukkan adanya nilai yang bermakna antara penurunan depresi dengan
kenaikan aktivitas kehidupan sehari hari.
Dilaporkan bahwa lanjut usia yang mengalami depresi akan
mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari
hari (Miller 1995, Lueckenotte 2000, Hall & Hasset 2000), sedangkan lansia yang
mengalami dementia dilaporkan juga memiliki defisit dalam aktivitas kehidupan
sehari hari (Jorm 1994), sebaliknya keterbatasan lansia dalam memenuhi AKS
dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi (Eliopoulus, 1997;
Robert, Kaplan, Shema & Strabridge, 1997). Relevan dengan penelitian Lenze
et al (2001) serta Penninx, Guralnik, Ferrucci, Simonsick, Daeg dan Wallace (
1998) bahwa mekanisme pengaruh depresi terhadap disabilitas fisik dapat dibagi
menjadi : depresi menyebabkan peningkatan risiko disabilitas fisik dan
disabilitas fisik menyebabkan depresi. Depresi di kalangan lansia yang
tinggal di panti wreda cenderung mengarah pada kondisi yang kronis, karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
potensi diri dan dukungan sosial dari lingkungannya kurang adekuat untuk
mengembalikan pada kondisi semula. Pada akhirnya , depresi kronis
menyebabkan terganggunya fungsi organ sehingga muncul disabilitas fungsional.
Adapun kombinasi umur, status depresi, dan status dementia telah terbukti
memiliki hubungan yang bermakna (p=0,000) dengan disabilitas fungsional lansia
di panti wreda ( Bondan, 2006)
Daniel Mada (2009) melaporkan hasil study di panti wreda Bantul ,
Yogyakarta bahwa hubungan antara tingkat kemampuan aktivitas dasar sehari-
hari dengan tingkat depresi menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,098 dengan
tingkat signifikans 0,506 yang berarti ada hubungan yang lemah antara tingkat
kemampuan aktivitas dasar sehari-hari dengan tingkat depresi pada lansia yang
tinggal di panti wreda.
Hasil study yang dilakukan Bondan (2000) dilaporkan bahwa kombinasi
umur, status depresi, dan status demensia telah terbukti memiliki hubungan yang
bermakna (F=12,997; p=0,000) dengan disabilitas fungsional lansia di Panti
Wreda Abiyoso dan Panti Wreda Budi Dharma di Yogyakarta.
Program National Institute of Mental Health’s Epidemiologic
Catchment Area (ECA) menemukan bahwa gangguan jiwa yang paling lazim
pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif dan fobia ( Kaplan
& Sadock, 2010). Menurut Hadywinoto & Setiadi (1999) depresi pada lansia
mempengaruhi penurunan Aktivitas Kehidupan Sehari sedangkan menurut
Draman & Aris (2007) adanya penyakit kronis dan depresi mempengaruhi dari
kemandirian lansia. Drageset et al (2011) melaporkan adanya hubungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
bermakna antara tingkat ketergantungan dalam aktivitas kehidupan sehari hari
dengan depresi pada lanjut usia yang berada di dalam panti dengan tingkat
kemaknaan p=0,02.
Logoterapi sebagai suatu teknik psikoterapi menerapkan pendekatan dari
sudut spiritual yang memfasilitasi manusia untuk menyadari keberadaan dirinya
dan makna tujuan hidupnya sehingga dengan demikian akan membuat manusia
mampu untuk bertanggung jawab dan menghargai situasi hidup yang dihadapinya
(Bastaman, 2007; Frankl, 2006; Guttman, 1996; Lukas, 1986). Lee CH (2004).
Keuntungan dari pendekatan psikoterapi secara murni adalah menghindari
interaksi obat atau efek samping obat terhadap masalah fisik. Lansia merupakan
populasi terbesar yang menderita sakit dan merupakan subjek yang lebih banyak
mendapatkan regimen pengobatan, mengalami efek samping pengobatan lebih
besar dari populasi lainnya. Terlebih lagi psikotropik adalah obat yang paling
sering berhubungan dengan efek samping yang terjadi pada lansia (Gurwitzet al,
2000)
Psikoterapi spesifik seperti pemecahan masalah, CBT atau interpersonal
therapy termasuk logoterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif atau terapi
ajuvan pada pasien bermasalah fisik yang disertai depresi ringan. Pengetahuan
akan gejala fisik secara teori akan sangat membantu. Terdapat bukti kegunaan
psikoterapi pada pasien dengan penyakit fisik yang disertai depresi (Lenze and
Dew 2002; Sadock and Sadock, 2003). Yusefi et al (2006) melaporkan bahwa
CBT yang dilakukan pada 56 pasien penyakit jantung koroner dengan gangguan
cemas di Isfahan, Iran, (sebanyak 8 sesi, tiap sesi selama 2 jam) menurunkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kecemasan dan memperbaiki kualitas hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan
keefektifan CBT dalam menurunkan kecemasan baik yang manifes maupun
tersembunyi dan memperbaiki kualitas hidup, emosional, fisik dan fungsi sosial
pada pasien penyakit jantung koroner (Yusefi et al, 2006).
C. Keterbatasan
Pada penelitian terdapat keterbatasan yang mempengaruhi hasil dan
generalisasi. Keterbatasan tersebut terdapat pada :
1. Sampel penelitian.
Selain jumlah sampel yang terbatas, pada sampel juga tidak
dikendalikan kondisi dimana lansia kelompok perlakuan dan lansia
kelompok kontrol berada dalam satu kamar setiap harinya, lama tinggal di
panti, penggunaan farmakologik dan faktor kepribadian dasar pasien, adanya
keluarga yang membesuk, adanya keberadaan keluarga yang tinggal di luar
panti, Hal tersebut merupakan faktor stresor psikososial yang dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kejadian depresi dan penurunan aktivitas
kehidupan sehari hari pada lanjut usia.
2. Lokasi.
Lokasi penelitian dilakukan di satu panti wreda saja sehingga belum
dapat menggambarkan secara keseluruhannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
3. Waktu.
Penelitian hanya dilakukan selama dua bulan sehingga tidak
memungkinkan diadakan suatu follow up untuk melihat efektivitas terapi pada
jangka panjang. Waktu penelitian yang berlangsung bersamaan dengan bulan
puasa mempengaruhi suasana batin dari klien, sehingga berpengaruh pada
psikoterapi logoterapi yang melihat manusia dari dimensi spiritual.
4. Instrumen.
Pada penelitian ini digunakan skor GDS sebagai indikator depresi dan
Barthel Index untuk menilai Aktivitas Kehidupan Sehari (AKS). Kedua
instrumen tersebut bersifat self inventory, oleh karena itu sebelumnya
dipergunakan L-MMPI. Meskipun demikian dapat terjadi bias karena faktor
subyektivitas pada responden yang tidak kooperatif dan ketidakmampuan
dalam mengartikan maksud pertanyaan dalam kuesioner. Meskipun
merupakan keterbatasan, penggunaan GDS pada penelitian ini tidak menjadi
masalah karena peneliti tidak menegakkan diagnosis pada klien di panti wreda
melainkan skrining adanya depresi pada pasien lanjut usia yang tinggal di
panti. Sedangkan diagnosis depresi harus ditegakkan sesuai kriteria depresi
pada PPDGJ III atau DSM-IV.
5. Pelaksanaan Logoterapi.
Menurut kepustakaan bahwa psikoterapi efektif diberikan 6 sampai 20
kali pertemuan atau rata-rata 12 kali pertemuan. Pada penelitian ini
menggunakan panduan Logoterapi dengan 6 kali pertemuan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian (Juli 2011- September 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
6. Peneliti.
Terapis dan penilai adalah peneliti sendiri, sehingga faktor
subyektivitas berpengaruh pada hasil penelitian. Pada beberapa subjek,
peneliti terpaksa harus membimbing responden dalam mengisi kuesioner, hal
tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya bias pada hasil penelitian ini.
7. Keterbatasan lain
Penelitian ini hanya menggambarkan karakteristik lansia yang tinggal
di panti wredha sehingga kurang menggambarkan karakteristik populasi lansia
secara keseluruhan Pada penelitian ini adalah belum dinilai adanya
komorbiditas dengan gangguan psikis yang telah diketahui sangat
berhubungan dengan derajat depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari pasien
lanjut usia. Seringkali membingungkan yang mana muncul lebih dulu dan
mana yang menjadi penyebab, tetapi jelas ada korelasinya. Hubungan di
antara keduanya adalah kompleks dan tidak dapat diduga. Dan juga belum
diteliti motivasi lanjut usia tinggal di panti wreda apakah karena kesadaran
sendiri atau karena keluarga lanjut usia yang tidak sanggup merawatnya. Juga
tidak diteliti seberapa derajad jauh rasa kesepian berpengaruh terhadap depresi
dan aktivitas kehidupan sehari hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Dari hasil penelitian ini didapatkan penurunan derajat depresi yang signifikan
pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol.
2. Ditemukan perbedaan yang bermakna dalam hal perbaikan aktivitas
kehidupan sehari (AKS) antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
3. Ditemukan korelasi langsung yang bermakna antara penurunan derajad
depresi dengan peningkatan aktivitas kehidupan sehari hari (AKS).
Dengan hasil tersebut maka hipotesis di atas diterima, yaitu; Logoterapi
efektif menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari
(AKS) lanjut usia .
B. SARAN
1. Perlu suatu penelitian lain dengan desain pre dan pos tes, pengambilan sampel
acak, jumlah sampel yang lebih besar dengan karakteristik subjek berbeda dan
pemisahan yang tegas antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
sehingga efektivitas Logoterapi pada depresi dan aktivitas kehidupan sehari
hari lanjut usia dapat digeneralisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
2. Lansia yang tinggal di panti, yang dicurigai mengalami depresi dapat
diberikan kuesioner GDS sebagai skrening sehingga dapat terdeteksi lebih dini
dan dapat meningkatkan aktivitas kehidupan sehari hari.
3. Logoterapi dapat digunakan sebagai terapi tambahan (adjuvant) dalam
penanganan depresi dan peningkatan aktivitas kehidupan sehari pada lanjut
usia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99