inforrmocw.upj.ac.id/files/Slide-COM-417-HUKUM-ETIKA-JURNALISTIK-KULIAH-7.pdf · Dewan Pers dapat...
Transcript of inforrmocw.upj.ac.id/files/Slide-COM-417-HUKUM-ETIKA-JURNALISTIK-KULIAH-7.pdf · Dewan Pers dapat...
inforrm.org
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Jurnalisme adalah kombinasi antara ilmu dan seni (science and art) (Parni Hadi dalam Maskun Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
1. Mempunyai ketertarikan padakeadaan sekelilingnya.
2. Mencintai bahasa. Dalam hal tulis menulis, bahasa merupakan faktor penting
3. Dapat dipercaya. Penulis itu bermodalkan kepercayaan. Apa yang ditulisnya harus
berdasarkan kebenaran, akurat, dan objektif.
4. Kritis. Tidak mudah percaya menerima informasi. Ia senantiasa harus mengecek
kebenaran suatu informasi.
5. Gigih.
6. Bersahabat. (Maskun Iskandar dalam Maskun Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Bahan berita:
Wawancara
Bahan tertulis
Mendengarkan orang berbicara, seperti pidato
Mengamati sebuah peristiwa
Pengadaan bahan berita dengan bantuan komputer (Warief Djajanto Basorie dalam Maskun
Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Wawancara:
Mengajukan pertanyaan tepat
Mengenai topik yang mau diliput (bahan acuan, kombinasi pertanyaan beracuan
dengan cakupan sudut pandang masa lalu, masa kini, dan masa mendatang, dan
pertanyaan-pertanyaan baru akibat jawaban sumber) (Warief Djajanto Basorie dalam Maskun
Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Wawancara
- Kuasai latar belakang masalah
- Tetapkan apa yang ingin Anda ketahui
- Hindari adu pendapat
- Bila mencatat, berilah tanda bintang padaketerangan penting
- Dengarkan. Dengarkan keterangan sumber dengan telinga terbuka secara aktif
- Pastikan kelengkapan hasil wawancara (Warief Djajanto Basorie dalam Maskun Iskandar dan
Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Etika berwawancara:
- Identifikasi diri dengan menyebut nama diri dan nama media pers Anda untuk
wawancara resmi.
- Jelaskan maksud wawancara
- Bila membuat janji, datanglah tepat waktu
- Off the record. Hormati permintaan sumber bila suatu keterangan diminta untuk
tidak disiarkan.
- Atribusi sumber. (Warief Djajanto Basorie dalam Maskun Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Mengajukan pertanyaan tepat:
- Ajukan pertanyaan kontekstual
- Pakai acuan dalam pertanyaan
- Ajukan pertanyaan yang menekankan padasatu pokok saja
- Ajukan pertanyaan singkat, padat, langsung ke persoalan
- Sebuah pertanyaan yang baik meminta sumber memberikan jawaban yang pasti
- Ajukan pertanyaan yang meminta sumber untuk berpikir
- Ajukan pertanyaan konseptual
- Ajukan pertanyaan berorientasi ke masa depan
- Pertanyaan yang tepat bisa menghasilkan kutipan yang menjerat mata (Warief Djajanto Basorie dalam Maskun Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang
Pers menjadi penanda dari kemerdekaan Pers di Indonesia,
bahkan disebutkan di dalamnya bahwa kemerdekaan
pers dijamin sebagai Hak Asasi Manusia.
... Memberikan
kemandirian terhadap Pers untuk berkembang tanpa
campur tangan pemerintah dan memberikan perlindungan
hukum bagi Pers dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.
Namun dalam pelaksanaannya keberadaan
Undang-undang ini belum mampu memberikan perlindungan
terhadap kemerdekaan Pers…(Bachyul, Saputra, Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia => Komite
Kebebasan Pers
Disahkannya Undang-Undang No. 40 Tahun
1999 Tentang Pers pada 23 September
1999
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan
mendapat perlindungan hukum.
(Yang dimaksud dengan “perlindungan
hukum” adalah jaminan perlindungan
Pemerintah dan atau masyarakat kepada
wartawan dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban, dan peranannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundan-
gundangan yang berlaku.) …(Bachyul, Saputra,
Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
STANDAR PERLINDUNGAN PROFESI WARTAWAN
Standar ini disetujui dan ditandatangani oleh sejumlah organisasi
pers, pimpinan perusahaan pers, tokoh pers, lembaga
terkait, serta Dewan Pers di Jakarta, 25 April 2008.
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
What does the public need?
…six “media needs” as a way of defining journalism’s institutional role. The media
needs also help us to determine what types of journalism are democratically
valuable. To repeat, the six media needs are (1) informational needs – wide and
deep; (2) explanatory needs; (3) “perspectival enrichment” needs; (4)
advocational and reform needs; (5) participatory needs; (6) dialogic needs. What
forms of journalism best meet these media needs? (Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
The “wide” informational needs depend on accurate, unbiased reportage on events
and what is happening in the world. Solid reporting provides a platform for
everything else we want to do in the public sphere, from commenting and
criticizing to taking action. Providing “deep” information is an area where
investigative journalism plays an important democratic role. (Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
The explanatory needs require a journalism of good and insightful
interpretation. Explanatory journalism includes the analysis of a
decision (e.g., a leader’s decision to resign) and events (e.g., a nuclear
arms treaty). The motivation of the actors, the process that led to the
event, and the consequences of their actions are all part of the story.
Explanatory journalism also includes “backgrounders,” “reporter notebooks”,
“interpretive journalism,” and explanatory articles in science
magazines. (Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Perspectival enrichment needs are satisfied by opinion journalism,
from editorials and columns to sharply worded posts by bloggers. This
journalism provides a plurality of points of view, and the language is
less cautious and analytical. Often, the writing is clearly political and
ideological. Explanatory journalism seeks to explain, opinion journalism
seeks to persuade. . (Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
Participatory needs focus not on journalists providing information
and views to citizens but the ability of citizens to participate in the
commenting, interpreting, and providing of information across the
public sphere. They also are at the heart of a new development called
“participatory journalism” (Singer et al. 2011) where newsrooms use
citizens to identify stories, provide accounts and images, and evaluate
the usefulness of stories. The participation goes beyond citizens writing
comments on articles. It includes citizens setting up their own blogs,
and groups of citizens creating their own websites to do journalism.(Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pedoman Peliputan dan Perlindungan Hukum
The dialogic needs require a public sphere where how people communicate
is important. Citizens need communication and conversation
in the form of reasoned dialogue. Dialogic journalism structures the
discussion of issues in news stories, broadcast programs, and online at
websites in such a way as to increase the possibility of dialogue. .(Stephen JA Ward, 2015)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pengawasan Implementasi Kode Etik Jurnalistik
Sejarah:
Pada 1970 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1970 Pemerintahmempertegas keberadaan Dewan Pers yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah No.5Tahun 1967 sebagai konsekuensi diberlakukannya UU No.11 Tahun 1966. Salah satuwewenang Dewan Pers adalah “Memberi pertimbangan kepada Badan/Instansi Pemerintahlainnya mengenai kebijakan penindakan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar UUNo.11 Tahun 1966”.
Keluarnya ketentuan ini mengarah kepada upaya penguasa untuk mereduksi kebebasan persyang dinilai penguasa “terlalu bebas”. Hal ini selanjutnya menjadi kontrovesial dalam implementasi kebebasan pers di Indonesia, karena saran danpertimbangan Dewan Pers digunakan penguasa sebagai justi kasi terhadap berbagai tindakan yang dilakukan dalam menekan kebebasan pers di Indonesia, walaupun dilakukan denganmengingkari Pasal 4 Undang-Undang No.11 Tahun1966 dan Pasal 28 UUD 1945. (Bachyul, Saputra, Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pengawasan Implementasi Kode Etik Jurnalistik
Keterangan Ahli Dewan Pers
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Pers sesuai Undang-
Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan melaksanakan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 13 tanggal 30 Desember
2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli, berlaku
Pedoman Dewan Pers tentang Keterangan Ahli dari Dewan Pers. (Bachyul, Saputra, Khagen,
2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Pengawasan Implementasi Kode Etik Jurnalistik
Dewan Pers dapat lebih mungkin mencermati terjadinya pelanggaran kode etik
jurnalistik atau penyimpangan dari standar profesional pers berkat bantuan
masyarakat serta lembaga pemerhati dan pemantau media (media watch) yang
mengirimkan kliping berita ke Dewan Pers. Dengan demikian, pelembagaan
swakontrol media pers –dan dengan dukungan masyarakat luas- sangat
diharapkan dapat membantu pers di Indonesia menegakkan dan sekaligus
memelihara kebebasannya. (Atmakusumah dalam Maskun Iskandar dan Atmakusumah, 2014)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Bacaan lanjutan:
Bachyul Jb, Syo ardi., Saputra, Roni., Khagen, Andika D. 2013. Memahami Hukum
Pers:Panduan Untuk Jurnalis. LBH Pers Padang-Yayasan Tifa.
Iskandar, Maskun., Atmakusumah (eds). 2014. Lembaga Pers Dr. Soetomo-Djarum
Foundation.
Ward, Stephen JA. 2015. Radical Media Ethics. Wiley-Blackwell.