albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com...1 MUQADDIMAH Al-Qur’an adalah Kalamullah q (firman...
Transcript of albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com...1 MUQADDIMAH Al-Qur’an adalah Kalamullah q (firman...
Judul Asli :
� א������
Edisi Indonesia :
STUDI AL-QUR’AN
Penyusun : Dr. Abu Hafizhah Irfan, MSI
Desain Sampul : Hafizhah
Setting Isi : Irfan
Penerbit : Pustaka Al-Bayyinah
Jl. Medayu Utara No. 4
Surabaya
Telp. 0856-55865618
Cetakan Pertama :
20 Jumadal Ula 1442 H / 04 Januari 2021 M
albayyinatulilmiyyah.wordpress.com
DAFTAR ISI
Halaman
BASMALAH ….................................................... i
SAMPUL DEPAN …............................................ iii
DATA BUKU …................................................... v
DAFTAR ISI ….................................................... vii
MUQADDIMAH .................................................. 1
MAKKI DAN MADANI ...................................... 3
MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT ................. 4
ASBABUN NUZUL ............................................... 6
NASAKH ............................................................... 19
KAIDAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN ............. 29
METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN ............ 53
MARAJI’ .............................................................. 70
1
MUQADDIMAH
Al-Qur’an adalah Kalamullah q (firman Allah q).
Allah q berfirman;
�� �� �� � � � ��� �� כ� �� �� ��� �� א���� �� �� �� ���� ��כ� א�� �!�� �� א"� �# %� כ�$� �� �&�' �( # �)�* �+ �,�-�� ��כ� .� �0 �1�2 ��� � �1 �3�4 �.� �+�5 � א�6
�) ���4 �7�' ��.
“Jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu
meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar Kalamullah (firman Allah
q), kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman
baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang
tidak mengetahui.”1
Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izzah ke langit
dunia pada bulan Ramadhan. Lalu diturunkan oleh
Malaikat Jibril j ke dalam hati Rasulullah a secara
berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun. Allah q
berfirman;
�� �, �9 �1 �� �� �: �; �-� �< א�� א��=� �> � �� � �� ? @� �A ��B �� �C �24א�D א�� � � EF�2א ����. *�א�� �� �� �G א�� �� ? �� �� א��,�
1 QS. At-Taubah : 6.
2
“Bulan Ramadhan (adalah bulan) yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
tersebut dan pembeda (antara yang haq dan yang
batil).”2
Al-Qur’an berisi petunjuk, kebenaran dan tidak ada
kebatilan di dalamnya ditinjau dari segala sisi. Allah q
berfirman;
�( �H �1 �G �4 �I �� � �( �� �1 �' ���' �� ���. �� � �J �Kא �L ���1��H א���' �' �; �2 � � J �� �� כ� �� �� �� �� E+ E�.
“Tidak datang kepada (Al-Qur’an) kebatilan baik dari
depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari
Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”3
‘Ulum adalah bentuk jamak dari ‘ilm. Sedangkan
‘ilm maknanya adalah fahmu wal idrak (pemahaman dan
pengetahuan). Adapun yang dimaksud dengan ‘ulumul
Qur’an adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai
kajian yang berkaitan dengan kajian-kajian Al-Qur’an,
seperti; makki dan madani, muhkamat mutasyabihat,
asbabun nuzul, nasakh (nasikh mansukh) dan lain
sebagainya.
2 QS. Al-Baqarah : 185.
3 QS. Fushshilat : 42.
3
MAKKI DAN MADANI
Surat Makkiyah adalah surat yang diturunkan
sebelum hijrahnya Nabi a ke Madinah. Adapun surat
Madaniyah adalah surat yang turunkan sesudah hijrahnya
Nabi a ke Madinah. Terkadang di dalam surat Makkiyah
terdapat beberapa ayat Madaniyah, demikian sebaliknya.
Surat Makkiyah berjumlah 81 surat, sedangkan surat
Madaniyah berjumlah 20 surat. Terdapat 13 surat yang
diperselisihkan; apakah tergolong Makkiyah atau
Madaniyah. Meskipun jika surat-surat yang
diperselisihkan tersebut diteliti kembali, maka surat
Makkiyahnya sebanyak 7 surat dan surat Madaniyahnya
sebanyak 6 surat. Sehingga jumlah Surat Makkiyah di
dalam Al-Qur’an adalah sebanyak 88 surat, sedangkan
jumlah surat Madaniyah adalah sebanyak 26 surat.
Adapun total surat di dalam Al-Qur’an adalah 114 surat.
Di antara ciri-ciri Surat Makkiyah adalah:
a. Dibuka dengan huruf muqatha’ah.
b. Mengandung kisah para Nabi dan umat terdahulu.
c. Mengandung ayat-ayat sajdah.
Adapun di antara ciri-ciri Surat Madaniyah adalah:
a. Di dalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab.
b. Di dalamnya disebutkan tentang orang-orang munafik.
c. Berisi kewajiban dan sanksi hukum.
*****
4
MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT
Ayat yang muhkamat ialah ayat-ayat yang terang
dan tegas maksudnya, serta dapat dipahami dengan
mudah. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-
ayat yang tersamar sehingga orang menjadi ragu dalam
memahami sesuatu yang tidak sesuai bagi Allah q,
Kitab-Nya atau Rasul-Nya, sedangkan orang yang
mendalam ilmunya tidaklah demikian. Allah q
berfirman;
�< (� א��=� �A Fא כ��� �N � Fא�'B �1 �2 � �Oא�� כ� א��כ� ���4 �P �: �;�-� �' א א��=� ��� �� Fא א.�,� ���� � �� �I� �� �Oא�� �#Q א��כ� �� �A �R
�� �� �)�4�* �) �7 �L�� �� �� S�' �T �+ �,�. �U�2 �� �G ���3א�V א�� �1 א.� �2 א.��1 � ���H א � ��
�' �����H �V�3א �� א.� א '��7 �� � �� �1 �4 �' �����H �+�4 �) �W א"� א��� �� � )� א�6 �� �1 �4 �� �) �C�' �+ �4 ��R א���7 �)�� � � XJ�2א .��1 כ� �B �� כ��� א '�=� � .���2א �� �� ���2 �P ��
�Oא�L ��� �Yא )���� �( ��.
“Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepadamu. Di
antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah
pokok-pokok isi Al-Quran dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong pada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-
ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan
5
untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya melainkan Allah (q). Adapun
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya
itu dari sisi Rabb kami.” Tidak dapat mengambil
pelajaran (darinya), melainkan orang-orang yang
berakal.”4
Kaidah yang digunakan untuk memahami ayat-ayat
mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mutasyabihat
dikembalikan menjadi ayat-ayat muhkamat, sehingga
keseluruhan ayat Al-Qur’an menjadi muhkam.
*****
4 QS. Ali ‘Imran : 7.
6
ASBABUN NUZUL
Asbabun nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan
turunnya suatu ayat Al-Qur’an. Asbabun nuzul suatu ayat
dapat diketahui dari riwayat-riwayat hadits yang shahih
yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat tersebut.
Sehingga jika riwayat yang menerangkan tentang sebab
turunnya suatu ayat adalah riwayat yang lemah, maka
riwayat tersebut tidak dapat digunakan. Terkadang
redaksi hadits secara tegas menyebutkan bahwa suatu
kejadian tertentu yang menjadi sebab turunnya suatu
ayat, namun terkadang pula redaksinya tidak terlalu
tegas. Ada beberapa kaidah penting dalam memahami
asbabun nuzul, antara lain:
1. Asbabun Nuzul Dilakukan Untuk Mengetahui Maksud
Syari’at
Hal ini untuk menghindari kesalahfahaman dalam
memahami ayat Al-Qur’an. Misalnya firman Allah q;
�) �C �G �-� �R א���� �� �L �" �) �C �4�H �( �� � '� �J א�6 ���'�� �U א .� �4כ� ��� א���,� כ�+� ��
“Infakkanlah (harta) kalian di jalan Allah q dan
janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam
kebinasaan.”5
5 QS. Al-Baqarah : 195.
7
Sekilas ayat tersebut terkesan melarang seorang
untuk berjihad di jalan Allah q. Akan tetapi justru yang
diinginkan dari ayat tersebut adalah sebaliknya. Arti
kebinasaan dalam ayat tersebut adalah bangkit mencari
harta, mengembangkannya, dan meninggalkan berperang.
Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu
Ayyub Al-Anshari y, ia berkata;
“Wahai sekalian manusia kalian telah keliru dalam
memahami ayat ini. Ayat ini turun kepada kami, kaum
Anshar. Ketika Allah q memuliakan Islam dan banyak
(memberikan) pertolongan-Nya, maka berkatalah
sebagian dari kami kepada sebagian dari yang lainnya
secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh
Rasulullah a. Mereka berkata, “Sesungguhnya harta kita
telah habis dan Allah q telah memuliakan Islam dan
banyak (memberikan) pertolongan-Nya. Maka
bagaimana jika kita bangkit untuk (mencari) harta-harta
kita dan kita (kembalikan harta kita) yang hilang?” Maka
Allah q menurunkan ayat ini untuk menolak ucapan
kami. Allah q berfirman, “Infakkanlah (harta) kalian di
jalan Allah q dan janganlah kalian menjatuhkan diri
kalian ke dalam kebinasaan.”
��� �U כ� �4 ,� א��� �Z א-� כ� � �U �P �4 א� *� א]� �Yא � �א ,� �� $� \� �� �� א:� (� �� �H �� �3 א א�� �2 כ� �; ��
8
Arti kebinasaan (dalam ayat ini adalah) bangkit mencari
harta, mengembangkannya dan meninggalkan perang.”6
2. Pelajaran diambil dari keumuman lafazh bukan dari
khususnya sebab
�] �G�4א� �# �) �� �7�. � �L _� א�&� �) � �W�. �(( ) �a �� �L �7 א���
Maksudnya adalah jika satu nash menggunakan
redaksi yang bersifat umum, maka tidak ada pilihan lain
selain menerapkan nash tersebut. Meskipun nash tersebut
turun untuk menanggapi suatu peristiwa tertentu. Kaidah
ini dibangun dari hadits yang diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas p;
“Bahwa ada seorang laki-laki yang mencium seorang
wanita. Lalu ia mendatangi Nabi a, maka turunlah ayat;
�+�*� �� �R�� ���K �a �$ � � א��2 א� א � @G�� �T א�� �� �, �� �� �J �� א����4 �F�2א �& �Nא�� �' �� אכ� �=4�� ? �� כ� ��כ� �0 �0 �Fא�b ��� �� א�&� �L �A �=�' ��.
“Dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada sebagian permulaan dari malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik akan
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”7
6 HR. Tirmidzi : 2972. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
5 dalam Shahihut Targhib wat Tarhib : 1388. 7 QS. Hud : 114.
9
Maka orang tersebut mengatakan,
� :� (� "� א �� '� � U@ א\� �R �I �� א�6 �# �� �24 �Dא �P �א @U c �:א�* �P �� ��: �. �J �� �24 �Dא �P �א @U �� �C �:א �� �" �) �: � � �4 \� א�6 �P �4 �� �1 � א�6 �� �" �4 �+ : �\ �� �e �P �� ��.
“Wahai Rasulullah, (apakah ayat ini) hanya khusus
untukku atau untuk semua manusia?” ‘Umar y
mengatakan, “Bahkan untuk semua manusia.” Maka
Rasulullah a bersabda, “’Umar benar.”8
Misalnya firman Allah q;
�K �� �� ��f �� �2 � �g �� א���� ��א�� � �G�h �)�4���� (� �� א*� �N�4 �\�� ��אא �� �,�2 א .���
“Jika ada dua golongan dari orang-orang yang beriman
berperang, maka damaikanlah keduanya.”9
Ayat ini turun berkenaan dengan kisah pertikaian
antara kaum Anshar dengan pengikut ‘Abdullah bin
Ubay. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik
y, ia berkata;
8 HR. Ahmad.
9 QS. Al-Hujurat : 9.
10
�* �� �J �� �24 �L ��R �\ �4 � � (� �� :+� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6 �H �� �Z �P �L �� � א�6 �. �� � �. E�Rc �* �:א: �� �i �4 �j א-� א �� א�@ �� �� � כ� �� �� �i �4 �j �� �� �� �1 א-� � �A �R �� �� (� �� �4 &� �� א�� �� k �" �L �W U �� �4 �� � � �L QR �\ �4 א��2 א�� �H א
� �� �P ��2 �R כ� �� �� �� :א:� *� +� �P �4 �� �1 �� �" �4 א�6 �) � �� �� -� �R א-� �0B�� �C �� א�6�� :א:� *� .כ� א�� �� �� �C �:א �� �� J � �� � �Y� -� א ��א: �� � א�� �� �N �� א�6 �� �" �) �: � � �4 \� א�6 � +� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6 �K �� � �� �' @N � כ� �2 א l�� l:א:� *� �7 �� � <� �3 �L �� � �� �� א�6J � �� �* �) � �1 l �* �:א:l ��� כ� �� � <� �3 �J �� ��א E� � �2 �, �� � א�� כ� �� l:א:� *� l �1 א.� �N \� א �. �� �2 �, �+ �m �� O �. א�� �! �� �' �� �� �. � �Y'� א ��א:� *� א:� �7 א���2 .� �� >� �� �L �4 �3 �2 א � �� �Z �� ;� -� א,� -� �� �, �+: } �� �� �� �Kf �h �G �� א�� �א�� �� �� �g � �2 �� �� �*א (� �4 �� �� א �� �� �\ �4 �N �) �. א�� ,� �2 �� א{.
“Dikatakan kepada Nabi a, “Seandainya engkau (wahai
Rasulullah a) mendatangi ‘Abdullah bin Ubay?” Maka
Nabi a berangkat menemuinya dengan mengendarai
keledai. Kaum muslimin juga berangkat (menemani
beliau dengan berjalan kaki) melalui tanah yang
bersemak. Ketika Nabi a telah sampai (di tempat),
‘Abdullah bin Ubay mengatakan, “Menjauhlah engkau
11
dariku. Demi Allah, sungguh aku telah terganggu
(dengan) bau tidak sedap (dari) keledaimu.” Lalu seorang
laki-laki Anshar berkata, “Demi Allah, sungguh keledai
Rasulullah a lebih harum baunya daripada engkau.”
Maka seorang laki-laki pengikut ‘Abdullah (bin Ubay
akhirnya) marah. Kemudian setiap orang dari kedua
belah pihak marah, hingga terjadi pemukulan dengan
pelepah kurma, dengan tangan dan dengan sandal. Telah
sampai kepada kami berita bahwa telah turun (ayat)
berkenaan (dengan) mereka, ”Jika ada dua golongan
dari orang-orang yang beriman berperang, maka
damaikanlah keduanya.10
”11
Meskipun ayat tersebut turun berkenaan dengan
pertikaian antara kaum Anshar dengan pengikut
‘Abdullah bin Ubay, namun redaksi ayat tersebut berlaku
umum. Jika di kalangan orang-orang yang beriman ada
yang bertikai, maka diperintahkan untuk
mendamaikannya. Bahkan seorang yang berdusta untuk
mendamaikan dua orang yang sedang bertikai tidak
dianggap sebagai dusta yang berdosa. Diriwayatkan dari
Humaid bin ‘Abdurrahman, dari ibunya (Ummu Kultsum
binti ‘Uqbah) i, bahwa Nabi a bersabda;
�p �4 � �� �� �� �� �2 א �� �- �� �. � �� �� �5� �O =� כ� '� +� ��
10
QS. Al-Hujurat : 9. 11
HR. Bukhari : 2691 dan Muslim : 1799, lafazh ini miliknya.
12
“Bukan (dianggap sebagai) dusta seorang yang
membujuk di antara dua orang (yang bertikai) untuk
mendamaikan (keduanya).”12
Misal yang lain, firman Allah q;
�� �� �G ��G�i �� �4� �� J�' ��א��(� .�� א אכ� �0 �� ���' ��4 א��2א�D א��=� �P א �� �)�� �)�� �&�'. �� �� �� �& �W�' �+ �A �)�- �T �� ��� �+ �A א��(� א כ� �0 �� ��.
”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang
(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain mereka meminta dipenuhi. Apabila
mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain),
mereka mengurangi.”13
Sebab turunnya Surat Al-Muthaffifin adalah ketika
Rasulullah a melihat kecurangan dalam masalah takaran
yang dilakukan oleh penduduk Madinah saat itu.
Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas p, ia
berkata;
� �L QR �\ �4 א��2 #� �� א *� �� �� �� א � (� א-� כ� �U �2 '� �� �� א�� +� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6 � �I �L �q �2א� �Dכ� א �� @$ �� �� �- �; �: � '� �� { �P �; �� �� �J א�6J ��� �4 �� �i ��G �G �� �� { �� �� .כ� �� �0�� �J �. �7 �� כ� (א א�� �2 &� ��
12
HR. Abu Dawud : 4920. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-
Albani 5 dalam Shahihul Jami’ : 5203. 13
QS. Al-Muthaffifin : 1 - 3.
13
”Ketika Nabi a tiba di Madinah, penduduk Madinah
waktu itu merupakan orang yang paling buruk dalam
masalah takaran. Maka Allah r menurunkan (ayat),
”Wailul lil muthaffifin.”14
Setelah itu mereka
memperbaiki takaran (mereka).”15
Meskipun ayat tersebut turun berkenaan dengan
kecurangan dalam masalah takaran yang dilakukan oleh
penduduk Madinah, namun redaksi ayat tersebut berlaku
umum. Kecurangan dalam masalah takaran yang
dilakukan oleh siapa pun masuk dalam ancaman ayat ini.
3. Terkadang ada beberapa sebab, namun ayat yang turun
hanya satu
Misalnya adalah firman Allah q;
�'f � �# ��� �N�H �+�� QR �L�2א א� �,Q'� f �R�3�� �L�H כ��� � �J א�6 ���
�) �G �r � א�6 כ� �� א�� �� �T� �Fא �m �� � �� � �� �� +.
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang
Allah (q) halalkan bagimu, karena engkau ingin
menyenangkan isteri-isterimu. Dan Allah (q) Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”16
14
QS. Al-Muthaffifin. 15
HR. Ibnu Majah : 2223 dan Baihaqi : 10948, lafazh ini miliknya.
Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam Shahihut
Targhib wat Tarhib : 1760. 16
QS. At-Tahrim : 1.
14
Ayat ini turun karena dua sebab, yang pertama
karena Rasulullah a mengharamkan Mariyah (Al-
Qibtiyah) i baginya dan yang kedua karena Rasulullah
a mengharamkan meminum madu di rumah Zainab binti
Jahsy i. Diriwayatkan dari ’Aisyah i;
� � �L �R �\ �4 א��2 �� �� �q �P �2 כ� �� '� א�� כ� +� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6 �T �' �2 � �. �2 �Z �� �N Es �� �' �� �� �O �P �2 �� �A �P א �& @$ �� �Z �� א\� (� �� � � �G � �U �� א �� -� �� � �' �� �2 �t א �I �J �P �4 �� �, �2א א� �L QR �\ �4 � �P �4 �� �1 � א�6 �� �" �4 �+ �� �4 �� �C �J: �� ��- �R � �Z �4 כ� � ��u �� א�� �3� �p '� �� כ� �2 � �� �� � �3 ���� �� �� א �� �I �J �P �4 �� � �� �� �Aא �� ���� �1 �� כ� �� �Z �0 א�� �C א �C �:א: �( �. �J �9 �� �. �Z �P �& @$ �P �2 �� �T �' �2 � �. �2 �Z �� �N Es �� �� �� � �P �) �t �� �1 �� �2 �; �� �Z: } �'f � � �J �� א � � #� ��� �L QR �� �+ �H �N א א��2 ,� '� א�6� �� �� �H �� �) �.f �� �� } {כ� �� �� "� א � �0 �� �� { �U �� �� �G � �U �� א�h �7 �� } � א�6
� QRL �� �� �. � �7 �v א��2 �T �� �1 א�� �� �� �' �wא { �� �C �) �� �1: �. �J �9 �� �. �Z �P �& @$u �� �� �� � �P �) �t �� �1 �� �* �� �� �4 �G �Z �� �$ �H �W �L �� �< �. �= �� כ� � .א�@ ��
15
“Bahwa Nabi a pernah menginap di rumah Zainab binti
Jahsy i dan meminum madu di sana.17
Aku dan
Hafshah p bersepakat bahwa siapa pun di antara kami
yang didatangi oleh Nabi a, maka akan mengatakan,
“Sungguh aku mencium darimu bau maghafir,18
apakah
engkau telah memakan buah maghafir?” Lalu Nabi a
mendatangi salah seorang dari keduanya (yaitu; Hafshah
i), kemudian (Hafshah i) mengatakan yang demikian
itu. Nabi a lalu bersabda, “Tidak, bahkan aku telah
meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy i dan aku
sekali-kali tidak akan mengulanginya lagi.” Maka
turunlah (ayat), “Wahai Nabi, mengapa engkau
mengharamkan apa yang Allah (q) halalkan bagimu.”
”Jika engkau berdua bertaubat kepada Allah (q),” (ini
berkenaan) dengan ‘Aisyah dan Hafshah p. “Ingatlah
ketika Nabi (a) membicarakan secara rahasia kepada
salah seorang isterinya (tentang) suatu peristiwa,”19
(ini
berkenaan) dengan ucapan (Nabi a), ”Bahkan aku telah
memakan madu, dan sekali-kali aku tidak akan
mengulanginya lagi. Sungguh aku telah bersumpah,
17
Zainab binti Jahsy i adalah Ummul Mukminin yang dinikahi oleh
Nabi a setelah diceraikan oleh anak angkat beliau, yaitu Zaid bin
Haritsah y pada tahun 5 H. Di antara keutamaannya adalah bahwa
ia dinikahkan langsung oleh Allah p dari atas tujuh lapis langit dan
ia juga merupakan wanita yang suka bersedekah. Zainab binti Jahsy
i wafat pada tahun 20 H. 18
Maghafir adalah bentuk jamak dari maghfur, yaitu getah pohon
yang mengeluarkan aroma yang tidak sedap. 19
QS. At-Tahrim.
16
maka janganlah engkau ceritakan peristiwa ini kepada
siapa pun.”20
4. Terkadang turun beberapa ayat, namun sebabnya
hanya satu
Misalnya firman Allah q;
א � �' א��=� �� ��R �L�24�� �2(� כ�א�� �B �� �' ��� �� א �� �G �3�� �& �� כ� �� �� �� �� א ���4 �)�� א-�(� �� B �Rכ�
���� �� �L�H א � �� �7�. �� � ��. ���* �+ �,�-� �+ �,�� �� �Oא �N �\� �� �N .+� א��!�
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang
beriman untuk memintakan ampun (kepada Allah q)
bagi orang-orang musyrik, walaupun (orang-orang
musyrik) itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi
mereka bahwa orang-orang musyrik adalah penghuni
Neraka Jahanam.”21
Juga firman Allah q;
-�כ� �� �< �� �,�H �( �< �� �,�' � ��כ��� א�6 �� �Z �L �L ��� �� � �' �� � ��f �V �) �A �� �' ���� �, �4+� .�א���� �P� ��.
20
HR. Bukhari : 6691, lafazh ini miliknya, Muslim : 1474, Nasa’i :
3421 dan Abu Dawud : 3714. 21
QS. At-Taubah : 113.
17
“Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk
kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah q
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah q lebih mengetahui orang-orang yang
(bersedia) menerima petunjuk.”22
Kedua ayat ini turun ketika Nabi a berkeinginan
untuk memohonkan ampunan kepada pamannya, yaitu
Abu Thalib.23
5. Tidak semua ayat memiliki asbabun nuzul
Baik disebabkan karena tidak adanya riwayat yang
menerangkan sebab turunnya ayat tersebut atau karena
tidak ada riwayat yang shahih yang menerangkan tentang
sebab turunnya ayat tersebut. Misalnya firman Allah q;
���4 ��f � � �+ �Aא�HB �)�4 �W�. �1 �4 �>��א �� �� �)�� �)�H +� א .��1 �� �A �) �m �� �7 � ��.
“Maka setelah Allah q memberikan kepada mereka
sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia
itu, berpaling dan mereka adalah orang-orang yang
selalu membelakangi (kebenaran).”24
22
QS. Al-Qashash : 56. 23
HR. Muslim : 24. 24
QS. At-Taubah : 76.
18
Sebagian kaum muslimin mengatakan bahwa ayat
tersebut turun berkenaan tentang kisah Tsa’labah y yang
menolak untuk mengeluarkan zakat. Akan tetapi hadits
ini sangat lemah ditinjau dari sisi sanad maupun
matannya. Sehingga yang benar bahwa ayat tersebut
tidak memiliki asbabun nuzul.
*****
19
NASAKH
Di dalam syari’at Islam ada beberapa dalil yang
menghapus dalil yang datang sebelumnya. Inilah yang
dikenal dengan istilah nasakh. Allah q berfirman;
א � � � E� �� �W�. �F��א -� �, �&�2�- ��� EU�'B �� � �x �&�2�- �, �2f א �,�4 �w � ��� �+��� �' ���* EV �R �9 � �J��4 כ� �P � ��� א�6 �+�4 �7�H �.
“Ayat mana saja yang Kami nasakh atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami akan datangkan yang
lebih baik darinya atau yang sebanding dengannya.
Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
q Maha Kuasa atas segala sesuatu.”25
Di antara hikmah adanya nasakh dalam syari’at
Islam adalah:
1) Memperhatikan maslahat hamba dengan cara
menetapkan syari’at yang lebih bermanfaat bagi
mereka dalam urusan agama dan dunia mereka.
2) Adanya tahapan dalam menetapkan syari’at hingga
menjadi sempurna.
3) Menguji orang-orang mukallaf dengan cara
mempersiapkan mereka untuk menerima perubahan
dari satu hukum kepada hukum yang lain dan agar
mereka ridha terhadap hal tersebut.
25
QS. Al-Baqarah : 106.
20
4) Menguji orang-orang mukallaf agar bersyukur jika
nasakh tersebut menjadi lebih ringan dan bersabar
jika nasakh tersebut menjadi lebih berat.26
Jenis-jenis nasakh dibagi menjadi empat, antara
lain:
1. Al-Qur’an dinasakh dengan Al-Qur’an
Misalnya; ayat tentang bisikan di dalam hati akan
diperhitungkan oleh Allah q. Allah q berfirman;
�� �� �L�H �� �� �� �R��א (� א � �G �W�H ��� כ�+� �& �G �-� � כ�+� .��1 א�6 �L א"� �N�' ��
“Jika kalian menampakkan apa yang ada di dalam hati
kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah q
akan membuat perhitungan dengan kalian tentang
perbuatan tersebut.”27
Ayat tersebut dinasakh dengan firman Allah q;
א �, �� �4 �P �� �Z�L א כ�&� א � א ��,� �, �7 �" �� �( א �� @& �G�- � �y��4 א�6 )� '�כ� �� �&�- �� -�א �� �= �Iא �g�H �( �2א�. �� �Z�L �&�� א אכ� � �2f �2א�. ��-�א ���i �I� ��� �4 �� א �� א כ��� @� �2א ��\� �� �4 �P �J �� �N�H �( �� �' ��4 א��=� �P �1�� �� � ��
26
Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul, 43. 27
QS. Al-Baqarah : 284.
21
�2א �P �y �Pא �U ���2א .��1 �� א )� �Kא*� �2א � �4 ��� �N�H �( .��2א �� �2א �� �4 �L �* �# �) �C ��4 א�� �P א�- �� � א-� ��-�א �( �) � �Z�-� �2א �� �� א�� �� ���2א �� �G �rא ��
�' �� �� .�� א��כ�א
“Allah q tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dilakukannya. (Mereka berdoa),
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau salah. Wahai Rabb kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Wahai Rabb kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami (sesuatu) yang kami tidak sanggup
memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami dan
rahmatilah kami. Engkau adalah Penolong kami, maka
tolonglah kami atas kaum yang kafir.”28
Misal yang lainnya; ayat tentang hukuman bagi
wanita yang berzina adalah dikurung di rumahnya sampai
meninggal dunia. Allah q berfirman;
�R�H א�$� �� ���H���' � �- �� � �U �� א�� �G �� f&� �� א�� �� �, ���� א �hכ�+� ��א"�
� � @U �7�. ��� �� �, �� �4 �P �� �� �, �9 �� �z ��כ�(� �2כ�+� �& ��� ����R א �� �A 28
QS. Al-Baqarah : 286.
22
�)�� �L �� א�� �,�� � �J א�6 �7 �!�' ��� �F �) �� א���� �Aא�� �)���' ��� �� �F �� �L �" @$.
“(Terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan
keji (zina), hendaklah ada empat orang saksi di antara
kalian (yang menyaksikannya). Jika mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah para wanita
tersebut di dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya atau sampai Allah q memberi jalan lain kepada
mereka.”29
Ayat tersebut dinasakh dengan firman Allah q;
�R א� א-� א�;� �� �U���-א �;� �� ���4 ��א�� � � E� א�� �� �Jא כ� Ea �� �4 �� �U�hא א � �� �,�2
�� �R�� U ��� א �� �� כ�+� .�,� �= �I���H �( �' �t �)�2 � �g�H �+�� �� כ��2 �� � �� �� א�6
�� U �G�hא�K א �� א.�,� �= �P �� �, ���� �� �� �� �I #� א}� �)�� א�� �� � �� .�א�6 �� �2 � �g .�� א����
“Wanita yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
pukullah tiap orang dari keduanya seratus kali pukulan.
Janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya
mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah q,
jika kalian beriman kepada Allah q dan Hari Akhir.
29
QS. An-Nisa’ : 15.
23
Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”30
2. Al-Qur’an dinasakh dengan As-Sunnah
Misalnya ayat tentang wasiat harta kepada kerabat.
Allah q berfirman;
א @� �� �I כ� ���H �� �� �F �) כ�+� א���� �� ��� �� �> א �� �0 כ�+� �� �� �4 �P � כ��� �� ���. �� �*� �Yא �� ���' א���� �) �4�� �U�� �\ ��4 א��(� �P א |C �� �}� �� �7 �� .�א����
�� �C�� �� .�� א��
“Diwajibkan atas kalian ketika seorang di antara kalian
kedatangan (tanda-tanda) kematian jika ia meninggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk kedua orang tua dan
kerabatnya secara ma’ruf. (Ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertaqwa.”31
Ayat ini dinasakh dengan hadits bahwa tidak ada
wasiat harta untuk ahli waris. Diriwayatkan dari Abu
Umamah Al-Bahili y ia berkata, aku mendengar
Rasulullah a bersabda pada khutbah di tahun haji wada’;
�� א �� �< �0 �Jכ� ��i �P� ���* � �6 E~ א�� �)�� �U�� �\ �� �$�� �1 �C �� E�j ��
30
QS. An-Nur : 2. 31
QS. Al-Baqarah : 180.
24
“Sesungguhnya Allah q telah memberi hak kepada tiap-
tiap yang berhak, maka tidak ada wasiat (harta) untuk
ahli waris.”32
3. As-Sunnah dinasakh dengan Al-Qur’an
Misalnya; hadits yang menerangkan bahwa
pelaksanaan shalat adalah dengan menghadap Baitul
Maqdis. Hadits tersebut dinasakh dengan ayat yang
memerintahkan shalat dengan menghadap ke Ka’bah.
Allah q berfirman;
�� כ� ��R א�&� �, �� �� � Q4 �C�H ? ���- ���*f �2כ������ �)�2 �4 �� �V @U�4 �L �*א �Aא �m ���H �q�� �� א#� �� �� �Nא�� �� �! �& �� א���� �i כ� �9 �, �� �� � �: �)��
�)Q� �)�� �+�� א כ��2 (� א� �� �� �� �� �i כ�+� �9 �A
”Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah
ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke
kiblat yang engkau inginkan. Palingkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram. Dimana saja kalian berada,
palingkanlah wajah kalian ke arahnya.”33
4. As-Sunnah dinasakh dengan As-Sunnah
Misalnya; dinasakhnya larangan ziarah kubur.
Diriwayatkan dari Buraidah y ia berkata, Rasulullah a
bersabda;
32
HR. Ahmad, Tirmidzi : 2120, Abu Dawud : 3565, dan Ibnu Majah
: 2713. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam
Shahihul Jami’ : 1720. 33
QS. Al-Baqarah : 144.
25
�� ��- �R �2 כ� �Z �- �, �� �� כ� �+ �P �� �T �' ��א �a א�� �C �L �) �� �� �; �� �� �� �Aא
”Sesunggugnya (dahulu) aku melarang kalian untuk
ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah.”34
Macam-macam nasakh dalam Al-Qur’an terbagi
menjadi tiga, antara lain:35
1. Dinasakh hukumnya tetapi lafazhnya tetap ada
א -� ( � �& �1�� �G�� �R�C�. �� �1 �� כ� �� �x(
Misalnya dua ayat tentang mushabarah, Allah q
berfirman;
�'f �� �2 � �g �k א���� ��� �� QR �L�2א א� �,Q'� �' �� ��א:� �� �C ��4 א�� �P �� כ����� �2כ�+� �� �� �� �P �� א.��� �\ �� �)�L �4 �3�' �� �hא �� א � ����
“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang yang
beriman untuk berperang. Jika ada dua puluh orang
yang bersabar di antara kalian, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang (musuh).”36
34
HR. Muslim : 977, Abu Dawud : 3235 dan Nasa’i : 5652, lafazh
ini miliknya. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5
dalam Shahihul Jami’ : 2475. 35
Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul, 41. 36
QS. Al-Anfal : 65.
26
Ayat tersebut lafazhnya tetap ada di dalam Al-
Qur’an, namun hukumnya telah dihapus dengan firman
Allah q;
�� א� �{ �� �� ��� �+�4 �P �2כ�+� �� �P � �y א�6 �G �I �' �� �z��א @G �7 �m �+כ��� כ�� �2כ�+� �� � �' a א.��� �\ U�hא �)�L �4 �3 �' �� �� �� �� �����hא � א � כ��� �y��� �2כ�+� �' �)�L �4 �3B �� �0 �z �. �� �� �G ��� �' א.��� � %� א� � � א�6 �� � .�� א�6
”Sekarang Allah q telah meringankan kalian dan Dia
mengetahui bahwa pada (diri) kalian (terdapat)
kelemahan. Maka jika di antara kalian ada seratus orang
yang bersabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan
dua ratus orang (musuh). Jika di antara kalian ada
seribu orang (yang bersabar), niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ribu orang (musuh), dengan izin
Allah q. Allah q bersama orang-orang yang sabar.”37
2. Dinasakh lafazhnya tetapi hukumnya tetap berlaku
א( � �- �& �1 �� כ� �� �R�C�. �� �1�� �G�� �x(
Misalnya seperti ayat tentang rajam. Lafazhnya
telah dihapus, namun hukumnya masih tetap berlaku.
Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas p ia
berkata, ‘Umar y berkata;
37
QS. Al-Anfal : 66.
27
��� :� ;� -� א � �� � א�� כ� � �� *� +� �� א��� B �U'� א�6 �- �Aא �� א �� �P �� �2 �Aא א �� �P �C �4 �2 �Aא ��� :� (� "� �� +� �� �� א � �4 \� א�6 +� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6�� �� �� �7 א .� �2 �� �� �� �� �� �I �� �� � �� �K �:א��2 .� א �Dא �T � � א� �� �' �C �) �: �* �hא J: � �- !� א ��א��� �� �+ �� �R כ� �� �Oא � �� א�6 �� �> Q4 �) �. כ� �� �� א �� �� �' �> EU � �- �; �� �, � �� +� �� א��� �� �� �� א א�6 �R כ� �� �Oא � � Xj �P �4 �� א�6 � �� �T �- �� � �0 � �Z א� א *� �0 �� א�V &� א���2 �� א:� �� א���� �� � �� � �� א � �N �L �J א�� א�� כ� �� � �L ��� �2 �U א�� �� � .א{� �� �� �P א)�
“Dahulu di antara ayat yang diturunkan oleh Allah q
(adalah) ayat (tentang) rajam. Kami membacanya, kami
menghafalnya, dan kami memahaminya. Rasullullah a
pernah melakukan (hukum) rajam dan kami pun
melakukan hukum rajam setelah beliau (wafat). Aku
khawatir ketika manusia telah melewati masa yang
panjang, seseorang akan berkata, “Aku tidak menemukan
ayat rajam di dalam Kitabullah, maka mereka menjadi
sesat karena meninggalkan kewajiban yang telah
diturunkan oleh Allah q. Sesungguhnya (hukum) rajam
dalam Kitabullah adalah haq terhadap orang yang
berzina jika telah menikah (baik itu) laki-laki maupun
wanita, jika ada bukti, hamil atau (adanya) pengakuan.”38
38
HR. Muslim : 1691.
28
3. Dinasakh hukum dan lafazhnya
א -� ( � �& �1�� �G�� �� �1 �� כ� �� �x(
Misalnya ayat tentang susuan yang menjadikan
mahram. Lafazh ayat tentang sepuluh kali susuan telah
dihapus demikian pula hukumnya, diganti dengan lima
kali susuan. Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah i,
ia berkata;
�� א�� כ� �� �� � אEF � (� �4 �7 � א �m �7 EF�� �� �� �C �� ��B �P א�� �� � :� ;� -� א �' �N ��� � ��. �5 �+ �- �& �W �� �. �W �� E� � �7 �4 �) � EFא �� �� �) ��� �R �� �" �) �:
� � �4 \� א�6 �P �4 �� �1 �� �" �4 �+ �� �A �R � א�6�� .�C �� ��B א�� �� � � �� �C א '� �� ��
“Pada awalnya (persusuan) yang menjadikan mahram
dalam Al-Qur’an adalah sepuluh kali susuan yang
dikenal. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang
dikenal. Lalu Rasulullah a wafat, dan lima kali susuan
(itulah yang tetap) sebagaimana ayat Al-Qur’an
dibaca.”39
*****
39
HR. Muslim : 1452, lafazh ini miliknya, Nasa’i : 3307, Tirmidzi :
1150 dan Abu Dawud : 2062.
29
KAIDAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Allah q memerintahkan kepada kita untuk
memahami dan mentadabburi Al-Qur’an. Allah q
berfirman;
�-� Oא�� כ ��� כ� א�� �L ����כ� � �2א�� �� �� �; �� ���. ����B )���� כ��� �=�� ���� �� �1�Hא�'B �Oא�L ��� �Yא.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
yang penuh dengan keberkahan supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan agar mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”40
Di antara keilmuan pokok untuk memahami Al-
Qur’an adalah tafsir Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-
Qur’an ada kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan agar
tafsiran tersebut tidak menyimpang. Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di 5 telah membuat
karya tulis tentang kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-
Qur’an yang diberi judul Al-Qawa’idul Hisan Al-
Muta’allaqah bi Tafsiril Qur’an. Di dalam kitab tersebut
terdapat 71 kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Berikut ini adalah 6 kaidah besar beserta penjelasannya.
40
QS. Shad : 29.
30
Kaidah Pertama;
�Oא�L �"� �Yא �_ �) � �W�. �( א�� �G ��� �Yא �# �) �� �7�. �a �� �L �7 א���
Pelajaran (diambil) dengan umumnya lafazh-lafazh
bukan dengan khususnya sebab-sebab41
Jika satu ayat menggunakan redaksi yang bersifat
umum, maka diterapkan sesuai dengan keumuman
redaksi tersebut, meskipun ayat itu turun berkenaan
dengan peristiwa tertentu. Misalnya firman Allah q;
�' �� א��=� �P � אכ�+� א�6 �,�2�' �( �)�4�Hא �C�' �+�� �� �' ��+� כ�+� ��R א���� �� �� �) �� �� �W�' � כ�+� ��� כ�+� � '�א�� �t �� �� Q� �L�H �)�i �& �C�H �� �+ �AB �+ �, ���� ��
�� �i �& �C Q א���� �N�' � �� א�6 �� ��.
“Allah (q) tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak
memerangi kalian karena agama dan tidak (pula)
mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah
(q) mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Ayat ini turun berkenaan dengan keinginan Asma’
binti Abu Bakar yang ingin menyambung silaturrahim
dengan ibunya yang kafir. Berkata Asma’ binti Abu
Bakar p, ia berkata;
41
Al-Qawa’idul Hisan, 16.
31
� �H �� �2 �R � �� �R �� �rא �L @U �� �R �P �, �� �2א� �L ��R �\ �4 � +� �P �4 �� �1 �� �" �4 � א�6 �� �& �� �� �Z �2א� �L �R �\ �4 � :א:� *� cא,� �P �4 �� �1 �� �" �4 �+ �\B �4 � א�6�� :�P �� �� �2 �U �� .� א:� *� +� �7 -� �� �- �; �: � +� אכ� ,� �2 '� )� { :א,� �� � �� א�� �H �7 א�6
� .}�� '� R א���� �� +� כ� (� �4 א�C �H '� +� �� �� '� =� א�� �� �P א�6
“Pada masa Nabi a ibuku mendatangiku (karena)
kerinduan(nya kepadaku). Maka aku bertanya kepada
Nabi a, “Bolehkah aku menyambung silaturrahim
dengan ibuku?” Nabi a bersabda, “Ya.” Berkata Ibnu
Uyainah 5,42
“Maka Allah q menurunkan (ayat),
”Allah (q) tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangi kalian karena agama.43
”44
Meskipun ayat tersebut turun berkenaan dengan
kejadian Asma’ binti Abu Bakar p, namun redaksi ayat
tersebut berlaku umum. Diperbolehkan berbuat baik dan
berlaku adil kepada orang kafir yang tidak memerangi
dan tidak mengusir kaum muslimin.
42
Beliau adalah seorang Tabi’ut Tabi’in di Makkah yang wafat
tahun 198 H. 43
QS. Al-Mumtahanah : 8. 44
HR. Bukhari : 5978.
32
Kaidah Kedua;
u �R ��� א��2,� u �R �G�2א� �eא�� �" �R�� �a �� �Z א��2כ� �7�* א �� �0 �� ���
u א#� �, �G �� �" � ��� א)� u �� �� #� א��� �) �� ��4 א���7 �P �Z�� �t
Apabila (lafazh) Nakirah terdapat pada konteks kalimat
penafian, larangan, syarat atau pertanyaan, (maka)
menunjukkan pada keumuman45
Contoh dari kaidah ini dalam Al-Qur’an sangat
banyak. Misalnya firman Allah q;
כ�(� �� ���H �( �� � �א א�6 ���L �Pא b@א�� �� א .��1 �9
“Sembahlah Allah (q) dan janganlah kalian
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”46
Juga firman Allah q;
�$�� �)�4 �7 �!�H �� א @tא ���-� � � (� א �6 ���4 �7�H �+�� �-� ��.
“Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah (q), sedangkan kalian mengetahui.”47
45
Al-Qawa’idul Hisan, 20. 46
QS. An-Nisa’ : 36. 47
QS. Al-Baqarah : 22.
33
Ayat-ayat ini melarang kita mempersekutukan Allah q
dengan apapun, baik dalam hati, perkataan maupun
perbuatan, baik syirik yang besar, yang kecil, yang
tersembunyi maupun yang terang-terangan.48
Misal yang lain, firman Allah q;
� א ��כ�+� � � �� �� �� �r E1�� �� ��
“Sekali-kali tidak ada sesembahan bagi kalian selain
Dia.”49
Ayat ini menafikan semua sesembahan selain Allah q.
Misal yang lain, firman Allah q;
א �A�2א�' �T �� �� ���� �� א � א ��,� � �� E�.
“Kami menghiasinya, serta pada (langit tersebut) tidak
terdapat retak sedikit pun?”50
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun
bagian dari langit yang retak, apalagi lubang.
48
Al-Qawa’idul Hisan, 20. 49
QS. Al-A’raf : 59. 50
QS. Qaf : 6.
34
Misal yang lain, firman Allah q;
� א .�כ�+� � � �� � �- �� � �� א�6 ���� EU �� �7
“Apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka (itu
datangnya) dari Allah (q).”51
Ayat ini menunjukkan bahwa semua kenikmatan yang
kita didapatkan, baik berupa kesehatan, keselamatan,
kesenangan dan yang lainnya, semuanya merupakan
karunia dari Allah q.
Misal yang lain, firman Allah q;
�� Ea �)�* �� א ���1 � ���� E� .)� -�א\�
“Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia suatu
kekuatan pun dan tidak (pula) penolong.”52
Juga firman Allah q;
� �� � �G�- �4כ� ���H �( �# b@א'�(� �� �9 E� �G�2
”(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak mampu menolong
orang lain sedikit pun.”53
51
QS. An-Nahl : 53. 52
QS. Ath-Thariq : 10. 53
QS. Al-Infithar : 19.
35
Ayat ini mencakup semua nafs (orang), baik itu kekasih,
kerabat dekat atau orang lain. Pada Hari Kiamat mereka
semua tidak mampu menolong dan memberikan manfaat
kepada orang lain sedikit pun.54
Misal yang lain, firman Allah q;
�� �� �% �� �&�H �( @U�� �r א )� �,.
”Tidak engkau dengar di dalamnya perkataan yang tidak
berguna.”55
Ayat ini menafikan semua perkataan yang tidak berguna
di Surga. Sehingga perkataan para penghuni Surga adalah
perkataan yang baik dan bermanfaat yang mengandung
dzikir kepada Allah q disertai adab yang baik dalam
bergaul, yang menjadikan hati senang dan menjadikan
dada lapang.56
Kaidah Ketiga;
� �Jכ� �J �� �� � �!�' �tא א א���<� �A �� �Aא�� �R�U���-B א���� �� �C '�א�F א�� א�}�
E:א �� ��4 �P א �,�2 � E� א#� -�(� �C �� � א�� '��2א"� �� �j �� א '��4 � � �& �N�.
54
Al-Qawa’idul Hisan, 20. 55
QS. Al-Ghasyiyah : 11. 56
Taisirul Karimir Rahman, 922.
36
Ayat-ayat Al-Qur’an yang zhahirnya tampak
bertentangan, (maka) ayat-ayat tersebut wajib dipahami
pada konteks yang sesuai dengan kedudukan(nya)57
Semua ayat-ayat di dalam Al-Qur’an tidak ada
yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana firman Allah q;
�� ���. �����' �$��� � �� א�6 �� �r ���2 �P �� ��(� כ�א�� � �� ��B �� �C �� א�� �� �� �� �)�� ���� �� א �w �@א כ� �$�� �Iא�1 א @�.
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an?
Seandainya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah (q),
niscaya mereka akan mendapatkan di dalamnya
pertentangan yang banyak.”58
Jika ada ayat yang terkesan bertentangan dengan
ayat yang lainnya, maka ayat tersebut harus dipahami
sesuai dengan kedudukannya. Misalnya firman Allah q;
�( E=�b � �)�� �� �� ��- �� �1 �L �- �0 �� �P �:�� �&�' �� �(f X�.
“Pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang
dosanya.”59
57
Al-Qawa’idul Hisan, 35. 58
QS. An-Nisa’ : 82. 59
QS. Ar-Rahman : 39.
37
Sedangkan disebutkan dalam ayat yang lain;
�� �* �� �� ���L �7�H �+�� א כ��2 � ���'� �+ �,�� �J ��.
“Ditanyakan kepada mereka, “Dimanakah (berhala-
berhala) yang dahulu selalu kalian sembah.”60
Disebutkan pula dalam ayat yang lain;
�' �t�2א�' �# �)�' �� �) �C�� �� �+ א�0 ,� � �:B �� ��+� א���� �L ��� �� �4 �" ��.
“(Ingatlah) hari (ketika) Allah (q) menyeru mereka,
seraya bertanya, “Apakah jawaban kalian (terhadap
seruan dakwah) para Rasul?”61
Pada ayat yang pertama menyebutkan bahwa dosa
manusia dan jin tidak ditanyakan. Namun pada dua ayat
berikutnya mereka ditanya tentang dosa kesyirikan yang
pernah mereka lakukan dan ditanya pula tentang
tanggapan mereka terhadap seruan dakwah para Rasul.
Pertanyaan yang dinafikan adalah pertanyaan untuk
mengetahui dosa-dosa yang telah dilakukan oleh manusia
dan jin. Allah q tidak memerlukan hal itu, karena
pengetahuan Allah q sangat sempurna meliputi seluruh
urusan mereka, baik yang lahir maupun yang batin, baik
yang terang maupun yang samar.62
Pada Hari Kiamat
60
QS. Asy-Syu’ara : 92. 61
QS. Al-Qashash : 65. 62
Al-Qawa’idul Hisan, 36.
38
telah dijadikan tanda-tanda yang dengan tanda-tanda
tersebut mereka dapat dikenali; apakah sebagai pelaku
kebaikan ataukah sebagai pelaku keburukan.63
Sedangkan
pertanyaan yang ditetapkan adalah berkenaan dengan
perbuatan yang telah mereka lakukan. Hal juga
menunjukkan bahwa Allah q menghukum sesuai dengan
keadilan dan kebijaksanaan-Nya.64
Misal yang lain, firman Allah q;
�� �7 ��א �U א��� �Pא �G �9 �+ �, �7 �G �2�H א ���� ��.
”Tidak bermanfaat lagi bagi mereka syafa’at dari orang-
orang yang memberikan syafa’at.”65
Sedangkan disebutkan dalam ayat yang lain;
�1�- �0 �z �. �( �� �� ���2 �P �% �G ���' �< א א��=� �0 �� �
“Tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah
(q) tanpa izin-Nya.”66
Ayat yang pertama menafikan adanya syafa’at,
sedangkan ayat yang kedua menetapkan adanya syafa’at.
Syafa’at yang dinafikan adalah syafa’at yang tidak
63
Taisirul Karimir Rahman, 831. 64
Al-Qawa’idul Hisan, 36. 65
QS. Al-Muddatstsir : 48. 66
QS. Al-Baqarah : 255.
39
mendapat izin dari Allah q dan diberikan kepada orang
yang tidak diridhai oleh Allah q. Sedangkan syafa’at
yang ditetapkan adalah syafa’at yang diizinkan oleh
Allah q dan diberikan kepada orang-orang yang
diridhai-Nya, setelah mendapatkan izin dari Allah q.67
Kaidah Keempat;
�+�' ��B א��כ��� �� �C ��R א�� �a �t א�� �) א�V א�� �� �"� �Yא �v �7�. �t �� ��� א �0 ��u �1�� � �2א"� �� א#� א�� ��2 א���7 �7 ��4 א���� �P �: �t �% � �� א *��� �0 �� ��
u��2 �7 �v א���� �7�. ��4 �P �: �t �� �� �� �r ��4 �P �1 �7 � �� א *��� � �: �t �� �1 �� .�א*�
Sebagian kata-kata yang terdapat di dalam Al-Qur’anul
Karim jika disebutkan secara menyendiri, (maka)
menunjukkan makna umum yang sesuai dengannya.
Namun jika disebutkan beserta selainnya, (maka)
menunjukkan sebagian makna dan kata lain yang
disebutkan bersama kata tersebut menunjukkan (makna)
yang lainnya68
Misalnya kata “iman” dan “amal shalih.” Jika kata
“iman” disebutkan sendirian, maka “iman” mencakup
semua keyakinan dan syari’at dalam agama, baik secara
67
Al-Qawa’idul Hisan, 37. 68
Al-Qawa’idul Hisan, 45.
40
lahir maupun batin. Namun jika kata “iman”
digabungkan dengan kata “amal shalih,” seperti dalam
firman Allah q;
�' �� א��=� �� �)�2 �B �� �Fא �Nא�� � �4(א א� �� �P א ��
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
shalih.”69
Maka ”iman” bermakna pembenaran dan keyakinan
dalam hati. Sedangkan ”amal shalih” bermakna syari’at
yang bersifat ucapan maupun perbuatan.70
Demikian juga dengan kata “al-birr” dan “taqwa.”
Jika kata “birr” disebutkan sendirian, maka “al-birr”
berarti melakukan perintah Allah q dan menjauhi
larangan Allah q, sebagaimana arti kata “taqwa.”
Namun jika kata “al-birr” digabungkan dengan kata
“taqwa,” seperti dalam firman Allah q;
�)�- א�� �7�H ��? �) �Cא��� �� ��� �L ��4 א�� �P א �)�- א�� �7�H �( �� �+�5 � ��4 א]� �P אא�� �� �� א���7 ��
”Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan
ketaqwaan dan janganlah kalian saling tolong-menolong
dalam dosa dan permusuhan.”71
69
QS. Al-Baqarah : 277. 70
Al-Qawa’idul Hisan, 45.
41
Maka ”al-birr” bermakna sesuatu yang dicintai dan
diridhai oleh Allah q, baik berupa ucapan maupun
perbuatan. Sedangkan ”taqwa” bermakna meninggalkan
seluruh hal-hal yang diharamkan oleh Allah q.72
Demikan pula kata ”itsm” dan ”’udwan” pada ayat
di atas. Jika kata “itsm” disebutkan sendirian, maka
“itsm” mencakup semua dosa, baik yang terjadi antara
hamba dengan Allah q maupun dosa yang terjadi antar
sesama hamba. Namun jika kedua kata tersebut
digabungkan, maka ”itsm” bermakna kemaksiatan yang
terjadi antara hamba dengan Allah q sedangkan
”’udwan” bermakna kemaksiatan antar sesama hamba
yang menyangkut masalah darah, harta dan kehormatan
mereka.73
Misal yang lain, adalah kata “ibadah” dengan
“tawakkal.” Jika kata “ibadah” disebutkan sendirian,
maka “ibadah” mencakup semua yang dicintai dan
diridhai oleh Allah q, baik lahir maupun batin termasuk
di dalamnya adalah tawakkal. Namun jika kata “ibadah”
digabungkan dengan kata “tawakkal,” seperti dalam
firman Allah q;
�1 �� �4 �P �Jכ� �)�H �� �� ���L �Pא��
”Sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya.”74
71
QS. Al-Ma’idah : 2. 72
Al-Qawa’idul Hisan, 46. 73
Al-Qawa’idul Hisan, 46. 74
QS. Hud : 123.
42
Maka ”ibadah” bermakna semua bentuk perintah, baik
lahir maupun batin. Sedangkan ”tawakkal” bermakna
ketergantungan hati kepada Allah q dalam meraih
manfaat dan menghindarkan diri dari mudharat, dengan
keyakinan yang sempurna bahwa Allah q yang akan
membantu untuk mewujudkannya.75
Demikian pula kata “fakir” dan “miskin.” Jika
salah satu dari keduanya disebutkan sendirian, maka
mengandung arti kedua-duanya. Namun jika kedua kata
tersebut digabungkan, seperti dalam firman Allah q;
�� אכ� �& א���� �� �Vא �� �C �G �4�� �Fא�* �� � א א� ���- �� ��
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-
orang fakir, dan orang-orang miskin.”76
Maka ”fakir” adalah orang yang sangat membutuhkan
yang tidak mendapatkan sesuatu apapun untuk
mencukupi kebutuhannya. Sedangkan ”miskin” adalah
orang yang kebutuhannya di bawah tingkatan fakir.77
75
Al-Qawa’idul Hisan, 46. 76
QS. At-Taubah : 60. 77
Al-Qawa’idul Hisan, 46.
43
Kaidah Kelima;
�Vא �� �"���. �Fא�' +� א}� �� �I �4 �P Q: ���' ��2 �& �Nא�� � ��� �א�6 �1�� �� כ�(� �= +� א���� כ� �Nא�� �+�' +� א��כ��� �" � ��כ� א)� �=�. �j�4 �7�H
Menutup ayat-ayat dengan Asmaul Husna menunjukkan
bahwa hukum yang disebutkan pada ayat itu terkait
dengan Nama yang Mulia tersebut78
Semua syari’at, perintah dan akhlak bersumber dari
Asmaul Husna dan berkaitan dengan Asmaul Husna
tersebut. Kita akan mendapatkan ayat-ayat yang
berbicara tentang rahmat akan diakhiri dengan sifat
rahmat. Sedangkan ayat-ayat yang berbicara tentang
hukuman dan adzab akan diakhiri dengan nama yang
mengandung pengertian ’izzah (Maha Perkasa), Maha
Kuasa, Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Misalnya firman Allah q;
�� EFא א�� �� �" �% �L �" �� �Aא �) �&�� �� �4 �P EV �R �9 � �Jכ��. �) �A +.
“Lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.”79
78
Al-Qawa’idul Hisan, 49. 79
QS. Al-Baqarah : 29.
44
Allah q menyebutkan cakupan pengetahuan-Nya yang
sangat luas setelah menyebutkan bahwa Dia telah
menciptakan langit dan bumi. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan Allah q tentang alam semesta
adalah pengetahuan yang sempurna.80
Misal yang lain, firman Allah q;
�� �i�4א� �) �A �� �j�4 �I �� � �+�4 �7�' �(� �� �L �Wא�� �y ��.
”Apakah Allah (q) tidak mengetahui apa yang telah
diciptakan-Nya, sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha
Mengetahui?”81
Penciptaan Allah q dan pengaturan semua makhluk-Nya
merupakan bukti ilmu dan pengetahuan Allah q. Apakah
mungkin Dia menciptakan jika Dia tidak mengetahui
ilmunya?82
Tentu hal tersebut tidak mungkin.
Misal yang lain, setelah Allah q menjelaskan
ketentuan pembagian warisan, Allah berfirman q;
�' ���� � � @U �> �� �4 �P כ�א�� � �� א�6 �� � �� �� א�6 כ� א �� א�@ @�.
“Ini adalah ketetapan dari Allah (q). Sesungguhnya
Allah (q) Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”83
80
Al-Qawa’idul Hisan, 50. 81
QS. Al-Mulk : 14. 82
Al-Qawa’idul Hisan, 50. 83
QS. An-Nisa’ : 11.
45
Maka hal ini menunjukkan bahwa Allah q mengetahui
apa yang tidak diketahui oleh para makhluk dan Allah q
telah meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya.
Oleh karena itu, maka berikanlah harta warisan kepada
orang-orang yang berhak untuk menerimanya sesuai
dengan ketentuan Allah q tersebut.84
Misal yang lain, firman Allah q;
�# �tB � �C�4�� �� �Oא (� א���(� �A �1�- �� �1 �� �4 �P �Oא�� �� EFא ���4 .���1 כ� �� �� � �� �� .+� א���
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Rabb-nya, maka (Allah q) menerima taubatnya.
Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.”85
Juga firman Allah q;
�� �' �U�5 א��=� �$�w��4 א� �P �) �G ��4 �I �� �+ �, �� �4 �P �Z�*א �m א �0 �� ��� א �� �)Q2�� �� �+ �, �& �G �-� �+ �, �� �4 �P �Z�*א �m �� �Z�L �� א �� ���. �k ��� �YאB
�( ��� �{ �� � �� א�6 � �� �! �4 � �)�� ���� �+ �, �� �4 �P �Oא�H �+�5 �1 ���� א ���� .�(� ��(� א���(� �A � �� א�6 �� .+� א�O א���
84
Al-Qawa’idul Hisan, 53. 85
QS. Al-Baqarah : 37.
46
“Terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan
taubat) mereka,86
hingga apabila bumi telah menjadi
sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas (sedangkan)
jiwa mereka telah (terasa) sempit dan mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa)
Allah (q) melainkan (hanya) kepada-Nya saja.
Kemudian Allah (q) menerima taubat mereka agar
mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah (q)
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”87
Mengakhiri ayat dengan ”at-tawwab ar-rahim” (Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang) setelah
menyebutkan dosa yang dilakukan oleh seorang hamba
merupakan korelasi yang sangat sesuai. Ketika Allah q
menyebutkan bahwa Dia adalah Dzat yang Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang, maka Allah q
akan menyambut hamba yang bertaubat kepada-Nya.
Allah q akan memberikan taufiq kepada hamba tersebut
untuk melakukan sebab-sebab yang menjadikan Allah q
akan memberikan taubat kepadanya, sehingga Allah q
akan mengampuni dosanya dan merahmatinya.88
86
Yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’
o, yang mereka tidak ikut dalam perang Tabuk. 87
QS. At-Taubah : 118. 88
Al-Qawa’idul Hisan, 51.
47
Misal yang lain, firman Allah q;
�; א �� ���- ��B �' .�(� �V א��=� א�� �N�' �� �) �" �� �� � ��R �� א�6 �� �) �7 �&�' �� �1�� �)�4�� �C�' ��� א @tא �&�� �k ��� �YאB �)�L�4 � �' ��� B �' ���'� �%�i �C�H ��� �+ �,
�+ ��כ� ��,� �0 �k ��� �Yא �� א � �) �G �2�' ��� E} �$ �I �� � �+ �,�4 �� ��� ����א �- Q�א� R�� < �; �I �� �� �P Oא �= �P �a �� �I ��R א}� �+ �,�� �� + . �(��
�' �� �� �Hא.�(� א��=� �� �� �C�H ��� �J �L �* �� (� א � ���4 �Pא�� �+ �, �� �4 �P אB ��� �) �G �r � �� א�6� �� �� +.
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah (q) dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat tinggal
mereka). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan
untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka akan
mendapatkan siksaan yang besar. Kecuali orang-orang
yang taubat (di antara mereka) sebelum kalian dapat
menangkap mereka, maka ketahuilah bahwa Allah (q)
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”89
89
QS. Al-Ma’idah : 33 - 34.
48
Ketika ayat di atas diakhiri dengan menyebutkan sifat
Allah q “ghafurur rahim” (Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang), maka menunjukkan bahwa jika pelaku dosa
tersebut bertaubat sebelum tertangkap, maka Allah q
akan mengampuninya, merahmatinya dan
menghindarkannya dari hukuman.90
Kaidah Keenam;
� �j�4 א�6 �P ��� א� �A �t �) �� �� �� �7�. �� �) �� �Y�1 .�א �� �4 �P �tא �� כ�א�� א���� �Vא �; �1 א��!� �� �4 �P � �H �����' �< +� א��=� �4 ��כ� א���7 �=�.
Jika Allah q mengaitkan ilmu-Nya dengan perkara-
perkara setelah terwujudnya (perkara-perkara tersebut),
(maka) yang ilmu yang dimaksud adalah yang
menimbulkan balasan91
Telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan
ijma’ bahwa Allah q mengetahui segala sesuatu dan
ilmu-Nya meliputi seluruh alam, baik yang tertinggi
maupun yang terendah, yang lahir maupun yang batin,
yang kongkrit maupun yang abstrak, yang lampau
maupun yang akan datang. Allah q juga mengetahui
sesuatu yang akan dikerjakan oleh hamba-Nya sebelum
hamba tersebut mengerjakannya.
90
Al-Qawa’idul Hisan, 52. 91
Al-Qawa’idul Hisan, 103.
49
Ayat yang menyebutkan bahwa Allah q
mensyari’atkan dan mentakdirkan sesuatu untuk
mengetahui sesuatu hal tertentu, maka ilmu Allah q
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah yang
menimbulkan balasan terhadap hamba. Adapun ilmu
Allah q tentang perbuatan hamba-Nya yang belum
dilakukan oleh hamba tersebut, maka tidak
berkonsekuensi adanya balasan. Karena perbuatan hamba
yang akan diberikan balasan adalah perbuatan yang telah
dilakukan oleh hamba tersebut (bukan yang belum
dilakukan).92
Misalnya firman Allah q;
�' �� �Aא �! �4+� א���� �7�- ��� -�כ�+� �� �)�4 �L�2�� �� �' א.��� � א� �2כ�+� �� � �� �� כ�+� א�� �L �I� �)�4 �L�- ��.
”Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian
hingga Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan
bersabar di antara kalian, dan Kami juga akan menguji
keadaan kalian.”93
92
Al-Qawa’idul Hisan, 103. 93
QS. Muhammad : 31.
50
Berkata Imam Al-Qurthubi 5;
�A �= �4 �7 א א�� �+ �A �) א�� +� �4 �7 א�� �= �< �' �C �% �. �1 א�� �! �; �Vא � �Y u �- �1 �� �- �� א �' �! �Tא �' �, �+ �. �� �P �� א�� �1 �� �4 �7 .� )� +� ,� א�� �C �� �' �+ �P �4 �� �, �+.
“Pengetahuan ini adalah pengetahuan (tentang) kejadian
yang (menjadikan seorang mendapatkan) balasan (pahala
atau dosa). Karena sesungguhnya (manusia)
mendapatkan balasan hanyalah dengan amalan-amalan
mereka, bukan dengan ilmu-Nya yang dahulu atas
mereka.”94
Sehingga yang dimaksud oleh ayat di atas adalah;
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji keimanan
dan kesabaran kalian95
–wahai orang-orang yang
beriman- dengan peperangan melawan musuh hingga
terlihat apa yang telah Kami ketahui di alam azali tentang
orang-orang yang berjihad dan bersabar dalam
memerangi musuh di antara kalian, dan Kami juga akan
menguji perkataan dan perbuatan kalian sehingga akan
tampak siapa yang jujur dan siapa yang dusta di antara
kalian.96
94
Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 9/377. 95
Taisirul Karimir Rahman, 789. 96
At-Tafsirul Muyassar, 510.
51
Misal yang lain, firman Allah q;
�' �� �N�2א א�� �� �; �-� �� �� �� �� �' �� �9 D���. �1 �� � �+�4 �7���� �� �D�24א�� �%���2א � �' �� � � '� א�6 �; �P X< �)�* � �� א�6 �� � ���3 �1 .�א�� �4 �" �� �� �� �� � �2 ;.
“Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan
yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya
Allah (q) mengetahui siapa yang menolong (agama)-
Nya dan para Rasul-Nya padahal Allah (q) tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah (q) Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.”97
Allah q telah mengetahui dan telah menentukan
siapa di antara hamba-Nya yang akan menolong agama-
Nya dan akan menolong para Rasul-Nya. Namun para
hamba yang telah ditentukan oleh Allah q tersebut baru
mendapatkan pahala setelah mereka benar-benar
menolong agama Allah q dan menolong para Rasul-Nya
dengan menggunakan besi yang telah Allah q ciptakan.
Misal yang lain, firman Allah q;
�R�U א���� �4 �L �C �2א א�� �4 �7 א �� � �� �' �� � �+�4 �7�2�� �( א �� �, �� �4 �P �Z�2כ� �% �L��
�) �" �� '� א��� �� � �: �1 �� �L �C �P ��4 �P � �4 �C �2 �� �L �� כ�א-��Z ��כ� �� �� @a ��
97
QS. Al-Hadid : 25.
52
�' ��4 א��=� �P �(�� �� �>���� � א כ�א�� א�6 � �� � ? א�6 �� �A �� �' א-�כ�+� %� �� �� �� �� }� �V ���� �Dא��2א�. � �� �� א�6 �� +.
“Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang), melainkan agar Kami mengetahui siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang menyimpang. Sungguh
(pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah) terasa
sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah (q). Allah (q) tidak akan menyia-
nyiakan iman (shalat) kalian. Sesungguhnya Allah (q)
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia.”98
Allah q telah mengetahui dan telah menentukan
siapa di antara hamba-Nya yang akan mengikuti Rasul-
Nya dan siapa pula yang akan menyimpang. Namun para
hamba yang telah ditentukan oleh Allah q tersebut baru
mendapatkan pahala setelah mereka mengikuti
Rasulullah a dengan menghadap ke Ka’bah sebagai
kiblat yang baru.
*****
98
QS. Al-Baqarah : 143.
53
METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Setiap muslim hendaknya berupaya memperhatikan
dan menghayati kandungan Al-Qur’an. Sebagaimana
firman Allah q;
�� ���. �����' �$��� � �� א�6 �� �r ���2 �P �� ��(� כ�א�� � �� ��B �� �C �� א�� �� �)�� �� �� �� ���� א �w �@א כ� �$�� �Iא�1 א @�.
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an?
Seandainya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah q,
niscaya mereka akan mendapatkan di dalamnya
pertentangan yang banyak.”99
Penghayatan terhadap Al-Qur’an tidak akan dapat
dilakukan tanpa memahami maknanya dan tafsirannya.
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan taf’il yang artinya
menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna yang
rasional. Kata kerjanya mengikuti wazan dharaba -
yadhribu dan nashara - yanshuru. Kata at-tafsir
mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang
tertutup. Dalam Lisanul arab dinyatakan bahwa at-tafsir
berarti menyingkap maksud suatu lafazh yang musykil.
Tafsir dalam istilah para ulama’ adalah menerangkan
makna Al-Qur’an yang lebih luas daripada sekedar
99
QS. An-Nisa’ : 82.
54
menjelaskan lafazh yang musykil serta lebih luas daripada
sekedar menjelaskan makna yang zhahir.100
Ilmu tafsir Al-Qur’an merupakan ilmu yang paling
mulia untuk dipelajari oleh manusia. Sebagaimana
perkataam Al-Ashbahani 5;
“Ilmu yang paling mulia yang dipelajari manusia adalah
tafsir Al-Qur’an. Karena objeknya adalah Kalamullah
yang merupakan sumber segala ilmu dan semua
keutamaan. Kemudian dari segi tujuan, karena tujuannya
adalah berpegang dengan aqidah yang kuat dan mencapai
kebahagiaan hakiki yang abadi. Sedangkan dari segi
tingginya tingkat kebutuhan kepadanya, karena setiap
kesempurnaan baik ukhrawi maupun duniawi, baik
sekarang atau yang akan datang butuh pada ilmu syari’at
dan pengetahuan agama, dan semua itu tergantung pada
pengetahuan terhadap Kitabullah.”101
Seorang tabi’in Al-Qadhi Iyas bin Muawiyah 5 pernah
mengatakan;
“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an, namun
tidak mengerti tafsir adalah seperti orang yang yang
dibawakan sebuah surat dari raja mereka di malam hari
namun mereka tidak memiliki lampu, maka mereka
dirasuki rasa takut karena tidak mengerti isi surat
tersebut. Sedangkan perumpamaan orang yang mengerti
tafsir adalah seperti orang yang datang membawa lampu,
lalu mereka pun membaca isi surat tersebut.”102
100
Tadabbur Al-Qur’an, Salman bin ‘Umar As-Sunaidi. 101
Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, 2/223. 102
Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 1/26.
55
Model penafsiran Al-Qur’an terbagi dalam empat
kategori, yaitu; tahlili (analitik), maudhu’i (tematik),
ijmali (global) dan muqaran (komparasi). Tafsir tahlili
menjelaskan makna ayat Al-Qur’an menurut tertib ayat
dalam satu surat Al-Qur’an, sedangkan tafsir maudhu’i
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
menghimpun ayat-ayat yang berbicara mengenai suatu
tema tertentu.
Rasulullah a telah menjelaskan makna kandungan
setiap ayat Al-Qur’an kepada para Sahabatnya o. Allah
q berfirman;
��� �L���� �� כ� ����כ� א�=�� �2א �� �� �; �-� �� �+ �, ���� �� �: א -�;�� � �D�24א�� �� �� כ��� �G���' �+ �,�4 �7�� �� ��.
“Kami turunkan Al-Qur’an kepadamu (wahai
Muhammad a), agar engkau menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan(nya).”103
Seorang muslim dalam hidupnya hendaknya tuntas
dalam mempelajari tafsir Al-Qur’an satu mushaf utuh.
Karena orang yang telah menyelesaikan tafsir Al-Qur’an
satu mushaf utuh akan menjadi seorang ahli tauhid, ahli
fiqih dan ahli sejarah. Maka hendaknya seorang bersabar
dalam mempelajari tafsir Al-Qur’an, karena
103
QS. An-Nahl : 44.
56
membutuhkan waktu yang sangat panjang. Berkata Imam
Malik 5;
� �� �P �L �� � �R א-� �� �L �C �� �a �5 א�� �a�� �q �P �4 �" � �) כ� � �� �� �P �� .� א�6 .א,� �� �4 �7 �� '� �� �� �2 "�
“’Abdullah bin Umar p fokus mempelajari Surat Al-
Baqarah (selama) delapan tahun.”104
Metode penafsiran Al-Qur’an terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Tafsir bil Ma’tsur
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir Al-Qur’an
berdasarkan Al-Qur’an dan riwayat yang shahih, dengan
urutan; Al-Qur’an ditafsirkan dengan Al-Qur’an, Al-
Qur’an ditafsirkan dengan As-Sunnah, Al-Qur’an
ditafsirkan dengan perkataan Sahabat, dan Al-Qur’an
ditafsirkan dengan perkataan tabi’in.
1. Al-Qur’an ditafsirkan dengan Al-Qur’an
Metode penafsiran yang terbaik adalah menafsirkan
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Keterangan yang
disebutkan secara umum pada satu ayat, dijelaskan secara
detail pada ayat yang lain. Misalnya firman Allah q;
104
HR. Malik : 479.
57
�' ��4 א��=� �P �� �� �tא �A �� �J �L �* �� ���4כ� � �P �2א � � א *� �2א � � �� א ��
“Terhadap orang-orang yahudi, Kami haramkan apa
yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu.”105
Ayat tersebut ditafsirkan oleh firman Allah q;
�' ��4 א��=� �P �� �� �tא �A �� �< �0 �J�2א כ� � �� �E �� א �� �G�� �� �C �L �� א�� � �) �N �9 �+ �, �� �4 �P �2א � �� �� �+�2�3 א�� �� �Z�4 �� א �� א ��)� � �� �, �
�) �,�� � א �� �A ��כ� �� �0 E+�� �7�. ���4�� �Iא א � ��� א'�א �) �Nא�� �� �)�* �tא � -�א �� �� �� �+ �, �� �3 �L �. �+ �A�2א �' �; �� ��.
“Kepada orang-orang yahudi, Kami haramkan segala
binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba. Kami
haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang
tersebut, selain lemak yang melekat di punggung
keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang
bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum
mereka disebabkan karena kedurhakaan mereka.
Sesungguhnya Kami adalah Maha Benar.”106
105
QS. An-Nahl : 118. 106
QS. Al-An’am : 146.
58
2. Al-Qur’an ditafsirkan dengan As-Sunnah
Apabila tidak ditemukan tafsir Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, maka Al-Qur’an ditafsirkan dengan As-
Sunnah. Karena As-Sunnah merupakan penjelas Al-
Qur’an. Misalnya firman Allah q;
�J�. �$כ�D �� �)�L �& א '�כ� א-�(� א כ� � �+ �,�. �)�4�* ��4 �P א�� ��.
”Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan merupakan dosa yang menutupi
hati mereka.”107
”Ran” dijelaskan oleh Rasulullah a adalah noktah
hitam yang ada pada hati manusia, ketika melakukan
dosa. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah y,
bahwa Rasulullah a bersabda;
�� כ� -� �Z א-� כ� � -� �0 א � �� �� �0� �g �� א�� �� �� U �" �) �t �Vא �� �R �* �4 �L �1u �� �z ��
�H �O�3 �� א"� �� �� ;� -� �� א �G �� �\ �C �J �* �4 �L �1 �� �z �� �T �tא �T �tא �Fu ��� �� �� כ� �0 >� =� א�� א�� א��� כ� �� =� �� א�6 �R כ� ( �1 א.� �� כ� �$ �J�.D א�� �� �P �4 �* � �4 �) �. �, �+ � כ� '� א (� א-� אכ� �& �L �) ��.(
107
QS. Al-Muththaffifin : 14.
59
“Sesungguhnya seorang mukmin apabila melakukan
dosa, (maka) akan ada noktah hitam pada hatinya. Jika
ia bertaubat, berhenti (dari berbuat dosa), dan memohon
ampun (kepada Allah q), (maka) hatinya (kembali
bersih) berkilau. Jika ia menambah (dosa), (maka akan)
bertambah pula (noktah hitamnya). Demikianlah “ar-
ran” yang disebutkan Allah q dalam Kitab-Nya,
”Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan merupakan dosa yang menutupi
hati mereka.”108
3. Al-Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat
Apabila tidak ditemukan tafsir Al-Qur’an dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka merujuk pada perkataan
para Sahabat. Karena para Sahabat memiliki pemahaman
Al-Qur’an yang tidak tertandingi oleh generasi yang
lainnya. Adapun keunggulan tafsir para Sahabat adalah:
a) Para sahabat merupakan generasi yang menjadi
saksi sejarah turunnya Al-Qur’an.
b) Para sahabat merupakan generasi yang paling
memahami bahasa Al-Qur’an.
c) Para sahabat merupakan generasi yan paling
berhati-hati dalam mengungkapkan pesan Al-
Qur’an.
108
HR. Hakim : 6, Tirmidzi : 3334 dan Ibnu Majah : 4244, lafazh ini
miliknya. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam
Shahih Ibni Majah : 3422.
60
Rasulullah a memerintahkan agar mengambil
tafsir Al-Qur’an dari para sahabat, khususnya dari
‘Abdullah bin Mas’ud y. Sebagaimana diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘Amr p, Rasulullah a bersabda;
�I �= א א��� �C �� ��B � �� � �� �. �7 EU � �� ��#� �� l��P �L E א.��� �L �� � �. �1l � �� �L EJ �� �� .� א�0 �7 � �� �. �. R �� �7 כ� E �� �� � �� (� � +E א�� "� � � �. �R �� �= �' �G �U
”Ambilah Al-Qur’an dari empat orang; Ibnu Ummi ‘Abd
(yaitu; ‘Abdullah bin Mas’ud) -Rasulullah a memulai
penyebutan dengannya,- Muadz bin Jabal, Ubay bin
Ka’ab dan Salim maula Abu Hudzaifah o.”109
‘Abdullah bin Mas’ud y telah belajar tujuh puluh
surat langsung dari Nabi a tanpa perantara, dan surat-
surat yang lainnya belajar melalui perantara. Ibnu Mas’ud
y mengetahui latar belakang dan tempat turunnya
seluruh ayat Al-Qur’an, yang jumlahnya lebih dari enam
ribu ayat.110
Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud y;
109
HR. Ahmad, Bukhari : 3759, lafazh ini miliknya dan Muslim :
2464. 110
Syarhu Muqaddimah Tafsir, Ibnu Jibrin.
61
� א�O �� כ� �� � �Z �'B �U �� ;� א -� � �� �� �� �r �1 �� א� )� >� =� א�� �� )� �� א�6 �� � � א -� �P �4 �+ �� �� �� �� �- �; �� �Z �� � �' �� �- �; �� �Z �� �� �) � �P �4 �+ � א�� כ� � �� E� � �P �4 �+ �. כ� �� �Oא � � א'� �i �� א�� �1 �� א�� �R �H �2 ��2 � א�6 �H �� �� �1 א )�
“Demi (Allah q) yang tidak ada sesembahan (yang
berhak untuk disembah) selain Dia. Tidak ada satu ayat
pun di dalam Kitabullah yang diturunkan, kecuali aku
mengetahui untuk siapa ayat tersebut diturunkan, dimana
ayat tersebut diturunkan. Seandainya aku mengetahui ada
seorang yang lebih mengetahui dariku tentang Kitabullah
yang mampu aku jangkau dengan tunggangan, sungguh
aku akan mendatanginya.”111
‘Abdullah bin ‘Abbas p merupakan Sahabat yang
paling mengerti tafsir Al-Qur’an setelah ‘Abdullah bin
Mas’ud y. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 5,
�� �W �i � �2א� �Dא �� �C �� � �� �R �I �i �L �� �1 �" �) �� �a א�� �L �C �� �a �� �� �R �� �� (� א� �a Q2�� EU �" �) א'� �� �� �G �& �� �A �H א �G �& �� @�1 �� �7 �� "� (� �� א� Qא�� �� �# �� Qכ� �� א�� �� ���4 '� א� �+ � �Y �" �4 �� �)א.
111
Muqaddimah fi Ushulit Tafsir, 13.
62
“(‘Abdullah bin ‘Abbas p) pernah berkhutbah
dihadapan manusia, ia membaca di dalam khutbahnya
Surat Al-Baqarah –dalam riwayat lain; Surat An-Nur.- Ia
menafsirkannya, seandainya penduduk Romawi, Turki,
dan Dailam mendengarnya, niscaya mereka semuanya
akan masuk Islam.”112
Di antara contoh tafsir berdasarkan perkataan
sahabat adalah firman Allah q:
�1Q� �" %� כ��� �" �� ��� �Yא �� �Fא א�� �� �k א�&�
”Kursi-Nya meliputi langit dan bumi.”
“Kursi” pada ayat tersebut dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas
p;
� �� �� �C '� )� �� �� �7 א�� �� �� �� � �� �C א�� %� �) �m� �R "� �� כ� �� א� �� � �* �� �� ��.
“Kursi adalah tempat kedua telapak kali (Allah q). ‘Arsy
(Allah q) tidak ada seorang pun yang mengetahui
besarnya.”113
112
Muqaddimah fi Ushulit Tafsir, 13. 113
Mukhtashar Al-‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghaffar, 58.
63
4. Al-Qur’an ditafsirkan dengan perkataan tabi’in
Apabila tidak ditemukan tafsir Al-Qur’an dalam
Al-Qur’an, As-Sunnah dan perkataan sahabat, maka
Jumhur ulama’ dalam masalah ini merujuk pada
perkataan tabi’in. Keutamaan tafsir tabi’in adalah:
a) Tidak terkontaminasi dengan pemahaman yang
sesat.
b) Kalimat yang digunakan singkat, namun padat
makna.
c) Tidak bertentangan dengan bahasa.
d) Sebagaian besar diriwayatkan dari jalur sanad yang
kuat dan masyhur.
Ahli tafsir dari kalangan tabi’in antara lain adalah;
Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah (maula ‘Abdullah bin
‘Abbas p), Atha bin Abi Rabah, Al-Hasan Al-Bashri,
Masruq bin Al-Ajda’, Sa’id in Musayyab, Abul Aliyah,
Ar-Rafi’ bin Anas, Qatadah dan Adh-Dhahak bin
Muzahim n. Tokoh utama mufassir generasi tabi’in
adalah Mujahid 5. Mujahid 5 pernah mengatakan,
“Aku membacakan mushaf Al-Qur’an kepada ‘Abdullah
bin ‘Abbas p sebanyak tiga kali, dari mulai Al-Fatihah
sampai khatam. Aku berhenti pada setiap ayat untuk
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengannya.”
Berkata Sufyan Ats-Tsauri 5;
�� �E א �! �A� �� �G �& �� �� �P א��� כ� א�V א �� �0 �� �N �& �L �1 .� כ�
64
“Apabila datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka itu
sudah cukup bagimu.”114
Orang yang paling ‘alim dalam bidang tafsir adalah
penduduk Makkah, karena mereka adalah murid-murid
‘Abdullah bin ‘Abbas p, seperti; Mujahid, Atha bin Abi
Rabah, Ikrimah, Thawus, Abu Sya’tsa dan Sa’id bin
Jubair n. Berikutnya adalah penduduk Kuffah, karena
mereka adalah murid-murid ‘Abdullah bin Mas’ud y,
seperti; Alqamah, Al-Aswad dan ‘Ubaidah As-Salmani
n.
Di antara contoh kitab tafsir bil ma’tsur adalah:
� Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, karya Ibnu Jarir
Ath-Thabari.
� Ma’alimut Tanzil, karya Al-Baghawi.
� Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, karya, Al-Hafizh Ibnu
Katsir.
b. Tafsir bir Ra’yi
Tafsir bir ra’yi adalah menafsirkan Al-Qur’an
melalui proses ijtihad (rasio). Tafsir bir ra’yi terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Tafsir bir ra’yi yang terpuji
Tafsir bir ra’yi yang terpuji adalah menafsirkan Al-
Qur’an dengan ijtihad sesuai kaidah-kaidah dalam
berijtihad dan beristimbath. Sehingga hasil tafsirannya
akan sejalan dengan tafsiran para salaf; Sahabat dan
114
Muqaddimah fi Ushulit Tafsir, 2.
65
tabi’in. Di antara contoh kitab tafsir bir ra’yi yang terpuji
adalah:
� Tafsirul Jalalain, karya Jalaluddin Al-Mahalli dan
Jalaluddin As-Suyuthi.
� Tafsirul Qur’anil Hakim, karya Rasyid Ridha.115
2. Tafsir bir ra’yi yang tercela
Tafsir bir ra’yi yang tercela adalah menafsirkan Al-
Qur’an tanpa ilmu atau menafsirkan Al-Qur’an
berdasarkan rasio yang bathil. Sehingga hasil tafsirannya
akan bertentangan dengan tafsiran para salaf; Sahabat
dan tabi’in.
PERBEDAAN PENAFSIRAN
Perbedaan dalam bidang tafsir lebih sedikit
dibandingkan perbedaan pendapat dalam bidang fiqih,
karena perbedaan pendapat dalam bidang hukum sangat
kompleks. Perbedaan tafsir Al-Qur’an pada masa Sahabat
lebih sedikit dibandingkan perbedaan tafsir pada masa
tabi’in, hal ini dikarenakan dua hal. Pertama, Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa mereka (bahasa Arab) yang
belum mengalami perubahan. Sehingga merekalah orang
yang paling mengetahui makna Al-Qur’an. Setelah masa
sahabat kualitas bahasa Arab generasi berikutnya mulai
menurun. Kedua, tidak ada seorang pun dari para Sahabat
115
Tafsir ini terkenal dengan sebutan Tafsir Al-Manar, karena tafsir
ini di terbitkan oleh Majalah Al-Manar. Kitab tafsir ini hanya
berhenti pada tafsir Surat Yusuf ayat 101, karena Syaikh Rasyid
Ridha 5 meninggal dunia.
66
yang merasa bahwa pendapatnya paling benar. Bahkan
‘Umar bin Khaththab y mengakui kesalahannya ketika
diingatkan oleh seorang wanita.
Perbedaan penafsiran yang terjadi pada generasi
awal hanya perbedaan ragam (ikhtilaf tanawwu’), bukan
perbedaan yang saling bertentangan (ikhtilaf tadhad).
Perbedaan tersebut diklasifikasikan menjadi dua, antara
lain:
Pertama, masing-masing mufassir mengungkapkan
makna sebuah kata dengan redaksi yang berbeda dari
redaksi yang lainnya, yang pada dasarnya memiliki
maksud yang sama. Misalnya; ash-shiratal mustaqim
(jalan yang lurus), sebagian menafsirkan dengan
Kitabullah, sebagian menafsirkan dengan Islam. Kedua
tafsiran ini sama, karena berislam berarti mengikuti
Kitabullah.116
Kedua, masing-masing mufassir menafsirkan kata
yang bersifat umum dengan menyebutkan sebagian
makna, dari sekian banyak maknanya. Misalnya firman
Allah q;
�' ��א�O א��=� �2א א��כ� �5 �� ��� �+�5 �+ �,�2 ����-�א �tא �L �P �� �2א � �� �G�i �� א\� ��� +� Q ��א��+ �, �2 � �� �1 �& �G�2 �Fא �� �� �Wא���. j�.א �" �+ �,�2 � �� � � �� �C
�� �L �J א��כ� �> �Gא�� �) �A כ��� �0 � �� א�6 �0 �z �. ��.
116
Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, 71.
67
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-
orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.
Lalu di antara mereka ada yang menzhalimi dirinya
sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan dan di
antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah q. Yang demikian itu adalah
karunia yang sangat besar.”117
Sebagian ulama’ generasi awal menafsirkan; orang
yang menzhalimi dirinya sendiri adalah orang yang
mengakhirkan shalat dari waktunya. Orang yang
pertengahan adalah orang yang melaksanakan shalah
pada waktunya. Orang yang lebih dahulu berbuat
kebaikan adalah orang yang shalat pada awal waktunya.
Ada yang menafsirkan; orang yang menzhalimi dirinya
sendiri adalah orang yang tidak berzakat. Orang yang
pertengahan adalah orang yang membayar zakat wajib.
Orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang
yang menunaikan zakat dan memberikan sedekah
sunnah.118
Ada juga yang menafsirkan; orang yang
menzhalimi dirinya sendiri adalah orang yang
mengabaikan kewajiban dan terlena dalam perbuatan
yang terlarang. Orang yang pertengahan adalah orang
yang melakukan kewajiban dan meninggalkan
keharaman. Orang-orang yang lebih dahulu berbuat
kebaikan adalah orang yang mendekatkan diri kepada
117
QS. Fathir : 32. 118
Al-Itqan, 2/177.
68
Allah q dengan melaksanakan kewajiban dan ditambah
dengan berbagai kebaikan sunnah.119
Ketiga tafsiran di atas tidak saling bertentangan,
karena masing-masing menyebutkan satu macam ibadah
yang tercakup oleh ayat, sementara ayat tersebut bersifat
umum meliputi seluruh tindakan yang pelakunya
digolongkan dalam tiga kategori, menzhalimi diri sendiri,
pertengahan dan lebih dahulu berbuat kebaikan.120
Apabila terjadi perbedaan penafsiran dikalangan
para mufassir tentang suatu ayat Al-Qur’an, yang
perbedaan tersebut hanya pada ranah perbedaan ragam
(ikhtilaf tanawwu’) dan masing-masing penafsiran masih
sejalan dengan penafsiran para salaf; sahabat dan tabi’in,
maka diperbolehkan menggunakan beberapa penafsiran
tersebut. Sebagaimana kaidah kafsir:
א �� �A �� ��� �Y �p �� �� � �( �� �� ���2 �7 � �J ���� �N�H �U�' א כ�א-��Z א}� �0 �� ��א�� �tא �>���' �( �� �� �I ��4 א}� �P א �� �, �� �4 �P �J �� �N�H א �,�- �z
א @7 �� �� ��. “Jika suatu ayat memiliki kemungkinan dua makna yang
tidak dapat dikuatkan salah satu dari keduanya dan
keduanya tidak saling bertentangan, maka maknanya
dibawa kepada keduanya.”121
119
Muqaddimah fi Ushulit Tafsir, 4. 120
Syarhu Muqaddimah Tafsir, Ibnu ‘Utsaimin. 121
Tafsirul Qur’anil Karim: Juz ‘Amma, 130.
69
Sehingga yang tepat kita katakan ketika mendapati
perbedaan penafsiran semacam ini adalah, “Sebagian ahli
tafsir menafsirkan demikian,” bukan dengan mengatakan,
“Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam masalah ini.”122
Namun jika terjadi perbedaan penafsiran tentang suatu
ayat Al-Qur’an dan perbedaan tersebut saling
bertentangan (ikhtilaf tadhad), maka yang kita ambil
adalah penafsiran yang sejalan dengan penafsiran para
salaf; Sahabat dan tabi’in. Karena para Sahabat dan
tabi’in adalah orang-orang yang paling mengetahui
tentang tafsir Al-Qur’an.
�1 �L �N �\ ��4 א����1 �� �P �� E� �� �N �2א � ��� �L�- ��4 �P � ��4 א�6 �\ �� �� �7 �� ��� ��u �� �� ���4 �7 ��O א�� �� � � �6 �� �� �Nא�� ��� א-�א �) �P �t �� �IB ��.
Semoga shalawat (dan salam) senantiasa tercurahkan
kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para
Sahabat semuanya. Penutup doa kami, segala puji bagi
Allah Rabb semesta alam.
*****
122
Syarhu Muqaddimah Tafsir, Shalih Alu Syaikh.
70
MARAJI’
1. Al-Qur’anul Karim.
2. Aisarut Tafasir li Kalamil ‘Aliyil Kabir, Abu Bakar
Jabir Al-Jazairi.
3. Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Abu ‘Abdillah
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi.
4. Al-Jami’ush Shahih, Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Bukhari.
5. Al-Jami’ush Shahih Sunanut Tirmidzi, Muhammad
bin Isa At-Tirmidzi.
6. Al-Qawa’idul Hisan Al-Muta’allaqah bi Tafsiril
Qur’an, ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
7. Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul, Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin.
8. At-Tafsirul Muyassar, Shalih bin Muhammad Alu
Asy-Syaikh.
9. At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Abu Zakariya
Yahya bin Syarif An-Nawawi.
71
10. Faidhur Rahman fi Ahkamil Fiqhiyyatil Khashshati
bil Qur’an, Ahmad Salim.
11. Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil ayil Qur’an, Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari.
12. Kitabul Adab, Fuad ‘Abdul Aziz Asy-Syalhub.
13. Mukhtasharul ’Uluw lil ’Aliyyil Ghaffar,
Syamsyuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimaz
At-Turkmani Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i Adz-
Dzahabi.
14. Muqaddimah fi Ushulit Tafsir, Ahmad bin ’Abdul
Halim bin ’Abdus Salam Ibnu Taimiyyah.
15. Musnad Ahmad, Ahmad bin Muhammad bin Hambal
Asy-Syaibani.
16. Mustadrak ’alash Shahihain, Abu ’Abdillah
Muhammad bin ’Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi.
17. Muwaththa’ Malik, Malik bin Anas bin Abu ‘Amir
bin ‘Amr bin Al-Harits.
18. Shahih Ibni Majah, Muhammad Nashiruddin Al-
Albani.
19. Shahih Muslim, Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi.
72
20. Shahihul Jami’ish Shaghir, Muhammad
Nashiruddin Al-Albani.
21. Shahihut Targhib wat Tarhib, Muhammad
Nashiruddin Al-Albani.
22. Sunan Abi Dawud, Abu Dawud Sulaiman bin Al-
Asy’ats bin ‘Amr Al-Azdi As-Sijistani.
23. Sunan Ibni Majah, Muhammad bin Yazid bin
‘Abdillah Ibnu Majah Al-Qazwini.
24. Sunanul Baihaqil Kubra, Ahmad bin Husain bin
‘Ali bin Musa Al-Baihaqi.
25. Tadabbur Al-Qur’an, Salman bin ‘Umar As-Sunaidi.
26. Tafsirul Baghawi: Ma’alimut Tanzil, Abu
Muhammad Husain bin Mas’ud Al-Baghawi.
27. Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, Abul Fida’ Ismail bin
Amr bin Katsir Ad-Dimasyqi.
28. Tafsirul Qur’anil Karim: Juz ‘Amma, Muhammad
bin Shalih Al-‘Utsaimin.
29. Taisirul Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil
Mannan, ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
30. Ushul fi Tafsir, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.