Post on 16-Jan-2017
i
U�IVERSITAS I�DO�ESIA
BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS Fe-Mn-C DI
PRODUKSI MELALUI PROSES METALURGI SERBUK
FERROMA�GA�, BESI DA� KARBO�
SKRIPSI
RHIDIYA� WAROKO
0806331935
FAKULTAS TEK�IK
PROGRAM STUDI TEK�IK METALURGI DA� MATERIAL
DEPOK
JULI 2012
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
i
U�IVERSITAS I�DO�ESIA
BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS Fe-Mn-C DI
PRODUKSI MELALUI PROSES METALURGI SERBUK
FERROMA�GA�, BESI DA� KARBO�
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
RHIDIYA� WAROKO
0806331935
FAKULTAS TEK�IK
PROGRAM STUDI TEK�IK METALURGI DA� MATERIAL
DEPOK
JULI 2012
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
ii
HALAMA� PER�YATAA� ORISI�ALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
�ama : Rhidiyan Waroko
�PM : 0806331935
Tanda Tangan :
Tanggal : 25 Juli 2012
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
iii
HALAMA� PE�GESAHA�
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Rhidiyan Waroko
NPM : 0806331935
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di
Produksi melalui Proses Metalurgi Serbuk
Ferromangan, Besi dan Karbon
`
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program
Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia
DEWA� PE�GUJI
Pembimbing : Dr.Ir. Sri Harjanto ( )
Penguji 1 : Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno ( )
Penguji 2 : Ir.Andi Rustandi, MT ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 25 Juli 2012
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
iv
KATA PE�GA�TAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
memberikan nikmat dan ridha-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
akhir dengan baik dan tepat waktu . Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana Teknik (ST)
jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan masa perkuliahan dan skripsi ini. Oleh karena itu
saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sri Harjanto, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI dan sebagai penguji
3. Ir. Andi Rustandi, M.T. yang telah banyak membantu penulis untuk dapat
melakukan pengujian polarisasi dan sebagai penguji.
4. Dr. Ir. Donanta Dhaneswara, M.Si. dan Winarto, Ph.D. selaku Pembimbing
Akademis Penulis selama menempuh studi di Teknik Metalurgi dan
Material.
5. Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil-Eng, selaku koordinator Tugas
Akhir Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
6. Ir. Rini Riastuti, M.Sc, selaku Kepala Laboratorium Metalurgi Kimia yang
telah mengizinkan peminjaman laboratorium.
7. Semua dosen beserta karyawan di Departemen Metalurgi dan Material
FTUI, yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
8. Orang tua Penulis, Bpk Budiono dan Ibu Insiyah serta adik-adik Putri
Amanda Zia, Adityo Pambudi dan Didit Dito Sadewo yang telah
memberikan dukungan moral dan materil hingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
v
9. Yudha Pratesa, S.T. yang telah banyak membantu dalam mengarahkan dan
menjadi teman curhat Penulis selama penyelesaian tugas akhir.
10. Ferdian dan Bang Odi yang dengan penuh kesabaran membantu Penulis
dalam pengamatan SEM dan EDAX.
11. Ardiles Jeremia Sitorus, S.T. dan Vicky Indrafusa , S.T. teman seangkatan
yang telah membantu dalam pengujian polarisasi di Lab. Korosi.
12. Teman-teman seperjuangan skripsi : Fuad Hakim, S.T., Yudi Prasetyo, S.T.
dan Ruben Rega, S.T. yang sangat super dan selalu membantu dengan
penuh kesabaran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi.
13. Seluruh teman-teman seangkatan metalurgi’08 yang selalu solid, tangguh
dan tanggung jawab. Teman-teman yang selalu memberikan kenangan-
kenangan tak terlupa dan selalu membuat suasana penuh tawa.
14. Teman bermain PES dan CS, sekaligus teman-teman yang mengerjakan
skripsi bersama-sama di ruang asisten Lab Metalografi : Abdullah Nirmolo,
S.T., Allam Putra, S.T., Brian Hermawan, S.T., Eko Mulia, S.T., Hutri
Prianugrah, S.T., Ichwanul Fasya, S.T., Indra Septiawan, S.T., M. Fahmi
Hadar, S.T., Nofec Budiarto, S.T., Rendi Fajar, S.T., Rudiansyah, S.T.,
Rulliansyah, S.T., Wali Riansyah, S.T., Yanuar Ahmad, S.T., Yosia Samuel,
S.T.
15. Seluruh senior dan junior metal yang telah membantu dalam proses
penelitian dan perkuliahan Penulis.
16. Seluruh Pihak yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan
Skripsi ini.
Akhir kata, Penulis hanya bisa mengucapkan ucapan terimakasih sebesar-
besarnya pada seluruh pihak, baik yang telah disebut maupun tidak. Besar harapan
Penulis dengan skripsi ini dapat meningkatkan potensi ilmu pengetahuan dalam
diri Penulis sendiri maupun orang lain pada umumnya.
Jakarta, Juli 2012
Penulis
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
vi
HALAMA� PER�YATAA� PERSETUJUA� PUBLIKASI TUGAS
AKHIR U�TUK KEPE�TI�GA� AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
di bawah ini, :
Nama : Rhidiyan Waroko
NPM : 0806331935
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Departemen : Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti �oneksklusif (�on-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di Produksi melalui Proses
Metalurgi Serbuk Ferromangan, Besi dan Karbon
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Depok
Pada Tanggal 25 Juli 2012
Yang menyatakan
(Rhidiyan Waroko)
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Rhidiyan Waroko
NPM : 0806331935
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul :
Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di Produksi melalui Proses Metalurgi
Serbuk Ferromangan, Besi dan Karbon
Material Fe-Mn-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk
aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial
Fe-Mn-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung
kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian
material Fe-Mn-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan
sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Komposisi Mn digunakan sebagai
variabel pengujian, yaitu Fe-25Mn-0.8C dan Fe-35Mn-0.8C. Material tersebut dibuat
dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Karakterisasi serbuk hasil
pemaduan mekanik menunjukkan terjadinya reduksi ukuran partikel dan membentuk
paduan serbuk yang lebih merata. Hasil pengujian kekerasan dengan Rockwell A
menunjukkan bahwa kekerasan material Fe-24Mn-0.42C adalah 43 HRA dan Fe-33Mn-
0.27C adalah 49 HRA, nilai kekerasan tersebut memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi
dari material SS 316L. Hasil pengujian polarisasi menunjukkan laju korosi untuk Fe-
24Mn-0.42C adalah 0.84 mmpy dan Fe-35Mn-0.8C 0.34 mmpy. Nilai tersebut lebih
tinggi dari besi murni tetapi lebih rendah dari paduan magnesium. Hasil uji mikrostruktur
dengan uji metalografi dan uji XRD menunjukkan fasa austenit. Berdasarkan pengujian
ini, menunjukkan bahwa pengaruh komposisi Mn untuk meningkatkan kekerasan
material. Pada pengujian ini juga menunjukkan proses pemaduan mekanik mampu
meningkatkan kekerasan material dan menurunkan laju korosi material.
Kata Kunci :
Biodegradable material, penyangga pembuluh jantung, paduan Fe-Mn-C, pemaduan
mekanik, metalurgi serbuk.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Rhidiyan Waroko
NPM : 0806331935
Major : Metallurgy and Material Engineering
Title :
Biodegredable Material Based on Fe-Mn-C Produced by Powder Metallurgy
Process of Ferromanganese, Iron and Carbon
Fe-Mn-C materials has been developed as biodegredable material for coronary stent
application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery
after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12
months. Material testing of Fe-Mn-C alloy is performed to proving of feasibility that
biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Mn composition is used for the
test variable, namely Fe-25Mn-0.8C and Fe-35Mn-0.8C. That material is from
production of mechanical alloying and then powder metallurgy. Powder as-mechanical
alloying characterization shows particle reduction size and make a alloy powder is more
evenly. Result of hardness test with Rockwell A showed the hardness of Fe-24Mn-0.42C
is 43 HRA and hardness of Fe-33Mn-0.27C is 49 HRA. That hardness value is bigger
than hardness value of SS 316 L material. The result of polarization test shows corrosion
rate of Fe-24Mn-0.42C is 0.84 mmpy and 0.34 mmpy for Fe-33Mn-0.27C. That corrosion
rate is higher than pure iron and lower than magnesium alloy. Microstructure test with
metallographic test and XRD test shows austenitic phase. Based on this research shows
that effect of Mn composition is for increasing hardness value. On this research is shows
that mechanical alloying can increasing hardness of material and decreasing corrosion
rate.
Kata Kunci :
Biodegradable material, Coronary artery stent, Fe-Mn-C Alloy, Mechanical alloying,
Powder Metallurgy.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN COVER ........................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................................ vii
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii
1. PE�DAHULUA� .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 5
2. TI�JAUA� PUSTAKA ................................................................................................ 7
2.1. Biomaterial .......................................................................................................... 7
2.2. Aplikasi Biomaterial Sebagai Coronary Stents ................................................. 10
2.3. Pengaruh Unsur Paduan .................................................................................... 20
2.4. Lingkungan Dalam Tubuh................................................................................. 27
2.5. Proses Metalurgi Serbuk ................................................................................... 28
2.5.1. Fabrikasi Serbuk ........................................................................................ 28
2.5.2. Pencampuran Serbuk ................................................................................. 29
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
x Universitas Indonesia
2.5.3. Pemaduan Mekanik ................................................................................... 29
2.5.4. Proses Kompaksi ....................................................................................... 31
2.5.5. Proses Sintering ......................................................................................... 32
3. METODOLOGI PE�ELITIA� ................................................................................ 37
3.1. Pendahuluan ...................................................................................................... 37
3.2. Pembuatan Sampel ............................................................................................ 37
3.2.1. Persiapan Serbuk ....................................................................................... 37
3.2.2. Pemaduan Mekanik ................................................................................... 40
3.2.3. Proses Metalurgi Serbuk ........................................................................... 42
3.3. Karakterisasi Material ....................................................................................... 43
3.3.1. Pengujian Densitas dan Porositas Material : ............................................. 44
3.3.2. Pengujian Kekerasan ................................................................................. 45
3.3.3. Pengujian Polarisasi. ................................................................................. 46
3.3.4. Pengujian Rendam ..................................................................................... 48
3.3.5. Pengujian XRD.......................................................................................... 50
3.3.6. Pengujian SEM dan EDAX ....................................................................... 52
3.3.7. Pengujian Metalografi ............................................................................... 52
4. HASIL DA� PEMBAHASA� ................................................................................... 53
4.1. Komposisi Kimia ............................................................................................... 53
4.2. Karakterisasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik ............................................... 55
4.3. Densitas dan Porositas ....................................................................................... 58
4.4. Struktur Mikro dan Fasa .................................................................................... 58
4.5. Kekerasan .......................................................................................................... 61
4.6. Perilaku Korosi .................................................................................................. 65
5. PE�UTUP .................................................................................................................... 75
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 75
5.2. Saran .................................................................................................................. 75
DAFTAR ACUA� ........................................................................................................... 77
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1. Penggunaan Biomaterial di Amerika Serikat [17]. ................................. 7
Tabel 2. 2. Kelas Biomaterial [2]. ............................................................................ 8
Tabel 2. 3. Guidance on Biocompatibility Assessment [2]. ...................................... 9
Tabel 2. 4. Nilai kekuatan dan ketebalan penyangga pada masing-masing
sampel. [8] ............................................................................................ 11
Tabel 2. 5. Data klinis pada masing-masing sampel. [8] ....................................... 12
Tabel 2. 6. Laju korosi material besi murni dan Fe35Mn. [14] .............................. 20
Tabel 2. 7. Data elektrokimia dan laju korosi yang diukur pada larutan Hank
[23]. ....................................................................................................... 23
Tabel 3. 1. Tabel data bahan baku yang digunakan. ............................................. 37
Tabel 3. 2. Perbandingan berat serbuk yang digunakan. ...................................... 40
Tabel 3. 3. Parameter kondisi proses pemaduan mekanik .................................... 42
Tabel 3. 4. Variabel lingkungan pada proses kompaksi untuk sampel Fe-
25Mn-C dan Fe-35Mn-C. ................................................................... 42
Tabel 3. 5. Variabel lingkungan pada proses sintering untuk sampel Fe-25Mn-
C dan Fe-35Mn-C. .............................................................................. 43
Tabel 3. 6. Kandungan senyawa yang terkandung pada larutan ringer laktat dan
larutan Hanks’. [45] .............................................................................. 47
Tabel 3. 7. Komposisi larutan etsa[51]. .................................................................. 52
Tabel 4. 1. Data hasil pengujian densitas porositas. ............................................. 58
Tabel 4. 2. Data hasil polarisasi. ........................................................................... 68
Tabel 4. 3. Data komposisi Silikon hasil EDAX .................................................. 71
Tabel 4. 4. Data pengujian rendam. ...................................................................... 72
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1 Perbandingan efek restenosis pada berbagai stent. [9] .................... 16
Gambar 2. 2. Ilustrasi ideal propertis material biodegredable coronary stent.[18] 17
Gambar 2. 3. Hasil uji polarisasi sampel paduan Fe-Mn pada larutan hanks
dengan temperatur 37oC. [14] .......................................................... 19
Gambar 2. 4. Diagram fasa dari paduan Fe-Mn. [40] ............................................ 21
Gambar 2. 5. Perbandingan nilai YS dan US dari setiap besi paduan dan besi
murni pada sampel as-cast dan sampel as-rolled.[23] ..................... 22
Gambar 2. 6. Perbandingan nilai mikrohardness dari besi murni dan besi
paduan[23] ....................................................................................... 23
Gambar 2. 7. Kurva potentio-dynamic polarization pada sampel paduan besi
sampel as-cast dan as-rolled direndam didalam larutan Hank
dengan besi murni sebagai kontrol. [23] .......................................... 24
Gambar 2. 8. SEM dari permukaan spesimen Fe murni, Fe-Mn dan Fe-C
setelah direndam dalam larutan Hank selama 180 hari.[23] ............ 25
Gambar 2. 9. Konsentrasi ion yang terlepas dari paduan yang direndam dalam
larutan Hank selama 3, 10, 30, 90 dan 180 hari. [23] ...................... 25
Gambar 2. 10. Cell viability pada (a) L-929, (c) VSMC dan ECV304 setelah 1,
2 dan 4 hari pengujian pada sampel besi paduan dan besi murni
dengan material SS316 sebagai reference material. (d)
Konsentrasi ion yang terbuang pada pengujian cytotoxicity. [23] ... 26
Gambar 2. 11. Pengaruh lama waktu proses dengan ukuran partikel serbuk
paduan (C. Suryanarayana, 2001) [43]. ............................................ 29
Gambar 2. 12. Tumbukan antara bola dengan partikel serbuk selama pemaduan
mekanik (C. Suryanarayana, 2001)[43]. .......................................... 30
Gambar 2. 13. Pengaruh rasio berat bola dengan serbuk terhadap lama waktu
pemaduan dan ukuran partikel serbuk paduan (C.
Suryanarayana, 2001) [43]. .............................................................. 30
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
Gambar 2. 14. Diagram alir fabrikasi paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi
serbuk pada penelitan Hermawan, et al [6] ..................................... 35
Gambar 3. 1. Bagan metodologi penelitian. ........................................................ 38
Gambar 3. 2. Gambar bentuk dan dimensi sampel .............................................. 39
Gambar 3. 3. Alat planetary ball mill. ................................................................. 41
Gambar 3. 4 Alat low speed diamond cutting.................................................... 43
Gambar 3. 5. Alat uji kekerasan Rockwell. ......................................................... 46
Gambar 3. 6. Skema alat pengujian polarisasi ..................................................... 48
Gambar 3. 7. Skematik pengujian rendam........................................................... 49
Gambar 3. 8. Skema difraksi sinar-X pada sampel XRD [40]............................... 50
Gambar 3. 9. Alat Shimadzu XRD-7000 ............................................................. 51
Gambar 3. 10. Alat SEM LEO 420i Departemen Metalurgi FTUI ....................... 51
Gambar 4. 1. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-25Mn-C. ........................ 53
Gambar 4. 2. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-35Mn-C. ........................ 54
Gambar 4. 3. Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi target sampel. . 55
Gambar 4. 4. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-24Mn-0.42C. Ukuran
partikel serbuk sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari
ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b). .............................. 56
Gambar 4. 5. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-33Mn-0.27C. Ukuran
partikel serbuk sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari
ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b). .............................. 56
Gambar 4. 6. Ilustrasi mekanisme pemaduan mekanik.[54] .................................. 57
Gambar 4. 7. Hasil uji XRD untuk sampel serbuk Fe-24Mn-0.42C hasil
pemaduan mekanik. ....................................................................... 57
Gambar 4. 8. Gambar hasil foto dengan mikroskop electron sampel Fe-
24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) dan hasil foto SEM
pada sampel Fe-24Mn-0.42C (c) dan Fe-33Mn-0.27C (d). ........... 59
Gambar 4. 9. Mikrostruktur Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) yang
menunjukkan batas butir prior-austenit. ........................................ 60
Gambar 4. 10. Batas butir prior-austenite pada pengujian San Martin[52]. ........... 60
Gambar 4. 11. Hasil uji XRD. ............................................................................... 61
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
Gambar 4. 12. Grafik perbandingan nilai rata-rata kekerasan sampel Fe-24Mn-
0.42C dan Fe-33Mn-0.27C. ........................................................... 62
Gambar 4. 13. Perbandingan nilai kekerasan material (HRA). ............................. 63
Gambar 4. 14. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk
sampel Fe-24Mn-0.42C dengan menggunakan larutan ringer
laktat............................................................................................... 65
Gambar 4. 15. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk
sampel Fe-33Mn-0.27C dengan menggunakan larutan ringer
laktat............................................................................................... 66
Gambar 4. 16. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk
sampel Fe-24Mn-0.42C dengan menggunakan larutan Hanks. ..... 66
Gambar 4. 17. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk
sampel Fe-33Mn-0.27C dengan menggunakan larutan Hanks. ..... 67
Gambar 4. 18. Perbandingan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-
0.27C dengan sampel Fe-35Mn hasil produksi metalurgi serbuk
dan rolling[14]. ................................................................................ 69
Gambar 4. 19. Tahap awal proses pemaduan mekanik. Setiap serbuk akan
mengalami perataan bentuk dan membentuk semacam komposit
lapisan [43] ....................................................................................... 70
Gambar 4. 20. Pada tahap intermediet, terjadi cold weld dan fracture sehingga
membentuk komposit laminat pada tahap awal menjadi lebih
kusut. [43] ........................................................................................ 70
Gambar 4. 21. Pada tahap akhir, proses pemaduan mekanik akan membentuk
lamellar komposit yang lebih halus, jarak antar lamellar 1µm
[43]. .................................................................................................. 70
Gambar 4. 22. Hasil uji ferroscope. ....................................................................... 71
Gambar 4. 23. Grafik laju korosi pada uji rendam. ............................................... 73
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PE�DAHULUA�
1.1. Latar Belakang
Aplikasi biomaterial sebagai alat bantu pengobatan medis telah banyak
digunakan. Biomaterial banyak digunakan sebagai pengganti gigi, tulang, lensa
kontak, stent dan anggota tubuh lainnya. Tercatat, permintaan dan penggunaan
biomaterial mencapai US$ 212,8 juta pada tahun 2008, bahkan penggunaan
material biologi dari logam sebagai pengganti tulang pangkal paha akan mencapai
jumlah 272.000 buah pada tahun 2030 [1].
Berdasarkan jangka waktu penggunaannya, biomaterial diklasifikasikan
menjadi dua kategori, yaitu permanent biomaterial dan temporary biomaterial [2].
Aplikasi permanent biomaterial biasanya digunakan pada pengganti gigi dan
pengganti tulang sehingga membutuhkan sifat material yang memiliki ketahanan
korosi yang tinggi. Aplikasi temporary biomaterial biasanya digunakan pada
penyangga pembuluh darah dan penyangga tulang yang patah. Material yang
digunakan sebagai biomaterial memiliki syarat mutlak yang harus dipenuhi, yaitu
sifat biokompatibilitas.
Belakangan ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan
temporary biomaterial. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biomaterial ini
banyak digunakan sebagai penyangga atau stent pada pembuluh darah yang
mengalami penyempitan. Sifat kekuatan mekanik dan sifat korosi menjadi bahan
menarik untuk di uji pada aplikasi material ini, disamping sifat
biokompatibilitasnya. Salah satu contoh penggunaan biomaterial sebagai stent
adalah pada coronary stent. Coronary stent adalah alat yang berbentuk wire mesh
tube yang dimasukkan di dalam pembuluh darah dan dipasang pada pembuluh
yang mengalami gangguan. Stent yang dimasukkan memiliki fungsi untuk
menyangga pembuluh darah yang tersumbat akibat kadar kolesterol yang tinggi di
dalam tubuh [3].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Coronary stent merupakan device pendukung yang ditempatkan pada arteri
jantung. Coronary stents digunakan untuk mereparasi bentuk dari arteri jantung
yang mengalami penyusutan atau pengurangan diameter lubang sehingga dapat
mengakibatkan aliran darah dalam arteri terganggu. Coronary stent akan menjaga
bentuk arteri jantung mengalami pembesaran, atau biasa disebut balloon
angioplasty [4]
, kemudian arteri jantung akan mengalami efek scaffolding [5-6],
yaitu efek dimana suatu struktur mengalami penstabilan bentuk setelah bentuk
tersebut dijaga selama waktu tertentu. Arteri jantung membutuhkan waktu sekitar
6-12 bulan untuk mencapai kestabilan bentuk setelah dipasang coronary stent.
Setelah bentuk arteri jantung stabil, maka coronary stent tidak dibutuhkan lagi [6].
Coronary stent terbuat dari material yang biokompatibel dengan tubuh, atau
sering disebut biomaterial. Ada beberapa tipe coronary stent yang telah
dikembangkan, yaitu: drug-eluting stent (DES) dengan biodegredable polimer,
DES tanpa menggunakan polimer, stent yang diberi pelapis dan stent yang
seluruhnya menggunakan biodegredable material [9]. Pada awalnya, material yang
digunakan sabagai coronary stent memiliki propertis yang unggul pada
kemampuan menerima beban, kemampu-regangan, biokompatibiltas dan sifat
korosinya. Sehingga berdasarkan persyaratan tersebut, maka material yang
dipakai adalah Cobalt-Chromium, NiTinol (nikel-titanium), tantalum, dan
stainless steel 316L yang merupakan termasuk kategori permanent biomaterial
[1,2,7,8]. Penggunaan permanent biomaterial sebagai stent membutuhkan
pembedahan kembali untuk mengambil stent tersebut karena sudah tidak
dibutuhkan lagi. Selain itu, penggunaan stent yang terlalu lama akan
mengakibatkan thrombosis. Thrombosis adalah gejala pembelaan tubuh dimana
aka nada efek pembekuan darah didaerah sekitar stent. Dengan terbentuknya
pembekuan darah tersebut akan menghambat kembali pembuluh darah, sehingga
timbul kembali efek restenosis. Jika coronary artery sudah mengalami penstabilan
bentuk. Oleh sebab itu, penggunaan biodegredable material dapat menghilangkan
tindakan pembedahan kembali.
Biodegredable stent diharapkan mampu luruh didalam tubuh secara aman.
Peluruhan tersebut didukung oleh sifat korosif pada material logam. Material yang
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
3
Universitas Indonesia
akan digunakan sebagai biodegredable stent harus memenuhi standar-standar
propertis, seperti biokompatibel, hasil korosi dari material tersebut juga
biokompatibel, material mampu bertahan pada tempatnya selama beberapa bulan
sebelum terjadinya peluruhan dan memiliki kekuatan yang mampu memberi efek
scaffolding selama waktu yang dibutuhkan [10]. Berdasarkan persyaratan tersebut,
maka besi dan magnesium dipilih sebagai material aplikasi.
Michael Scinhammer dkk. [11] menyampaikan bahwa logam magnesium
dan paduannya menjadi material stent yang baik dan telah diuji keberhasilannya
dengan uji secara in vivo dan secara klinis. Dalam media physiological, material
ini mengalami degradasi yang cepat seiring dengan bertambahnya jumlah
hidrogen. Hal ini menjadi masalah dalam biomedis, terutama jika stent yang
digunakan memiliki dimensi yang besar karena hasil korosinya juga akan semakin
banyak sehingga akan melewati toleransi yang diizinkan oleh tubuh. Selain itu
propertis mekanik magnesium dan paduannya, seperti kekuatan dan keuletan,
kurang memuaskan.
Besi diyakini menjadi kandidat material untuk aplikasi biodegredable
implan. Terlebih lagi, hasil studi yang dilakukan Peuster M dkk. [12] melaporkan
bahwa stent yang terbuat dari pure besi dan dimasukkan kedalam aorta, tidak
menimbulkan efek toxicity. Karena laju korosi besi yang lambat, maka material
tersebut digunakan sebagai aplikasi permanen. Untuk meningkatkan laju korosi
dari material besi, maka para peneliti mengembangkan material paduan Fe-based.
Hermawan dkk. [13,14] mengembangkan paduan Fe-35% wt Mn-Pd untuk
meningkatkan laju korosi Fe sebagai biodegerdable stent. Namun dibanding
dengan paduan Mg, Fe-Mn-Pd memiliki laju korosi yang lebih lambat tetapi
memiliki propertis mekanik yang sebanding dengan stainless steel 316L.
Hermawan dkk. [13,14] menggunakan logam Pd yang memiliki harga mahal,
sebagai paduan. Berdasarkan data London Metal Exchange, pada bulan Maret
2012, harga Pd berkisar 650 $/OZ [15].
Penelitian ini akan mencari kelayakan penggunaan paduan Fe-Mn-C dengan
sumber material Fe, Fe-Mn dan C yang dibuat dengan pemaduan mekanik dan
metode metalurgi serbuk sebagai material aplikasi biodegredable stent.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
4
Universitas Indonesia
Penggunaan unsur karbon C adalah sebagai pemercepat proses degradasi. Selain
itu, substitusi unsur Pd pada material Hermawan dkk. dengan C dilakukan untuk
mencari resource material yang lebih murah tanpa mengurangi peranan Pd dalam
menghasilkan propertis degradasi yang tinggi tanpa mengorbankan sifat
mekaniknya.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam upaya mengembangkan paduan biomaterial berbasis
Fe-Mn-C dapat digambarkan melalui pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Pengaruh unsur paduan terhadap mikrostruktur, laju korosi serta sifat
ketahanan mekaniknya.
2. Kondisi proses yang optimal untuk membuat paduan biomaterial Fe-
Mn-C.
3. Bahan baku yang optimal untuk membuat paduan biomaterial Fe-Mn-
C
1.3. Tujuan Penelitian
Dari penjelasan pada latar belakang riset ini dan perumusan masalah, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan material biodegredable
stent berbasis paduan Fe-Mn-C yang mampu luruh dan memiliki ketahanan
mekanik yang dibuat dengan pemaduan mekanik serta metalurgi serbuk. Beberapa
tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menginvestigasi pengaruh pemaduan mekanik terhadap properties
material.
2. Menginvestigasi pengaruh kadar mangan (Mn) terhadap propertis
material.
3. Menginvestigasi pengaruh penggunaan bahan baku FeMn sebagai
material dasar.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Bahan pada penelitian ini menggunakan material dengan bahan baku serbuk
Fe murni, Fe-Mn dan C murni dengan komposisi akhir Fe-25%Mn-0.8%C (Fe-
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
5
Universitas Indonesia
25Mn-C) dan Fe-35%Mn-0.8%C (Fe-35Mn-C). Proses pembuatan material
dengan pemaduan mekanik (mechanical alloying) menggunakan planetary ball
mill kemudian dilanjutkan dengan proses metalurgi serbuk. Dalam penelitian ini,
penulis akan melakukan pengujian porositas, kekerasan, SEM-EDX, XRD,
metalografi, uji rendam dan polarisasi.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam
bentuk bab-bab yang saling berkaitan. Bab-bab tersebut diantaranya :
a) Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
b) Bab 2 Landasan Teori
Membahas mengenai biomaterial, aplikasi biomaterial sebagai
coronary stents, pengaruh unsur paduan, lingkungan dalam tubuh,
proses metalurgi serbuk. Dalam proses metalurgi serbuk akan dibahas
tentang proses fabrikasi serbuk, pencampuran serbuk, pemaduan
mekanik, proses kompaksi dan proses sintering.
c) Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang
diperlukan untuk penelitian setiap penelitian, standar penelitian dan
prosedur penelitian
d) Bab 4 Hasil dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian
serta menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan
grafik, serta membandingkan dengan teori dan literatur.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
6
Universitas Indonesia
e) Bab 5 Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan sesuai dengan tujuan dari penelitian
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TI�JAUA� PUSTAKA
2.1. Biomaterial
Biomaterial merupakan material sintesis yang dipakai untuk mengganti
bagian dari sistem hidup atau untuk berfungsi secara terikat dengan jaringan hidup.
Biomaterial pada dasarnya adalah material dari bahan hayati; setiap substansi
(selain obat) atau kombinasi substansi, sintesis atau alami, yang dapat dipakai
pada perioda waktu tertentu, sebagai bagian atau keseluruhan sistem yang
memperlakukan, menggandakan, atau mengganti setiap jaringan, organ, ataupun
fungsi tubuh [16]. Biomaterial menjadi teknologi mutakhir yang dikembangkan
demi menjawab kesulitan pengobatan jika diperlukan pengganti organ tubuh.
Terbukti dari keseriusan Amerika Serikat dengan mengeluarkan dana sebesar 22,2
milyar dollar pada tahun 2006 untuk pengembangan biomaterial bagi bidang
kesehatan [17].
Tabel 2. 1. Penggunaan Biomaterial di Amerika Serikat [17].
Material Biokompatibel (2007) $ 22.2 Miliar
Peralatan implan (2006) $ 7.9 Miliar
Lapisan tipis (tissue) (2006) $ 11.7 Miliar
Penyembuh kulit (2007) $ 270 Miliar
Vascular graft (2006) $ 650,000
Jumlah device
Lensa Intracoular 1,400,000
Lensa kontak 4,000,000
Heart valve 45,000
Artificial knee 816,000
Artificial hips 521,000
Uni Eropa juga menunjukkan keseriusan mereka untuk bidang biomaterial
dengan mendanai pengembangan biomaterial sebesar 107,1 juta euro pada tahun
2007. Pada tahun 1980, pendekatan biomaterial ditinjau dari sifat inertnya yaitu
semua substansi atau obat-obatan, sintetik atau alami, yang dapat digunakan
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
8
Universitas Indonesia
sendiri atau menjadi bagian suatu sistem yang meningkatkan atau mengganti
jaringan, organ, atau fungsi tubuh. Pada tahun 1990 ke atas, pendekatan
biomaterial berubah dari inert menjadi aktif, maksudnya adalah sebagai materi
tidak hidup yang digunakan sebagai alat medis dan dibuat untuk berinteraksi
dengan sistem tubuh makhluk hidup [17].
Kesuksesan penggunaan biomaterial dalam tubuh tergantung dari tiga faktor,
yaitu: propertis dan biokompatibilitas dari material implan, kondisi kesehatan dari
penerima implan dan kemampuan tim ahli yang akan melakukan implan. Oleh
sebab itu, pemahaman tentang biomaterial sangat penting untuk menentukan
material yang cocok digunakan. Biomaterial yang digunakan sebagai implan,
dibagi kedalam empat kelas besar yang memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing seperti terlihat pada Tabel 2.2 [2].
Tabel 2. 2. Kelas Biomaterial [2].
Secara umum, syarat utama biomaterial harus biokompatibel dengan tubuh.
Persyaratan-persyaratan yang memenuhi standar biokompatibilitas ini adalah
seperti acute system toxicity, cytotoxicity, hemolysis, intraveneous toxicity,
mutagenecity, oral toxicity, pyrogenecity dan sensitization. Petunjuk tentang
biokompatibilitas material ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Tabel 2. 3. Guidance on Biocompatibility Assessment [2].
Pengembangan biomaterial merupakan usaha sinergis multi-disiplin ilmu
seperti ilmu kimia, teknik kimia, sains material, mekanik, bioengineering, biologi,
dan farmasi. Masukan bagi pengembangan biomaterial juga perlu datang dari
badan peraturan pemerintah, wirausahawan, dan tokoh moral [25]. Perkembangan
biomaterial sangat pesat dan mempengaruhi cara pandang peneliti dalam
pengembangan dan bagaimana implan biomaterial ada di dalam tubuh. Generasi
pertama biomaterial mempunyai satu karakteristik yang ingin dicapai yaitu inert.
Maksud dari inert adalah tidak menghasilkan reaksi dari host apakah ditolak atau
ada interaksi dengan tubuh. Biomaterial generasi ini belum menghasilkan hasil
yang memuaskan sehingga para peneliti mengembangkan biomaterial generasi
kedua yang mempunyai karakterikstik yang ingin dicapai yaitu bioactive.
Bioactive maksudnya adalah terjadi interaksi dan penerimaan dari jaringan tubuh
host terhadap biomaterial sehingga dicapai performa yang lebih stabil pada waktu
yang lama. Tetapi, biomaterial generasi kedua masih memiliki kekurangan yaitu
perlu ada prosedur untuk mengeluarkan biomaterial yang ditanam di tubuh karena
biomaterial tersebut tidak dapat meluruh di dalam tubuh. Maka dikembangkanlah
biomaterial generasi ketiga yang memiliki karakteristik biodegradable. Maksud
dari biodegradable adalah dapat terdegradasi secara kimia oleh alam (cuaca,
bakteri, hewan, tumbuhan, dalam tubuh manusia [17].
Sebelum pengembangan biodegradable material, korosi dianggap sebagai
suatu kegagalan secara metalurgi. Namun dalam aplikasi biodegredable material,
kemampuan luruh magnesium dan besi menjadi keuntungan dalam aplikasi
implan biodegradable. Material tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
10
Universitas Indonesia
memperbaiki struktur tubuh dan memungkinkan jaringan tubuh kembali tumbuh
lalu meluruh meninggalkan jaringan tubuh yang sudah normal kembali.
2.2. Aplikasi Biomaterial Sebagai Coronary Stents
Pengobatan penyakit arteri jantung dengan menggunakan metallic stent
merupakan salah satu revolusi pengobatan pada saat pertama kali diperkenalkan
dan dengan cepat tersebar sebagai metode pengobatan baru di dunia medis.
Selama perkembangan material stent tersebut, banyak terjadi perdebatan dan
investigasi tentang desain stent, pemilihan material dan pemilihan karakter
permukaan banyak dilakukan. Pada awalnya. desain stent dalam bentuk drug-
eluting stent menuai banyak kontroverssi dalam dunia farmasi karena tidak
kompatible dengan tubuh. Peningkatan resiko pembengkakan setelah pemasangan
stent menjadi isu yang diperbincangkan pada saat itu. Namun pengembangan
material stent dan non-pharmacological coating terus dilakukan untuk mencari
desain terbaik sebagai aplikasi stent material.
Pada biomaterial stent generasi pertama, material inert menjadi fokus utama
sebagai material aplikasi. Selain biokompatibilitas, kekuatan material menjadi
fokus utama penelitian. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa ketebalan stent
menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi aplikasi stent. Kastrati A. dkk [27]
melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan stent terhadap respon tubuh.
Tubuh memiliki respon terhadap stent yang disebut dengan restenosis. Pada
penelitian tersebut menggunakan perbandingan antara dua desain stent yang
masing-masing memiliki ketebalan 50 dan 140 mm. Percobaan tersebut
menunjukkan bahwa stent yang lebih tipis memiliki efek restenosis yang lebih
rendah dibandingkan dengan stent yang lebih tebal. Oleh sebab itu, penelitian
tentang biomaterial stent fokus terhadap desain stent yang memiliki kekuatan
tinggi dengan ketabalan yang semakin tipis. Pada perkembangan selanjutnya,
paduan cobalt-chromium menjadi kandidat utama material stent karena memiliki
nilai modulus elastis yang tinggi [7,28]. Produk pertama yang menggunakan paduan
cobalt-chromium sebagai aplikasi coronary stent adalah Multi-Link VisionTM
Coronary Stent. Stent tersebut menggunakan paduan L605 (Co-20Cr-15W-10Ni)
memberikan propertis kekuatan yang tinggi dan mampu meningkatkan radio-
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
11
Universitas Indonesia
opacity. Material lain yang dikembangkan sebagai material coronary stent dengan
fokus terhadap peningkatan kekuatan material dan radio-opacity adalah material
stainless steel dengan paduan platinum. Platinum memberikan penguatan solid
solution dan meningkatkan sifat radio-opacity dalam bentuk penyangga yang
lebih tipis dibanding stainless steel konvensional [8].
Tabel 2. 4. Nilai kekuatan dan ketebalan penyangga pada masing-masing sampel. [8]
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengembangan coronary stent
dengan mempertahankan propertis radio-opacity terus dilakukan. Selain
mengganti base material-nya, penelitian juga berfokus terhadap penggunaan
perlakuan permukaan pada stent misalnya memberikan pelapis emas pada
permukaan stainless steel. Kelemahan dari penggunaan emas sebagai pelapis
adalah kurang biokompatibel. Penelitian yang dilakukan oleh Kastrati dkk. [29] ,
pada stent produksi InFlow Dynamic AG, menemukan bahwa penggunaan pelapis
emas memberikan resiko yang tinggi terhadap restenosis. Ederman dkk. [30]
melakukan pengujian dengan memberikan perlakuan panas terhadap pelapis emas
dengan tujuan untuk memodifikasi permukaannya dan menghilangkan impuriti
sisa sehingga mampu mengurangi efek restenosis. Namun pada perkembangannya,
pengguanaan pelapis emas telah ditinggalkan karena telah mengalami kegagalan
dalam aplikasinya. Sehingga hal tersebut mampu mendorong perkembangan
material stent dengan menggunakan paduan cobalt-chromium dan paduan lainnya.
Sejalan dengan pengembangan kekuatan material dan radio-opacity,
dikembangkan pula rekayasa permukaan. Selain untuk meningkatkan radio-
opacity, rekayasa permukaan juga dapat meningkatkan biompatibilitas material
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
12
Universitas Indonesia
terhadap tubuh. Rekayasa permukaan diharapkan mampu mengurangi efek
restenosis sampai 20-30% yang diakibatkan oleh stent dari logam. Pengambangan
reakayasa permukaan dengan menggunakan material organik diharapkan mampu
mengurangi material logam yang terlepas, mengurangi thrombogenecity
permukaan dan menghasilkan tekstur yang membantu terbentuknya
endothelialization [8].
Tabel 2. 5. Data klinis pada masing-masing sampel. [8]
Telah lama diyakini bahwa material implant yang memiliki permukaan
dengan ketahanan korosi yang tinggi mampu meningkatkan biokompatibilitas dari
material tersebut, seperti diantaranya material titanium oksida dan kromium
oksida. Peningkatan biokompatibilitas tersebut karena permukaannya mampu
meminimilasir pelepasan ion logam di dalam tubuh. Koster dkk. [31] melakukan
penelitian tentang mencari hubungan antara alergi terhadap logam dan in-stent
restenosis. Studi tersebut menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat alergi
terhadap unsur logam, misalnya nikel dan molibdenum, memiliki kecenderungan
mengalami restenosis yang lebih tinggi.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Selanjutnya digunakan karbon sebagai pelapis untuk mengurangi efek
restenosis. Studi in vitro yang dilakukan pada produk Bio-Diamond Diamond-
Like Carbon (DLC) coated stainless steel stents menunjukkan bahwa terjadi
pengurangan pelepasan ion logam dibandingkan material stainless yang tidak
dilapisi [32]. Tetapi, pada pengujian lainnya menyatakan hasil yang tidak sama.
Misalnya pada pengujian yang dilakukan oleh Airoldi dkk. [33] yang menggunakan
Diamond Flex AS Stent yang menggunakan DLC untuk melapisi stainless steel
menyatakan pada masa 6 bulan pengujiannya tidak menemukan perubahan efek
restenosis dibandingkan dengan menggunakan stainless steeltanpa pelapis DLC.
Pyrolitic carbon kemudian dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan dari
pelapis DLC. Pyrolitic carbon telah banyak digunakan sebagai pelapis pada
aplikasi heart valves dimana haemocompatibility menjadi hal yang sangat penting.
Pyrolitic carbon mensyaratkan temperatur yang tinggi untuk melakukan deposisi
partikel dan biasanya menghasilkan lapisan yang cukup tebal, kondisi ini
merupakan kondisi yang kurang nyaman untuk stent.
Salah satu pengembangan lain dalam hal rekayasa permukaan untuk
mengurangi efek restenosis adalah dengan menggunakan pelapis silikon karbida.
Teori dibalik penggunaan material tersebut sebagai pelapis adalah tentang proses
perpindahan elektron antara protein dalam darah dengan permukaan material stent.
Misalnya interaksi antara fibrinogen dan permukaan material stent membentuk
deposisi fibrin, dapat meningkatkan adhesi dan membentuk thrombus. Pelapis
yang dipilih merupakan silikon karbida yang amorf, phosporus-doped dan
hydrogen-rich dengan menggunakan metode chemical vapour deposition. Studi in
vitro pada material ini (dengan substrat tantalum) memberikan hasil yang
memuaskan dengan laju restenosis sekitar 26.8% [33]. Tetapi pada pengujian
dengan menggunakan stainless steel sebagai substrat, menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan karena memberikan kecenderungan restenosis yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stainless steel tanpa menggunakan pelapis [34].
Rekayasa permukaan lainnya adalah dengan menggunakan titanium oksida
sebagai pelapis yang memiliki biokompatibilitas yang tinggi dan titanium oksida
ini biasa digunakan sebagai aplikasi barrier ion logam. Pelapisan stainless steel
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
14
Universitas Indonesia
dengan menggunakan titanium oksida adalah dengan metode physical vapour
deposition dalam kondisi atmosfer campuran oksigen-nitrogen. Hasil studi
menunjukkan efek restenosis yang terjadi pada penggunaan material stent dengan
pelapis titanium oksida memilki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan stent tanpa pelapis, dengan perbandingan 15% dan 33%. Uji banding
penggunaan pelapis titanium oksida (menggunakan material TITANOX dengan
drug-eluting stents (DESs) menunjukkan efek restenosis TITANOX lebih
rendah[35].
Material iridium oksida kemudian dikembangkan sebagai pelapis material
stent. Pengguna pelapis tersebut yang pertama adalah MOONLIGHT dengan
menggunakan gold-plated stainless steel stent yang dilapisi dengan iridium oksida.
Studi klinis dari pengujian tersebut menunjukkan hasil bahwa penggunaan pelapis
tersebut mampu menurunkan efek restenosis hingga ke angka 13,8% [36]. Pada
teorinya, H2O2 berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan jaringan pada stent.
Tetapi, iridium oksida merupakan katalis untuk mendeposisi H2O2 menjadi
oksigen dan air sehingga memperlambat pertumbuhan jaringan.
Rekayasa permukaaan dengan metode pelapisan material anorganik
memberikan hasil yang kurang efektif dan kurang solutif dalam hal mengurangi
efek restenosis. Namun, hubungan antara pelepasan ion logam, alergi terhadap
logam dan restenosis telah dilakukan pengujian dan hasilnya dapat digunakan
sebagai variabel pertimbangan penggunaan stent.
Ketika penggunaan pelapis anorganik sebagai material stent dirasa kurang
efektif, maka usaha para peneliti untuk mengurangi efek restenosis yang terjadi
pada pembuluh darah setelah pelepasan stent adalah dengan mendesain stent
sebagai drug-eluting stent (DES) sebagai material stent generasi kedua. DES
adalah stent yang dilapisi oleh suatu agen atau obat yang mampu menjadi katalis
untuk terjadinya proses endothelialization. DES merupakan stent yang dilapisi
oleh sebuah antiproliferative drugs seperti zotarolimus yang berfungsi untuk
mencegah restenosis [38].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Usaha pertama untuk mendesain DES adalah dengan memberikan pelapis
phosphorycholine (PC) sebagai tiruan pada permukaan terluar pembuluh darah,
yang dapat membantu meningkatkan biokompatibilitas pada material stent.
Beberapa studi telah dilakukan untuk menginvestigasi kelayakan dari material ini.
Pengujian ini material stent yang dilapisi oleh PC, produk stent BiodivYsioTM,
menunjukkan bahwa material ini mampu mengurangi thrombosis dalam pembuluh
darah namun belum mengurangi efek restenosis secara signifikan [39].
Pada perkembangan selanjutnya, peneliti mengembangkan metallic DES
dengan durable polymer. Stent ini terdiri dari base logam, antiproliferative agent
dan dilapisi oleh durable polymer. Zotarolimus-eluting stents (ZES) merupakan
pengembangan stent jenis ini dengan menggunakan duranble polymer teknologi
terbaru. ZES menggunakan polimer Biolinx (merupakan mix dari tiga polimer
dasar), stent berupa cobalt-chromium dan zotarolimus sebagai drug. Hasilnya
menunjukkan bahwa penggunaan ZES ini dapat menurunkan laju restenosis.
Pengembangan lain dari metallic DES dengan durable polymer adalah Elixir
DESyne ,ovolimus Eluting Stent (NES) yang tersusun dari logam cobalt-
chromium, durable poly(n-butyl methacrylate) polymer dan dengan novolimus
drug dan beberapa macam metallic DES dengan durable polymer
Selain metalic DES dengan durable polymer, para peneliti juga
mengembangkan stent dengan biodegredable polimer. Material ini tentunya juga
ditunjang oleh perkembangan material polimer yang memiliki propertis
biokompatibiltas yang baik serta waktu degradasi polimer yang dapat ditentukan.
Studi mengenai efek produk degradasi polimer terhadap tubuh perlu ditekankan
karena biokompatibilitas polimer terhadap tubuh hanya merupakan hipotesis.
Meskipun studi yang dilakukan untuk menginvestigasi dampak stent pada waktu
pendek menunjukkan biokompatibilitas yang baik, namun pada studi jangka
panjang menunjukkan kelemahan. Produk polimer yang terdegradasi akan terurai
di dalam tubuh dan akan meningkatkan reaksi inflamatory sehingga akan
membentuk lingkungan yang asam.
Perkembangan selanjutnya adalah stent yang tidak menggunakan polimer
sebagai pelapis (polymer free) namun memberi antiproliferative agent pada
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
16
Universitas Indonesia
permukaan stent. Antiproliferative agent ini akan memenuhi poros-poros yang ada
pada permukaan stent sehingga diharapkan mampu meningkatkan
biokompatibilitas material. Namun studi untuk stent ini menyatakan bahwa desain
stent ini memberikan efek restenosis yang tinggi dibanding disain stent yang
lainnya. Grafik pada Gambar 2.1 menjelaskan tentang perbandingan efek terhadap
pasien pada biodegredable polymer stent, durable polymer stent dan polymer free
stent. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa stent dengan biodegredable
polymer memberikan efek restenosis yang paling baik.
Gambar 2. 1. Perbandingan efek restenosis pada berbagai stent. [9]
Belakangan ini, desain coronary stent sudah memasuki generasi ketiga,
dimana penggunaan biodegredable material menjadi fokus utama penelitian.
Salah satu alasan penggunaan material ini adalah untuk mengurangi efek
restenosis pada aplikasi jangka panjang. Pemakaian stent dalam jangka waktu
yang lama akan menyebabkan thrombegencity, iritasi dan penghambatan re-
endhotelialization. Selain itu, penggunaan material ini adalah untuk
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
17
Universitas Indonesia
menghilangkan tindakkan pembedahan kembali. Desain material biodegredable
sebagai aplikasi stent yang ideal adalah material yang memiliki laju korosi yang
rendah pada saat awal aplikasi dan mampu mempertahanankan kekuatan
mekaniknya hingga pembuluh jantung kembali ke bentuk normal. Waktu yang
dibutuhkan untuk pembuluh jantung kembali normal adalah 12-24 bulan, sehingga
diharapkan material stent akan luruh seluruhnya dalam rentang 24 bulan setelah
pemasangan stent [18] seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Terdapat dua
parameter penting dalam proses desain, yaitu pemilihan material stent dan kondisi
lingkungan tubuh pemakai stent. Studi mengenai efek lingkungan aplikasi
terhadap propertis stent perlu dilakukan.
.Gambar 2. 2. Ilustrasi ideal propertis material biodegredable coronary stent.[18]
Biodegredable material untuk aplikasi stent dapat dikolaborasikan dengan
material pelapis anti-toxic. Secara sederhana, stent akan dilapisi oleh drug-eluted
layer. Dua kelas material telah diajukan sebagai material untuk biodegredable
stent, yaitu (i) polimer dari lactic acid, glycolic dan caprolactone families dan (ii)
logam, Mg-based atau paduan Fe-based [18]. Berdasarkan propertis material yang
dipersyaratkan sebagai material coronary stent adalah material paduan
magnesium dan paduan besi. Pemanfaatan material biologi logam mampu luruh di
bidang kedokteran diteliti untuk aplikasi yang lebih spesifik sebagai stent. Stent
merupakan konstruksi perancah untuk membantu pembukaan mekanik dan
mencegah penyempitan dini dari pembuluh darah.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Keberadaan stent tidak selamanya diperlukan karena jaringan pembuluh
darah akan menemukan keseimbangan baru setelah tertekan oleh stent tersebut.
Setelah stent terurai maka hanya diharapkan hanya pembuluh darah saja yang
tertinggal. Oleh karena itu, biodegradable stent yang ideal adalah stent yang
mampu terdegradasi dan juga memiliki integritas mekanik selama implantasi.
Paduan logam Mg yang mengandung unsur aluminium dan paduan logam
Mg yang tidak mengandung unsur aluminium merupakan paduan yang mampu
luruh alami. Paduan logam Mg mempunyai biokompabilitas yang baik (Mg ada di
dalam tubuh sehingga tidak dianggap unsur asing). Pengujian in-vivo
menunjukkan bahwa paduan Mg dengan unsur pemadu Al (AZ31) dan Zn (AZ91)
tidak menimbulkan efek alergi pada jaringan. Semua unsur paduan yang
ditambahkan berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan paduan logam Mg, baik
disebabkan penguatan presipitasi (precipitation strengthening) dan penguatan
larutan padat (solid solution strengthening). Paduannya juga larut di dalam tubuh
saat proses luruh (tidak beracun), dan bersifat diamagnetik sehingga tidak terlihat
pada tes X-Ray dan tidak mengganggu pemeriksaan CT atau MRI.
Kekurangan dari Mg alloy stent adalah, keuletan dan ketangguhan material
akan turun dengan drastis seiring dengan penambahan logam paduan lain. Laju
korosinya pun terlalu cepat. Stent yang terbuat dari Mg akan terkorosi, baik dalam
in vivo maupun in vitro setelah 1 bulan. Ditambah lagi, kemungkinan Mg
mengalami degradasi yang berbahaya karena menghasilkan gas H2 dengan reaksi
Mg + 2H2O → Mg2+ +2OH- + H2 [18].
Sedangkan, logam Fe mempunyai kekuatan yang baik di dalam tubuh.
Namun logam Fe sangat lama meluruh di dalam tubuh. Untuk itu ditambahkanlah
paduan Mn untuk meningkatkan laju korosi dari logam Fe. Dengan penambahan
29% Mn maka akan terbentuk fasa tunggal austenite. Selain itu mangan dipilih
karena mangan memiliki tingkat biokompabilitas yang lebih tinggi dari unsur
pembentuk austenit lain seperti nikel. Dengan penambahan 35% Mn maka didapat
sifat diamagnetik bagi paduan Fe.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Gambar 2. 3. Hasil uji polarisasi sampel paduan Fe-Mn pada larutan hanks dengan temperatur
37oC. [14]
Penambahan unsur Pd juga dilakukan pada paduan Fe-Mn [11]. Dengan
menggunakan unsur paduan logam, maka pembentukan fasa antara logam dapat
dikontrol sehingga kadar korosi dapat dipercepat dan kekuatan dapat ditingkatkan
oleh pembentukan fasa ini. Penggunaan unsur Mn dan Pd sangat sesuai untuk
pengembangan paduan logam baru tersebut karena Mn dapat menurunkan
potensial elektroda standard dan Pd akan membentuk fasa antara logam yang
mulia. Uji korosi menunjukan bahwa Fe-Mn-Pd menunjukan tingkat korosi yang
sangat tinggi dibandingkan besi murni. Uji tarik menunjukkan juga bahwa
material ini mempunyai kekuatan yang sangat tinggi melebihi 140 MPa dan juga
regangan lebih dari 10%. Oleh karena itu material ini sangat potensial untuk
kegunaan ‘biodegradable’ karena kombinasi sifat korosi dan sifat mekaniknya.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Tabel 2. 6. Laju korosi material besi murni dan Fe35Mn. [14]
Paduan logam Fe-35Mn mempunyai kekuatan luluh dan tarik yang hampir
sama dengan stainless steel 316, meskipun regangan paduan logam ini hanya
separuh dari SS316. Uji korosi menunjukkan bahwa paduan logam ini mempunyai
sifat korosi yang lebih tinggi daripada besi murni sebesar 3 kali lipat. Penelitian
ini menunjukkan bahwa paduan logam ini dapat digunakan sebagai biodegradable
stent [14].
2.3. Pengaruh Unsur Paduan
Pada penelitian ini, material yang digunakan adalah adalah logam
biodegredable material berbasis Fe dengan paduan Mn dan C. Paduan Mn dan C
diharapkan mampu meningkatkan propertis-propertis biomaterial tersebut
sehingga dapat mendukung aplikasinya sebagai biodegredabel stent. Sebagai
temporary stent pada coronary artery, maka pencapaian utama dalam propertis
material tersebut adalah mampu mempertahankan kekuatan mekaniknya untuk
menyangga pembuluh selama waktu 6-12 bulan dan mampu meluruh secara aman
didalam tubuh dalam waktu 12-24 bulan [18].
Untuk mencapai hal tersebut, maka Schinhammer dkk. [11] mendesain
strategi pengembangan biodegredable stent material dengan fokus kepada
peningkatan laju korosi dan peningkatan kekuatan mekanik material, selain
biokompatibilitas material, dengan merekayasa komposisi kimia dan karakteristik
mikrostruktur dari material tersebut. Beberapa penelitian untuk mencapai tujuan
tersebut dengan beberapa metode yang berbeda. Seperti yang dilakukan oleh
Hermawan dkk. [19], mereka merekayasa komposisi kimia dan mikrostruktur
material dengan metode alloying. Mereka mengembangkan material Fe-Mn
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
21
Universitas Indonesia
dengan laju degradasi yang lebih tinggi daripada besi murni dan paduan tersebut
menunjukkan bahwa hanya ada hambatan kecil dari akitivitas metabolik sel
fibroblast sebagai akibat respon tubuh terhadap benda asing.
Gambar 2. 4. Diagram fasa dari paduan Fe-Mn. [40]
Mangan, sebagai unsur paduan yang digunakan pada penelitian Hermawan
dkk. [19], terdapat sebanyak 0,090% pada lapisan bumi. Mangan tidak ditemukan
dalam keadaan murni, tetapi dalam senyawa. Mangan mempunyai afinitas yang
tinggi dengan oksigen dan sulfur. Mangan mempunyai temperatur leleh 1244oC
dan temperatur didih 2150oC [20]. Mangan dengan kadar yang tinggi akan
menghasilkan austenitic steel dengan ketahanan wear dan abrasi yang tinggi [21].
Dengan penambahan mangan lebih dari 29% akan terbentuk fasa tunggal austenite
pada temperatur ruang seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
Penelitian yang dilakukan oleh B. Liu dkk. [23], menunjukkan bahwa
penambahan Mn tidak menimbulkan efek yang signifikan terhadap perubahan
ukuran butir pada besi murni. Penambahan unsur-unsur paduan pada besi murni
menimbulkan efek peningkatan dengan nilai yang berbeda pada yield strength
(YS), ultimate strength (US) dan elongation. Hal ini merupakan suatu keuntungan
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
22
Universitas Indonesia
bagi biomaterial berbasis besi jika digunakan sebagai aplikasi coronary stent
karena nilai YS dan US dari besi murni yang lebih rendah dari besi paduan dan
besi murni lebih rentan mengalami patahan jika terjadi elongasi pada material [24].
Penambahan unsur Mn dan C pada besi murni akan meningkatkan nilai YS dan
US. Pada paduan Fe-Mn, nilai YS dan US akan mengalami peningkatan secara
signifikan jika material tersebut di-roll seperti pada Gambar 2.5. Nilai dari YS dan
US untuk paduan Fe-C tidak berbeda jauh dengan paduan Fe-Mn.
Gambar 2. 5. Perbandingan nilai YS dan US dari setiap besi paduan dan besi murni pada sampel
as-cast dan sampel as-rolled.[23]
Paduan Fe-C pada sampel as-rolled menghasilkan nilai kekerasan yang
paling tinggi dibandingkan dengan besi murni dan paduan Fe-Mn produk dari
sampel as-rolled maupun as-cast. Sebagai perbandingan, Gambar 2.6 [23]
menjelaskan tentang perbandingan nilai kekerasan antara besi murni dan paduan
besi. Mikrohardness pada paduan besi meningkat jika dibandingkan dengan besi
murni, baik produk dari sampel as-cast maupun as-rolled.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Gambar 2. 6. Perbandingan nilai mikrohardness dari besi murni dan besi paduan[23]
Percobaan penghitungan laju korosi pada larutan Hank yang dilakukan B.
Liu dkk. [23], seperti pada Tabel 2.7 juga menunjukkan bahwa penambahan unsur
paduan Mn akan meningkatkan potensial korosi dari besi murni. Paduan Fe-Mn
memiliki nilai rapat arus yang lebih rendah dibandingkan dengan besi murni.
Unsur Mn tidak merubah secara signifikan nilai dari laju korosi dari besi murni,
tetapi akan menurunkan laju korosi tersebut secara signifikan jika dilakukan
rolling.
Tabel 2. 7. Data elektrokimia dan laju korosi yang diukur pada larutan Hank [23].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Gambar 2.7 menunjukkan kurva potentio-dynamic polarization dari sampel
as-cast dan sampel as-rolled. Pada paduan Fe-Mn as-cast, akan memiliki nilai
yang lebih tinggi dari besi murni. Unsur C akan meningkatkan nilai potensial
korosi besi murni dan akan meningkatkan laju korosi dari besi murni. Nilai laju
korosi akan menurun setelah dilakukan rolling.
Gambar 2. 7. Kurva potentio-dynamic polarization pada sampel paduan besi sampel as-cast dan
as-rolled direndam didalam larutan Hank dengan besi murni sebagai kontrol. [23]
B. Liu dkk. [23] mengobservasi permukaan dari biomaterial dengan
melakukan pengujian rendam static pada larutan Hank. Larutan Hank digunakan
sebagai penyetaraan pada kondisi tubuh. Spesimen direndam didalam larutan
Hank yang memiliki pH sekitar 7,25 – 8,48, selama 180 hari. Dari pengujian
tersebut menunjukkan bahwa produk korosi dari paduan besi tersebut adalah
pengeroposan pada permukaannya, rapuh dan tidak mengikat kuat pada
permukaan paduan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan produk korosi akan
mudah terlepas dari permukaan paduan besi tersebut. Pada paduan Fe-C as-rolled,
menunjukkan secara jelas permukaan yang terkorosi, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.8. Laju korosi pada pengujian rendam dynamic memiliki nilai
yang lebih tinggi dari laju korosi pada pengujian rendam static. Hal tersebut
terjadi karena adanya aliran konstan sebagai simulasi aliran zat cair dalam tubuh.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Gambar 2. 8. SEM dari permukaan spesimen Fe murni, Fe-Mn dan Fe-C setelah direndam dalam
larutan Hank selama 180 hari.[23]
Gambar 2.9 menunjukkan nilai konsentrasi ion yang terlepas dari spesimen
hasil pengecoran dan spesimen hasil rolling pada percobaan B. Liu dkk. [23].
Penambahan unsur Mn secara signifikan mengurangi laju korosi jangka panjang
dari besi murni. Pada sampel Fe-Mn as-rolled, menunjukkan pengurangan
konsentrasi ion yang terlepas dibandingkan sampel as-cast, tetapi pada data di
hari ke-180, konsentrasi ion yang terlepas dari sampel as-rolled meningkat secara
signifikan dan memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada Fe-Mn sampel as-cast.
Penambahan unsur C (Fe-C) ke dalam besi murni, membuat konsentrasi pelepasan
ion lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan unsur Mn pada hari ke-90
sampai ke-180.
Gambar 2. 9. Konsentrasi ion yang terlepas dari paduan yang direndam dalam larutan Hank
selama 3, 10, 30, 90 dan 180 hari. [23]
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Masih dalam pengujian yang dilakukan Liu B. dkk. [23] untuk mengukur
tingkat cytotoxicity besi murni dan besi paduan didalam tubuh dengan metode
menghitung jumlah sel yang masih hidup setelah dan sebelum dilakukan
pengujian. Pengujian ini menggunakan sel L-929, VSMC dan ECV304. Gambar
2.10 menjelaskan hasil dari pengujian tersebut. Dari percobaan tersebut dapat
diketahui, pada material Fe-Mn dengan sel L-929 terjadi peningkatan jumlah
pengurangan sel yang cukup signifikan pada hari ke-empat. Untuk sel ECV304,
pada paduan Fe-Mn menunjukkan pengurangan jumlah sel. Paduan Fe-C
menunjukkan grafik yang meningkat pada semua sel. Pada pengujian
hemocompatibility, penambahan unsur paduan Mn dan C tidak memberikan
perubahan yang signifikan terhadap aktivitas hemolytic besi murni. Sehingga
material ini dikategorikan sangat hemocompatible.
Gambar 2. 10. Cell viability pada (a) L-929, (c) VSMC dan ECV304 setelah 1, 2 dan 4 hari
pengujian pada sampel besi paduan dan besi murni dengan material SS316 sebagai reference
material. (d) Konsentrasi ion yang terbuang pada pengujian cytotoxicity. [23]
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Pada pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penambahan unsur
karbon adalah untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material, sedangkan
penambahan unsur Mn adalah untuk meningkatkan laju korosi material, selain
untuk meningkatkan kestabilan fasa austenite pada material.
2.4. Lingkungan Dalam Tubuh
Stent adalah penyangga yang berbentuk tubular dengan struktur berlubang-
lubang (berongga) yang akan dimasukkan dan akan diperlebar (expanded) di
dalam pembuluh darah untuk tetap menjaga agar aliran darah kembali lancar.
Pada saat ini, stenting dilakukan pada 60% tindakan angioplasty. Angioplasty
adalah teknik mekanik untuk memperlebar pembuluh darah yang mengecil atau
tersumbat.
Pada proses ini stent dimasukkan ke dalam balon lalu diposisikan agar stent
ikut mengembang dan menekan pembuluh darah ke luar untuk menyangga saat
balon diberikan tekanan. Stenting dapat menurunkan risiko restenosis setelah
proses angioplasty, namun pada 25% dari kasus stenting, masalah restenosis
masih dapat terjadi, yang biasa disebut in-stent restenosis [6]. Pemasangan stent
dilakukan dengan bantuan catheter sehingga stent dapat masuk dan mengembang
di dalam pembuluh darah.
Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi logam dan paduannya
karena dapat terjadi reaksi oksidasi. Tubuh memiliki larutan dengan kadar garam
sekitar 0,9% pada pH~7,4 dengan temperatur 37±1°C. Semua bahan implan akan
mengalami dissolution karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan
tertentu, dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Cairan tubuh
manusia terdiri atas larutan air, senyawa kompleks, larutan cairan dari oksigen
dan kandungan yang besar dari natrium (Na+) dan klorida (Cl-) dan elektrolit
lainnya seperti bikarbonat, kandungan kecil dari kalium, kalsium, magnesium dan
pospat, sulfat, asam amino, protein, plasma, limfa. Ion-ion yang ada ditubuh juga
memberikan peranan yang penting untuk menjaga pH dan transfer elektron [40].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
28
Universitas Indonesia
2.5. Proses Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk didefinisikan sebagai seni dan sains untuk menghasilkan
serbuk logam halus dan objek finished atau semi-finished dari serbuk logam
tunggal, campuran, atau alloyed tanpa atau dengan inklusi non-logam [47].
Kelebihan dari metalurgi serbuk adalah:
1. Kebebasan dalam memilih raw material
2. Dapat mempertahankan kemurnian unsur-unsur produk dengan mengontrol
langkah-langkah proses
3. Ekonomis dan akurasi ukuran sampel yang tinggi. Permukaan sampel juga
halus
4. Mampu untuk membentuk ukuran produk yang kompleks dan kecil
5. Mempunyai kemampuan untuk memproduksi paduan yang baru karena
kebebasan dalam jumlah komposisi dari logam dan non logam dimana hal
tersebut tidak didapatkan dengan metode normal.
Langkah-langkah metalurgi serbuk terdiri dari fabrikasi serbuk, mixing,
kompaksi dan sintering.
2.5.1. Fabrikasi Serbuk
Ada 4 macam mekanisme yang digunakan untuk mereduksi ukuran material
menjadi lebih kecil (serbuk) yaitu impak, attrition , shear, dan tekan. Impak
dilakukan dengan memberikan pukulan yang cepat kepada material yang
menyebabkan material retak dan tereduksi ukurannya.
Atrrition adalah proses mereduksi material dengan gerakan menekan. Shear
dengan cara menggesek material menjadi partikel halus. Tekan (compression)
biasanya dipakai untuk material yang brittle karena jika material tersebut ditekan
tidak akan terdeformasi dan akan membentuk serbuk-serbuk kasar [48].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.5.2. Pencampuran Serbuk
Mixing adalah proses mencampur beberapa serbuk berbeda atau mencapur
serbuk yang sama namun dengan ukuran yang berbeda. Mixing sangat dianjurkan
untuk dilakukan agar partikel-partikel serbuk terdispersi secara merata [47].
2.5.3. Pemaduan Mekanik
Pemaduan mekanik adalah proses penggilingan serbuk kering yang
melibatkan penyambungan, penggerusan dan penyambungan kembali secara
berulang dengan menggunakan bola berkecepatan tinggi. Tujuan dari pemaduan
mekanik adalah untuk mendapatkan campuran yang homogen antara material
matriks dengan partikel terdispersi dan mendifusikan partikel terdispersi tersebut
ke partikel logam matriks.
Gambar 2. 11. Pengaruh lama waktu proses dengan ukuran partikel serbuk paduan (C.
Suryanarayana, 2001) [43].
Variabel proses pada pemaduan mekanik yang utama, antara lain kecepatan
putar, lama waktu proses dan rasio berat bola dengan serbuk. Kecepatan putar
bola yang digunakan pada pemaduan mekanik tidak boleh terlalu cepat atau
terlalu lambat. Apabila terlalu cepat, maka bola penggiling akan bergerak pada
dinding wadah dan tidak efektif memberikan tumbukan pada partikel serbuk.
Namun, kecepatan yang terlalu lambat juga tidak dianjurkan karena dapat
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
30
Universitas Indonesia
membuat bola penggiling hanya bergerak pada dasar wadah sehingga proses
pemaduan tidak berlangsung efektif juga. [43]
Adapun mekanisme dari pemaduan mekanik, efek lama waktu proses dan
rasio berat bola dengan serbuk adalah seperti pada skema-skema pada Gambar
2.11-2.13.
Gambar 2. 12. Tumbukan antara bola dengan partikel serbuk selama pemaduan mekanik (C.
Suryanarayana, 2001)[43].
Gambar 2. 13. Pengaruh rasio berat bola dengan serbuk terhadap lama waktu pemaduan dan
ukuran partikel serbuk paduan (C. Suryanarayana, 2001) [43].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
31
Universitas Indonesia
2.5.4. Proses Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemberian suatu gaya luar berupa tekanan
untuk mendeformasi serbuk menjadi benda yang mempunyai bentuk dan ukuran
tertentu yang mempunyai densitas yang lebih tinggi. Proses kompaksi akan
mengakibatkan pengaturan partikel, deformasi partikel, dan terbentuknya ikatan
antar partikel.
Kompaksi dapat dilakukan melalui kompaksi dingin dan kompaksi panas.
Arah penekanan proses kompaksi ada dua yaitu satu arah (single end compaction)
maupun penekanan dua arah (double end punch). Proses kompaksi dingin
merupakan proses kompaksi yang dilakukan dengan temperatur ruang sedangkan
proses hot pressing merupakan suatu proses kompaksi yang dilakukan pada
temperatur relatif tinggi.
Pada penekanan satu arah, penekan (punch) dari atas bergerak menekan
serbuk di bawah. Pada penekanan dua arah menggunakan dua punch di atas dan di
bawah dan bergerak mendekat menekan serbuk di tengah. Penekanan dengan dua
arah memiliki keunggulan berupa hasil densitas bakalan yang seragam. Hasil dari
kompaksi disebut bakalan.
Kekuatan setelah proses kompaksi dan sebelum proses sinter disebut
kekuatan bakalan (green strength). Kekuatan hasil kompaksi bergantung pada
ikatan antarpartikel yang terjadi akibat deformasi plastis antar partikel sehingga
menghasilkan lapisan antarmuka yang padat. Kekuatan bakalan dapat
ditingkatkan dengan cara [49]:
1. Menggunakan serbuk yang halus
2. Menggunakan serbuk dengan bentuk partikel yang tidak beraturan dan
permukaan yang kasar.
3. Meningkatkan tekanan kompaksi
4. Mengurangi kontaminasi permukaan partikel
5. Mengurangi jumlah pelumas atau zat aditif pada serbuk
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
32
Universitas Indonesia
2.5.5. Proses Sintering
Proses sinter merupakan proses pemanasan yang dilakukan di bawah
temperatur lebur untuk membentuk ikatan antarpartikel melalui mekanisme
perpindahan massa yang terjadi pada skala atomik. Proses sinter penting untuk
menghasilkan sifat mekanik yang baik bagi material yang dibuat dengan metalurgi
serbuk [50].
Proses sinter memiliki 2 tujuan yaitu untuk menghilangkan pelumas
(lubricant) dan pada temperatur yang lebih tinggi untuk proses difusi serta
pembentukan ikatan antarpartikel serbuk. Pada umumnya, perubahan yang terjadi
jika serbuk hasil kompaksi disinter adalah sebagai berikut [49]:
a) Partikel mulai berikatan sehingga meningkaatkan kekuatan mekanis,
konduktivitas listrik, dan konduktivitas panas dari material
b) Mengurangi jumlah porositas dan meningkatkan densitas
c) Terjadi pertumbuhan butir sehingga hasil ukuran butir akan lebih besar
daripada ukuran butir sebelum disinter
d) Pori akan menjadi lebih halus dan bentuknya menjadi lebih bulat selama
proses sinter berlangsung
Proses sinter dapat dilakukan dengan tekanan maupun tanpa tekanan. Proses
sinter dengan tekanan mengahsilkan densitas material yang lebih tinggi daripada
material hasil sinter tanpa tekanan. Namun pada sinter tanpa tekanan, biaya proses
lebih murah dan alatnya lebih sederhana dibandingkan proses sinter dengan
menggunakan tekanan. Proses sinter tanpa menggunakan tekanan ada dua jenis
yaitu:
1. Proses sinter fasa cair (liquid phase sintering)
Sinter fasa cair adalah proses sinter yang dilakukan pada temperatur tertentu
dimana salah satu fasa partikel melebur karena ada perbedaan temperatur
lebur pada suatu bakalan. Fasa cair akan mengelilingi fasa solid
(pembasahan). Proses ini mempunyai keuntungan yaitu dapat meningkatkan
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
33
Universitas Indonesia
densitas dengan menghilangnya pori akibat diisi oleh fasa cair. Material
yang dapat disinter dengan proses ini adalah Cu-Co, W-Cu, W-Ni-Fe, W-Ag,
Cu-Sn, dan lain-lain.
2. Proses sinter fasa padat
Sinter fasa padat adalah proses sinter yang dilakukan dengan pemanasan
tanpa ada pencairan partikel serbuk. Proses sinter ini akan membentuk
ikatan antar-partikel padatan dan akan mengurangi porositas dan
meningkatkan sifat mekanik material hasil sinter.
Pada proses sinter, ada beberapa variable yang harus diperhatikan. Variabel
tersebut akan sangat mempengaruhi produksi proses sinter. Variabel-variabel
tersebut adalah [50]:
a. Temperatur Sinter
Dengan meningkatnya temperatur sinter maka sifat mekanis bakalan yang
telah disinter akan meningkat. Namun, peningkatan temperatur juga
menyebabkan shrinkage dan pertumbuhan butir. Semakin tinggi temperatur
maka biaya proses pun akan semakin mahal
b. Waktu Sinter
Peningkatan waktu sinter tidak memberikan pengaruh yang besar seperti
pengaruh yang dihasilkan temperatur sinter namun peningkatan temperatur
sinter memberikan pengaruh sifat mekanis yang hampir sama dengan
kenaikan temperatur sinter. Namun waktu tahan sinter yang terlalu lama
tidak optimal menyebabkan kerugian seperti shrinkage, pertumbuhan butir,
dan biaya proses yang semakin mahal.
c. Atmosfer Sinter
Atmosfer sinter dapat dimodifikasi untuk mengontrol reaksi-reaksi kimia
antara bakalan dengan lingkungannya. Gas-gas yang tidak diinginkan dapat
beraksi dengan bakalan jika atmosfer sinter tidak dikontrol. Seperti, oksida
dapat timbul pada material dan akan menghalangi terjadinya ikatan difusi
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
34
Universitas Indonesia
pada bakalan. Ada enam jenis atmosfer yang dapat digunakan untuk
melindungi bakalan yaitu hidrogen, amonia, gas inert, nitrogen, vakum, dan
gas alam. Atmosfer vakum sering digunakan sebagai atmosfer sinter karena
prosesnya bersih dan kontrol atmosfer mudah.
Pengembangan pembuatan material biologi dengan metode metalurgi serbuk
sudah digunakan untuk fabrikasi NiTiNol sebagai implan permanen dalam basis
eksperimen. Proses metalurgi serbuk yang digunakan melibatkan proses kompaksi
dari serbuk logam, lalu diikuti dengan perlakuan panas untuk mendapatkan
densitas yang lebih tinggi. Hasil densitas berbeda dari tahapan proses ke proses
yang dilakukan. Densitas tertinggi (95%) dicapai dengan metode Hot Isostatic
Pressing (HIP). Serbuk logam unsur Ni dan Ti juga dapat disinter menggunakan
proses pembakaran atau thermal explosion. Tetapi, material NiTiNol hsail sinter
memiliki porositas yang tinggi dan dapat memiliki fasa intermetalik seperti Ti2Ni
dan TiNi3. Keterbatasan dalam proses metalurgi serbuk untuk pembuatan NiTiNol
adalah konten oksigen yang dilaporkan melebihi 3000 ppm. Oksigen dalam
tingkat ini akan mengurangi keuletan impak dan ketahanan fatik dari material
NiTiNol [6].
Hermawan, et al [14] adalah yang pertama untuk meneliti tentang aplikasi
metalurgi serbuk untuk memproduksi paduan untuk biodegradable stent. Proses
produksi dari paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi serbuk ditunjukkan pada
Gambar 2.11.
Tantangan pada proses metalurgi, khusunya pada tahap sintering, adalah apa
kondisi optimum untuk mendapatkan densitas yang tinggi namun tetap menjaga
besar butir pada range yang diinginkan. Temperatur sinter yang lebih tinggi akan
menghasilkan densitas yang lebih tinggi namun akan terjadi pertumbuhan butir
yang besar. Maka, parameter sinter harus dikondisikan secara optimal. Dalam
proses sinter, hal-hal lain yang berpengaruh adalah ukuran serbuk, morfologi
serbuk, kemurnian dari serbuk logam yang digunakan, waktu mixing, tekanan
kompresi, dan atmosfer sinter. Semua faktor tersebut akan mempengaruhi sifat
produk hasil sinter [6]. Hasil dari paduan Fe-35Mn yang diproduksi dengan
metalurgi serbuk adalah fasa tunggal asutenite dengan sifat mekanik yang baik
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
35
Universitas Indonesia
seperti tegangan luluh yang tinggi (234 MPa) dan keuletan yang baik (elongasi
sebesar 31%).
Gambar 2. 14. Diagram alir fabrikasi paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi serbuk pada
penelitan Hermawan, et al [6]
Porositas yang tertinggal dan inklusi MnO pada mikrostruktur ternyata
menguntungkan dalam penggunaanya sebagai biodegradable material karena
mempercepat laju korosi paduan dibandingkan dengan material dengan besi murni.
Untuk melihat efek porositas terhadap laju korosi dilakukan perbandingan laju
korosi paduan Fe-35Mn dengan metalurgi serbuk dengan paduan Fe-30Mn
dengan hasil casting. Hasilnya adalah paduan dengan metalurgi serbuk memiliki
laju korosi yang lebih tinggi namun memiliki keuletan yang lebih rendah. Paduan
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Fe-30Mn hasil casting memiliki keuletan yang lebih tinggi dan lebih padat (lebih
tinggi densitasnya) dari paduan yang dihasilkan metalurgi serbuk. Hasil dari
polarisasi potentiodynamic menunjukkan laju korosi untuk paduan Fe-30Mn hasil
casting sebesar 0,12 mmpy sedangkan untuk paduan Fe-35Mn hasil metalurgi
serbuk sebesar 0,44 mmpy.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
37 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PE�ELITIA�
3.1. Pendahuluan
Rangkaian penelitian ini melaui tiga tahap proses, yaitu proses persiapan
serbuk, pemaduan mekanik dan proses metalurgi serbuk, setelah itu hasil dari
metalurgi serbuk akan dikarakterisasi dengan uji polarisasi, SEM EDX, XRD,
rendam, kekerasan, metalografi, densitas dan porositas, seperti yang terlihat pada
diagram alir pada Gambar 3.1.
3.2. Pembuatan Sampel
Pembuatan sampel merupakan tahap awal dalam penelitian dimana tahap ini
menjadi sangat penting karena akan menentukan hasil dalam setiap pengujian
berikutnya. Oleh sebab itu, setiap tahap proses harus dilakukan dengan prosedur
yang telah ditetapkan. Tahap pertama dalam proses pembuatan sampel adalah
mempersiapkan serbuk, kemudian dilakukan pemaduan mekanik dan terakhir
dilakukan proses metalurgi serbuk
3.2.1. Persiapan Serbuk
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Fe murni,
serbuk karbon murni dan logam Ferromangan. Data bahan baku yang digunakan
pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1. Tabel data bahan baku yang digunakan.
Jenis serbuk Merk dagang Kemurnian (%) Ukuran serbuk
(mmmmm)
Fe 99 53
Ferromangan Medium carbon ferromangan
Mn : 76.15 C : 1.89 Si : 1.47 S : 0.007 P : 0.16
Karbon 99
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Gambar 3. 1. Bagan metodologi penelitian.
Uji porositas Uji
Polarisasi Uji
Metalografi
Uji
XRD
Uji
rendam
Uji
kekerasan
Pencampuran serbuk hingga pada
komposisi A2 (Fe25Mn0.8C) dan B2
(Fe35Mn0.8C)
Serbuk Fe murni Logam FeMn
Serbuk FeMn
Uji SEM
dan EDX Sampel
Pemaduan mekanik dengan
planetary ball mill
Proses metalurgi serbuk
(kompaksi dan sintering)
Serbuk karbon
murni
Analisa dan kesimpulan
Dihaluskan dengan mortar
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Sebelum dicampur, logam ferromangan ditumbuk dahulu dengan
menggunakan mortar untuk mendapatkan bentuk serbuk. Setelah ditumbuk,
serbuk hasil tumbukkan ferromangan diayak sampai ukuran 170# (88mm).
Setelah proses ini, kemudian serbuk besi, serbuk karbon, dan serbuk ferromangan
ditimbang. Penimbangan ini untuk menentukan komposisi pada serbuk hasil
pencampuran sehingga menghasilkan komposisi Fe-25Mn-C 25%Mn-0.8% C dan
komposisi Fe-35Mn-C 35%Mn- 0.8% C. untuk kemudian dicampur.
Penimbangan berat serbuk besi, serbuk karbon, dan serbuk ferromangan
tergantung dari dimensi sampel yang akan dibuat. Pada penelitian ini, sampel
yang diinginkan memiliki bentuk silinder dengan diameter 10 mm dan tinggi 10
mm seperti pada Gambar 3.2.
Gambar 3. 2. Gambar bentuk dan dimensi sampel
Dengan dimensi yang demikian, maka volume dari sampel dapat dihitung
dengan rumus volume silinder:
Volume = ���
� × ℎ.......... (3.1)
dengan : d = diameter silinder
h = tinggi silinder
h = 10 mm
d = 10 mm
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Perhitungan tersebut menghasilkan volume sampel sebesar 0,785 cm3. Dengan
asumsi densitas (ρ) sampel adalah densitas Fe, 7,8 g/cm3, maka massa sampel
yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan:
� =
�.......... (3.2)
Dari persamaan tersebut didapat nilai massa yang dibutuhkan sebanyak 6 gram.
Massa tersebut merupakan massa campuran dari serbuk besi, serbuk karbon, dan
serbuk ferromangan. Dengan perhitungan komposisi, maka didapat perbandingan
berat masing-masing serbuk seperti pada Tabel 3.2 untuk mendapatkan komposisi
serbuk Fe-25% Mn-0.8% C dan Fe-35% Mn-0.8% C.
Tabel 3. 2. Perbandingan berat serbuk yang digunakan.
Sampel
Serbuk
Fe (gr)
Serbuk
Ferromangan (gr)
Serbuk
Karbon (gr)
Fe-25Mn-C 4.019 1.97 0.015
Fe-35Mn-C 3.28 2.76 0
Dengan perbandingan berat tersebut, komposisi akhir serbuk akan sesuai dengan
yang diinginkan, yaitu sampel Fe-25Mn-C dengan 25% Mn dan sampel Fe-35Mn-
C dengan 35% Mn. Selanjutnya, serbuk akan melalui proses pemaduan mekanik.
3.2.2. Pemaduan Mekanik
Pemaduan mekanik adalah istilah umum untuk menjelaskan pemrosesan
serbuk logam dengan menggunakan high-energy ball mill. Serbuk logam yang
telah dicampur kemudain digiling secara bersamaan untuk menghasilkan suatu
solid solution, intermetalik atau fasa amorf. Pada penelitian ini, alat untuk
menggiling serbuk secara bersamaan menggunakan planetary ball mill. [43]
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Alat tersebut memiliki empat wadah yang dapat digunakan secara
bersamaan. Setiap wadah berbentuk silinder berbahan baja. Sebelum digunakan,
wadah dan bola baja dibersihkan dengan menggunakan pasir silika yang ditaruh di
wadah dan diputar dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Setelah itu, wadah
dibersihkan dengan kuas kemudian dibersihkan dengan alkohol dan alat ini siap
dipakai untuk proses pemaduan mekanik.
Gambar 3. 3. Alat planetary ball mill.
Wadah silinder diisi oleh sampel serbuk dan bola-bola baja yang digunakan
untuk menggerus serbuk. Parameter proses merujuk kepada penelitian Nurul
Taufiqu Rochman dkk. [46]. Tabel 3.3 menampilkan parameter proses yang akan
digunakan pada penelitian ini.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Tabel 3. 3. Parameter kondisi proses pemaduan mekanik
Parameter Kondisi
Kecepatan milling 500 rpm
Waktu milling 10 jam
Ball-to-powder weight ratio 8:1
Ratio penggunaan bola baja ∅∅∅∅13 mm-
∅∅∅∅8 mm
1:1
3.2.3. Proses Metalurgi Serbuk
Setelah melalui proses pemaduan mekanik, maka proses selanjutnya adalah
proses metalurgi serbuk. Dalam proses ini, serbuk akan dikompaksi terlebih
dahulu. Variabel lingkungan yang digunakan pada proses kompaksi ditampilkan
pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4. Variabel lingkungan pada proses kompaksi untuk sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C.
Parameter Kondisi
Arah tekanan Satu arah
Waktu kompaksi 15 menit
Temperatur Temperatur ruang
Tekanan 36 Kg/cm2
Setelah dikompaksi pada temperatur ruang, sampel akan melalui proses
sintering. Proses sintering dilakukan dengan dapur vakum (Vactech, Inc) di
Universiti Kebangsaan Malaysia. Variabel lingkungan pada proses sintering
ditampilkan pada Tabel 3.5.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Tabel 3. 5. Variabel lingkungan pada proses sintering untuk sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C.
Parameter Kondisi
Temperatur 1100o C
Tekanan 1 x 105 mBar
Waktu tahan 3 Jam
Gas Argon (Inert)
Pemilihan temperatur 1100oC untuk temperatur tahan sinter didasarkan pada
perhitungan software yang menunjukkan bahwa pada 1100oC, pada Fe-25Mn-
0,8C dan Fe-35Mn-0,8C akan terbentuk fasa tunggal austenit.
Setelah proses metalurgi serbuk, material bulk dengan dimensi diameter 10
mm dan tinggi 10 mm berbentuk silinder akan terbentuk dan selanjutnya
digunakan untuk dikarakterisasi.
3.3. Karakterisasi Material
Untuk memudahkan karakterisasi, sampel hasil sinter dipotong untuk
diujikan masing-masing uji. Sampel dipotong menjadi 4 bagian dengan 3 bagian
mempunyai tebal 2 mm dan sisanya 4 mm. Pemotongan dilakukan dengan mesin
low speed diamond cutting di Departemen Fisika Fakultas MIPA Universitas
Indonesia. Metode ini dipilih untuk memastikan keakurasian pemotongan dan
minimnya massa sampel yang terbuang saat proses pemotongan.
Gambar 3. 4. Alat low speed diamond cutting.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Sampel yang digunakan untuk dikarakterisasi adalah sampel dari serbuk
ferromangan, serbuk hasil pemaduan mekanik serta sampel hasil sintering yang
akan dikarakterisasi dengan menggunakan uji SEM dan EDX. Pada pengujian
polarisasi, rendam, kekerasan, XRD, metalografi, densitas dan porositas hanya
menggunakan sampel hasil dari proses sintering.
3.3.1. Pengujian Densitas dan Porositas Material :
Pengujian densitas dan porositas dilakukan menggunakan sampel hasil
sinter. Uji densitas dan porositas dilakukan untuk mengetahui berapa densitas
sampel dan berapa persen porositas pada sampel. Pengujian densitas dilakukan
dengan standard ASTM A378-88. Berikut adalah langkah-langkah untuk
pengujian porositas:
1. Penentuan berat kering (Wu). Berat kering diperoleh dengan cara sampel uji
dipanaskan di dalam furnace pada suhu 105oC-110oC selama 15 menit lalu
ditimbang.
2. Penentuan berat basah (Wa). Berat basah di dalam air diperoleh dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam air tanpa menyentuh dasar selama 5 menit lalu
ditimbang dengan timbangan digital
3. Berat sampel dalam air (Wa) dicatat, kemudian volume sampel tersebut
dihitung dengan persamaan berikut:
� = �
� ..........(3.3)
Dimana:
V : volume sampel (cm3)
Wa : berat sampel dalam air (gram)
D : densitas air (gram/cm3)
4. Densitas sampel dihitung dengan menggunakan persamaan:
�� = �
�.......... (3.4)
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Dimana
ρd : densitas sampel
Wu: berat sampel kering di udara
V : volume sampel hasil perhitungan persamaan (3.3)
5. Perhitungan porositas dilakukan dengan menggunakan persamaan
%� = ��� ��
��..........(3.5)
Dimana :
ρt : densitas teoritis
ρd : densitas sampel
%P : persen porositas
«Hasil pengujian densitas dan porositas ini dapat digunakan sebagai data
bahan analisa propertis mekanis dari material sampel.
3.3.2. Pengujian Kekerasan
Tes Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
mengukur kekerasan karena sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus.
Beberapa skala yang berbeda dapat dimanfaatkan dari kombinasi yang mungkin
dari berbagai indentor dan beban yang berbeda, yang memungkinkan pengujian
hampir semua paduan logam (serta beberapa polimer). Indentornya merupakan
bola baja yang diperkeras dengan diameter 1/16, 1/8, 1/4 dan 1/2 inchi (1,588,
3,175, 6,350, dan 12,70 mm), dan diamond berbentuk kerucut (Brale) indentor,
yang digunakan untuk bahan yang paling keras.
Sebelum dilakukan pengujian, sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C di
amplas terlebih dahulu untuk menghilangkan scale yang ada pada permukaan
sampel. Scale tersebut dapat mengurangi keakuratan perhitungan kekerasan. Pada
pengujian ini, dilakukan minimal tiga kali indentasi untuk mendapatkan hasil data
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
46
Universitas Indonesia
kekerasan yang lebih akurat. Persebaran titik indentasi sebaiknya merata, yaitu
dibagian pinggir dan tengah sampel.
Dengan sistem ini, hardness number ditentukan oleh perbedaan kedalaman
penetrasi yang dihasilkan dari sebuah pembebanan yang diberikan. Adapun skala
beban dan indentor yang digunakan pada pengujian ini adalah Rockwell skala A
dengan indentor intan dan beban 60 kgf [40, 44]. Pengujian kekerasan dilakukan
dengan alat Rockwell MC di laboratorium PT. FSCM Pulo Gadung.
Gambar 3. 5. Alat uji kekerasan Rockwell.
3.3.3. Pengujian Polarisasi.
Pengujian polarisasi dilakukan untuk mengetahui laju korosi dari kedua
sampel. Pengujian dilakukan pada sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C hasil
sinter. Pengujian polarisasi dilakukan dengan mode potensiodinamik sesuai
standard ASTM G5. Larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan ringer laktat
dan larutan Hanks’. Temperatur yang digunakan adalah 37oC karena temperatur
tubuh manusia adalah 37oC. Larutan tersebut dipakai karena bersifat isotonik
dengan elektrolit dalam darah dan memiliki kuantitas dan kualitas ion yang sama
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
47
Universitas Indonesia
seperti pada ion tubuh [45]. Kandungan larutan ringer laktat dan larutan Hanks’
ditunjukkan pada Tabel 3.4.
Penambahan laju korosi ditandai dengan adanya penambahan rapat arus
korosi sesuai dengan persamaan dibawah ini :
��������� ��� =! " #$
�..........(3.6)
Dengan :
K : Konstanta (3.27 x 10-3 mm g/µA.cm.y)
I : Rapat arus korosi
ρ : Densitas
EW : Equivalent weight
Tabel 3. 6. Kandungan senyawa yang terkandung pada larutan ringer laktat dan larutan Hanks’. [45]
Senyawa Ringer Laktat
(gr/L)
Larutan Hanks’
(gr/L)
�aCl 6,00 8,0
KCl 0,30 0,40
CaCl2 0,20 -
C3H5�aO3 3,10 -
�aHCO3 - 0,35
KH2PO4 - 0,25
�a2HPO4.2H2O - 0,12
MgCl2 - 1,00
MgSO4.7H2O - 0,06
Glukosa - 1,00
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Setelah itu laju korosi dari sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C
dibandingkan. Pengujian polarisasi dilakukan di Laboratorium Korosi
Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia
dengan menggunakan Autolab dan perhitungan laju korosi dilakukan dengan
software Nova Analysis.
Gambar 3. 6. Skema alat pengujian polarisasi
3.3.4. Pengujian Rendam
Pengujian dilakukan untuk mengetahui laju korosi sampel Fe-25Mn-C dan
Fe-35Mn-C. Pengujian dilakukan dengan menggunakan standar ASTM G 31.
Pengujian ini menggunakan larutan hank sebagai simulasi larutan tubuh. Volume
larutan berbanding lurus dengan luas volume sampel. Volume larutan yaitu 0.4
ml/cm2 sampel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga sampel dari
masing-masing sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C. Sampel tersebut di uji
selama waktu yang berbeda-beda, yaitu 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Skematik
percobaan ditampilkan pada Gambar 3.7.
Sebelum di uji, sampel di amplas terlebih dahulu untuk menghilangkan
scale. Setelah itu sampel dikeringkan di dalam oven selama 15 menit pada suhu
100 oC. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan adanya air yang terperangkap
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
49
Universitas Indonesia
dalam sampel sehingga pengukuran berat sampel akan lebih akurat. Setelah di
drying, maka berat sampel dihitung dengan menggunakan timbangan digital.
Setelah itu, sampel digantung dengan menggunakan tali yang digantung hingga
sampel terseclup kedalam larutan.
Gambar 3. 7. Skematik pengujian rendam.
Setelah waktu pencelupan yang telah ditetapkan, yaitu selama 3 hari, 5 hari
dan 7 hari, sampel diangkat. Kemudian sampel dicelupkan di toluene untuk
menghilangkan lemak, kemudian diangkat dan dicelupkan ke dalam aceton, dan
kemudian di pickling. Tujuan pickling adalah untuk menghilangkan rust pada
permukaan sampel. Rust tersebut terbentuk selama pencelupan di larutan hank dan
dijadikan parameter perhitungan laju korosi. Pickling menggunakan larutan HCl 5
%. Sampel dicelupkan ke dalam larutan pickling ke dalam gelas ukur kemudian
gelas ukur diletakkan di atas ultrasonic agitator selama 3 menit untuk melepas
rust dari permukaan sampel. Kemudian, sampel dicelupkan kembali ke dalam
toluene kemudian ke dalam acetone dan kemudian dicelup ke larutan NaHCO3
lewat jenuh untuk menetralkan asam pada sampel setelah pickling. Kemudian
sampel dikeringkan dengan dengan oven selama 5 menit pada temperatur 100oC.
setelah itu sampel ditimbang.
Sampel
Larutan Hank
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Dari pengujian ini didapat data berat sampel sebelum direndam dan
direndam sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Data tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam rumus untuk mencari laju korosi, yaitu sebagai :
Corrosion rate = (K x W)/ (D x A x T)………..(3.7)
dengan K adalah konstanta 3.45 x 105, W adalah pengurangan massa sampel
dalam gram, D adalah densitas sampel dalam g/cm3, A adalah luas permukaan
sampel dalam cm2 dan T adalah waktu pencelupan dalam jam. Penghitungan ini
akan mendapatkan data laju korosi sampel.
3.3.5. Pengujian XRD
Pengujian X-Ray diffraction (XRD) dilakukan pada sampel Fe-25Mn-C dan
Fe-35Mn-C. Pengujian XRD bertujuan untuk mengetahui fasa apa yang terbentuk
setelah hasil sinter. Pengujian XRD dilakukan di Lab Terpadu Universitas Islam
Nasional Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mesin Shimadzu XRD-7000.
Karakterisasi pengujian XRD didasarkan pada pola difraksi kristal saat
ditembakkan dengan sinar X pada sudut yang berbeda. Pada XRD jarak antar kisi
(d-spacing) dari kristal yang digunakan untuk karakterisasi Skema difraksi sinar
X ke sampel dapat dilihat pada Gambar 3.8 [40].
Gambar 3. 8. Skema difraksi sinar-X pada sampel XRD [40]
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
51
Universitas Indonesia
D-spacing kristal setiap fasa adalah unik. Hukum Bragg digunakan sebagai
perhitungan untuk menghitung d-spacing dari suatu sampel:
n λ = 2d sinθ…………(3.8)
Dimana:
n = orde
λ = panjang gelombang
d = jarak antar kisi (d-spacing)
θ = sudut pantul
Gambar 3. 9. Alat Shimadzu XRD-7000
Gambar 3. 10. Alat SEM LEO 420i Departemen Metalurgi FTUI
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
52
Universitas Indonesia
3.3.6. Pengujian SEM dan EDAX
Pengamatan struktur mikro yang dilakukan dengan menggunakan dan
scanning electron microscope (SEM) pada sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C
hasil sinter. Pengamatan dilakukan untuk melihat fasa apa yang terbentuk dan
persebarannya. Pengamatan dengan SEM dilakukan untuk mengetahui
persebaran Fe, Mn, dan C dengan menggunakan mode secondary electron.
Keberadaan porositas juga diamati pada SEM dengan menggunakan mode
back scattered electron dan line scanning. Pengamatan dengan SEM dilakukan
pada mesin SEM di ruangan uji SEM Departemen Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan scanning electron microscope LEO
420i.
3.3.7. Pengujian Metalografi
Pengujian ini dilakukan untuk mencari fasa material. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan larutan aqua regia yang merujuk pada pengujian San Martin
[52]. Komposisi larutan ditunjukkan pada Tabel 3. 7.
Tabel 3. 7. Komposisi larutan etsa[51].
Larutan Komposisi
H�O3 63% 10 ml
HCl 37% 10 ml
Sampel dicelukan kedalam larutan etsa selama 15 menit dalam temperature
ruang. Setelah 15 menit, sampel dibersihkan dengan air dan dibersihkan dengan
menggunakan alkohol kemudian dikeringkan dengan hair dryer. Setelah kering,
sampel difoto dengan mikroskop perbesaran 500x.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
4.1. Komposisi Kimia
Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada
permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode
backscattered electron
yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan
menampilkan warna yang berbeda pada hasil gambarnya.
Gambar 4.
53 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DA� PEMBAHASA�
Komposisi Kimia
Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Pengujian EDAX dilakukan dengan alat LEO
420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada
permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode
backscattered electron. Mode penembakkan ini akan menghasilkan
yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan
menampilkan warna yang berbeda pada hasil gambarnya.
Gambar 4. 1. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-25Mn-C
1
2
1 2
Universitas Indonesia
Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti
Pengujian EDAX dilakukan dengan alat LEO
420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada
permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode
. Mode penembakkan ini akan menghasilkan image gambar
yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan
C.
3
3
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
Gambar 4.
Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan
pada Gambar 4.3. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi
yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel
25Mn-C (A2) dan Fe
Mn yaitu 25%, sedangkan hasil pengujian EDAX, kompos
Begitu pula pada sampel
sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel
didapati nilai rata-rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,
sedangkan komposisi awal karbon adalah 0.87%. Pada sampel
rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi
1
Universitas Indonesia
Gambar 4. 2. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-35Mn-C
Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan
. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi
yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel
Fe-35Mn-C (B2). Pada sampel Fe-25Mn-C, ko
Mn yaitu 25%, sedangkan hasil pengujian EDAX, komposisi Mn yaitu 24.3%.
Begitu pula pada sampel Fe-35Mn-C. Nilai komposisi target
sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel
rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,
omposisi awal karbon adalah 0.87%. Pada sampel Fe
rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi
1
2
1 2
54
Universitas Indonesia
C.
Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan
. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi
yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel Fe-
, komposisi target
isi Mn yaitu 24.3%.
Mn yaitu 35%,
sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel Fe-25Mn-C,
rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,
Fe-35Mn-C, rata-
rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi
3
3
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
awal karbon adalah 0.87%.
komposisi Si yang berasal dari logam FeMn.
Gambar 4. 3. Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi
4.2. Karakterisasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik
Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk
memberikan pengaruh kepada propertis serbuk.
reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk
tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan
yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbaga
variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini
reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum
proses pemaduan mekanik pada Gambar 4.
pada Gambar 4.5 untuk sampel
Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan
suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk
diilustrasikan pada Gambar 4.
mekanisme awal pemaduan
lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara
homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel
Fe
Mn
Si
C
0%
1%
10%
100%% K
omposisi U
nsur
Universitas Indonesia
awal karbon adalah 0.87%. Pada hasil pengujian EDAX juga terlihat adanya
komposisi Si yang berasal dari logam FeMn.
Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi target
isasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik
Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk
memberikan pengaruh kepada propertis serbuk. Pengaruh tersebut yaitu berupa
reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk
tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan
yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbaga
variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini
reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum
proses pemaduan mekanik pada Gambar 4.4 untuk sampel Fe-24Mn
untuk sampel Fe-33Mn-0.27C.
Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan
suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk
diilustrasikan pada Gambar 4.6. Pada ilustrasi tersebut digambarkan bahwa
mekanisme awal pemaduan mekanik adalah dengan membentuk serbuk menjadi
lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara
homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel
A2 A2 (Target) B2 B2 (Target)
75 73 66
24 25 33
0,81 0,49 0,43
0,42 0,87 0,27
55
Universitas Indonesia
Pada hasil pengujian EDAX juga terlihat adanya
target sampel.
Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk
Pengaruh tersebut yaitu berupa
reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk
tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan
yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbagai
variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini
reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum
24Mn-0.42C dan
Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan
suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk
. Pada ilustrasi tersebut digambarkan bahwa
mekanik adalah dengan membentuk serbuk menjadi
lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara
homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel Fe-
B2 (Target)
63
35
0,68
0,87
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
56
Universitas Indonesia
24Mn-0.42C pada Gambar 4.7. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa peak Mn
tidak terdeteksi oleh detector XRD. Hal tersebut dikarenakan struktur unsur Mn
yang amorf. Struktur amorf ini dihasilkan oleh tumbukan-tumbukan yang terjadi
selama proses pemaduan mekanik. Struktur amorf ini akan memberi kemudahan
proses difusi ketika sintering.
(a) (b)
Gambar 4. 4. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-24Mn-0.42C. Ukuran partikel serbuk
sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b).
(a) (b)
Gambar 4. 5. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-33Mn-0.27C. Ukuran partikel serbuk
sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b).
Proses pemaduan mekanik dengan menggunakan planetary ball mill
membuat serbuk menjadi lebih halus dan mampu meningkatkan pemaduan antar
elemen. Serbuk yang lebih halus akan menghasilkan butir yang lebih halus. Butir
yang halus tersebut akan memberikan efek peningkatan kekuatan pada material
10 µµµµm
10 µµµµm
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
57
Universitas Indonesia
karena akan memperbanyak batas butir. Batas butir tersebut akan menghambat
pergerakan dislokasi. Terhambatnya pergerakan dislokasi tersebut yang
meningkatkan kekuatan serta kekerasan material. Berdasarkan Gambar 4.9
menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan
material SS 316 L. Hal tersebut menunjukkan proses pemaduan mekanik dapat
digunakan untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan material.
Gambar 4. 6. Ilustrasi mekanisme pemaduan mekanik.[54]
Gambar 4. 7. Hasil uji XRD untuk sampel serbuk Fe-24Mn-0.42C hasil pemaduan mekanik.
0
500
1000
1500
2000
30 50 70
Inte
nsi
tas,
a.u
2 ΘΘΘΘ
Ferrite
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
58
Universitas Indonesia
4.3. Densitas dan Porositas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai porositas sampel. Pengujian
dilakukan dengan standar ASTM A378-88. Hasil pengujian menunjukkan nilai
densitas sampel Fe-24Mn-0.42C adalah 6.986%, 7.420% dan 7.548%, sedangkan
nilai densitas untuk sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 6.851%, 7.028% dan 7.522%.
Dari ketiga pengujian ini, didapat nilai rata-rata densitas untuk sampel Fe-24Mn-
0.42C adalah 7.318 gr/cm3 dan untuk sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 7.134
gr/cm3. Berdasarkan hasil tersebut, maka nilai densitas Fe-24Mn-0.42C lebih
tinggi dari nilai densitas sampel Fe-33Mn-0.27C. Nilai tersebut memiliki nilai
densitas yang lebih tinggi dari densitas yang dari sampel pada pengujian
sebelumnya [40]. Hasil pengujian ini sesuai dengan studi literatur bahwa nilai
densitas material yang memiliki komposisi Mn yang lebih banyak akan lebih kecil
dibandingkan dengan nilai densitas sampel yang memiliki komposisi Mn yang
lebih sedikit. Hal ini karena densitas Mn yang lebih rendah dari densitas Fe.
Densitas Mn adalah 7.43 gr/cm3 sedangkan densitas Fe adalah 7.86 gr/cm3. Hasil
dari pengujian ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Data hasil pengujian densitas porositas.
Sampel Porositas (%)
Fe-24Mn-0.42C 4.3
Fe-33Mn-0.27C 6.3
4.4. Struktur Mikro dan Fasa
Pada analisis mikrostruktur diwakili oleh data hasil uji XRD dan
metalografi. Pada pengujian metalografi, menunjukkan hasil seperti pada Gambar
4.9. Larutan etsa yang digunakan merupakan aqua regia dengan komposisi HNO3
dan HCl adalah 1:1. Foto mikrostruktur yang diambil dengan perbesaran 500X.
Pada foto metalografi tersebut, menunjukkan dalam struktur material terdapat
(a) (b)
(c) (d)
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
59
Universitas Indonesia
tersebut terdapat struktur austenite. Hal ini ditunjukkan dengan adanya batas-batas
butir yang menurut literatur pada penelitian San Martin [52] merupakan struktur
prior-austenite seperti pada Gambar 4.10.
Pengujian XRD merupakan pengujian kualitatif. Pengujian ini dilakukan
untuk menginvestigasi fasa pada material. Pengujian pada sampel Fe-24Mn-0.42C
dan Fe-33Mn-0.27C menghasilkan data berupa grafik seperti pada Gambar 4.11.
Pada data tersebut, terlihat bahwa sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
memiliki peak yang hampir sama. Peak dengan intensitas yang tinggi terbentuk
pada 43,56o, 50,25o dan 74,24o pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan pada 43,40o,
50,26o dan 74,02o pada sampel Fe-33Mn-0.27C. Intensitas peak paling tinggi
ditunjukkan pada 43,56o pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan pada 43,40o pada
sampel Fe-33Mn-0.27C dengan intensitas sampel Fe-33Mn-0.27C lebih tinggi
dari intensitas sampel Fe-24Mn-0.42C. Hasil pengujian XRD ditampilkan pada
Gambar 4.11.
Gambar 4. 8. Gambar hasil foto dengan mikroskop electron sampel Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-
33Mn-0.27C (b) dan hasil foto SEM pada sampel Fe-24Mn-0.42C (c) dan Fe-33Mn-0.27C (d).
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Gambar 4. 9. Mikrostruktur Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) yang menunjukkan batas
butir prior-austenit.
Gambar 4. 10. Batas butir prior-austenite pada pengujian San Martin[52].
Pada kedua peak tertinggi dari sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
tersebut menunjukkan bahwa pada kedua sampel terdapat struktur kristal dengan
arah [111], [200] dan [220] dan hasilnya merupakan struktur kristal FCC. Struktur
kristal tersebut mengindikasikan bahwa material tersebut memiliki fasa austenit.
Menurut peak data list yang ada pada alat Shimadzu XRD-7000 untuk uji XRD,
peak Mn akan terlihat pada sekitar 40.65o. Namun, pada grafik tersebut tidak
terlihat indikasi adanya peak Mn. Hal tersebut terjadi, menurut analisis, karena
unsur Mn berdifusi kedalam lattice BCC sehingga membentuk struktur kristal
FCC dan dapat membantu pembentukkan fasa austenite pada material. Analisis
tersebut berdasarkan fungsi Mn sebagai penstabil fasa austenite dalam Fe-based
Alloy [26].
(a) (b)
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
61
Universitas Indonesia
Gambar 4. 11. Hasil uji XRD.
4.5. Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari
material. Hasil dari pengujian kekerasan material dengan alat Rockwell A dan
beban indentasi 60 Kgf ditampilkan pada Gambar 4.12. Pengujian dilakukan
sebanyak tiga kali indentasi pada setiap sampel pada tiga titik berbeda. Ketiga
titik tersebut tersebar di bagian tengah dan pinggir sampel untuk menampilkan
data yang lebih akurat dan persebaran kekerasan pada pemukaan sampel. Hasil
dari pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel Fe-33Mn-0.27C
memiliki nilai kekerasan rata-rata 49 HRA. Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai
kekerasan pada sampel Fe-24Mn-0.42C yang memiliki nilai kekerasan rata-rata
43 HRA.
Material sampel pada pengujian ini dengan material sampel pengujian yang
dilakukan pada pengujian sebelumnya[40], memiliki komposisi yang sama. Tetapi
hanya memiliki perbedaan pada salah satu proses, yaitu proses pemaduan
mekanik dimana pengujian ini melakukan proses pemaduan sebelum proses
metalurgi serbuk sedangkan pengujian yang dilakukan sebelumnya [40] tidak
melakukan proses pemaduan mekanik. Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan
nilai kekerasan yang cukup signifikan antara sampel pada pengujian ini dengan
sampel pengujian Ruben dipengaruhi oleh proses pemaduan mekanik dimana
0
500
1000
1500
2000
2500
10 30 50 70
Fe-33Mn-0.27C Fe-24Mn-0.42C
[111]
[200] [220]
Austenit
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai
yang lebih tinggi.
Gambar 4. 12. Grafik perbandingan nilai rata
Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan
material. Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel
24Mn-0.42C dan Fe
gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya
memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat
kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel
yang tidak terlalu men
lebih sedikit sekitar 0.189% dari sampel
merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat.
berpadu dengan unsur Mn, maka akan meningkatk
karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel
dan Fe-33Mn-0.27C, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki
nilai yang tidak terlalu besar.
Hal lain yang mempengaruhi kekerasan dan k
komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan
38
40
42
44
46
48
50
52
Kekerasan (HRA)
Universitas Indonesia
hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai
Grafik perbandingan nilai rata-rata kekerasan sampel Fe-24Mn
33Mn-0.27C.
Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan
Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel
Fe-33Mn-0.27C seperti ditampilkan pada Gambar
tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya
memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat
kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel
yang tidak terlalu mencolok. Tetapi, nilai kadar Si pada sampel
lebih sedikit sekitar 0.189% dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Dalam baja, unsur Si
merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat.
berpadu dengan unsur Mn, maka akan meningkatkan kekerasan material. Tetapi
karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel
, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki
nilai yang tidak terlalu besar.
Hal lain yang mempengaruhi kekerasan dan kekuatan material adalah
komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan
43
49
Uji Kekerasan (HRA)
Fe-24Mn-0.42C
Fe-33Mn-0.27C
62
Universitas Indonesia
hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai
24Mn-0.42C dan Fe-
Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan
Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel Fe-
ambar 4.3. Dari
tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya
memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat
kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel
Tetapi, nilai kadar Si pada sampel Fe-24Mn-0.42C
. Dalam baja, unsur Si
merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat. Jika unsur Si
an kekerasan material. Tetapi
karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel Fe-24Mn-0.42C
, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki
ekuatan material adalah
komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan
0.42C
0.27C
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
pada sampel Fe-33Mn
dibandingkan nilai sampel
produksi yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel
24Mn-0.42C mengandung 25% Mn sedangkan sampel
35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn
mempengaruhi nilai kekerasan dari material. Percobaan
B.Liu dkk [23] juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan
meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi
murni.
Gambar 4.
Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap
peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan
karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan
kekuatan dan kekerasan material. Penamba
dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi
0
10
20
30
40
50
60
Kekerasan (HRA)
* Hasil produksi metalurgi serbuk tanpa proses pemaduan mekanik
Universitas Indonesia
33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan nilai sampel Fe-24Mn-0.42C. Kedua sampel tersebut melalui proses
yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel
mengandung 25% Mn sedangkan sampel Fe-33Mn
35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn
mempengaruhi nilai kekerasan dari material. Percobaan yang dilakukan oleh
juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan
meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi
Gambar 4. 13. Perbandingan nilai kekerasan material (HRA).
Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap
peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan
karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan
kekuatan dan kekerasan material. Penambahan Mn akan meningkatkan kekuatan
dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi
43
49
25
20
36
Uji Kekerasan (HRA)
* Hasil produksi metalurgi serbuk tanpa proses pemaduan mekanik
Fe-24Mn
Fe-33Mn
Fe-25Mn
Fe-35Mn
SS 316 L
63
Universitas Indonesia
memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi
. Kedua sampel tersebut melalui proses
yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel Fe-
33Mn-0.27C memilki
35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn
yang dilakukan oleh
juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan
meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi
Perbandingan nilai kekerasan material (HRA).
Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap
peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan
karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan
han Mn akan meningkatkan kekuatan
dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi
24Mn-0.42C
33Mn-0.27C
25Mn-C*[40]
35Mn-C*[40]
SS 316 L
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
64
Universitas Indonesia
14%, diatas komposisi tersebut, material akan mengalami degradasi nilai kekuatan
dan kekerasan [41].
Berdasarkan teori, hal tersebut akibat efek Mn vapour yang dapat
membentuk porositas dalam material. Mangan akan mengalami sublimasi ketika
memasuki temperatur 700o C menjadi mangan vapour. Temperatur tersebut
tercapai pada proses sintering. Mangan vapour akan menyelimuti matriks Fe dan
kemudian masuk kedalam matriks Fe. Masuknya mangan vapor kedalam matriks
Fe akan membuat penambahan volume matriks Fe. Hal tersebut yang membuat
fasa austenite stabil. Mangan yang masuk ke dalam matriks Fe tersebut akan
meninggalkan tempat kosong pada permukaan matriks Fe. Tempat kosong
tersebut yang kemudian akan membentuk porositas. [40, 42]. Berdasarkan teori
tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak kandungan mangan maka
akan semakin banyak porositas. Semakin banyak porositas akan menurunkan
kekuatan dan kekerasan material.
Hal tersebut sesuai dengan pengujian densitas dan porositas yang dilakukan
pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C. Pada pengujian tersebut
menunjukkan hasil bahwa sampel material Fe-33Mn-0.27C, Fe-35%Mn memiliki
porositas yang lebih tinggi yaitu 6,3%, dibandingkan dengan sampel material Fe-
24Mn-0.42C, Fe-25%Mn yaitu sebesar 4,3%. Hal tersebut diakibatkan oleh
komposisi Mn pada sampel Fe-33Mn-0.27C lebih besar dibandingkan sampel Fe-
24Mn-0.42C sehingga menghasilkan mangan vapour yang lebih besar.
Keberadaan porositas dalam material akan mempengaruhi propertis mekanik
material. Semakin tinggi nilai porositas akan menurunkan sifat kekuatan dan
kekerasan material. Berdasarkan hal tersebut, sampel dengan komposisi mangan
yang lebih bamyak akan memiliki nilai kekerasan material yang lebih kecil
dibandingkan dengan sampel yang memiliki komposisi mangan yang lebih
sedikit. Jika data pengujian kekerasan dibandingkan dengan hanya data porositas,
maka kedua percobaan tersebut akan memberikan hasil yang saling tidak
bersesuaian.
Nilai porositas antara sampel Fe-24Mn-0.42C dengan Fe-33Mn-0.27C
memiliki perbedaan yang kecil.yaitu 2.0%, lebih banyak porositas pada sampel
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
Fe-33Mn-0.27C. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek
yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.
Nilai porositas sampel
kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil
tersebut, bisa dikatakan sampel
hasil produksi as-cast
merupakan sebagai peningkat
maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis
hardenability tersebut.
4.6. Perilaku Korosi
Karakterisasi perilaku korosi sa
pengujian rendam. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua
larutan, yaitu larutan hank dan larutan
dengan kondisi lingkungan dalam tubuh. Grafik hasil uji
pada Gambar 4.14-4.17
Gambar 4. 14. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.42C
(a)
Universitas Indonesia
. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek
yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.
tas sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil
tersebut, bisa dikatakan sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
cast. Oleh karena hasil produksi as-cast,
merupakan sebagai peningkat hardenability. Semakin banyak kandungan Mn,
maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis
tersebut.
Perilaku Korosi
Karakterisasi perilaku korosi sampel diwakili oleh pengujian polarisasi dan
. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua
larutan, yaitu larutan hank dan larutan ringer laktat pada temperatur 37
dengan kondisi lingkungan dalam tubuh. Grafik hasil uji polaris
4.17.
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.42C dengan menggunakan larutan ringer laktat.
(b)
65
Universitas Indonesia
. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek
yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.
0.27C yang terhitung
kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil
0.27C merupakan
cast, keberadaan Mn
. Semakin banyak kandungan Mn,
maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis
mpel diwakili oleh pengujian polarisasi dan
. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua
laktat pada temperatur 37 oC, sesuai
polarisasi ditampilkan
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-24Mn-
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
(a)
Gambar 4. 15. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.27C
Gambar 4. 16. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
Universitas Indonesia
(a) (b)
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.27C dengan menggunakan larutan ringer laktat.
(a) (b)
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.42C dengan menggunakan larutan Hanks.
66
Universitas Indonesia
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-33Mn-
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-24Mn-
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
(a)
Gambar 4. 17. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
Grafik-grafik polarisasi tersebut menunjukkan garis E
material. Tabel 4.2 menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua
larutan tersebut.
Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju ko
lebih tinggi dari sampel Fe
larutan hank, laju korosi sampel Fe
0.59 mmpy sedangkan laju korosi sampel Fe
0.40 mmpy. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer
laktat, sampel Fe-24Mn
Fe-33Mn-0.27C. Sampel Fe
besar dalam dua kali penujiannya, yaitu seb
Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada
pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini
menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan
mempengaruhi perilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe
24Mn-0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi
sampel Fe-33Mn-0.27C.
Universitas Indonesia
(a) (b)
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel
0.27C dengan menggunakan larutan Hanks.
grafik polarisasi tersebut menunjukkan garis Ecorr
menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua
Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju korosi sampel Fe
lebih tinggi dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Pada pengujian dengan menggunakan
larutan hank, laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C yaitu sebesar 0.75 mmpy dan
0.59 mmpy sedangkan laju korosi sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 0.32 mmpy dan
py. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer
24Mn-0.42C memiliki laju korosi yang lebih tinggi dari sampel
0.27C. Sampel Fe-24Mn-0.42C menunjukkan laju korosi yang sama
besar dalam dua kali penujiannya, yaitu sebesar 1.02 mmpy, sedangkan material
0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada
pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini
menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan
erilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe
0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi
0.27C.
67
Universitas Indonesia
(b)
Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-33Mn-
corr dan icorr dari
menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua
rosi sampel Fe-24Mn-0.42C
0.27C. Pada pengujian dengan menggunakan
0.42C yaitu sebesar 0.75 mmpy dan
0.27C adalah 0.32 mmpy dan
py. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer
0.42C memiliki laju korosi yang lebih tinggi dari sampel
0.42C menunjukkan laju korosi yang sama
esar 1.02 mmpy, sedangkan material
0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada
pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini
menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan
erilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe-
0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
68
Universitas Indonesia
Tabel 4. 2. Data hasil polarisasi.
Sampel Larutan Ecorr
(mV)
Icorr
(µA/cm2)
Laju Korosi
(mmpy)
Fe-24Mn-0.42C Hank -639 53 0.67
Ringer Laktat -672 82 1.02
Fe-33Mn-0.27C Hank -665 28 0.36
Ringer Laktat -732 24 0.31
Jika dibandingkan dengan kecepatan laju korosi besi murni dan kecepatan
laju korosi pada pengujian pada sampel hasil proses metalurgi serbuk dan
rolling[14], maka nilai laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai yang
lebih tinggi, seperti terlihat pada Gambar 4.18. Sedangkan sampel Fe-33Mn-
0.27C memiliki laju korosi yang lebih kecil dibandingkan dengan laju korosi
sampel hasil produksi metalurgi serbuk[14]. Perbedaan laju korosi pada sampel Fe-
33Mn-0.27C, baik pada lingkungan larutan hank maupun larutan ringer laktat,
dibandingkan dengan laju korosi Fe35Mn hasil produksi metalurgi serbuk pada
pengujian Hermawan [14], memiliki nilai yang lebih rendah. Rata-rata laju korosi
sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 0.36 mmpy pada larutan hank dan 0.31 mmpy
pada larutan ringer laktat, sedangkan sampel pada hasil produksi metalurgi
serbuk, memiliki nilai laju korosi sebesar 0.62 mmpy. Perbedaan tersebut adalah
akibat proses yang berbeda pada pembuatan kedua sampel tersebut.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
Gambar 4. 18. Perbandingan laju korosi sampel
sampel Fe
Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses
pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada
proses pemaduan mekanik,
Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,
serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C
dan serbuk FeMn. Dengan proses pemaduan mekanik, antara
dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.1
4.21.
0,67
0,36
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Laju korosi (mmpy)
* Hasil proses metalurgi
** Hasil proses metalurgi
Universitas Indonesia
Perbandingan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn
sampel Fe-35Mn hasil produksi metalurgi serbuk dan rolling[14]
Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses
pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada
proses pemaduan mekanik, akan menghasilkan serbuk yang saling memadu.
Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,
serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C
dan serbuk FeMn. Dengan proses pemaduan mekanik, antara serbuk Fe, serbuk C
dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.1
0,36
1,02
0,31
0,62
0,44
0,16
Sampel
metalurgi serbuk
metalurgi serbuk kemudian dilakukan proses rolling
Fe-24Mn
Fe-33Mn
Fe-24MnLaktat)
Fe-33MnLaktat)
Fe35Mn *[14]
Fe35Mn **[14]
Pure Iron
69
Universitas Indonesia
33Mn-0.27C dengan
[14].
Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses
pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada
akan menghasilkan serbuk yang saling memadu.
Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,
serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C
serbuk Fe, serbuk C
dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.19-
24Mn-0.42C (Hank)
33Mn-0.27C (Hank)
24Mn-0.42C (Ringer
33Mn-0.27C (Ringer
Fe35Mn *[14]
Fe35Mn **[14]
Pure Iron
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
70
Universitas Indonesia
Gambar 4. 19. Tahap awal proses pemaduan mekanik. Setiap serbuk akan mengalami perataan
bentuk dan membentuk semacam komposit lapisan [43]
Gambar 4. 20. Pada tahap intermediet, terjadi cold weld dan fracture sehingga membentuk
komposit laminat pada tahap awal menjadi lebih kusut. [43]
Gambar 4. 21. Pada tahap akhir, proses pemaduan mekanik akan membentuk lamellar komposit
yang lebih halus, jarak antar lamellar 1µm [43].
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah
proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah
dan dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan
kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih
tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material
Tabel 4.
Sampel
Fe-24Mn
Fe-33Mn
Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi
material. Dalam sampel
elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan
laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai
kandungan Si pada sampel
sampel Fe-33Mn-0.27C
Austenite
Ferrite
0,1
1
10
100
% Fasa
Universitas Indonesia
Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah
proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah
dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan
kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih
tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material
Tabel 4. 3. Data komposisi Silikon hasil EDAX
Sampel Komposisi Silikon (%)
24Mn-0.42C 0.78
33Mn-0.27C 0.43
Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi
material. Dalam sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C terdapat beberapa
elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan
laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai
kandungan Si pada sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai yang lebih tinggi dari
0.27C, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Gambar 4. 22. Hasil uji ferroscope.
Fe-24Mn-0.42C Fe-33Mn-0.27C
Austenite 99,698 99,858
0,302 0,142
0,1
1
10
100
71
Universitas Indonesia
Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah
proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah
dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan
kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih
tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material bulk-nya.
Komposisi Silikon (%)
Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi
terdapat beberapa
elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan
laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai
memiliki nilai yang lebih tinggi dari
.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
72
Universitas Indonesia
Perbedaan kandungan Si tersebut yang membuat laju korosi sampel Fe-
24Mn-0.42C lebih tinggi karena unsur Si merupakan penstabil kuat untuk fasa
ferrite. Sehingga semakin banyak Si akan semakin banyak pula volume ferrite
dalam sampel. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian dengan menggunakan alat
ferroscope yang ditampilkan pada Gambar 4.22. Alat ferroscope mampu
mendeteksi keberadaan fasa ferrite dalam sampel. Dengan hadirnya fasa ferrite
dalam struktur sampel, maka reaksi galvanic akan semakin banyak sehingga laju
korosi akan semakin cepat.
Selain pengujian polarisasi, karakterisasi perilaku korosi material dilakukan
pengujian rendam. Pengujian rendam, dilakukan untuk mengukur laju korosi
material pada periode waktu tertentu. Dengan data hasil pengujian rendam, dapat
dianalisis perilaku korosi material dalam variable waktu. Pengujian ini
menggunakan larutan hank dengan variasi waktu 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Data
hasil pengujian rendam ditampilkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 4. Data pengujian rendam.
Sampel Waktu (Jam) Laju Korosi (mmpy)
Fe-24Mn-0.42C 72 2.04
120 0.55
168 0.12
Fe-33Mn-0.27C 72 0.66
120 0.05
168 0.59
Pada Tabel 4.6, menunjukkan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C lebih
tinggi dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Pada hari ketiga, sampel Fe-24Mn-0.42C
memiliki laju korosi 2.04 mmpy sedangkan sampel Fe-33Mn-0.27C memiliki
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel
24Mn-0.42C menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel
0.27C juga menunjukkan penurunan
ketujuh, sampel Fe-
sedangkan sampel Fe
0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi a
lebih tinggi sampel
menunjukkan grafik laju korosi hasil uji
Pada sampel Fe
laju korosi pada hari ke
penurunan pada hari ketujuh, berbeda dengan sampel
mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal
Hermawan [19], mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu
lapisan pasif, yaitu lapisan kalsium/f
ditampilkan pada Gambar 4.24.
Gambar 4.
Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi
didaerah anodik. Reaksi yang terjadi adalah Fe
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3 hari
Laju K
orosi (mmpy)
Universitas Indonesia
kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel
menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel
juga menunjukkan penurunan laju korosi menjadi 0.05 mmpy. Pada hari
-24Mn-0.42C memiliki laju korosi sebesar 0.12 mmpy
Fe-33Mn-0.27C mengalami peningkatan laju korosi menjadi
0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi a
lebih tinggi sampel Fe-24Mn-0.42C dari Fe-33Mn-0.27C.
menunjukkan grafik laju korosi hasil uji rendam.
Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C, mengalami penurunan
laju korosi pada hari ke-5. Sedangkan sampel Fe-24Mn-0.42C terus mengal
penurunan pada hari ketujuh, berbeda dengan sampel Fe-33Mn
mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal
, mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu
lapisan pasif, yaitu lapisan kalsium/fosfor. Mekanisme tersebut seperti
ditampilkan pada Gambar 4.24.
Gambar 4. 23. Grafik laju korosi pada uji rendam.
Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi
Reaksi yang terjadi adalah Fe � Fe2+ + 2e- , Mn
2,04
0,55
0,12
0,66
0,05
0,58
3 hari 5 hari 7 hari
Waktu Pengujian
73
Universitas Indonesia
kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel Fe-
menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel Fe-33Mn-
laju korosi menjadi 0.05 mmpy. Pada hari
memiliki laju korosi sebesar 0.12 mmpy
mengalami peningkatan laju korosi menjadi
0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi awal
. Gambar 4.23
, mengalami penurunan
terus mengalami
33Mn-0.27C yang
mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal
, mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu
Mekanisme tersebut seperti
Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi
, Mn � Mn2+ + 2e-
Fe-24Mn-0.42C
Fe-33Mn-0.27C
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
74
Universitas Indonesia
dan reaksi 2H2O + O2 + 4e- � 4OH-. Setelah itu terjadi pembentukkan lapisan
hidroksida karena logam yang teroksidasi bereaksi dengan ion hidroksil.
Kemudian terbentuk pitting karena tidak meratanya lapisan hidroksil yang
menutupi lapisan permukaan sampel sehingga permukaan yang tidak terlapis
tersebut bereaksi oleh ion Cl- dan meningkatkan laju reaksi Fe dan Mn. Dengan
terbentuknya layer tersebut, maka laju korosi akan berkurang. Hal ini yang
menjelaskan tentang laju korosi pada uji rendam yang cenderung menurun jika
semakin lama waktu pengujiannya.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
75 Universitas Indonesia
BAB 5
PE�UTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa:
1. Material sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai porositas sebesar 4,3%
sedangkan pada sampel Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai porositas sebesar
6,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada komposisi Mn yang lebih
tinggi memiliki nilai porositas yang lebih tinggi pula.
2. Material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C memiliki fasa dominan yang
sama yaitu fasa austenite.
3. Material Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan sebesar 49 HRA,
sedangkan sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai kekerasan 43 HRA. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada komposisi Mn yang lebih tinggi akan
memiliki nilai kekerasan material yang lebih tinggi. Material Fe-24Mn-
0.42C dan Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dari
material SS 316L.
4. Laju korosi material Fe-24Mn-0.42C pada larutan hank adalah 0,67 mmpy
dan pada larutan ringer laktat adalah 1,02 mmpy sedangkan material Fe-
33Mn-0.27C pada larutan hank adalah 0,36 mmpy dan pada larutan ringer
laktat adalah 0,31 mmpy. Material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C
memiliki laju korosi yang lebih tinggi dibandingkan laju korosi besi murni
tetapi lebih rendah dari paduan magnesium.
5. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan, fasa dan korosi menunjukkan bahwa
material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C layak digunakan sebagai
kandidat biomaterial sebagai aplikasi penyangga pembuluh.
5.2. Saran
1. Studi lanjut tentang pengaruh penambahan unsur Si kedalam material Fe-
Mn-C sebagai aplikasi coronary stent perlu dilakukan sebagai
pengembangan material stent berikutnya.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
76
Universitas Indonesia
2. Perlu dilakukan pengujian korosi dynamic untuk lebih menggambarkan
perilaku korosi material pada lingkungan dalam tubuh manusia.
3. Perlu dilakukan uji biokompatibilitas untuk membuktikan bahwa kandidat
biomaterial Fe-Mn-C ini dapat dinyatakan sebagai aplikasi biomaterial.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
77 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUA�
[1]. Syarif Junaedi. “Biomaterial Berbasis Logam”. http://www.infometrik.
com/2009/08/biomaterial-berbasis-logam/ . 13 April 2012. 10:30
[2]. Park, Jones., Lakes, R.S. 2007.“Biomaterials : An Introduction. Third
Edition”. New York : Springer. pp: 3-5
[3]. Alicea, Luis A, José I. Aviles, Iris A. López, Luis E. Mulero and Luis A.
Sánchez. “Mechanics Biomaterial Stents”. University of Puerto Rico,
Mayaguez, 2004.
[4]. http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Coronary-Stenting.html. 23
Maret 2012. 20:20.
[5]. http://wiki.answers.com/Q/What_does_scaffolding_effect_mean. 23 Maret
2012. 20:25.
[6]. Moravej Maryam, Mantovani Diego. “Biodegradable Metals for
Cardiovascular Stent Application: Interests and New Opportunities”. Int J
Mol Sci. 2011; 12(7): 4250–4270. doi: 10.3390/ijms12074250
[7]. Dean J. Kereiakes, David A. Cox, James B. Hermiller.” Usefulness of a
Cobalt Chromium Coronary Stent Alloy”. Am J Cardiol 2003; 92: 463–466.
[8]. Barry O’Brien, William Carroll.”The evolution of cardiovascular stent
materials and surfaces in response to clinical drivers: A review” Acta
Biomaterialia 5 (2009) 945–958.
[9]. Garg Scoot, Serruys Patrick W.”Looking Forward : Coronary Stent”.
Journal of the American College of Cardiology. Vol.56, No.10 Suppl S,
2010. doi: 10.1016/j.jacc.2010.06.008
[10]. Saito S. “New horizon of bioabsorbable stent”. Catheter. Cardiovasc.
Interv. 2005 ; 66 : 595–596.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
78
Universitas Indonesia
[11]. Schinhammer Michael, Hanzi Anja C.,Loffler Jorg F.,Uggowitzer Peter
J.”Design strategy for biodegredable Fe-based alloy for medical
application”. Acta Biomaterialia 6 (2010) 1705-1713.
[12]. Peuster M, Hesse C. Schloo, Fink C, Berrbaum P, Schnakenburg
C.”Longsterm biocompatibility of a corrodible peripheral iron stent in the
porcine descending aorta”.Biomaterials 2006; 27: 2193-200.
[13]. Hermawan H, Dube D, Mantovani D. ”Development of degredable Fe-
35Mn alloy for biomedical application”. Adv Mater Res 2007;15-17:107-
12.
[14]. Hermawan H, Alamdari H, Mantovani D, Dube D.”Iron-manganese: new
class of metallic degredable biomaterials prepared by powder
metallurgy”.Powder Metal 2008; 51 : 38-45.
[15]. http://www.metalprices.com/FreeSite/metals/pd/pd.asp. 23 Maret 2012.
23:30.
[16]. http://www.itb.ac.id/news/2348.xhtml. 14 April 2012. 19.30. 24 Maret
2012. 00:30.
[17]. J.C. Coburn, A. Pandit. “Development of Naturally-Derived Biomaterials
and Optimization of Their Biomechanical Properties”. European
Commision. Community Research. 2007.
[18]. Hermawan H, Dubé D, Mantovani D.”Developments in metallic
biodegradable stents”. Acta Mater 2010;6: 1693–1697.
[19]. Hermawan H, Purnama A, Dube D, Couet J, Mantovani D.”Fe–Mn alloys
for metallic biodegradable stents : degradation and cell viability studies”.
Acta Biomater 2009;6: 1852–60.
[20]. A. Riss, Y Khodorvsky.(1982).”Production of ferroalloys”. Moscow:
Foreign Languages Publishing House. pp: 137
[21]. Davis, J.R.(2003).”Alloying: Understanding The Basics”. Ohio: ASM
Internasional, Materials Park. 134-139
[22]. http://www.calphad.com/pdf/Fe_Mn_Phase_Diagram.pdf. 8 Januari 2012.
19:02
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
79
Universitas Indonesia
[23]. B. Liu , Y. F. Zheng.”Effects of alloying elements (Mn, Co, Al, W, Sn, B, C
and S) on biodegradability and in vitro biocompatibility of pure iron”. Acta
Biomaterialia 7 (2011) 1407–1420.
[24]. Mani G, Feldman MD , Patel D, Agrawal CM.”Coronary stents : a materials
perspective”. Biomaterials 2007; 28 : 1689–710.
[25]. Ratner, Buddy D, Stephanie J. Bryant.”Biomaterial : Where We Have Been
and Where We Are Going. Annual Reviews Biomedical Engineering”,
Volume 6 (2004): 41-75.
[26]. Meyrick, Glin.”Physical Metallurgy of Steel : Class Notes and Lecturer”.
Ohio State University Lecturer. MSE 651.01. 2001.
[27]. Kastrati A, Mehilli J, Dirschinger J, Dotzer F, Schuehlen H, Neumann F J
.”Intra coronary stenting and angiographic results : strut thickness effect on
restenosis out come (ISAR-STEREO) trial”. Circulation 2001 ; 103:2816–
21.
[28]. Clerc C O, Jedwab M R, Mayer D W, Thompson P J, Stinson J
S.”Assessment of wrought ASTM F1058 cobalt alloy properties for
permanent surgical implants”. J Biomed Mater Res (Appl Biomater)
1997;38:229–34.
[29]. Kastrati A, Schoemig A, Dirschinger J, Mehilli J, von Welser N, Pache J.
“Increased risk of restenosis after placement of gold-coated stents”.
Circulation 2000; 101 : 2478–2483.
[30]. Edelman E R, Seifert P, Groothuis A, Morss A, Bornstein D, Rogers
C.”Gold-coated NIR stents in porcine coronary arteries”. Circulation 2001;
103:429–34.
[31]. Koster R, Vieluf D, Kiehn M, Sommerauer M, Ka¨hler J, Baldus S. “Nickel
and molybdenum contact allergies in patients with coronary in-stent
restenosis”. Lancet 2000 ; 365 : 1895–1897.
[32]. Gutensohn K, Beythien C, Bau J, Fenner T, Grewe P, Koester R.”In vitro
analysis of diamond-like carbon coated stents : reduction of metal ion
release, platelet activation and thrombogenicity”. Thromb Res 2000; 99 :
577–585.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
80
Universitas Indonesia
[33]. Airoldi F, Colombo A, Tavano D, Stankovic G, Klugmann S, Paolillo V.
“Comparison of diamond-like carbon-coated stents versus uncoated
stainless steel stents in coronary artery disease”. Am J Cardiol 2004;93:
474–477.
[34]. Heublein B, Pethig K, O¨zbek C, Elsayed M, Bolz A, Schaldach M.”Silicon
carbide coating a new hybrid design of coronary stents”. Prog Biomed Res
1998 ; 1: 33–39.
[35]. Unverdorben M, Sippel B, Degenhardt R, Sattler K, Fries R, Abt
B.”Comparison of a silicon carbide-coated stent versus an on coated stent in
human beings : the Tenax versus NIR Stent Study’s longterm outcome”.
Am Heart J 2003; 145
[36]. Karjalainen P P, Ylitalo A, Airaksinen K E J.”Titanium and nitride oxide
coated stents and Paclitaxel-Eluting stents for coronary revasularization in
an unselected population”. Jinv Cardiol 2006;10:462–8.
[37]. O’Brien B, Chandrasekaran C.”Development of iridium oxide as a
cardiovascular stent coating”. In Proceedings from the materials and
processes for medical devices conference, St Paul, MN. Materials Park,
OH:ASM International;2004.p.301–6.
[38]. http://wwwp.medtronic.com/Newsroom/LinkedItemDetails.do?itemId=1199
741324094&itemType=glossary&lang=en_US . 13 Mei 2012. 21.40.
[39]. Babapulle M N, Eisenberg M J.”Coated stents for the prevention of
restenosis : part II”. Circulation 2002; 106:2859–66.
[40]. Ruben Rega Ludang. (2012). ”Pengembangan material biologi baja mangan
(25% dan 35%) diproduksi melalui metode metalurgi serbuk”. Skripsi
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Depok.
[41]. ASM Metals Handbook Vol. 1
[42]. H. Danninger, C. Gierl.”New Alloying Systems for Ferrous Powder
Metallurgy Precision Parts”. Science of Sintering 40:1(2008): 33-46 .
[43]. C. Suryanarayana.(2004). Mechanical Alloying and Milling. Marcel
Dekker, New York. pp: 21.
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
81
Universitas Indonesia
[44]. Callister, William D., Jr. (2001). Fundamentals of Materials An Interactive
(5th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. pp 177-179.
[45]. Li, Yong Hua, Guang-Bin rao, Li-Jian Rong, Yi-yi Li. “The influence of
porosity on corrosion characteristic of porous NiTi alloy in simulated body
fluid”. Elsevier: Materials Letter 57:2 (2 Desember 2002): 448-451.
[46]. Nurul Taufiqu Rochman, S.Kuramoto, R.Fujimoto, H.Sueyoshi.”Effect of
milling speed on an Fe–C–Mn system alloy prepared by mechanical
alloying”. Journal of Materials Processing Technology 138 (2003) 41–46.
[47]. A.K. Sinha. Powder Metallurgy. New Delhi: Dhanpat Rai & Sons. 1976. 46-
53.
[48]. German, R.M. Powder Metallurgy Science. New Jersey: Princeton.
Princeton. 1984. 145-176.
[49]. Klar, Erhad. Powder Metallurgy Applications, Advantages, and Limitations
.Ohio: American Society for Metals. 1983. 20-41.
[50]. G. Greetham. Powder Metallurgy-Processing. 2001. 14 November 2011
<http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=132
[51]. Yogie S. 1998. “Studi optimasi teknik etsa untuk penampakan batas butir
prior-austenite pada baja karbon sedang (C-Mn-Steel) dan baja HSLA (Nb-
steel)”. Skripsi departemen teknik metalurgi dan material FTUI, Depok.
[52]. D. San Martin, P.E.J. Rivera, Diazdel Castillo, E. Peekstok, S. Vander
Zwaag.”A new etching route for revealing the austenite grain boundaries in
an 11.4% Cr precipitation hardening semi-austenitic stainless steel”.
Materials Characterization 58 (2007) 455–460.
[53]. P. R. Soni. 1999. “Mechanical Alloying : Fundamental and Application”.
Cambridge International Science Publishing. UK. pp : 40-42
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
82 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
LAMPIRA�-LAMPIRA�
Lampiran 1 (a). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 1.
74.96% Fe-24.53% Mn-0.51% C
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
83 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 1 (b). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 2.
75.45% Fe-23.56% Mn-0.57% C-0.41% Si
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
84 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 1 (c). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 3.
73.55% Fe-25.12% Mn-0.17% Mn-1.16% Si
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
85 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 1 (d). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 1.
64.93% Fe-34.50% Mn-0.08% C- 0.48% Si
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
86 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 1 (e). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 2.
66.83% Fe-32.23% Mn-0.58% C-0.35 % Si
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
87 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 1 (f). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 3.
66.61% Fe-32.79% Mn-0.14% C-0.46% Si
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
88 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD
Universitas Indonesia
Lampiran 2 (a). Hasil XRD Serbuk Fe-24Mn-0.42C Hasil Proses Pemaduan
Mekanik
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
89 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 2 (b). Hasil XRD Fe-24Mn-0.42C
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
90 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 2 (c). Hasil XRD Fe-33Mn-0.27C
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
91 Lampiran 3. Hasil-hasil Pengujian Lainnya
Universitas Indonesia
Lampiran 3 (a). Hasil Pengujian Densitas dan Porositas
Uji
ke-
Sampel Berat
Kerin
g (gr)
Berat
basah
(gr)
Volume
sampel
(cm3)
Densitas
sampel
(gr/cm3)
Densitas
teoritis
(gr/cm3)
Poros
itas
(%)
1 A2 5.100 0.730 0.730 6.986 7.650 8.676
B2 5.070 0.740 0.740 6.851 7.610 9.969
2 A2 5.120 0.690 0.690 7.420 7.650 3.003
B2 5.060 0.720 0.720 7.028 7.610 7.651
3 A2 5.057 0.670 0.670 7.548 7.650 1.336
B2 5.040 0.670 0.670 7.522 7.610 1.151
Lampiran 3 (b). Hasil Pengujian Rendam
Sampel Waktu
(Jam)
Weigth
loss (gr)
Densitas
(gr/cm3)
Luas
(cm2)
CR
(mpy)
A2 72 0.021 7.318 1.715 315.611
120 0.009 7.318 1.647 84.539
168 0.004 7.318 2.421 18.250
B2 72 0.006 7.134 1.554 102.081
120 0.001 7.134 2.134 7.436
168 0.013 7.134 1.625 90.668
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
92 Lampiran 3. Hasil-hasil Pengujian Lainnya (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 3 (c). Hasil Uji Kekerasan
Uji Kekerasan (HRA)
Fe-24Mn-0.42C Fe-33Mn-0.27C
43.5 50
42.7 48.5
43 49.5
Lampiran 3 (d). Hasil Pengujian Ferroscope
Pengujian (�o) % Ferrite
A2 B2
1 0.29 0.17
2 0.31 0.16
3 0.27 0.15
4 0.31 0.1
5 0.33 0.13
Rata-rata 0.302 0.142
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
93 Lampiran 4. Hasil Pengujian Metalografi
Universitas Indonesia
Lampiran 4 (a). Sampel Fe-24Mn-0.42C dengan Aqua Regia
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012
94 Lampiran 4. Hasil Pengujian Metalografi (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 4 (b). Sampel Fe-33Mn-0.27C dengan asam picral dan teepol
Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012