U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

109
i UIVERSITAS IDOESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS Fe-Mn-C DI PRODUKSI MELALUI PROSES METALURGI SERBUK FERROMAGA, BESI DA KARBO SKRIPSI RHIDIYA WAROKO 0806331935 FAKULTAS TEKIK PROGRAM STUDI TEKIK METALURGI DA MATERIAL DEPOK JULI 2012 Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Transcript of U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

Page 1: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

i

U�IVERSITAS I�DO�ESIA

BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS Fe-Mn-C DI

PRODUKSI MELALUI PROSES METALURGI SERBUK

FERROMA�GA�, BESI DA� KARBO�

SKRIPSI

RHIDIYA� WAROKO

0806331935

FAKULTAS TEK�IK

PROGRAM STUDI TEK�IK METALURGI DA� MATERIAL

DEPOK

JULI 2012

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 2: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

i

U�IVERSITAS I�DO�ESIA

BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS Fe-Mn-C DI

PRODUKSI MELALUI PROSES METALURGI SERBUK

FERROMA�GA�, BESI DA� KARBO�

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

RHIDIYA� WAROKO

0806331935

FAKULTAS TEK�IK

PROGRAM STUDI TEK�IK METALURGI DA� MATERIAL

DEPOK

JULI 2012

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 3: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

ii

HALAMA� PER�YATAA� ORISI�ALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

�ama : Rhidiyan Waroko

�PM : 0806331935

Tanda Tangan :

Tanggal : 25 Juli 2012

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 4: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

iii

HALAMA� PE�GESAHA�

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rhidiyan Waroko

NPM : 0806331935

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Judul Skripsi : Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di

Produksi melalui Proses Metalurgi Serbuk

Ferromangan, Besi dan Karbon

`

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji

dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program

Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia

DEWA� PE�GUJI

Pembimbing : Dr.Ir. Sri Harjanto ( )

Penguji 1 : Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno ( )

Penguji 2 : Ir.Andi Rustandi, MT ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 25 Juli 2012

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 5: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

iv

KATA PE�GA�TAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah

memberikan nikmat dan ridha-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas

akhir dengan baik dan tepat waktu . Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka

untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana Teknik (ST)

jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan Material

Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

penulis untuk menyelesaikan masa perkuliahan dan skripsi ini. Oleh karena itu

saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sri Harjanto, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FTUI dan sebagai penguji

3. Ir. Andi Rustandi, M.T. yang telah banyak membantu penulis untuk dapat

melakukan pengujian polarisasi dan sebagai penguji.

4. Dr. Ir. Donanta Dhaneswara, M.Si. dan Winarto, Ph.D. selaku Pembimbing

Akademis Penulis selama menempuh studi di Teknik Metalurgi dan

Material.

5. Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil-Eng, selaku koordinator Tugas

Akhir Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

6. Ir. Rini Riastuti, M.Sc, selaku Kepala Laboratorium Metalurgi Kimia yang

telah mengizinkan peminjaman laboratorium.

7. Semua dosen beserta karyawan di Departemen Metalurgi dan Material

FTUI, yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

8. Orang tua Penulis, Bpk Budiono dan Ibu Insiyah serta adik-adik Putri

Amanda Zia, Adityo Pambudi dan Didit Dito Sadewo yang telah

memberikan dukungan moral dan materil hingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 6: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

v

9. Yudha Pratesa, S.T. yang telah banyak membantu dalam mengarahkan dan

menjadi teman curhat Penulis selama penyelesaian tugas akhir.

10. Ferdian dan Bang Odi yang dengan penuh kesabaran membantu Penulis

dalam pengamatan SEM dan EDAX.

11. Ardiles Jeremia Sitorus, S.T. dan Vicky Indrafusa , S.T. teman seangkatan

yang telah membantu dalam pengujian polarisasi di Lab. Korosi.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi : Fuad Hakim, S.T., Yudi Prasetyo, S.T.

dan Ruben Rega, S.T. yang sangat super dan selalu membantu dengan

penuh kesabaran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi.

13. Seluruh teman-teman seangkatan metalurgi’08 yang selalu solid, tangguh

dan tanggung jawab. Teman-teman yang selalu memberikan kenangan-

kenangan tak terlupa dan selalu membuat suasana penuh tawa.

14. Teman bermain PES dan CS, sekaligus teman-teman yang mengerjakan

skripsi bersama-sama di ruang asisten Lab Metalografi : Abdullah Nirmolo,

S.T., Allam Putra, S.T., Brian Hermawan, S.T., Eko Mulia, S.T., Hutri

Prianugrah, S.T., Ichwanul Fasya, S.T., Indra Septiawan, S.T., M. Fahmi

Hadar, S.T., Nofec Budiarto, S.T., Rendi Fajar, S.T., Rudiansyah, S.T.,

Rulliansyah, S.T., Wali Riansyah, S.T., Yanuar Ahmad, S.T., Yosia Samuel,

S.T.

15. Seluruh senior dan junior metal yang telah membantu dalam proses

penelitian dan perkuliahan Penulis.

16. Seluruh Pihak yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan

Skripsi ini.

Akhir kata, Penulis hanya bisa mengucapkan ucapan terimakasih sebesar-

besarnya pada seluruh pihak, baik yang telah disebut maupun tidak. Besar harapan

Penulis dengan skripsi ini dapat meningkatkan potensi ilmu pengetahuan dalam

diri Penulis sendiri maupun orang lain pada umumnya.

Jakarta, Juli 2012

Penulis

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 7: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

vi

HALAMA� PER�YATAA� PERSETUJUA� PUBLIKASI TUGAS

AKHIR U�TUK KEPE�TI�GA� AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan

di bawah ini, :

Nama : Rhidiyan Waroko

NPM : 0806331935

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Departemen : Teknik Metalurgi dan Material

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti �oneksklusif (�on-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di Produksi melalui Proses

Metalurgi Serbuk Ferromangan, Besi dan Karbon

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Depok

Pada Tanggal 25 Juli 2012

Yang menyatakan

(Rhidiyan Waroko)

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 8: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Rhidiyan Waroko

NPM : 0806331935

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Judul :

Biomaterial Mampu Luruh Berbasis Fe-Mn-C di Produksi melalui Proses Metalurgi

Serbuk Ferromangan, Besi dan Karbon

Material Fe-Mn-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk

aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial

Fe-Mn-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung

kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian

material Fe-Mn-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan

sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Komposisi Mn digunakan sebagai

variabel pengujian, yaitu Fe-25Mn-0.8C dan Fe-35Mn-0.8C. Material tersebut dibuat

dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Karakterisasi serbuk hasil

pemaduan mekanik menunjukkan terjadinya reduksi ukuran partikel dan membentuk

paduan serbuk yang lebih merata. Hasil pengujian kekerasan dengan Rockwell A

menunjukkan bahwa kekerasan material Fe-24Mn-0.42C adalah 43 HRA dan Fe-33Mn-

0.27C adalah 49 HRA, nilai kekerasan tersebut memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi

dari material SS 316L. Hasil pengujian polarisasi menunjukkan laju korosi untuk Fe-

24Mn-0.42C adalah 0.84 mmpy dan Fe-35Mn-0.8C 0.34 mmpy. Nilai tersebut lebih

tinggi dari besi murni tetapi lebih rendah dari paduan magnesium. Hasil uji mikrostruktur

dengan uji metalografi dan uji XRD menunjukkan fasa austenit. Berdasarkan pengujian

ini, menunjukkan bahwa pengaruh komposisi Mn untuk meningkatkan kekerasan

material. Pada pengujian ini juga menunjukkan proses pemaduan mekanik mampu

meningkatkan kekerasan material dan menurunkan laju korosi material.

Kata Kunci :

Biodegradable material, penyangga pembuluh jantung, paduan Fe-Mn-C, pemaduan

mekanik, metalurgi serbuk.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 9: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Rhidiyan Waroko

NPM : 0806331935

Major : Metallurgy and Material Engineering

Title :

Biodegredable Material Based on Fe-Mn-C Produced by Powder Metallurgy

Process of Ferromanganese, Iron and Carbon

Fe-Mn-C materials has been developed as biodegredable material for coronary stent

application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery

after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12

months. Material testing of Fe-Mn-C alloy is performed to proving of feasibility that

biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Mn composition is used for the

test variable, namely Fe-25Mn-0.8C and Fe-35Mn-0.8C. That material is from

production of mechanical alloying and then powder metallurgy. Powder as-mechanical

alloying characterization shows particle reduction size and make a alloy powder is more

evenly. Result of hardness test with Rockwell A showed the hardness of Fe-24Mn-0.42C

is 43 HRA and hardness of Fe-33Mn-0.27C is 49 HRA. That hardness value is bigger

than hardness value of SS 316 L material. The result of polarization test shows corrosion

rate of Fe-24Mn-0.42C is 0.84 mmpy and 0.34 mmpy for Fe-33Mn-0.27C. That corrosion

rate is higher than pure iron and lower than magnesium alloy. Microstructure test with

metallographic test and XRD test shows austenitic phase. Based on this research shows

that effect of Mn composition is for increasing hardness value. On this research is shows

that mechanical alloying can increasing hardness of material and decreasing corrosion

rate.

Kata Kunci :

Biodegradable material, Coronary artery stent, Fe-Mn-C Alloy, Mechanical alloying,

Powder Metallurgy.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 10: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN COVER ........................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................................ vii

ABSTRACT ..................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii

1. PE�DAHULUA� .......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................................. 4

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 4

1.5. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 5

2. TI�JAUA� PUSTAKA ................................................................................................ 7

2.1. Biomaterial .......................................................................................................... 7

2.2. Aplikasi Biomaterial Sebagai Coronary Stents ................................................. 10

2.3. Pengaruh Unsur Paduan .................................................................................... 20

2.4. Lingkungan Dalam Tubuh................................................................................. 27

2.5. Proses Metalurgi Serbuk ................................................................................... 28

2.5.1. Fabrikasi Serbuk ........................................................................................ 28

2.5.2. Pencampuran Serbuk ................................................................................. 29

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 11: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

x Universitas Indonesia

2.5.3. Pemaduan Mekanik ................................................................................... 29

2.5.4. Proses Kompaksi ....................................................................................... 31

2.5.5. Proses Sintering ......................................................................................... 32

3. METODOLOGI PE�ELITIA� ................................................................................ 37

3.1. Pendahuluan ...................................................................................................... 37

3.2. Pembuatan Sampel ............................................................................................ 37

3.2.1. Persiapan Serbuk ....................................................................................... 37

3.2.2. Pemaduan Mekanik ................................................................................... 40

3.2.3. Proses Metalurgi Serbuk ........................................................................... 42

3.3. Karakterisasi Material ....................................................................................... 43

3.3.1. Pengujian Densitas dan Porositas Material : ............................................. 44

3.3.2. Pengujian Kekerasan ................................................................................. 45

3.3.3. Pengujian Polarisasi. ................................................................................. 46

3.3.4. Pengujian Rendam ..................................................................................... 48

3.3.5. Pengujian XRD.......................................................................................... 50

3.3.6. Pengujian SEM dan EDAX ....................................................................... 52

3.3.7. Pengujian Metalografi ............................................................................... 52

4. HASIL DA� PEMBAHASA� ................................................................................... 53

4.1. Komposisi Kimia ............................................................................................... 53

4.2. Karakterisasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik ............................................... 55

4.3. Densitas dan Porositas ....................................................................................... 58

4.4. Struktur Mikro dan Fasa .................................................................................... 58

4.5. Kekerasan .......................................................................................................... 61

4.6. Perilaku Korosi .................................................................................................. 65

5. PE�UTUP .................................................................................................................... 75

5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 75

5.2. Saran .................................................................................................................. 75

DAFTAR ACUA� ........................................................................................................... 77

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 12: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1. Penggunaan Biomaterial di Amerika Serikat [17]. ................................. 7

Tabel 2. 2. Kelas Biomaterial [2]. ............................................................................ 8

Tabel 2. 3. Guidance on Biocompatibility Assessment [2]. ...................................... 9

Tabel 2. 4. Nilai kekuatan dan ketebalan penyangga pada masing-masing

sampel. [8] ............................................................................................ 11

Tabel 2. 5. Data klinis pada masing-masing sampel. [8] ....................................... 12

Tabel 2. 6. Laju korosi material besi murni dan Fe35Mn. [14] .............................. 20

Tabel 2. 7. Data elektrokimia dan laju korosi yang diukur pada larutan Hank

[23]. ....................................................................................................... 23

Tabel 3. 1. Tabel data bahan baku yang digunakan. ............................................. 37

Tabel 3. 2. Perbandingan berat serbuk yang digunakan. ...................................... 40

Tabel 3. 3. Parameter kondisi proses pemaduan mekanik .................................... 42

Tabel 3. 4. Variabel lingkungan pada proses kompaksi untuk sampel Fe-

25Mn-C dan Fe-35Mn-C. ................................................................... 42

Tabel 3. 5. Variabel lingkungan pada proses sintering untuk sampel Fe-25Mn-

C dan Fe-35Mn-C. .............................................................................. 43

Tabel 3. 6. Kandungan senyawa yang terkandung pada larutan ringer laktat dan

larutan Hanks’. [45] .............................................................................. 47

Tabel 3. 7. Komposisi larutan etsa[51]. .................................................................. 52

Tabel 4. 1. Data hasil pengujian densitas porositas. ............................................. 58

Tabel 4. 2. Data hasil polarisasi. ........................................................................... 68

Tabel 4. 3. Data komposisi Silikon hasil EDAX .................................................. 71

Tabel 4. 4. Data pengujian rendam. ...................................................................... 72

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 13: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Perbandingan efek restenosis pada berbagai stent. [9] .................... 16

Gambar 2. 2. Ilustrasi ideal propertis material biodegredable coronary stent.[18] 17

Gambar 2. 3. Hasil uji polarisasi sampel paduan Fe-Mn pada larutan hanks

dengan temperatur 37oC. [14] .......................................................... 19

Gambar 2. 4. Diagram fasa dari paduan Fe-Mn. [40] ............................................ 21

Gambar 2. 5. Perbandingan nilai YS dan US dari setiap besi paduan dan besi

murni pada sampel as-cast dan sampel as-rolled.[23] ..................... 22

Gambar 2. 6. Perbandingan nilai mikrohardness dari besi murni dan besi

paduan[23] ....................................................................................... 23

Gambar 2. 7. Kurva potentio-dynamic polarization pada sampel paduan besi

sampel as-cast dan as-rolled direndam didalam larutan Hank

dengan besi murni sebagai kontrol. [23] .......................................... 24

Gambar 2. 8. SEM dari permukaan spesimen Fe murni, Fe-Mn dan Fe-C

setelah direndam dalam larutan Hank selama 180 hari.[23] ............ 25

Gambar 2. 9. Konsentrasi ion yang terlepas dari paduan yang direndam dalam

larutan Hank selama 3, 10, 30, 90 dan 180 hari. [23] ...................... 25

Gambar 2. 10. Cell viability pada (a) L-929, (c) VSMC dan ECV304 setelah 1,

2 dan 4 hari pengujian pada sampel besi paduan dan besi murni

dengan material SS316 sebagai reference material. (d)

Konsentrasi ion yang terbuang pada pengujian cytotoxicity. [23] ... 26

Gambar 2. 11. Pengaruh lama waktu proses dengan ukuran partikel serbuk

paduan (C. Suryanarayana, 2001) [43]. ............................................ 29

Gambar 2. 12. Tumbukan antara bola dengan partikel serbuk selama pemaduan

mekanik (C. Suryanarayana, 2001)[43]. .......................................... 30

Gambar 2. 13. Pengaruh rasio berat bola dengan serbuk terhadap lama waktu

pemaduan dan ukuran partikel serbuk paduan (C.

Suryanarayana, 2001) [43]. .............................................................. 30

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 14: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

xiii Universitas Indonesia

Gambar 2. 14. Diagram alir fabrikasi paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi

serbuk pada penelitan Hermawan, et al [6] ..................................... 35

Gambar 3. 1. Bagan metodologi penelitian. ........................................................ 38

Gambar 3. 2. Gambar bentuk dan dimensi sampel .............................................. 39

Gambar 3. 3. Alat planetary ball mill. ................................................................. 41

Gambar 3. 4 Alat low speed diamond cutting.................................................... 43

Gambar 3. 5. Alat uji kekerasan Rockwell. ......................................................... 46

Gambar 3. 6. Skema alat pengujian polarisasi ..................................................... 48

Gambar 3. 7. Skematik pengujian rendam........................................................... 49

Gambar 3. 8. Skema difraksi sinar-X pada sampel XRD [40]............................... 50

Gambar 3. 9. Alat Shimadzu XRD-7000 ............................................................. 51

Gambar 3. 10. Alat SEM LEO 420i Departemen Metalurgi FTUI ....................... 51

Gambar 4. 1. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-25Mn-C. ........................ 53

Gambar 4. 2. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-35Mn-C. ........................ 54

Gambar 4. 3. Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi target sampel. . 55

Gambar 4. 4. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-24Mn-0.42C. Ukuran

partikel serbuk sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari

ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b). .............................. 56

Gambar 4. 5. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-33Mn-0.27C. Ukuran

partikel serbuk sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari

ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b). .............................. 56

Gambar 4. 6. Ilustrasi mekanisme pemaduan mekanik.[54] .................................. 57

Gambar 4. 7. Hasil uji XRD untuk sampel serbuk Fe-24Mn-0.42C hasil

pemaduan mekanik. ....................................................................... 57

Gambar 4. 8. Gambar hasil foto dengan mikroskop electron sampel Fe-

24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) dan hasil foto SEM

pada sampel Fe-24Mn-0.42C (c) dan Fe-33Mn-0.27C (d). ........... 59

Gambar 4. 9. Mikrostruktur Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) yang

menunjukkan batas butir prior-austenit. ........................................ 60

Gambar 4. 10. Batas butir prior-austenite pada pengujian San Martin[52]. ........... 60

Gambar 4. 11. Hasil uji XRD. ............................................................................... 61

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 15: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

xiv Universitas Indonesia

Gambar 4. 12. Grafik perbandingan nilai rata-rata kekerasan sampel Fe-24Mn-

0.42C dan Fe-33Mn-0.27C. ........................................................... 62

Gambar 4. 13. Perbandingan nilai kekerasan material (HRA). ............................. 63

Gambar 4. 14. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk

sampel Fe-24Mn-0.42C dengan menggunakan larutan ringer

laktat............................................................................................... 65

Gambar 4. 15. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk

sampel Fe-33Mn-0.27C dengan menggunakan larutan ringer

laktat............................................................................................... 66

Gambar 4. 16. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk

sampel Fe-24Mn-0.42C dengan menggunakan larutan Hanks. ..... 66

Gambar 4. 17. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk

sampel Fe-33Mn-0.27C dengan menggunakan larutan Hanks. ..... 67

Gambar 4. 18. Perbandingan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-

0.27C dengan sampel Fe-35Mn hasil produksi metalurgi serbuk

dan rolling[14]. ................................................................................ 69

Gambar 4. 19. Tahap awal proses pemaduan mekanik. Setiap serbuk akan

mengalami perataan bentuk dan membentuk semacam komposit

lapisan [43] ....................................................................................... 70

Gambar 4. 20. Pada tahap intermediet, terjadi cold weld dan fracture sehingga

membentuk komposit laminat pada tahap awal menjadi lebih

kusut. [43] ........................................................................................ 70

Gambar 4. 21. Pada tahap akhir, proses pemaduan mekanik akan membentuk

lamellar komposit yang lebih halus, jarak antar lamellar 1µm

[43]. .................................................................................................. 70

Gambar 4. 22. Hasil uji ferroscope. ....................................................................... 71

Gambar 4. 23. Grafik laju korosi pada uji rendam. ............................................... 73

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 16: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PE�DAHULUA�

1.1. Latar Belakang

Aplikasi biomaterial sebagai alat bantu pengobatan medis telah banyak

digunakan. Biomaterial banyak digunakan sebagai pengganti gigi, tulang, lensa

kontak, stent dan anggota tubuh lainnya. Tercatat, permintaan dan penggunaan

biomaterial mencapai US$ 212,8 juta pada tahun 2008, bahkan penggunaan

material biologi dari logam sebagai pengganti tulang pangkal paha akan mencapai

jumlah 272.000 buah pada tahun 2030 [1].

Berdasarkan jangka waktu penggunaannya, biomaterial diklasifikasikan

menjadi dua kategori, yaitu permanent biomaterial dan temporary biomaterial [2].

Aplikasi permanent biomaterial biasanya digunakan pada pengganti gigi dan

pengganti tulang sehingga membutuhkan sifat material yang memiliki ketahanan

korosi yang tinggi. Aplikasi temporary biomaterial biasanya digunakan pada

penyangga pembuluh darah dan penyangga tulang yang patah. Material yang

digunakan sebagai biomaterial memiliki syarat mutlak yang harus dipenuhi, yaitu

sifat biokompatibilitas.

Belakangan ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan

temporary biomaterial. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biomaterial ini

banyak digunakan sebagai penyangga atau stent pada pembuluh darah yang

mengalami penyempitan. Sifat kekuatan mekanik dan sifat korosi menjadi bahan

menarik untuk di uji pada aplikasi material ini, disamping sifat

biokompatibilitasnya. Salah satu contoh penggunaan biomaterial sebagai stent

adalah pada coronary stent. Coronary stent adalah alat yang berbentuk wire mesh

tube yang dimasukkan di dalam pembuluh darah dan dipasang pada pembuluh

yang mengalami gangguan. Stent yang dimasukkan memiliki fungsi untuk

menyangga pembuluh darah yang tersumbat akibat kadar kolesterol yang tinggi di

dalam tubuh [3].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 17: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

2

Universitas Indonesia

Coronary stent merupakan device pendukung yang ditempatkan pada arteri

jantung. Coronary stents digunakan untuk mereparasi bentuk dari arteri jantung

yang mengalami penyusutan atau pengurangan diameter lubang sehingga dapat

mengakibatkan aliran darah dalam arteri terganggu. Coronary stent akan menjaga

bentuk arteri jantung mengalami pembesaran, atau biasa disebut balloon

angioplasty [4]

, kemudian arteri jantung akan mengalami efek scaffolding [5-6],

yaitu efek dimana suatu struktur mengalami penstabilan bentuk setelah bentuk

tersebut dijaga selama waktu tertentu. Arteri jantung membutuhkan waktu sekitar

6-12 bulan untuk mencapai kestabilan bentuk setelah dipasang coronary stent.

Setelah bentuk arteri jantung stabil, maka coronary stent tidak dibutuhkan lagi [6].

Coronary stent terbuat dari material yang biokompatibel dengan tubuh, atau

sering disebut biomaterial. Ada beberapa tipe coronary stent yang telah

dikembangkan, yaitu: drug-eluting stent (DES) dengan biodegredable polimer,

DES tanpa menggunakan polimer, stent yang diberi pelapis dan stent yang

seluruhnya menggunakan biodegredable material [9]. Pada awalnya, material yang

digunakan sabagai coronary stent memiliki propertis yang unggul pada

kemampuan menerima beban, kemampu-regangan, biokompatibiltas dan sifat

korosinya. Sehingga berdasarkan persyaratan tersebut, maka material yang

dipakai adalah Cobalt-Chromium, NiTinol (nikel-titanium), tantalum, dan

stainless steel 316L yang merupakan termasuk kategori permanent biomaterial

[1,2,7,8]. Penggunaan permanent biomaterial sebagai stent membutuhkan

pembedahan kembali untuk mengambil stent tersebut karena sudah tidak

dibutuhkan lagi. Selain itu, penggunaan stent yang terlalu lama akan

mengakibatkan thrombosis. Thrombosis adalah gejala pembelaan tubuh dimana

aka nada efek pembekuan darah didaerah sekitar stent. Dengan terbentuknya

pembekuan darah tersebut akan menghambat kembali pembuluh darah, sehingga

timbul kembali efek restenosis. Jika coronary artery sudah mengalami penstabilan

bentuk. Oleh sebab itu, penggunaan biodegredable material dapat menghilangkan

tindakan pembedahan kembali.

Biodegredable stent diharapkan mampu luruh didalam tubuh secara aman.

Peluruhan tersebut didukung oleh sifat korosif pada material logam. Material yang

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 18: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

3

Universitas Indonesia

akan digunakan sebagai biodegredable stent harus memenuhi standar-standar

propertis, seperti biokompatibel, hasil korosi dari material tersebut juga

biokompatibel, material mampu bertahan pada tempatnya selama beberapa bulan

sebelum terjadinya peluruhan dan memiliki kekuatan yang mampu memberi efek

scaffolding selama waktu yang dibutuhkan [10]. Berdasarkan persyaratan tersebut,

maka besi dan magnesium dipilih sebagai material aplikasi.

Michael Scinhammer dkk. [11] menyampaikan bahwa logam magnesium

dan paduannya menjadi material stent yang baik dan telah diuji keberhasilannya

dengan uji secara in vivo dan secara klinis. Dalam media physiological, material

ini mengalami degradasi yang cepat seiring dengan bertambahnya jumlah

hidrogen. Hal ini menjadi masalah dalam biomedis, terutama jika stent yang

digunakan memiliki dimensi yang besar karena hasil korosinya juga akan semakin

banyak sehingga akan melewati toleransi yang diizinkan oleh tubuh. Selain itu

propertis mekanik magnesium dan paduannya, seperti kekuatan dan keuletan,

kurang memuaskan.

Besi diyakini menjadi kandidat material untuk aplikasi biodegredable

implan. Terlebih lagi, hasil studi yang dilakukan Peuster M dkk. [12] melaporkan

bahwa stent yang terbuat dari pure besi dan dimasukkan kedalam aorta, tidak

menimbulkan efek toxicity. Karena laju korosi besi yang lambat, maka material

tersebut digunakan sebagai aplikasi permanen. Untuk meningkatkan laju korosi

dari material besi, maka para peneliti mengembangkan material paduan Fe-based.

Hermawan dkk. [13,14] mengembangkan paduan Fe-35% wt Mn-Pd untuk

meningkatkan laju korosi Fe sebagai biodegerdable stent. Namun dibanding

dengan paduan Mg, Fe-Mn-Pd memiliki laju korosi yang lebih lambat tetapi

memiliki propertis mekanik yang sebanding dengan stainless steel 316L.

Hermawan dkk. [13,14] menggunakan logam Pd yang memiliki harga mahal,

sebagai paduan. Berdasarkan data London Metal Exchange, pada bulan Maret

2012, harga Pd berkisar 650 $/OZ [15].

Penelitian ini akan mencari kelayakan penggunaan paduan Fe-Mn-C dengan

sumber material Fe, Fe-Mn dan C yang dibuat dengan pemaduan mekanik dan

metode metalurgi serbuk sebagai material aplikasi biodegredable stent.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 19: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

4

Universitas Indonesia

Penggunaan unsur karbon C adalah sebagai pemercepat proses degradasi. Selain

itu, substitusi unsur Pd pada material Hermawan dkk. dengan C dilakukan untuk

mencari resource material yang lebih murah tanpa mengurangi peranan Pd dalam

menghasilkan propertis degradasi yang tinggi tanpa mengorbankan sifat

mekaniknya.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam upaya mengembangkan paduan biomaterial berbasis

Fe-Mn-C dapat digambarkan melalui pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Pengaruh unsur paduan terhadap mikrostruktur, laju korosi serta sifat

ketahanan mekaniknya.

2. Kondisi proses yang optimal untuk membuat paduan biomaterial Fe-

Mn-C.

3. Bahan baku yang optimal untuk membuat paduan biomaterial Fe-Mn-

C

1.3. Tujuan Penelitian

Dari penjelasan pada latar belakang riset ini dan perumusan masalah, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan material biodegredable

stent berbasis paduan Fe-Mn-C yang mampu luruh dan memiliki ketahanan

mekanik yang dibuat dengan pemaduan mekanik serta metalurgi serbuk. Beberapa

tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menginvestigasi pengaruh pemaduan mekanik terhadap properties

material.

2. Menginvestigasi pengaruh kadar mangan (Mn) terhadap propertis

material.

3. Menginvestigasi pengaruh penggunaan bahan baku FeMn sebagai

material dasar.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Bahan pada penelitian ini menggunakan material dengan bahan baku serbuk

Fe murni, Fe-Mn dan C murni dengan komposisi akhir Fe-25%Mn-0.8%C (Fe-

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 20: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

5

Universitas Indonesia

25Mn-C) dan Fe-35%Mn-0.8%C (Fe-35Mn-C). Proses pembuatan material

dengan pemaduan mekanik (mechanical alloying) menggunakan planetary ball

mill kemudian dilanjutkan dengan proses metalurgi serbuk. Dalam penelitian ini,

penulis akan melakukan pengujian porositas, kekerasan, SEM-EDX, XRD,

metalografi, uji rendam dan polarisasi.

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam

penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur

pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam

bentuk bab-bab yang saling berkaitan. Bab-bab tersebut diantaranya :

a) Bab 1 Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,

tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

b) Bab 2 Landasan Teori

Membahas mengenai biomaterial, aplikasi biomaterial sebagai

coronary stents, pengaruh unsur paduan, lingkungan dalam tubuh,

proses metalurgi serbuk. Dalam proses metalurgi serbuk akan dibahas

tentang proses fabrikasi serbuk, pencampuran serbuk, pemaduan

mekanik, proses kompaksi dan proses sintering.

c) Bab 3 Metodologi Penelitian

Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang

diperlukan untuk penelitian setiap penelitian, standar penelitian dan

prosedur penelitian

d) Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian

serta menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan

grafik, serta membandingkan dengan teori dan literatur.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 21: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

6

Universitas Indonesia

e) Bab 5 Kesimpulan

Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan sesuai dengan tujuan dari penelitian

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 22: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TI�JAUA� PUSTAKA

2.1. Biomaterial

Biomaterial merupakan material sintesis yang dipakai untuk mengganti

bagian dari sistem hidup atau untuk berfungsi secara terikat dengan jaringan hidup.

Biomaterial pada dasarnya adalah material dari bahan hayati; setiap substansi

(selain obat) atau kombinasi substansi, sintesis atau alami, yang dapat dipakai

pada perioda waktu tertentu, sebagai bagian atau keseluruhan sistem yang

memperlakukan, menggandakan, atau mengganti setiap jaringan, organ, ataupun

fungsi tubuh [16]. Biomaterial menjadi teknologi mutakhir yang dikembangkan

demi menjawab kesulitan pengobatan jika diperlukan pengganti organ tubuh.

Terbukti dari keseriusan Amerika Serikat dengan mengeluarkan dana sebesar 22,2

milyar dollar pada tahun 2006 untuk pengembangan biomaterial bagi bidang

kesehatan [17].

Tabel 2. 1. Penggunaan Biomaterial di Amerika Serikat [17].

Material Biokompatibel (2007) $ 22.2 Miliar

Peralatan implan (2006) $ 7.9 Miliar

Lapisan tipis (tissue) (2006) $ 11.7 Miliar

Penyembuh kulit (2007) $ 270 Miliar

Vascular graft (2006) $ 650,000

Jumlah device

Lensa Intracoular 1,400,000

Lensa kontak 4,000,000

Heart valve 45,000

Artificial knee 816,000

Artificial hips 521,000

Uni Eropa juga menunjukkan keseriusan mereka untuk bidang biomaterial

dengan mendanai pengembangan biomaterial sebesar 107,1 juta euro pada tahun

2007. Pada tahun 1980, pendekatan biomaterial ditinjau dari sifat inertnya yaitu

semua substansi atau obat-obatan, sintetik atau alami, yang dapat digunakan

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 23: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

8

Universitas Indonesia

sendiri atau menjadi bagian suatu sistem yang meningkatkan atau mengganti

jaringan, organ, atau fungsi tubuh. Pada tahun 1990 ke atas, pendekatan

biomaterial berubah dari inert menjadi aktif, maksudnya adalah sebagai materi

tidak hidup yang digunakan sebagai alat medis dan dibuat untuk berinteraksi

dengan sistem tubuh makhluk hidup [17].

Kesuksesan penggunaan biomaterial dalam tubuh tergantung dari tiga faktor,

yaitu: propertis dan biokompatibilitas dari material implan, kondisi kesehatan dari

penerima implan dan kemampuan tim ahli yang akan melakukan implan. Oleh

sebab itu, pemahaman tentang biomaterial sangat penting untuk menentukan

material yang cocok digunakan. Biomaterial yang digunakan sebagai implan,

dibagi kedalam empat kelas besar yang memiliki keuntungan dan kerugian

masing-masing seperti terlihat pada Tabel 2.2 [2].

Tabel 2. 2. Kelas Biomaterial [2].

Secara umum, syarat utama biomaterial harus biokompatibel dengan tubuh.

Persyaratan-persyaratan yang memenuhi standar biokompatibilitas ini adalah

seperti acute system toxicity, cytotoxicity, hemolysis, intraveneous toxicity,

mutagenecity, oral toxicity, pyrogenecity dan sensitization. Petunjuk tentang

biokompatibilitas material ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 24: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

9

Universitas Indonesia

Tabel 2. 3. Guidance on Biocompatibility Assessment [2].

Pengembangan biomaterial merupakan usaha sinergis multi-disiplin ilmu

seperti ilmu kimia, teknik kimia, sains material, mekanik, bioengineering, biologi,

dan farmasi. Masukan bagi pengembangan biomaterial juga perlu datang dari

badan peraturan pemerintah, wirausahawan, dan tokoh moral [25]. Perkembangan

biomaterial sangat pesat dan mempengaruhi cara pandang peneliti dalam

pengembangan dan bagaimana implan biomaterial ada di dalam tubuh. Generasi

pertama biomaterial mempunyai satu karakteristik yang ingin dicapai yaitu inert.

Maksud dari inert adalah tidak menghasilkan reaksi dari host apakah ditolak atau

ada interaksi dengan tubuh. Biomaterial generasi ini belum menghasilkan hasil

yang memuaskan sehingga para peneliti mengembangkan biomaterial generasi

kedua yang mempunyai karakterikstik yang ingin dicapai yaitu bioactive.

Bioactive maksudnya adalah terjadi interaksi dan penerimaan dari jaringan tubuh

host terhadap biomaterial sehingga dicapai performa yang lebih stabil pada waktu

yang lama. Tetapi, biomaterial generasi kedua masih memiliki kekurangan yaitu

perlu ada prosedur untuk mengeluarkan biomaterial yang ditanam di tubuh karena

biomaterial tersebut tidak dapat meluruh di dalam tubuh. Maka dikembangkanlah

biomaterial generasi ketiga yang memiliki karakteristik biodegradable. Maksud

dari biodegradable adalah dapat terdegradasi secara kimia oleh alam (cuaca,

bakteri, hewan, tumbuhan, dalam tubuh manusia [17].

Sebelum pengembangan biodegradable material, korosi dianggap sebagai

suatu kegagalan secara metalurgi. Namun dalam aplikasi biodegredable material,

kemampuan luruh magnesium dan besi menjadi keuntungan dalam aplikasi

implan biodegradable. Material tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu untuk

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 25: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

10

Universitas Indonesia

memperbaiki struktur tubuh dan memungkinkan jaringan tubuh kembali tumbuh

lalu meluruh meninggalkan jaringan tubuh yang sudah normal kembali.

2.2. Aplikasi Biomaterial Sebagai Coronary Stents

Pengobatan penyakit arteri jantung dengan menggunakan metallic stent

merupakan salah satu revolusi pengobatan pada saat pertama kali diperkenalkan

dan dengan cepat tersebar sebagai metode pengobatan baru di dunia medis.

Selama perkembangan material stent tersebut, banyak terjadi perdebatan dan

investigasi tentang desain stent, pemilihan material dan pemilihan karakter

permukaan banyak dilakukan. Pada awalnya. desain stent dalam bentuk drug-

eluting stent menuai banyak kontroverssi dalam dunia farmasi karena tidak

kompatible dengan tubuh. Peningkatan resiko pembengkakan setelah pemasangan

stent menjadi isu yang diperbincangkan pada saat itu. Namun pengembangan

material stent dan non-pharmacological coating terus dilakukan untuk mencari

desain terbaik sebagai aplikasi stent material.

Pada biomaterial stent generasi pertama, material inert menjadi fokus utama

sebagai material aplikasi. Selain biokompatibilitas, kekuatan material menjadi

fokus utama penelitian. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa ketebalan stent

menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi aplikasi stent. Kastrati A. dkk [27]

melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan stent terhadap respon tubuh.

Tubuh memiliki respon terhadap stent yang disebut dengan restenosis. Pada

penelitian tersebut menggunakan perbandingan antara dua desain stent yang

masing-masing memiliki ketebalan 50 dan 140 mm. Percobaan tersebut

menunjukkan bahwa stent yang lebih tipis memiliki efek restenosis yang lebih

rendah dibandingkan dengan stent yang lebih tebal. Oleh sebab itu, penelitian

tentang biomaterial stent fokus terhadap desain stent yang memiliki kekuatan

tinggi dengan ketabalan yang semakin tipis. Pada perkembangan selanjutnya,

paduan cobalt-chromium menjadi kandidat utama material stent karena memiliki

nilai modulus elastis yang tinggi [7,28]. Produk pertama yang menggunakan paduan

cobalt-chromium sebagai aplikasi coronary stent adalah Multi-Link VisionTM

Coronary Stent. Stent tersebut menggunakan paduan L605 (Co-20Cr-15W-10Ni)

memberikan propertis kekuatan yang tinggi dan mampu meningkatkan radio-

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 26: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

11

Universitas Indonesia

opacity. Material lain yang dikembangkan sebagai material coronary stent dengan

fokus terhadap peningkatan kekuatan material dan radio-opacity adalah material

stainless steel dengan paduan platinum. Platinum memberikan penguatan solid

solution dan meningkatkan sifat radio-opacity dalam bentuk penyangga yang

lebih tipis dibanding stainless steel konvensional [8].

Tabel 2. 4. Nilai kekuatan dan ketebalan penyangga pada masing-masing sampel. [8]

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengembangan coronary stent

dengan mempertahankan propertis radio-opacity terus dilakukan. Selain

mengganti base material-nya, penelitian juga berfokus terhadap penggunaan

perlakuan permukaan pada stent misalnya memberikan pelapis emas pada

permukaan stainless steel. Kelemahan dari penggunaan emas sebagai pelapis

adalah kurang biokompatibel. Penelitian yang dilakukan oleh Kastrati dkk. [29] ,

pada stent produksi InFlow Dynamic AG, menemukan bahwa penggunaan pelapis

emas memberikan resiko yang tinggi terhadap restenosis. Ederman dkk. [30]

melakukan pengujian dengan memberikan perlakuan panas terhadap pelapis emas

dengan tujuan untuk memodifikasi permukaannya dan menghilangkan impuriti

sisa sehingga mampu mengurangi efek restenosis. Namun pada perkembangannya,

pengguanaan pelapis emas telah ditinggalkan karena telah mengalami kegagalan

dalam aplikasinya. Sehingga hal tersebut mampu mendorong perkembangan

material stent dengan menggunakan paduan cobalt-chromium dan paduan lainnya.

Sejalan dengan pengembangan kekuatan material dan radio-opacity,

dikembangkan pula rekayasa permukaan. Selain untuk meningkatkan radio-

opacity, rekayasa permukaan juga dapat meningkatkan biompatibilitas material

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 27: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

12

Universitas Indonesia

terhadap tubuh. Rekayasa permukaan diharapkan mampu mengurangi efek

restenosis sampai 20-30% yang diakibatkan oleh stent dari logam. Pengambangan

reakayasa permukaan dengan menggunakan material organik diharapkan mampu

mengurangi material logam yang terlepas, mengurangi thrombogenecity

permukaan dan menghasilkan tekstur yang membantu terbentuknya

endothelialization [8].

Tabel 2. 5. Data klinis pada masing-masing sampel. [8]

Telah lama diyakini bahwa material implant yang memiliki permukaan

dengan ketahanan korosi yang tinggi mampu meningkatkan biokompatibilitas dari

material tersebut, seperti diantaranya material titanium oksida dan kromium

oksida. Peningkatan biokompatibilitas tersebut karena permukaannya mampu

meminimilasir pelepasan ion logam di dalam tubuh. Koster dkk. [31] melakukan

penelitian tentang mencari hubungan antara alergi terhadap logam dan in-stent

restenosis. Studi tersebut menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat alergi

terhadap unsur logam, misalnya nikel dan molibdenum, memiliki kecenderungan

mengalami restenosis yang lebih tinggi.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 28: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

13

Universitas Indonesia

Selanjutnya digunakan karbon sebagai pelapis untuk mengurangi efek

restenosis. Studi in vitro yang dilakukan pada produk Bio-Diamond Diamond-

Like Carbon (DLC) coated stainless steel stents menunjukkan bahwa terjadi

pengurangan pelepasan ion logam dibandingkan material stainless yang tidak

dilapisi [32]. Tetapi, pada pengujian lainnya menyatakan hasil yang tidak sama.

Misalnya pada pengujian yang dilakukan oleh Airoldi dkk. [33] yang menggunakan

Diamond Flex AS Stent yang menggunakan DLC untuk melapisi stainless steel

menyatakan pada masa 6 bulan pengujiannya tidak menemukan perubahan efek

restenosis dibandingkan dengan menggunakan stainless steeltanpa pelapis DLC.

Pyrolitic carbon kemudian dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan dari

pelapis DLC. Pyrolitic carbon telah banyak digunakan sebagai pelapis pada

aplikasi heart valves dimana haemocompatibility menjadi hal yang sangat penting.

Pyrolitic carbon mensyaratkan temperatur yang tinggi untuk melakukan deposisi

partikel dan biasanya menghasilkan lapisan yang cukup tebal, kondisi ini

merupakan kondisi yang kurang nyaman untuk stent.

Salah satu pengembangan lain dalam hal rekayasa permukaan untuk

mengurangi efek restenosis adalah dengan menggunakan pelapis silikon karbida.

Teori dibalik penggunaan material tersebut sebagai pelapis adalah tentang proses

perpindahan elektron antara protein dalam darah dengan permukaan material stent.

Misalnya interaksi antara fibrinogen dan permukaan material stent membentuk

deposisi fibrin, dapat meningkatkan adhesi dan membentuk thrombus. Pelapis

yang dipilih merupakan silikon karbida yang amorf, phosporus-doped dan

hydrogen-rich dengan menggunakan metode chemical vapour deposition. Studi in

vitro pada material ini (dengan substrat tantalum) memberikan hasil yang

memuaskan dengan laju restenosis sekitar 26.8% [33]. Tetapi pada pengujian

dengan menggunakan stainless steel sebagai substrat, menunjukkan hasil yang

kurang memuaskan karena memberikan kecenderungan restenosis yang lebih

tinggi dibandingkan dengan stainless steel tanpa menggunakan pelapis [34].

Rekayasa permukaan lainnya adalah dengan menggunakan titanium oksida

sebagai pelapis yang memiliki biokompatibilitas yang tinggi dan titanium oksida

ini biasa digunakan sebagai aplikasi barrier ion logam. Pelapisan stainless steel

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 29: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

14

Universitas Indonesia

dengan menggunakan titanium oksida adalah dengan metode physical vapour

deposition dalam kondisi atmosfer campuran oksigen-nitrogen. Hasil studi

menunjukkan efek restenosis yang terjadi pada penggunaan material stent dengan

pelapis titanium oksida memilki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan

penggunaan stent tanpa pelapis, dengan perbandingan 15% dan 33%. Uji banding

penggunaan pelapis titanium oksida (menggunakan material TITANOX dengan

drug-eluting stents (DESs) menunjukkan efek restenosis TITANOX lebih

rendah[35].

Material iridium oksida kemudian dikembangkan sebagai pelapis material

stent. Pengguna pelapis tersebut yang pertama adalah MOONLIGHT dengan

menggunakan gold-plated stainless steel stent yang dilapisi dengan iridium oksida.

Studi klinis dari pengujian tersebut menunjukkan hasil bahwa penggunaan pelapis

tersebut mampu menurunkan efek restenosis hingga ke angka 13,8% [36]. Pada

teorinya, H2O2 berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan jaringan pada stent.

Tetapi, iridium oksida merupakan katalis untuk mendeposisi H2O2 menjadi

oksigen dan air sehingga memperlambat pertumbuhan jaringan.

Rekayasa permukaaan dengan metode pelapisan material anorganik

memberikan hasil yang kurang efektif dan kurang solutif dalam hal mengurangi

efek restenosis. Namun, hubungan antara pelepasan ion logam, alergi terhadap

logam dan restenosis telah dilakukan pengujian dan hasilnya dapat digunakan

sebagai variabel pertimbangan penggunaan stent.

Ketika penggunaan pelapis anorganik sebagai material stent dirasa kurang

efektif, maka usaha para peneliti untuk mengurangi efek restenosis yang terjadi

pada pembuluh darah setelah pelepasan stent adalah dengan mendesain stent

sebagai drug-eluting stent (DES) sebagai material stent generasi kedua. DES

adalah stent yang dilapisi oleh suatu agen atau obat yang mampu menjadi katalis

untuk terjadinya proses endothelialization. DES merupakan stent yang dilapisi

oleh sebuah antiproliferative drugs seperti zotarolimus yang berfungsi untuk

mencegah restenosis [38].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 30: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

15

Universitas Indonesia

Usaha pertama untuk mendesain DES adalah dengan memberikan pelapis

phosphorycholine (PC) sebagai tiruan pada permukaan terluar pembuluh darah,

yang dapat membantu meningkatkan biokompatibilitas pada material stent.

Beberapa studi telah dilakukan untuk menginvestigasi kelayakan dari material ini.

Pengujian ini material stent yang dilapisi oleh PC, produk stent BiodivYsioTM,

menunjukkan bahwa material ini mampu mengurangi thrombosis dalam pembuluh

darah namun belum mengurangi efek restenosis secara signifikan [39].

Pada perkembangan selanjutnya, peneliti mengembangkan metallic DES

dengan durable polymer. Stent ini terdiri dari base logam, antiproliferative agent

dan dilapisi oleh durable polymer. Zotarolimus-eluting stents (ZES) merupakan

pengembangan stent jenis ini dengan menggunakan duranble polymer teknologi

terbaru. ZES menggunakan polimer Biolinx (merupakan mix dari tiga polimer

dasar), stent berupa cobalt-chromium dan zotarolimus sebagai drug. Hasilnya

menunjukkan bahwa penggunaan ZES ini dapat menurunkan laju restenosis.

Pengembangan lain dari metallic DES dengan durable polymer adalah Elixir

DESyne ,ovolimus Eluting Stent (NES) yang tersusun dari logam cobalt-

chromium, durable poly(n-butyl methacrylate) polymer dan dengan novolimus

drug dan beberapa macam metallic DES dengan durable polymer

Selain metalic DES dengan durable polymer, para peneliti juga

mengembangkan stent dengan biodegredable polimer. Material ini tentunya juga

ditunjang oleh perkembangan material polimer yang memiliki propertis

biokompatibiltas yang baik serta waktu degradasi polimer yang dapat ditentukan.

Studi mengenai efek produk degradasi polimer terhadap tubuh perlu ditekankan

karena biokompatibilitas polimer terhadap tubuh hanya merupakan hipotesis.

Meskipun studi yang dilakukan untuk menginvestigasi dampak stent pada waktu

pendek menunjukkan biokompatibilitas yang baik, namun pada studi jangka

panjang menunjukkan kelemahan. Produk polimer yang terdegradasi akan terurai

di dalam tubuh dan akan meningkatkan reaksi inflamatory sehingga akan

membentuk lingkungan yang asam.

Perkembangan selanjutnya adalah stent yang tidak menggunakan polimer

sebagai pelapis (polymer free) namun memberi antiproliferative agent pada

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 31: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

16

Universitas Indonesia

permukaan stent. Antiproliferative agent ini akan memenuhi poros-poros yang ada

pada permukaan stent sehingga diharapkan mampu meningkatkan

biokompatibilitas material. Namun studi untuk stent ini menyatakan bahwa desain

stent ini memberikan efek restenosis yang tinggi dibanding disain stent yang

lainnya. Grafik pada Gambar 2.1 menjelaskan tentang perbandingan efek terhadap

pasien pada biodegredable polymer stent, durable polymer stent dan polymer free

stent. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa stent dengan biodegredable

polymer memberikan efek restenosis yang paling baik.

Gambar 2. 1. Perbandingan efek restenosis pada berbagai stent. [9]

Belakangan ini, desain coronary stent sudah memasuki generasi ketiga,

dimana penggunaan biodegredable material menjadi fokus utama penelitian.

Salah satu alasan penggunaan material ini adalah untuk mengurangi efek

restenosis pada aplikasi jangka panjang. Pemakaian stent dalam jangka waktu

yang lama akan menyebabkan thrombegencity, iritasi dan penghambatan re-

endhotelialization. Selain itu, penggunaan material ini adalah untuk

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 32: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

17

Universitas Indonesia

menghilangkan tindakkan pembedahan kembali. Desain material biodegredable

sebagai aplikasi stent yang ideal adalah material yang memiliki laju korosi yang

rendah pada saat awal aplikasi dan mampu mempertahanankan kekuatan

mekaniknya hingga pembuluh jantung kembali ke bentuk normal. Waktu yang

dibutuhkan untuk pembuluh jantung kembali normal adalah 12-24 bulan, sehingga

diharapkan material stent akan luruh seluruhnya dalam rentang 24 bulan setelah

pemasangan stent [18] seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Terdapat dua

parameter penting dalam proses desain, yaitu pemilihan material stent dan kondisi

lingkungan tubuh pemakai stent. Studi mengenai efek lingkungan aplikasi

terhadap propertis stent perlu dilakukan.

.Gambar 2. 2. Ilustrasi ideal propertis material biodegredable coronary stent.[18]

Biodegredable material untuk aplikasi stent dapat dikolaborasikan dengan

material pelapis anti-toxic. Secara sederhana, stent akan dilapisi oleh drug-eluted

layer. Dua kelas material telah diajukan sebagai material untuk biodegredable

stent, yaitu (i) polimer dari lactic acid, glycolic dan caprolactone families dan (ii)

logam, Mg-based atau paduan Fe-based [18]. Berdasarkan propertis material yang

dipersyaratkan sebagai material coronary stent adalah material paduan

magnesium dan paduan besi. Pemanfaatan material biologi logam mampu luruh di

bidang kedokteran diteliti untuk aplikasi yang lebih spesifik sebagai stent. Stent

merupakan konstruksi perancah untuk membantu pembukaan mekanik dan

mencegah penyempitan dini dari pembuluh darah.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 33: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

18

Universitas Indonesia

Keberadaan stent tidak selamanya diperlukan karena jaringan pembuluh

darah akan menemukan keseimbangan baru setelah tertekan oleh stent tersebut.

Setelah stent terurai maka hanya diharapkan hanya pembuluh darah saja yang

tertinggal. Oleh karena itu, biodegradable stent yang ideal adalah stent yang

mampu terdegradasi dan juga memiliki integritas mekanik selama implantasi.

Paduan logam Mg yang mengandung unsur aluminium dan paduan logam

Mg yang tidak mengandung unsur aluminium merupakan paduan yang mampu

luruh alami. Paduan logam Mg mempunyai biokompabilitas yang baik (Mg ada di

dalam tubuh sehingga tidak dianggap unsur asing). Pengujian in-vivo

menunjukkan bahwa paduan Mg dengan unsur pemadu Al (AZ31) dan Zn (AZ91)

tidak menimbulkan efek alergi pada jaringan. Semua unsur paduan yang

ditambahkan berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan paduan logam Mg, baik

disebabkan penguatan presipitasi (precipitation strengthening) dan penguatan

larutan padat (solid solution strengthening). Paduannya juga larut di dalam tubuh

saat proses luruh (tidak beracun), dan bersifat diamagnetik sehingga tidak terlihat

pada tes X-Ray dan tidak mengganggu pemeriksaan CT atau MRI.

Kekurangan dari Mg alloy stent adalah, keuletan dan ketangguhan material

akan turun dengan drastis seiring dengan penambahan logam paduan lain. Laju

korosinya pun terlalu cepat. Stent yang terbuat dari Mg akan terkorosi, baik dalam

in vivo maupun in vitro setelah 1 bulan. Ditambah lagi, kemungkinan Mg

mengalami degradasi yang berbahaya karena menghasilkan gas H2 dengan reaksi

Mg + 2H2O → Mg2+ +2OH- + H2 [18].

Sedangkan, logam Fe mempunyai kekuatan yang baik di dalam tubuh.

Namun logam Fe sangat lama meluruh di dalam tubuh. Untuk itu ditambahkanlah

paduan Mn untuk meningkatkan laju korosi dari logam Fe. Dengan penambahan

29% Mn maka akan terbentuk fasa tunggal austenite. Selain itu mangan dipilih

karena mangan memiliki tingkat biokompabilitas yang lebih tinggi dari unsur

pembentuk austenit lain seperti nikel. Dengan penambahan 35% Mn maka didapat

sifat diamagnetik bagi paduan Fe.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 34: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

19

Universitas Indonesia

Gambar 2. 3. Hasil uji polarisasi sampel paduan Fe-Mn pada larutan hanks dengan temperatur

37oC. [14]

Penambahan unsur Pd juga dilakukan pada paduan Fe-Mn [11]. Dengan

menggunakan unsur paduan logam, maka pembentukan fasa antara logam dapat

dikontrol sehingga kadar korosi dapat dipercepat dan kekuatan dapat ditingkatkan

oleh pembentukan fasa ini. Penggunaan unsur Mn dan Pd sangat sesuai untuk

pengembangan paduan logam baru tersebut karena Mn dapat menurunkan

potensial elektroda standard dan Pd akan membentuk fasa antara logam yang

mulia. Uji korosi menunjukan bahwa Fe-Mn-Pd menunjukan tingkat korosi yang

sangat tinggi dibandingkan besi murni. Uji tarik menunjukkan juga bahwa

material ini mempunyai kekuatan yang sangat tinggi melebihi 140 MPa dan juga

regangan lebih dari 10%. Oleh karena itu material ini sangat potensial untuk

kegunaan ‘biodegradable’ karena kombinasi sifat korosi dan sifat mekaniknya.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 35: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

20

Universitas Indonesia

Tabel 2. 6. Laju korosi material besi murni dan Fe35Mn. [14]

Paduan logam Fe-35Mn mempunyai kekuatan luluh dan tarik yang hampir

sama dengan stainless steel 316, meskipun regangan paduan logam ini hanya

separuh dari SS316. Uji korosi menunjukkan bahwa paduan logam ini mempunyai

sifat korosi yang lebih tinggi daripada besi murni sebesar 3 kali lipat. Penelitian

ini menunjukkan bahwa paduan logam ini dapat digunakan sebagai biodegradable

stent [14].

2.3. Pengaruh Unsur Paduan

Pada penelitian ini, material yang digunakan adalah adalah logam

biodegredable material berbasis Fe dengan paduan Mn dan C. Paduan Mn dan C

diharapkan mampu meningkatkan propertis-propertis biomaterial tersebut

sehingga dapat mendukung aplikasinya sebagai biodegredabel stent. Sebagai

temporary stent pada coronary artery, maka pencapaian utama dalam propertis

material tersebut adalah mampu mempertahankan kekuatan mekaniknya untuk

menyangga pembuluh selama waktu 6-12 bulan dan mampu meluruh secara aman

didalam tubuh dalam waktu 12-24 bulan [18].

Untuk mencapai hal tersebut, maka Schinhammer dkk. [11] mendesain

strategi pengembangan biodegredable stent material dengan fokus kepada

peningkatan laju korosi dan peningkatan kekuatan mekanik material, selain

biokompatibilitas material, dengan merekayasa komposisi kimia dan karakteristik

mikrostruktur dari material tersebut. Beberapa penelitian untuk mencapai tujuan

tersebut dengan beberapa metode yang berbeda. Seperti yang dilakukan oleh

Hermawan dkk. [19], mereka merekayasa komposisi kimia dan mikrostruktur

material dengan metode alloying. Mereka mengembangkan material Fe-Mn

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 36: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

21

Universitas Indonesia

dengan laju degradasi yang lebih tinggi daripada besi murni dan paduan tersebut

menunjukkan bahwa hanya ada hambatan kecil dari akitivitas metabolik sel

fibroblast sebagai akibat respon tubuh terhadap benda asing.

Gambar 2. 4. Diagram fasa dari paduan Fe-Mn. [40]

Mangan, sebagai unsur paduan yang digunakan pada penelitian Hermawan

dkk. [19], terdapat sebanyak 0,090% pada lapisan bumi. Mangan tidak ditemukan

dalam keadaan murni, tetapi dalam senyawa. Mangan mempunyai afinitas yang

tinggi dengan oksigen dan sulfur. Mangan mempunyai temperatur leleh 1244oC

dan temperatur didih 2150oC [20]. Mangan dengan kadar yang tinggi akan

menghasilkan austenitic steel dengan ketahanan wear dan abrasi yang tinggi [21].

Dengan penambahan mangan lebih dari 29% akan terbentuk fasa tunggal austenite

pada temperatur ruang seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

Penelitian yang dilakukan oleh B. Liu dkk. [23], menunjukkan bahwa

penambahan Mn tidak menimbulkan efek yang signifikan terhadap perubahan

ukuran butir pada besi murni. Penambahan unsur-unsur paduan pada besi murni

menimbulkan efek peningkatan dengan nilai yang berbeda pada yield strength

(YS), ultimate strength (US) dan elongation. Hal ini merupakan suatu keuntungan

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 37: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

22

Universitas Indonesia

bagi biomaterial berbasis besi jika digunakan sebagai aplikasi coronary stent

karena nilai YS dan US dari besi murni yang lebih rendah dari besi paduan dan

besi murni lebih rentan mengalami patahan jika terjadi elongasi pada material [24].

Penambahan unsur Mn dan C pada besi murni akan meningkatkan nilai YS dan

US. Pada paduan Fe-Mn, nilai YS dan US akan mengalami peningkatan secara

signifikan jika material tersebut di-roll seperti pada Gambar 2.5. Nilai dari YS dan

US untuk paduan Fe-C tidak berbeda jauh dengan paduan Fe-Mn.

Gambar 2. 5. Perbandingan nilai YS dan US dari setiap besi paduan dan besi murni pada sampel

as-cast dan sampel as-rolled.[23]

Paduan Fe-C pada sampel as-rolled menghasilkan nilai kekerasan yang

paling tinggi dibandingkan dengan besi murni dan paduan Fe-Mn produk dari

sampel as-rolled maupun as-cast. Sebagai perbandingan, Gambar 2.6 [23]

menjelaskan tentang perbandingan nilai kekerasan antara besi murni dan paduan

besi. Mikrohardness pada paduan besi meningkat jika dibandingkan dengan besi

murni, baik produk dari sampel as-cast maupun as-rolled.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 38: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

23

Universitas Indonesia

Gambar 2. 6. Perbandingan nilai mikrohardness dari besi murni dan besi paduan[23]

Percobaan penghitungan laju korosi pada larutan Hank yang dilakukan B.

Liu dkk. [23], seperti pada Tabel 2.7 juga menunjukkan bahwa penambahan unsur

paduan Mn akan meningkatkan potensial korosi dari besi murni. Paduan Fe-Mn

memiliki nilai rapat arus yang lebih rendah dibandingkan dengan besi murni.

Unsur Mn tidak merubah secara signifikan nilai dari laju korosi dari besi murni,

tetapi akan menurunkan laju korosi tersebut secara signifikan jika dilakukan

rolling.

Tabel 2. 7. Data elektrokimia dan laju korosi yang diukur pada larutan Hank [23].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 39: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

24

Universitas Indonesia

Gambar 2.7 menunjukkan kurva potentio-dynamic polarization dari sampel

as-cast dan sampel as-rolled. Pada paduan Fe-Mn as-cast, akan memiliki nilai

yang lebih tinggi dari besi murni. Unsur C akan meningkatkan nilai potensial

korosi besi murni dan akan meningkatkan laju korosi dari besi murni. Nilai laju

korosi akan menurun setelah dilakukan rolling.

Gambar 2. 7. Kurva potentio-dynamic polarization pada sampel paduan besi sampel as-cast dan

as-rolled direndam didalam larutan Hank dengan besi murni sebagai kontrol. [23]

B. Liu dkk. [23] mengobservasi permukaan dari biomaterial dengan

melakukan pengujian rendam static pada larutan Hank. Larutan Hank digunakan

sebagai penyetaraan pada kondisi tubuh. Spesimen direndam didalam larutan

Hank yang memiliki pH sekitar 7,25 – 8,48, selama 180 hari. Dari pengujian

tersebut menunjukkan bahwa produk korosi dari paduan besi tersebut adalah

pengeroposan pada permukaannya, rapuh dan tidak mengikat kuat pada

permukaan paduan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan produk korosi akan

mudah terlepas dari permukaan paduan besi tersebut. Pada paduan Fe-C as-rolled,

menunjukkan secara jelas permukaan yang terkorosi, seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.8. Laju korosi pada pengujian rendam dynamic memiliki nilai

yang lebih tinggi dari laju korosi pada pengujian rendam static. Hal tersebut

terjadi karena adanya aliran konstan sebagai simulasi aliran zat cair dalam tubuh.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 40: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

25

Universitas Indonesia

Gambar 2. 8. SEM dari permukaan spesimen Fe murni, Fe-Mn dan Fe-C setelah direndam dalam

larutan Hank selama 180 hari.[23]

Gambar 2.9 menunjukkan nilai konsentrasi ion yang terlepas dari spesimen

hasil pengecoran dan spesimen hasil rolling pada percobaan B. Liu dkk. [23].

Penambahan unsur Mn secara signifikan mengurangi laju korosi jangka panjang

dari besi murni. Pada sampel Fe-Mn as-rolled, menunjukkan pengurangan

konsentrasi ion yang terlepas dibandingkan sampel as-cast, tetapi pada data di

hari ke-180, konsentrasi ion yang terlepas dari sampel as-rolled meningkat secara

signifikan dan memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada Fe-Mn sampel as-cast.

Penambahan unsur C (Fe-C) ke dalam besi murni, membuat konsentrasi pelepasan

ion lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan unsur Mn pada hari ke-90

sampai ke-180.

Gambar 2. 9. Konsentrasi ion yang terlepas dari paduan yang direndam dalam larutan Hank

selama 3, 10, 30, 90 dan 180 hari. [23]

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 41: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

26

Universitas Indonesia

Masih dalam pengujian yang dilakukan Liu B. dkk. [23] untuk mengukur

tingkat cytotoxicity besi murni dan besi paduan didalam tubuh dengan metode

menghitung jumlah sel yang masih hidup setelah dan sebelum dilakukan

pengujian. Pengujian ini menggunakan sel L-929, VSMC dan ECV304. Gambar

2.10 menjelaskan hasil dari pengujian tersebut. Dari percobaan tersebut dapat

diketahui, pada material Fe-Mn dengan sel L-929 terjadi peningkatan jumlah

pengurangan sel yang cukup signifikan pada hari ke-empat. Untuk sel ECV304,

pada paduan Fe-Mn menunjukkan pengurangan jumlah sel. Paduan Fe-C

menunjukkan grafik yang meningkat pada semua sel. Pada pengujian

hemocompatibility, penambahan unsur paduan Mn dan C tidak memberikan

perubahan yang signifikan terhadap aktivitas hemolytic besi murni. Sehingga

material ini dikategorikan sangat hemocompatible.

Gambar 2. 10. Cell viability pada (a) L-929, (c) VSMC dan ECV304 setelah 1, 2 dan 4 hari

pengujian pada sampel besi paduan dan besi murni dengan material SS316 sebagai reference

material. (d) Konsentrasi ion yang terbuang pada pengujian cytotoxicity. [23]

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 42: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

27

Universitas Indonesia

Pada pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penambahan unsur

karbon adalah untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material, sedangkan

penambahan unsur Mn adalah untuk meningkatkan laju korosi material, selain

untuk meningkatkan kestabilan fasa austenite pada material.

2.4. Lingkungan Dalam Tubuh

Stent adalah penyangga yang berbentuk tubular dengan struktur berlubang-

lubang (berongga) yang akan dimasukkan dan akan diperlebar (expanded) di

dalam pembuluh darah untuk tetap menjaga agar aliran darah kembali lancar.

Pada saat ini, stenting dilakukan pada 60% tindakan angioplasty. Angioplasty

adalah teknik mekanik untuk memperlebar pembuluh darah yang mengecil atau

tersumbat.

Pada proses ini stent dimasukkan ke dalam balon lalu diposisikan agar stent

ikut mengembang dan menekan pembuluh darah ke luar untuk menyangga saat

balon diberikan tekanan. Stenting dapat menurunkan risiko restenosis setelah

proses angioplasty, namun pada 25% dari kasus stenting, masalah restenosis

masih dapat terjadi, yang biasa disebut in-stent restenosis [6]. Pemasangan stent

dilakukan dengan bantuan catheter sehingga stent dapat masuk dan mengembang

di dalam pembuluh darah.

Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi logam dan paduannya

karena dapat terjadi reaksi oksidasi. Tubuh memiliki larutan dengan kadar garam

sekitar 0,9% pada pH~7,4 dengan temperatur 37±1°C. Semua bahan implan akan

mengalami dissolution karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan

tertentu, dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Cairan tubuh

manusia terdiri atas larutan air, senyawa kompleks, larutan cairan dari oksigen

dan kandungan yang besar dari natrium (Na+) dan klorida (Cl-) dan elektrolit

lainnya seperti bikarbonat, kandungan kecil dari kalium, kalsium, magnesium dan

pospat, sulfat, asam amino, protein, plasma, limfa. Ion-ion yang ada ditubuh juga

memberikan peranan yang penting untuk menjaga pH dan transfer elektron [40].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 43: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

28

Universitas Indonesia

2.5. Proses Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk didefinisikan sebagai seni dan sains untuk menghasilkan

serbuk logam halus dan objek finished atau semi-finished dari serbuk logam

tunggal, campuran, atau alloyed tanpa atau dengan inklusi non-logam [47].

Kelebihan dari metalurgi serbuk adalah:

1. Kebebasan dalam memilih raw material

2. Dapat mempertahankan kemurnian unsur-unsur produk dengan mengontrol

langkah-langkah proses

3. Ekonomis dan akurasi ukuran sampel yang tinggi. Permukaan sampel juga

halus

4. Mampu untuk membentuk ukuran produk yang kompleks dan kecil

5. Mempunyai kemampuan untuk memproduksi paduan yang baru karena

kebebasan dalam jumlah komposisi dari logam dan non logam dimana hal

tersebut tidak didapatkan dengan metode normal.

Langkah-langkah metalurgi serbuk terdiri dari fabrikasi serbuk, mixing,

kompaksi dan sintering.

2.5.1. Fabrikasi Serbuk

Ada 4 macam mekanisme yang digunakan untuk mereduksi ukuran material

menjadi lebih kecil (serbuk) yaitu impak, attrition , shear, dan tekan. Impak

dilakukan dengan memberikan pukulan yang cepat kepada material yang

menyebabkan material retak dan tereduksi ukurannya.

Atrrition adalah proses mereduksi material dengan gerakan menekan. Shear

dengan cara menggesek material menjadi partikel halus. Tekan (compression)

biasanya dipakai untuk material yang brittle karena jika material tersebut ditekan

tidak akan terdeformasi dan akan membentuk serbuk-serbuk kasar [48].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 44: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

29

Universitas Indonesia

2.5.2. Pencampuran Serbuk

Mixing adalah proses mencampur beberapa serbuk berbeda atau mencapur

serbuk yang sama namun dengan ukuran yang berbeda. Mixing sangat dianjurkan

untuk dilakukan agar partikel-partikel serbuk terdispersi secara merata [47].

2.5.3. Pemaduan Mekanik

Pemaduan mekanik adalah proses penggilingan serbuk kering yang

melibatkan penyambungan, penggerusan dan penyambungan kembali secara

berulang dengan menggunakan bola berkecepatan tinggi. Tujuan dari pemaduan

mekanik adalah untuk mendapatkan campuran yang homogen antara material

matriks dengan partikel terdispersi dan mendifusikan partikel terdispersi tersebut

ke partikel logam matriks.

Gambar 2. 11. Pengaruh lama waktu proses dengan ukuran partikel serbuk paduan (C.

Suryanarayana, 2001) [43].

Variabel proses pada pemaduan mekanik yang utama, antara lain kecepatan

putar, lama waktu proses dan rasio berat bola dengan serbuk. Kecepatan putar

bola yang digunakan pada pemaduan mekanik tidak boleh terlalu cepat atau

terlalu lambat. Apabila terlalu cepat, maka bola penggiling akan bergerak pada

dinding wadah dan tidak efektif memberikan tumbukan pada partikel serbuk.

Namun, kecepatan yang terlalu lambat juga tidak dianjurkan karena dapat

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 45: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

30

Universitas Indonesia

membuat bola penggiling hanya bergerak pada dasar wadah sehingga proses

pemaduan tidak berlangsung efektif juga. [43]

Adapun mekanisme dari pemaduan mekanik, efek lama waktu proses dan

rasio berat bola dengan serbuk adalah seperti pada skema-skema pada Gambar

2.11-2.13.

Gambar 2. 12. Tumbukan antara bola dengan partikel serbuk selama pemaduan mekanik (C.

Suryanarayana, 2001)[43].

Gambar 2. 13. Pengaruh rasio berat bola dengan serbuk terhadap lama waktu pemaduan dan

ukuran partikel serbuk paduan (C. Suryanarayana, 2001) [43].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 46: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

31

Universitas Indonesia

2.5.4. Proses Kompaksi

Kompaksi merupakan proses pemberian suatu gaya luar berupa tekanan

untuk mendeformasi serbuk menjadi benda yang mempunyai bentuk dan ukuran

tertentu yang mempunyai densitas yang lebih tinggi. Proses kompaksi akan

mengakibatkan pengaturan partikel, deformasi partikel, dan terbentuknya ikatan

antar partikel.

Kompaksi dapat dilakukan melalui kompaksi dingin dan kompaksi panas.

Arah penekanan proses kompaksi ada dua yaitu satu arah (single end compaction)

maupun penekanan dua arah (double end punch). Proses kompaksi dingin

merupakan proses kompaksi yang dilakukan dengan temperatur ruang sedangkan

proses hot pressing merupakan suatu proses kompaksi yang dilakukan pada

temperatur relatif tinggi.

Pada penekanan satu arah, penekan (punch) dari atas bergerak menekan

serbuk di bawah. Pada penekanan dua arah menggunakan dua punch di atas dan di

bawah dan bergerak mendekat menekan serbuk di tengah. Penekanan dengan dua

arah memiliki keunggulan berupa hasil densitas bakalan yang seragam. Hasil dari

kompaksi disebut bakalan.

Kekuatan setelah proses kompaksi dan sebelum proses sinter disebut

kekuatan bakalan (green strength). Kekuatan hasil kompaksi bergantung pada

ikatan antarpartikel yang terjadi akibat deformasi plastis antar partikel sehingga

menghasilkan lapisan antarmuka yang padat. Kekuatan bakalan dapat

ditingkatkan dengan cara [49]:

1. Menggunakan serbuk yang halus

2. Menggunakan serbuk dengan bentuk partikel yang tidak beraturan dan

permukaan yang kasar.

3. Meningkatkan tekanan kompaksi

4. Mengurangi kontaminasi permukaan partikel

5. Mengurangi jumlah pelumas atau zat aditif pada serbuk

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 47: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

32

Universitas Indonesia

2.5.5. Proses Sintering

Proses sinter merupakan proses pemanasan yang dilakukan di bawah

temperatur lebur untuk membentuk ikatan antarpartikel melalui mekanisme

perpindahan massa yang terjadi pada skala atomik. Proses sinter penting untuk

menghasilkan sifat mekanik yang baik bagi material yang dibuat dengan metalurgi

serbuk [50].

Proses sinter memiliki 2 tujuan yaitu untuk menghilangkan pelumas

(lubricant) dan pada temperatur yang lebih tinggi untuk proses difusi serta

pembentukan ikatan antarpartikel serbuk. Pada umumnya, perubahan yang terjadi

jika serbuk hasil kompaksi disinter adalah sebagai berikut [49]:

a) Partikel mulai berikatan sehingga meningkaatkan kekuatan mekanis,

konduktivitas listrik, dan konduktivitas panas dari material

b) Mengurangi jumlah porositas dan meningkatkan densitas

c) Terjadi pertumbuhan butir sehingga hasil ukuran butir akan lebih besar

daripada ukuran butir sebelum disinter

d) Pori akan menjadi lebih halus dan bentuknya menjadi lebih bulat selama

proses sinter berlangsung

Proses sinter dapat dilakukan dengan tekanan maupun tanpa tekanan. Proses

sinter dengan tekanan mengahsilkan densitas material yang lebih tinggi daripada

material hasil sinter tanpa tekanan. Namun pada sinter tanpa tekanan, biaya proses

lebih murah dan alatnya lebih sederhana dibandingkan proses sinter dengan

menggunakan tekanan. Proses sinter tanpa menggunakan tekanan ada dua jenis

yaitu:

1. Proses sinter fasa cair (liquid phase sintering)

Sinter fasa cair adalah proses sinter yang dilakukan pada temperatur tertentu

dimana salah satu fasa partikel melebur karena ada perbedaan temperatur

lebur pada suatu bakalan. Fasa cair akan mengelilingi fasa solid

(pembasahan). Proses ini mempunyai keuntungan yaitu dapat meningkatkan

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 48: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

33

Universitas Indonesia

densitas dengan menghilangnya pori akibat diisi oleh fasa cair. Material

yang dapat disinter dengan proses ini adalah Cu-Co, W-Cu, W-Ni-Fe, W-Ag,

Cu-Sn, dan lain-lain.

2. Proses sinter fasa padat

Sinter fasa padat adalah proses sinter yang dilakukan dengan pemanasan

tanpa ada pencairan partikel serbuk. Proses sinter ini akan membentuk

ikatan antar-partikel padatan dan akan mengurangi porositas dan

meningkatkan sifat mekanik material hasil sinter.

Pada proses sinter, ada beberapa variable yang harus diperhatikan. Variabel

tersebut akan sangat mempengaruhi produksi proses sinter. Variabel-variabel

tersebut adalah [50]:

a. Temperatur Sinter

Dengan meningkatnya temperatur sinter maka sifat mekanis bakalan yang

telah disinter akan meningkat. Namun, peningkatan temperatur juga

menyebabkan shrinkage dan pertumbuhan butir. Semakin tinggi temperatur

maka biaya proses pun akan semakin mahal

b. Waktu Sinter

Peningkatan waktu sinter tidak memberikan pengaruh yang besar seperti

pengaruh yang dihasilkan temperatur sinter namun peningkatan temperatur

sinter memberikan pengaruh sifat mekanis yang hampir sama dengan

kenaikan temperatur sinter. Namun waktu tahan sinter yang terlalu lama

tidak optimal menyebabkan kerugian seperti shrinkage, pertumbuhan butir,

dan biaya proses yang semakin mahal.

c. Atmosfer Sinter

Atmosfer sinter dapat dimodifikasi untuk mengontrol reaksi-reaksi kimia

antara bakalan dengan lingkungannya. Gas-gas yang tidak diinginkan dapat

beraksi dengan bakalan jika atmosfer sinter tidak dikontrol. Seperti, oksida

dapat timbul pada material dan akan menghalangi terjadinya ikatan difusi

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 49: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

34

Universitas Indonesia

pada bakalan. Ada enam jenis atmosfer yang dapat digunakan untuk

melindungi bakalan yaitu hidrogen, amonia, gas inert, nitrogen, vakum, dan

gas alam. Atmosfer vakum sering digunakan sebagai atmosfer sinter karena

prosesnya bersih dan kontrol atmosfer mudah.

Pengembangan pembuatan material biologi dengan metode metalurgi serbuk

sudah digunakan untuk fabrikasi NiTiNol sebagai implan permanen dalam basis

eksperimen. Proses metalurgi serbuk yang digunakan melibatkan proses kompaksi

dari serbuk logam, lalu diikuti dengan perlakuan panas untuk mendapatkan

densitas yang lebih tinggi. Hasil densitas berbeda dari tahapan proses ke proses

yang dilakukan. Densitas tertinggi (95%) dicapai dengan metode Hot Isostatic

Pressing (HIP). Serbuk logam unsur Ni dan Ti juga dapat disinter menggunakan

proses pembakaran atau thermal explosion. Tetapi, material NiTiNol hsail sinter

memiliki porositas yang tinggi dan dapat memiliki fasa intermetalik seperti Ti2Ni

dan TiNi3. Keterbatasan dalam proses metalurgi serbuk untuk pembuatan NiTiNol

adalah konten oksigen yang dilaporkan melebihi 3000 ppm. Oksigen dalam

tingkat ini akan mengurangi keuletan impak dan ketahanan fatik dari material

NiTiNol [6].

Hermawan, et al [14] adalah yang pertama untuk meneliti tentang aplikasi

metalurgi serbuk untuk memproduksi paduan untuk biodegradable stent. Proses

produksi dari paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi serbuk ditunjukkan pada

Gambar 2.11.

Tantangan pada proses metalurgi, khusunya pada tahap sintering, adalah apa

kondisi optimum untuk mendapatkan densitas yang tinggi namun tetap menjaga

besar butir pada range yang diinginkan. Temperatur sinter yang lebih tinggi akan

menghasilkan densitas yang lebih tinggi namun akan terjadi pertumbuhan butir

yang besar. Maka, parameter sinter harus dikondisikan secara optimal. Dalam

proses sinter, hal-hal lain yang berpengaruh adalah ukuran serbuk, morfologi

serbuk, kemurnian dari serbuk logam yang digunakan, waktu mixing, tekanan

kompresi, dan atmosfer sinter. Semua faktor tersebut akan mempengaruhi sifat

produk hasil sinter [6]. Hasil dari paduan Fe-35Mn yang diproduksi dengan

metalurgi serbuk adalah fasa tunggal asutenite dengan sifat mekanik yang baik

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 50: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

35

Universitas Indonesia

seperti tegangan luluh yang tinggi (234 MPa) dan keuletan yang baik (elongasi

sebesar 31%).

Gambar 2. 14. Diagram alir fabrikasi paduan Fe-Mn dengan metode metalurgi serbuk pada

penelitan Hermawan, et al [6]

Porositas yang tertinggal dan inklusi MnO pada mikrostruktur ternyata

menguntungkan dalam penggunaanya sebagai biodegradable material karena

mempercepat laju korosi paduan dibandingkan dengan material dengan besi murni.

Untuk melihat efek porositas terhadap laju korosi dilakukan perbandingan laju

korosi paduan Fe-35Mn dengan metalurgi serbuk dengan paduan Fe-30Mn

dengan hasil casting. Hasilnya adalah paduan dengan metalurgi serbuk memiliki

laju korosi yang lebih tinggi namun memiliki keuletan yang lebih rendah. Paduan

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 51: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

36

Universitas Indonesia

Fe-30Mn hasil casting memiliki keuletan yang lebih tinggi dan lebih padat (lebih

tinggi densitasnya) dari paduan yang dihasilkan metalurgi serbuk. Hasil dari

polarisasi potentiodynamic menunjukkan laju korosi untuk paduan Fe-30Mn hasil

casting sebesar 0,12 mmpy sedangkan untuk paduan Fe-35Mn hasil metalurgi

serbuk sebesar 0,44 mmpy.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 52: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

37 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PE�ELITIA�

3.1. Pendahuluan

Rangkaian penelitian ini melaui tiga tahap proses, yaitu proses persiapan

serbuk, pemaduan mekanik dan proses metalurgi serbuk, setelah itu hasil dari

metalurgi serbuk akan dikarakterisasi dengan uji polarisasi, SEM EDX, XRD,

rendam, kekerasan, metalografi, densitas dan porositas, seperti yang terlihat pada

diagram alir pada Gambar 3.1.

3.2. Pembuatan Sampel

Pembuatan sampel merupakan tahap awal dalam penelitian dimana tahap ini

menjadi sangat penting karena akan menentukan hasil dalam setiap pengujian

berikutnya. Oleh sebab itu, setiap tahap proses harus dilakukan dengan prosedur

yang telah ditetapkan. Tahap pertama dalam proses pembuatan sampel adalah

mempersiapkan serbuk, kemudian dilakukan pemaduan mekanik dan terakhir

dilakukan proses metalurgi serbuk

3.2.1. Persiapan Serbuk

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Fe murni,

serbuk karbon murni dan logam Ferromangan. Data bahan baku yang digunakan

pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1. Tabel data bahan baku yang digunakan.

Jenis serbuk Merk dagang Kemurnian (%) Ukuran serbuk

(mmmmm)

Fe 99 53

Ferromangan Medium carbon ferromangan

Mn : 76.15 C : 1.89 Si : 1.47 S : 0.007 P : 0.16

Karbon 99

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 53: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

38

Universitas Indonesia

Gambar 3. 1. Bagan metodologi penelitian.

Uji porositas Uji

Polarisasi Uji

Metalografi

Uji

XRD

Uji

rendam

Uji

kekerasan

Pencampuran serbuk hingga pada

komposisi A2 (Fe25Mn0.8C) dan B2

(Fe35Mn0.8C)

Serbuk Fe murni Logam FeMn

Serbuk FeMn

Uji SEM

dan EDX Sampel

Pemaduan mekanik dengan

planetary ball mill

Proses metalurgi serbuk

(kompaksi dan sintering)

Serbuk karbon

murni

Analisa dan kesimpulan

Dihaluskan dengan mortar

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 54: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

39

Universitas Indonesia

Sebelum dicampur, logam ferromangan ditumbuk dahulu dengan

menggunakan mortar untuk mendapatkan bentuk serbuk. Setelah ditumbuk,

serbuk hasil tumbukkan ferromangan diayak sampai ukuran 170# (88mm).

Setelah proses ini, kemudian serbuk besi, serbuk karbon, dan serbuk ferromangan

ditimbang. Penimbangan ini untuk menentukan komposisi pada serbuk hasil

pencampuran sehingga menghasilkan komposisi Fe-25Mn-C 25%Mn-0.8% C dan

komposisi Fe-35Mn-C 35%Mn- 0.8% C. untuk kemudian dicampur.

Penimbangan berat serbuk besi, serbuk karbon, dan serbuk ferromangan

tergantung dari dimensi sampel yang akan dibuat. Pada penelitian ini, sampel

yang diinginkan memiliki bentuk silinder dengan diameter 10 mm dan tinggi 10

mm seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3. 2. Gambar bentuk dan dimensi sampel

Dengan dimensi yang demikian, maka volume dari sampel dapat dihitung

dengan rumus volume silinder:

Volume = ���

� × ℎ.......... (3.1)

dengan : d = diameter silinder

h = tinggi silinder

h = 10 mm

d = 10 mm

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 55: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

40

Universitas Indonesia

Perhitungan tersebut menghasilkan volume sampel sebesar 0,785 cm3. Dengan

asumsi densitas (ρ) sampel adalah densitas Fe, 7,8 g/cm3, maka massa sampel

yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan:

� =

�.......... (3.2)

Dari persamaan tersebut didapat nilai massa yang dibutuhkan sebanyak 6 gram.

Massa tersebut merupakan massa campuran dari serbuk besi, serbuk karbon, dan

serbuk ferromangan. Dengan perhitungan komposisi, maka didapat perbandingan

berat masing-masing serbuk seperti pada Tabel 3.2 untuk mendapatkan komposisi

serbuk Fe-25% Mn-0.8% C dan Fe-35% Mn-0.8% C.

Tabel 3. 2. Perbandingan berat serbuk yang digunakan.

Sampel

Serbuk

Fe (gr)

Serbuk

Ferromangan (gr)

Serbuk

Karbon (gr)

Fe-25Mn-C 4.019 1.97 0.015

Fe-35Mn-C 3.28 2.76 0

Dengan perbandingan berat tersebut, komposisi akhir serbuk akan sesuai dengan

yang diinginkan, yaitu sampel Fe-25Mn-C dengan 25% Mn dan sampel Fe-35Mn-

C dengan 35% Mn. Selanjutnya, serbuk akan melalui proses pemaduan mekanik.

3.2.2. Pemaduan Mekanik

Pemaduan mekanik adalah istilah umum untuk menjelaskan pemrosesan

serbuk logam dengan menggunakan high-energy ball mill. Serbuk logam yang

telah dicampur kemudain digiling secara bersamaan untuk menghasilkan suatu

solid solution, intermetalik atau fasa amorf. Pada penelitian ini, alat untuk

menggiling serbuk secara bersamaan menggunakan planetary ball mill. [43]

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 56: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

41

Universitas Indonesia

Alat tersebut memiliki empat wadah yang dapat digunakan secara

bersamaan. Setiap wadah berbentuk silinder berbahan baja. Sebelum digunakan,

wadah dan bola baja dibersihkan dengan menggunakan pasir silika yang ditaruh di

wadah dan diputar dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Setelah itu, wadah

dibersihkan dengan kuas kemudian dibersihkan dengan alkohol dan alat ini siap

dipakai untuk proses pemaduan mekanik.

Gambar 3. 3. Alat planetary ball mill.

Wadah silinder diisi oleh sampel serbuk dan bola-bola baja yang digunakan

untuk menggerus serbuk. Parameter proses merujuk kepada penelitian Nurul

Taufiqu Rochman dkk. [46]. Tabel 3.3 menampilkan parameter proses yang akan

digunakan pada penelitian ini.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 57: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

42

Universitas Indonesia

Tabel 3. 3. Parameter kondisi proses pemaduan mekanik

Parameter Kondisi

Kecepatan milling 500 rpm

Waktu milling 10 jam

Ball-to-powder weight ratio 8:1

Ratio penggunaan bola baja ∅∅∅∅13 mm-

∅∅∅∅8 mm

1:1

3.2.3. Proses Metalurgi Serbuk

Setelah melalui proses pemaduan mekanik, maka proses selanjutnya adalah

proses metalurgi serbuk. Dalam proses ini, serbuk akan dikompaksi terlebih

dahulu. Variabel lingkungan yang digunakan pada proses kompaksi ditampilkan

pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4. Variabel lingkungan pada proses kompaksi untuk sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C.

Parameter Kondisi

Arah tekanan Satu arah

Waktu kompaksi 15 menit

Temperatur Temperatur ruang

Tekanan 36 Kg/cm2

Setelah dikompaksi pada temperatur ruang, sampel akan melalui proses

sintering. Proses sintering dilakukan dengan dapur vakum (Vactech, Inc) di

Universiti Kebangsaan Malaysia. Variabel lingkungan pada proses sintering

ditampilkan pada Tabel 3.5.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 58: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

43

Universitas Indonesia

Tabel 3. 5. Variabel lingkungan pada proses sintering untuk sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C.

Parameter Kondisi

Temperatur 1100o C

Tekanan 1 x 105 mBar

Waktu tahan 3 Jam

Gas Argon (Inert)

Pemilihan temperatur 1100oC untuk temperatur tahan sinter didasarkan pada

perhitungan software yang menunjukkan bahwa pada 1100oC, pada Fe-25Mn-

0,8C dan Fe-35Mn-0,8C akan terbentuk fasa tunggal austenit.

Setelah proses metalurgi serbuk, material bulk dengan dimensi diameter 10

mm dan tinggi 10 mm berbentuk silinder akan terbentuk dan selanjutnya

digunakan untuk dikarakterisasi.

3.3. Karakterisasi Material

Untuk memudahkan karakterisasi, sampel hasil sinter dipotong untuk

diujikan masing-masing uji. Sampel dipotong menjadi 4 bagian dengan 3 bagian

mempunyai tebal 2 mm dan sisanya 4 mm. Pemotongan dilakukan dengan mesin

low speed diamond cutting di Departemen Fisika Fakultas MIPA Universitas

Indonesia. Metode ini dipilih untuk memastikan keakurasian pemotongan dan

minimnya massa sampel yang terbuang saat proses pemotongan.

Gambar 3. 4. Alat low speed diamond cutting.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 59: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

44

Universitas Indonesia

Sampel yang digunakan untuk dikarakterisasi adalah sampel dari serbuk

ferromangan, serbuk hasil pemaduan mekanik serta sampel hasil sintering yang

akan dikarakterisasi dengan menggunakan uji SEM dan EDX. Pada pengujian

polarisasi, rendam, kekerasan, XRD, metalografi, densitas dan porositas hanya

menggunakan sampel hasil dari proses sintering.

3.3.1. Pengujian Densitas dan Porositas Material :

Pengujian densitas dan porositas dilakukan menggunakan sampel hasil

sinter. Uji densitas dan porositas dilakukan untuk mengetahui berapa densitas

sampel dan berapa persen porositas pada sampel. Pengujian densitas dilakukan

dengan standard ASTM A378-88. Berikut adalah langkah-langkah untuk

pengujian porositas:

1. Penentuan berat kering (Wu). Berat kering diperoleh dengan cara sampel uji

dipanaskan di dalam furnace pada suhu 105oC-110oC selama 15 menit lalu

ditimbang.

2. Penentuan berat basah (Wa). Berat basah di dalam air diperoleh dengan cara

sampel dimasukkan ke dalam air tanpa menyentuh dasar selama 5 menit lalu

ditimbang dengan timbangan digital

3. Berat sampel dalam air (Wa) dicatat, kemudian volume sampel tersebut

dihitung dengan persamaan berikut:

� = �

� ..........(3.3)

Dimana:

V : volume sampel (cm3)

Wa : berat sampel dalam air (gram)

D : densitas air (gram/cm3)

4. Densitas sampel dihitung dengan menggunakan persamaan:

�� = �

�.......... (3.4)

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 60: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

45

Universitas Indonesia

Dimana

ρd : densitas sampel

Wu: berat sampel kering di udara

V : volume sampel hasil perhitungan persamaan (3.3)

5. Perhitungan porositas dilakukan dengan menggunakan persamaan

%� = ��� ��

��..........(3.5)

Dimana :

ρt : densitas teoritis

ρd : densitas sampel

%P : persen porositas

«Hasil pengujian densitas dan porositas ini dapat digunakan sebagai data

bahan analisa propertis mekanis dari material sampel.

3.3.2. Pengujian Kekerasan

Tes Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan untuk

mengukur kekerasan karena sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus.

Beberapa skala yang berbeda dapat dimanfaatkan dari kombinasi yang mungkin

dari berbagai indentor dan beban yang berbeda, yang memungkinkan pengujian

hampir semua paduan logam (serta beberapa polimer). Indentornya merupakan

bola baja yang diperkeras dengan diameter 1/16, 1/8, 1/4 dan 1/2 inchi (1,588,

3,175, 6,350, dan 12,70 mm), dan diamond berbentuk kerucut (Brale) indentor,

yang digunakan untuk bahan yang paling keras.

Sebelum dilakukan pengujian, sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C di

amplas terlebih dahulu untuk menghilangkan scale yang ada pada permukaan

sampel. Scale tersebut dapat mengurangi keakuratan perhitungan kekerasan. Pada

pengujian ini, dilakukan minimal tiga kali indentasi untuk mendapatkan hasil data

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 61: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

46

Universitas Indonesia

kekerasan yang lebih akurat. Persebaran titik indentasi sebaiknya merata, yaitu

dibagian pinggir dan tengah sampel.

Dengan sistem ini, hardness number ditentukan oleh perbedaan kedalaman

penetrasi yang dihasilkan dari sebuah pembebanan yang diberikan. Adapun skala

beban dan indentor yang digunakan pada pengujian ini adalah Rockwell skala A

dengan indentor intan dan beban 60 kgf [40, 44]. Pengujian kekerasan dilakukan

dengan alat Rockwell MC di laboratorium PT. FSCM Pulo Gadung.

Gambar 3. 5. Alat uji kekerasan Rockwell.

3.3.3. Pengujian Polarisasi.

Pengujian polarisasi dilakukan untuk mengetahui laju korosi dari kedua

sampel. Pengujian dilakukan pada sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C hasil

sinter. Pengujian polarisasi dilakukan dengan mode potensiodinamik sesuai

standard ASTM G5. Larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan ringer laktat

dan larutan Hanks’. Temperatur yang digunakan adalah 37oC karena temperatur

tubuh manusia adalah 37oC. Larutan tersebut dipakai karena bersifat isotonik

dengan elektrolit dalam darah dan memiliki kuantitas dan kualitas ion yang sama

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 62: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

47

Universitas Indonesia

seperti pada ion tubuh [45]. Kandungan larutan ringer laktat dan larutan Hanks’

ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Penambahan laju korosi ditandai dengan adanya penambahan rapat arus

korosi sesuai dengan persamaan dibawah ini :

��������� ��� =! " #$

�..........(3.6)

Dengan :

K : Konstanta (3.27 x 10-3 mm g/µA.cm.y)

I : Rapat arus korosi

ρ : Densitas

EW : Equivalent weight

Tabel 3. 6. Kandungan senyawa yang terkandung pada larutan ringer laktat dan larutan Hanks’. [45]

Senyawa Ringer Laktat

(gr/L)

Larutan Hanks’

(gr/L)

�aCl 6,00 8,0

KCl 0,30 0,40

CaCl2 0,20 -

C3H5�aO3 3,10 -

�aHCO3 - 0,35

KH2PO4 - 0,25

�a2HPO4.2H2O - 0,12

MgCl2 - 1,00

MgSO4.7H2O - 0,06

Glukosa - 1,00

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 63: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

48

Universitas Indonesia

Setelah itu laju korosi dari sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C

dibandingkan. Pengujian polarisasi dilakukan di Laboratorium Korosi

Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

dengan menggunakan Autolab dan perhitungan laju korosi dilakukan dengan

software Nova Analysis.

Gambar 3. 6. Skema alat pengujian polarisasi

3.3.4. Pengujian Rendam

Pengujian dilakukan untuk mengetahui laju korosi sampel Fe-25Mn-C dan

Fe-35Mn-C. Pengujian dilakukan dengan menggunakan standar ASTM G 31.

Pengujian ini menggunakan larutan hank sebagai simulasi larutan tubuh. Volume

larutan berbanding lurus dengan luas volume sampel. Volume larutan yaitu 0.4

ml/cm2 sampel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga sampel dari

masing-masing sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C. Sampel tersebut di uji

selama waktu yang berbeda-beda, yaitu 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Skematik

percobaan ditampilkan pada Gambar 3.7.

Sebelum di uji, sampel di amplas terlebih dahulu untuk menghilangkan

scale. Setelah itu sampel dikeringkan di dalam oven selama 15 menit pada suhu

100 oC. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan adanya air yang terperangkap

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 64: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

49

Universitas Indonesia

dalam sampel sehingga pengukuran berat sampel akan lebih akurat. Setelah di

drying, maka berat sampel dihitung dengan menggunakan timbangan digital.

Setelah itu, sampel digantung dengan menggunakan tali yang digantung hingga

sampel terseclup kedalam larutan.

Gambar 3. 7. Skematik pengujian rendam.

Setelah waktu pencelupan yang telah ditetapkan, yaitu selama 3 hari, 5 hari

dan 7 hari, sampel diangkat. Kemudian sampel dicelupkan di toluene untuk

menghilangkan lemak, kemudian diangkat dan dicelupkan ke dalam aceton, dan

kemudian di pickling. Tujuan pickling adalah untuk menghilangkan rust pada

permukaan sampel. Rust tersebut terbentuk selama pencelupan di larutan hank dan

dijadikan parameter perhitungan laju korosi. Pickling menggunakan larutan HCl 5

%. Sampel dicelupkan ke dalam larutan pickling ke dalam gelas ukur kemudian

gelas ukur diletakkan di atas ultrasonic agitator selama 3 menit untuk melepas

rust dari permukaan sampel. Kemudian, sampel dicelupkan kembali ke dalam

toluene kemudian ke dalam acetone dan kemudian dicelup ke larutan NaHCO3

lewat jenuh untuk menetralkan asam pada sampel setelah pickling. Kemudian

sampel dikeringkan dengan dengan oven selama 5 menit pada temperatur 100oC.

setelah itu sampel ditimbang.

Sampel

Larutan Hank

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 65: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

50

Universitas Indonesia

Dari pengujian ini didapat data berat sampel sebelum direndam dan

direndam sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Data tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam rumus untuk mencari laju korosi, yaitu sebagai :

Corrosion rate = (K x W)/ (D x A x T)………..(3.7)

dengan K adalah konstanta 3.45 x 105, W adalah pengurangan massa sampel

dalam gram, D adalah densitas sampel dalam g/cm3, A adalah luas permukaan

sampel dalam cm2 dan T adalah waktu pencelupan dalam jam. Penghitungan ini

akan mendapatkan data laju korosi sampel.

3.3.5. Pengujian XRD

Pengujian X-Ray diffraction (XRD) dilakukan pada sampel Fe-25Mn-C dan

Fe-35Mn-C. Pengujian XRD bertujuan untuk mengetahui fasa apa yang terbentuk

setelah hasil sinter. Pengujian XRD dilakukan di Lab Terpadu Universitas Islam

Nasional Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mesin Shimadzu XRD-7000.

Karakterisasi pengujian XRD didasarkan pada pola difraksi kristal saat

ditembakkan dengan sinar X pada sudut yang berbeda. Pada XRD jarak antar kisi

(d-spacing) dari kristal yang digunakan untuk karakterisasi Skema difraksi sinar

X ke sampel dapat dilihat pada Gambar 3.8 [40].

Gambar 3. 8. Skema difraksi sinar-X pada sampel XRD [40]

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 66: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

51

Universitas Indonesia

D-spacing kristal setiap fasa adalah unik. Hukum Bragg digunakan sebagai

perhitungan untuk menghitung d-spacing dari suatu sampel:

n λ = 2d sinθ…………(3.8)

Dimana:

n = orde

λ = panjang gelombang

d = jarak antar kisi (d-spacing)

θ = sudut pantul

Gambar 3. 9. Alat Shimadzu XRD-7000

Gambar 3. 10. Alat SEM LEO 420i Departemen Metalurgi FTUI

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 67: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

52

Universitas Indonesia

3.3.6. Pengujian SEM dan EDAX

Pengamatan struktur mikro yang dilakukan dengan menggunakan dan

scanning electron microscope (SEM) pada sampel Fe-25Mn-C dan Fe-35Mn-C

hasil sinter. Pengamatan dilakukan untuk melihat fasa apa yang terbentuk dan

persebarannya. Pengamatan dengan SEM dilakukan untuk mengetahui

persebaran Fe, Mn, dan C dengan menggunakan mode secondary electron.

Keberadaan porositas juga diamati pada SEM dengan menggunakan mode

back scattered electron dan line scanning. Pengamatan dengan SEM dilakukan

pada mesin SEM di ruangan uji SEM Departemen Metalurgi dan Material

Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan scanning electron microscope LEO

420i.

3.3.7. Pengujian Metalografi

Pengujian ini dilakukan untuk mencari fasa material. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan larutan aqua regia yang merujuk pada pengujian San Martin

[52]. Komposisi larutan ditunjukkan pada Tabel 3. 7.

Tabel 3. 7. Komposisi larutan etsa[51].

Larutan Komposisi

H�O3 63% 10 ml

HCl 37% 10 ml

Sampel dicelukan kedalam larutan etsa selama 15 menit dalam temperature

ruang. Setelah 15 menit, sampel dibersihkan dengan air dan dibersihkan dengan

menggunakan alkohol kemudian dikeringkan dengan hair dryer. Setelah kering,

sampel difoto dengan mikroskop perbesaran 500x.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 68: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

4.1. Komposisi Kimia

Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti

pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada

permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode

backscattered electron

yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan

menampilkan warna yang berbeda pada hasil gambarnya.

Gambar 4.

53 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DA� PEMBAHASA�

Komposisi Kimia

Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti

pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Pengujian EDAX dilakukan dengan alat LEO

420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada

permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode

backscattered electron. Mode penembakkan ini akan menghasilkan

yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan

menampilkan warna yang berbeda pada hasil gambarnya.

Gambar 4. 1. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-25Mn-C

1

2

1 2

Universitas Indonesia

Analisis komposisi kimia diwakili oleh data hasil pengujian EDAX, seperti

Pengujian EDAX dilakukan dengan alat LEO

420i bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang distribusi elemen pada

permukaan sampel. Pengujian dilakukan pada perbesaran 500X dengan mode

. Mode penembakkan ini akan menghasilkan image gambar

yang dapat membedakan setiap komposisi elemen yang berbeda dengan

C.

3

3

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 69: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

Gambar 4.

Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan

pada Gambar 4.3. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi

yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel

25Mn-C (A2) dan Fe

Mn yaitu 25%, sedangkan hasil pengujian EDAX, kompos

Begitu pula pada sampel

sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel

didapati nilai rata-rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,

sedangkan komposisi awal karbon adalah 0.87%. Pada sampel

rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi

1

Universitas Indonesia

Gambar 4. 2. Hasil pengujian EDAX pada sampel Fe-35Mn-C

Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan

. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi

yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel

Fe-35Mn-C (B2). Pada sampel Fe-25Mn-C, ko

Mn yaitu 25%, sedangkan hasil pengujian EDAX, komposisi Mn yaitu 24.3%.

Begitu pula pada sampel Fe-35Mn-C. Nilai komposisi target

sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel

rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,

omposisi awal karbon adalah 0.87%. Pada sampel Fe

rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi

1

2

1 2

54

Universitas Indonesia

C.

Hasil pengujian EDAX secara ringkas dan data komposisi awal ditampilkan

. Komposisi Mn pada perhitungan awal memiliki komposisi

yang lebih tinggi dari komposisi hasil pengujian EDAX, baik pada sampel Fe-

, komposisi target

isi Mn yaitu 24.3%.

Mn yaitu 35%,

sedangkan komposisi hasil pengujian EDAX yaitu 33%. Pada sampel Fe-25Mn-C,

rata komposisi karbon hasil penembakkan EDAX yaitu 0.42%,

Fe-35Mn-C, rata-

rata komposisi hasil penembakkan EDAX yaitu 0.27%, sedangkan komposisi

3

3

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 70: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

awal karbon adalah 0.87%.

komposisi Si yang berasal dari logam FeMn.

Gambar 4. 3. Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi

4.2. Karakterisasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik

Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk

memberikan pengaruh kepada propertis serbuk.

reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk

tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan

yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbaga

variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini

reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum

proses pemaduan mekanik pada Gambar 4.

pada Gambar 4.5 untuk sampel

Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan

suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk

diilustrasikan pada Gambar 4.

mekanisme awal pemaduan

lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara

homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel

Fe

Mn

Si

C

0%

1%

10%

100%% K

omposisi U

nsur

Universitas Indonesia

awal karbon adalah 0.87%. Pada hasil pengujian EDAX juga terlihat adanya

komposisi Si yang berasal dari logam FeMn.

Komposisi hasil pengujian EDAX dan komposisi target

isasi Serbuk Hasil Pemaduan Mekanik

Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk

memberikan pengaruh kepada propertis serbuk. Pengaruh tersebut yaitu berupa

reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk

tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan

yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbaga

variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini

reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum

proses pemaduan mekanik pada Gambar 4.4 untuk sampel Fe-24Mn

untuk sampel Fe-33Mn-0.27C.

Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan

suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk

diilustrasikan pada Gambar 4.6. Pada ilustrasi tersebut digambarkan bahwa

mekanisme awal pemaduan mekanik adalah dengan membentuk serbuk menjadi

lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara

homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel

A2 A2 (Target) B2 B2 (Target)

75 73 66

24 25 33

0,81 0,49 0,43

0,42 0,87 0,27

55

Universitas Indonesia

Pada hasil pengujian EDAX juga terlihat adanya

target sampel.

Proses pemaduan mekanik yang dilakukan sebelum proses metalurgi serbuk

Pengaruh tersebut yaitu berupa

reduksi ukuran partikel serbuk dan terbentuknya pemaduan awal pada serbuk

tersebut. Reduksi ukuran partikel pada pemaduan mekanik karena tumbukkan

yang terjadi selama proses. Ukuran partikel tersebut dipengaruhi oleh berbagai

variabel seperti lama waktu proses dan kecepatan pemutaran. Pada pengujian ini

reduksi ukuran partikel ditunjukkan pada hasil foto SEM setelah dan sebelum

24Mn-0.42C dan

Selain reduksi ukuran, proses pemaduan mekanik juga akan menghasilkan

suatu paduan yang memiliki persebaran homogen. Mekanisme pemaduan serbuk

. Pada ilustrasi tersebut digambarkan bahwa

mekanik adalah dengan membentuk serbuk menjadi

lebih pipih, kemudian serbuk saling mengikat dan saling bercampur secara

homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji XRD serbuk hasil pemaduan sampel Fe-

B2 (Target)

63

35

0,68

0,87

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 71: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

56

Universitas Indonesia

24Mn-0.42C pada Gambar 4.7. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa peak Mn

tidak terdeteksi oleh detector XRD. Hal tersebut dikarenakan struktur unsur Mn

yang amorf. Struktur amorf ini dihasilkan oleh tumbukan-tumbukan yang terjadi

selama proses pemaduan mekanik. Struktur amorf ini akan memberi kemudahan

proses difusi ketika sintering.

(a) (b)

Gambar 4. 4. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-24Mn-0.42C. Ukuran partikel serbuk

sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b).

(a) (b)

Gambar 4. 5. Reduksi ukuran pada serbuk sampel Fe-33Mn-0.27C. Ukuran partikel serbuk

sebelum pemaduan mekanik (a) lebih besar dari ukuran serbuk setelah pemaduan mekanik (b).

Proses pemaduan mekanik dengan menggunakan planetary ball mill

membuat serbuk menjadi lebih halus dan mampu meningkatkan pemaduan antar

elemen. Serbuk yang lebih halus akan menghasilkan butir yang lebih halus. Butir

yang halus tersebut akan memberikan efek peningkatan kekuatan pada material

10 µµµµm

10 µµµµm

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 72: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

57

Universitas Indonesia

karena akan memperbanyak batas butir. Batas butir tersebut akan menghambat

pergerakan dislokasi. Terhambatnya pergerakan dislokasi tersebut yang

meningkatkan kekuatan serta kekerasan material. Berdasarkan Gambar 4.9

menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan

material SS 316 L. Hal tersebut menunjukkan proses pemaduan mekanik dapat

digunakan untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan material.

Gambar 4. 6. Ilustrasi mekanisme pemaduan mekanik.[54]

Gambar 4. 7. Hasil uji XRD untuk sampel serbuk Fe-24Mn-0.42C hasil pemaduan mekanik.

0

500

1000

1500

2000

30 50 70

Inte

nsi

tas,

a.u

2 ΘΘΘΘ

Ferrite

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 73: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

58

Universitas Indonesia

4.3. Densitas dan Porositas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai porositas sampel. Pengujian

dilakukan dengan standar ASTM A378-88. Hasil pengujian menunjukkan nilai

densitas sampel Fe-24Mn-0.42C adalah 6.986%, 7.420% dan 7.548%, sedangkan

nilai densitas untuk sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 6.851%, 7.028% dan 7.522%.

Dari ketiga pengujian ini, didapat nilai rata-rata densitas untuk sampel Fe-24Mn-

0.42C adalah 7.318 gr/cm3 dan untuk sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 7.134

gr/cm3. Berdasarkan hasil tersebut, maka nilai densitas Fe-24Mn-0.42C lebih

tinggi dari nilai densitas sampel Fe-33Mn-0.27C. Nilai tersebut memiliki nilai

densitas yang lebih tinggi dari densitas yang dari sampel pada pengujian

sebelumnya [40]. Hasil pengujian ini sesuai dengan studi literatur bahwa nilai

densitas material yang memiliki komposisi Mn yang lebih banyak akan lebih kecil

dibandingkan dengan nilai densitas sampel yang memiliki komposisi Mn yang

lebih sedikit. Hal ini karena densitas Mn yang lebih rendah dari densitas Fe.

Densitas Mn adalah 7.43 gr/cm3 sedangkan densitas Fe adalah 7.86 gr/cm3. Hasil

dari pengujian ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1. Data hasil pengujian densitas porositas.

Sampel Porositas (%)

Fe-24Mn-0.42C 4.3

Fe-33Mn-0.27C 6.3

4.4. Struktur Mikro dan Fasa

Pada analisis mikrostruktur diwakili oleh data hasil uji XRD dan

metalografi. Pada pengujian metalografi, menunjukkan hasil seperti pada Gambar

4.9. Larutan etsa yang digunakan merupakan aqua regia dengan komposisi HNO3

dan HCl adalah 1:1. Foto mikrostruktur yang diambil dengan perbesaran 500X.

Pada foto metalografi tersebut, menunjukkan dalam struktur material terdapat

(a) (b)

(c) (d)

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 74: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

59

Universitas Indonesia

tersebut terdapat struktur austenite. Hal ini ditunjukkan dengan adanya batas-batas

butir yang menurut literatur pada penelitian San Martin [52] merupakan struktur

prior-austenite seperti pada Gambar 4.10.

Pengujian XRD merupakan pengujian kualitatif. Pengujian ini dilakukan

untuk menginvestigasi fasa pada material. Pengujian pada sampel Fe-24Mn-0.42C

dan Fe-33Mn-0.27C menghasilkan data berupa grafik seperti pada Gambar 4.11.

Pada data tersebut, terlihat bahwa sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

memiliki peak yang hampir sama. Peak dengan intensitas yang tinggi terbentuk

pada 43,56o, 50,25o dan 74,24o pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan pada 43,40o,

50,26o dan 74,02o pada sampel Fe-33Mn-0.27C. Intensitas peak paling tinggi

ditunjukkan pada 43,56o pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan pada 43,40o pada

sampel Fe-33Mn-0.27C dengan intensitas sampel Fe-33Mn-0.27C lebih tinggi

dari intensitas sampel Fe-24Mn-0.42C. Hasil pengujian XRD ditampilkan pada

Gambar 4.11.

Gambar 4. 8. Gambar hasil foto dengan mikroskop electron sampel Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-

33Mn-0.27C (b) dan hasil foto SEM pada sampel Fe-24Mn-0.42C (c) dan Fe-33Mn-0.27C (d).

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 75: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

60

Universitas Indonesia

Gambar 4. 9. Mikrostruktur Fe-24Mn-0.42C (a) dan Fe-33Mn-0.27C (b) yang menunjukkan batas

butir prior-austenit.

Gambar 4. 10. Batas butir prior-austenite pada pengujian San Martin[52].

Pada kedua peak tertinggi dari sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

tersebut menunjukkan bahwa pada kedua sampel terdapat struktur kristal dengan

arah [111], [200] dan [220] dan hasilnya merupakan struktur kristal FCC. Struktur

kristal tersebut mengindikasikan bahwa material tersebut memiliki fasa austenit.

Menurut peak data list yang ada pada alat Shimadzu XRD-7000 untuk uji XRD,

peak Mn akan terlihat pada sekitar 40.65o. Namun, pada grafik tersebut tidak

terlihat indikasi adanya peak Mn. Hal tersebut terjadi, menurut analisis, karena

unsur Mn berdifusi kedalam lattice BCC sehingga membentuk struktur kristal

FCC dan dapat membantu pembentukkan fasa austenite pada material. Analisis

tersebut berdasarkan fungsi Mn sebagai penstabil fasa austenite dalam Fe-based

Alloy [26].

(a) (b)

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 76: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

61

Universitas Indonesia

Gambar 4. 11. Hasil uji XRD.

4.5. Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari

material. Hasil dari pengujian kekerasan material dengan alat Rockwell A dan

beban indentasi 60 Kgf ditampilkan pada Gambar 4.12. Pengujian dilakukan

sebanyak tiga kali indentasi pada setiap sampel pada tiga titik berbeda. Ketiga

titik tersebut tersebar di bagian tengah dan pinggir sampel untuk menampilkan

data yang lebih akurat dan persebaran kekerasan pada pemukaan sampel. Hasil

dari pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel Fe-33Mn-0.27C

memiliki nilai kekerasan rata-rata 49 HRA. Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai

kekerasan pada sampel Fe-24Mn-0.42C yang memiliki nilai kekerasan rata-rata

43 HRA.

Material sampel pada pengujian ini dengan material sampel pengujian yang

dilakukan pada pengujian sebelumnya[40], memiliki komposisi yang sama. Tetapi

hanya memiliki perbedaan pada salah satu proses, yaitu proses pemaduan

mekanik dimana pengujian ini melakukan proses pemaduan sebelum proses

metalurgi serbuk sedangkan pengujian yang dilakukan sebelumnya [40] tidak

melakukan proses pemaduan mekanik. Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan

nilai kekerasan yang cukup signifikan antara sampel pada pengujian ini dengan

sampel pengujian Ruben dipengaruhi oleh proses pemaduan mekanik dimana

0

500

1000

1500

2000

2500

10 30 50 70

Fe-33Mn-0.27C Fe-24Mn-0.42C

[111]

[200] [220]

Austenit

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 77: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai

yang lebih tinggi.

Gambar 4. 12. Grafik perbandingan nilai rata

Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan

material. Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel

24Mn-0.42C dan Fe

gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya

memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat

kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel

yang tidak terlalu men

lebih sedikit sekitar 0.189% dari sampel

merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat.

berpadu dengan unsur Mn, maka akan meningkatk

karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel

dan Fe-33Mn-0.27C, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki

nilai yang tidak terlalu besar.

Hal lain yang mempengaruhi kekerasan dan k

komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan

38

40

42

44

46

48

50

52

Kekerasan (HRA)

Universitas Indonesia

hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai

Grafik perbandingan nilai rata-rata kekerasan sampel Fe-24Mn

33Mn-0.27C.

Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan

Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel

Fe-33Mn-0.27C seperti ditampilkan pada Gambar

tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya

memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat

kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel

yang tidak terlalu mencolok. Tetapi, nilai kadar Si pada sampel

lebih sedikit sekitar 0.189% dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Dalam baja, unsur Si

merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat.

berpadu dengan unsur Mn, maka akan meningkatkan kekerasan material. Tetapi

karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel

, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki

nilai yang tidak terlalu besar.

Hal lain yang mempengaruhi kekerasan dan kekuatan material adalah

komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan

43

49

Uji Kekerasan (HRA)

Fe-24Mn-0.42C

Fe-33Mn-0.27C

62

Universitas Indonesia

hasil sampel yang diproduksi melalui produksi pemaduan mekanik memiliki nilai

24Mn-0.42C dan Fe-

Kondisi lain yang memberi efek perbedaan kekerasan adalah paduan

Selain elemen karbon, terdeteksi terdapat element Si didalam sampel Fe-

ambar 4.3. Dari

tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon pada kedua sampel hanya

memiliki perbedaan sekitar 0.005%. Jumlah tersebut memiliki nilai yang sangat

kecil sehingga akan memberikan efek perbedaan kekerasan pada kedua sampel

Tetapi, nilai kadar Si pada sampel Fe-24Mn-0.42C

. Dalam baja, unsur Si

merupakan unsur aditif penstabil fasa ferrite yang sangat kuat. Jika unsur Si

an kekerasan material. Tetapi

karena memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda antara sampel Fe-24Mn-0.42C

, maka perbedaan kekerasan yang dihasilkan akan memiliki

ekuatan material adalah

komposisi Mn. Hasil pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan

0.42C

0.27C

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 78: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

pada sampel Fe-33Mn

dibandingkan nilai sampel

produksi yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel

24Mn-0.42C mengandung 25% Mn sedangkan sampel

35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn

mempengaruhi nilai kekerasan dari material. Percobaan

B.Liu dkk [23] juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan

meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi

murni.

Gambar 4.

Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap

peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan

karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan

kekuatan dan kekerasan material. Penamba

dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi

0

10

20

30

40

50

60

Kekerasan (HRA)

* Hasil produksi metalurgi serbuk tanpa proses pemaduan mekanik

Universitas Indonesia

33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi

dibandingkan nilai sampel Fe-24Mn-0.42C. Kedua sampel tersebut melalui proses

yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel

mengandung 25% Mn sedangkan sampel Fe-33Mn

35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn

mempengaruhi nilai kekerasan dari material. Percobaan yang dilakukan oleh

juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan

meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi

Gambar 4. 13. Perbandingan nilai kekerasan material (HRA).

Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap

peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan

karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan

kekuatan dan kekerasan material. Penambahan Mn akan meningkatkan kekuatan

dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi

43

49

25

20

36

Uji Kekerasan (HRA)

* Hasil produksi metalurgi serbuk tanpa proses pemaduan mekanik

Fe-24Mn

Fe-33Mn

Fe-25Mn

Fe-35Mn

SS 316 L

63

Universitas Indonesia

memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi

. Kedua sampel tersebut melalui proses

yang sama tetapi memiliki komposisi Mn yang berbeda. Sampel Fe-

33Mn-0.27C memilki

35% Mn. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa perbedaan kadar Mn

yang dilakukan oleh

juga menunjukkan bahwa penambahan paduan Mn akan

meningkatkan kekerasan material dibandingkan dengan nilai kekerasan besi

Perbandingan nilai kekerasan material (HRA).

Pada teorinya, penambahan Mn akan memberi efek yang kecil terhadap

peningkatan kekuatan dan kekerasan material. Berbeda dengan peningkatan

karbon dan silikon yang memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan

han Mn akan meningkatkan kekuatan

dan kekerasan material sampai pada komposisi optimal, yaitu sampai komposisi

24Mn-0.42C

33Mn-0.27C

25Mn-C*[40]

35Mn-C*[40]

SS 316 L

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 79: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

64

Universitas Indonesia

14%, diatas komposisi tersebut, material akan mengalami degradasi nilai kekuatan

dan kekerasan [41].

Berdasarkan teori, hal tersebut akibat efek Mn vapour yang dapat

membentuk porositas dalam material. Mangan akan mengalami sublimasi ketika

memasuki temperatur 700o C menjadi mangan vapour. Temperatur tersebut

tercapai pada proses sintering. Mangan vapour akan menyelimuti matriks Fe dan

kemudian masuk kedalam matriks Fe. Masuknya mangan vapor kedalam matriks

Fe akan membuat penambahan volume matriks Fe. Hal tersebut yang membuat

fasa austenite stabil. Mangan yang masuk ke dalam matriks Fe tersebut akan

meninggalkan tempat kosong pada permukaan matriks Fe. Tempat kosong

tersebut yang kemudian akan membentuk porositas. [40, 42]. Berdasarkan teori

tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak kandungan mangan maka

akan semakin banyak porositas. Semakin banyak porositas akan menurunkan

kekuatan dan kekerasan material.

Hal tersebut sesuai dengan pengujian densitas dan porositas yang dilakukan

pada sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C. Pada pengujian tersebut

menunjukkan hasil bahwa sampel material Fe-33Mn-0.27C, Fe-35%Mn memiliki

porositas yang lebih tinggi yaitu 6,3%, dibandingkan dengan sampel material Fe-

24Mn-0.42C, Fe-25%Mn yaitu sebesar 4,3%. Hal tersebut diakibatkan oleh

komposisi Mn pada sampel Fe-33Mn-0.27C lebih besar dibandingkan sampel Fe-

24Mn-0.42C sehingga menghasilkan mangan vapour yang lebih besar.

Keberadaan porositas dalam material akan mempengaruhi propertis mekanik

material. Semakin tinggi nilai porositas akan menurunkan sifat kekuatan dan

kekerasan material. Berdasarkan hal tersebut, sampel dengan komposisi mangan

yang lebih bamyak akan memiliki nilai kekerasan material yang lebih kecil

dibandingkan dengan sampel yang memiliki komposisi mangan yang lebih

sedikit. Jika data pengujian kekerasan dibandingkan dengan hanya data porositas,

maka kedua percobaan tersebut akan memberikan hasil yang saling tidak

bersesuaian.

Nilai porositas antara sampel Fe-24Mn-0.42C dengan Fe-33Mn-0.27C

memiliki perbedaan yang kecil.yaitu 2.0%, lebih banyak porositas pada sampel

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 80: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

Fe-33Mn-0.27C. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek

yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.

Nilai porositas sampel

kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil

tersebut, bisa dikatakan sampel

hasil produksi as-cast

merupakan sebagai peningkat

maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis

hardenability tersebut.

4.6. Perilaku Korosi

Karakterisasi perilaku korosi sa

pengujian rendam. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua

larutan, yaitu larutan hank dan larutan

dengan kondisi lingkungan dalam tubuh. Grafik hasil uji

pada Gambar 4.14-4.17

Gambar 4. 14. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.42C

(a)

Universitas Indonesia

. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek

yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.

tas sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil

tersebut, bisa dikatakan sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

cast. Oleh karena hasil produksi as-cast,

merupakan sebagai peningkat hardenability. Semakin banyak kandungan Mn,

maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis

tersebut.

Perilaku Korosi

Karakterisasi perilaku korosi sampel diwakili oleh pengujian polarisasi dan

. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua

larutan, yaitu larutan hank dan larutan ringer laktat pada temperatur 37

dengan kondisi lingkungan dalam tubuh. Grafik hasil uji polaris

4.17.

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.42C dengan menggunakan larutan ringer laktat.

(b)

65

Universitas Indonesia

. Perbedaan nilai porositas yang kecil tersebut tidak memberi efek

yang signifikan terhadap perbedaan propertis mekanik kedua sampel.

0.27C yang terhitung

kecil sebagai produksi metalurgi serbuk. Berdasarkan nilai porositas yang kecil

0.27C merupakan

cast, keberadaan Mn

. Semakin banyak kandungan Mn,

maka material tersebut akan semakin tinggi nilai kekerasannya karena propertis

mpel diwakili oleh pengujian polarisasi dan

. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan dua

laktat pada temperatur 37 oC, sesuai

polarisasi ditampilkan

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-24Mn-

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 81: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

(a)

Gambar 4. 15. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.27C

Gambar 4. 16. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

Universitas Indonesia

(a) (b)

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.27C dengan menggunakan larutan ringer laktat.

(a) (b)

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.42C dengan menggunakan larutan Hanks.

66

Universitas Indonesia

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-33Mn-

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-24Mn-

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 82: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

(a)

Gambar 4. 17. Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

Grafik-grafik polarisasi tersebut menunjukkan garis E

material. Tabel 4.2 menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua

larutan tersebut.

Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju ko

lebih tinggi dari sampel Fe

larutan hank, laju korosi sampel Fe

0.59 mmpy sedangkan laju korosi sampel Fe

0.40 mmpy. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer

laktat, sampel Fe-24Mn

Fe-33Mn-0.27C. Sampel Fe

besar dalam dua kali penujiannya, yaitu seb

Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada

pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini

menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan

mempengaruhi perilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe

24Mn-0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi

sampel Fe-33Mn-0.27C.

Universitas Indonesia

(a) (b)

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel

0.27C dengan menggunakan larutan Hanks.

grafik polarisasi tersebut menunjukkan garis Ecorr

menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua

Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju korosi sampel Fe

lebih tinggi dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Pada pengujian dengan menggunakan

larutan hank, laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C yaitu sebesar 0.75 mmpy dan

0.59 mmpy sedangkan laju korosi sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 0.32 mmpy dan

py. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer

24Mn-0.42C memiliki laju korosi yang lebih tinggi dari sampel

0.27C. Sampel Fe-24Mn-0.42C menunjukkan laju korosi yang sama

besar dalam dua kali penujiannya, yaitu sebesar 1.02 mmpy, sedangkan material

0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada

pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini

menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan

erilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe

0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi

0.27C.

67

Universitas Indonesia

(b)

Grafik polarisasi (a) pengujian 1 dan (b) pengujian 2 untuk sampel Fe-33Mn-

corr dan icorr dari

menunjukkan hasil ringkas pengujian polarisasi pada kedua

rosi sampel Fe-24Mn-0.42C

0.27C. Pada pengujian dengan menggunakan

0.42C yaitu sebesar 0.75 mmpy dan

0.27C adalah 0.32 mmpy dan

py. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan larutan ringer

0.42C memiliki laju korosi yang lebih tinggi dari sampel

0.42C menunjukkan laju korosi yang sama

esar 1.02 mmpy, sedangkan material

0.27C memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai laju korosi pada

pengujian dengan larutan hank, yaitu 0.36 mmpy dan 0.26 mmpy. Hal ini

menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kadar Mn akan

erilaku korosi material.Pada pengujian polarisasi, sampel Fe-

0.42C memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi dari nilai laju korosi

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 83: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

68

Universitas Indonesia

Tabel 4. 2. Data hasil polarisasi.

Sampel Larutan Ecorr

(mV)

Icorr

(µA/cm2)

Laju Korosi

(mmpy)

Fe-24Mn-0.42C Hank -639 53 0.67

Ringer Laktat -672 82 1.02

Fe-33Mn-0.27C Hank -665 28 0.36

Ringer Laktat -732 24 0.31

Jika dibandingkan dengan kecepatan laju korosi besi murni dan kecepatan

laju korosi pada pengujian pada sampel hasil proses metalurgi serbuk dan

rolling[14], maka nilai laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai yang

lebih tinggi, seperti terlihat pada Gambar 4.18. Sedangkan sampel Fe-33Mn-

0.27C memiliki laju korosi yang lebih kecil dibandingkan dengan laju korosi

sampel hasil produksi metalurgi serbuk[14]. Perbedaan laju korosi pada sampel Fe-

33Mn-0.27C, baik pada lingkungan larutan hank maupun larutan ringer laktat,

dibandingkan dengan laju korosi Fe35Mn hasil produksi metalurgi serbuk pada

pengujian Hermawan [14], memiliki nilai yang lebih rendah. Rata-rata laju korosi

sampel Fe-33Mn-0.27C adalah 0.36 mmpy pada larutan hank dan 0.31 mmpy

pada larutan ringer laktat, sedangkan sampel pada hasil produksi metalurgi

serbuk, memiliki nilai laju korosi sebesar 0.62 mmpy. Perbedaan tersebut adalah

akibat proses yang berbeda pada pembuatan kedua sampel tersebut.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 84: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

Gambar 4. 18. Perbandingan laju korosi sampel

sampel Fe

Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses

pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada

proses pemaduan mekanik,

Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,

serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C

dan serbuk FeMn. Dengan proses pemaduan mekanik, antara

dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.1

4.21.

0,67

0,36

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

Laju korosi (mmpy)

* Hasil proses metalurgi

** Hasil proses metalurgi

Universitas Indonesia

Perbandingan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn

sampel Fe-35Mn hasil produksi metalurgi serbuk dan rolling[14]

Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses

pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada

proses pemaduan mekanik, akan menghasilkan serbuk yang saling memadu.

Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,

serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C

dan serbuk FeMn. Dengan proses pemaduan mekanik, antara serbuk Fe, serbuk C

dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.1

0,36

1,02

0,31

0,62

0,44

0,16

Sampel

metalurgi serbuk

metalurgi serbuk kemudian dilakukan proses rolling

Fe-24Mn

Fe-33Mn

Fe-24MnLaktat)

Fe-33MnLaktat)

Fe35Mn *[14]

Fe35Mn **[14]

Pure Iron

69

Universitas Indonesia

33Mn-0.27C dengan

[14].

Perbedaan proses pada pembuatan kedua sampel tersebut adalah proses

pemaduan mekanik. Proses pemaduan mekanik mempengaruhi laju korosi. Pada

akan menghasilkan serbuk yang saling memadu.

Berbeda dengan persiapan serbuk yang tanpa melalui proses pemaduan mekanik,

serbuk hanya akan saling bercampur tanpa ada ikatan antara serbuk Fe, serbuk C

serbuk Fe, serbuk C

dan FeMn akan saling mengikat. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.19-

24Mn-0.42C (Hank)

33Mn-0.27C (Hank)

24Mn-0.42C (Ringer

33Mn-0.27C (Ringer

Fe35Mn *[14]

Fe35Mn **[14]

Pure Iron

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 85: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

70

Universitas Indonesia

Gambar 4. 19. Tahap awal proses pemaduan mekanik. Setiap serbuk akan mengalami perataan

bentuk dan membentuk semacam komposit lapisan [43]

Gambar 4. 20. Pada tahap intermediet, terjadi cold weld dan fracture sehingga membentuk

komposit laminat pada tahap awal menjadi lebih kusut. [43]

Gambar 4. 21. Pada tahap akhir, proses pemaduan mekanik akan membentuk lamellar komposit

yang lebih halus, jarak antar lamellar 1µm [43].

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 86: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah

proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah

dan dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan

kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih

tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material

Tabel 4.

Sampel

Fe-24Mn

Fe-33Mn

Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi

material. Dalam sampel

elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan

laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai

kandungan Si pada sampel

sampel Fe-33Mn-0.27C

Austenite

Ferrite

0,1

1

10

100

% Fasa

Universitas Indonesia

Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah

proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah

dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan

kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih

tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material

Tabel 4. 3. Data komposisi Silikon hasil EDAX

Sampel Komposisi Silikon (%)

24Mn-0.42C 0.78

33Mn-0.27C 0.43

Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi

material. Dalam sampel Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C terdapat beberapa

elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan

laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai

kandungan Si pada sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai yang lebih tinggi dari

0.27C, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Gambar 4. 22. Hasil uji ferroscope.

Fe-24Mn-0.42C Fe-33Mn-0.27C

Austenite 99,698 99,858

0,302 0,142

0,1

1

10

100

71

Universitas Indonesia

Proses pemaduan mekanik menghasilkan suatu jalur untuk mempermudah

proses difusi pada saat sintering, sehingga proses difusi berlangsung lebih mudah

dapat menghasilkan struktur akhir produk sintering yang saling berikatan

kuat. Ikatan yang kuat tersebut akan membuat katahanan korosi menjadi lebih

tinggi karena semakin tidak mudah unsur tersebut terlepas dari material bulk-nya.

Komposisi Silikon (%)

Selain struktur material, paduan material juga mempengaruhi laju korosi

terdapat beberapa

elemen seperti Fe, Mn, C dan Si. Unsur Mn dan Si berperan untuk meningkatkan

laju korosi. Berdasarkan hasil pengujian EDAX menunjukkan hasil nilai

memiliki nilai yang lebih tinggi dari

.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 87: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

72

Universitas Indonesia

Perbedaan kandungan Si tersebut yang membuat laju korosi sampel Fe-

24Mn-0.42C lebih tinggi karena unsur Si merupakan penstabil kuat untuk fasa

ferrite. Sehingga semakin banyak Si akan semakin banyak pula volume ferrite

dalam sampel. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian dengan menggunakan alat

ferroscope yang ditampilkan pada Gambar 4.22. Alat ferroscope mampu

mendeteksi keberadaan fasa ferrite dalam sampel. Dengan hadirnya fasa ferrite

dalam struktur sampel, maka reaksi galvanic akan semakin banyak sehingga laju

korosi akan semakin cepat.

Selain pengujian polarisasi, karakterisasi perilaku korosi material dilakukan

pengujian rendam. Pengujian rendam, dilakukan untuk mengukur laju korosi

material pada periode waktu tertentu. Dengan data hasil pengujian rendam, dapat

dianalisis perilaku korosi material dalam variable waktu. Pengujian ini

menggunakan larutan hank dengan variasi waktu 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Data

hasil pengujian rendam ditampilkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 4. Data pengujian rendam.

Sampel Waktu (Jam) Laju Korosi (mmpy)

Fe-24Mn-0.42C 72 2.04

120 0.55

168 0.12

Fe-33Mn-0.27C 72 0.66

120 0.05

168 0.59

Pada Tabel 4.6, menunjukkan laju korosi sampel Fe-24Mn-0.42C lebih

tinggi dari sampel Fe-33Mn-0.27C. Pada hari ketiga, sampel Fe-24Mn-0.42C

memiliki laju korosi 2.04 mmpy sedangkan sampel Fe-33Mn-0.27C memiliki

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 88: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel

24Mn-0.42C menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel

0.27C juga menunjukkan penurunan

ketujuh, sampel Fe-

sedangkan sampel Fe

0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi a

lebih tinggi sampel

menunjukkan grafik laju korosi hasil uji

Pada sampel Fe

laju korosi pada hari ke

penurunan pada hari ketujuh, berbeda dengan sampel

mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal

Hermawan [19], mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu

lapisan pasif, yaitu lapisan kalsium/f

ditampilkan pada Gambar 4.24.

Gambar 4.

Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi

didaerah anodik. Reaksi yang terjadi adalah Fe

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3 hari

Laju K

orosi (mmpy)

Universitas Indonesia

kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel

menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel

juga menunjukkan penurunan laju korosi menjadi 0.05 mmpy. Pada hari

-24Mn-0.42C memiliki laju korosi sebesar 0.12 mmpy

Fe-33Mn-0.27C mengalami peningkatan laju korosi menjadi

0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi a

lebih tinggi sampel Fe-24Mn-0.42C dari Fe-33Mn-0.27C.

menunjukkan grafik laju korosi hasil uji rendam.

Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C, mengalami penurunan

laju korosi pada hari ke-5. Sedangkan sampel Fe-24Mn-0.42C terus mengal

penurunan pada hari ketujuh, berbeda dengan sampel Fe-33Mn

mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal

, mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu

lapisan pasif, yaitu lapisan kalsium/fosfor. Mekanisme tersebut seperti

ditampilkan pada Gambar 4.24.

Gambar 4. 23. Grafik laju korosi pada uji rendam.

Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi

Reaksi yang terjadi adalah Fe � Fe2+ + 2e- , Mn

2,04

0,55

0,12

0,66

0,05

0,58

3 hari 5 hari 7 hari

Waktu Pengujian

73

Universitas Indonesia

kecepatan laju korosi sekitar 0.66 mmpy. Sedangkan pada hari kelima, sampel Fe-

menunjukkan laju korosi menjadi 0.55 mmpy dan sampel Fe-33Mn-

laju korosi menjadi 0.05 mmpy. Pada hari

memiliki laju korosi sebesar 0.12 mmpy

mengalami peningkatan laju korosi menjadi

0.59 mmpy. Data pada hari ketiga tersebut menunjukkan bahwa laju korosi awal

. Gambar 4.23

, mengalami penurunan

terus mengalami

33Mn-0.27C yang

mengalami peningkatan laju korosi pada hari ketujuh. Berdasarkan jurnal

, mekanisme korosi pada material FeMn akan membentuk suatu

Mekanisme tersebut seperti

Pada awal pencelupan didalam larutan hank, material mengalami oksidasi

, Mn � Mn2+ + 2e-

Fe-24Mn-0.42C

Fe-33Mn-0.27C

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 89: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

74

Universitas Indonesia

dan reaksi 2H2O + O2 + 4e- � 4OH-. Setelah itu terjadi pembentukkan lapisan

hidroksida karena logam yang teroksidasi bereaksi dengan ion hidroksil.

Kemudian terbentuk pitting karena tidak meratanya lapisan hidroksil yang

menutupi lapisan permukaan sampel sehingga permukaan yang tidak terlapis

tersebut bereaksi oleh ion Cl- dan meningkatkan laju reaksi Fe dan Mn. Dengan

terbentuknya layer tersebut, maka laju korosi akan berkurang. Hal ini yang

menjelaskan tentang laju korosi pada uji rendam yang cenderung menurun jika

semakin lama waktu pengujiannya.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 90: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

75 Universitas Indonesia

BAB 5

PE�UTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan bahwa:

1. Material sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai porositas sebesar 4,3%

sedangkan pada sampel Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai porositas sebesar

6,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada komposisi Mn yang lebih

tinggi memiliki nilai porositas yang lebih tinggi pula.

2. Material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C memiliki fasa dominan yang

sama yaitu fasa austenite.

3. Material Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan sebesar 49 HRA,

sedangkan sampel Fe-24Mn-0.42C memiliki nilai kekerasan 43 HRA. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pada komposisi Mn yang lebih tinggi akan

memiliki nilai kekerasan material yang lebih tinggi. Material Fe-24Mn-

0.42C dan Fe-33Mn-0.27C memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dari

material SS 316L.

4. Laju korosi material Fe-24Mn-0.42C pada larutan hank adalah 0,67 mmpy

dan pada larutan ringer laktat adalah 1,02 mmpy sedangkan material Fe-

33Mn-0.27C pada larutan hank adalah 0,36 mmpy dan pada larutan ringer

laktat adalah 0,31 mmpy. Material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C

memiliki laju korosi yang lebih tinggi dibandingkan laju korosi besi murni

tetapi lebih rendah dari paduan magnesium.

5. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan, fasa dan korosi menunjukkan bahwa

material Fe-24Mn-0.42C dan Fe-33Mn-0.27C layak digunakan sebagai

kandidat biomaterial sebagai aplikasi penyangga pembuluh.

5.2. Saran

1. Studi lanjut tentang pengaruh penambahan unsur Si kedalam material Fe-

Mn-C sebagai aplikasi coronary stent perlu dilakukan sebagai

pengembangan material stent berikutnya.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 91: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

76

Universitas Indonesia

2. Perlu dilakukan pengujian korosi dynamic untuk lebih menggambarkan

perilaku korosi material pada lingkungan dalam tubuh manusia.

3. Perlu dilakukan uji biokompatibilitas untuk membuktikan bahwa kandidat

biomaterial Fe-Mn-C ini dapat dinyatakan sebagai aplikasi biomaterial.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 92: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

77 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUA�

[1]. Syarif Junaedi. “Biomaterial Berbasis Logam”. http://www.infometrik.

com/2009/08/biomaterial-berbasis-logam/ . 13 April 2012. 10:30

[2]. Park, Jones., Lakes, R.S. 2007.“Biomaterials : An Introduction. Third

Edition”. New York : Springer. pp: 3-5

[3]. Alicea, Luis A, José I. Aviles, Iris A. López, Luis E. Mulero and Luis A.

Sánchez. “Mechanics Biomaterial Stents”. University of Puerto Rico,

Mayaguez, 2004.

[4]. http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Coronary-Stenting.html. 23

Maret 2012. 20:20.

[5]. http://wiki.answers.com/Q/What_does_scaffolding_effect_mean. 23 Maret

2012. 20:25.

[6]. Moravej Maryam, Mantovani Diego. “Biodegradable Metals for

Cardiovascular Stent Application: Interests and New Opportunities”. Int J

Mol Sci. 2011; 12(7): 4250–4270. doi: 10.3390/ijms12074250

[7]. Dean J. Kereiakes, David A. Cox, James B. Hermiller.” Usefulness of a

Cobalt Chromium Coronary Stent Alloy”. Am J Cardiol 2003; 92: 463–466.

[8]. Barry O’Brien, William Carroll.”The evolution of cardiovascular stent

materials and surfaces in response to clinical drivers: A review” Acta

Biomaterialia 5 (2009) 945–958.

[9]. Garg Scoot, Serruys Patrick W.”Looking Forward : Coronary Stent”.

Journal of the American College of Cardiology. Vol.56, No.10 Suppl S,

2010. doi: 10.1016/j.jacc.2010.06.008

[10]. Saito S. “New horizon of bioabsorbable stent”. Catheter. Cardiovasc.

Interv. 2005 ; 66 : 595–596.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 93: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

78

Universitas Indonesia

[11]. Schinhammer Michael, Hanzi Anja C.,Loffler Jorg F.,Uggowitzer Peter

J.”Design strategy for biodegredable Fe-based alloy for medical

application”. Acta Biomaterialia 6 (2010) 1705-1713.

[12]. Peuster M, Hesse C. Schloo, Fink C, Berrbaum P, Schnakenburg

C.”Longsterm biocompatibility of a corrodible peripheral iron stent in the

porcine descending aorta”.Biomaterials 2006; 27: 2193-200.

[13]. Hermawan H, Dube D, Mantovani D. ”Development of degredable Fe-

35Mn alloy for biomedical application”. Adv Mater Res 2007;15-17:107-

12.

[14]. Hermawan H, Alamdari H, Mantovani D, Dube D.”Iron-manganese: new

class of metallic degredable biomaterials prepared by powder

metallurgy”.Powder Metal 2008; 51 : 38-45.

[15]. http://www.metalprices.com/FreeSite/metals/pd/pd.asp. 23 Maret 2012.

23:30.

[16]. http://www.itb.ac.id/news/2348.xhtml. 14 April 2012. 19.30. 24 Maret

2012. 00:30.

[17]. J.C. Coburn, A. Pandit. “Development of Naturally-Derived Biomaterials

and Optimization of Their Biomechanical Properties”. European

Commision. Community Research. 2007.

[18]. Hermawan H, Dubé D, Mantovani D.”Developments in metallic

biodegradable stents”. Acta Mater 2010;6: 1693–1697.

[19]. Hermawan H, Purnama A, Dube D, Couet J, Mantovani D.”Fe–Mn alloys

for metallic biodegradable stents : degradation and cell viability studies”.

Acta Biomater 2009;6: 1852–60.

[20]. A. Riss, Y Khodorvsky.(1982).”Production of ferroalloys”. Moscow:

Foreign Languages Publishing House. pp: 137

[21]. Davis, J.R.(2003).”Alloying: Understanding The Basics”. Ohio: ASM

Internasional, Materials Park. 134-139

[22]. http://www.calphad.com/pdf/Fe_Mn_Phase_Diagram.pdf. 8 Januari 2012.

19:02

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 94: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

79

Universitas Indonesia

[23]. B. Liu , Y. F. Zheng.”Effects of alloying elements (Mn, Co, Al, W, Sn, B, C

and S) on biodegradability and in vitro biocompatibility of pure iron”. Acta

Biomaterialia 7 (2011) 1407–1420.

[24]. Mani G, Feldman MD , Patel D, Agrawal CM.”Coronary stents : a materials

perspective”. Biomaterials 2007; 28 : 1689–710.

[25]. Ratner, Buddy D, Stephanie J. Bryant.”Biomaterial : Where We Have Been

and Where We Are Going. Annual Reviews Biomedical Engineering”,

Volume 6 (2004): 41-75.

[26]. Meyrick, Glin.”Physical Metallurgy of Steel : Class Notes and Lecturer”.

Ohio State University Lecturer. MSE 651.01. 2001.

[27]. Kastrati A, Mehilli J, Dirschinger J, Dotzer F, Schuehlen H, Neumann F J

.”Intra coronary stenting and angiographic results : strut thickness effect on

restenosis out come (ISAR-STEREO) trial”. Circulation 2001 ; 103:2816–

21.

[28]. Clerc C O, Jedwab M R, Mayer D W, Thompson P J, Stinson J

S.”Assessment of wrought ASTM F1058 cobalt alloy properties for

permanent surgical implants”. J Biomed Mater Res (Appl Biomater)

1997;38:229–34.

[29]. Kastrati A, Schoemig A, Dirschinger J, Mehilli J, von Welser N, Pache J.

“Increased risk of restenosis after placement of gold-coated stents”.

Circulation 2000; 101 : 2478–2483.

[30]. Edelman E R, Seifert P, Groothuis A, Morss A, Bornstein D, Rogers

C.”Gold-coated NIR stents in porcine coronary arteries”. Circulation 2001;

103:429–34.

[31]. Koster R, Vieluf D, Kiehn M, Sommerauer M, Ka¨hler J, Baldus S. “Nickel

and molybdenum contact allergies in patients with coronary in-stent

restenosis”. Lancet 2000 ; 365 : 1895–1897.

[32]. Gutensohn K, Beythien C, Bau J, Fenner T, Grewe P, Koester R.”In vitro

analysis of diamond-like carbon coated stents : reduction of metal ion

release, platelet activation and thrombogenicity”. Thromb Res 2000; 99 :

577–585.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 95: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

80

Universitas Indonesia

[33]. Airoldi F, Colombo A, Tavano D, Stankovic G, Klugmann S, Paolillo V.

“Comparison of diamond-like carbon-coated stents versus uncoated

stainless steel stents in coronary artery disease”. Am J Cardiol 2004;93:

474–477.

[34]. Heublein B, Pethig K, O¨zbek C, Elsayed M, Bolz A, Schaldach M.”Silicon

carbide coating a new hybrid design of coronary stents”. Prog Biomed Res

1998 ; 1: 33–39.

[35]. Unverdorben M, Sippel B, Degenhardt R, Sattler K, Fries R, Abt

B.”Comparison of a silicon carbide-coated stent versus an on coated stent in

human beings : the Tenax versus NIR Stent Study’s longterm outcome”.

Am Heart J 2003; 145

[36]. Karjalainen P P, Ylitalo A, Airaksinen K E J.”Titanium and nitride oxide

coated stents and Paclitaxel-Eluting stents for coronary revasularization in

an unselected population”. Jinv Cardiol 2006;10:462–8.

[37]. O’Brien B, Chandrasekaran C.”Development of iridium oxide as a

cardiovascular stent coating”. In Proceedings from the materials and

processes for medical devices conference, St Paul, MN. Materials Park,

OH:ASM International;2004.p.301–6.

[38]. http://wwwp.medtronic.com/Newsroom/LinkedItemDetails.do?itemId=1199

741324094&itemType=glossary&lang=en_US . 13 Mei 2012. 21.40.

[39]. Babapulle M N, Eisenberg M J.”Coated stents for the prevention of

restenosis : part II”. Circulation 2002; 106:2859–66.

[40]. Ruben Rega Ludang. (2012). ”Pengembangan material biologi baja mangan

(25% dan 35%) diproduksi melalui metode metalurgi serbuk”. Skripsi

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas

Indonesia. Depok.

[41]. ASM Metals Handbook Vol. 1

[42]. H. Danninger, C. Gierl.”New Alloying Systems for Ferrous Powder

Metallurgy Precision Parts”. Science of Sintering 40:1(2008): 33-46 .

[43]. C. Suryanarayana.(2004). Mechanical Alloying and Milling. Marcel

Dekker, New York. pp: 21.

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 96: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

81

Universitas Indonesia

[44]. Callister, William D., Jr. (2001). Fundamentals of Materials An Interactive

(5th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. pp 177-179.

[45]. Li, Yong Hua, Guang-Bin rao, Li-Jian Rong, Yi-yi Li. “The influence of

porosity on corrosion characteristic of porous NiTi alloy in simulated body

fluid”. Elsevier: Materials Letter 57:2 (2 Desember 2002): 448-451.

[46]. Nurul Taufiqu Rochman, S.Kuramoto, R.Fujimoto, H.Sueyoshi.”Effect of

milling speed on an Fe–C–Mn system alloy prepared by mechanical

alloying”. Journal of Materials Processing Technology 138 (2003) 41–46.

[47]. A.K. Sinha. Powder Metallurgy. New Delhi: Dhanpat Rai & Sons. 1976. 46-

53.

[48]. German, R.M. Powder Metallurgy Science. New Jersey: Princeton.

Princeton. 1984. 145-176.

[49]. Klar, Erhad. Powder Metallurgy Applications, Advantages, and Limitations

.Ohio: American Society for Metals. 1983. 20-41.

[50]. G. Greetham. Powder Metallurgy-Processing. 2001. 14 November 2011

<http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=132

[51]. Yogie S. 1998. “Studi optimasi teknik etsa untuk penampakan batas butir

prior-austenite pada baja karbon sedang (C-Mn-Steel) dan baja HSLA (Nb-

steel)”. Skripsi departemen teknik metalurgi dan material FTUI, Depok.

[52]. D. San Martin, P.E.J. Rivera, Diazdel Castillo, E. Peekstok, S. Vander

Zwaag.”A new etching route for revealing the austenite grain boundaries in

an 11.4% Cr precipitation hardening semi-austenitic stainless steel”.

Materials Characterization 58 (2007) 455–460.

[53]. P. R. Soni. 1999. “Mechanical Alloying : Fundamental and Application”.

Cambridge International Science Publishing. UK. pp : 40-42

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 97: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

82 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

LAMPIRA�-LAMPIRA�

Lampiran 1 (a). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 1.

74.96% Fe-24.53% Mn-0.51% C

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 98: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

83 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 1 (b). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 2.

75.45% Fe-23.56% Mn-0.57% C-0.41% Si

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 99: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

84 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 1 (c). Hasil Uji EDAX Sampel A2 Pada Titik 3.

73.55% Fe-25.12% Mn-0.17% Mn-1.16% Si

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 100: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

85 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 1 (d). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 1.

64.93% Fe-34.50% Mn-0.08% C- 0.48% Si

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 101: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

86 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 1 (e). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 2.

66.83% Fe-32.23% Mn-0.58% C-0.35 % Si

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 102: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

87 Lampiran 1. Hasil Pengujian EDAX (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 1 (f). Hasil Uji EDAX Sampel B2 Pada Titik 3.

66.61% Fe-32.79% Mn-0.14% C-0.46% Si

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 103: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

88 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD

Universitas Indonesia

Lampiran 2 (a). Hasil XRD Serbuk Fe-24Mn-0.42C Hasil Proses Pemaduan

Mekanik

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 104: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

89 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 2 (b). Hasil XRD Fe-24Mn-0.42C

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 105: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

90 Lampiran 2. Hasil Pengujian XRD (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 2 (c). Hasil XRD Fe-33Mn-0.27C

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 106: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

91 Lampiran 3. Hasil-hasil Pengujian Lainnya

Universitas Indonesia

Lampiran 3 (a). Hasil Pengujian Densitas dan Porositas

Uji

ke-

Sampel Berat

Kerin

g (gr)

Berat

basah

(gr)

Volume

sampel

(cm3)

Densitas

sampel

(gr/cm3)

Densitas

teoritis

(gr/cm3)

Poros

itas

(%)

1 A2 5.100 0.730 0.730 6.986 7.650 8.676

B2 5.070 0.740 0.740 6.851 7.610 9.969

2 A2 5.120 0.690 0.690 7.420 7.650 3.003

B2 5.060 0.720 0.720 7.028 7.610 7.651

3 A2 5.057 0.670 0.670 7.548 7.650 1.336

B2 5.040 0.670 0.670 7.522 7.610 1.151

Lampiran 3 (b). Hasil Pengujian Rendam

Sampel Waktu

(Jam)

Weigth

loss (gr)

Densitas

(gr/cm3)

Luas

(cm2)

CR

(mpy)

A2 72 0.021 7.318 1.715 315.611

120 0.009 7.318 1.647 84.539

168 0.004 7.318 2.421 18.250

B2 72 0.006 7.134 1.554 102.081

120 0.001 7.134 2.134 7.436

168 0.013 7.134 1.625 90.668

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 107: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

92 Lampiran 3. Hasil-hasil Pengujian Lainnya (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 3 (c). Hasil Uji Kekerasan

Uji Kekerasan (HRA)

Fe-24Mn-0.42C Fe-33Mn-0.27C

43.5 50

42.7 48.5

43 49.5

Lampiran 3 (d). Hasil Pengujian Ferroscope

Pengujian (�o) % Ferrite

A2 B2

1 0.29 0.17

2 0.31 0.16

3 0.27 0.15

4 0.31 0.1

5 0.33 0.13

Rata-rata 0.302 0.142

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 108: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

93 Lampiran 4. Hasil Pengujian Metalografi

Universitas Indonesia

Lampiran 4 (a). Sampel Fe-24Mn-0.42C dengan Aqua Regia

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012

Page 109: U IVERSITAS I DO ESIA BIOMATERIAL MAMPU LURUH BERBASIS ...

94 Lampiran 4. Hasil Pengujian Metalografi (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Lampiran 4 (b). Sampel Fe-33Mn-0.27C dengan asam picral dan teepol

Biomaterial mampu..., Rhidiyan Waroko, FT UI, 2012