Post on 21-Jan-2016
BAB I
Tegangan Regangan Material
1.1 Pendahuluan
Tiga jenis utama dari deformasi pada rekayasa bahan adalah plastis,
plastis, dan deformasi mulur. Disebut deformasi elastis terkait dengan peregangan
tapi tidak patah terhadap ikatan kimia. Jika deformasi plastis bergantung dengan
waktu, itu diklasifikasikan sebagai creep, berbeda dari deformasi plastis yang
tidak bergantung dengan waktu.
Pada rekayasa desain dan analisis, rumus yang menerangkan perilaku
tegangan-regangan disebut constitutive equations, dengan frekuensi yang
dibutuhkan. Situasi yang lebih kompleks dari geometrid an pembebanan dapat
dianalisa menggunakan dasar asumsi yang sama dalam bentuk dari teori
elastisitas. Ini sering diselesaikan dengan menggunakan teknik numeric yang
disebut analisa elemen terbatas dengan digital komputer.
Hubungan tegangan - regangan dibutuhkan untuk mempertimbangkan
perilaku pada tiga dimensi. Selain regangan elastis, persamaan juga dibutuhkan
untuk memasukkan regangan plastis dan regangan mulur. Perlakuan regangan
mulur membutuhkan pengenalan waktu sebagai tambahan variable. Terlepas dari
metode yang digunakan, analisis untuk menentukan tegangan dan defleksi selalu
menerapkan yang sesuai dengan hubungan tegangan - regangan untuk bahan
tertentu yang terlibat.
1
1.2. Rheological Models
Alat mekanik sederhana dapat digunakan sebagai paduan untuk
memahami berbagai tipe deformasi. Pada deformasi elastis, deformasi
berbanding lurus dengan besar gaya yang diberi dan akan kembali ke bentuk
semula jika beban atau gaya dihilangkan. Deformasi plastis dapat di
asumsikan seperti balok yang bergerak pada bidang horizontal. Koefisien
statis dan kinetisnya dianggap sama, sehingga terdapat gaya kritis P0 . Dengan
catatan, deformasi tetap ada jika beban atau gaya dihilangkan. Untuk
mengembalikan balok pada posisi awal, harus memberi gaya sebesar P0 dari
arah berlawanan.
Deformasi merangkak dibagi menjadi dua tipe. Pertama, Steady-state
creep, merupakan deformasi merangkak yang terjadi pada laju konstan
dengan tegangan konstan pula. Kedua, transient creep, berkurang
kecepatannya seiring waktu berjalan.
1.3. Konstanta Elastis
Material padat yang memiliki sifat sama dalam semua aspek disebut
homogen, dan jika sifatnya sama dalam segala arah, materialnya isotropis.
Jika material homogen dan isotropis digambarkan dalam bidang sumbu Y
merupakan tagangan x. Regangan terhadap arah tegangan adalah :
(1)
2
Dimana L adalah panjang setelah deformasi. Li adalah panjang awal.
Hubungan antara tegangan dan regangan untuk benda elastis linear
pertama kali diusulkan oleh Hooke.
(2)
(3)
(4)
Dengan E adalah modulus elastisitas dan G adalah modulus geser, maka
akan didapat hubungan :
(5)
1.4. Model rheologi untuk deformasi plastis
untuk menghasilkan material. setelah menghasilkan , respon datar ( )
disebut perilaku sempurna plastik , sedangkan garis miring disebut linear
pengerasan . nonlinier pengerasan akan menggambarkan hubungan tegangan-
regangan melengkung setelah menghasilkan
3
respon setelah menghasilkan adalah sama seperti untuk kecuali bahwa regangan
elastis ditambahkan hadir karena musim semi .
dimana subskrip e dan p mengacu pada pemindahan individu dalam plastik
( musim semi) dan plastik ( slinder ) elemen .
jika musim semi adalah bukan ditambahkan sejajar dengan slider , kaku , linear -
pengerasan model ( c ) diperoleh . (perhatikan bahwa garis vertikal yang
menghubungkan semi dan slinder yang diasumsikan tidak ratate , sehingga kedua
musim semi andthe slinder , karena E = 0.after menghasilkan , bagian dari stres
dilakukan oleh masing-masing element.in tertentu , stres dalam slider ( ... dan itu
di musim semi adalah E2E.adding memberikan total stres ( .. = ... + E2E ,
sehingga
e = ... - ...
menambahkan air dalam seri memberikan elastis , model linier - pengerasan
4.4.3 pembongkaran dan pemuatan respon model
mempertimbangkan situasi di mana model yang elastis sempurna plastik , telah
menghasilkan , dan kemudian stres dikembalikan ke nol .
untuk mengembalikan tekanan ke nol , negatif ( tekan ) stres diperlukan dalam
semua kasus . dua model dengan respon awalnya kaku , dan c , harus
menghasilkan lagi sebelum ketegangan mencapai zero.the dua model dengan
respon awalnya elastis , b dan d , mungkin atau tidak mungkin dipaksa untuk
menghasilkan sebelum regangan
4
1.5. Deformasi creep
Deformasi bergantung waktu yang signifikan occour dalam logam teknik
dan keramik di temperatures.they tinggi juga occour pada suhu kamar dalam
logam-leleh suhu rendah, seperti timah, dan berbagai materi lainnya, seperti
kaca, polimer, dan berbagai concrete.a dari mechaninisms fisik yang terlibat,
seperti dibahas sampai batas dalam bab 2.
1.5.1 Perilaku tegangan-regangan
berasumsi bahwa stres dengan cepat diterapkan sederhana bahan.
deformasi sesaat yang terjadi adalah kombinasi dari regangan elastis dan
plastik. yang Ep bagian plastik bisa diisolasi dengan segera adalah kombinasi
bongkar, seperti yang digambarkan oleh telepon.Jika putus-putus stres adalah
bukan dipertahankan, merayap deformasi Ec dapat terjadi yang merupakan
kombinasi dari transien merayap dan creep keadaan-seimbang. bagian pulih
dari strain mulur mungkin cukup besar dalam polimer karena rantai molekul
mengganggu satu sama lain sedemikian rupa sehingga mereka perlahan-lahan
membangun kembali konfigurasi asli mereka setelah penghapusan stres,
menyebabkan noda untuk perlahan-lahan menghilang.
1.5.2 Pemodelan reologi mapan merayap
5
penggunaan viskositas konstan dalam hasil model di semua tingkat
regangan dan strain yang sebanding dengan tegangan, situasi digambarkan
dengan istilah linier viscoelasticity.such linear perilaku ideal kadang-kadang
pendekatan yang wajar untuk bahan nyata, seperti untuk polimer, dan juga
untuk logam dan keramik pada suhu tinggi tetapi rendah-tekanan. untuk
logam dan keramik pada tegangan tinggi, tingkat regangan yang proporsional
tidak dengan kekuatan pertama stres, tetapi kekuatan yang lebih tinggi pada
urutan five.in seperti kasus, model atau persamaan yang melibatkan lebih
kompleks stres ketergantungan dapat dijelaskan seperti pada bab 15
1.5.3 Perilaku relaksasi elastis, model merayap mapan
awalnya, semua ketegangan terjadi sebagai regangan elastis di musim
semi. ketegangan dalam dashpot dan ketegangan di musim semi menurun,
karena harus karena regangan total ditahan perilaku constant.perilaku
demikian disebut relaxation.relaxation adalah fenomena yang sama seperti
merayap, hanya berbeda dalam hal itu diamati di bawah tekanan konstan,
bukan dari stres konstan. bahan rekayasa nyata yang akan menunjukkan
merayap juga menunjukkan perilaku relaksasi dengan cara yang analog
dengan model ini.
1.5.4 Pemodelan reologi creep transien
setelah pengangkatan beban, ketegangan dalam model merayap
transien bervariasi seperti ditunjukkan pada fig.4.1.4. khususnya, menurun
menuju nol pada waktu yang tak terbatas karena musim semi dalam susunan
6
paralel menarik sebuah dashpot tersebut. persamaan untuk respon pemulihan
juga dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan diferensial involved.in
model-model yang ideal, semua strain merayap transien recovered.jika
langkah strain diterapkan pada elastis, model merayap sementara, perilaku
relaksasi terjadi yang mirip dengan dari fig.4.15
1.6 Bahan anisotropic
bahan nyata tidak pernah sempurna isotropic.in beberapa kasus, perbedaan
properti untuk arah yang berbeda begitu besar bahwa analisis asumsi perilaku
isotropik ada langer contoh approximation.some wajar bahan signifikan anisotrop
ditunjukkan pada Gbr.4, 16
karena kehadiran serat kaku dalam arah tertentu, material komposit dapat sangat
anisotropik, dan desain teknik dan analisis untuk materi ini memerlukan
penggunaan versi yang lebih umum dari hukum Hooke daripada yang disajikan di
atas, dalam apa yang berikut, kita akan menerapkannya dalam-plane plastisitas
materials.anisotropic komposit tidak dipertimbangkan dalam bab ini atau bahkan
di topik lanjutan nanti chapters.this penting dalam beberapa kasus, tetapi
pentingnya berkurang oleh fakta bahwa bahan yang paling komposit gagal
sebelum terjadinya jumlah besar regangan elastis.
1.6.1 Hooke anisotropik, hukum
anisotropiy umum cinsiderably lebih kompleks daripada kasus
isotropik. tidak hanya ada sejumlah besar bahan yang berbeda constant.but
nilai-nilai mereka juga berubah jika orientasi sistem koordinat xyz di
7
berubah. dalam kasus isotropik, konstanta tidak tergantung pada orientasi
sumbu mengkoordinir coor, dan sebagian besar konstan baik nol atau
memiliki nilai yang sama seperti yang lain.
1.6.2 Bahan orthotropic dan kubik
jika materi memiliki simetri sekitar tiga pesawat ortogonal, yaitu,
tentang pesawat orinted 90 derajat satu sama lain, maka kasus khusus yang
disebut bahan axists.in orthotropic kasus ini, hukum Hooke memiliki
bentuk kompleksitas tntermediate antara isotropik dan umum anisotropic
cases.to menangani situasi nilai Sij berubah dengan orientasi sistem
koordinat xyz, akan lebih mudah untuk menentukan nilai untuk arah
sejajar dengan pesawat dari systemetry dalam bahan.
1.6.3 Komposit berserat
untuk pelat atau lembaran, tekanan yang tidak terletak pada bidang
xy lembaran biasanya kecil, sehingga plane stress dengan huruf kapital
assumption.where wajar masih menunjukkan bahwa tekanan, strain, dan
konstanta elastis disajikan hanya untuk arah paralel ke pesawat simetri
materi
1.6.5 Modulus elastis Transverse untuk Serat
Sebuah analisis yang tepat dari kasus ini lebih sulit, tetapi analisis
dari komposit berlapis melintang dimuat seperti pada (d) adalah
pendekatan yang berguna. Bahkan, Ey yang diperoleh dapat ditunjukkan
8
dengan analisis rinci untuk memberikan batas bawah pada nilai yang benar
untuk kasus (c).
Tekanan dalam penguatan dan matriks sekarang harus sama dan sama
dengan tegangan.
ɚy = ɚr = ɚm
Total panjang dalam arah Y adalah jumlah kontribusi dari lapisan
penguatan dan lapisan matriks.
L = Lr + Lm
Juga, perubahan panjang ini memberikan strain dalam material komposit
secara keseluruhan dan dalam penguatan dan matriks bagian.
1.6.6 Konstanta elastis lainnya dan Pembahasan
Perkiraan konstanta elastis komposit baru saja dijelaskan semua
perkiraan. Buku-buku tentang material komposit mengandung lebih
akurat, tetapi jauh lebih kompleks, derivasi, dan persamaan. Selain itu,
serat dapat terjadi dalam dua arah, dan bahan laminasi yang sering
menggunakan yang terdiri dari beberapa lapisan setiap komposit
directional atau tenunan. Perkiraan untuk perawatan ini kasus yang lebih
kompleks juga dibuat.
Material komposit dibuat dengan menggunakan tikar dari serat panjang
berorientasi secara acak dan terjalin memiliki sifat yang sama dalam
semua arah pesawat dan begitu juga melintang isotropik.
9
BAB II
Pengujian Material
2.1 Pendahuluan
Sampel dari Material Teknik sering di ujicobakan terhadap variasi yg luas
dari pengujian mekanis untuk mengukur ketangguhannya dan sifat lain yg di
inginkan, Pengujian yg paling dasar pada umumnya merusak sample dengan
memberikan Tensile Force, dan Compression Test pada umumnya.
Berbagai macam Peralatan Pengujian digunakan untuk memberikan gaya
beban untuk menguji Bahan Percobaan. Peralatan Pengujian bervariasi dari alat yg
simpel sampai dengan alat kompleks yg di kendalikan komputer digital. 2
konfigurasi umum dari alat yg relatif simpel disebut Universal Testing Machine.
Mesin ini pertamanya digunakan pada 1900-1920, dan mereka masih digunakan
hingga sekarang. Alat tersebut adalah mesin Mechanical-screw-driven untuk
melakukan uji tarik dan mesin Hydraulic System uses the pressure of oil in a
piston untuk menguji tekan/compression test pada spesimen.
Metode pengujian standar digunakan untuk mendapatkan hasil yg digunakan
untuk berbagai kegunaan. Satu kegunaan penting adalah untuk mengetahui sifat
material seperti ketahanan patah dalam uji tarik, untuk digunakan pada desain
teknik. Kegunaan lain adalah untuk pengendalian kualitas material yg diproduksi,
misal piringan baja atau batangan beton., untuk memastikan bahwa sudah
memenuhi spesifikasi yg dibutuhkan. ASTM(American Society for Testing
Materials) merupakan lembaga yg mengurus penyetaraan standar khususnya di
amerika, dan umumnya negara lain mengikutinya sebagai acuan. Setiap negara
industri umumnya punya lembaga standarisasi tersendiri, dan semua itu
dikordinasikan oleh ISO(International Organization for Standardization) dan
ASTM setiap tahun mengeluarkan buku Anual book of ASTM Standards yg biasa
dijadikan acuan oleh industri.
10
Pengenalan pada uji tarik. Uji tarik bekerja dengan cara menarik perlahan
sampel material dengan beban P pada area A dan regangan
Konstanta Elastisitas
Perbandingan tegangan regangan dari uji tarik menunjukkan perbedaan sifat
dari material yg berbeda. Ada yg memiliki garis lurus linear pada grafik,
tergantung pada spesimennya. Nilai Modulus elastisitas, atau disebut juga
Modulus Young (E) bisa didapatkan dari perbandingan tegangan dan regangan
pada dua titik pada garis, misalnya A dan B
2.2 Keuletan
Keuletan adalah kemampuan material untuk berubah bentuk tanpa patah.
Regangan retakan teknik adalah salah satu nilai hasil dari keuletan. Lf adalah
panjang fracture dimana Li adalah panjang aslinya. dimana persen(%)
elongasinya Nilai lain dari keuletan adalah Persen Reduksi pada Area,
notasi %RA, dimana didapatkan dengan membandingkan luas area patahan
dengan area aslinya atau dimana A adalah
area dan D adalah diameter.
2.2.1 Perhitungan Teknik Pada Kapasitas Energi
Pada uji tarik, jika gaya yg diaplikasikan P dan perpindahanpada
panjang Li adalah ∆L=X. Nilai kerja yg telah dilakukan dalam merubah
bentuk spesimen ke nilai x adalah , maka
11
2.2.2 Efek suhu dan nilai regangan
Jika material diuji pada kisaran suhu dimana regangan retak terjadi ,
retak regangan akan berkontribusi ke deformasi tidak elastis pada pengujian.
2.2.3 Kurva Tegangan Regangan Sesungguhnya
Kurva tegangan regangan teknik tidak memberikan indikasi karekteristik
deformasi yang sesungguhnya, karena kurva tersebut semuanya berdasarkan pada
dimensi awal benda uji, sedangkan selama pengujian terjadi perubahan dimensi.
Pada tarik untuk logam liat, akan terjadi penyempitan setempat pada saat beban
mencapai harga maksimum. Karena pada tahap ini luas penampang lintang benda
uji turun secara cepat, maka beban yang dibutuhkan untuk melanjutkan deformasi
akan segera mengecil.
Kurva tegangan regangan teknik juga menurun setelah melewati beban
maksimum. Keadaan sebenarnya menunjukkan, logam masih mengalami
pengerasan regangan sampai patah sehingga tegangan yang dibutuhkan untuk
melanjutkan deformasi juga bertambah besar. Tegangan yang sesungguhnya (s)
adalah beban pada saat manapun dibagi dengan luas penampang lintang benda uji,
Ao dimana beba
12
n itu bekerja.
Gambar 2.6 Perbandingan antara kurva tegangan regangan teknik
Dengan kurva tegangan regangan sesungguhnya
2.3 Pengujian Tekan
Uji tekan dilakukan dengan memberikan beban tekan kepada spesimen yang
merupakan silinder dengan diameter konstan. Untuk material ulet, sangat sulit
memperoleh kurva tegangan-regangan dari pengujian ini karena material ulet
tidak akan patah bila ditekan. Kebanyakan material ulet mempunyai kekuatan
tekan yang sama dengan kekuatan tariknya. Material yang mempunyai kekuatan
tarik dan kekuatan tekan yang sama disebut sebagai even material.
Umumnya material getas mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang
berbeda sehingga tergolong dalam jenis uneven material. Jadi untuk material
getas, uji tekan sangat diperlukan untuk mendapatkan kurva teganganregangan
yang lengkap. Contoh bentuk akhir uji tekan untuk material getas dan ulet
ditunjukkan pada gambar 2.6.
15
2.4 Pengujian Kekerasan
2.4.1 Pengertian Hardness (Kekerasan)
Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari logam. Pengujian
kekerasan secara luas digunakan dalam proses inspeksi dan control. Salah
saru proses yang mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses heat
treatment. Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang
berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam
kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi
(penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan
suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan
mohs.
Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan
gesekan (wear resistence) harus mempertimbangkan sifatkekerasan logam
tersebut. Hubungan kekerasan sebanding dengan kekuatan logam dimana
kekerasan suatu logam akan meningkat maka kekutan logam tersebut juga
cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding terrbalik dengan
keuletan dari logam.Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada
logam lunak, namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat
kekerasan bahan yang tinggi belum menjamin bahwa komponen mesin
memiliki kekuatan (ketahanan) untuk menerima beban.
14
Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita
memaklumi bahwa teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih
dalam tahap pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang
tingkat resikonya tidak terlalu tinggi, sehingga ketelitian dalam perancangan
pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi mesin berteknologi
sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi mesin
berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin
berteknologi tinggi memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.
Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak
hanya ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat
banyak ditentukan oleh ketepatan memilih bahan sesuai besarnya
pembebanan yang diberikan. Dengan pemilihan bahan yang tepat, akan
diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan dijamin kuat untuk menerima
beban.
Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk
peralatan teknik seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan
contohnya piston dan lain sebagainya. Maka penting untuk melakukan
praktikum ini untuk memahami seta mempelajari lebih lanjut bagaimana
proses pengukuran kekerasan logam khususnya material baja dengan
menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell.
2.4.2 Metode pengujian kekerasan
a. Metode Gores
Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi
masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich
Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini
15
berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala
ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah,
sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai
kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan.
Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini
diwakili oleh:
1. Talc
2. Gipsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh
Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5),
maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan
hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama
berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan
mineralmineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-
nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki
rentang yang besar.
b. Metode Elastik/Pantul (Rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat
Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer)
dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap
permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan
14
mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang
ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji
dinilai semakin tinggi.
c. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda
uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang
ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun
luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan
jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan
dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan diantaranya seperti
metode Vickers, Rockwell
2.4.3 Metode – Metode Pengujian Kekerasan
2.4.3.1 Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida
dengan sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.1. Prinsip
pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang
dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal
diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan
suatu material diberikan oleh:
15
Gambar 2.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode
Vickers
Gambar 2.2 Alat uji Vickers
Kedua jenis pengujian ini menggunakan indentor intan yang
cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Beban yang dikenakan
juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel
yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Hasil penjejakan diukur dengan
mikroskop lalu dikonversikan menjadi angka kekerasan.
Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)
HV= 1,854 P/d2
HV = Angka kekerasan Vickers
P = Beban
d = panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
14
Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan
berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut
antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih,
karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan
yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk
pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid,
maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan.
Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers
(VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan
lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari
persamaan berikut:
Dimana :
P = Beban yang digunakan (kg)
d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)
θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o)
Pengujian metode Vickers akan memberikan dampak hasil
yangberbeda-beda tergantung pada elestisitas material.
Apabila material lunak atau keelastisitasannya tinggi, maka
hasil indentasi akan mengempis. Dan pada material yang kaku, maka
akan berbentuk menggembung. Metode ini biasa
dilakukan untukmengukur kekerasan mikro dari material.
15
Gambar 2.3. Distorsi oleh indentor pyramid intan karena efek
elastisitas; (a)Indentasi sempurna; (b)Indentasi mengempis;
(c)Indentasi Menggembung
Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan
penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala
kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan
pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang
sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan Rockwell, yang
atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban atau
penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada
suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan
skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan
penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat
persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak tergantung kepada
beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang
sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers
berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang
diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode
Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk
pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan
persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh
kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.
Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan
14
lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell.
Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.
Metode Vickers (sampel silinder pejal)
1. Persiapkan sampel uji kekerasan berbentuk silinder (besi tuang,
baja, tembaga dan alumunium) dengan cara melakukan
pengamplasan dan pemolesan yang memadai, diindikasikan dengan
permukaan benda uji yang cukup mengkilat.
2. Pastikan bahwa peralatan uji (Vickers) telah di set-up dengan baik.
Pasanglah indentor untuk masing-masing metode dengan seksama.
3. Pilihlah beban yang sesuai dengan benda uji. Lihat buku manual
alat.
4. Putar poros tempat dudukan benda uji searah jarum jam hingga
indentor menyentuh benda uji dengan perlahan-lahan. Hati-hati!
Jagalah agar indentor tidak sampai menghujam benda uji karena
hal ini akan mengakibatkan kerusakan berat pada mata indentor itu.
5. Setelah benda uji bersentuhan dengan indentor, putarlah terus poros
dudukan sampel hingga jarum merah kecil pada lingkaran dalam
menyentuh batas merah. Langkah ini merupakan preload dari
indentasi. Jangan teruskan putaran poros bila batas ini telah
tercapai.
6. Putar tuas beban ke arah belakang dengan hati-hati lalu lepaskan
tuas tersebut hingga berputar perlahan-lahan. Pada tahap ini
berlangsung pembebanan indentasi pada benda uji selama 10-15
detik hingga jarum pada lingkaran dalam dan luar kembali ke posisi
awal.
7. Lepaskan kontak indentor dengan benda uji secara hati-hati, yaitu
dengan memutar poros dudukan berlawanan arah jarum jam.
Berhati-hatilah agar tidak terjadi pemutaran poros tersebut searah
15
jarum jam karena akan mengakibatkan rusaknya jejak hasil
indentasi
8. Indentasi pada satu lokasi telah selesai. Lakukan tahap-tahap
operasional di atas untuk lokasi atau benda uji lainnya.
9. Ukurlah diameter jejak indentasi dengan menggunakan mikroskop
pengukur jejak.
10. Hitung nilai kekerasan dengan rumus yang sesuai dengan metode
uji (Vickers).
2.4.3.2 Pengujian kekerasan Knoop
Merupakan salah satu metodemicro-hardness, yaitu
ujikekerasan untuk benda uji yang kecil. Nilai kekerasan
Knoopadalah pembebanan dibagi dengan luas penampang yang
terdeformasi permanen. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01mm –0.1
mm dan beban yang digunakan berkisar antara5 gr – 5 Kg.Permukaan
benda uji harus benar-benar halus.
Bentuk indentor Knoop ( Callister, 2001)
KHN= Angka kekerasan Knoop
P = Beban yang diterapkan, kg
Ap = Luas proyeksi lekukan yang tidak pulih ke bentuk semula,
mm2
14
L = Panjang diagonal yang lebih panjang
C = Konstanta untuk setiap penumbuk
Kekerasan Knoop dan Vickers dilambangkan
dengan HK dan HV. Kedua jenis pengujian ini cocok untuk pengujian
dengan material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya
digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.
2.4.3.3 Metode Skleroscope
Prinsip Pengujian kekerasan dengan Skleroskop Shore adalah
dengan cara mengukur tinggi pantulan bobot seberat 1,5 gram (baja
yang beujung intan), yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu ( kira-
kira 20 CM) terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan dibaca
melalui tabung kaca yang diberi garis-garis skala ukuran kekerasan.
Cara ini cocok dilakukan untuk menguji kekerasan benda uji tipis atau
baja hasil pengerasan kulit atau menguji kekerasan hasil pelapisan
khrom. Pengujian ini juga tidak meinggalkan bekas/cacat,sehingga
tidak merusak tampilan produk jadi.
Gbr. Prinsip Pengujian Skleroskop Shore
15
2.5 Pengujian Impak
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat
(rapid loading). Klo ceritanya titanic itu, si kapal kan berada pada suhu rendah,
sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas dan mudah patah. Kemudian di
laut itu kan banyak beban (tekanan) dari arah manapun. Ditambah lagi nabrak
gunung es, langsung deh tegangan yang udah terkonsentrasi karena pembebanan
sebelumnya menyebabkan kapalnya terbelah dua.
Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban
menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Tapi klo di mesin ujinya udah
nunjukin energi yang dapat diserap material, ya udah.. ga perlu ngitung manual.
Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu:
1. Deformasi plastis
2. Efek Hysteresis
3. Efek Inersia
Ada dua macam pengujian impak, yaitu :
1. Charpy
2. Izod
Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan
menggunkan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut
menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di
serap material seutuhnya. Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada
pengujian impak adalah
1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan
pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu
notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat
berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dna menyebabkan
14
material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan
mengalami kegagalan.
2. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
3. Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka
material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan
atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat
tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi
plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya
ditengah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak
ke batas butir.
Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur.
Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur.
Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan
mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range
temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika
material dipanaskan.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek
metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang
tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur
transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan
material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka
material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.
Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak
baja lebih tinggi daripada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja
lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah
15
kemampuan material untuk menyerap energy dan berdeformasi plastis hingga
patah.
Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material
adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi
akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan
temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon tinggi akan
memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan
material yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang
berbeda-beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan
suhu. Material yang memiliki temperature transisi rendah maka material
tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.
Pada pembebanan impak ini, terjadi proses penyerapan energy yang besar.
Penyerapan energy ini akan diubah menjadi berbagai respon material seperti
deformasi plastis, efek hysteresis, dan inersia.
Sebuah system dengan hysteresis menunjukkan ‘rate-independent memory’,
yaitu kemampuan suatu material untuk “mengingat” bentuk atau sifat sebelum
material tersebut berubah karena pengaruh gaya dari luar material. Banyak system
fisik yang menunjukkan hysteresis yang alami. Misalnya sebuah besi yang
diletakkan pada medan magnet akan memiliki sifat magnet, bahkan setelah medan
magnetnya dipindahkan. Ketika sekali di magnetisasi, besi tersebut akan tetap
memiliki sifat magnet. Untuk menghilangkan sifat magnetnya, dapat dilakukan
dengan menempatkannya pada medan magnet yang arahnya berlawanan. Efek
hysteresis ini biasanya terjadi jika material diberikan beban yang sangat cepat dan
beban tersebut pun dihilangkan dengan cepat.
Efek inersia adalah kemampuan suatu material untuk mempertahankan
bentuknya ketika diberikan gaya. Ketika diberikan pembebanan dengan strain rate
yang tinggi material tersebut tidak sempat untuk mempertahankan bentuknya dan
akhirnya patah .
14
2.6 Pengujian Torsi dan Bending
2.6.1 Pengujian Bending
Uji lengkung ( bending test ) merupakan salah satu bentuk pengujian
untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending
digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan
kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ. Dalam
pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa factor yang
harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength )
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh ( yield ).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan
menjadi 2 yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
1. Transversal Bending.
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan
arah pengelasan. Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan,
pengujian transversal bending dibagi menjadi tiga :
a. Face Bend ( Bending pada permukaan las )
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik.
Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah
di weld metal, HAZ atau di fussion line (garis perbatasan WM dan HAZ ).
b. Root Bend ( Bending pada akar las )
15
Dikatakan roote bend jika bending dilakukan sehingga akar las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik,
apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah
di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ)
c. Side Bend ( Bending pada sisi las ).
Dikatakan side bend jika bending dilakukan pada sisi las. Pengujian ini
dilakukan jika ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi.
Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak.
Jika timbul retak dimanakah letaknya,apakah di Weld metal, HAZ atau di
fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
2. Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah
pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian
longitudinal bending dibagi menjadi dua :
a. Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik,
apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah
di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
b. Root Bend (Bending pada akar las)
Dikatakan root bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami
tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan
dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak
atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ
atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
\
14
Kriteria kelulusan uji bending. Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil
pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan yang
telah di Bending.
2. Retak pada pojok permukaan yang telah di Bending tidak diperhitungkan.
Kecuali yang disebabkan oleh slag inclusión , lack of fusion , atau cacat
lainnya.
3. Pada pengelasan Overlay cladding tidak boleh terdapat retak terbuka
minimal 1.6mm dihitung dari segala arah. Pada interface tidak boleh
terdapat retak terbuka melebihi 3.2mm.
2.6.2 Pengujian Torsi
Uji puntir dilakukan untuk mengetahui sifat geseran pada material. Uji
puntir biasanya diperlukan untuk komponen yang beban utamanya adalah
beban puntir. Bentuk specimen uji puntir ini tidak jauh berbeda dengan
bentuk spesimen uji tarik. Gambar 2.9 menunjukkan contoh hasil akhir uji
puntir.
Sifat-sifat mekanik dapat ditentukan dengan uji tarik adalah sebagai berikut :
1. Modulus kekakuan geser (Modulus of Rigidity)
15
Persamaan tegangan-regangan untuk puntiran murni didefinisikan sebagai
berikut:
Dimana τ adalah tegangan geser, r adalah radius spesimen, lo adalah
panjang ukur, θ adalah puntiran sudut dalam radian, dan G adalah modulus
kekakuan geser. Hubungan G dengan modulus Young dan rasio Poisson’s
dinyatakan sebagai berikut :
Rasio Poisson’s (υ) adalah perbandingan antara regangan arah lateral
dengan regangan longitudinal.
Tabel 2.1 Rasio Poisson, υ untuk beberapa material logam/
Material υ
Tembaga 0,35
Besi 0,28
Baja 0,28
Magnesium 0,33
Titanium 0,34
Aluminium 0,34
2. Kekuatan geser ultimat (Ultimate shear strength)
Tegangan ketika spesimen uji putus disebut kekuatan geser ultimat atau
modulus of rupture (Sus).
14
Dimana T adalah torsi yang diperlukan untuk memutuskan spesimen, r
adalah radius spesimen, dan J adalah inersia polar penampang spesimen. Bila
data kekuatan geser ultimat tidak ada, dapat digunakan pendekatan sebagai
berikut :
Adapun hubungan kekuatan luluh geser dengan kekuatan luluh tarik
adalah sebagai berikut:
15
BAB III
Prinsip Tegangan dan Regangan Secara Lengkap
3.1. Pengenalan
Komponen mesin, kendaraan, dan struktur bangunan didesain untuk menahan beban
tarik, tekan, tekuk, putar, dan kombinasinya. Desainer harus meyakinkan bahwa material dari
komponen tersebut tidak mengalami kegagalan akibat beban tersebut. Untuk menyelesaikan
ini, lokasi dimana beban paling besar harus diidentifikasi.
3.2. Beban pada bidang
Anggap ada sebuah elemen dari sebuah komponen dan asumsikan ada sumbu x-y-z. Pada
elemen ini mempunyai enam komponen beban, yaitu σx, σy, σz, τxy, τyz, τxz.. Jika ketiga
komponen dari beban beraksi pada satu permukaan, suatu beban pada bidang akan muncul.
3.2.1. Rotasi dari sumbu koordinat
Suatu beban pada bidang dapat juga digambarkan pada sistem koordinat yang lain
seperti x’-y’. Sistem koordinat ini tergantung pada sistem yang asli, tetapi ada sudut
perputaran θ, dan nilai dari komponen beban berubah menjadi σ’x, σ’y, τ’xy di sistem
koordinat yang baru.
3.2.2. Tegangan Pokok
Persamaan yang dikembangkan memberikan variasi dari σ dan τ, dengan arah pada
material, arah ditentukan oleh sudut θ relatif terhadap sistem koordinat x-y yang asli.
Nilai maksimum dan minimum dari σ dan τ sangat penting dan dapat didapat dengan
menganalisis berbagai θ.
3.2.3. Mohr’s Circle
Sebuah representasi grafis dari persamaan transformasi untuk beban pada bidang
telah dikembangkan oleh Otto Mohr pada tahun 1880. Pada koordinat σ versus τ
persamaan ini dapat ditampilkan sebagai sebuah lingkaran yang disebut Mohr’s Circle.
14
3.3. Beban pada kondisi tiga dimensi
Pada kasus umum tiga dimensi, keenam komponen beban dapat muncul, σx, σy, σz, τxy, τyz,
τxz.. Penurunan dari komponen tersebut dapat dicari untuk mendapatkan persamaan
transformasi yang memungkinkan pemilihan sumbu-sumbu koordinat dalam tiga dimensi.
3.3.1. Beban Normal Pokok
Seperti beban pada bidang, pilihan istimewa dari sistem koordinat dimana beban
normal maksimum dan minimum terjadi, serta tidak ada beban geser sama sekali. Sistem
koordinat ini disebut sumbu pokok. Dari beban normal σ1, σ2, dan σ3, pada sumbu-sumbu
ini, satu adalah nilai maksimumnya, dan yang lainnya adalah beban normal minimum,
dan yang ketiga adalah nilai menengah.
3.3.2. Beban Geser Pokok
Anggap sebuah bidang memiliki dua beban normal, seperti σ2, σ3. Beban geser
maksimum pada bidang ini terjadi pada satuan kubus yang terputar 45 derajat terhadap
sumbu beban pokok sisanya (σ1). Beban geser pokok ini kemudian diputar 45 derajat dari
sumbu beban normal pokok σ2, dan σ3.
3.4. Beban pada bidang dianggap sebagai kasus tiga-dimensi
Beban pada bidang adalah kondisi dimana sumbu-sumbu kordinat menghasilkan
tegangan bukan nol pada komponen dibatasi oleh sebuah bidang, seperti bidang x-y, jadi σz =
τyz = τzx = 0. Jika beban normal pokok pada bidang x-y adalah σ1, dan σ2. Kemudian beban
pokok ketiga σ3 adalah nol.
3.5. Beban pada bidang oktahedral
Anggap ada sebuah bidang miring dimana sumbu x-y-z bertepatan dengan sumbu beban
normal pokok (1,2,3). Beban normal pada bidang miring adalah σ1 dan beban geser
digambarkan sebagai nilai tunggal τ. Arah dari normal terhadap bidang miring ditentukan
oleh sudut α, β, dan γ diantara sumbu normal ini dan masing-masing sumbu pokok.
Untuk kasus spesial α = β = γ, bidang miring tersebut memotong sumbu pokok pada
jarak yang sama dari titik asal. Bidang spesial ini disebut bidang oktahedral.
Beban normal pada bidang ini dapat ditampilkan sebagai rata-rata dari beban normal
pokok. Nilai dari beban rata-rata ini disebut beban normal oktahedral atau beban hidrostatik.
15
3.5.1. Regangan Pokok
Regangan normal pokok dan Regangan geser pokok terjadi seperti tegangan.
14
Daftar Pustaka
Callister, willian D. 2001. Material science and engineering an introduction. United state
Amerika: John Wiley And Son, Inc.
Dowling, Norman E. 1990. Mechanical Behavior of Materials. New York, Prentice Hall
International Edition
http:// wikipedia.com /20 09 /pengujian-kekerasan.html
15