Post on 05-Jan-2016
description
TUGAS FARMASI
“SEDIAAN INJEKSI”
ITA MASITA ARIFIN
M. IRWANSYAH
SUCI RAHMADANI HANIS
ADE ANDREW S. P.
MUH. NUR IMAM
VILZAH FATIMAH ANDHIKA
ANDHIKA YUDHA PRAWIRA
YULIANI SUPARMIN PRAWIRA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam.
Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan
membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-
bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Aminofilin diindikasikan untuk asma bronkial dan untuk bronkospasme reversible yang
berhubungan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Obat-obat xantin terutama teofilin dan bahan-
bahan yang berhubungan dengan teofilin merupakan bronkodilator yang paling banyak digunakan
untuk bronkospasme reversibel sedang atau berat. Juga memperbaiki pertukaran pernafasan dengan
peningkatan kontraktilitas diafragma.
Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus
suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik.
Terdapat berbagai macam sediaan injeksi dan rute pemberiannya. Pada hewan, sediaan injeksi
umumnya diberikan melalui rute intravena, intramuscular, dan subcutan. Namun dalam praktik di
laboratorium pemberian obat injeksi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, seperti intracerebral,
intracardial, dan sebagainya.
2
Tujuan
1. Mengetahui rute pemberian sediaan injeksi
2. Mengetahui kandungan berbagai sediaan injeksi
3. Mengetahui penggunaan sediaan injeksi
3
BAB II
Pembahasan
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu
bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau
volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana
digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL
atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum
injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. Efek terapi lebih cepat .
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3. Cocok untuk keadaan darurat.
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
a. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya
adalah injeksi insulin.
b. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan
injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin
Sodium steril.
c. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin
Sodium untuk injeksi.
4
d. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara
intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi
steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
e. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk
suspensi.
Rute-rute Injeksi
1. Parenteral Volume Kecil
a. Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti
sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh
darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan
dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka
penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan
sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular
menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar
daripada rute subkutan.
c. Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak
konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir
sekejap.
d.Subkutan
5
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan
rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan
dengan IV atau IM.
e. Rute intra-arterial
Obat disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera
diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f. Intrakardial
Obat disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam
keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan
fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal.
Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga
digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara
langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan
cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
6
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum.
Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi
ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah
peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun
dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.
2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal
digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan
bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat
disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang
terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk
pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan
volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar;
(2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena
tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus
diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri
7
dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan
isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
Pada hewan, rute injeksi yang paling sering dilakukan dalam penanganan medis ada 3, yaitu
intravena, intramuscular, subcutan dan intraperitonium. Sedangkan dalam kegiatan laboratorium dan
bedah, rute injeksi disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya intracerebral, intracardial, intervertebrale
dan sebagainya.
Injeksi subkutan
Memberikan injeksi subcutan adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat
kedalam jaringan subcutan di bawah kulit dengan menggunakan spuit. Tujuannya yaitu
memasukkan sejumlah toksik atau obat pada jaringan subcutan di bawah kulit untuk diabsorpsi.
Obat yang diberikan dengan injeksi subkutan adalah obat yang tidak merangsang dan larut dalam
air atau minyak.
Diantara banyak jenis obat yang diberikan secara subcutan adalah vaksin, obat pra bedah,
narkotik, insulin, dan heparin. Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subcutan pada
hewan adalah daerah cervical bagian dorsal. Area ini sangat sesuai karena secara anatomi kulit
hewan di daerah ini logger dan terdapat banyak lipatan. Area lain yang dapat digunakan adalah
daerah sepanjang vertebrae. Hanya dosis kecil obat yang diinjeksikan melalui rute subcutan.
Area injeksi subcutan perlu dirotasi secara regular untuk meminimalkan kerusakan jaringan,
membantu absorpsi, dan menghindari ketidaknyamanan. Hal ini terutama penting untuk klien
yang harus menerima injeksi berulang, seperti pada penderita diabetes.
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan
melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air. Jaringan SC
sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam
jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri
di bawah kulit. Resiko infeksi dan obat yang mahal.
Jenis spuit yang digunakan untuk injeksi SC bergantung pada obat yang diberikan. Secara
umum, spuit 1 ml digunakan untuk kebanyakan injeksi subcutan. Namun jika insulin akan
8
diberikan, gunakan spuit khusus insulin, dan jika heparin akan diberikan, spuit tuberculin atau
atau prefilled cartridge dapat digunakan.
Prosedur pemberian obat secara suncutan (SC):
1. Menentukan area penyuntikan
2. Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan
3. Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan
4. Angkat kulit, masukkan jarum. Pastikan jarum masuk dengan meraba pada bagian kulit
yang diangkat.
5. Memasukkan obat
6. Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan
Absorbsi obat subkutan tergantung dari :
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler darah
3. Kepadatan jaringan di daerah penyuntikan
4. Laju pelepasan zat aktif
5. Mekanisme absorbs : difusi pasif,filtrasi,dan pinositosis
6. Adanya vasodilator dan vasokonstriktor.
Pengaruh pembawa
1. Larutan dalam air: penambahan makromolekul dapat memperlama waktu aksi zat aktif.
Misalnya penambahan PVP pada injeksi insulin. Makromolekul akan
meningkatkanviskositas cairan sehingga menghambat difusi obat dan menghambat
metabolisme enzim proteolitik
2. Suspensi larut air: aksi obat akan diperlambat karena adanya zat pengsuspensi, tergantung
kepada besarnya obat. (100 μm). Zat pengsuspensi merupakan polimer larut air sehingga
meningkatkan viskositas.
3. Larutan dan suspensi dalam minyak: pelepasan zat aktif lebih lama dibandingkan dalam
larutan air.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemberian obat melalui subcutan (SC):
9
1. Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan.
2. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama.
3. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah
kulit atau dalam bentuk suspensi.
4. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya.
Injeksi peritoneum
Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP adalah injeksi suatu zat ke dalam peritoneum
(rongga tubuh). IP injeksi lebih sering digunakan untuk hewan dari pada manusia. Hal ini
umumnya disukai ketika jumlah besar cairan pengganti darah diperlukan, atau ketika tekanan
darah rendah atau masalah lain mencegah penggunaan pembuluh darah yang cocok untuk
penyuntikan. Pada hewan, injeksi IP digunakan terutama dalam bidang kedokteran hewan dan
pengujian hewan untuk pemberian obat sistemik dan cairan karena kemudahan administrasi
parenteral dibandingkan dengan metode lainnya. Pada manusia, metode ini banyak digunakan
untuk mengelola obat kemoterapi untuk mengobati kanker, terutama kanker ovarium.
Penggunaan khusus ini telah direkomendasikan, kontroversial, sebagai standar perawatan.
Obat langsung diinjeksikan langsung ke dalam rongga peritonium. Di sini obat diabsorpsi
ke dalam sirkulasi. Kemoterapi dan antibiotic biasanya dilakukan dengan cara ini. Salah satu
metode dialisis juga menggunakan rute peritoneum untuk memindahkan cairan, elektrolit, dan
produk limbah. Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga
obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak digunakan di laboratorium
tetapi jarang digunakan di klinik karena adanya bahaya infeksi dan perlengketan peritoneu.
Mekanisme absorbsi obat dengan cara ini adalah obat diinjeksikanpada rongga perut tanpa
terkena usus atau terkena hati. Di dalam rongga perut ini obat akan langsung diabsorpsi pada
sirkulasi portal dan akan dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Namun karena pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah, maka absorpsi
berlangsung lebih cepat dibandingkan per-oral sehingga mula kerja obat pun menjadi lebih cepat.
Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada
bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar.
10
Keuntungan menggunakan cara ini adalah efek yang dihasilkan sangat cepat, sedangkan
kerugiannya memiliki resiko yang sangat besar karena obat tidak dapat dikeluarkan bila terjadi
kesalahan. Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek sampai efek hilang.
Durasi dipengaruhi oleh kadar obat dalam darah dalam waktu tertentu. Pada per oral didapatkan
durasi terpendek, disebabkan karena per oral melewati banyak fase seperti perombakan dihati
menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat akan turun
sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan durasinya pendek. Sedangkan pada
pemberian secara intraperitonial obat dengan kadar tinggi akan berikatan dengan reseptor
sehingga akan langsung berefek tetapi efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu
tidak ada obat yang berikatan lagi dengan reseptor. Pada sub cutan memiliki durasi yang lama,
hal ini disebabkan karena obat akan tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit sehingga
secara perlahan- lahan baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama. Cara pemberian obat yang
baik, bila onset yang dihasilkan cepat dan durasi dalam obat lama.
Injeksi intramuscular (IM)
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena
pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat
memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke
pembuluh darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30
menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali
digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone
kelamin. Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot gluteus dan deltoid pada sapi, otot
vastus lateralis pada kucing dan anjing.
Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke dalam otot skeletal, biasanya otot
deltoit atau gluteal. Onset of action IM > SK. Absorpsi obat dikendalikan secara difusi dan lebih
cepat daripada SK karena vaskularitas pada jaringan otot lebih tinggi. Kecepatan absorpsi
bervariasi bergantung pada
Sifat fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi fisiologi (sirkulasi darah otot dan
aktivitas otot). Pemberian IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan akan terjadi
11
absoprsi secara perlahan-lahan. Adapun kekurangan dari cara IM yaitu nyeri di tempat injeksi,
jumlah volume yang diinjeksikan terbatas yang bergantung pada masa otot yang tersedia , dapat
terjadik komplikasi dan pembentukan hematoma serta abses pada tempat injeksi. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan obat dari depot otot antara lain kekompakan depot yang mana
pelepasan obat akan lebih cepat dari depot yang kurang kompak dan lebih difuse, konsentrasi
dan ukuran partikel obat dalam pembawa, pelarut yang digunakan, bentuk fisik sediaan,
karakteristik aliran sediaan dan volume obat yang diinjeksikan. Contoh bentuk sediaan yang
dapat diberikan melalui IM diantaranya emulsi minyak dalam air, suspensi koloid, serbuk
rekonstitusi.
Injeksi Intravena
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat
langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan
efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke
seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk
mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak
untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran
darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah
dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung dimasukkan ke dalam
sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar
bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu
pesat.
Pada sapid dan kuda pemberian obat via intravena dilakukan melalui vena jugularis. Pada
kucing dan anjing dapat dilakukan pada vena cephalica di kaki depan dan vena saphena di kaki
belakang. Pada ayam pemberian obat intravena dapat dilakukan melalui vena axilaris yang
terlihat dengan jelas di balik sayap.
12
Keuntungan injeksi
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat
dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara
injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus
kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat
menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada
gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia,
termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin
periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi
melalui rute parenteral.
9. Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan
secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
13
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika
diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan
hidupnya.
Kerugian Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik
dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
4. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih
mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit
untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk
dikembalikan lagi.
8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi
phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
Komposisi Injeksi
Bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan sediaan injeksi terdiri dari:
1. Bahan aktif (obat)
2. Bahan tambahan, terdapat dua macam yaitu esensial dan non esensial
14
Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah
yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat,
Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol,
Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-
hidroksibenzoat, Fenol.
Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
Gas inert : Nitrogen dan Argon.
Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen
glikol, Lecithin
Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3. Bahan pembawa / pelarut
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.
Untuk membuat suatu formula, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Aspek terapi (dosis, data farmakokinetika, interaksi obat dengan badan.
2. Sifat fisika kimia obat
Sifat fisika kimia obat meliputi aspek ;
1. Struktur molekul dan berat molekul
2. Organoleptis yang meliputi warna dan bau
3. Titik lebur
4. Profil thermal
5. Ukuran partikel dan bentuk partikel
15
6. Higroskopisitas
7. Konstanta ionisasi
8. Stabilitas terhadap sinar
9. Aktivitas oprik
10. Kelamtan
11. pH solubility dan stability profile
12. Polimorf
13. Solvate formation
Persyaratan bahan aktif lainnya adalah kemurnian, keamanan, inert dan non toksik. Bahan
tambahan dalam formulasi sediaan injeksi mempunyai beberapa manfaat:
1. Mempertahankan kelarutan obat
2. Mempertahankan stabilitas kimia fisika larutan
3. Mempertahankan sterilitas larutan (pada multiple dose)
4. Memudahkan penggunaan parenteral seperti : mengurangi iritasi jaringan, mengurangi
rasa sakit.
Syarat-syarat Injeksi
Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral
hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam
sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara
kimia dan sebagainya.
Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril
tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan material dinding wadah.
Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling menentukan:
bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis , isohidris,
bebas bahan melayang.
Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang
kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
16
Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
Sterilitas
Bebas dari bahan partikulat
Bebas dari Pirogen
Kestabilan
Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
Wadah Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis
tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml.
pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum.
Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan.
Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan
kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup
karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk
cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1. Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III
(tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan
barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan
basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk
terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah
gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan
alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan
III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat
digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP
XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda
dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium)
yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya
17
mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan
bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan
adalah konsisten ditemukan.
Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
TipeDefinisi
UmumTest USP
Batas
Ukuran (ml) ml 0,02 N asam
I Paling resisten,
gelas borosilikat
Gelas
serbuk
Semua 1,0
II Gelas dibuat dari
soda lime
Attack
water
100 atau kurang
lebih 100
0,7
0,2
III Gelas soda lime Gelas
serbuk
Semua 8,5
IV Gelas soda lime-
tujuan umum
Gelas
serbuk
Semua 15,0
Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya.
Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk
formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan
mempercepat reaksi oksidasi.
2. Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial
dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak
hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti
bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan.
Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan
18
dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti
gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih
formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk
mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume
kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil
karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan
uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap
kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas
dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk,
penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh
pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap
kualitas dan keamanan potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan
karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon
tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan
karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai
perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk
menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3. Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang
diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk
mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume
kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi
kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik
dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia. Formulasi
plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih
rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah
19
polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi
polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon),
polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
Tabel 9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam
Sediaan Parenteral Volume Kecil
Tipe Bahan Tambahan Penyerapan Uap AirReaksi Potensial
Dengan Produk
Butil Sederhana Rendah Sederhana
Natural Tinggi Sederhana Tinggi
Neupren Tinggi Sederhana Tinggi
Polisopren Tinggi Sederhana Sederhana
Silikon Sederhana Sangat tinggi Rendah
4. Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume
kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul
digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang
digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-
masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan
penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul
menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam
pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk
parenteral volume besar (LVP).
20
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube
logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.
Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul
sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan
melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup
bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang
berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler
kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.
Cara Pengisian Ampul.
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena
lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher
ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam
ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada
dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan
pengotoran jika ampul disegel.
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Obat injeksi atau parenteral merupakan suatu sediaan steril yang pemberiannya dilakukan dari luar
tubuh dengan cara melukai jaringan menggunakan jarum suntik. Sediaan injeksi biasanya berada
dalam wadah tertentu, seperti vial atau gelas yang tertutup. Efek obat biasanya muncul lebih cepat
jika diberikan secara parenteral daripada oral namun pemberiannya harus hati-hati karena sangat
beresiko terjadi kelebihan dosis dan terjadinya kontaminasi, serta adanya ketidaknyamanan saat
pemberian.
Pemberian obat injeksi padda hewan umumnya melalui intravena, intramusculer, subcutan,
intraperitonium. Namun pada kegiatan laboratorium dan prosedur bedah, pemberian obat injeksi
disesuaikan dengan penggunaan dan tujuan seperti intracerebral, intracardial, intervertebral, dan
sebagainya.
Sediaan injeksi umumnya teridiri dari bahan aktif, basis, dan bahan tambahan. Bahan aktif
merupakan bahan obat yang memiliki efek farmakodinamik. Basis merupakan bahan pengantar obat
seperti aquades, minyak dan sebagainya. Sedangkan bahan tambahan merupakan bahan yang
diberikan pada sediaan untuk mendukung kerja obat seperti bahan antimikroba, bahan pengisotonis
dan sebagainya.
Untuk menjamin obat steril, maka media penyimpanan untuk obat injeksi harus tertutup yang
disesuaikan dengan dosis, kandungan obat, dan sebagainya. Media penyimpanan dapat berupah
plastik, kaca, karet, dan sebagainya.
22
Daftar Pustaka
Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
Parrot, L.E., (1971), Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, Burgess Publishing
Co, USA.
Jenkins, G.L., (1969), Scoville's:The Art of Compounding, Burgess Publishing Co, USA.
Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition, Marck Publishing
Co,Easton.
Tjay, T.H., (2000), Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
Ganiswara, S.B., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
Kibbe,A.H., (1994), Handbook of Pharmaceutical Excipient, The Pharmaceutical Press, London.
Lachman, L, et all, (1986), The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition, Lea and
Febiger, Philadelphia.
Turco, S.,dkk., (1970), Sterile Dosage Forms, Lea and Febiger, Philadelphia.
Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition, Pharmacy Press.
Groves,M.J., ( ), Parenteral Technology Manual, Second Edition, Interpharm Press.
ISFI, (2004), ISO Indonesia, Volume 39-2004, PT Anem Kosong Anem (AKA), Jakarta.
23